Netoge No Yome Ga Ninki Aidorudatta Chap 4 V3

Ndrii
0

 Bab 4

Idola Keren Tidaklah kuat 



"Bangun, sudah pagi loh, Kazuto."

 

Rasanya ada yang mengguncang pundakku dengan lembut, kesadaran mulai terangkat pelan-pelan.

 

(...Ngantuk banget. Mataku berat banget sampe gak bisa dibuka)

 

Aku mengeluh dengan suara yang tidak puas, "Hmm," lalu aku membalikkan badanku.

 

(Pengen tidur lagi... Semalam main game online sampe pagi, gak tidur sama sekali)

 

"Kalau kamu gak bangun... yaudah aku tidur bareng deh."

 

"...Hmm..."

 

Meski aku denger suaranya, otakku masih kabut, jadi tidak mengerti apa yang dia maksud.

 

(Pokoknya pengen tidur...)

 

Dengan pemikiran itu, aku asal jawab saja.

 

Rasanya ada yang gerak-gerak di sekitar tubuhku. Sesuatu yang besar meluncur ke dada ku. Ada bau sampo rumah yang menyengat.

 

(...Rasanya nyaman banget. Kayaknya bisa lanjut tidur enak)

 

"Boleh loh... peluk kayak guling juga... peluk aja."

 

"...Hmm."

 

Kayaknya itu ide yang bagus. Didorong oleh suara yang menyenangkan itu, aku memeluk erat sesuatu yang besar di dada ku. Hangat dan lembut...

 

"...Ahh!"

 

...?

 

Ada suara aneh. Mungkin karena terlalu ngantuk, aku ga punya tenaga buat buka mata dan cek. Rasanya seperti di mimpi yang indah.

 

"...?"

 

Aku merasakan sesuatu yang halus di tangan kananku. Kayaknya itu sumber bau samponya. Karena nyaman, aku peluk erat benda besar itu sambil asik menggerakan tangan kanan, menikmati sensasi seperti rambut ini... Terbaik.

 

"Oh, suami kayak gini... Ah, ini namanya bahagia..."

 

Gerakannya bikin aku tidak nyaman, jadi aku peluk lebih erat lagi untuk membatasi gerakannya.

 

"..."

 

Kayaknya dia udah menyerah. Jadi diam total... Rasanya sangat bahagia.

Rasanya bisa mimpi indah nih...

 

DONK! DONK!

 

"...Hm?"

 

Dari bawah tubuh... eh, dari bawah tempat tidur, ada dorongan yang kuat.

 

DONK DONK! DONK!

 

Seperti ada yang ngetok-ngetok tempat tidur dengan ritme tertentu, cukup kuat. Akhirnya ngantukku mulai hilang.

 

Perlahan aku membuka mata... dan sadar aku lagi memeluk Rinka...!

 

"Hmm... huh... Kazuto..."

 

"Ri-Rinka-san...!"

 

Rinka mengangkat wajahnya dari dada ku. Pipinya sangat merah seperti terbakar, dan matanya yang berbinar-binar terlihat lemas.

 

Napas yang Rinka keluarkan terasa sangat panas dan lengket...!

 

"Kazuto... Dari pagi... kamu kuat banget, liar juga."

 

"Kayaknya mesum deh!"

 

DONK!

 

Lagi-lagi tempat tidur diketok dari bawah.

 

Berasa curiga, aku nunduk dan mengintip ke bawah tempat tidur—.

 

Mataku bertemu dengan sesuatu yang hitam dan bergerak-gerak—!

 

"Huaaa!"

 

Aku tahu sih kalau bakal serem!!

 

 

"...Ternyata aku sembunyi di bawah tempat tidur, ngabisin satu malam di sana."

 

"Dasar Risuzu. Btw, aku malahan pernah ngabisin satu malam di lemari, ngerasain keberadaan Kazuto lewat pintu."

 

"...Itu mah buat yang udah pro... Aku juga harus siap-siap kayak gitu dong!"

 

"Ngerasa keberadaan Kazuto mah bukan soal pro apa enggak. Aku juga pengen coba ngabisin malam sendirian di bawah tempat tidur malam ini."

 

"Kalian ngomongin apa sih? Seriusan deh, jangan dong. Lagian, yang di bawah tempat tidur itu bukan pro, malah kayak orang cabul gitu."

 

Aku yang tidak tahan mendengar obrolan dua idol populer ini, memegang dahi sambil mengeluarkan napas panjang sekuat tenaga.

 

Udah dua hari sejak kita main game online bareng, dan kehidupan kita udah banyak berubah.

 

Suasana canggung antara Rinka dan Risuzu udah lenyap, rumah jadi lebih cerah.

 

Yang paling menunjukkan perubahan besar adalah Risuzu.

 

"...Ri-Rinka-san...!"

 

Seperti pakai jurus pamungkas, Risuzu langsung memeluk Rinka.



Dan tentu aja, dia menempelkan mukanya ke dalam dada.

 

Tentu saja, tangan kanannya langsung ke paha mulus Rinka. Bener-bener orang cabul.

 

"...Aku kan adik, jadi aku bebas manja sama kakak yang aku hormati."

 

"Iya, manja aja semaumu."

 

"...Yaaay... remas-remas."

 

"Eh, eh, Risuzu...! Kamu meremas apa sih--"

 

..........

 

Mukanya menempel di dada, dan tanpa sungkan meremas paha, Risuzu....

 

Jadi aneh rasanya melihat itu, jadi aku mengalihkan pandangan ke jendela.

 

(Awan putih dan langit biru... Ah, cuaca bagus hari ini juga)

 

Duduk di tempat tidur, dari pagi-pagi aku sudah mencoba kabur dari kenyataan.

 

Ada dua idol populer yang lagi mesra-mesraan di kamarku, tapi itu urusan mereka. Aku tidak mau terlalu ikut campur.

 

"...Niichan."

 

"Woah!"

 

Tiba-tiba dia muncul depan mata, dengan tatapan sulit dibaca.

 

Dari auranya, kayaknya dia mau minta dimanja lagi? Oke, sebagai kakak yang dihormati...

 

"...Aku akan ngebiarin kamu muji aku. Dan aku akan biarin kamu menepuk kepalaku. Terima kasih."

 

"Serasa gak dihormati, aku!"

 

"...Hormat? Aku kan emang gak menghormati Niichan."

 

"Sakit banget! Sedih aku...!"

 

"...Udah, bilang aku imut, imut, kayak dulu elus kepalaku."

 

Maksudnya waktu kita main game online bareng hari itu. Karena laptopnya mati dan dia sedih, aku elus kepalanya...

 

Memakai cara yang sama waktu itu, aku mencoba mengelus kepala yang langsung dihadapkan ke arahku.

 

...Dia juga minta dipuji.

 

"Imut. Risuzu itu imut."

 

"----"

 

Mukanya langsung memerah, Risuzu menunduk. Kayaknya dia jadi lebih mudah bereaksi begini belakangan ini.

 

"...Ini bahaya... Jantungku kayaknya mau meledak jadi debu..."

 

"Itu gak baik."

 

Ketika aku lepas tangan dari kepala Risuzu, dia mengeluarkan suara kecewa "Ah".

 

Kelihatannya dia masih ingin tangan kananku di sana.

 

Ketika aku pikir Rinka pasti cemburu pada saat ini... Tapi, aku tidak melihat Rinka di sekitar.

 

"Eh, Tadi ngapa pada di kamar aku semua?"

 

"...Awalnya sih aku turun pengen sarapan karena Rinka-san bilang sarapan udah siap.”

 

"Jadi kamu datang buat bangunin aku juga..."

 

"...Tapi lagi mesra-mesraan sih. Niichan, kamu kan tadi tidur sambil peluk Rinka-san kayak bantal."

 

"Aku lagi setengah sadar itu...!"

 

Kalau aku sadar, aku pasti tidak akan memeluk Rinka begitu.

 

Sambil mengingat-ingat sentuhan tubuh Rinka yang langsing tapi lembut, dan kehangatannya.

 

Sepertinya ada otot di balik kelembutan itu, aku merasa ada kekerasan yang pas di dalamnya.

 

Rambutnya juga sangat lembut---

 

"...Kamu lagi mikirin hal yang cabul ya?"

"Mana ada! Daripada itu... Risuzu, juga banyak berubah."

 

"...Cara ngalihin topik yang terang-terangan... tapi karena aku baik, aku ikutin deh. Iya, aku berubah. Bukan cara berpikirku yang berubah, tapi lebih ke menerima."

 

"Menerima?"

 

"...Aku ini pintar dan hatiku kuat, jadi aku punya pemikiran baru."

 

"Pengen nyela... tapi, pemikiran baru apa itu?"

 

"...Rinka-san menganggap dirinya sebagai istri niichan. Artinya, dia juga jadi kakak iparku."

 

"Iya, jadi begitu."

 

Aku sama Risuzu juga ga ada hubungan darah, jadi kami ini seperti kakak adik tiri. ...Penuh dengan hubungan tiri ya.

 

Tapi, Rinka bilang dia istri. Entah kenapa aku langsung menerima itu.

 

"...Jadi, sebagai adik, udah pasti, aku bisa manja sama orang yang paling aku hormati...!"

 

"............"

 

"...Sebelumnya aku agak sungkan. Cuman bisa megang paha doang, tapi sekarang, dengan hubungan ini, bisa megang bokong juga."

 

"Apa?"

 

Aku bingung dengan apa yang dikatakan gadis cantik di depanku, dan tanpa sadar suaraku terdengar konyol. Jadi anggota keluarga tiri, itu berarti bisa megang bokong? Apa-apaan itu.

 

"...Bisa secara legal manggil orang yang aku hormati sebagai Oneechan... Bisa sentuh celana dalam juga. Bisa manja kapan aja... Ini, terbaik kan? Kalau dipikir-pikir dengan tenang, ini ideal banget...!"

 

*Truuus... Darah mulai menetes dari hidung Risuzu.

 

"Ini cuman jadi pemuas nafsu kamu doang?"

 

"...Orang yang gak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan akan tertinggal zaman, dan akhirnya dianggap sebagai beban. Itu berlaku untuk anak muda juga. ...Makanya, selalu penting untuk bisa beradaptasi secara fleksibel, itu yang diminta dari orang zaman sekarang. Jadi, aku memutuskan untuk sedikit menahan apa yang aku pegang teguh, dan membebaskan keinginan di dasar hatiku."

 

"Kamu, Biasanya juga udah bebas? Selalu seenaknya sendiri."

 

Gadis yang susah dipegang ini. Apakah ada aturan bahwa idola populer itu orang aneh?

 

"...Dan, dengan posisi sebagai adik, aku bisa manja dan---memerintah niichan tanpa sungkan."

 

"Kasih aku ampun deh..."

 

Melihat Risuzu yang bernafas kasar, aku hanya bisa tersenyum pahit.

 

Setelah sarapan selesai, saat waktu bebas. Risuzu dan Nonoa berlari bersama menaiki tangga.

 

Mereka pasti akan bermain sesuatu di kamar Risuzu. Aku dan Rinka yang tersisa di ruang tamu, secara alami duduk berdampingan di sofa. Waktu yang menenangkan dan membuat hati tenang mulai mengalir.

 

Biasanya aku sering diganggu oleh duo bising Risuzudan Nonoa, jadi bisa menghabiskan waktu berdua dengan Rinka seperti ini mungkin sudah lama.

 

Rinka mungkin juga berpikir hal yang sama.

 

"Udah lama ya... Kita berdua ngabisin waktu tenang kayak ini."

 

"Ya gitu deh. Sebelumnya Risuzu sama Rinka-san juga canggung banget kan?..."

 

"Iya..."

 

Rinka mendekatkan bahunya padaku. Suasana yang sudah lama tidak kurasakan, seperti suasana pacaran, membuat jantungku berdebar keras. Entah kenapa... aura yang Rinka pancarkan itu manis.

 

Mata yang menatapku itu ada semacam kehangatan, seakan ada yang dia harapkan dari aku.

 

"Aku pengen lebih deket lagi sama Kazuto... Meski dekat, rasanya kayak ada jarak gitu... aku kesepian."

 

"Itu... maksudnya pengen mesra-mesraan gitu?"

 

"I-iya... kayak gitu...!"

Dengan suara yang meninggi, dia langsung memalingkan wajahnya dariku.

 

Gerakan itu membuat rambut yang menutupi bahunya tergerai.

 

Sambil minta mesra-mesraan tapi malu-malu. Dengan kata lain, imut banget. Keimutan ini, beda sama keimutan yang aku rasain dari Nonna-chan.

 

Ini jadi... sayang dan cinta ya?

 

"Aku pengen... lanjutin yang tadi pagi."

 

"Lanjutin yang tadi pagi... yang itu?"

 

"Iya, itu."

 

Ketika bicara tentang melanjutkannya, aku jadi malu. Meski merasa malu dan tegang, aku peluk tubuh Rinka yang membiarkan dirinya diserahkan padaku. Ketika aku mengelus rambutnya dengan lembut, Rinka menghembuskan nafas pendek yang terdengar nyaman.

 

Rasanya seperti waktu kekasih yang ideal. Ini dekat dengan mesra-mesraan yang aku bayangkan.

 

"Aku pengen... hari ini terus di samping Kazuto."

 

"---"

 

Suara bisikan Rinka yang manis dan meleleh, membuatku menelan ludah.

 

Terhadap Risuzu, dia berperilaku sebagai kakak yang tegas...

Tapi ketika berdua denganku, dia menunjukkan sisi lain dan menjadi feminin.

 

Wajahku semakin panas dan aku semakin tegang, tapi aku sadar bahwa nafas Rinka perlahan berubah.

 

Su... Su... seperti nafas seseorang yang tidur—.

 

"Eh, dia beneran tidur."

 

Wajahnya yang sepenuhnya rileks dan matanya yang tertutup rapat, menunjukkan dia sangat tenang. Terlihat bahwa dia menyerahkan segalanya padaku. Ini adalah sisi imut dari idol cool yang dia tunjukkan.

