Bab 4
"Bangun, sudah pagi
loh, Kazuto."
Rasanya ada yang
mengguncang pundakku dengan lembut, kesadaran mulai terangkat pelan-pelan.
(...Ngantuk banget.
Mataku berat banget sampe gak bisa dibuka)
Aku mengeluh dengan
suara yang tidak puas, "Hmm," lalu aku membalikkan badanku.
(Pengen tidur lagi...
Semalam main game online sampe pagi, gak tidur sama sekali)
"Kalau kamu gak
bangun... yaudah aku tidur bareng deh."
"...Hmm..."
Meski aku denger
suaranya, otakku masih kabut, jadi tidak mengerti apa yang dia maksud.
(Pokoknya pengen
tidur...)
Dengan pemikiran itu,
aku asal jawab saja.
Rasanya ada yang
gerak-gerak di sekitar tubuhku. Sesuatu yang besar meluncur ke dada ku. Ada bau
sampo rumah yang menyengat.
(...Rasanya nyaman
banget. Kayaknya bisa lanjut tidur enak)
"Boleh loh... peluk
kayak guling juga... peluk aja."
"...Hmm."
Kayaknya itu ide yang
bagus. Didorong oleh suara yang menyenangkan itu, aku memeluk erat sesuatu yang
besar di dada ku. Hangat dan lembut...
"...Ahh!"
...?
Ada suara aneh. Mungkin
karena terlalu ngantuk, aku ga punya tenaga buat buka mata dan cek. Rasanya
seperti di mimpi yang indah.
"...?"
Aku merasakan sesuatu
yang halus di tangan kananku. Kayaknya itu sumber bau samponya. Karena nyaman,
aku peluk erat benda besar itu sambil asik menggerakan tangan kanan, menikmati
sensasi seperti rambut ini... Terbaik.
"Oh, suami kayak
gini... Ah, ini namanya bahagia..."
Gerakannya bikin aku tidak
nyaman, jadi aku peluk lebih erat lagi untuk membatasi gerakannya.
"..."
Kayaknya dia udah menyerah.
Jadi diam total... Rasanya sangat bahagia.
Rasanya bisa mimpi indah
nih...
DONK! DONK!
"...Hm?"
Dari bawah tubuh... eh,
dari bawah tempat tidur, ada dorongan yang kuat.
DONK DONK! DONK!
Seperti ada yang
ngetok-ngetok tempat tidur dengan ritme tertentu, cukup kuat. Akhirnya
ngantukku mulai hilang.
Perlahan aku membuka
mata... dan sadar aku lagi memeluk Rinka...!
"Hmm... huh...
Kazuto..."
"Ri-Rinka-san...!"
Rinka mengangkat
wajahnya dari dada ku. Pipinya sangat merah seperti terbakar, dan matanya yang
berbinar-binar terlihat lemas.
Napas yang Rinka
keluarkan terasa sangat panas dan lengket...!
"Kazuto... Dari
pagi... kamu kuat banget, liar juga."
"Kayaknya mesum
deh!"
DONK!
Lagi-lagi tempat tidur
diketok dari bawah.
Berasa curiga, aku
nunduk dan mengintip ke bawah tempat tidur—.
Mataku bertemu dengan
sesuatu yang hitam dan bergerak-gerak—!
"Huaaa!"
Aku tahu sih kalau bakal
serem!!
☆
"...Ternyata aku
sembunyi di bawah tempat tidur, ngabisin satu malam di sana."
"Dasar Risuzu. Btw,
aku malahan pernah ngabisin satu malam di lemari, ngerasain keberadaan Kazuto
lewat pintu."
"...Itu mah buat
yang udah pro... Aku juga harus siap-siap kayak gitu dong!"
"Ngerasa keberadaan
Kazuto mah bukan soal pro apa enggak. Aku juga pengen coba ngabisin malam
sendirian di bawah tempat tidur malam ini."
"Kalian ngomongin
apa sih? Seriusan deh, jangan dong. Lagian, yang di bawah tempat tidur itu
bukan pro, malah kayak orang cabul gitu."
Aku yang tidak tahan mendengar
obrolan dua idol populer ini, memegang dahi sambil mengeluarkan napas panjang
sekuat tenaga.
Udah dua hari sejak kita
main game online bareng, dan kehidupan kita udah banyak berubah.
Suasana canggung antara
Rinka dan Risuzu udah lenyap, rumah jadi lebih cerah.
Yang paling menunjukkan
perubahan besar adalah Risuzu.
"...Ri-Rinka-san...!"
Seperti pakai jurus
pamungkas, Risuzu langsung memeluk Rinka.
Dan tentu aja, dia menempelkan
mukanya ke dalam dada.
Tentu saja, tangan
kanannya langsung ke paha mulus Rinka. Bener-bener orang cabul.
"...Aku kan adik,
jadi aku bebas manja sama kakak yang aku hormati."
"Iya, manja aja
semaumu."
"...Yaaay...
remas-remas."
"Eh, eh, Risuzu...!
Kamu meremas apa sih--"
..........
Mukanya menempel di
dada, dan tanpa sungkan meremas paha, Risuzu....
Jadi aneh rasanya melihat
itu, jadi aku mengalihkan pandangan ke jendela.
(Awan putih dan langit
biru... Ah, cuaca bagus hari ini juga)
Duduk di tempat tidur,
dari pagi-pagi aku sudah mencoba kabur dari kenyataan.
Ada dua idol populer
yang lagi mesra-mesraan di kamarku, tapi itu urusan mereka. Aku tidak mau
terlalu ikut campur.
"...Niichan."
"Woah!"
Tiba-tiba dia muncul
depan mata, dengan tatapan sulit dibaca.
Dari auranya, kayaknya
dia mau minta dimanja lagi? Oke, sebagai kakak yang dihormati...
"...Aku akan ngebiarin
kamu muji aku. Dan aku akan biarin kamu menepuk kepalaku. Terima kasih."
"Serasa gak
dihormati, aku!"
"...Hormat? Aku kan
emang gak menghormati Niichan."
"Sakit banget!
Sedih aku...!"
"...Udah, bilang
aku imut, imut, kayak dulu elus kepalaku."
Maksudnya waktu kita
main game online bareng hari itu. Karena laptopnya mati dan dia sedih, aku elus
kepalanya...
Memakai cara yang sama
waktu itu, aku mencoba mengelus kepala yang langsung dihadapkan ke arahku.
...Dia juga minta
dipuji.
"Imut. Risuzu itu
imut."
"----"
Mukanya langsung memerah,
Risuzu menunduk. Kayaknya dia jadi lebih mudah bereaksi begini belakangan ini.
"...Ini bahaya...
Jantungku kayaknya mau meledak jadi debu..."
"Itu gak
baik."
Ketika aku lepas tangan
dari kepala Risuzu, dia mengeluarkan suara kecewa "Ah".
Kelihatannya dia masih
ingin tangan kananku di sana.
Ketika aku pikir Rinka
pasti cemburu pada saat ini... Tapi, aku tidak melihat Rinka di sekitar.
"Eh, Tadi ngapa
pada di kamar aku semua?"
"...Awalnya sih aku
turun pengen sarapan karena Rinka-san bilang sarapan udah siap.”
"Jadi kamu datang
buat bangunin aku juga..."
"...Tapi lagi
mesra-mesraan sih. Niichan, kamu kan tadi tidur sambil peluk Rinka-san kayak
bantal."
"Aku lagi setengah
sadar itu...!"
Kalau aku sadar, aku
pasti tidak akan memeluk Rinka begitu.
Sambil mengingat-ingat sentuhan
tubuh Rinka yang langsing tapi lembut, dan kehangatannya.
Sepertinya ada otot di
balik kelembutan itu, aku merasa ada kekerasan yang pas di dalamnya.
Rambutnya juga sangat lembut---
"...Kamu lagi
mikirin hal yang cabul ya?"
"Mana ada! Daripada
itu... Risuzu, juga banyak berubah."
"...Cara ngalihin
topik yang terang-terangan... tapi karena aku baik, aku ikutin deh. Iya, aku
berubah. Bukan cara berpikirku yang berubah, tapi lebih ke menerima."
"Menerima?"
"...Aku ini pintar
dan hatiku kuat, jadi aku punya pemikiran baru."
"Pengen nyela...
tapi, pemikiran baru apa itu?"
"...Rinka-san
menganggap dirinya sebagai istri niichan. Artinya, dia juga jadi kakak iparku."
"Iya, jadi begitu."
Aku sama Risuzu juga ga
ada hubungan darah, jadi kami ini seperti kakak adik tiri. ...Penuh dengan
hubungan tiri ya.
Tapi, Rinka bilang dia
istri. Entah kenapa aku langsung menerima itu.
"...Jadi, sebagai
adik, udah pasti, aku bisa manja sama orang yang paling aku hormati...!"
"............"
"...Sebelumnya aku
agak sungkan. Cuman bisa megang paha doang, tapi sekarang, dengan hubungan ini,
bisa megang bokong juga."
"Apa?"
Aku bingung dengan apa
yang dikatakan gadis cantik di depanku, dan tanpa sadar suaraku terdengar
konyol. Jadi anggota keluarga tiri, itu berarti bisa megang bokong? Apa-apaan
itu.
"...Bisa secara
legal manggil orang yang aku hormati sebagai Oneechan... Bisa sentuh celana
dalam juga. Bisa manja kapan aja... Ini, terbaik kan? Kalau dipikir-pikir
dengan tenang, ini ideal banget...!"
*Truuus... Darah mulai
menetes dari hidung Risuzu.
"Ini cuman jadi pemuas
nafsu kamu doang?"
"...Orang yang gak
bisa menyesuaikan diri dengan perubahan akan tertinggal zaman, dan akhirnya
dianggap sebagai beban. Itu berlaku untuk anak muda juga. ...Makanya, selalu
penting untuk bisa beradaptasi secara fleksibel, itu yang diminta dari orang
zaman sekarang. Jadi, aku memutuskan untuk sedikit menahan apa yang aku pegang
teguh, dan membebaskan keinginan di dasar hatiku."
"Kamu, Biasanya
juga udah bebas? Selalu seenaknya sendiri."
Gadis yang susah
dipegang ini. Apakah ada aturan bahwa idola populer itu orang aneh?
"...Dan, dengan
posisi sebagai adik, aku bisa manja dan---memerintah niichan tanpa sungkan."
"Kasih aku ampun
deh..."
Melihat Risuzu yang
bernafas kasar, aku hanya bisa tersenyum pahit.
☆
Setelah sarapan selesai,
saat waktu bebas. Risuzu dan Nonoa berlari bersama menaiki tangga.
Mereka pasti akan
bermain sesuatu di kamar Risuzu. Aku dan Rinka yang tersisa di ruang tamu,
secara alami duduk berdampingan di sofa. Waktu yang menenangkan dan membuat
hati tenang mulai mengalir.
Biasanya aku sering
diganggu oleh duo bising Risuzudan Nonoa, jadi bisa menghabiskan waktu berdua
dengan Rinka seperti ini mungkin sudah lama.
Rinka mungkin juga
berpikir hal yang sama.
"Udah lama ya...
Kita berdua ngabisin waktu tenang kayak ini."
"Ya gitu deh.
Sebelumnya Risuzu sama Rinka-san juga canggung banget kan?..."
"Iya..."
Rinka mendekatkan
bahunya padaku. Suasana yang sudah lama tidak kurasakan, seperti suasana
pacaran, membuat jantungku berdebar keras. Entah kenapa... aura yang Rinka
pancarkan itu manis.
Mata yang menatapku itu
ada semacam kehangatan, seakan ada yang dia harapkan dari aku.
"Aku pengen lebih
deket lagi sama Kazuto... Meski dekat, rasanya kayak ada jarak gitu... aku
kesepian."
"Itu... maksudnya
pengen mesra-mesraan gitu?"
"I-iya... kayak
gitu...!"
Dengan suara yang
meninggi, dia langsung memalingkan wajahnya dariku.
Gerakan itu membuat
rambut yang menutupi bahunya tergerai.
Sambil minta
mesra-mesraan tapi malu-malu. Dengan kata lain, imut banget. Keimutan ini, beda
sama keimutan yang aku rasain dari Nonna-chan.
Ini jadi... sayang dan
cinta ya?
"Aku pengen...
lanjutin yang tadi pagi."
"Lanjutin yang tadi
pagi... yang itu?"
"Iya, itu."
Ketika bicara tentang
melanjutkannya, aku jadi malu. Meski merasa malu dan tegang, aku peluk tubuh
Rinka yang membiarkan dirinya diserahkan padaku. Ketika aku mengelus rambutnya
dengan lembut, Rinka menghembuskan nafas pendek yang terdengar nyaman.
Rasanya seperti waktu
kekasih yang ideal. Ini dekat dengan mesra-mesraan yang aku bayangkan.
"Aku pengen... hari
ini terus di samping Kazuto."
"---"
Suara bisikan Rinka yang
manis dan meleleh, membuatku menelan ludah.
Terhadap Risuzu, dia
berperilaku sebagai kakak yang tegas...
Tapi ketika berdua
denganku, dia menunjukkan sisi lain dan menjadi feminin.
Wajahku semakin panas
dan aku semakin tegang, tapi aku sadar bahwa nafas Rinka perlahan berubah.
Su... Su... seperti
nafas seseorang yang tidur—.
"Eh, dia beneran
tidur."
Wajahnya yang sepenuhnya
rileks dan matanya yang tertutup rapat, menunjukkan dia sangat tenang. Terlihat
bahwa dia menyerahkan segalanya padaku. Ini adalah sisi imut dari idol cool
yang dia tunjukkan.
"Pasti dia capek
banget..."
Sejak liburan musim panas
dimulai, Rinka sering pergi pagi-pagi dan pulang malam. Kadang, dia pulang
sampai larut malam. Hari-hari dimana kami bisa makan bersama sangat jarang.
Menurut Risuzu, di zaman
sekarang ini jarang ada anak di bawah umur yang bekerja sampai malam, tapi
karena termasuk waktu perjalanan, kadang pulangnya bisa jadi malam... begitu.
Lagipula, Rinka kalau ada waktu, dia akan latihan sendiri. Jadi, wajar saja
kalau ada hari dia pulangnya malam.
Rinka bilang,
"Sekarang adalah saatnya untuk berjuang keras"... tapi aku jadi
khawatir.
Setahu aku, ada
hari-hari dimana dia hanya tidur dua jam.
Bahkan setelah pulang ke
rumah, dia seperti masih sibuk dengan sesuatu...
"Hari ini hari
libur setelah sekian lama, biarin aja dia tidur deh."
Aku ingin Rinka
benar-benar istirahat. Aku mencoba membaringkannya di sofa—.
"...Kazuto...
mmh"
Terdampar dalam pelukan
Rinka yang sedang tidur, aku merasakan cengkeraman kuat di kaosku.
Menggoyangnya ringan tidak membuatnya melepaskan. Apa yang harus aku lakukan...
Aku tidak bisa bergerak sama sekali.
Kesal, tapi melihat
wajah Rinka yang polos saat tidur, pikiranku berubah. Mungkin ini yang terbaik
untuknya. Dengan keputusan itu, aku memutuskan untuk menerima segalanya dan
menjadi bantal pelukannya.
☆
Saat waktu makan siang
semakin dekat, aku berdiri di dapur dengan buku resep di tangan.
Aku membaca buku yang
kutemukan di rak buku rumah... tapi tidak masuk akal.
Aku ingin membuat
oyakodon. Bahan-bahannya sudah kubeli. Bumbunya juga sudah ada.
Masalahnya memang buku
resepnya.
Ada tulisan seperti
"sedikit" atau "secukupnya" tapi aku tidak tahu itu berapa
banyak.
Itulah sebabnya aku
membaca buku resep.
Aku ingin ada penjelasan
yang lebih ramah untuk pemula.
"Kazuto, kamu
baik-baik aja? Mungkin aku aja yang—"
"Rinka-san, kamu
istirahat aja."
"Tapi..."
Rinka yang berdiri di
belakangku mulai berbicara dengan suara yang terdengar khawatir. Wajar saja dia
tidak percaya.
Lagi pula, aku ini pria
yang hanya bisa merebus telur. Tapi meskipun begitu—.
"Hari ini, aku pengen
kamu manja sama aku."
"Kazuto...!"
"Aku pengen
berusaha demi Rinka-san."
"——!"
Reaksinya seperti dia
tertembak di dada. Rinka memegang dadanya dan berbisik dengan suara lembut,
"Suamiku berusaha keras demi aku..." Sebenarnya, untuk pacarnya.
"Kazuto, aku
mencintaimu dari dalam hatiku."
"Uh, terima
kasih..."
"Itu salah. Kamu
harusnya bilang, aku juga mencintaimu."
"O, aku juga
mencintaimu... Rinka-san."
Mengatakan itu sambil
menahan rasa malu, Rinka tersenyum lebar.
Topeng cool-nya sudah
hancur berkeping-keping.
"Sebagai istri
Kazuto, aku percaya padamu... sampai-sampai aku bisa nyerahin segalanya, mau
fisik atau hati."
"O, oke..."
"Jadi, apapun
masakan yang kamu sajikan, aku akan nikmatin. Bahkan kalau itu makanan warnanya
ungu."
"Itu siapa, heroin
yang gak bisa masak itu. Tenang aja, aku gak bakal ngasih kamu makanan
aneh."
"Terima kasih...
Ah, tapi kalau kamu menambahkan itu—... eh, nggak, lupakan. Jangan dipikirin."
"Eh, apa itu? Aku
penasaran."
"Aku akan menunggu
di ruang tamu, aku mau ngeliat foto Kazuto."
"Tunggu, Rinka-san——"
Aku tidak sempat
menghentikannya. Rinka yang meninggalkan dapur pindah ke ruang tamu dan duduk
di sofa. Dia mengeluarkan ponselnya, menatap layar sambil terlihat terpesona...
itu tidak baik.
Pokoknya, Rinka percaya
padaku. Jadi, aku harus membalas kepercayaannya.
Aku mencoba masak mengikuti
langkah-langkahnya tapi ya itu, di awal saja sudah bingung.
Aku tidak bisa nentuin
harus memasukan kecap atau mirin seberapa.
"......Eh, Niichan,
kayaknya kamu lagi ada masalah ya?"
"Risuzu ya?"
Aku melihat, dan Risuzu
yang biasa pake selimutnya lagi berdiri bengong. Sepertinya dia lapar, minta
makan seperti kucing. Hoodie yang ada telinga kucingnya pasti cocok buat dia.
"......Perut aku
gak laper. Tapi kenapa bukan Rinka-san yang di dapur, tapi malah kamu?"
"Hari ini, aku
pengen Rinka-san istirahat sehari. Jadi, aku yang masak siang. Tungguin
ya."
"......Aku jadi
khawatir. Ini beda sama game online, kamu gak bisa masak cuman dengan
klik."
"Gak usah dibilang
juga udah tau, tapi ini masalahnya sama buku resep ini."
Aku lagi mengeluh sambil
melihatkan buku resep di tangan, Risuzu bilang "......Coba aku liat."
sambil nyoba ngintip halaman yang terbuka.
"......Tambahin
bumbu yang disiapkan ke dalam panci...... Gula sedikit...... Sedikit itu berapa
sih?"
"Kan? Bingung
kan?"
"......Ini cuman orang
yang udah biasa masak yang bisa ngerti...... Terus satu sendok makan tuh
apa?"
"Aku kira itu
ukuran sesendok gitu."
"......Ukuran
sendoknya beda-beda, jadi ya beda juga dong jumlahnya."
"――――Bener juga.
Sial, jadi gak tau lagi mana yang bener......!"
Aku jadi putus asa,
duduk terduduk sambil mengeluh. Masak itu ternyata sangat sulit.
"......Minta
bantuan Rinka-san aja."
"Gak bisa, paling
nggak hari ini aku pengen Rinka-san bisa istirahat. Biasanya kan dia sibuk sama
aktivitas idol."
"......Aku juga
idol…………"
"Tapi lebih santai
dari Rinka-san tuh?"
"......Iya sih,
tapi kalaupun begitu juga, aku termasuk idol yang cukup populer…… cukup sibuk
juga."
"Aku sama sekali
gak ngerasa kamu keliatan sibuk."
"......Orang yang
terlalu sibuk itu biasanya karena mereka gak cekatan atau cuman mau pamer
sibuk. Orang yang kayak aku ini, gak keliatan sibuknya."
"O, oke......"
Ya sudahlah, aku orang
biasa tidak bisa banyak komentar. Aku tidak bisa nentang apa yang Risuzu
bilang, soalnya dia memang bekerja dan punya hasil.
Tapi tetep aja......
masak itu gimana caranya?
Takut salah ukur malah
jadi aneh nanti.
Saat aku lagi bingung,
tiba-tiba ada suara langkah kaki yang ceria mendekat.
Suara langkah kaki ini, sepertinya
Nonoa. Aku langsung mengangkat kepala, dan bener aja, Nonoa udah ada di depanku.
Dengan senyum manis dan imut, dia menatapku.
"Nene, lagi
ngapain?"
"Aku lagi nyoba
masak makan siang...... Tapi bingung mau masukin bumbu seberapa."
"Ehm, aku juga gak
terlalu ngerti, tapi kalau masukin banyak hal yang enak, pasti jadinya juga
enak!"
"Masukin banyak hal
yang enak......?"
"Iya! Kayak kalau
nyampurin kue ke dalam kari, pasti jadinya lebih enak!"
"Wow, bener-bener seperti
malaikat...! Ide yang jauh melampaui manusia... Aku aja nggak bisa kepikiran,
idenya seperti diberi inspirasi oleh dewa... Memang bener malaikat!"
"...Niichan, kamu
terlalu suka sama Nonoa-chan sampai otak kamu jadi aneh."
"Apa yang kamu
omongin. Di depan keimutan Nonoa-chan, siapa saja pasti nggak bisa bertahan kewarasannya."
"...Ya, iya juga
sih. Nonoa-chan malaikat."
Ketemu teman sejiwa, aku
langsung berdiri, bertatapan mata sama Risuzu dan berjabat tangan dengan kuat.
Langkah demi langkah,
ikatan sebagai kakak-adik semakin terjalin.
...Tiba-tiba aku mikir,
"Eh? Aku jadi makin nggak guna ya?" Tapi aku biarkan saja itu pikiran
sebagai halusinasi. Kalau aku sampai jadi orang aneh, orang normal akan punah
dari dunia ini.
"...?"
Ketika berhenti berjabat
tangan dan lepas tangan, Risuzu melihat tangannya sendiri dan seperti lagi memikirkan
sesuatu.
Tanganku, mungkin
sedikit berkeringat? Kayaknya dia lagi bingung.
Mendadak menjadi malu,
aku mencoba ganti topik dengan ngomong kuat sebagai pemimpin Karasu no Tomariki.
"Oke! Ini juga
quest! Kita bertiga bakal bikin oyakodon yang enak!"
"........."
Iya, bener. Aku tahu
kok.
"Jadi ini, oyakodon
yang kita bikin bersama-sama..."
Pas liat empat porsi
oyakodon yang disusun di meja, Rinka yang duduk di kursi kayak lagi merenung
dan bilang gitu. Secara pribadi, aku rasa tidak terlalu buruk sih.
Ukuran daging ayamnya
acak-acakan, ada yang cukup sekali suap dan ada yang butuh lebih dari dua suap,
tapi setidaknya matang.
Telurnya juga di
beberapa bagian gosong dan jauh dari warna keemasan, tapi setidaknya matang.
Bahkan nasi, walaupun
salah mengukur jumlah air jadi terlalu banyak dan jadi agak lembek, tapi
setidaknya dimasak sampai selesai.
...Terburuk ini. Sama
sekali tidak keliatan enak.
Rinka tidak mengomel,
tapi ketika liat oyakodon yang disodorkan di depannya, dia mencibir. Ya iyalah.
Bagi orang yang sampe bilang masak itu hobinya, pasti tidak mau memakan makanan
seburuk ini.
"Maaf ya... Aku
salah ngukur airnya..."
"...Bukan salah
Nonoa-chan. Itu salah aku dalam mengambil keputusan."
"Risu-oneechan
nggak salah kok. Aku yang..."
"...Nggak, kalau
airnya banyak, aku pikir nasi bisa mengembang lebih banyak jadi bisa makan
lebih banyak, itu salahku."
Ini bener-bener
kesalahan Risuzu. Seharusnya aku yang cek dari awal.
Aku yang bertanggung
jawab atas semua pekerjaan yang melibatkan pisau dan api, dan pekerjaan yang
risikonya lebih rendah aku serahkan ke mereka berdua. Jadi ya... ini tanggung
jawab kita bertiga.
"Kalian bertiga
sudah berusaha keras. Aku nggak nyangka bisa sampai sejauh ini."
"...Kamu nggak
berharap banyak?"
"Orang-orang yang
baru pertama kali masak, aku nggak nyangka bisa sampai segini. Aku lagi muji
loh."
"……Kita keren ya?
Gyuhahaha."
Dengan senyuman lembut,
kami bertiga lega.
Ada satu orang yang
ketawa kebangetan...
"……Nonoa-chan. Ayo
makan bareng di kamarku."
"Nggak makan bareng
aja di sini?"
"……Aku lagi pengen
berdua aja sama Nonoa-chan."
"Eh, umm... oke
deh."
Keduanya membawa oyakodon
mereka di nampan menuju lantai dua.
"Jangan-jangan Risuzu――"
"……Aku cuman mau
monopoli malaikat."
Tanpa menoleh ke kami, Risuzu
membawa Nonoa naik tangga. Pasti dia memberi perhatian...
Ini waktu berdua buat
aku dan Rinka.
"Ayo makan,
Kazuto."
"U, un."
Diundang dengan
senyuman, aku duduk di sebelah Rinka. Melihat donburi di depanku, aku sadar
betul perbedaan masakan Rinka.
"Kayaknya aku gak
bisa ngelawan Rinka-san deh. Bukan cuman rasanya, tampilannya juga beda
banget."
"Yang penting itu
niat orang yang masak. Dari masakan ini, aku bisa ngerasain perasaan Kazuto dan
anak-anak itu. Lihat, keliatan enak kan."
Sambil melihat donburi
yang jelas-jelas gagal, dia ngomong dengan penuh kasih sayang, seperti mengasuh
anak sendiri.
Ah, ini dia Mizuki
Rinka. Yang penting bukan bentuknya.
Dia selalu mengutamakan
esensi, dan mempertimbangkan perasaan orang lain sampai dia bisa senang.
Ada wanita secharming
ini lagi tidak ya?
TLN : Aku mw satu.
"Rinka-san……! Aku
bener-bener senang bisa jadi pacar Rinka-san……!"
"Fufu, ngomong apa
sih kamu. Kita bukan pacar, kita suami istri."
"Ah, iya."
Itu juga bagian dari
Rinka.
"Nee, Kazuto. Hari
ini sehari… boleh manja, kan?"
Bukan gugup, tapi malu.
Rinka yang pipinya merah meminta dengan hati-hati.
"Tentu saja. Bukan cuman
hari ini, kalau ada yang kamu mau, aku bakal lakuin apa saja."
"Eh, apa
saja?"
"Dalam batas wajar
ya."
"…………Iya."