 

"Pasti dia capek banget..."

 

Sejak liburan musim panas dimulai, Rinka sering pergi pagi-pagi dan pulang malam. Kadang, dia pulang sampai larut malam. Hari-hari dimana kami bisa makan bersama sangat jarang.

 

Menurut Risuzu, di zaman sekarang ini jarang ada anak di bawah umur yang bekerja sampai malam, tapi karena termasuk waktu perjalanan, kadang pulangnya bisa jadi malam... begitu. Lagipula, Rinka kalau ada waktu, dia akan latihan sendiri. Jadi, wajar saja kalau ada hari dia pulangnya malam.

 

Rinka bilang, "Sekarang adalah saatnya untuk berjuang keras"... tapi aku jadi khawatir.

 

Setahu aku, ada hari-hari dimana dia hanya tidur dua jam.

 

Bahkan setelah pulang ke rumah, dia seperti masih sibuk dengan sesuatu...

 

"Hari ini hari libur setelah sekian lama, biarin aja dia tidur deh."

 

Aku ingin Rinka benar-benar istirahat. Aku mencoba membaringkannya di sofa—.

 

"...Kazuto... mmh"

 

Terdampar dalam pelukan Rinka yang sedang tidur, aku merasakan cengkeraman kuat di kaosku. Menggoyangnya ringan tidak membuatnya melepaskan. Apa yang harus aku lakukan... Aku tidak bisa bergerak sama sekali.

 

Kesal, tapi melihat wajah Rinka yang polos saat tidur, pikiranku berubah. Mungkin ini yang terbaik untuknya. Dengan keputusan itu, aku memutuskan untuk menerima segalanya dan menjadi bantal pelukannya.

 

 

Saat waktu makan siang semakin dekat, aku berdiri di dapur dengan buku resep di tangan.

 

Aku membaca buku yang kutemukan di rak buku rumah... tapi tidak masuk akal.

 

Aku ingin membuat oyakodon. Bahan-bahannya sudah kubeli. Bumbunya juga sudah ada.

 

Masalahnya memang buku resepnya.

 

Ada tulisan seperti "sedikit" atau "secukupnya" tapi aku tidak tahu itu berapa banyak.

 

Itulah sebabnya aku membaca buku resep.

 

Aku ingin ada penjelasan yang lebih ramah untuk pemula.

 

"Kazuto, kamu baik-baik aja? Mungkin aku aja yang—"

 

"Rinka-san, kamu istirahat aja."

 

"Tapi..."

 

Rinka yang berdiri di belakangku mulai berbicara dengan suara yang terdengar khawatir. Wajar saja dia tidak percaya.

 

Lagi pula, aku ini pria yang hanya bisa merebus telur. Tapi meskipun begitu—.

 

"Hari ini, aku pengen kamu manja sama aku."

 

"Kazuto...!"

 

"Aku pengen berusaha demi Rinka-san."

 

"——!"

 

Reaksinya seperti dia tertembak di dada. Rinka memegang dadanya dan berbisik dengan suara lembut, "Suamiku berusaha keras demi aku..." Sebenarnya, untuk pacarnya.

 

"Kazuto, aku mencintaimu dari dalam hatiku."

 

"Uh, terima kasih..."

 

"Itu salah. Kamu harusnya bilang, aku juga mencintaimu."

 

"O, aku juga mencintaimu... Rinka-san."

 

Mengatakan itu sambil menahan rasa malu, Rinka tersenyum lebar.

 

Topeng cool-nya sudah hancur berkeping-keping.

 

"Sebagai istri Kazuto, aku percaya padamu... sampai-sampai aku bisa nyerahin segalanya, mau fisik atau hati."

 

"O, oke..."

 

"Jadi, apapun masakan yang kamu sajikan, aku akan nikmatin. Bahkan kalau itu makanan warnanya ungu."

 

"Itu siapa, heroin yang gak bisa masak itu. Tenang aja, aku gak bakal ngasih kamu makanan aneh."

 

"Terima kasih... Ah, tapi kalau kamu menambahkan itu—... eh, nggak, lupakan. Jangan dipikirin."

 

"Eh, apa itu? Aku penasaran."

 

"Aku akan menunggu di ruang tamu, aku mau ngeliat foto Kazuto."

 

"Tunggu, Rinka-san——"

 

Aku tidak sempat menghentikannya. Rinka yang meninggalkan dapur pindah ke ruang tamu dan duduk di sofa. Dia mengeluarkan ponselnya, menatap layar sambil terlihat terpesona... itu tidak baik.

Pokoknya, Rinka percaya padaku. Jadi, aku harus membalas kepercayaannya.

 

Aku mencoba masak mengikuti langkah-langkahnya tapi ya itu, di awal saja sudah bingung.

 

Aku tidak bisa nentuin harus memasukan kecap atau mirin seberapa.

 

"......Eh, Niichan, kayaknya kamu lagi ada masalah ya?"

 

"Risuzu ya?"

 

Aku melihat, dan Risuzu yang biasa pake selimutnya lagi berdiri bengong. Sepertinya dia lapar, minta makan seperti kucing. Hoodie yang ada telinga kucingnya pasti cocok buat dia.

 

"......Perut aku gak laper. Tapi kenapa bukan Rinka-san yang di dapur, tapi malah kamu?"

 

"Hari ini, aku pengen Rinka-san istirahat sehari. Jadi, aku yang masak siang. Tungguin ya."

 

"......Aku jadi khawatir. Ini beda sama game online, kamu gak bisa masak cuman dengan klik."

 

"Gak usah dibilang juga udah tau, tapi ini masalahnya sama buku resep ini."

 

Aku lagi mengeluh sambil melihatkan buku resep di tangan, Risuzu bilang "......Coba aku liat." sambil nyoba ngintip halaman yang terbuka.

 

"......Tambahin bumbu yang disiapkan ke dalam panci...... Gula sedikit...... Sedikit itu berapa sih?"

"Kan? Bingung kan?"

 

"......Ini cuman orang yang udah biasa masak yang bisa ngerti...... Terus satu sendok makan tuh apa?"

 

"Aku kira itu ukuran sesendok gitu."

 

"......Ukuran sendoknya beda-beda, jadi ya beda juga dong jumlahnya."

 

"――――Bener juga. Sial, jadi gak tau lagi mana yang bener......!"

 

Aku jadi putus asa, duduk terduduk sambil mengeluh. Masak itu ternyata sangat sulit.

 

"......Minta bantuan Rinka-san aja."

 

"Gak bisa, paling nggak hari ini aku pengen Rinka-san bisa istirahat. Biasanya kan dia sibuk sama aktivitas idol."

 

"......Aku juga idol…………"

 

"Tapi lebih santai dari Rinka-san tuh?"

 

"......Iya sih, tapi kalaupun begitu juga, aku termasuk idol yang cukup populer…… cukup sibuk juga."

 

"Aku sama sekali gak ngerasa kamu keliatan sibuk."

 

"......Orang yang terlalu sibuk itu biasanya karena mereka gak cekatan atau cuman mau pamer sibuk. Orang yang kayak aku ini, gak keliatan sibuknya."

 

"O, oke......"

Ya sudahlah, aku orang biasa tidak bisa banyak komentar. Aku tidak bisa nentang apa yang Risuzu bilang, soalnya dia memang bekerja dan punya hasil.

 

Tapi tetep aja...... masak itu gimana caranya?

 

Takut salah ukur malah jadi aneh nanti.

 

Saat aku lagi bingung, tiba-tiba ada suara langkah kaki yang ceria mendekat.

 

Suara langkah kaki ini, sepertinya Nonoa. Aku langsung mengangkat kepala, dan bener aja, Nonoa udah ada di depanku. Dengan senyum manis dan imut, dia menatapku.

 

"Nene, lagi ngapain?"

 

"Aku lagi nyoba masak makan siang...... Tapi bingung mau masukin bumbu seberapa."

 

"Ehm, aku juga gak terlalu ngerti, tapi kalau masukin banyak hal yang enak, pasti jadinya juga enak!"

 

"Masukin banyak hal yang enak......?"

 

"Iya! Kayak kalau nyampurin kue ke dalam kari, pasti jadinya lebih enak!"

 

"Wow, bener-bener seperti malaikat...! Ide yang jauh melampaui manusia... Aku aja nggak bisa kepikiran, idenya seperti diberi inspirasi oleh dewa... Memang bener malaikat!"

 

"...Niichan, kamu terlalu suka sama Nonoa-chan sampai otak kamu jadi aneh."

 

"Apa yang kamu omongin. Di depan keimutan Nonoa-chan, siapa saja pasti nggak bisa bertahan kewarasannya."

 

"...Ya, iya juga sih. Nonoa-chan malaikat."

 

Ketemu teman sejiwa, aku langsung berdiri, bertatapan mata sama Risuzu dan berjabat tangan dengan kuat.

 

Langkah demi langkah, ikatan sebagai kakak-adik semakin terjalin.

 

...Tiba-tiba aku mikir, "Eh? Aku jadi makin nggak guna ya?" Tapi aku biarkan saja itu pikiran sebagai halusinasi. Kalau aku sampai jadi orang aneh, orang normal akan punah dari dunia ini.

 

"...?"

 

Ketika berhenti berjabat tangan dan lepas tangan, Risuzu melihat tangannya sendiri dan seperti lagi memikirkan sesuatu.

 

Tanganku, mungkin sedikit berkeringat? Kayaknya dia lagi bingung.

 

Mendadak menjadi malu, aku mencoba ganti topik dengan ngomong kuat sebagai pemimpin Karasu no Tomariki.

 

"Oke! Ini juga quest! Kita bertiga bakal bikin oyakodon yang enak!"

 

"........."

 

Iya, bener. Aku tahu kok.

 

"Jadi ini, oyakodon yang kita bikin bersama-sama..."

 

Pas liat empat porsi oyakodon yang disusun di meja, Rinka yang duduk di kursi kayak lagi merenung dan bilang gitu. Secara pribadi, aku rasa tidak terlalu buruk sih.

 

Ukuran daging ayamnya acak-acakan, ada yang cukup sekali suap dan ada yang butuh lebih dari dua suap, tapi setidaknya matang.

 

Telurnya juga di beberapa bagian gosong dan jauh dari warna keemasan, tapi setidaknya matang.

 

Bahkan nasi, walaupun salah mengukur jumlah air jadi terlalu banyak dan jadi agak lembek, tapi setidaknya dimasak sampai selesai.

 

...Terburuk ini. Sama sekali tidak keliatan enak.

 

Rinka tidak mengomel, tapi ketika liat oyakodon yang disodorkan di depannya, dia mencibir. Ya iyalah. Bagi orang yang sampe bilang masak itu hobinya, pasti tidak mau memakan makanan seburuk ini.

 

"Maaf ya... Aku salah ngukur airnya..."

 

"...Bukan salah Nonoa-chan. Itu salah aku dalam mengambil keputusan."

 

"Risu-oneechan nggak salah kok. Aku yang..."

 

"...Nggak, kalau airnya banyak, aku pikir nasi bisa mengembang lebih banyak jadi bisa makan lebih banyak, itu salahku."

 

Ini bener-bener kesalahan Risuzu. Seharusnya aku yang cek dari awal.

Aku yang bertanggung jawab atas semua pekerjaan yang melibatkan pisau dan api, dan pekerjaan yang risikonya lebih rendah aku serahkan ke mereka berdua. Jadi ya... ini tanggung jawab kita bertiga.

 

"Kalian bertiga sudah berusaha keras. Aku nggak nyangka bisa sampai sejauh ini."

 

"...Kamu nggak berharap banyak?"

 

"Orang-orang yang baru pertama kali masak, aku nggak nyangka bisa sampai segini. Aku lagi muji loh."

 

"……Kita keren ya? Gyuhahaha."

 

Dengan senyuman lembut, kami bertiga lega.

 

Ada satu orang yang ketawa kebangetan...

 

"……Nonoa-chan. Ayo makan bareng di kamarku."

 

"Nggak makan bareng aja di sini?"

 

"……Aku lagi pengen berdua aja sama Nonoa-chan."

 

"Eh, umm... oke deh."

 

Keduanya membawa oyakodon mereka di nampan menuju lantai dua.

 

"Jangan-jangan Risuzu――"

 

"……Aku cuman mau monopoli malaikat."

 

Tanpa menoleh ke kami, Risuzu membawa Nonoa naik tangga. Pasti dia memberi perhatian...

 

Ini waktu berdua buat aku dan Rinka.

 

"Ayo makan, Kazuto."

 

"U, un."

 

Diundang dengan senyuman, aku duduk di sebelah Rinka. Melihat donburi di depanku, aku sadar betul perbedaan masakan Rinka.

 

"Kayaknya aku gak bisa ngelawan Rinka-san deh. Bukan cuman rasanya, tampilannya juga beda banget."

 

"Yang penting itu niat orang yang masak. Dari masakan ini, aku bisa ngerasain perasaan Kazuto dan anak-anak itu. Lihat, keliatan enak kan."

 

Sambil melihat donburi yang jelas-jelas gagal, dia ngomong dengan penuh kasih sayang, seperti mengasuh anak sendiri.

 

Ah, ini dia Mizuki Rinka. Yang penting bukan bentuknya.

 

Dia selalu mengutamakan esensi, dan mempertimbangkan perasaan orang lain sampai dia bisa senang.

 

Ada wanita secharming ini lagi tidak ya?

TLN : Aku mw satu.

 

"Rinka-san……! Aku bener-bener senang bisa jadi pacar Rinka-san……!"

 

"Fufu, ngomong apa sih kamu. Kita bukan pacar, kita suami istri."

"Ah, iya."

 

Itu juga bagian dari Rinka.

 

"Nee, Kazuto. Hari ini sehari… boleh manja, kan?"

 

Bukan gugup, tapi malu. Rinka yang pipinya merah meminta dengan hati-hati.