Rinka yang matanya
berkilau kehilangan cahayanya seketika. Kenapa dia keliatan kecewa gitu. Mungkin
dia mengumpulkan keberaniannya, dia meminta sambil mengambil sumpit.
"Aku pengen kamu nyuapin
aku.”
"Disuapin,
ya……"
"Gak boleh…?"
Rinka dengan mata
berkaca-kaca menatapku langsung. Ini tidak bisa, kelewat lucu.
"I, iya boleh.
Pasti boleh dong."
"Terima kasih...
memang suamiku ya. Aku sangat mencintaimu."
"――!"
sangat mencintai begitu
saja membuat jantungku berdebar kaget. Mungkin suatu hari nanti aku bisa mati terkejut.
Aku mengendalikan sumpit
dengan tangan kanan yang sedikit bergetar, mengambil daging ayam yang
terbungkus telur.
"Nn..."
Dengan mata tertutup,
Rinka membuka mulutnya ke arahku. Wajahnya yang seperti itu juga lucu... Aku
tidak tahu mengapa dia menutup matanya.
Dengan berdebar-debar
dalam berbagai cara, aku membawakan daging ayam itu ke mulutnya.
Setelah dia makan, aku
menarik sumpit dan menunggu reaksi Rinka.
Setelah selesai makan
dan menelan, Rinka perlahan membuka matanya dan berkata dengan senyuman,
"Ini sangat lezat." Aku lega mendengarnya. Rupanya tidak ada masalah
dengan rasa.
"Boleh aku minta
lagi?"
"Oke."
Aku terus memberinya
makan oyakodon.
Dia makan dengan sangat
lezat, jadi perasaanku berubah dari cemas menjadi senang. Aku merasa bisa
mengerti sedikit tentang perasaan Rinka menikmati masakan.
Hanya dengan mendengar
orang yang kusayangi mengatakan enak saja sudah cukup membuat hatiku penuh.
"Ah, maaf. Aku aja
yang makan."
"Gapapa, jangan
khawatir."
"Gak bisa begitu...
nah, ayo, ah."
Kali ini Rinka mengambil
daging ayam dengan sumpit dan mengarahkannya ke mulutku.
Ini... berarti kita akan
saling memberi makan!?
"Kazuto,
cepat."
"Ah, ah――"
Dengan tergesa-gesa aku
makan daging ayam di depanku. Aku mengunyah, tapi rasanya seperti bukan
masakanku sendiri. Tidak buruk. Bisa dimakan dengan normal.
"Giliranku
sekarang."
Dan begitu terus kami
bergantian memberi makan satu sama lain. Sejujurnya, kecepatan makannya sangat
lambat.
Tapi, itu tidak masalah.
Karena kami menikmati waktu berdua sepenuhnya.
Makan bukan tujuan
utama, tujuannya adalah saling memberi makan dan bercengkerama ――.
Ya, inilah namanya
kekasih!
Persis seperti yang
dibayangkan olehku, seorang pecandu game online...!
"Kenapa, Kazuto.
Kenapa wajahmu kayak gak terurus gitu?"
"Tidak, rasanya
seperti kekasih."
"Bukan kekasih,
tapi suami istri. Itu juga suami istri yang sangat mencintai."
“Tapi, suasana polos ini…bukannya rasanya kita cuman sepasang kekasih, yang canggung saling nyuapin?”
"…………"
"Aku, aku selalu rindu
sama hal kayak ini…………Ah, giliranku sekarang ya."
Aku dengan mulut terbuka
menunggu. Namun———.
"…………Sudah cukup."
"Eh!"
"Ayo berhenti."
"Ke-kenapa!?"
Rinka yang merajuk,
mempertajam bibirnya dan memalingkan wajahnya ke samping.
Kenapa……? Ah, mungkin.
"Karena aku bilang
suasana seperti kekasih……kamu jadi marah?"
"Berapa kali harus dibilang
biar kamu ngerti. Kita ini suami istri. Aku pengen kamu sadar kalau kamu itu
suami."
"So-soal itu, walaupun
kamu bilang begitu……"
"Sebenarnya, aku pengen
kamu memakai cincin pernikahan. Kalau nggak, wanita lain nanti bakal ngedeketin
Kazuto."
"Itu gak akan
terjadi."
"Terjadi, dong.
Kamu kan didekati di kolam renang?"
"Seperti yang sudah
kukatakan sebelumnya, itu karena Nonoa-chan yang didekati……"
"Jadi kenapa mereka
juga tertarik sama kamu? Dari apa yang kudengar, mereka manfaatin Nonoa sebagai
cara buat deketin kamu dan berpura-pura memanjakannya."
"Eh…………"
Lebih dari marah, dia
tampak merajuk. Mungkin ini yang disebut cemburu……?
Senang rasanya dikasih
perhatian sebanyak ini, tapi kadang-kadang aku tidak tahu bagaimana harus
bereaksi.
"Udah aku bilang
sebelumnya, Kazuto harusnya sadar kalau dia itu menarik. Sebagai istri, aku
merasa sangat gak aman. Aku gak tahu gimana harus ngehadepin suami yang
menarik."
"Rinka-san
juga……aku rasa kamu juga gak sadar sama omongan kamu sendiri."
Bicara diputarbalikkan
dan disalahkan sepihak, jadi aku membalas.
"Aku?"
"Ya. Rinka-san itu
idola populer, pastinya menarik, kan? Dari laki-laki di seluruh negara……"
"Apa pun yang
dikatakan pria mana pun kepadaku, cintaku pada Kazuto gak bakal berubah."
"Aku juga sama.
Tapi, kadang-kadang aku berpikir. Aku pengen Rinka-san jadi idola cuman buat
aku, aku pengen milikin kamu sendiri―――ah, eh, bukan berarti aku pengen kamu
berhenti jadi idol! Aku juga suka Rinka-san yang berusaha keras…………Rinka-san?"
Saat aku merenungkan apa
yang baru saja kukatakan dan mencoba untuk tetap tenang dan memperbaiki
situasi, aku menyadari bahwa reaksi idola cool di hadapanku itu aneh.
Dia tampak bingung pada
awalnya, tapi perlahan-lahan mulutnya mulai mengendur.
Itu, senyum yang tak
bisa ditahan.
Senyuman Rinka sudah sering
kulihat beberapa kali, tapi ini pertama kalinya aku melihatnya tersenyum begitu
terang.
"Jadi, begitu ya.
Suami yang terlalu mencintai istrinya, itu sudah kuketahui, tapi gak nyangka
kamu pengen milikin aku sendiri…….Ah, aku yang mikirin berbagai hal malah jadi
kerasa konyol."
"Itu, Rinka-san?
Kamu kebanyakan tersenyum……"
"Tersenyum? Aku? Gak
mungkin."
Rinka segera kembali ke
wajah datar. Namun, pada saat berikutnya, mulutnya kembali melunak.
"Ah, kamu tersenyum
lagi."
"Nggak."
"Iya."
"Nggak tuh. Lihat
nih...!"
Rinka menarik kedua
pipinya ke samping dengan keras, memaksa wajahnya menjadi aneh. Perlu
segitunya?
"Eh, mukamu... lucu
sih."
"Wahyahihaniniyahahahini.
Kuruehayaihyorufahfahono."
"Aku nggak ngerti
apa yang kamu bilang...!"
Idol cool yang berusaha
keras bertingkah lucu itu.
☆
Hari berlalu dengan
damai dan malam pun datang. Aku yang rajin melakukan pekerjaan rumah, sementara
urusan pakaian diserahkan kepada Risuzu. Aku memang ngga punya keberanian untuk
menyentuh pakaian dalam wanita. Risuzu tampak kesulitan menggunakan mesin cuci,
tapi Rinka dengan sabar mengajarinya.
Akhirnya, beban itu...
pikirku, tapi mengajari Risuzu sepertinya menyenangkan bagi Rinka, yang selalu
tersenyum. Dan untuk makan malam, kami memesan pizza. Bukan malas, tapi lebih
pada keputusan yang praktis. Karena sudah kelelahan sejak siang.
Yah, Nonoa senang
seperti ada pesta, jadi tidak masalah.
Kami sibuk dengan
pekerjaan rumah sampai akhirnya bisa bertahan sampai waktu mandi. Hari ini
benar-benar berakhir. Bisa menghabiskan waktu dengan santai bersama Rinka
sampai tidur...
"Piyama
Nonoa-chan... gak peduli berapa kali aku ngeliat, tetap aja lucu...!"
"Risu-oneechan juga
lho, lucu banget!"
"Dipuji sama
malaikat...! Berarti aku orang paling lucu se alam semesta."
Kedua orang yang baru
saja mandi terlihat akrab saat mereka naik ke lantai dua. Sepertinya mereka
mandi bersama. Giliranku dan Rinka untuk mandi. Aku pikir tidak apa-apa kalau
aku yang terakhir, jadi aku santai di sofa ruang tamu sambil membaca situs
panduan 【Black Plain】di smartphone.
"Kazuto, bagaimana
menurutmu?"
"Eh, apa?"
Aku menoleh karena dia
berbicara denganku. Wajah Rinka sudah merah padam, seakan ingin bertanya,
"Kamu kepanasan?" Dia tampak gugup, bergerak-gerak, dan terlihat
kesulitan berbicara sambil sesekali melirik wajahku.
"Kamu masih inget
gak janji yang kita buat sebelumnya?"
"Janji?"
"Iya. Saat aku nyuci
rambut sama punggungmu itu... janji..."
"Um, kita buat
janji apa ya?"
"Bukan janji sih...
tapi, mungkin aku juga pengen Kazuto nyuci rambut sama tubuhku..."
Suara Rinka semakin
kecil, tapi aku mengerti apa yang dia maksud. Kami memang pernah bicara tentang
hal seperti itu. Aku mulai ingat, dan menyadari apa yang dia minta membuatku
terkejut.
"Hari ini, boleh
manja-manjaan kan?"
"Ya, um..."
"Kita kan ngga bisa
keluar bersama, kan? Jadi, setidaknya di dalam rumah aja... gitu pikirku."
"Rinka-san..."
Memang bener kata dia. Kami
baru mulai pacaran dan ini adalah liburan musim panas pertama kami, tapi kami
belom sempet melakukan apa-apa yang nyata. Tidak, malah tidak bisa.
Rinka selalu sibuk. tapi
meskipun tidak sibuk juga susah buat kita keluar bareng.
Jadi paling tidak,
pengen bisa ngelakuin acara di dalam rumah... itu aku bisa mewujudkannya.
"Apalagi aku,
sampai akhir liburan musim panas... kemungkinan besar enggak bisa punya banyak
waktu luang. Hari ini juga punya arti sebagai hari libur sebelum masa sibuk
yang akan datang."
"Oh, gitu
ya..."
"Tapi, sebagai
pasangan suami istri, masuk ke kamar mandi bareng itu hal yang wajar kok. Aneh kalau
selama ini kita mandi malah terpisah."
Rinka memerah mukanya
karena malu dan canggung, tapi pada akhirnya dia berbicara dengan nada yang
lebih tegas. Sepertinya meski dia berpura-pura jadi istri, rasa malunya tetap
ada.
Aku ingin jadi dukungan
buat Rinka sebisa aku. Masalahnya adalah akal sehatku.
Rinka ingin bersama aku
dalam arti yang murni.
Aku juga merasa sama,
tapi sebagai pria yang lagi pubertas, ada bagian dari aku yang tidak bisa nolak
itu.
Aku harus bisa melakukan
ini tanpa mengecewakan perasaan Rinka.
Terakhir kali akal
sehatku hilang, Rinka bilang "masih terlalu cepat buat itu"... Kalau
aku benar-benar minta, mungkin Rinka akan menerima.
Tapi itu salah.
Kita harus menunggu
sampai kita sama-sama tidak peduli lagi---
"Kazuto, kamu
kenapa? Kamu enggak mau masuk kamar mandi bareng aku...?"
Suara dia bergetar
sedikit, matanya penuh dengan ketidakpastian. ...Aku, sebagai pacarnya, harus
berusaha lebih keras.
"Enggak, enggak
sama sekali. Ayo masuk bareng."
Ketika aku bilang begitu,
Rinka jadi lega. Acara terakhir ini, aku akan tahan.
☆
Di ruang ganti, aku
telanjang dan ganti ke baju renang sambil tarik napas dalam-dalam. Rinka sudah
di dalam kamar mandi.
Sebelumnya, kita pernah
sekali mandi bareng di rumah keluarga Mizuki. Tapi waktu itu Rinka memakai
baju.
Kali ini telanjang...
telanjang beneran.
Aku sempat berpikir buat
mematikan lampu, tapi takut malah jadi pegang-pegang yang aneh karena tidak terlihat,
jadi aku urungkan.
"Tenanglah Kazuto.
Kita ini pacaran, jadi enggak masalah... apalagi kalau kata Rinka-san, kita ini
sudah kayak suami istri... yah, biasa aja."
Aku berusaha keras
meyakinkan diri sendiri buat menenangkan jantung yang berdebar kencang.
Aku tarik pintu dengan
hati-hati, dan yang terlihat adalah Rinka yang duduk di kursi mandi di depan
shower--- punggungnya yang putih dan rambutnya yang terurai. Punggungnya lurus
dan cantik.
"---"
Aku bisa merasakan detak
jantungku melonjak dalam sekejap.
"Ka-Kazuto?"
Tanpa menoleh, Rinka
bertanya. Aku bisa tahu dia juga tegang dari suaranya yang sedikit bergetar.
Aku juga tidak bisa menyembunyikan keteganganku dan dengan suara gemetar aku
menjawab "iya."
Aku melangkah masuk ke
kamar mandi, menutup pintu, dan dengan jarak yang cukup aku menempatkan kursi
mandi di belakang Rinka lalu duduk. Kami berdua diam tanpa bergerak.