 

"Tentu saja. Bukan cuman hari ini, kalau ada yang kamu mau, aku bakal lakuin apa saja."

 

"Eh, apa saja?"

 

"Dalam batas wajar ya."

 

"…………Iya."

 

Rinka yang matanya berkilau kehilangan cahayanya seketika. Kenapa dia keliatan kecewa gitu. Mungkin dia mengumpulkan keberaniannya, dia meminta sambil mengambil sumpit.

 

"Aku pengen kamu nyuapin aku.”

 

"Disuapin, ya……"

 

"Gak boleh…?"

 

Rinka dengan mata berkaca-kaca menatapku langsung. Ini tidak bisa, kelewat lucu.

 

"I, iya boleh. Pasti boleh dong."

 

"Terima kasih... memang suamiku ya. Aku sangat mencintaimu."

 

"――"

 

sangat mencintai begitu saja membuat jantungku berdebar kaget. Mungkin suatu hari nanti aku bisa mati terkejut.

 

Aku mengendalikan sumpit dengan tangan kanan yang sedikit bergetar, mengambil daging ayam yang terbungkus telur.

 

"Nn..."

 

Dengan mata tertutup, Rinka membuka mulutnya ke arahku. Wajahnya yang seperti itu juga lucu... Aku tidak tahu mengapa dia menutup matanya.

 

Dengan berdebar-debar dalam berbagai cara, aku membawakan daging ayam itu ke mulutnya.

 

Setelah dia makan, aku menarik sumpit dan menunggu reaksi Rinka.

 

Setelah selesai makan dan menelan, Rinka perlahan membuka matanya dan berkata dengan senyuman, "Ini sangat lezat." Aku lega mendengarnya. Rupanya tidak ada masalah dengan rasa.

 

"Boleh aku minta lagi?"

 

"Oke."

 

Aku terus memberinya makan oyakodon.

 

Dia makan dengan sangat lezat, jadi perasaanku berubah dari cemas menjadi senang. Aku merasa bisa mengerti sedikit tentang perasaan Rinka menikmati masakan.

 

Hanya dengan mendengar orang yang kusayangi mengatakan enak saja sudah cukup membuat hatiku penuh.

 

"Ah, maaf. Aku aja yang makan."

 

"Gapapa, jangan khawatir."

 

"Gak bisa begitu... nah, ayo, ah."

 

Kali ini Rinka mengambil daging ayam dengan sumpit dan mengarahkannya ke mulutku.

 

Ini... berarti kita akan saling memberi makan!?

 

"Kazuto, cepat."

 

"Ah, ah――"

 

Dengan tergesa-gesa aku makan daging ayam di depanku. Aku mengunyah, tapi rasanya seperti bukan masakanku sendiri. Tidak buruk. Bisa dimakan dengan normal.

 

"Giliranku sekarang."

 

Dan begitu terus kami bergantian memberi makan satu sama lain. Sejujurnya, kecepatan makannya sangat lambat.

 

Tapi, itu tidak masalah. Karena kami menikmati waktu berdua sepenuhnya.

Makan bukan tujuan utama, tujuannya adalah saling memberi makan dan bercengkerama ――.

 

Ya, inilah namanya kekasih!

 

Persis seperti yang dibayangkan olehku, seorang pecandu game online...!

 

"Kenapa, Kazuto. Kenapa wajahmu kayak gak terurus gitu?"

 

"Tidak, rasanya seperti kekasih."

 

"Bukan kekasih, tapi suami istri. Itu juga suami istri yang sangat mencintai."

 

“Tapi, suasana polos ini…bukannya rasanya kita cuman sepasang kekasih, yang canggung saling nyuapin?”



"…………"

 

"Aku, aku selalu rindu sama hal kayak ini…………Ah, giliranku sekarang ya."

 

Aku dengan mulut terbuka menunggu. Namun———.

 

"…………Sudah cukup."

 

"Eh!"

 

"Ayo berhenti."

 

"Ke-kenapa!?"

 

Rinka yang merajuk, mempertajam bibirnya dan memalingkan wajahnya ke samping.

 

Kenapa……? Ah, mungkin.

 

"Karena aku bilang suasana seperti kekasih……kamu jadi marah?"

 

"Berapa kali harus dibilang biar kamu ngerti. Kita ini suami istri. Aku pengen kamu sadar kalau kamu itu suami."

 

"So-soal itu, walaupun kamu bilang begitu……"

 

"Sebenarnya, aku pengen kamu memakai cincin pernikahan. Kalau nggak, wanita lain nanti bakal ngedeketin Kazuto."

 

"Itu gak akan terjadi."

 

"Terjadi, dong. Kamu kan didekati di kolam renang?"

"Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, itu karena Nonoa-chan yang didekati……"

 

"Jadi kenapa mereka juga tertarik sama kamu? Dari apa yang kudengar, mereka manfaatin Nonoa sebagai cara buat deketin kamu dan berpura-pura memanjakannya."

 

"Eh…………"

 

Lebih dari marah, dia tampak merajuk. Mungkin ini yang disebut cemburu……?

 

Senang rasanya dikasih perhatian sebanyak ini, tapi kadang-kadang aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi.

 

"Udah aku bilang sebelumnya, Kazuto harusnya sadar kalau dia itu menarik. Sebagai istri, aku merasa sangat gak aman. Aku gak tahu gimana harus ngehadepin suami yang menarik."

 

"Rinka-san juga……aku rasa kamu juga gak sadar sama omongan kamu sendiri."

 

Bicara diputarbalikkan dan disalahkan sepihak, jadi aku membalas.

 

"Aku?"

 

"Ya. Rinka-san itu idola populer, pastinya menarik, kan? Dari laki-laki di seluruh negara……"

 

"Apa pun yang dikatakan pria mana pun kepadaku, cintaku pada Kazuto gak bakal berubah."

 

"Aku juga sama. Tapi, kadang-kadang aku berpikir. Aku pengen Rinka-san jadi idola cuman buat aku, aku pengen milikin kamu sendiri―――ah, eh, bukan berarti aku pengen kamu berhenti jadi idol! Aku juga suka Rinka-san yang berusaha keras…………Rinka-san?"

 

Saat aku merenungkan apa yang baru saja kukatakan dan mencoba untuk tetap tenang dan memperbaiki situasi, aku menyadari bahwa reaksi idola cool di hadapanku itu aneh.

 

Dia tampak bingung pada awalnya, tapi perlahan-lahan mulutnya mulai mengendur.

 

Itu, senyum yang tak bisa ditahan.

 

Senyuman Rinka sudah sering kulihat beberapa kali, tapi ini pertama kalinya aku melihatnya tersenyum begitu terang.

 

"Jadi, begitu ya. Suami yang terlalu mencintai istrinya, itu sudah kuketahui, tapi gak nyangka kamu pengen milikin aku sendiri…….Ah, aku yang mikirin berbagai hal malah jadi kerasa konyol."

 

"Itu, Rinka-san? Kamu kebanyakan tersenyum……"

 

"Tersenyum? Aku? Gak mungkin."

 

Rinka segera kembali ke wajah datar. Namun, pada saat berikutnya, mulutnya kembali melunak.

 

"Ah, kamu tersenyum lagi."

 

"Nggak."

 

"Iya."

"Nggak tuh. Lihat nih...!"

 

Rinka menarik kedua pipinya ke samping dengan keras, memaksa wajahnya menjadi aneh. Perlu segitunya?

 

"Eh, mukamu... lucu sih."

 

"Wahyahihaniniyahahahini. Kuruehayaihyorufahfahono."

 

"Aku nggak ngerti apa yang kamu bilang...!"

 

Idol cool yang berusaha keras bertingkah lucu itu.

 

 

Hari berlalu dengan damai dan malam pun datang. Aku yang rajin melakukan pekerjaan rumah, sementara urusan pakaian diserahkan kepada Risuzu. Aku memang ngga punya keberanian untuk menyentuh pakaian dalam wanita. Risuzu tampak kesulitan menggunakan mesin cuci, tapi Rinka dengan sabar mengajarinya.

 

Akhirnya, beban itu... pikirku, tapi mengajari Risuzu sepertinya menyenangkan bagi Rinka, yang selalu tersenyum. Dan untuk makan malam, kami memesan pizza. Bukan malas, tapi lebih pada keputusan yang praktis. Karena sudah kelelahan sejak siang.

 

Yah, Nonoa senang seperti ada pesta, jadi tidak masalah.

 

Kami sibuk dengan pekerjaan rumah sampai akhirnya bisa bertahan sampai waktu mandi. Hari ini benar-benar berakhir. Bisa menghabiskan waktu dengan santai bersama Rinka sampai tidur...

 

"Piyama Nonoa-chan... gak peduli berapa kali aku ngeliat, tetap aja lucu...!"

 

"Risu-oneechan juga lho, lucu banget!"

 

"Dipuji sama malaikat...! Berarti aku orang paling lucu se alam semesta."

 

Kedua orang yang baru saja mandi terlihat akrab saat mereka naik ke lantai dua. Sepertinya mereka mandi bersama. Giliranku dan Rinka untuk mandi. Aku pikir tidak apa-apa kalau aku yang terakhir, jadi aku santai di sofa ruang tamu sambil membaca situs panduan  Black Plaindi smartphone.

 

"Kazuto, bagaimana menurutmu?"

 

"Eh, apa?"

 

Aku menoleh karena dia berbicara denganku. Wajah Rinka sudah merah padam, seakan ingin bertanya, "Kamu kepanasan?" Dia tampak gugup, bergerak-gerak, dan terlihat kesulitan berbicara sambil sesekali melirik wajahku.

 

"Kamu masih inget gak janji yang kita buat sebelumnya?"

 

"Janji?"

 

"Iya. Saat aku nyuci rambut sama punggungmu itu... janji..."

 

"Um, kita buat janji apa ya?"

 

"Bukan janji sih... tapi, mungkin aku juga pengen Kazuto nyuci rambut sama tubuhku..."

Suara Rinka semakin kecil, tapi aku mengerti apa yang dia maksud. Kami memang pernah bicara tentang hal seperti itu. Aku mulai ingat, dan menyadari apa yang dia minta membuatku terkejut.

 

"Hari ini, boleh manja-manjaan kan?"

 

"Ya, um..."

 

"Kita kan ngga bisa keluar bersama, kan? Jadi, setidaknya di dalam rumah aja... gitu pikirku."

 

"Rinka-san..."

 

Memang bener kata dia. Kami baru mulai pacaran dan ini adalah liburan musim panas pertama kami, tapi kami belom sempet melakukan apa-apa yang nyata. Tidak, malah tidak bisa.

 

Rinka selalu sibuk. tapi meskipun tidak sibuk juga susah buat kita keluar bareng.

 

Jadi paling tidak, pengen bisa ngelakuin acara di dalam rumah... itu aku bisa mewujudkannya.

 

"Apalagi aku, sampai akhir liburan musim panas... kemungkinan besar enggak bisa punya banyak waktu luang. Hari ini juga punya arti sebagai hari libur sebelum masa sibuk yang akan datang."

 

"Oh, gitu ya..."

 

"Tapi, sebagai pasangan suami istri, masuk ke kamar mandi bareng itu hal yang wajar kok. Aneh kalau selama ini kita mandi malah terpisah."

 

Rinka memerah mukanya karena malu dan canggung, tapi pada akhirnya dia berbicara dengan nada yang lebih tegas. Sepertinya meski dia berpura-pura jadi istri, rasa malunya tetap ada.

 

Aku ingin jadi dukungan buat Rinka sebisa aku. Masalahnya adalah akal sehatku.

 

Rinka ingin bersama aku dalam arti yang murni.

 

Aku juga merasa sama, tapi sebagai pria yang lagi pubertas, ada bagian dari aku yang tidak bisa nolak itu.

 

Aku harus bisa melakukan ini tanpa mengecewakan perasaan Rinka.

 

Terakhir kali akal sehatku hilang, Rinka bilang "masih terlalu cepat buat itu"... Kalau aku benar-benar minta, mungkin Rinka akan menerima.

 

Tapi itu salah.

 

Kita harus menunggu sampai kita sama-sama tidak peduli lagi---

 

"Kazuto, kamu kenapa? Kamu enggak mau masuk kamar mandi bareng aku...?"

 

Suara dia bergetar sedikit, matanya penuh dengan ketidakpastian. ...Aku, sebagai pacarnya, harus berusaha lebih keras.

 

"Enggak, enggak sama sekali. Ayo masuk bareng."

 

Ketika aku bilang begitu, Rinka jadi lega. Acara terakhir ini, aku akan tahan.

 

 

Di ruang ganti, aku telanjang dan ganti ke baju renang sambil tarik napas dalam-dalam. Rinka sudah di dalam kamar mandi.

 

Sebelumnya, kita pernah sekali mandi bareng di rumah keluarga Mizuki. Tapi waktu itu Rinka memakai baju.

 

Kali ini telanjang... telanjang beneran.

 

Aku sempat berpikir buat mematikan lampu, tapi takut malah jadi pegang-pegang yang aneh karena tidak terlihat, jadi aku urungkan.

 

"Tenanglah Kazuto. Kita ini pacaran, jadi enggak masalah... apalagi kalau kata Rinka-san, kita ini sudah kayak suami istri... yah, biasa aja."

 

Aku berusaha keras meyakinkan diri sendiri buat menenangkan jantung yang berdebar kencang.

 

Aku tarik pintu dengan hati-hati, dan yang terlihat adalah Rinka yang duduk di kursi mandi di depan shower--- punggungnya yang putih dan rambutnya yang terurai. Punggungnya lurus dan cantik.

 

"---"

 

Aku bisa merasakan detak jantungku melonjak dalam sekejap.

 

"Ka-Kazuto?"

 

Tanpa menoleh, Rinka bertanya. Aku bisa tahu dia juga tegang dari suaranya yang sedikit bergetar. Aku juga tidak bisa menyembunyikan keteganganku dan dengan suara gemetar aku menjawab "iya."