"Lebih... tegang
dari yang kukira."
"Padahal dulu biasa
aja."
"Eh, waktu itu kan...
situasinya beda banget."
Memang sih. Sambil
mengangguk-angguk, aku memperhatikan belakang kepala Rinka, dan melihat
telinganya sampai merah merona. Padahal malu-malu gitu, tapi dia mau saja
melakukan hal-hal sebagai suami istri.
"Jadi, jadi...
boleh minta tolong keramasin gak?"
"O, oke...!"
Sambil berusaha tidak
memandang Rinka, aku mengambil botol sampo yang diletakkan dekat shower,
menekan pompanya, dan meneteskan isinya ke tanganku. Itu sampo plus
conditioner.
Berdiri di belakang Rinka,
aku menyentuh kepala dia sambil berpikir, "Ternyata begini ya pusar rambut
Rinka-san~" seolah-olah mencoba melarikan diri dari kenyataan.
"Ah!"
"Rinka-san? Kamu
baik-baik aja?"
"Eh, iya, aku
baik-baik aja kok. Cuman kaget aja."
"Oh gitu... Yaudah,
aku lanjut ya."
Gimana ya cara mencuci
rambut wanita dengan benar? Sambil merenungkan pertanyaan itu, aku berhati-hati
agar kuku tidak terasa tajam saat mencuci kepala Rinka. Rambutnya lembut,
jari-jariku bisa lewat tanpa ada yang mengganjal. Nyaman untuk dipegang. Eh,
tapi ini bukan waktu aku yang harusnya menikmati.
Dengan niatan memberikan
dia relaksasi setelah lelah sehari-hari, aku mencuci rambutnya dengan telaten.
Setelah merasa cukup, aku membilasnya dengan shower dan menyadari kalau aku
sendiri sudah berkeringat. Mencuci rambut wanita ternyata cukup melelahkan...
Aku jadi terlalu fokus sampai lupa diri.
"Terima kasih,
Kazuto. Rasanya sangat nyaman."
"Oh gitu,
syukurlah."
"Selanjutnya,
tolong cuci punggungku ya."
"............"
Sambil menyiapkan handuk
yang sudah diberi sabun cair, aku menatap punggung putih yang ada tepat di
depanku, dan sekali lagi jantungku berdebar. Garis tulang belikat yang
membulat, dan garis yang mengalun ke bawah menuju ke...
"...Kazuto?"
"Ah iya!"
Ini pertama kalinya aku
melihat punggung wanita dari jarak dekat, tapi yang terlintas pertama kali
adalah betapa indahnya.
Harus hati-hati jangan
sampai pandanganku melorot ke bawah!
Dengan berusaha tidak
melukai kulitnya, aku menggosok punggung Rinka dengan handuk badan. Setiap kali
aku menggosok, dia mengeluarkan suara yang agak... seksual, "Huh, hmm...
hmm," membuat kepalaku terasa dingin.
Aku mencoba untuk tidak
berpikir apa-apa saat mencuci punggungnya. Setelah selesai, seperti biasa Rinka
berbicara tanpa menoleh.
"Bagian depan... mau
gak?"
"Itu, sebaiknya
kamu aja yang nyuci sendiri."
"Tapi, kita kan
suami istri, gak perlu malu... Tapi aku gak bisa maksain kamu juga sih. Bagian
depan... aku aja yang cuci."
Apa-apaan itu... Sambil
bengong, aku heran tapi Rinka malah menyerahkan handuk badan ke tanganku dari
belakang. Aku juga ingin mandi.
"Rinka-san, aku
juga mau cuci badan... boleh gak aku ke samping?"
"Silakan... kalau
kamu mau."
Suaranya serak dia terdengar.
Dia menjadi gelisah.
Aku pindah ke sebelah
Rinka, pertama-tama aku berniat untuk mencuci kepala dan mengambil sampo. Tepat
di sampingku, Rinka... yang tidak mengenakan pakaian. Tenang, aku terus
mengulang dalam hati dan mulai mencuci kepala.
Perasaanku seperti
mesin. Hampir seperti beroperasi secara otomatis, aku selesai mencuci kepala
dan juga mencuci tubuh.
Aku merasakan tatapan
dari sebelah dan tanpa sadar aku memalingkan wajahku. Mataku bertemu langsung
dengan Rinka.
"Ah, itu... kamu
pakai baju renang ya... itu curang."
"Eh, maaf..."
Entah kenapa aku jadi
minta maaf. Aku menahan pandanganku yang ingin melihat ke bawah dan
membiarkannya mengambang di udara.
"Yuk, masuk ke
dalam bak mandi."
Begitu dia berbicara
seolah-olah ingin berdiri, aku segera mengalihkan wajahku kembali ke depan.
Aku mendengar suara air
bergerak, jadi aku mencuri pandang ke arah bak mandi. Rinka duduk kecil di
sudut. Dia menunduk sehingga aku tidak bisa melihat ekspresinya. Mungkin untuk
mencegah rambutnya terendam, dia mengikat rambutnya.
"Ayo, Kazuto,
cepetan."
"Ya, ya..."
Aku tidak punya
keberanian untuk mendekatinya. Dari sudut pandangku, Rinka ada di sisi kanan,
jadi aku pindah ke sisi kiri dan memasukkan kakiku ke dalam bak mandi. Aku
perlahan-lahan merendam tubuhku ke dalam air, menghadap Rinka yang menunjukkan
punggungnya. ...Memang memalukan. Padahal aku ini orangnya aktif tapi
malu-malu.
Sangat malu tapi
berusaha bertindak seperti pasangan suami istri membuat semuanya jadi tidak
sinkron. Seperti itu juga sebelumnya.
"Boleh gak aku ke
sana?"
"Eh---"
Aku tidak sempat
menjawab. Rinka mendekat dengan punggungnya masih menghadapku.
Seketika, pinggang Rinka
menyentuh kakiku. Dan kemudian, dia bersandar padaku. Kepala belakang Rinka
bersandar di dadaku. Ini... masalah ini.
Bukan panasnya air yang
membuat otakku meleleh. Dan Rinka, seolah bisa merasakan kegelisahanku,
berkata...
"Ka, ka, kamu...
gugup ya? Fu, fu... padahal kita suami istri... e, aneh ya, su... suami
yang...!"
Dia lebih gelisah
daripada aku, tidak bisa berbicara dengan benar.
"Rin-Rinka-san juga
gugup kan. Telingamu... merah banget."
"---. Itu karena...
air panas."
Dia berpura-pura kuat di
saat yang aneh. Aku sudah tidak punya kekuatan untuk berpura-pura lagi.
Sekarang aku tidak tahu apakah aku malu, gugup, atau rasionalitasku hampir
hancur... Aku bahkan tidak bisa membedakannya.
Pikiranku kacau.
Kepalaku pusing.
Dalam kehangatan yang
luar biasa ini, tiba-tiba Rinka berkata.
"Satu lagi, mimpi
jadi nyata."
Suara yang berbeda dari
sebelumnya, lebih tenang. Dia jujur mengakui situasi saat ini. Aku juga
terpengaruh dan sedikit mendapatkan kembali ketenanganku.
"Mimpi?"
"Iya, mimpi mandi
bersama dengan orang yang aku cintai... Dengan Kazuto, hidupku menjadi semakin
kaya... Aku cinta kamu, lebih dari kata-kata bisa ungkapkan... Aku cinta
kamu."
"---"
Terlalu murni. Aku
merasa ingin memeluknya sekarang juga. Tapi ini tidak baik.
"Kita harus mandi
bareng lagi kapan-kapan."
"I-Iya."
"………?"
Tanpa menoleh, Rinka
merasa bingung dengan jawaban robotikku. Kalau akal sehat bisa meleleh, maka
ego juga harus bisa dilelehkan.
Sekarang aku cuman objek
berbentuk manusia.
Matikan kesadaranmu——.
……….
Berapa menit lagi waktu
berlalu, ya?
"Kazuto. Sudah mau
naik?"
"……Aku, mau berendam
sedikit lagi."
"Oke, aku naik dulu
ya……eh, tapi kamu harus menutup matamu sekarang."
"O-okee."
Begitu aku menutup mata
dengan erat, aku merasakan beban di dadaku terlepas.
Rinka pasti berdiri,
suara air terpercik terdengar, dan percikan air menyentuh wajahku.
Dan suara pintu membuka
dan menutup bergema di dinding kamar mandi——suasana tenang mulai mengalir.
"………Huh."
Aku bertahan, aku menunjukkan
bahwa aku bisa bertahan. Meskipun terlambat, mungkin berpacaran dengan Rinka
itu sulit.
Meski kata-kata sayang
sering keluar, hati yang murni malah tidak membawa ke arah seksual…….
Ini semacam siksaan.
"Kalau aku bukan
orang yang kecanduan game online……akal sehatku pasti sudah hilang."
Hanya karena aku terus
berhadapan dengan komputer seperti seorang biksu, itulah mengapa kekuatan
mental ini terasah.
Aku harus percaya diri.
☆
Merasa hampir pingsan
karena berbagai alasan, aku merasakan kehadiran Rinka menghilang dari ruang
ganti. Aku mengintip melalui pintu untuk memastikan tidak ada siapa-siapa, dan
dengan lega aku keluar dari kamar mandi. Kalau tidak hati-hati, bisa jadi adegan
dewasa tadi……
Aku menyeka kepala dan
tubuh dengan teliti, lalu berganti ke pakaian santai.
Untuk mengambil minuman,
aku menuju ke dapur tempat kulkas berada.
"Oh, Risuzu."
Ternyata Risuzu juga ada
urusan, dia sedang membuka pintu kulkas saat aku datang.
"…Kamu juga datang
buat ambil minuman abis mesra-mesraan di kamar mandi sama Rinka-san?"
"J-Jangan
bilang-bilang gitu dong...! Aku malu."
"………"
"…Risuzu?"
Aku pikir dia akan
mengatakan sesuatu lagi, tapi Risuzu hanya menatap ke dalam kulkas tanpa
berkata apa-apa.
"Kenapa? Kok nggak
kayak biasanya."
Waktu aku bingung,
tiba-tiba saja Risuzu sepertinya sudah membulatkan keputusannya dan mengangkat
muka, melihatku langsung dan berbicara dengan jelas.
"......Malam ini,
aku mau kamu tidur sama Rinka-san."
"Eh, apa? Tidur
sama...eh?"
"......Rinka-san
itu, sebenernya dia nyembunyiin dari niichan, tapi...dia itu udah capek banget
keliatannya."
"Ah, aah......"
Mungkin karena kejadian
di kamar mandi tadi masih kebayang, aku jadi kepikiran hal-hal yang aneh-aneh. Risuzu
yang tidak menyadari aku sedang memikirkan itu, terus melanjutkan omongannya.
"......Bukan cuman fisik,
secara mental juga dia capek banget."
"Mental?"
"......Iya. Semakin
terang cahayanya, semakin pekat juga kegelapannya."
"Kayak anak SMP
banget ngomongnya."
"......Bukan anak
SMP."
"Jangan-jangan,
masalah antis gitu?"
Prediksi aku sepertinya
tepat, Risuzu langsung angguk-angguk.
"......Di mana-mana
juga sama...semakin populer, semakin banyak juga yang kritik. Kasus Rinka-san,
mungkin karena dia selalu tampil kuat, jadi kritiknya lebih banyak."
"Yang merasa
terkesan sama sikap kuatnya juga lebih banyak kan?"
"......Iya. Tapi,
kritik dan omongan jelek itu lebih menonjol di dunia manusia... suara yang
menolak itu lebih besar."
"......"
Aku kehilangan kata-kata
karena cara dia ngomong yang kayaknya penuh pengalaman.
Risuzu bilang
kadang-kadang SNS bisa panas karena performa.
Meski itu bagian dari
karakter, tapi pasti sering kena kritik juga. Omongannya berbobot banget.
"......Kadang-kadang,
sampai ada rekan sekerja yang nyindir atau iri."
"Rekan sekerja itu,
idol lainnya? Kenapa bisa gitu..."
"......Ada
masa-masa kita nyaris bubar, tapi Star☆Mains berhasil ngelewatin
itu. Jadi, banyak yang mikir macem-macem. Apalagi Rinka-san itu kan
genius......"
"Iya sih."
Rasanya seperti mendengarkan
cerita belakang layar. Dunia yang aku lihat dari luar saja tidak bisa membayangkan
gimana sebenarnya. Tapi, kalau dipikir-pikir dari sisi psikologi manusia,
ceritanya bisa dimengerti.
Kayak, ada orang yang cuman
belajar dikit tapi pas tes dapet nilai tinggi. Sedangkan aku, sudah belajar
mati-matian tapi pas-pasan aja nilainya... Pasti ada rasa iri atau dengki yang
muncul.
"......Rinka-san
itu gampang banget jadi sasaran. Apalagi belakangan ini lagi naik daun."
"Padahal
keliatannya tipe yang nggak peduli sama antis."
"......Dari luar
mungkin keliatannya nggak peduli. Tapi, dia itu tipe orang yang baca semua
komentar tentang dirinya. Jadi, dia nggak bisa nggak peduli."
"…………"
"......Rinka-san
itu yang paling lemah sama kritik di Star☆Mains."
Risuzu membicarakan
fakta. Sebagai anggota grup yang sama...omongannya sangat berat.
"Aku sama sekali
nggak nyangka bakal kayak gitu."
"......Dulu, aku
pernah ngeliat Rinka-san secara kebetulan lagi nangis sembunyi-sembunyi. Orang
yang kuat tapi lemah."
"Berlebihan
kata-katanya. Tapi kalau apa yang diomongin kamu itu benar, mungkin itu
ekspresi yang tepat."