Aku melangkah masuk ke kamar mandi, menutup pintu, dan dengan jarak yang cukup aku menempatkan kursi mandi di belakang Rinka lalu duduk. Kami berdua diam tanpa bergerak.

 

"Lebih... tegang dari yang kukira."

 

"Padahal dulu biasa aja."

 

"Eh, waktu itu kan... situasinya beda banget."

 

Memang sih. Sambil mengangguk-angguk, aku memperhatikan belakang kepala Rinka, dan melihat telinganya sampai merah merona. Padahal malu-malu gitu, tapi dia mau saja melakukan hal-hal sebagai suami istri.

 

"Jadi, jadi... boleh minta tolong keramasin gak?"

 

"O, oke...!"

 

Sambil berusaha tidak memandang Rinka, aku mengambil botol sampo yang diletakkan dekat shower, menekan pompanya, dan meneteskan isinya ke tanganku. Itu sampo plus conditioner.

 

Berdiri di belakang Rinka, aku menyentuh kepala dia sambil berpikir, "Ternyata begini ya pusar rambut Rinka-san~" seolah-olah mencoba melarikan diri dari kenyataan.

 

"Ah!"

 

"Rinka-san? Kamu baik-baik aja?"

 

"Eh, iya, aku baik-baik aja kok. Cuman kaget aja."

 

"Oh gitu... Yaudah, aku lanjut ya."

 

Gimana ya cara mencuci rambut wanita dengan benar? Sambil merenungkan pertanyaan itu, aku berhati-hati agar kuku tidak terasa tajam saat mencuci kepala Rinka. Rambutnya lembut, jari-jariku bisa lewat tanpa ada yang mengganjal. Nyaman untuk dipegang. Eh, tapi ini bukan waktu aku yang harusnya menikmati.

 

Dengan niatan memberikan dia relaksasi setelah lelah sehari-hari, aku mencuci rambutnya dengan telaten. Setelah merasa cukup, aku membilasnya dengan shower dan menyadari kalau aku sendiri sudah berkeringat. Mencuci rambut wanita ternyata cukup melelahkan... Aku jadi terlalu fokus sampai lupa diri.

 

"Terima kasih, Kazuto. Rasanya sangat nyaman."

 

"Oh gitu, syukurlah."

 

"Selanjutnya, tolong cuci punggungku ya."

 

"............"

 

Sambil menyiapkan handuk yang sudah diberi sabun cair, aku menatap punggung putih yang ada tepat di depanku, dan sekali lagi jantungku berdebar. Garis tulang belikat yang membulat, dan garis yang mengalun ke bawah menuju ke...

 

"...Kazuto?"

 

"Ah iya!"

 

Ini pertama kalinya aku melihat punggung wanita dari jarak dekat, tapi yang terlintas pertama kali adalah betapa indahnya.

Harus hati-hati jangan sampai pandanganku melorot ke bawah!

 

Dengan berusaha tidak melukai kulitnya, aku menggosok punggung Rinka dengan handuk badan. Setiap kali aku menggosok, dia mengeluarkan suara yang agak... seksual, "Huh, hmm... hmm," membuat kepalaku terasa dingin.

 

Aku mencoba untuk tidak berpikir apa-apa saat mencuci punggungnya. Setelah selesai, seperti biasa Rinka berbicara tanpa menoleh.

 

"Bagian depan... mau gak?"

 

"Itu, sebaiknya kamu aja yang nyuci sendiri."

 

"Tapi, kita kan suami istri, gak perlu malu... Tapi aku gak bisa maksain kamu juga sih. Bagian depan... aku aja yang cuci."

 

Apa-apaan itu... Sambil bengong, aku heran tapi Rinka malah menyerahkan handuk badan ke tanganku dari belakang. Aku juga ingin mandi.

 

"Rinka-san, aku juga mau cuci badan... boleh gak aku ke samping?"

 

"Silakan... kalau kamu mau."

 

Suaranya serak dia terdengar. Dia menjadi gelisah.

 

Aku pindah ke sebelah Rinka, pertama-tama aku berniat untuk mencuci kepala dan mengambil sampo. Tepat di sampingku, Rinka... yang tidak mengenakan pakaian. Tenang, aku terus mengulang dalam hati dan mulai mencuci kepala.

 

Perasaanku seperti mesin. Hampir seperti beroperasi secara otomatis, aku selesai mencuci kepala dan juga mencuci tubuh.

 

Aku merasakan tatapan dari sebelah dan tanpa sadar aku memalingkan wajahku. Mataku bertemu langsung dengan Rinka.

 

"Ah, itu... kamu pakai baju renang ya... itu curang."

 

"Eh, maaf..."

 

Entah kenapa aku jadi minta maaf. Aku menahan pandanganku yang ingin melihat ke bawah dan membiarkannya mengambang di udara.

 

"Yuk, masuk ke dalam bak mandi."

 

Begitu dia berbicara seolah-olah ingin berdiri, aku segera mengalihkan wajahku kembali ke depan.

 

Aku mendengar suara air bergerak, jadi aku mencuri pandang ke arah bak mandi. Rinka duduk kecil di sudut. Dia menunduk sehingga aku tidak bisa melihat ekspresinya. Mungkin untuk mencegah rambutnya terendam, dia mengikat rambutnya.

 

"Ayo, Kazuto, cepetan."

 

"Ya, ya..."

 

Aku tidak punya keberanian untuk mendekatinya. Dari sudut pandangku, Rinka ada di sisi kanan, jadi aku pindah ke sisi kiri dan memasukkan kakiku ke dalam bak mandi. Aku perlahan-lahan merendam tubuhku ke dalam air, menghadap Rinka yang menunjukkan punggungnya. ...Memang memalukan. Padahal aku ini orangnya aktif tapi malu-malu.

Sangat malu tapi berusaha bertindak seperti pasangan suami istri membuat semuanya jadi tidak sinkron. Seperti itu juga sebelumnya.

 

"Boleh gak aku ke sana?"

 

"Eh---"

 

Aku tidak sempat menjawab. Rinka mendekat dengan punggungnya masih menghadapku.

 

Seketika, pinggang Rinka menyentuh kakiku. Dan kemudian, dia bersandar padaku. Kepala belakang Rinka bersandar di dadaku. Ini... masalah ini.

 

Bukan panasnya air yang membuat otakku meleleh. Dan Rinka, seolah bisa merasakan kegelisahanku, berkata...

 

"Ka, ka, kamu... gugup ya? Fu, fu... padahal kita suami istri... e, aneh ya, su... suami yang...!"

 

Dia lebih gelisah daripada aku, tidak bisa berbicara dengan benar.

 

"Rin-Rinka-san juga gugup kan. Telingamu... merah banget."

 

"---. Itu karena... air panas."

 

Dia berpura-pura kuat di saat yang aneh. Aku sudah tidak punya kekuatan untuk berpura-pura lagi. Sekarang aku tidak tahu apakah aku malu, gugup, atau rasionalitasku hampir hancur... Aku bahkan tidak bisa membedakannya.

 

Pikiranku kacau. Kepalaku pusing.

 

Dalam kehangatan yang luar biasa ini, tiba-tiba Rinka berkata.

 

"Satu lagi, mimpi jadi nyata."

 

Suara yang berbeda dari sebelumnya, lebih tenang. Dia jujur mengakui situasi saat ini. Aku juga terpengaruh dan sedikit mendapatkan kembali ketenanganku.

 

"Mimpi?"

 

"Iya, mimpi mandi bersama dengan orang yang aku cintai... Dengan Kazuto, hidupku menjadi semakin kaya... Aku cinta kamu, lebih dari kata-kata bisa ungkapkan... Aku cinta kamu."

 

"---"

 

Terlalu murni. Aku merasa ingin memeluknya sekarang juga. Tapi ini tidak baik.

 

"Kita harus mandi bareng lagi kapan-kapan."

 

"I-Iya."

 

"………?"

 

Tanpa menoleh, Rinka merasa bingung dengan jawaban robotikku. Kalau akal sehat bisa meleleh, maka ego juga harus bisa dilelehkan.

 

Sekarang aku cuman objek berbentuk manusia.

 

Matikan kesadaranmu——.

 

……….

Berapa menit lagi waktu berlalu, ya?

 

"Kazuto. Sudah mau naik?"

 

"……Aku, mau berendam sedikit lagi."

 

"Oke, aku naik dulu ya……eh, tapi kamu harus menutup matamu sekarang."

 

"O-okee."

 

Begitu aku menutup mata dengan erat, aku merasakan beban di dadaku terlepas.

 

Rinka pasti berdiri, suara air terpercik terdengar, dan percikan air menyentuh wajahku.

 

Dan suara pintu membuka dan menutup bergema di dinding kamar mandi——suasana tenang mulai mengalir.

 

"………Huh."

 

Aku bertahan, aku menunjukkan bahwa aku bisa bertahan. Meskipun terlambat, mungkin berpacaran dengan Rinka itu sulit.

 

Meski kata-kata sayang sering keluar, hati yang murni malah tidak membawa ke arah seksual…….

 

Ini semacam siksaan.

 

"Kalau aku bukan orang yang kecanduan game online……akal sehatku pasti sudah hilang."

 

Hanya karena aku terus berhadapan dengan komputer seperti seorang biksu, itulah mengapa kekuatan mental ini terasah.

 

Aku harus percaya diri.

 

 

Merasa hampir pingsan karena berbagai alasan, aku merasakan kehadiran Rinka menghilang dari ruang ganti. Aku mengintip melalui pintu untuk memastikan tidak ada siapa-siapa, dan dengan lega aku keluar dari kamar mandi. Kalau tidak hati-hati, bisa jadi adegan dewasa tadi……

 

Aku menyeka kepala dan tubuh dengan teliti, lalu berganti ke pakaian santai.

 

Untuk mengambil minuman, aku menuju ke dapur tempat kulkas berada.

 

"Oh, Risuzu."

 

Ternyata Risuzu juga ada urusan, dia sedang membuka pintu kulkas saat aku datang.

 

"…Kamu juga datang buat ambil minuman abis mesra-mesraan di kamar mandi sama Rinka-san?"

 

"J-Jangan bilang-bilang gitu dong...! Aku malu."

 

"………"

 

"…Risuzu?"

 

Aku pikir dia akan mengatakan sesuatu lagi, tapi Risuzu hanya menatap ke dalam kulkas tanpa berkata apa-apa.

 

"Kenapa? Kok nggak kayak biasanya."

 

Waktu aku bingung, tiba-tiba saja Risuzu sepertinya sudah membulatkan keputusannya dan mengangkat muka, melihatku langsung dan berbicara dengan jelas.

 

"......Malam ini, aku mau kamu tidur sama Rinka-san."

 

"Eh, apa? Tidur sama...eh?"

 

"......Rinka-san itu, sebenernya dia nyembunyiin dari niichan, tapi...dia itu udah capek banget keliatannya."

 

"Ah, aah......"

 

Mungkin karena kejadian di kamar mandi tadi masih kebayang, aku jadi kepikiran hal-hal yang aneh-aneh. Risuzu yang tidak menyadari aku sedang memikirkan itu, terus melanjutkan omongannya.

 

"......Bukan cuman fisik, secara mental juga dia capek banget."

 

"Mental?"

 

"......Iya. Semakin terang cahayanya, semakin pekat juga kegelapannya."

 

"Kayak anak SMP banget ngomongnya."

 

"......Bukan anak SMP."

 

"Jangan-jangan, masalah antis gitu?"

 

Prediksi aku sepertinya tepat, Risuzu langsung angguk-angguk.

 

"......Di mana-mana juga sama...semakin populer, semakin banyak juga yang kritik. Kasus Rinka-san, mungkin karena dia selalu tampil kuat, jadi kritiknya lebih banyak."

 

"Yang merasa terkesan sama sikap kuatnya juga lebih banyak kan?"

 

"......Iya. Tapi, kritik dan omongan jelek itu lebih menonjol di dunia manusia... suara yang menolak itu lebih besar."

 

"......"

 

Aku kehilangan kata-kata karena cara dia ngomong yang kayaknya penuh pengalaman.

 

Risuzu bilang kadang-kadang SNS bisa panas karena performa.

 

Meski itu bagian dari karakter, tapi pasti sering kena kritik juga. Omongannya berbobot banget.

 

"......Kadang-kadang, sampai ada rekan sekerja yang nyindir atau iri."

 

"Rekan sekerja itu, idol lainnya? Kenapa bisa gitu..."

 

"......Ada masa-masa kita nyaris bubar, tapi StarMains berhasil ngelewatin itu. Jadi, banyak yang mikir macem-macem. Apalagi Rinka-san itu kan genius......"

 

"Iya sih."

 

Rasanya seperti mendengarkan cerita belakang layar. Dunia yang aku lihat dari luar saja tidak bisa membayangkan gimana sebenarnya. Tapi, kalau dipikir-pikir dari sisi psikologi manusia, ceritanya bisa dimengerti.

 

Kayak, ada orang yang cuman belajar dikit tapi pas tes dapet nilai tinggi. Sedangkan aku, sudah belajar mati-matian tapi pas-pasan aja nilainya... Pasti ada rasa iri atau dengki yang muncul.

 

"......Rinka-san itu gampang banget jadi sasaran. Apalagi belakangan ini lagi naik daun."

 

"Padahal keliatannya tipe yang nggak peduli sama antis."

 

"......Dari luar mungkin keliatannya nggak peduli. Tapi, dia itu tipe orang yang baca semua komentar tentang dirinya. Jadi, dia nggak bisa nggak peduli."

 

"…………"

 

"......Rinka-san itu yang paling lemah sama kritik di StarMains."

 

Risuzu membicarakan fakta. Sebagai anggota grup yang sama...omongannya sangat berat.

 

"Aku sama sekali nggak nyangka bakal kayak gitu."

 

"......Dulu, aku pernah ngeliat Rinka-san secara kebetulan lagi nangis sembunyi-sembunyi. Orang yang kuat tapi lemah."

 

"Berlebihan kata-katanya. Tapi kalau apa yang diomongin kamu itu benar, mungkin itu ekspresi yang tepat."

 

"......Yang bisa paling menyembuhkan Rinka-san cuman niichan."

 

"Jadi, kamu mau tidur bareng malam ini?"

 

"......Iya. Kalau tidur sama orang yang disukai, aku merasa sangat bahagia."

 

"Iya."

 

"......Dalam kasus Rinka-san, terutama begitu. ......Ah, tapi, tapi......eh, ehh, tentang hal-hal mesum......belum mau ya."

 

"O, oke......!"

 

Saat Risuzu, yang wajahnya memerah seketika seperti pemanas air, berkata sambil gemetar, aku mengangguk dalam-dalam. Perasaannya sangat terasa.

 

Dan aku jadi tahu, banyak hal tentang Rinka yang belum aku mengerti.

 

Wajar saja ada pengalaman yang tidak bisa kami bagi bersama, karena kami tidak bisa melakukan aktivitas idola bersama. Rasa frustrasi itu mulai memenuhi dadaku.

 

"Ah, Kazuto-oniichan! Boleh nggak, hari ini aku tidur sama Kazuto-oniichan?"

 

Tiba-tiba, Nonoa muncul dan menempel erat di kaki kananku. Benar-benar muncul tiba-tiba...

 

"......Nonoa-chan. Hari ini aku pengen kamu tidur sama kamu."

 

"Boleh!"

"Eh, bisa ganti pikiran gitu aja? Yah, anak-anak memang begitu ya."

 

Lagipula, Nonoa dan Risuzu kelihatannya memang akrab......

 

"......Niichan, tolong jaga Rinka-san ya. Jadi......hehe, malam berdua dengan malaikat......hehe."

 

Risuzu yang tersenyum seperti penjahat sambil memegang tangan kanan Nonoa dan pergi. Itu kayak penculikan. ......Eh, tidak apa-apa nih? Harusnya panggil polisi tidak ya?

 

".........Yaudah, aku ke tempat Rinka-san dah."

 

Aku gugup kalau harus mengajak dari sini......tapi setelah Risuzu bilang segitu, aku tidak bisa mundur. Apalagi kalau Rinka lagi memaksakan diri.

 

Aku naik ke lantai dua dan berjalan sampai ujung koridor.

 

Kamar di depanku adalah kamar tidur ibuku. Sekarang adalah kamar Rinka.

 

"Rinka-san, boleh masuk?"

 

Sambil mengetuk, aku memanggil. Pintu terbuka, dan Rinka menampakkan wajahnya.

 

Dia mengenakan piyama. Kemeja lengan pendek warna biru dongker dan celana pendek putih. Mengenakan cardigan.

 

Setiap kali melihatnya, aku selalu berpikir, dia cantik.

 

"Ada apa? Ah......mungkin kamu mau tidur sama istri tersayang......begitu?"

 

"Iya."

 

"Ya kan, lain――――eh?"

 

"Hari ini......mau gak tidur di kamarku?"

 

"――――!"

 

Rinka menganga dan matanya terbelalak. Dia sangat terkejut......

 

"Kamu, Kazuto ngajak aku......ini pertama kalinya. Akhirnya terpesona sama pesona istri ya?"

 

"Bukan, dari hari pertama kita sekelas aku udah terpesona kok."

 

"O, oh......gitu......"

 

Rinka yang wajahnya merah merona, mulai menenangkan dirinya dengan mengelus-ngelus rambutnya berkali-kali.

 

Aku juga cukup tegang, mungkin karena mendengar cerita dari Risuzu. Sambil deg-degan, aku merasa bisa tetap teguh pada perasaanku.

 

"Rinka-san, sini."

 

"Eh, iya..."

 

Kenapa dia jadi formal gitu ya...?

 

Sambil bingung, aku lembut mengambil tangan Rinka dan berjalan menuju kamarku.

 

 

Setelah membawa Rinka masuk ke kamar, tercium aroma yang belum pernah aku cium sebelumnya.

 

Ini parfum? Tapi, aromanya tidak sekuat itu, rasanya jadi lebih enak.

 

Sepertinya aromanya merata di seluruh ruangan.

 

"Aromaterapi ya. Gak nyangka kalau kamu tertarik sama ini, Kazuto."

 

Rinka berkata sambil melihat ke beberapa batang stick yang diletakkan dalam sebuah botol di atas meja. Itu apaan ya...? Aku tidak ingat saat menaruhnya - Apa Risuzu ya yang naruh?

 

Tidak mungkin kalau bukan dia. Aku sedikit teringat, itu namanya reed diffuser. Dulu, sepertinya aku pernah lihat sebentar di internet.

 

"Yang siapin bukan aku. Pasti Risuzu."

 

"Dapat hadiah dari Risuzu ya... berarti kalian emang sudah deket banget."

 

"Iya sih. Walaupun sering cekcok."

 

"Hehe, itu mah tipikal dia."

 

Melihat Rinka tertawa, aku pun merasa... benar juga.

 

Dan aromaterapi ini, aku rasa bukan untukku, tapi untuk Rinka.

"Karena aromanya kali ya... jadi deg-degan, aneh rasanya."

 

Kata-katanya sepertinya tidak bohong. Dia terus gelisah sejak tadi.

 

Entah untuk menipu diri sendiri atau apa, Rinka dengan cepat melompat ke tempat tidurku.

 

Mungkin aku juga harus tidur. Aku membuka selimut dan berbaring di samping Rinka, lalu mematikan lampu dengan remote kontrol.

 

Saat itu juga, Rinka yang sudah bersiap langsung memelukku.

 

Cara pelukannya seperti koala, seperti yang biasa dilakukan oleh Nonna-chan.

 

Dia melingkarkan tangannya di leherku dan mendekat, mungkin untuk lebih dekat lagi, dia meletakkan salah satu kakinya di bawah badanku... Dari orang yang disukai, apalagi seorang idola populer, siapa saja pasti akan deg-degan.

 

Tapi aku saat itu, terkejut dengan betapa tenangnya hatiku menerimanya.

 

Mungkin karena aku sudah mendengar tentang Rinka dari Risuzu, dan juga aroma aromaterapi membuatku merasa lebih rileks.

 

Tapi, soal logika atau apapun, aku merasa sangat bodoh karena terlalu panik.

 

Bersama dengan orang yang disukai... tidak lebih dan tidak kurang.

 

Ya, aku memang deg-degan. Tapi aku tenang, bukan berarti aku benar-benar dalam keadaan normal.

"Kamu sekarang, kayak beda dikit."

 

"Eh, yang bener?"

 

"Kadang-kadang kamu nunjukin sisi yang lebih proaktif."

 

Lebih dari proaktif, aku merasa lebih seperti sudah pasrah.

 

"Ngabisin waktu sama suami kayak gini, sangat berharga waktunya. Bisa langsung ngerasain bau dan kehangatan orang yang sangat aku cintai…"

 

Dia terdengar rileks dan santai. Suaranya yang biasanya seperti bel berbunyi, sekarang terdengar lembut dan enak didengar di telinga. Yah, suara Rinka selalu terasa nyaman kapanpun aku mendengarnya.

 

"Jadi idol itu susah?"

 

"Ya. Ada kepuasannya sih…"

 

Dia bicara dengan nada yang agak ragu. Walaupun gelap dan aku tidak bisa melihat wajahnya, sepertinya dia membuat ekspresi pahit.

 

Dalam arti psikologis, aku tidak tahu apa kesulitan yang dihadapi Rinka.

 

Akhirnya, sebagai orang biasa, aku tidak bisa melihat atau mengetahui semuanya.

 

Maka dari itu, aku memutuskan untuk bertanya tentang hal yang selalu membuatku penasaran.

 

"Kenapa Rinka-san berusaha keras banget?"

"Karena aku bisa membuat semua orang tersenyum."

 

Dia menjawab langsung. Tidak ada keraguan, sangat Rinka sekali. Tapi, kata-kata berikutnya tercampur dengan keraguan.

 

"Akhir-akhir ini… aku ngerasa ragu."

 

"Ragu…?"

 

"Awalnya aku diajak sama Nana. Aku cuman ikut-ikut Nana… Tapi semuanya gak berjalan dengan baik dan aku jadi keras kepala. Aku maksa anggota grup buat berlatih dan mendorong diri sendiri…"

 

Sepertinya dia menggali emosi yang terpendam dalam-dalam saat dia mulai berbicara tentang perasaannya. Ini bukan karena dia ingin aku tahu apa yang dia pikirkan, tapi karena dia hanya ingin aku mendengarkan.

 

"Waktu itu, aku mulai bermain game online dan bertemu dengan Kaz. Perlahan-lahan, aku merasa lebih ringan… dan karir idolku mulai berhasil, membuat banyak orang bahagia. Itu menyenangkan… dan aku mulai ngerasain kepuasan."

 

Dia berbicara dengan semangat, tapi suaranya berubah menjadi lebih gelap dengan kata-kata berikutnya.

 

"Tapi sekarang… ada banyak suara yang gak mau ngeliat aku. Baru-baru ini, aku tahu dari suatu situs kalau sebagian orang memanggilku 'Idol Berwajah Dingin'. Yah, aku sadar kalau ekspresiku kurang, jadi aku gak terlalu mikirin."

 

Dia pasti memikirkannya. Faktanya dia membicarakannya sudah menunjukkan itu.

Dia mencoba membuat dirinya tidak peduli. Sebuah jenis akting. Dia sendiri mungkin tidak menyadari itu. Seperti yang Risuzu bilang…

 

"Banyak orang bilang nyanyian dan tarianku jelek, ada yang bilang popularitasku gak sebanding dengan kemampuanku… Aku tahu itu. Itu sebabnya aku masih berlatih keras."

 

Sekali emosi bocor, sulit untuk dihentikan. Rinka tidak berhenti bicara.

 

"Ada saat-saat ketika aku berpikir. Buat apa aku berusaha keras? Rasanya aku cuman terseret arus dan bergerak tanpa tujuan."

 

"Rinka-san…"

 

"Aku berusaha keras jadi diriku sendiri, dan akhirnya dikenal sebagai idol tipe cool. Tapi entah kapan, aku mulai maksa diriku buat mikir kalau aku itu idol tipe cool. Rasanya kayak diriku yang asli jadi topeng… Aku sendiri gak ngerti. Mungkin bisa dibilang Mizuki Rinka sedang memerankan Mizuki Rinka. Aku gak bisa nemuin perumpamaan yang tepat."

 

Rinka terus berbicara tanpa henti, dan di akhir dia tertawa kecil penuh dengan rasa mengejek diri sendiri.

 

Lalu dia berbisik, "Kazuto…" seolah-olah mencari pertolongan, dan memelukku lebih erat.

 

Kehangatan Rinka yang kurasakan melalui kain tipis itu, terasa seperti keinginan keras untuk hidup.

 

... ...Apakah ini masalah yang timbul karena mencari esensi yang murni?

Orang biasa tidak akan berpikir sampai segitu. Mungkin ada masa di mana mereka berpikir, tapi seiring waktu, mereka akan secara alami berhenti memikirkannya. Rinka juga mungkin akan jadi seperti itu, tapi sebelum itu, aku merasa dia akan kelelahan secara mental.

 

"...suu, suu..."

 

Suara nafas yang stabil terdengar dari sampingku. Sepertinya dia sudah tidur.

 

Kalau dipikir-pikir, Rinka sering tidur. Dan dia suka tidur di dekatku. Aku jadi ingat waktu sebelum kita pacaran.

 

Pertama kali Rinka datang ke kamarku, dia juga tidur di tempat tidur dengan nyaman.

 

Karena tidur itu membuat seseorang menjadi tidak berjaga, jadi mereka akan melakukannya di samping orang yang benar-benar mereka percayai...

 

"Aku nggak tau kesulitan jadi idol... maaf. Tapi, aku bisa liat kalau Rinka-san keliatan kesulitan. Makanya, aku akan jadi dukungan buat kamu. Aku akan selalu ada di sampingmu. Kalau kamu capek... boleh kok istirahat dari jadi idol, atau bahkan berhenti. Kita bisa nikmatin waktu santai bersama."

 

Tentu saja, tidak ada jawaban --.

 

"...Terima kasih. Aku mau coba bertahan sedikit lagi. Aku nggak mau... kalah..."

 

Sepertinya dia masih sedikit sadar. Dia menjawab dengan suara yang hampir tidak terdengar, lalu dia benar-benar tertidur.

...Siapa yang tidak mau dia kalahkan? Orang-orang di sekitarnya, atau dirinya yang sedang kesulitan?

 

Kadang-kadang aku liat artikel online tentang selebriti yang membuat keputusan menyedihkan karena difitnah dan disakiti. Itu membuatku cemas. Mungkin karena mereka mencari esensi dari hati, mereka menerima baik kebaikan maupun kejahatan. Mereka pasti lebih cepat mengalami kelelahan mental dibanding orang biasa.

 

Kekuatan dan kerapuhan, Rinka mempunyai keduanya.

 

Aktivitas idol itu memang berat.

 

Aku sempat sedikit riset. Ada pemotretan majalah dan gravure, dan jika populer, muncul di TV juga. Itulah yang sedang dialami Rinka. Tentu saja ada live dan event yang membuatnya harus ke berbagai daerah.

 

Apa yang bisa aku lakukan, ya?

 

Sambil mendengar nafas Rinka, aku jadi memikirkan hal itu...

 

 

Beberapa hari berlalu. Aku mulai merasa akhir liburan musim panas sudah dekat saat melihat kalender.

 

Sayangnya, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, Rinka benar-benar jadi sibuk.

 

Dia jarang di rumah. Pulang malam, dan tanpa ngomong sama kita, langsung mandi dan masuk kamar. Dan tidak keluar sampai pagi. Itu terjadi setiap hari.

Menurut Risuzu, ini adalah "tanda bahaya".