"......Yang bisa
paling menyembuhkan Rinka-san cuman niichan."
"Jadi, kamu mau
tidur bareng malam ini?"
"......Iya. Kalau tidur
sama orang yang disukai, aku merasa sangat bahagia."
"Iya."
"......Dalam kasus
Rinka-san, terutama begitu. ......Ah, tapi, tapi......eh, ehh, tentang hal-hal mesum......belum
mau ya."
"O,
oke......!"
Saat Risuzu, yang
wajahnya memerah seketika seperti pemanas air, berkata sambil gemetar, aku
mengangguk dalam-dalam. Perasaannya sangat terasa.
Dan aku jadi tahu,
banyak hal tentang Rinka yang belum aku mengerti.
Wajar saja ada
pengalaman yang tidak bisa kami bagi bersama, karena kami tidak bisa melakukan
aktivitas idola bersama. Rasa frustrasi itu mulai memenuhi dadaku.
"Ah, Kazuto-oniichan!
Boleh nggak, hari ini aku tidur sama Kazuto-oniichan?"
Tiba-tiba, Nonoa muncul
dan menempel erat di kaki kananku. Benar-benar muncul tiba-tiba...
"......Nonoa-chan.
Hari ini aku pengen kamu tidur sama kamu."
"Boleh!"
"Eh, bisa ganti
pikiran gitu aja? Yah, anak-anak memang begitu ya."
Lagipula, Nonoa dan Risuzu
kelihatannya memang akrab......
"......Niichan,
tolong jaga Rinka-san ya. Jadi......hehe, malam berdua dengan
malaikat......hehe."
Risuzu yang tersenyum
seperti penjahat sambil memegang tangan kanan Nonoa dan pergi. Itu kayak
penculikan. ......Eh, tidak apa-apa nih? Harusnya panggil polisi tidak ya?
".........Yaudah,
aku ke tempat Rinka-san dah."
Aku gugup kalau harus
mengajak dari sini......tapi setelah Risuzu bilang segitu, aku tidak bisa
mundur. Apalagi kalau Rinka lagi memaksakan diri.
Aku naik ke lantai dua
dan berjalan sampai ujung koridor.
Kamar di depanku adalah
kamar tidur ibuku. Sekarang adalah kamar Rinka.
"Rinka-san, boleh
masuk?"
Sambil mengetuk, aku
memanggil. Pintu terbuka, dan Rinka menampakkan wajahnya.
Dia mengenakan piyama.
Kemeja lengan pendek warna biru dongker dan celana pendek putih. Mengenakan
cardigan.
Setiap kali melihatnya,
aku selalu berpikir, dia cantik.
"Ada apa?
Ah......mungkin kamu mau tidur sama istri tersayang......begitu?"
"Iya."
"Ya kan,
lain――――eh?"
"Hari ini......mau gak
tidur di kamarku?"
"――――!"
Rinka menganga dan
matanya terbelalak. Dia sangat terkejut......
"Kamu, Kazuto ngajak
aku......ini pertama kalinya. Akhirnya terpesona sama pesona istri ya?"
"Bukan, dari hari
pertama kita sekelas aku udah terpesona kok."
"O,
oh......gitu......"
Rinka yang wajahnya
merah merona, mulai menenangkan dirinya dengan mengelus-ngelus rambutnya
berkali-kali.
Aku juga cukup tegang,
mungkin karena mendengar cerita dari Risuzu. Sambil deg-degan, aku merasa bisa
tetap teguh pada perasaanku.
"Rinka-san, sini."
"Eh, iya..."
Kenapa dia jadi formal
gitu ya...?
Sambil bingung, aku
lembut mengambil tangan Rinka dan berjalan menuju kamarku.
☆
Setelah membawa Rinka
masuk ke kamar, tercium aroma yang belum pernah aku cium sebelumnya.
Ini parfum? Tapi,
aromanya tidak sekuat itu, rasanya jadi lebih enak.
Sepertinya aromanya
merata di seluruh ruangan.
"Aromaterapi ya. Gak
nyangka kalau kamu tertarik sama ini, Kazuto."
Rinka berkata sambil
melihat ke beberapa batang stick yang diletakkan dalam sebuah botol di atas
meja. Itu apaan ya...? Aku tidak ingat saat menaruhnya - Apa Risuzu ya yang naruh?
Tidak mungkin kalau
bukan dia. Aku sedikit teringat, itu namanya reed diffuser. Dulu, sepertinya
aku pernah lihat sebentar di internet.
"Yang siapin bukan
aku. Pasti Risuzu."
"Dapat hadiah dari
Risuzu ya... berarti kalian emang sudah deket banget."
"Iya sih. Walaupun
sering cekcok."
"Hehe, itu mah
tipikal dia."
Melihat Rinka tertawa,
aku pun merasa... benar juga.
Dan aromaterapi ini, aku
rasa bukan untukku, tapi untuk Rinka.
"Karena aromanya
kali ya... jadi deg-degan, aneh rasanya."
Kata-katanya sepertinya
tidak bohong. Dia terus gelisah sejak tadi.
Entah untuk menipu diri
sendiri atau apa, Rinka dengan cepat melompat ke tempat tidurku.
Mungkin aku juga harus
tidur. Aku membuka selimut dan berbaring di samping Rinka, lalu mematikan lampu
dengan remote kontrol.
Saat itu juga, Rinka
yang sudah bersiap langsung memelukku.
Cara pelukannya seperti
koala, seperti yang biasa dilakukan oleh Nonna-chan.
Dia melingkarkan
tangannya di leherku dan mendekat, mungkin untuk lebih dekat lagi, dia
meletakkan salah satu kakinya di bawah badanku... Dari orang yang disukai,
apalagi seorang idola populer, siapa saja pasti akan deg-degan.
Tapi aku saat itu,
terkejut dengan betapa tenangnya hatiku menerimanya.
Mungkin karena aku sudah
mendengar tentang Rinka dari Risuzu, dan juga aroma aromaterapi membuatku
merasa lebih rileks.
Tapi, soal logika atau
apapun, aku merasa sangat bodoh karena terlalu panik.
Bersama dengan orang
yang disukai... tidak lebih dan tidak kurang.
Ya, aku memang
deg-degan. Tapi aku tenang, bukan berarti aku benar-benar dalam keadaan normal.
"Kamu sekarang, kayak
beda dikit."
"Eh, yang bener?"
"Kadang-kadang kamu
nunjukin sisi yang lebih proaktif."
Lebih dari proaktif, aku
merasa lebih seperti sudah pasrah.
"Ngabisin waktu
sama suami kayak gini, sangat berharga waktunya. Bisa langsung ngerasain bau
dan kehangatan orang yang sangat aku cintai…"
Dia terdengar rileks dan
santai. Suaranya yang biasanya seperti bel berbunyi, sekarang terdengar lembut
dan enak didengar di telinga. Yah, suara Rinka selalu terasa nyaman kapanpun
aku mendengarnya.
"Jadi idol itu
susah?"
"Ya. Ada
kepuasannya sih…"
Dia bicara dengan nada
yang agak ragu. Walaupun gelap dan aku tidak bisa melihat wajahnya, sepertinya
dia membuat ekspresi pahit.
Dalam arti psikologis,
aku tidak tahu apa kesulitan yang dihadapi Rinka.
Akhirnya, sebagai orang
biasa, aku tidak bisa melihat atau mengetahui semuanya.
Maka dari itu, aku
memutuskan untuk bertanya tentang hal yang selalu membuatku penasaran.
"Kenapa Rinka-san
berusaha keras banget?"
"Karena aku bisa
membuat semua orang tersenyum."
Dia menjawab langsung.
Tidak ada keraguan, sangat Rinka sekali. Tapi, kata-kata berikutnya tercampur
dengan keraguan.
"Akhir-akhir ini…
aku ngerasa ragu."
"Ragu…?"
"Awalnya aku diajak
sama Nana. Aku cuman ikut-ikut Nana… Tapi semuanya gak berjalan dengan baik dan
aku jadi keras kepala. Aku maksa anggota grup buat berlatih dan mendorong diri
sendiri…"
Sepertinya dia menggali
emosi yang terpendam dalam-dalam saat dia mulai berbicara tentang perasaannya.
Ini bukan karena dia ingin aku tahu apa yang dia pikirkan, tapi karena dia
hanya ingin aku mendengarkan.
"Waktu itu, aku
mulai bermain game online dan bertemu dengan Kaz. Perlahan-lahan, aku merasa
lebih ringan… dan karir idolku mulai berhasil, membuat banyak orang bahagia.
Itu menyenangkan… dan aku mulai ngerasain kepuasan."
Dia berbicara dengan
semangat, tapi suaranya berubah menjadi lebih gelap dengan kata-kata
berikutnya.
"Tapi sekarang… ada
banyak suara yang gak mau ngeliat aku. Baru-baru ini, aku tahu dari suatu situs
kalau sebagian orang memanggilku 'Idol Berwajah Dingin'. Yah, aku sadar kalau
ekspresiku kurang, jadi aku gak terlalu mikirin."
Dia pasti memikirkannya.
Faktanya dia membicarakannya sudah menunjukkan itu.
Dia mencoba membuat
dirinya tidak peduli. Sebuah jenis akting. Dia sendiri mungkin tidak menyadari
itu. Seperti yang Risuzu bilang…
"Banyak orang
bilang nyanyian dan tarianku jelek, ada yang bilang popularitasku gak sebanding
dengan kemampuanku… Aku tahu itu. Itu sebabnya aku masih berlatih keras."
Sekali emosi bocor,
sulit untuk dihentikan. Rinka tidak berhenti bicara.
"Ada saat-saat
ketika aku berpikir. Buat apa aku berusaha keras? Rasanya aku cuman terseret
arus dan bergerak tanpa tujuan."
"Rinka-san…"
"Aku berusaha keras
jadi diriku sendiri, dan akhirnya dikenal sebagai idol tipe cool. Tapi entah
kapan, aku mulai maksa diriku buat mikir kalau aku itu idol tipe cool. Rasanya kayak
diriku yang asli jadi topeng… Aku sendiri gak ngerti. Mungkin bisa dibilang
Mizuki Rinka sedang memerankan Mizuki Rinka. Aku gak bisa nemuin perumpamaan
yang tepat."
Rinka terus berbicara
tanpa henti, dan di akhir dia tertawa kecil penuh dengan rasa mengejek diri
sendiri.
Lalu dia berbisik,
"Kazuto…" seolah-olah mencari pertolongan, dan memelukku lebih erat.
Kehangatan Rinka yang
kurasakan melalui kain tipis itu, terasa seperti keinginan keras untuk hidup.
...
...Apakah ini masalah
yang timbul karena mencari esensi yang murni?
Orang biasa tidak akan
berpikir sampai segitu. Mungkin ada masa di mana mereka berpikir, tapi seiring
waktu, mereka akan secara alami berhenti memikirkannya. Rinka juga mungkin akan
jadi seperti itu, tapi sebelum itu, aku merasa dia akan kelelahan secara
mental.
"...suu,
suu..."
Suara nafas yang stabil
terdengar dari sampingku. Sepertinya dia sudah tidur.
Kalau dipikir-pikir,
Rinka sering tidur. Dan dia suka tidur di dekatku. Aku jadi ingat waktu sebelum
kita pacaran.
Pertama kali Rinka
datang ke kamarku, dia juga tidur di tempat tidur dengan nyaman.
Karena tidur itu membuat
seseorang menjadi tidak berjaga, jadi mereka akan melakukannya di samping orang
yang benar-benar mereka percayai...
"Aku nggak tau
kesulitan jadi idol... maaf. Tapi, aku bisa liat kalau Rinka-san keliatan
kesulitan. Makanya, aku akan jadi dukungan buat kamu. Aku akan selalu ada di
sampingmu. Kalau kamu capek... boleh kok istirahat dari jadi idol, atau bahkan
berhenti. Kita bisa nikmatin waktu santai bersama."
Tentu saja, tidak ada
jawaban --.
"...Terima kasih.
Aku mau coba bertahan sedikit lagi. Aku nggak mau... kalah..."
Sepertinya dia masih
sedikit sadar. Dia menjawab dengan suara yang hampir tidak terdengar, lalu dia
benar-benar tertidur.
...Siapa yang tidak mau
dia kalahkan? Orang-orang di sekitarnya, atau dirinya yang sedang kesulitan?
Kadang-kadang aku liat
artikel online tentang selebriti yang membuat keputusan menyedihkan karena
difitnah dan disakiti. Itu membuatku cemas. Mungkin karena mereka mencari
esensi dari hati, mereka menerima baik kebaikan maupun kejahatan. Mereka pasti
lebih cepat mengalami kelelahan mental dibanding orang biasa.
Kekuatan dan kerapuhan,
Rinka mempunyai keduanya.
Aktivitas idol itu
memang berat.
Aku sempat sedikit
riset. Ada pemotretan majalah dan gravure, dan jika populer, muncul di TV juga.
Itulah yang sedang dialami Rinka. Tentu saja ada live dan event yang membuatnya
harus ke berbagai daerah.
Apa yang bisa aku
lakukan, ya?
Sambil mendengar nafas
Rinka, aku jadi memikirkan hal itu...
☆
Beberapa hari berlalu.
Aku mulai merasa akhir liburan musim panas sudah dekat saat melihat kalender.
Sayangnya, seperti yang
sudah dikatakan sebelumnya, Rinka benar-benar jadi sibuk.
Dia jarang di rumah.
Pulang malam, dan tanpa ngomong sama kita, langsung mandi dan masuk kamar. Dan tidak
keluar sampai pagi. Itu terjadi setiap hari.
Menurut Risuzu, ini
adalah "tanda bahaya".
Dulu, saat Rinka hampir
breakdown, dia cenderung ingin sendirian.