 

Dulu, saat Rinka hampir breakdown, dia cenderung ingin sendirian.

 

Hasilnya, dia jadi main game online lebih sering dan mentalnya stabil... itu bagus. Tapi, sepertinya kali ini tidak begitu.

 

Meski aku mencoba berbicara dengan Rinka, dia cuman menjawab "Aku baik-baik saja" dan tidak mau mendengarkanku.

 

Dia terlalu fokus pada hal yang di depannya dan nggak memperhatikan hal lain. Katanya, genius itu cenderung fokus pada satu hal, mungkin Rinka juga begitu?

 

Yang paling mengejutkan adalah sikapnya yang dingin. Ini pertama kalinya aku melihat Rinka seperti ini.

 

Tapi, Risuzu bilang dia sudah biasa.

 

Sebagai seseorang yang berjuang bersama dalam grup yang sama, dia pasti tahu berbagai sisi Rinka lebih dari aku.

 

"Dia juga telat lagi hari ini.”

 

Aku yang sedang menunggu kedatangan Rinka di sofa ruang tamu, menggumamkan sesuatu sambil melihat jam dinding bulat. Sudah berganti hari. Sudah larut malam.

 

"...Hmm."

 

Nonoa yang duduk di sebelahku, terlihat mengantuk dan kepalanya terangguk-angguk ke depan dan ke belakang.

Gadis kecil yang biasanya tidur jam 11 malam. Hari ini dia ingin menyambut Rinka, jadi dia berusaha tetap terjaga. Tapi, dia hampir tertidur.

 

"...Hehe, malaikat yang ngantuk... Imut banget."

 

Risuzu yang tampak malas, terus menerus memotret wajah Nonoa dengan smartphone-nya. Dia terlalu mesum sampai tidak bisa membela diri.

 

Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi aku mengerti perasaannya jadi aku tidak bisa menyalahkannya.

 

"Katanya dia bakal pulang sebelum hari berganti, jadi aku pikir sebentar lagi dia bakal datang..."

 

"...Rinka-san lagi latihan sendiri."

 

"Oh gitu..."

 

Dia khawatir tentang kritik yang dia terima dan berlatih keras.

 

Aku yang tidak tahu tentang kesulitan sebenarnya, tidak bisa sembarangan bilang "Jangan pedulikan kritik".

 

Saat aku merasa tidak berdaya, Nono Ai yang terlihat mengantuk mulai berbicara sambil menggosok-gosok matanya.

 

"Anuu, Rinka-oneechan sekarang... kayak dulu lagi..."

 

"Kayak dulu?"

 

"Unn. Tapi, kalau main game online dia jadi senyum lagi."

"...Jadi, Rinka-san jadi lebih baik mood-nya kalau main game online."

 

"Aku mengerti. Tapi, Rinka-san sekarang nggak punya waktu buat main game online, kan?"

 

"...Dulu, waktu dia belum se-terkenal sekarang, dia punya waktu buat main... Sekarang nggak mungkin."

 

"Iya juga sih. Ngomong-ngomong, Risuzu gimana?"

 

"...Kadang, ada waktu buat main. Niichan, aku benci pertanyaan itu."

 

"Maaf..."

 

Aku tau Risuzu juga anggota grup StarMains. Tapi, dia nggak keliatan sibuk sama sekali.

 

Maksudku, dia sering keluar rumah seperti Rinka, tapi selalu keliatan santai, jadi aku tidak yakin dia benar-benar sibuk. Ini juga bagian dari karakter Komori Risuzu, dan salah satu pesonanya, aku rasa.

 

Setelah percakapan itu, keheningan mulai mengalir.

 

Aku merasakan sesuatu yang aneh dan mengangkat wajahku sekitar sepuluh menit kemudian.

 

Diluar sana, malam yang tenang. Suara bising siang hari sudah hilang, suara kendaraan dekat rumah terdengar sampai ke ruang tamu. Aku yang berbeda dengan mereka, sudah terbiasa dengan suara itu, jadi tanpa sadar aku bilang, "Ah, Rinka-san pulang."

 

Mendengar suaraku, Nonoa terkejut dan mengangkat wajahnya.

 

"Eh, Rinka-oneechan di mana?"

 

"Dia mungkin akan masuk ke rumah sebentar lagi."

 

"Beneran? Yaudah, aku harus pergi."

 

Dengan loncatan dari sofa, Nonoa berlari kecil menuju pintu depan.

 

"...Aku juga ikut. Belakangan ini, aku nggak sempat ngobrol sama Rinka-san."

 

"Oh?"

 

"...Iya. Dia lelah dan akhir-akhir ini tidur lebih cepat."

 

Risuzu memang selalu pulang lebih cepat dari Rinka. Walaupun dalam grup yang sama, ternyata ada perbedaan popularitas yang terlihat jelas.

 

……huh!

 

“Aduh!”

 

Tanpa peringatan apapun, Risuzu yang menggembungkan pipinya, menendang tulang keringku dengan keras...

 

Apaan sih?”

 

“……Entah kenapa, aku kesal.”

 

“Udah mau aku bilang dari dulu, kalau kamu asal ngelakuin berdasarkan emosi dan nyakitin orang lain itu―――”

 

……Rinka-san, aku pergi sekarang ya?”

 

Mungkin buat menghindari ceramah, Risuzu langsung pergi tanpa liat aku dan lari kecil ke pintu depan.

 

…… Adik macam apa ini. Salah aku juga memikirkan hal yang tidak sopan.

 

“Aku juga ikut deh.”

 

Sebenarnya, tiap malam aku selalu nyambut Rinka. Hari ini ada Nonoa dan Risuzu, tapi biasanya hanya aku sendirian yang menunggu. Hanya ya itu……Rinka mengapa sangat dingin.

 

Ketika disambut, dia hanya bilang "Maaf. Aku mau mandi dulu. Terus aku mau belajar sesuatu……" lalu dia langsung memotong pembicaraan dan pergi.

 

Hari ini juga mungkin akan sama.……Aku khawatir.

 

Gimana kalau Nonoa dan Risuzu jadi tersinggung. Mikirnya sudah telat, tapi apa aku seharusnya menghalangi mereka.

 

Aku niatnya menghormati keinginan mereka dengan menunggu bersama…….

 

Ketika menuju pintu depan, Rinka yang baru masuk di sambut Nonoa dengan ceria, "Selamat datang, Rinka-oneechan!"

 

"Oh, Nonoa. Jarang-jarang kamu bangun jam segini. Cepetan tidur."

 

"Maaf…… Aku cuman pengen bilang selamat datang ke Rinka-oneechan…"

"Oh……Aku pulang."

 

"Eh, eh, jangan kerja terlalu keras."

 

"Nggak."

 

"Tapi, tapi――――"

 

"Kamu ngeselin, Nonoa."

 

"Auw……maaf."

 

Karena merasa dimarahi, Nonoa kelihatan sedih banget.

 

Kayaknya tidak bisa dibiarkan, Risuzu akhirnya memeluk Nonoa sambil nyoba menegur Rin.

 

"……Rinka-san, itu nggak bagus. Nonoa-chan, sampe tahan ngantuk nungguin loh……"

 

"Aku nggak minta ditungguin, dan dari kecil juga udah tau kalau begadang itu nggak baik. Risuzu juga tidur mendingan."

 

"……Rinka-oneechan――――"

 

"Aku besok juga bangun pagi. Risuzu juga kan?"

 

"……Iya sih tapi……"

 

Rinka melempar pandangan singkat ke Risuzu, terus seperti ingin mengabaikan dua orang itu, dia mulai berjalan di koridor. Di tengah jalan, dia berhenti sebentar ketika lewat di depanku.

 

"Ah, Kazuto……"

 

"Selamat datang."

 

"……"

 

Dia mengalihkan pandangannya dengan canggung dan cepat-cepat pergi. Ya, seperti itu.

 

"Rinka-oneechan……jadi kayak dulu lagi…………sniff"

 

"......Nonoa-chan. Hari ini juga tidur di kamarku yuk."

 

"Un...... Aku tidur duluan."

 

Nonoa yang terlihat sangat murung, berjalan naik tangga dengan langkah berat.

 

Sepertinya dia sedang sedih karena sikap Rinka yang dingin.

 

"......Niichan. Rinka-san sepertinya memaksakan diri. Dia gak punya ketenangan."

 

"Aa, begitu."

 

"......’Begitu’ itu...... Reaksinya agak dingin...... Kamu nggak khawatir sama Rinka-san?"

 

Risuzu menatap dengan penuh kecaman dan kemarahan.

 

Tentu saja aku khawatir...... tapi aku merasa sekarang bukan saatnya untuk menghentikannya.

 

"......Tolong bujuk Rinka-san. Minta dia sedikit rileks atau...... coba cari cara buat ngurangin kerjaannya."

 

"......"

 

"......Kalau dari kamu, dia pasti dengerin. Kalau dari aku, dia cuman bilang, 'kamu harus khawatirin diri sendiri dulu'......"

 

"Aku juga punya pendapat yang sama kayak Rinka-san."

 

"......Gak usah khawatirin aku. Akhir-akhir ini, aku sadar sesuatu. Rinka-san selama ini stabil karena main game online sama niichan. Kalau dia gak bisa main game online...... dia jadi gak stabil karena terlalu masuk ke dunia nyata. Apalagi kerjaan idol langsung berhubungan sama mental, jadi makin parah."

 

"Risuzu......"

 

"......Tolong bujuk dia di dunia nyata."

 

"Bujuk tentang apa?"

 

Dengan nada seolah-olah bertanya itu bodoh, Risuzu mengerutkan keningnya.

 

"......Supaya gak terlalu memaksakan diri, itu yang harus dibujuk."

 

"Kayaknya Rinka-san cuman lagi berusaha keras. Biarin aja dia ngelakuin apa yang dia suka."

 

"......Niichan, kok jadi dingin. Padahal dulu kamu lebih khawatir......!"

 

"Khawatir sih, tapi......"

"......Kalau Rinka-san sampai jatuh, gimana?"

 

"Itu pasti gak boleh...... Aku, apa pun yang terjadi, akan selalu di sisi Rinka-san."

 

"......'Selalu di sisi' itu――Niichan mau kemana. Aku belum selesai ngomong."

 

Saat aku berjalan ke dapur, Risuzu yang tampak marah mengikuti.

 

"Beberapa waktu lalu, aku menghabiskan malam bersama Rinka-san...... dan banyak berpikir."

 

Sambil berbicara, aku mengeluarkan ponsel dan membuka situs "Rekomendasi Camilan Malam!"

 

Situs itu terutama menampilkan sup yang rendah kalori.

 

"......Mau ngapain?"

 

"Menurutku Rinka-san itu tipe yang harus melakukan sesuatu sampai tuntas baru merasa puas."

 

"......Uh."

 

"Dia hidup dengan menghargai pemikiran dan perasaannya sendiri...... makanya dia punya sisi yang sangat keras kepala."

 

Main game online sampai nikah = di dunia nyata juga suami istri, itu paling mudah dimengerti.

 

Dalam hal ini, lebih ke arah pikiran yang sangat terbang.

 

"Kamu tadi nanya, 'kalau Rinka-san jatuh gimana?' kan?"

 

"......Iya."

 

"Aku akan mendukung Rinka-san biar dia gak jatuh, dan kalau dia memang jatuh, aku akan tetap di sisi sampai dia bangkit lagi."

 

"......Biasanya, sebelum itu terjadi, orang akan coba menghentikannya. Niichan, kamu salah."

 

“Benar,” kataku sambil tertawa ringan sambil mengeluarkan panci. Ada beberapa hal yang kupikirkan tentang diriku sendiri.

 

“Tentu saja, kalau dia mau melakukan sesuatu yang berbahaya, aku bakal ngehentiin dengan semua kekuatanku. Tapi Rinka-san sekarang bukan lagi orang yang putus asa... lebih seperti dia mau cek batasannya sendiri, atau mau tumbuh... maaf, ini cuman tebakanku. Mungkin Risuzu di grup yang sama lebih tau?”

 

Aku mengartikan bahwa Rinka tidak lagi manja padaku karena alasan itu.

 

Biasanya, Rinka akan sangat senang menyambutku.

 

Walaupun terdengar seperti memuji diri sendiri, aku tahu itu yang akan terjadi.

 

“..........”

 

Semuanya hanya perkiraan dan imajinasiku. Pada dasarnya, aku dan Rinka hanya bisa menghabiskan waktu di dalam rumah.

 

Gadis yang manja padaku, yang berpura-pura kuat, yang lelah... yang bisa aku lihat hanyalah sebagian kecil dari dirinya. Aku mulai mencari bahan di dalam kulkas.

 

“...Aku sudah tanya tadi, kamu lagi ngapain sih?”

 

“Aku lagi bikin camilan malam buat Rinka-san. Beberapa hari ini aku selalu bikin.”

 

“...K-kamu yang dulu cuman bisa bikin telur rebus...!”

 

“Aku terbangun dengan oyakodon. Aku, nggak cuman bisa di posisi bertarung, tapi juga di posisi produksi.”

 

Risuzu yang terkejut sampai matanya terbelalak, dan aku pun menunjukkan senyum penuh kebanggaan.

 

“...Aku memang sadar, setiap malam niichan di dapur ngulik-ngulik. Tapi aku nggak nyangka kalau niichan lagi bikin camilan malam...”

 

”Yah begitulah. Aku juga ngerasa sudah berkembang.”

 

“...Aku kira, niichan lagi ngelakuin pembangkitan energi khusus atau sesuatu...'

 

“Hah? Pembangkitan energi? Apaan tuh?”

 

“...B-bukan apa-apa!”

 

Risuzu yang pipinya memerah langsung memalingkan wajahnya.

 

Anak ini bilang sesuatu yang aneh...

 

“...Aku nggak pernah dibikinin camilan malam...”

 

“Kamu kan pulangnya jam normal, Risuzu.”

 

“...Tolong jangan nganggap aku orang nganggur. Aku juga salah satu idol populer tau.”

 

“Yang nggak keliatan sama sekali itu malah pesonanya.”

 

“...Eh, ini apaan?”

 

Risuzu yang melihat nampan di atas meja dapur, mencondongkan kepalanya. Aku memang sudah menyiapkannya sebelumnya. Tapi yang dilihat Risuzu bukan nampannya, melainkan selembar kertas di atasnya. Itu terlipat menjadi dua. Itu juga surat yang aku siapkan.

 

“...Ini apaan?”

 

“Nampan buat camilan malam. Dan juga surat buat Rinka-san... ah, jangan dibaca. Aku malu.”

 

“...Hmm... apa yang kamu tulis?”

 

“Nggak ada yang spesial kok. Cuma, terima kasih atas kerja kerasnya hari ini dan sebagainya... gitu doang.”

 

“...Kamu ngirim setiap malam?”

 

“Iya.”

 

Efek dari surat ini tidak jelas, tapi kalau bisa jadi dorongan buat Rinka... itu sudah cukup bagiku.

Kalau dia merasa terganggu, pasti dia akan bilang sesuatu. Kalau dia tidak bilang apa-apa, berarti itu menjadi dorongan baginya.

 

“...Kamu itu dedikasinya keren banget.”

 

“Nggak juga sih. Aku cuman ngelakuin apa yang aku mau lakukan...”

 

......Sedikit iri sih.

 

Apa aku aku ngebuatin juga buat Risuzu?

 

Itu adalah usulan karena merasa bersalah. Ini mungkin sudah lebih dari cukup. Risuzu juga bekerja keras dalam pekerjaannya sebagai idol, jadi tidak baik kalau hanya Rinka yang mendapatkan perlakuan seperti ini.

 

Sambil merenungkan hal itu, Risuzu tersenyum lembut dan perlahan menggelengkan kepalanya.

 

......Enggak, gapapa. Cukup buat Rinka-san aja. Pasti akan lebih spesial.

 

Oh? Oke, kalau gitu......

 

Saat aku mulai mengeluarkan panci dan mempersiapkan semuanya, Risuzu, seolah percakapan sudah selesai, berbalik dan melangkah pergi. Namun, dia segera menghentikan langkahnya, tanpa menoleh kembali, dia berkata.

 

......Aku jadi ngerti kenapa Rinka-san milih kamu. Kamu orang yang ngelakuin hal-hal seperti ini seolah-olah itu hal yang wajar...... dan menjadi dukungan untuknya, aku sudah tahu itu.

 

Bagaimana ya? Sebelum bertemu Rinka, aku rasa aku tidak akan pernah berpikir untuk membuat makanan malam atau menulis surat. Ini adalah sesuatu yang hanya bisa kulakukan sekarang.

 

Akhirnya, Risuzu meninggalkan dapur.

 

Meninggalkan suasana yang aneh, aku menjadi agak malu dan menggaruk pipiku. Risuzu memang berkata berlebihan, tapi makanan malam itu mudah dibuat..

 

Suratnya juga aku tulis dalam waktu sekitar lima menit......

 

Okehh, mari kita buat.

 

Aku tidak bisa menjadi dukungan langsung untuk Rinka. Apalagi memberikan nasihat atau mencampuri urusannya, itu tidak mungkin. Rinka adalah profesional. Pasti ada masalah dan kesulitan yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang benar-benar bekerja. Bagi seorang amatir sepertiku untuk berkata apa-apa berdasarkan pemikiranku sendiri adalah hal yang aneh.

 

Yang bisa aku lakukan hanyalah mendukung orang yang aku cintai...... itu saja.

 

Lima hari kemudian. Aku mendapat kabar dari Kasumi. Rinka pingsan saat pemotretan untuk majalah.

 

 

......Niichan, Rinka-san pingsan loh.

 

Cara dia menyampaikannya bukan sebagai laporan, tapi lebih seperti menyalahkan, seakan-akan menekankanku dengan fakta itu.

Aku dan Risuzu duduk di sofa dengan jarak dua orang di antara kami, saling tidak memandang satu sama lain dan terus menatap meja di depan kami.

 

Keesokan harinya setelah menerima laporan dari Kasumi bahwa Rinka pingsan, kami berdua bergerak gelisah di dalam rumah tanpa bisa menyembunyikan kepanikan kami, namun juga tanpa bisa melakukan apapun...... seperti anjing yang berlari-larian kebingungan.

 

Nonoa, yang tidak ada di sini sekarang, sudah pulang ke rumah kemarin, dan sudah diberitahu untuk beristirahat di rumah selama seminggu sebagai kunjungan untuk melihat kondisi Rinka. Kemungkinan besar dia akan menghabiskan hari ini di rumah keluarga Mizuki juga.

 

Risuzu dan Nana juga sudah berkunjung kemarin.

 

Tapi aku tidak ikut. Kasumi berkata kepadaku, "Rinka bilang dia gak mau kamu datang". Rinka menolak kunjunganku.

 

......Udah siang ya?

 

Iya......

 

Aku begitu khawatir sampai-sampai melupakan rasa lapar. Bahkan sekarang setelah teringat, aku tidak merasa ingin makan apa-apa.

 

"Ngomong-ngomong, kayaknya info tentang Rinka-san yang pingsan itu belum bocor ke luar. Informasinya masih di antara kita-kita aja. Mungkin juga biar gak bikin heboh kali ya."

 

"…Rinka-san pingsan karena kelelahan katanya."

 

"Iya…"

"…Kurang tidur juga, sama lelah mental…"

 

Sambil mendengarkan suara Risuzu yang tenang, aku menjawab. Aku sudah dengar cerita itu dari Kasumi.

 

"…Aturan aku nyuruh dia istirahat… Meski ini omongan setelah kejadian, tapi aku jadi mikir gitu. Setelah liburan musim panas selesai, katanya kesibukan bisa berkurang… Tapi Rinka-san gak tahan."

 

"Iya, sih."

 

"…Menghormati keinginan Rinka-san itu penting, tapi… Niichan lihatnya dari sudut pandang orang dewasa dan berpikir positif karena masih muda? Cara ngomongnya sih gitu, tapi masih untung cuman kelelahan…"

 

"…"

 

Tidak bisa ngomong apa-apa. Aku tidak menyuruh Rinka berhenti berusaha. Tanggung jawab ada di aku.

 

Itu pasti. Karena aku yang paling dekat dengan Rinka…

 

Rinka bilang dia berusaha keras untuk penggemar, dan dia juga bilang gak mau kalah. Siapa yang tidak mau dia kalahkan, itu dia tidak bilang secara spesifik.

 

Aku merasa seharusnya tidak menghentikan Rinka saat itu.

 

Jika aku yang menyuruh berhenti, mungkin Rinka akan lebih mendahulukan kata-kataku daripada perasaannya sendiri.

 

Tapi itu mungkin… akan membuat Rinka menyesal di dalam hatinya?

 

Jika dia ingin disuruh berhenti, dia pasti akan memberikan tanda minta tolong.

 

Dia berusaha tidak terlalu berbicara dengan aku, tapi masih menerima snack malam dan surat, itu menurutku sebagai tanda dia masih ingin berusaha keras.

 

Tapi… meskipun mendukung, seharusnya ada cara lain yang memperhatikan kondisi fisik Rinka…

 

"…Hmm?"

 

Suara notifikasi terdengar, aku mengambil ponselku. Ada telepon dari Kasumi. Tentang Rinka, mungkin. Sambil berpikir begitu, aku menjawab dan terkejut dengan apa yang aku dengar.

 

"Kazuto-kun!? Rinka gak ada di situ!?"

 

"Gak ada, tapi… Rinka gak di situ emangnya—"

 

"Baru saja aku cek kamarnya, Rinka-san hilang!"

 

"Apa—"

 

"Anak itu, kabur dari rumah! Gak bisa dihubungin!"

 

Suara panik Kasumi terdengar lewat ponsel, dan sampai ke telinga Risuzu yang ada di sebelah.

 

Risuzu menarik lengan baju kuat, "…Apa yang terjadi?" dia bertanya.

 

Aku menjauhkan ponsel dari wajah, "Katanya Rinka-san kabur dari rumah," aku menjelaskan.

 

"…"

 

Risuzu menelan napas, wajahnya tegang. Siapa pun akan bereaksi begitu.

 

"Kazuto-kun! kalau Rinka menghubungimu, kasih tahu aku ya!"

 

"Oke."

 

Mungkin tidak akan ada, aku setuju dengan perasaan yang hampir yakin. Memang, kalau Rinka, dia mungkin akan menghubungiku… tapi kali ini aku rasa tidak.

 

Setelah telepon dengan Kasumi selesai, aku meletakkan ponsel di samping.

 

"…Niichan, ayo kita langsung cari sekarang!"

 

"Ada petunjuknya gak?"

 

"…Gak ada, tapi………"

 

Tanpa ragu, Risuzu langsung berdiri dan menunjukkan semangat untuk berlari keluar, tapi begitu aku lemparkan pertanyaan yang realistis, dia seperti padam dan bahu nya turun.

 

"......Gak ada petunjuk sih......Tapi kita gak bisa diem aja."

 

"Emang gapapa nyari-nyari gitu, menurutku, kita harus tetep tenang."

"......Kok bisa sih tenang banget. Padahal biasanya niichan yang paling panik......!"

 

Risuzu, yang tidak terima, melemparkan kemarahannya. Mungkin dia tidak suka kalau pacar Rinka bisa tetap tenang. Bahkan aku sendiri heran, bisa menjaga ketenangan hati......

 

......Mungkin, di suatu tempat di kepalaku, aku sudah memperkirakan Rinka akan jatuh.

 

Cuman tidak sadar aja......

TLN : Agak beda.

 

Dan kali ini melarikan diri, ini juga tindakan yang tidaak cocok dengan Rinka yang cool, kata akal sehatku, tapi sisi lain dari aku menerima situasi ini dengan tenang, "Kalau Rinka-san, mungkin aja."

 

Saat aku terus memikirkan tentang diri sendiri, akhirnya Risuzu kehabisan sabar.

 

"......Aku bakal nyari tempat-tempat yang mungkin Rinka-san pergi. Member StarMains juga, mereka yang punya waktu bakal ikut nyari. Niichan juga harus ikut aku, sekarang juga."

 

Ditanya begitu, aku dengan tenang menggelengkan kepala.

 

Seketika, wajah Risuzu langsung penuh dengan kemarahan. Dia mengangkat alis dan menggenggam bahuku dengan kuat.

 

"......Niichan! Kenapa sok dewasa sih! Gak suka aku!"

 

"Aku sih, punya firasat. Dimana Rinka mungkin pergi."

 

"......Eh."

 

"Tapi gak pasti, tapi kalau dia ada di sana......Aku yang harus pergi. Jadi......gak bisa ke dunia nyata."

 

"......Dunia nyata――Ah."

 

Kata-kataku langsung dimengerti Risuzu. Dia berpikir sebentar, lalu tampaknya mengerti dan mengangguk.

 

"......Bagian itu, aku serahkan ke niichan."

 

"Ya. Percayakan padaku."

 

Apakah pembicaraan sudah selesai? Risuzu tampak ingin mengatakan sesuatu, bibirnya bergetar, dan pandangannya berkelana ke kiri dan kanan.

 

"Risuzu?"

 

"......Itu, tadi aku bilang gak suka......tapi sebenarnya gak juga. ...... Itu gara-gara situasi doang."

 

"Aku tahu, gak usah khawatir."

 

"......Nn. Kalau niichan bilang Rinka-san ada di sana......itu pasti benar. Pasti gak salah."

 

Kepercayaan misterius. Cara bicara yang penuh dengan keyakinan, sulit dipercaya kalau dia baru saja panik. Aku tidak berkata apa-apa, hanya melihat Risuzu meninggalkan ruang tamu.

 

Suara pintu terbuka dan tertutup terdengar sampai ke sini.

"Nah, aku juga harus berangkat."

 

Aku pindah ke kamar dan menyalakan komputer.

 

Sambil memulai game online, aku membayangkan perasaan Rinka. Mungkin untuk melarikan diri. Keluar dari rumah adalah untuk melarikan diri.

 

Dia pasti tahu akan merepotkan banyak orang. Meskipun begitu, dia tetap melarikan diri......

 

Tindakan psikologis untuk menolak kenyataan. Mungkin saat dia ingin melemparkan segalanya dan ingin sendirian. Perasaan bersalah atau kecewa karena jatuh......

 

Meskipun dia penuh dengan masalahnya sendiri, Rinka yang selalu memikirkan perasaan orang lain, pasti merasa bersalah karena telah melarikan diri.

 

Nah, selanjutnya? Aku berpegang pada game online sebagai tempat pelarian saat aku merasa kesulitan.

 

Dulu, mungkin Rinka merasa terbebani dengan banyak hal di dunia nyata, sehingga dia tenggelam dalam dunia game online yang membuang informasi yang tidak perlu dari kehidupan nyata.

 

Aku tidak mengatakan melarikan diri itu buruk. Semua orang butuh istirahat. Tapi, kejadian kali ini, pertama kalinya aku melihat Rinka terdesak di dunia nyata dan aku yakin.

 

Rinka itu wanita yang lemah.

 

Aku pikir dia kuat. Aku selalu berpikir aku yang mendukungnya.

Aku tidak sadar apa yang membuat aku bisa menjadi dukungan buat Rinka. Sekarang aku mengerti. Game online itu buat Rinka, dunia yang lebih mudah untuk mencari esensinya, juga tempat pelarian.

 

Aku tidak pernah menghubungkan Rinka dengan tindakan melarikan diri.

 

Rinka sendiri juga tidak sadar.

 

Tentu saja, ini semua cuman imajinasiku.

 

Tapi, seperti yang Rinka pernah bilang ke Risuzu, kita bisa berusaha untuk mengerti dan mendekat.

 

"............"