Hasilnya, dia jadi main
game online lebih sering dan mentalnya stabil... itu bagus. Tapi, sepertinya
kali ini tidak begitu.
Meski aku mencoba berbicara
dengan Rinka, dia cuman menjawab "Aku baik-baik saja" dan tidak mau
mendengarkanku.
Dia terlalu fokus pada
hal yang di depannya dan nggak memperhatikan hal lain. Katanya, genius itu
cenderung fokus pada satu hal, mungkin Rinka juga begitu?
Yang paling mengejutkan
adalah sikapnya yang dingin. Ini pertama kalinya aku melihat Rinka seperti ini.
Tapi, Risuzu bilang dia sudah
biasa.
Sebagai seseorang yang
berjuang bersama dalam grup yang sama, dia pasti tahu berbagai sisi Rinka lebih
dari aku.
"Dia juga telat lagi
hari ini.”
Aku yang sedang menunggu
kedatangan Rinka di sofa ruang tamu, menggumamkan sesuatu sambil melihat jam
dinding bulat. Sudah berganti hari. Sudah larut malam.
"...Hmm."
Nonoa yang duduk di
sebelahku, terlihat mengantuk dan kepalanya terangguk-angguk ke depan dan ke
belakang.
Gadis kecil yang
biasanya tidur jam 11 malam. Hari ini dia ingin menyambut Rinka, jadi dia
berusaha tetap terjaga. Tapi, dia hampir tertidur.
"...Hehe, malaikat yang
ngantuk... Imut banget."
Risuzu yang tampak
malas, terus menerus memotret wajah Nonoa dengan smartphone-nya. Dia terlalu
mesum sampai tidak bisa membela diri.
Aku ingin mengatakan
sesuatu, tapi aku mengerti perasaannya jadi aku tidak bisa menyalahkannya.
"Katanya dia bakal
pulang sebelum hari berganti, jadi aku pikir sebentar lagi dia bakal
datang..."
"...Rinka-san lagi
latihan sendiri."
"Oh gitu..."
Dia khawatir tentang
kritik yang dia terima dan berlatih keras.
Aku yang tidak tahu
tentang kesulitan sebenarnya, tidak bisa sembarangan bilang "Jangan
pedulikan kritik".
Saat aku merasa tidak
berdaya, Nono Ai yang terlihat mengantuk mulai berbicara sambil menggosok-gosok
matanya.
"Anuu, Rinka-oneechan
sekarang... kayak dulu lagi..."
"Kayak dulu?"
"Unn. Tapi, kalau main
game online dia jadi senyum lagi."
"...Jadi, Rinka-san
jadi lebih baik mood-nya kalau main game online."
"Aku mengerti.
Tapi, Rinka-san sekarang nggak punya waktu buat main game online, kan?"
"...Dulu, waktu dia
belum se-terkenal sekarang, dia punya waktu buat main... Sekarang nggak
mungkin."
"Iya juga sih.
Ngomong-ngomong, Risuzu gimana?"
"...Kadang, ada
waktu buat main. Niichan, aku benci pertanyaan itu."
"Maaf..."
Aku tau Risuzu juga
anggota grup Star☆Mains. Tapi, dia nggak
keliatan sibuk sama sekali.
Maksudku, dia sering
keluar rumah seperti Rinka, tapi selalu keliatan santai, jadi aku tidak yakin
dia benar-benar sibuk. Ini juga bagian dari karakter Komori Risuzu, dan salah
satu pesonanya, aku rasa.
Setelah percakapan itu,
keheningan mulai mengalir.
Aku merasakan sesuatu
yang aneh dan mengangkat wajahku sekitar sepuluh menit kemudian.
Diluar sana, malam yang
tenang. Suara bising siang hari sudah hilang, suara kendaraan dekat rumah
terdengar sampai ke ruang tamu. Aku yang berbeda dengan mereka, sudah terbiasa
dengan suara itu, jadi tanpa sadar aku bilang, "Ah, Rinka-san
pulang."
Mendengar suaraku, Nonoa
terkejut dan mengangkat wajahnya.
"Eh, Rinka-oneechan
di mana?"
"Dia mungkin akan
masuk ke rumah sebentar lagi."
"Beneran? Yaudah,
aku harus pergi."
Dengan loncatan dari
sofa, Nonoa berlari kecil menuju pintu depan.
"...Aku juga ikut.
Belakangan ini, aku nggak sempat ngobrol sama Rinka-san."
"Oh?"
"...Iya. Dia lelah
dan akhir-akhir ini tidur lebih cepat."
Risuzu memang selalu
pulang lebih cepat dari Rinka. Walaupun dalam grup yang sama, ternyata ada
perbedaan popularitas yang terlihat jelas.
“……huh!”
“Aduh!”
Tanpa peringatan apapun,
Risuzu yang menggembungkan pipinya, menendang tulang keringku dengan keras...
“Apaan sih?”
“……Entah kenapa, aku kesal.”
“Udah mau aku bilang
dari dulu, kalau kamu asal ngelakuin berdasarkan emosi dan nyakitin orang lain
itu―――”
“……Rinka-san, aku pergi
sekarang ya?”
Mungkin buat menghindari
ceramah, Risuzu langsung pergi tanpa liat aku dan lari kecil ke pintu depan.
…… Adik macam apa ini. Salah aku juga memikirkan hal yang tidak
sopan.
“Aku juga ikut deh.”
Sebenarnya, tiap malam aku
selalu nyambut Rinka. Hari ini ada Nonoa dan Risuzu, tapi biasanya hanya aku
sendirian yang menunggu. Hanya ya itu……Rinka mengapa sangat dingin.
Ketika disambut, dia
hanya bilang "Maaf. Aku mau mandi dulu. Terus aku mau belajar sesuatu……"
lalu dia langsung memotong pembicaraan dan pergi.
Hari ini juga mungkin akan
sama.……Aku khawatir.
Gimana kalau Nonoa dan Risuzu
jadi tersinggung. Mikirnya sudah telat, tapi apa aku seharusnya menghalangi
mereka.
Aku niatnya menghormati
keinginan mereka dengan menunggu bersama…….
Ketika menuju pintu
depan, Rinka yang baru masuk di sambut Nonoa dengan ceria, "Selamat
datang, Rinka-oneechan!"
"Oh, Nonoa.
Jarang-jarang kamu bangun jam segini. Cepetan tidur."
"Maaf…… Aku cuman pengen
bilang selamat datang ke Rinka-oneechan…"
"Oh……Aku pulang."
"Eh, eh, jangan kerja
terlalu keras."
"Nggak."
"Tapi,
tapi――――"
"Kamu ngeselin, Nonoa."
"Auw……maaf."
Karena merasa dimarahi,
Nonoa kelihatan sedih banget.
Kayaknya tidak bisa
dibiarkan, Risuzu akhirnya memeluk Nonoa sambil nyoba menegur Rin.
"……Rinka-san, itu
nggak bagus. Nonoa-chan, sampe tahan ngantuk nungguin loh……"
"Aku nggak minta
ditungguin, dan dari kecil juga udah tau kalau begadang itu nggak baik. Risuzu
juga tidur mendingan."
"……Rinka-oneechan――――"
"Aku besok juga
bangun pagi. Risuzu juga kan?"
"……Iya sih
tapi……"
Rinka melempar pandangan
singkat ke Risuzu, terus seperti ingin mengabaikan dua orang itu, dia mulai
berjalan di koridor. Di tengah jalan, dia berhenti sebentar ketika lewat di
depanku.
"Ah, Kazuto……"
"Selamat datang."
"……"
Dia mengalihkan
pandangannya dengan canggung dan cepat-cepat pergi. Ya, seperti itu.
"Rinka-oneechan……jadi
kayak dulu lagi…………sniff"
"......Nonoa-chan.
Hari ini juga tidur di kamarku yuk."
"Un...... Aku tidur
duluan."
Nonoa yang terlihat
sangat murung, berjalan naik tangga dengan langkah berat.
Sepertinya dia sedang
sedih karena sikap Rinka yang dingin.
"......Niichan.
Rinka-san sepertinya memaksakan diri. Dia gak punya ketenangan."
"Aa, begitu."
"......’Begitu’ itu......
Reaksinya agak dingin...... Kamu nggak khawatir sama Rinka-san?"
Risuzu menatap dengan
penuh kecaman dan kemarahan.
Tentu saja aku
khawatir...... tapi aku merasa sekarang bukan saatnya untuk menghentikannya.
"......Tolong bujuk
Rinka-san. Minta dia sedikit rileks atau...... coba cari cara buat ngurangin
kerjaannya."
"......"
"......Kalau dari
kamu, dia pasti dengerin. Kalau dari aku, dia cuman bilang, 'kamu harus
khawatirin diri sendiri dulu'......"
"Aku juga punya
pendapat yang sama kayak Rinka-san."
"......Gak usah
khawatirin aku. Akhir-akhir ini, aku sadar sesuatu. Rinka-san selama ini stabil
karena main game online sama niichan. Kalau dia gak bisa main game online......
dia jadi gak stabil karena terlalu masuk ke dunia nyata. Apalagi kerjaan idol
langsung berhubungan sama mental, jadi makin parah."
"Risuzu......"
"......Tolong bujuk
dia di dunia nyata."
"Bujuk tentang
apa?"
Dengan nada seolah-olah
bertanya itu bodoh, Risuzu mengerutkan keningnya.
"......Supaya gak
terlalu memaksakan diri, itu yang harus dibujuk."
"Kayaknya Rinka-san
cuman lagi berusaha keras. Biarin aja dia ngelakuin apa yang dia suka."
"......Niichan, kok
jadi dingin. Padahal dulu kamu lebih khawatir......!"
"Khawatir sih,
tapi......"
"......Kalau Rinka-san
sampai jatuh, gimana?"
"Itu pasti gak
boleh...... Aku, apa pun yang terjadi, akan selalu di sisi Rinka-san."
"......'Selalu di
sisi' itu――Niichan mau kemana. Aku belum selesai ngomong."
Saat aku berjalan ke
dapur, Risuzu yang tampak marah mengikuti.
"Beberapa waktu
lalu, aku menghabiskan malam bersama Rinka-san...... dan banyak berpikir."
Sambil berbicara, aku
mengeluarkan ponsel dan membuka situs "Rekomendasi Camilan Malam!"
Situs itu terutama
menampilkan sup yang rendah kalori.
"......Mau
ngapain?"
"Menurutku Rinka-san
itu tipe yang harus melakukan sesuatu sampai tuntas baru merasa puas."
"......Uh."
"Dia hidup dengan
menghargai pemikiran dan perasaannya sendiri...... makanya dia punya sisi yang
sangat keras kepala."
Main game online sampai
nikah = di dunia nyata juga suami istri, itu paling mudah dimengerti.
Dalam hal ini, lebih ke
arah pikiran yang sangat terbang.
"Kamu tadi nanya, 'kalau
Rinka-san jatuh gimana?' kan?"
"......Iya."
"Aku akan mendukung
Rinka-san biar dia gak jatuh, dan kalau dia memang jatuh, aku akan tetap di
sisi sampai dia bangkit lagi."
"......Biasanya,
sebelum itu terjadi, orang akan coba menghentikannya. Niichan, kamu
salah."
“Benar,” kataku sambil
tertawa ringan sambil mengeluarkan panci. Ada beberapa hal yang kupikirkan
tentang diriku sendiri.
“Tentu saja, kalau dia
mau melakukan sesuatu yang berbahaya, aku bakal ngehentiin dengan semua
kekuatanku. Tapi Rinka-san sekarang bukan lagi orang yang putus asa... lebih
seperti dia mau cek batasannya sendiri, atau mau tumbuh... maaf, ini cuman tebakanku.
Mungkin Risuzu di grup yang sama lebih tau?”
Aku mengartikan bahwa
Rinka tidak lagi manja padaku karena alasan itu.
Biasanya, Rinka akan
sangat senang menyambutku.
Walaupun terdengar
seperti memuji diri sendiri, aku tahu itu yang akan terjadi.
“..........”
Semuanya hanya perkiraan
dan imajinasiku. Pada dasarnya, aku dan Rinka hanya bisa menghabiskan waktu di dalam
rumah.
Gadis yang manja padaku,
yang berpura-pura kuat, yang lelah... yang bisa aku lihat hanyalah sebagian
kecil dari dirinya. Aku mulai mencari bahan di dalam kulkas.
“...Aku sudah tanya
tadi, kamu lagi ngapain sih?”
“Aku lagi bikin camilan
malam buat Rinka-san. Beberapa hari ini aku selalu bikin.”
“...K-kamu yang dulu cuman
bisa bikin telur rebus...!”
“Aku terbangun dengan
oyakodon. Aku, nggak cuman bisa di posisi bertarung, tapi juga di posisi
produksi.”
Risuzu yang terkejut
sampai matanya terbelalak, dan aku pun menunjukkan senyum penuh kebanggaan.
“...Aku memang sadar,
setiap malam niichan di dapur ngulik-ngulik. Tapi aku nggak nyangka kalau niichan
lagi bikin camilan malam...”
”Yah begitulah. Aku juga
ngerasa sudah berkembang.”
“...Aku kira, niichan
lagi ngelakuin pembangkitan energi khusus atau sesuatu...'
“Hah? Pembangkitan
energi? Apaan tuh?”
“...B-bukan apa-apa!”
Risuzu yang pipinya
memerah langsung memalingkan wajahnya.
Anak ini bilang sesuatu
yang aneh...
“...Aku nggak pernah
dibikinin camilan malam...”
“Kamu kan pulangnya jam
normal, Risuzu.”
“...Tolong jangan nganggap
aku orang nganggur. Aku juga salah satu idol populer tau.”
“Yang nggak keliatan
sama sekali itu malah pesonanya.”
“...Eh, ini apaan?”
Risuzu yang melihat
nampan di atas meja dapur, mencondongkan kepalanya. Aku memang sudah
menyiapkannya sebelumnya. Tapi yang dilihat Risuzu bukan nampannya, melainkan
selembar kertas di atasnya. Itu terlipat menjadi dua. Itu juga surat yang aku
siapkan.
“...Ini apaan?”
“Nampan buat camilan
malam. Dan juga surat buat Rinka-san... ah, jangan dibaca. Aku malu.”
“...Hmm... apa yang kamu
tulis?”
“Nggak ada yang spesial
kok. Cuma, terima kasih atas kerja kerasnya hari ini dan sebagainya... gitu doang.”
“...Kamu ngirim setiap
malam?”
“Iya.”
Efek dari surat ini tidak
jelas, tapi kalau bisa jadi dorongan buat Rinka... itu sudah cukup bagiku.
Kalau dia merasa
terganggu, pasti dia akan bilang sesuatu. Kalau dia tidak bilang apa-apa,
berarti itu menjadi dorongan baginya.
“...Kamu itu dedikasinya
keren banget.”
“Nggak juga sih. Aku cuman
ngelakuin apa yang aku mau lakukan...”
“......Sedikit iri sih.”
“Apa aku aku ngebuatin
juga buat Risuzu?”
Itu adalah usulan karena
merasa bersalah. Ini mungkin sudah lebih dari cukup. Risuzu juga bekerja keras
dalam pekerjaannya sebagai idol, jadi tidak baik kalau hanya Rinka yang
mendapatkan perlakuan seperti ini.
Sambil merenungkan hal
itu, Risuzu tersenyum lembut dan perlahan menggelengkan kepalanya.
“......Enggak, gapapa.
Cukup buat Rinka-san aja. Pasti akan lebih spesial.”
“Oh? Oke, kalau gitu......”
Saat aku mulai
mengeluarkan panci dan mempersiapkan semuanya, Risuzu, seolah percakapan sudah
selesai, berbalik dan melangkah pergi. Namun, dia segera menghentikan
langkahnya, tanpa menoleh kembali, dia berkata.
“......Aku jadi ngerti
kenapa Rinka-san milih kamu. Kamu orang yang ngelakuin hal-hal seperti ini
seolah-olah itu hal yang wajar...... dan menjadi dukungan untuknya, aku sudah
tahu itu.”
Bagaimana ya? Sebelum
bertemu Rinka, aku rasa aku tidak akan pernah berpikir untuk membuat makanan
malam atau menulis surat. Ini adalah sesuatu yang hanya bisa kulakukan
sekarang.
Akhirnya, Risuzu
meninggalkan dapur.
Meninggalkan suasana
yang aneh, aku menjadi agak malu dan menggaruk pipiku. Risuzu memang berkata
berlebihan, tapi makanan malam itu mudah dibuat..
Suratnya juga aku tulis
dalam waktu sekitar lima menit......
“Okehh, mari kita buat.”
Aku tidak bisa menjadi
dukungan langsung untuk Rinka. Apalagi memberikan nasihat atau mencampuri
urusannya, itu tidak mungkin. Rinka adalah profesional. Pasti ada masalah dan
kesulitan yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang benar-benar bekerja. Bagi
seorang amatir sepertiku untuk berkata apa-apa berdasarkan pemikiranku sendiri
adalah hal yang aneh.
Yang bisa aku lakukan
hanyalah mendukung orang yang aku cintai...... itu saja.
Lima hari kemudian. Aku
mendapat kabar dari Kasumi. Rinka pingsan saat pemotretan untuk majalah.
☆
“......Niichan, Rinka-san
pingsan loh.”
Cara dia menyampaikannya
bukan sebagai laporan, tapi lebih seperti menyalahkan, seakan-akan menekankanku
dengan fakta itu.
Aku dan Risuzu duduk di
sofa dengan jarak dua orang di antara kami, saling tidak memandang satu sama
lain dan terus menatap meja di depan kami.
Keesokan harinya setelah
menerima laporan dari Kasumi bahwa Rinka pingsan, kami berdua bergerak gelisah
di dalam rumah tanpa bisa menyembunyikan kepanikan kami, namun juga tanpa bisa
melakukan apapun...... seperti anjing yang berlari-larian kebingungan.
Nonoa, yang tidak ada di
sini sekarang, sudah pulang ke rumah kemarin, dan sudah diberitahu untuk
beristirahat di rumah selama seminggu sebagai kunjungan untuk melihat kondisi
Rinka. Kemungkinan besar dia akan menghabiskan hari ini di rumah keluarga
Mizuki juga.
Risuzu dan Nana juga sudah
berkunjung kemarin.
Tapi aku tidak ikut. Kasumi
berkata kepadaku, "Rinka bilang dia gak mau kamu datang". Rinka
menolak kunjunganku.
“......Udah siang ya?”
“Iya......”
Aku begitu khawatir
sampai-sampai melupakan rasa lapar. Bahkan sekarang setelah teringat, aku tidak
merasa ingin makan apa-apa.
"Ngomong-ngomong,
kayaknya info tentang Rinka-san yang pingsan itu belum bocor ke luar.
Informasinya masih di antara kita-kita aja. Mungkin juga biar gak bikin heboh
kali ya."
"…Rinka-san pingsan
karena kelelahan katanya."
"Iya…"
"…Kurang tidur
juga, sama lelah mental…"
Sambil mendengarkan
suara Risuzu yang tenang, aku menjawab. Aku sudah dengar cerita itu dari
Kasumi.
"…Aturan aku nyuruh
dia istirahat… Meski ini omongan setelah kejadian, tapi aku jadi mikir gitu.
Setelah liburan musim panas selesai, katanya kesibukan bisa berkurang… Tapi
Rinka-san gak tahan."
"Iya, sih."
"…Menghormati
keinginan Rinka-san itu penting, tapi… Niichan lihatnya dari sudut pandang
orang dewasa dan berpikir positif karena masih muda? Cara ngomongnya sih gitu,
tapi masih untung cuman kelelahan…"
"…"
Tidak bisa ngomong
apa-apa. Aku tidak menyuruh Rinka berhenti berusaha. Tanggung jawab ada di aku.
Itu pasti. Karena aku
yang paling dekat dengan Rinka…
Rinka bilang dia
berusaha keras untuk penggemar, dan dia juga bilang gak mau kalah. Siapa yang tidak
mau dia kalahkan, itu dia tidak bilang secara spesifik.
Aku merasa seharusnya tidak
menghentikan Rinka saat itu.
Jika aku yang menyuruh
berhenti, mungkin Rinka akan lebih mendahulukan kata-kataku daripada
perasaannya sendiri.
Tapi itu mungkin… akan
membuat Rinka menyesal di dalam hatinya?
Jika dia ingin disuruh
berhenti, dia pasti akan memberikan tanda minta tolong.
Dia berusaha tidak
terlalu berbicara dengan aku, tapi masih menerima snack malam dan surat, itu
menurutku sebagai tanda dia masih ingin berusaha keras.
Tapi… meskipun
mendukung, seharusnya ada cara lain yang memperhatikan kondisi fisik Rinka…
"…Hmm?"
Suara notifikasi
terdengar, aku mengambil ponselku. Ada telepon dari Kasumi. Tentang Rinka,
mungkin. Sambil berpikir begitu, aku menjawab dan terkejut dengan apa yang aku
dengar.
"Kazuto-kun!? Rinka
gak ada di situ!?"
"Gak ada, tapi…
Rinka gak di situ emangnya—"
"Baru saja aku cek
kamarnya, Rinka-san hilang!"
"Apa—"
"Anak itu, kabur
dari rumah! Gak bisa dihubungin!"
Suara panik Kasumi
terdengar lewat ponsel, dan sampai ke telinga Risuzu yang ada di sebelah.
Risuzu menarik lengan
baju kuat, "…Apa yang terjadi?" dia bertanya.
Aku menjauhkan ponsel
dari wajah, "Katanya Rinka-san kabur dari rumah," aku menjelaskan.
"…"
Risuzu menelan napas,
wajahnya tegang. Siapa pun akan bereaksi begitu.
"Kazuto-kun! kalau
Rinka menghubungimu, kasih tahu aku ya!"
"Oke."
Mungkin tidak akan ada,
aku setuju dengan perasaan yang hampir yakin. Memang, kalau Rinka, dia mungkin
akan menghubungiku… tapi kali ini aku rasa tidak.
Setelah telepon dengan
Kasumi selesai, aku meletakkan ponsel di samping.
"…Niichan, ayo kita
langsung cari sekarang!"
"Ada petunjuknya
gak?"
"…Gak ada,
tapi………"
Tanpa ragu, Risuzu
langsung berdiri dan menunjukkan semangat untuk berlari keluar, tapi begitu aku
lemparkan pertanyaan yang realistis, dia seperti padam dan bahu nya turun.
"......Gak ada
petunjuk sih......Tapi kita gak bisa diem aja."
"Emang gapapa
nyari-nyari gitu, menurutku, kita harus tetep tenang."
"......Kok bisa sih
tenang banget. Padahal biasanya niichan yang paling panik......!"
Risuzu, yang tidak
terima, melemparkan kemarahannya. Mungkin dia tidak suka kalau pacar Rinka bisa
tetap tenang. Bahkan aku sendiri heran, bisa menjaga ketenangan hati......
......Mungkin, di suatu
tempat di kepalaku, aku sudah memperkirakan Rinka akan jatuh.
Cuman tidak sadar
aja......
TLN : Agak beda.
Dan kali ini melarikan
diri, ini juga tindakan yang tidaak cocok dengan Rinka yang cool, kata akal
sehatku, tapi sisi lain dari aku menerima situasi ini dengan tenang,
"Kalau Rinka-san, mungkin aja."
Saat aku terus
memikirkan tentang diri sendiri, akhirnya Risuzu kehabisan sabar.
"......Aku bakal
nyari tempat-tempat yang mungkin Rinka-san pergi. Member Star☆Mains juga, mereka yang punya waktu bakal ikut nyari. Niichan juga harus
ikut aku, sekarang juga."
Ditanya begitu, aku dengan
tenang menggelengkan kepala.
Seketika, wajah Risuzu
langsung penuh dengan kemarahan. Dia mengangkat alis dan menggenggam bahuku
dengan kuat.
"......Niichan!
Kenapa sok dewasa sih! Gak suka aku!"
"Aku sih, punya
firasat. Dimana Rinka mungkin pergi."
"......Eh."
"Tapi gak pasti,
tapi kalau dia ada di sana......Aku yang harus pergi. Jadi......gak bisa ke
dunia nyata."
"......Dunia
nyata――Ah."
Kata-kataku langsung
dimengerti Risuzu. Dia berpikir sebentar, lalu tampaknya mengerti dan
mengangguk.
"......Bagian itu,
aku serahkan ke niichan."
"Ya. Percayakan
padaku."
Apakah pembicaraan sudah
selesai? Risuzu tampak ingin mengatakan sesuatu, bibirnya bergetar, dan
pandangannya berkelana ke kiri dan kanan.
"Risuzu?"
"......Itu, tadi
aku bilang gak suka......tapi sebenarnya gak juga. ...... Itu gara-gara situasi
doang."
"Aku tahu, gak usah
khawatir."
"......Nn. Kalau niichan
bilang Rinka-san ada di sana......itu pasti benar. Pasti gak salah."
Kepercayaan misterius.
Cara bicara yang penuh dengan keyakinan, sulit dipercaya kalau dia baru saja
panik. Aku tidak berkata apa-apa, hanya melihat Risuzu meninggalkan ruang tamu.
Suara pintu terbuka dan
tertutup terdengar sampai ke sini.
"Nah, aku juga
harus berangkat."
Aku pindah ke kamar dan
menyalakan komputer.
Sambil memulai game
online, aku membayangkan perasaan Rinka. Mungkin untuk melarikan diri. Keluar
dari rumah adalah untuk melarikan diri.
Dia pasti tahu akan
merepotkan banyak orang. Meskipun begitu, dia tetap melarikan diri......
Tindakan psikologis
untuk menolak kenyataan. Mungkin saat dia ingin melemparkan segalanya dan ingin
sendirian. Perasaan bersalah atau kecewa karena jatuh......
Meskipun dia penuh
dengan masalahnya sendiri, Rinka yang selalu memikirkan perasaan orang lain,
pasti merasa bersalah karena telah melarikan diri.
Nah, selanjutnya? Aku
berpegang pada game online sebagai tempat pelarian saat aku merasa kesulitan.
Dulu, mungkin Rinka
merasa terbebani dengan banyak hal di dunia nyata, sehingga dia tenggelam dalam
dunia game online yang membuang informasi yang tidak perlu dari kehidupan
nyata.
Aku tidak mengatakan
melarikan diri itu buruk. Semua orang butuh istirahat. Tapi, kejadian kali ini,
pertama kalinya aku melihat Rinka terdesak di dunia nyata dan aku yakin.
Rinka itu wanita yang
lemah.
Aku pikir dia kuat. Aku
selalu berpikir aku yang mendukungnya.
Aku tidak sadar apa yang
membuat aku bisa menjadi dukungan buat Rinka. Sekarang aku mengerti. Game
online itu buat Rinka, dunia yang lebih mudah untuk mencari esensinya, juga
tempat pelarian.
Aku tidak pernah
menghubungkan Rinka dengan tindakan melarikan diri.
Rinka sendiri juga tidak
sadar.
Tentu saja, ini semua cuman
imajinasiku.
Tapi, seperti yang Rinka
pernah bilang ke Risuzu, kita bisa berusaha untuk mengerti dan mendekat.
"............"
Aku mencoba login
sebagai Kaz tapi berhenti. Aku merasa dia akan menghindar.
Aku mencoba memikirkan
dari sudut pandang Rinka lagi. Meski menjauhkan diri, dia tetap mendukungku.
Aku merasa bersalah dan mungkin itu sebabnya dia menjaga jarak. Dia belum juga
menghubungiku, itu dasarnya.
Kalau Rinka login
sebagai Rin dan aku login, mungkin dia akan lari. Itu hanya kemungkinan. Ada
juga kejadian dia menolak kunjungan simpatiku.
Jadi, aku memutuskan
untuk membuat karakter baru. Aku bingung dengan nama.
Gimana kalau RinFan,
mengingat aku penggemar Rinka?
Agak cringe ya? Ah,
sudahlah, aku putuskan saja. Profesinya sama dengan Kazu, seorang Warrior.
Begitu lah【RinFan】lahir sebagai karakter
baru. Penampilannya aku set standar. Seorang pria tampan dengan rambut pendek
yang kuat. Dia juga menjadi karakter maskot dari【Black Plain】.
Aku langsung melewati
tutorial dan bebas bergerak.
Aku menargetkan puncak
gunung salju, satu-satunya di【Black Plain】
Di kaki gunung, ada
padang rumput yang hijau dan luas, tapi semakin dekat ke puncak, dunia yang
terlihat semakin didominasi oleh warna putih salju. Jenis monster juga berubah
sesuai dengan lingkungan, bahkan muncul monster mirip yeti.
RinFan saat ini tidak
bisa menang. Tapi, lari masih bisa. Cukup lari saja.
Aku sering mengunjungi
puncak gunung salju ini dengan Rin.
【Black Plain】yang mengutamakan grafik
juga memiliki kualitas langit yang menakjubkan, pemandangan dari gunung salju
adalah favorit Rin.
Kami sering chat
sepanjang malam sambil menikmati langit berbintang. Topik pembicaraan tidak
terlalu spesial untuk diingat. Benar-benar obrolan ringan...
Kami juga sering ngobrol
tentang game, film, atau manga di dalam game.
"Sampai
juga.――"
Layar penuh dengan
cahaya matahari yang menyilaukan menjadi putih karena salju. Aku yang telah
sampai di puncak gunung menemukan seorang pemain yang duduk di tepi jurang.
Dari kejauhan, tampak kecil seperti butiran beras.
Namun, aku masih bisa
mengenali rambut pirang yang berkilau dan tubuh langsing khas elf.
Sambil meninggalkan
jejak kaki di salju, RinFan maju.
Jarak semakin dekat, dan
akhirnya nama pemain yang ada di depanku terlihat.
【Rin】 Istriku yang kabur dari
rumah――aku menemukannya.
"Benar-benar
ada..."
Saat aku menggumamkan
ini, aku juga merasa mengetahuinya.
Aku menggunakan karakter
Rinfan secara diam-diam dan mendekat ke Rin.
Rin duduk memeluk
lututnya di tepi jurang, seolah-olah sedang memandang dunia dari sana.
Dari mana dia login ya?
Laptopnya ada di rumah aku.
Berarti... warnet kah? Aku
harus kasih tau Kasumi lewat hp yang ditaruh di samping keyboard kalau Rinka
lagi login game online.
"Coba deh
ngomong."
Aku pindah ke belakang Rin
dan coba kirim chat "Halo", tapi berapa lama pun nunggu, nggak ada
balasan. Diabaikan total. Atau lagi AFK?
(Coba deh aku dudukin RinFan
di sebelah Rin. Salah gerak dikit bisa jatuh terus mati)
Eh, Rin langsung segera
berdiri dan pindah jauh dari RinFan, lalu duduk lagi.
............
Aku mencoba kembali
duduk di sebelahnya. Namun ditinggal lagi.
"Terlalu jelas
banget sih...!"
Eh, dapet chat dari Rin.
[Rin]: Aku punya suami.
...Eh. Mungkin harusnya aku
pake Kaz ya?
Atau langsung ngakuin
identitas aja... Tapi, tunggu dulu. Kirim chat lagi.
[RinFan]: Ada apa?
Aku tidak akan menyerah.
Dulu waktu kita pertama kali ketemu juga, ada jarak psikologis.
Segini doang...
Tiba-tiba Rin berdiri.
Pindah ke belakang RinFan. Pelan-pelan ngambil posisi buat nembak... Eh? Ini
bahaya, kalau kena serang bisa jatuh dari jurang!
Aku panik coba kabur,
tapi dianya lebih cepet nembak. Dan itu bukan serangan biasa.
Itu skill. Serangan
penuh niat membunuh dengan efek mendorong. Panah yang dikelilingi cahaya hijau
spiral, menusuk dada RinFan.
Seketika,
"BANG!" suara ledakan terdengar, dan RinFan terlempar ke udara
bersama salju.
Ini sudah tidak bisa
apa-apa. Hanya bisa nonton gambaran RinFan yang jatuh dari jurang dengan suara
"Huuu".
"Dingin banget sih,
cuman ngomong doang tapi langsung gini..."
(Ya iyalah, susah banget
dapetin temen selain aku)
Ini bukan game biasa,
tapi kayaknya terlalu sulit untuk "menaklukkan" Rin dengan cara
biasa.
Tapi tetep saja, aku mau
coba lagi. Mati lalu respawn di kota terdekat, dan lari lagi ke puncak gunung
salju. Sampai lagi di tempat Rin setelah sekitar sepuluh menit.
"Serangan mendadak
itu kejam banget."
"Aku nggak tahan.
Nama kita sama, creepy banget... Mau aku laporin?"
Tidak ada ampun. Tidak
ada niat buat akrab sama sekali. Muka Rin juga penuh amarah. Seram.
Tapi aku tidak punya
pilihan buat mundur. Aku mencoba duduk lagi di sebelahnya.
Rin angsung berdiri dan
memutar ke belakang, aku buru-buru kirim chat.
Kalau terus-terusan
pura-pura jadi orang lain, aku bisa kehilangan kesempatan buat ngobrol sama
Rinka.
[RinFan]: Waktu kita
pertama ketemu juga, jaraknya segini kan.
[Rin]: Eh?
[RinFan]: itu suka
banget pake bahasa sopan sama sikapnya kaku. Cuman chat yang penting-penting
aja. Tapi setelah seminggu lebih, kita jadi agak akrab.
[Rin]: Kaz?
[RinFan]: Yup
Rin yang biasanya cepat
menjawab, tiba-tiba menjadi diam. Mungkin dia sedang dalam pikiran. Dan dengan
perasaan tidak enak, aku segera mengirim pesan, "Jangan logout ya."
[Rin]: Cuman satu klik
lagi, aku bisa logout.
[RinFan]: Sudah kuduga.
Itu hampir saja. Mungkin
aku sedang beruntung sekarang.
[Rin]: Kok kamu tahu aku
ada di sini?
[RinFan]: Kalau Rin...
aku punya perasaan kamu ada di sini.
[Rin]: Kamu hebat ya,
Kaz. Kamu tahu semuanya tentangku.
[RinFan]: Sebaliknya.
Dari kejadian kali ini, aku sadar ada banyak hal tentang Rin yang aku tidak
tahu.
Aku selalu berpikir
bahwa Mizuki Rinka adalah sosok yang kuat, seorang wanita yang teguh. Dan itu
benar.
Namun, aku tidak pernah
berpikir bahwa dia juga memiliki kelemahan.
Seorang wanita yang
benar-benar tanpa kelemahan seharusnya tidak akan bermain game online sama
sekali.
Bahkan jika dia bermain,
dia tidak akan bergantung pada Kaz (aku).
Itu seharusnya hanya menjadi
hobi. Dia tidak akan mencari keterikatan emosional dalam game online.
[Rin]: Awalnya, aku
menikmati menjadi lebih baik dalam menyanyi dan menari.
Aku fokus pada chat dari
Rin, tanganku menjauh dari keyboard.
[Rin]: Seru berusaha
keras sama grup. Menyenangkan dapet dukungan dari fans, dan ngebales dukungan
mereka.
[Rin]: Tapi belakangan
ini, aku cuman ngeliat kata-kata negatif. Sibuk dan lelah, tapi... aku bertahan
karena keinginan.
Aku pikir kalau aku bisa
bertahan lewat waktu ini, semuanya bakal teratasi... itu juga akan membuat fans
puas.
[Rin]: Tapi aku jatuh.
Keadaan yang gak cocok dengan image idol cool kayak Mizuki Rinka. Aku
mengkhianati orang-orang di sekitarku. Dan waktu aku sadar, aku sudah melarikan
diri dari rumah... dan berakhir di suatu warnet.
Pemikiran Rin saat ini
sepenuhnya terungkap dalam pesan tersebut. Aku, yang tidak bisa berbagi suka
duka bersamanya, tidak benar-benar bisa memahami atau merasakan empati.
Namun, aku bisa sangat
merasakan bahwa dia sedang dalam kesulitan.
[Rin]: Kecewa?
[RinFan]: Nggak. Apa pun
yang dilakuin Rin, aku gak akan membencinya, dan gak peduli apa pun penilaian
orang lain tentangku, perasaanku gak bakal berubah. Kalau nggak, aku gak bakal
jatuh cinta dengan Rin di game ini.
[Rin]: Kaz...
[RinFan]: Waktu aku
mengungkapkan perasaanku, aku sudah bilang, aku akan menerima Rin apa adanya.
Bahkan, mungkin aku gak ngerasa perlu 'menerima' karena itu sudah alami. Waktu
aku sedang susah, Rin berkata. Suami istri adalah tempat pulang satu sama lain.
Itu juga berarti tempat pelarian... tempat istirahat, kan?
Rin sering berpura-pura
kuat di tempat yang aneh.
Sebagai idol cool, orang
mungkin berpikir dia akan konsisten dalam kata dan tindakan.
Namun, Rin sering
bertindak berdasarkan emosi dan sering melakukan hal-hal yang tidak terduga.
Dan sekarang, alasan Rin
melarikan diri dari rumah.
Dia merasa terkikis
mentalnya oleh ekspektasi dan kebencian dari orang-orang di sekitarnya,
terus-menerus menyalahkan diri sendiri karena jatuh, dan ingin terlepas dari
realitas... mungkin itu alasannya.
Maka, kata-kata yang
harus aku katakan kepadanya sudah jelas. Tak perlu dipikirkan lagi.
[RinFan]: Kamu boleh
berpura-pura sekuat apapun, dan boleh kabur kapan aja. Tapi jangan lupa. Aku
selalu ngeliat kamu dan selalu mendukungmu. Apa pun yang kamu lakukan, aku pengen
ngedukung kamu... sebagai suamimu.
Tanpa kata-kata, waktu
terus berlalu.
Aku sudah mencoba
mengungkapkan perasaanku dengan kata-kata yang penuh semangat, tapi saat tidak
ada respons yang datang, semangat di hatiku mulai pudar. Mungkin dia
meninggalkanku? Pergi ke toilet? Eh, padahal aku sudah melontarkan kata-kata
cheesy seperti itu? Mulai berpikir demikian, aku merasa sangat malu. Ingin
langsung logout aja.
Butuh waktu, tapi
akhirnya aku mendapatkan balasan dari Rin.
[Rin]: Terima kasih Kaz.
Aku ngerasa jauh lebih lega. Sampai-sampai air mata ini keluar karena dada ini kerasa
hangat...
Aku tidak bilang apa-apa
yang berarti. Tidak sampai selevel dengan kata-kata penyemangat...
[Rin]: Meski cuman lewat
tulisan, aku bisa ngerasain kalau kamu ngedampingin dengan hati. Ternyata dunia
game online itu, tempat di mana hati bisa berinteraksi.
Rin yang berkata seperti
itu, pasti tersenyum. Meskipun itu hanya ekspresi karakter di game online, aku
bisa merasa Rinka yang sebenarnya juga pasti menunjukkan senyumnya yang polos.
[Rin]: Aturan dari awal
aku minta bantuan dari Kaz. Tapi aku malah jadi keras kepala...
[RinFan]: Gapapa,
walaupun Rin sendiri ngerasa kesulitan, aku bakal datang ngebantu kok."
[Rin]: Kaz! Eh, suamiku
yang tercinta!
Reaksi yang 180 derajat
berbeda dari Rin yang dingin beberapa menit lalu... Dengan didengarkan saja,
dengan ditemani saja, mungkin itu sudah cukup untuk menyembuhkan hati
seseorang.
Bisa jadi, bagi beberapa
orang, di dunia nyata informasi yang berlebihan itu terasa mengganggu.
[Rin]: Aku harus pulang
ke rumah. Aku harus minta maaf ke semua orang.
[RinFan]: Iya. Semua
orang lagi nyariin kamu.
[Rin]: Kaz, terima kasih
udah nemuin aku. Bisa menikah sama kamu, itu adalah kebahagiaan terbesar di
hidupku.
Setelah berkata
demikian, Rin langsung menghilang dari layar.
Setelah semuanya
berakhir, rasanya seperti tidak ada apa-apa yang terjadi.
"Aku ini, bener gak
ya..."
Mungkin, pasti ada cara
yang lebih baik. Pasti ada cara untuk memotivasi Rinka tanpa membuatnya
kelelahan, bukan hanya dengan camilan malam atau surat, tapi dengan cara yang
lebih langsung...
"Gak boleh begini
caranya."
Aku bersandar
dalam-dalam di kursi, menatap langit-langit. Akhirnya, aku bisa merasakan arti
kehadiranku bagi Rinka.
Selama ini, aku hanya
berpikir bahwa kami hanya bermain game online bersama. Tapi dengan kejadian
kali ini, aku jadi sangat paham.
Apa artinya semua itu
bagi Rinka...
"Wanita cool di game online, rupanya berpikir jadi istri di dunia nyata."
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.