 

Aku mencoba login sebagai Kaz tapi berhenti. Aku merasa dia akan menghindar.

 

Aku mencoba memikirkan dari sudut pandang Rinka lagi. Meski menjauhkan diri, dia tetap mendukungku. Aku merasa bersalah dan mungkin itu sebabnya dia menjaga jarak. Dia belum juga menghubungiku, itu dasarnya.

 

Kalau Rinka login sebagai Rin dan aku login, mungkin dia akan lari. Itu hanya kemungkinan. Ada juga kejadian dia menolak kunjungan simpatiku.

 

Jadi, aku memutuskan untuk membuat karakter baru. Aku bingung dengan nama.

 

Gimana kalau RinFan, mengingat aku penggemar Rinka?

 

Agak cringe ya? Ah, sudahlah, aku putuskan saja. Profesinya sama dengan Kazu, seorang Warrior.

 

Begitu lahRinFanlahir sebagai karakter baru. Penampilannya aku set standar. Seorang pria tampan dengan rambut pendek yang kuat. Dia juga menjadi karakter maskot dariBlack Plain.

 

Aku langsung melewati tutorial dan bebas bergerak.

 

Aku menargetkan puncak gunung salju, satu-satunya diBlack Plain

 

Di kaki gunung, ada padang rumput yang hijau dan luas, tapi semakin dekat ke puncak, dunia yang terlihat semakin didominasi oleh warna putih salju. Jenis monster juga berubah sesuai dengan lingkungan, bahkan muncul monster mirip yeti.

 

RinFan saat ini tidak bisa menang. Tapi, lari masih bisa. Cukup lari saja.

 

Aku sering mengunjungi puncak gunung salju ini dengan Rin.

 

Black Plainyang mengutamakan grafik juga memiliki kualitas langit yang menakjubkan, pemandangan dari gunung salju adalah favorit Rin.

 

Kami sering chat sepanjang malam sambil menikmati langit berbintang. Topik pembicaraan tidak terlalu spesial untuk diingat. Benar-benar obrolan ringan...

 

Kami juga sering ngobrol tentang game, film, atau manga di dalam game.

 

"Sampai juga.――"

Layar penuh dengan cahaya matahari yang menyilaukan menjadi putih karena salju. Aku yang telah sampai di puncak gunung menemukan seorang pemain yang duduk di tepi jurang. Dari kejauhan, tampak kecil seperti butiran beras.

 

Namun, aku masih bisa mengenali rambut pirang yang berkilau dan tubuh langsing khas elf.

 

Sambil meninggalkan jejak kaki di salju, RinFan maju.

 

Jarak semakin dekat, dan akhirnya nama pemain yang ada di depanku terlihat.

 

Rin Istriku yang kabur dari rumah――aku menemukannya.

 

"Benar-benar ada..."

 

Saat aku menggumamkan ini, aku juga merasa mengetahuinya.

 

Aku menggunakan karakter Rinfan secara diam-diam dan mendekat ke Rin.

 

Rin duduk memeluk lututnya di tepi jurang, seolah-olah sedang memandang dunia dari sana.

 

Dari mana dia login ya? Laptopnya ada di rumah aku.

 

Berarti... warnet kah? Aku harus kasih tau Kasumi lewat hp yang ditaruh di samping keyboard kalau Rinka lagi login game online.

 

"Coba deh ngomong."

 

Aku pindah ke belakang Rin dan coba kirim chat "Halo", tapi berapa lama pun nunggu, nggak ada balasan. Diabaikan total. Atau lagi AFK?

 

(Coba deh aku dudukin RinFan di sebelah Rin. Salah gerak dikit bisa jatuh terus mati)

 

Eh, Rin langsung segera berdiri dan pindah jauh dari RinFan, lalu duduk lagi.

 

............

 

Aku mencoba kembali duduk di sebelahnya. Namun ditinggal lagi.

 

"Terlalu jelas banget sih...!"

 

Eh, dapet chat dari Rin.

 

[Rin]: Aku punya suami.

 

...Eh. Mungkin harusnya aku pake Kaz ya?

 

Atau langsung ngakuin identitas aja... Tapi, tunggu dulu. Kirim chat lagi.

 

[RinFan]: Ada apa?

 

Aku tidak akan menyerah. Dulu waktu kita pertama kali ketemu juga, ada jarak psikologis.

 

Segini doang...

 

Tiba-tiba Rin berdiri. Pindah ke belakang RinFan. Pelan-pelan ngambil posisi buat nembak... Eh? Ini bahaya, kalau kena serang bisa jatuh dari jurang!

 

Aku panik coba kabur, tapi dianya lebih cepet nembak. Dan itu bukan serangan biasa.

 

Itu skill. Serangan penuh niat membunuh dengan efek mendorong. Panah yang dikelilingi cahaya hijau spiral, menusuk dada RinFan.

 

Seketika, "BANG!" suara ledakan terdengar, dan RinFan terlempar ke udara bersama salju.

 

Ini sudah tidak bisa apa-apa. Hanya bisa nonton gambaran RinFan yang jatuh dari jurang dengan suara "Huuu".

 

"Dingin banget sih, cuman ngomong doang tapi langsung gini..."

 

(Ya iyalah, susah banget dapetin temen selain aku)

 

Ini bukan game biasa, tapi kayaknya terlalu sulit untuk "menaklukkan" Rin dengan cara biasa.

 

Tapi tetep saja, aku mau coba lagi. Mati lalu respawn di kota terdekat, dan lari lagi ke puncak gunung salju. Sampai lagi di tempat Rin setelah sekitar sepuluh menit.

 

"Serangan mendadak itu kejam banget."

 

"Aku nggak tahan. Nama kita sama, creepy banget... Mau aku laporin?"

 

Tidak ada ampun. Tidak ada niat buat akrab sama sekali. Muka Rin juga penuh amarah. Seram.

 

Tapi aku tidak punya pilihan buat mundur. Aku mencoba duduk lagi di sebelahnya.

 

Rin angsung berdiri dan memutar ke belakang, aku buru-buru kirim chat.

 

Kalau terus-terusan pura-pura jadi orang lain, aku bisa kehilangan kesempatan buat ngobrol sama Rinka.

 

[RinFan]: Waktu kita pertama ketemu juga, jaraknya segini kan.

 

[Rin]: Eh?

 

[RinFan]: itu suka banget pake bahasa sopan sama sikapnya kaku. Cuman chat yang penting-penting aja. Tapi setelah seminggu lebih, kita jadi agak akrab.

 

[Rin]: Kaz?

 

[RinFan]: Yup

 

Rin yang biasanya cepat menjawab, tiba-tiba menjadi diam. Mungkin dia sedang dalam pikiran. Dan dengan perasaan tidak enak, aku segera mengirim pesan, "Jangan logout ya."

 

[Rin]: Cuman satu klik lagi, aku bisa logout.

 

[RinFan]: Sudah kuduga.

 

Itu hampir saja. Mungkin aku sedang beruntung sekarang.

[Rin]: Kok kamu tahu aku ada di sini?

 

[RinFan]: Kalau Rin... aku punya perasaan kamu ada di sini.

 

[Rin]: Kamu hebat ya, Kaz. Kamu tahu semuanya tentangku.

 

[RinFan]: Sebaliknya. Dari kejadian kali ini, aku sadar ada banyak hal tentang Rin yang aku tidak tahu.

 

Aku selalu berpikir bahwa Mizuki Rinka adalah sosok yang kuat, seorang wanita yang teguh. Dan itu benar.

 

Namun, aku tidak pernah berpikir bahwa dia juga memiliki kelemahan.

 

Seorang wanita yang benar-benar tanpa kelemahan seharusnya tidak akan bermain game online sama sekali.

 

Bahkan jika dia bermain, dia tidak akan bergantung pada Kaz (aku).

 

Itu seharusnya hanya menjadi hobi. Dia tidak akan mencari keterikatan emosional dalam game online.

 

[Rin]: Awalnya, aku menikmati menjadi lebih baik dalam menyanyi dan menari.

 

Aku fokus pada chat dari Rin, tanganku menjauh dari keyboard.

 

[Rin]: Seru berusaha keras sama grup. Menyenangkan dapet dukungan dari fans, dan ngebales dukungan mereka.

 

[Rin]: Tapi belakangan ini, aku cuman ngeliat kata-kata negatif. Sibuk dan lelah, tapi... aku bertahan karena keinginan.

Aku pikir kalau aku bisa bertahan lewat waktu ini, semuanya bakal teratasi... itu juga akan membuat fans puas.

 

[Rin]: Tapi aku jatuh. Keadaan yang gak cocok dengan image idol cool kayak Mizuki Rinka. Aku mengkhianati orang-orang di sekitarku. Dan waktu aku sadar, aku sudah melarikan diri dari rumah... dan berakhir di suatu warnet.

 

Pemikiran Rin saat ini sepenuhnya terungkap dalam pesan tersebut. Aku, yang tidak bisa berbagi suka duka bersamanya, tidak benar-benar bisa memahami atau merasakan empati.

 

Namun, aku bisa sangat merasakan bahwa dia sedang dalam kesulitan.

 

[Rin]: Kecewa?

 

[RinFan]: Nggak. Apa pun yang dilakuin Rin, aku gak akan membencinya, dan gak peduli apa pun penilaian orang lain tentangku, perasaanku gak bakal berubah. Kalau nggak, aku gak bakal jatuh cinta dengan Rin di game ini.

 

[Rin]: Kaz...

 

[RinFan]: Waktu aku mengungkapkan perasaanku, aku sudah bilang, aku akan menerima Rin apa adanya. Bahkan, mungkin aku gak ngerasa perlu 'menerima' karena itu sudah alami. Waktu aku sedang susah, Rin berkata. Suami istri adalah tempat pulang satu sama lain. Itu juga berarti tempat pelarian... tempat istirahat, kan?

 

Rin sering berpura-pura kuat di tempat yang aneh.

 

Sebagai idol cool, orang mungkin berpikir dia akan konsisten dalam kata dan tindakan.

Namun, Rin sering bertindak berdasarkan emosi dan sering melakukan hal-hal yang tidak terduga.

 

Dan sekarang, alasan Rin melarikan diri dari rumah.

 

Dia merasa terkikis mentalnya oleh ekspektasi dan kebencian dari orang-orang di sekitarnya, terus-menerus menyalahkan diri sendiri karena jatuh, dan ingin terlepas dari realitas... mungkin itu alasannya.

 

Maka, kata-kata yang harus aku katakan kepadanya sudah jelas. Tak perlu dipikirkan lagi.

 

[RinFan]: Kamu boleh berpura-pura sekuat apapun, dan boleh kabur kapan aja. Tapi jangan lupa. Aku selalu ngeliat kamu dan selalu mendukungmu. Apa pun yang kamu lakukan, aku pengen ngedukung kamu... sebagai suamimu.

 

Tanpa kata-kata, waktu terus berlalu.

 

Aku sudah mencoba mengungkapkan perasaanku dengan kata-kata yang penuh semangat, tapi saat tidak ada respons yang datang, semangat di hatiku mulai pudar. Mungkin dia meninggalkanku? Pergi ke toilet? Eh, padahal aku sudah melontarkan kata-kata cheesy seperti itu? Mulai berpikir demikian, aku merasa sangat malu. Ingin langsung logout aja.

 

Butuh waktu, tapi akhirnya aku mendapatkan balasan dari Rin.

 

[Rin]: Terima kasih Kaz. Aku ngerasa jauh lebih lega. Sampai-sampai air mata ini keluar karena dada ini kerasa hangat...

 

Aku tidak bilang apa-apa yang berarti. Tidak sampai selevel dengan kata-kata penyemangat...

[Rin]: Meski cuman lewat tulisan, aku bisa ngerasain kalau kamu ngedampingin dengan hati. Ternyata dunia game online itu, tempat di mana hati bisa berinteraksi.

 

Rin yang berkata seperti itu, pasti tersenyum. Meskipun itu hanya ekspresi karakter di game online, aku bisa merasa Rinka yang sebenarnya juga pasti menunjukkan senyumnya yang polos.

 

[Rin]: Aturan dari awal aku minta bantuan dari Kaz. Tapi aku malah jadi keras kepala...

 

[RinFan]: Gapapa, walaupun Rin sendiri ngerasa kesulitan, aku bakal datang ngebantu kok."

 

[Rin]: Kaz! Eh, suamiku yang tercinta!

 

Reaksi yang 180 derajat berbeda dari Rin yang dingin beberapa menit lalu... Dengan didengarkan saja, dengan ditemani saja, mungkin itu sudah cukup untuk menyembuhkan hati seseorang.

 

Bisa jadi, bagi beberapa orang, di dunia nyata informasi yang berlebihan itu terasa mengganggu.

 

[Rin]: Aku harus pulang ke rumah. Aku harus minta maaf ke semua orang.

 

[RinFan]: Iya. Semua orang lagi nyariin kamu.

 

[Rin]: Kaz, terima kasih udah nemuin aku. Bisa menikah sama kamu, itu adalah kebahagiaan terbesar di hidupku.

 

Setelah berkata demikian, Rin langsung menghilang dari layar.

 

Setelah semuanya berakhir, rasanya seperti tidak ada apa-apa yang terjadi.

 

"Aku ini, bener gak ya..."

 

Mungkin, pasti ada cara yang lebih baik. Pasti ada cara untuk memotivasi Rinka tanpa membuatnya kelelahan, bukan hanya dengan camilan malam atau surat, tapi dengan cara yang lebih langsung...

 

"Gak boleh begini caranya."

 

Aku bersandar dalam-dalam di kursi, menatap langit-langit. Akhirnya, aku bisa merasakan arti kehadiranku bagi Rinka.

 

Selama ini, aku hanya berpikir bahwa kami hanya bermain game online bersama. Tapi dengan kejadian kali ini, aku jadi sangat paham.

 

Apa artinya semua itu bagi Rinka...

 

"Wanita cool di game online, rupanya berpikir jadi istri di dunia nyata."


Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !