Netoge No Yome Ga Ninki Aidorudatta Chap 1 V3

Ndrii
0

 Bab 1

Hidup Bersama Adik Ipar



"Hei. Kamu baik-baik saja?"

 

".........uu, ugh... ugh...!"

 

Gadis misterius itu menggeliat kesakitan.

 

Meskipun dia tampak mencurigakan bagiku, dia jatuh dengan cara yang mengkhawatirkan, jadi aku merasa tidak tenang.

 

Aku ingin tahu informasi tentang dia, jadi aku mengamatinya, tetapi seluruh tubuhnya terbungkus selimut tebal, sehingga sulit untuk melihatnya dengan jelas. Yang bisa kulihat hanyalah gumpalan lembut yang bergerak-gerak (apakah dia tidak merasa panas di musim panas seperti ini?). Dilihat dari perawakannya, dia mungkin kelas lima SD.

 

Aku harus membangunkannya terlebih dahulu...

 

Saat aku melangkah menuruni tangga dan kakiku menginjak anak tangga dengan suara berderit, gadis itu menyadari keberadaanku dan melompat.

 

Kemudian dia berlari ke ruang tamu dengan berjalan kaki seperti binatang berkaki empat.

 

"Seperti serangga..."

 

Meskipun aku tidak memiliki firasat yang baik, aku tetap turun tangga dan menuju ruang tamu.

 

"........."

 

Dia menyembunyikan dirinya di balik sofa, hanya menunjukkan bagian atas wajahnya, dan mengamatiku.

 

Ditambah lagi, dia memakai tudungnya dengan sangat dalam, sehingga aku tidak bisa melihat matanya sama sekali.



"Eh, anu. Kepalamu... baik-baik aja?"

 

"... Sakit..."

 

"Ya, pasti sakit. Mau ke rumah sakit?"

 

"........."

 

Dia tidak mengatakan apa-apa dan menggelengkan kepalanya untuk menunjukkan penolakan.

 

Meskipun dari luar tidak terlihat ada kerusakan serius, tapi karena kepalanya yang terbentur, aku tetap merasa khawatir.

 

"Ada hal yang mau aku tanyain, kamu siapa?"

 

"... Penghuni di sini."

 

"Kebetulan, aku juga penghuni di sini."

 

"... Orang asing."

 

"Kalau dari pandangan aku, malah kamu yang orang asingnya... Siapa namamu?"

 

"... Ri... Risu..."

 

"Risu? Risu-chan?"

 

Baik dari perawakan maupun suasananya, dia memang mirip seperti tupai (Risu).

 

"... Diperlakukan seperti hewan kecil..."

"Ah, ayo kita ngobrol dengan baik-baik. Aku akan ke sana sekarang."

 

"... Mata penuh kelaparan itu ngingetin aku sama karnivora ganas, dan waktu dia melihat gadis lemah itu sebagai hewan kecil, dia mendekatinya dengan air liur yang menetes..."

 

"Hah?"

 

"... Takut..."

 

.........

 

Aku tidak akan pernah bisa berteman dengan anak ini. Ini pertama kalinya aku merasakan hal itu kepada orang yang baru kutemui.

 

Namun, aku tidak bisa mengabaikan situasi di mana ada orang asing di rumahku.

 

"Pertama, aku kasih tahu dulu. Ini rumahku."

 

"... Ini juga, rumahku."

 

"Lah...? Dari kapan kamu tinggal di rumah ini?"

 

"... Seminggu yang lalu."

 

Seminggu yang lalu -- ah, tunggu sebentar. Alasan ayahku menyuruhku pulang ke rumah adalah... anak ini?

 

Lagipula, beberapa hari yang lalu, aku kembali ke rumah dengan membawa Sturmanggrif.

 

Saat itu aku bertemu kembali dengan ayahku, tapi....... eh, anak ini ada di sini?

 

Saat aku berteriak kepada ayahku, anak ini ada di lantai dua?

 

"Kok bisa kamu sampai di rumah ini?"

 

"... Dibawa sama ayah baruku."

 

"Ayah baru...? Itu, ayahku?"

 

"... Mungkin. Wajahnya mirip."

 

"Ini pertama kalinya aku mau operasi plastik."

 

"... Sombong banget. Padahal kamu tampan, sampai-sampai bikin wanita menangis..."

 

"Aku nggak seneng sama sekali, itu sama aja nganggap aku monster."

 

Di kepalaku, terbayang sosok wanita yang berlarian ketakutan dariku. Ternyata penilaian bahwa aku tampan hanyalah melalui filter Rinka. Bukti terbaiknya adalah gadis di depanku ini terus-menerus melarikan diri dariku dan bersembunyi di balik sofa. Aku semakin sedih...

 

"... Karena alamatku bocor, aku pindah ke rumah ini..."

 

"Alamat bocor? Kamu ngomong kayak orang terkenal aja."

 

Sejenak aku berpikir, mungkin dia seorang idol? Tapi, aku langsung meniadakannya.

 

Tidak mungkin ada idol yang aneh seperti ini. Memang ada beberapa contoh spesial seperti Rinka dan Nana, tapi karena jarang terjadi, mereka dianggap spesial.

 

Secara realistis, hanya ada satu kemungkinan yang terlintas di benakku.

 

"Jadi... kamu streamer, atau semacamnya gitu? Streamer sedang populer akhir-akhir ini."

 

"... Ya, begitulah."

 

Dia menunduk dan menunjukkan sedikit tanda berpikir, tapi dia mengiyakan perkataanku.

 

Dan di dalam benakku, sebuah perkiraan mulai terbentuk. Sebuah perkiraan yang muncul ketika melihat situasi ini.

 

"Jangan-jangan kamu adik perempuanku?"

 

"... Ada kemungkinan aku kakakmu."

 

"Gak mungkin, itu nggak mungkin."

 

"... Tch. ngeremehin banget..."

 

"Kamu ternyata kasar juga. Aku mau mastiin ini, kamu anak perempuan dari ibu tiriku?"

 

"... Ya."

 

"... Beneran?"

 

Aku tidak pernah mendengar cerita ini. Fakta yang mengejutkan ini membuat kepalaku pusing.

 

Ayahku menikah lagi saat aku kelas dua SMP. Sejak saat itu, aku memiliki seorang adik perempuan.

 

"Gak mungkin... gakkk, ini nggak mungkin terjadi."

 

"... Yaaa tapi itu benar-benar terjadi."

 

"Uhh, aku mengerti. Oh ya, kamu tahu tentangku dan nganggap aku orang asing, kan?"

 

"......"

 

"Ah, jadi kamu tipe yang diam waktu situasinya gak nguntungin kamu...!"

 

Yang paling tidak bisa dipercaya adalah ayahku yang merahasiakan ini.

 

Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku atas sikapnya yang bisa merahasiakan ini. ... Baiklah, mari kita susun ceritanya.

 

Ternyata aku memiliki seorang adik perempuan. Adikku ini pindah ke rumah ini seminggu yang lalu. Alasannya karena alamatnya bocor. Sepertinya adikku adalah seorang streamer.

 

"Sial, bahkan abis menyusun ceritanya, tetep aja rasanya kayak tiba-tiba banget sama bikin bingung...!"

 

"... Akal sehatmu hilang... ?"

 

Adikku yang hanya menunjukkan setengah wajahnya dari balik sofa menatapku dengan cemas. Kehilangan akal sehat atau lebih tepatnya aku ingin mengamuk. Jika ini game, aku bisa menyembuhkannya dengan item pemulihan, tapi kenyataan tidak semudah itu.

 

"Ya, ya, terserah... Ini gak bagus, tapi yasudahlah. Mungkin ayah pengen mempertemukan kita, meskipun dia nggak ngejelasin... Jadi sekarang, apa yang pengen kamu lakukan selanjutnya?"

 

"... Apa yang mau aku lakukan?"

 

"Ini pertama kalinya kita bertemu, jadi apa yang mau kamu lakukan selanjutnya?"

 

"... Aku takut, jadi aku gak mau ngelakuin apa-apa."

 

"Kamu benar-benar waspada sama aku..."

 

"... Kamu punya wajah sama suara manis yang secara gak sadar udah ngegoda wanita... Tingkat bahayanya SS."

 

Gadis di depanku ini mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal dan mencoba melarikan diri dariku.

 

Meskipun begitu, aku ingin setidaknya sedikit mendekatkan diri dengannya.

 

"Aku Kazuto. Apa aku harus manggil kamu Risu?"

 

"... Terserah..."

 

Namamu Risu? Jarang sekali.

 

"Berapa usiamu?"

 

"...Lima belas... Kelas satu SMA."

 

"Oh, serius? Satu tahun lebih muda dari aku--eh, kelas satu SMA!? Kamu bukannya masih SD?!"

 

"...Aku ini siswi SMA kelas satu yang anggun dan dewasa."

 

"Sama sekali gak keliatan dan nggak kayak anak SMA juga..."

 

Bukan bermaksud kasar, tapi dia benar-benar terlihat seperti anak SD.

 

Melihatku yang tercengang, Risu cemberut.

 

"...Lain kali, Kalau kamu nganggap aku anak SD... kamu akan tahu akibatnya."

 

"Akibatnya apaan?"

 

"...Entahlah, mungkin kamu dijauhin sama tetangga."

 

"Serius, kamu nakutin banget...!"

 

Dia tidak menjelaskan secara spesifik apa yang akan dia lakukan, tapi dia membayangkan masa depan yang mengerikan.

 

Dia terbiasa melakukan intimidasi.

 

"...Janji sama aku kalau kamu gak bakal ngelakuin hal aneh ke aku."

 

"T-tentu saja."

"...Dan jangan masuk ke kamarku."

 

"Ba-baiklah..."

 

"...Kalau bisa, jangan ganggu aku."

 

"...Baiklah."

 

Dia menjaga jarak yang sangat jauh. Penolakan total, kewaspadaan... itu bukan cara mengobrol kepada keluarga.

 

"Walaupun gitu, kita ini keluarga, aku pengen... kita bisa bergaul dengan baik."

 

"...Kita ini orang asing yang bernama keluarga. Kita cuman keluarga di atas kertas."

 

"Tapi..."

 

"...Aku gak suka pemikiran ‘kita harus bergaul baik karena kita keluarga’."

 

Kata-katanya yang tegas membuatku terdiam. Mungkin orang lain akan menganggap perkataanku normal. Wajar saja jika ingin bergaul baik dengan keluarga. Tapi baginya, itu tidak menyenangkan. Dia mengingatkan aku pada Rinka.

 

"...Senang bertemu denganmu."

 

"A-ah... ya, senang bertemu denganmu juga."

 

Aku merasa cemas dengan keluarga baruku yang sama sekali tidak berniat untuk dekat denganku.

Ringkasan hari ini: Beberapa tahun lalu, aku mengetahui kalau aku memiliki seorang adik perempuan. Apa-apaan ini?

 

Malam hari.

 

Di kamarku, aku bermain game online (mining) dan tidak bisa fokus karena memikirkan adikku, Risu. Sikapnya yang dingin membuatku sedih.

 

Di sisi lain, aku tidak ingin kembali ke rumah Rinka di situasi seperti ini.

 

Meskipun dia menjaga jarak, aku merasa tidak enak kalau aku mengabaikannya begitu saja. Aku ingin bisa bergaul dengannya tanpa membuatnya merasa tertekan.

 

"Apa yang harus aku lakukan? Ah, ada telepon dari Rinka-san."

 

Telepon berdering, aku menghentikan permainan dan mengangkatnya.

 

"Kazuto, kamu sibuk sekarang? Aku pengen ngobrol sebentar... Ya cuman bentaran doang..."

 

"Gapapa."

 

"...Ada sesuatu yang terjadi?"

 

"Eh?"

 

"Suaramu kedengeran sedih gitu."

 

Hebat, Seperti yang diharapkan Rinka. Dia bisa mengetahuinya dari percakapan singkat ini.

"Apa kamu memeluk boneka Rinka dengan benar? Aku tahu kamu pasti kesepian tanpaku, tapi bersabarlah lebih lama. Aku juga... bersabar kok."

 

Aku sama sekali tidak menyadarinya.

 

"Bukan begitu, Rinka-san. Sebenarnya--"

 

"Oh bukan? Berarti kamu gak kesepian tanpa aku...? Jangan bilang kamu selingkuh?"

 

"Mana ada! Aku cuman mencintai Rinka-san!"

 

"Aku mengerti kalau Kazuto tergila-gila sama aku. Makanya, waktu kita berpisah, kamu mungkin gak tahan sama kesepian terus nyari pelarian dengan wanita lain."

 

"Gak mungkin! Aku gak punya wanita lain!"

 

"Beneran? Kalau kazuto mau, kamu bisa punya banyak simpanan kok."

 

"Simpanan...? Aku cuman mencintai Rinka-san, kalau aku ngerasa kesepian juga, aku kan bisa nonton video live Rinka-san."

 

"O-oh kamu mikirin aku...! T-tapi, aku pernah denger tentang seorang suami yang menghilangkan kesepiannya tanpa istri, dia membawa wanita lain ke rumah...!"

 

"Nggak gitu ceritanya--tolong dengerin aku cerita dulu!?”

 

Setelah permohonan putus asa, aku menjelaskan secara singkat kalau aku memiliki seorang adik perempuan, termasuk semua situasinya.

 

Rinka terdiam sejenak, lalu mulai mengobrol perlahan.

 

"Maaf, aku benar-benar percaya sama kamu, Kazuto. Tapi, mungkin gara-gara aku lelah akhir-akhir ini... Kadang-kadang aku ngerasa cemas dan gak bisa nahannya."

 

"Gapapa, itu normal buat semua orang."

 

"Kazuto... kamu baik banget. Aku juga suka sama sifatmu yang sabar."

 

Kata-katanya "Aku suka" membuatku tercengang. Sejujurnya, aku lebih terbiasa daripada sabar.

 

"Mau bagaimanapun juga, dia gadis yang sangat waspada. Bahkan Kazuto yang seperti ini pun dia juga takut."

 

"Kazuto yang seperti ini apa maksudnya...? Aku jadinya gak tahu mau ngapain."

 

"Emang Kazuto niatnya mau ngapain?"

 

"Setidaknya ya, aku pengen dia nggak waspada sama aku lagi. Kami mau tinggal di rumah yang sama."

 

"Oh, kamu nggak ngomong kalau kamu mau bergaul sama dia sebagai keluarga?"

 

"Kayaknya itu agak susah..."

 

"Keluarga adalah keluarga, jadi mari kita bertingkah seperti keluarga sekarang!" Mana bisa gitu.

 

Namun, masih ada ruang untuk berkembang. Setidaknya, kita bisa hidup dengan nyaman satu sama lain.

 

"Aku pikir kamu cuman perlu bersikap normal."

 

"Normal?"

 

"Waktu kamu bermain game online sama aku, kamu gak mikirin apa-apa, kan?"

 

"Ya, kurasa gitu. Aku cuman pengen bersenang-senang, aku sama Rin juga bersenang-senang. Aku cuman mau berbagi kebahagiaanku."

 

"Itu sangat polos, seperti anak kecil, hehe."

 

Tawanya yang kecil dan menyenangkan terasa menenangkan.

 

"Aku juga mau menyapa Risu-chan. Sebagai adik perempuan Kazuto, dia juga keluarga dan adik perempuanku."

 

"..."

 

Aku dan Risu adalah keluarga, dan Rinka hanya menyebut dirinya sebagai keluarga.

 

"Ah, maaf. Aku dipanggil."

 

"Yaudah. Aku nelepon lagi besok kalau ada waktu."

 

"Ya, terima kasih."

 

Telepon ditutup. Mungkin dia dipanggil oleh stafnya. Rinka juga pasti sibuk....

"Oh, kayaknya aku harus ngehubungin Kasumi-neesan."

 

Aku meneleponnya dan dia langsung mengangkatnya. Dia menanyakan situasinya dengan santai, jadi aku menjelaskan apa yang terjadi.

 

"Jadi, Kazuto-kun ternyata punya adik perempuan... Wow, ini gila. Kamu emang nggak tahu sebelumnya?"

 

"Heeh, aku nggak tahu."

 

"Ini luar biasa. Kazuto-kun pasti akan kesulitan."

 

Dia mengobrol dengan nada ceria dan menunjukkan simpatinya. Mungkin ini cara Kasumi menyemangatiku.

 

"Aku kayaknya bakal pulang ke rumah selama beberapa hari. Aku mau ngedapetin kepercayaan minimal dari Risu."

 

"Oke, lakukan yang terbaik. Oh, tapi... kayaknya ada sedikit masalah di sini."

 

"Apa maksudnya?"

 

"Eto... tunggu sebentar, Nonoa... eh, ya, Kazuto-kun... Maaf, Kazuto-kun. Nonoa pengen ngobrol sama kamu sekarang."

 

"Kazuto-oniichan?"

 

"Ya, ini aku."

 

"Bentar lagi waktunya makan malam, kan? Kamu harus cepet pulang, oke?"

 

Nada keras Nonoa saat menegurku seperti anak kecil terdengar lucu.

 

"Maaf, Nonoa-chan. Aku harus pulang ke rumah buat sementara waktu mulai hari ini."

 

"Rumah?"

 

"Ya, rumahku."

 

"..."

 

Keheningan menyelimuti. Jantungku berdetak kencang. Ini adalah rasa tegang.

 

Nonoa selalu tidak suka aku meninggalkannya. Ini--.

 

"...Bohong!"

 

"Eh?"

 

"Kazuto-oniichan bohong!"

 

"Nonoa-chan--!"

 

"Kamu bilang mau tinggal di rumah selama liburan musim panas! Kazuto-oniichan bohong!"

 

"Gak gitu! Ada alasannya--"

 

"Aku benci Kazuto-oniichan!!"

 

"--!!"

 

*Gufuh.

 

Aku memuntahkan darah. Meskipun hanya kiasan, itu adalah gambaran kerusakan mental yang aku alami.

 

Pandanganku perlahan kabur. Air mata mengalir. Rasa putus asa seperti lantai di kakiku runtuh menyelimutiku.

 

"Ah, Kazuto-kun? Kamu baik-baik saja? Aku nanti bakal ngejelasin ke Nonoa, jadi jangan khawatir..."

 

"Kasumi-neesan... Berapa harga tali di toko?"

 

"Kazuto-kun!? Kamu mau ngapain make tali?!"

 

Kalau aku pergi ke surga, aku akan bertemu malaikat.



 

Dua hari telah berlalu. Dan aku belum mengobrol sama sekali dengan Risu. Hal itu secara terang-terangan dihindari.

 

Risu keluar pagi-pagi sekali dan kembali larut malam. Ketika aku di rumah, aku tinggal di kamarku. Kadang-kadang kami berpapasan di lorong depan kamar, dan saat itu aku akan menyapa, tetapi dia hanya mengangguk ke arahku dan segera pergi. Tidak ada kata-kata yang dilampirkan.

 

Aku hanya bisa melihat pakaian sipil Risu dari belakang sekali. Itu terjadi pagi ini. Aku memastikan sosok Risu yang sedang memakai sepatu di pintu masuk.

 

Dia tidak mengenakan selimut yang biasa dia pakai, tapi pakaian yang terasa sejuk dan cocok untuk musim panas.

 

Rambutnya diikat rapi di sisi kepala, jadi aku pikir dia setidaknya peduli dengan penampilan minimalis. Itu saja yang aku ketahui saat ini.

 

"Ahh... susah ini."

 

Orang-orang di sekitar aku adalah tipe yang proaktif. Aku sangat tidak pandai membuat langkah pertama.

 

Mungkin aku harus mencobanya dengan penuh semangat dan tersenyum cerah, "Mau main game online bareng (bersinar)?"

 

"Gak gak gak, nanti dia makin jijik. Kemungkinan terburuknya, dia nanti malah manggil polisi...!"

 

Aku mencoba tersenyum seperti orang tampan di depan cermin, tapi itu hanya terlihat mengerikan. Ekspresi aku terdistorsi. Aku pikir bahkan Nonoa-chan akan menangis melihatnya.

 

"Mending nonton StarMains."

 

Aku memutar video dari StarMains di komputer dan menatap bodoh pada kelompok gadis cantik beranggotakan lima orang itu.

 

Senyuman cerah dari Nana, ekspresi tegas dari Rinka... Perasaanku menjadi lebih cerah.

 

"......Hmm?"

 

Mata aku tertuju pada gadis paling pendek di antara kelima anggota itu. Namanya adalahKomori Risuzu.

 

Dengan tubuh kecilnya dan model rambut side tail. Meskipun sedikit kesulitan, dia selalu berusaha keras dengan ekspresi serius. Dia adalah posisi imut dalam StarMains. Dikenal karena kerja kerasnya meskipun tidak cekatan (dulu sering terjatuh di atas panggung, menjatuhkan mikrofon, atau bahkan menabrakkan mikrofon ke wajahnya), dia tidak pernah berhenti berusaha keras dalam segala hal, dan itu adalah penilaian dari publik. Sedikit sulit mengobrol dan terlihat lebih muda dari usia sebenarnya, seorang siswi SMA tahun pertama.

 

Dia adalah karakter canggung yang ingin didukung... tetapi sebenarnya dia adalah karakter berlidah tajam.

 

Ternyata, ketika sedang tidak laku, dia mencoba berbagai arah, dan entah bagaimana, gaya berlidah tajamnya ternyata populer. Aku pernah melihat SNS-nya secara kebetulan.

Lalu, dia menjawab komentar dari penggemar dengan, "Eh? Kamu penggemarku?...  dasar lolicon."

 

Ada juga, "Sebelum datang ke konser, mandilah. Kalian semua bau kayak anjing basah karena hujan," "Gak perlu berpura-pura keren. Kamu gak bisa nyembunyiin bau perjaka," "Ada penggemar yang giginya hampir habis. Daripada menghabiskan uang buat konser atau merchandise, mending dipakai buat pergi ke dokter gigi," dan lain-lain, semuanya tampak seperti menggoda sebagian penggemar.

 

Juga, "Aku mau uang. Semua orang harus manjain aku dan cuman muji-muji aku," adalah salah satu dari keinginannya yang dia ungkapkan secara terbuka.

 

Aku tidak mengerti daya tariknya, tapi rupanya dia memiliki penggemar paling fanatik di antara anggota StarMains. Dan dia juga memiliki frekuensi SNS yang paling sering menjadi kacau di antara anggota.

 

"......Kenapa ini terasa familiar...?"

 

Aku memiringkan kepalaku saat melihat Komori Risuzu dalam video. Tentu saja, aku merasa familiar karena aku sudah melihatnya berkali-kali dalam video. Namun, aku merasa seperti aku melihatnya dalam kesempatan lain. Dimana ya?

 

"Gak, gak, sekarang ini tentang Risu."

 

Kalau aku begitu memperhatikannya, maka gadis itu, Risu, pasti lebih memperhatikan. Dia mungkin menumpuk stres. Apakah kami bisa menjadi teman atau tidak, yang terpenting adalah mengurangi kecurigaannya. Paling tidak, aku ingin dia mengerti kalau aku tidak berbahaya.

"......Mungkin perkenalan diri. Aku cuman tahu namanya aja."

 

Pertama-tama, aku ingin dia mengenalku. Dan aku ingin Risu merasa aman.

 

Aku memutuskan untuk memperkenalkan diri dan langsung beraksi.

 

Waktu malam, aku menunggu di ruang tamu. Aku duduk di kursi, memandang tangga yang menuju ke lantai dua.

 

Setidaknya sekali, dia pasti akan turun ke lantai satu. Itulah yang aku harapkan dengan penyergapan ini.

 

Setelah beberapa waktu, aku mendengar suara langkah kaki dari arah tangga. Dengan langkah goyah, seekor tupai yang seluruh tubuhnya tertutup selimut berbulu masuk ke ruang tamu.

 

"......!"

 

Dia menyadari kehadiranku dan tubuhnya bergetar kaget. Aku langsung bersiap dan masuk ke mode siaga.

 

"Kamu gak mau ngobrol bentaran sama aku?"

 

"............"

 

Risu yang mempertahankan kebisuannya berbalik dan berjalan kembali ke arah tangga.

 

"Tunggu! Ayo kita kenalan dulu! Aku pikir kita harus saling mengenal lebih baik!"

 

"......Kita itu keluarga, gak perlu bertukar kata-kata buat mengerti satu sama lain."

 

"Benarkah? Kalau gitu, coba tebak apa yang sedang aku pikirin sekarang."

 

"......’Hehe, serius deh, loli itu yang terbaik’......"

 

"Kita beneran gak ngerti satu sama lain. Dan kamu sadar diri juga kalau kamu loli?"

 

"......Aku kan wanita yang kuat. Jadi, aku bisa menerima diriku apa adanya."

 

"Tapi kamu nanti marah kalau diperlakukan seperti anak SD, kan?"

 

"......Tchh, aku akan membunuhmu... dasar lolicon......!"

 

"Anak ini menakutkan... benar-benar mulutnya kotor."

 

Ketika aku gemetar karena ketakutan, tupai itu akhirnya berbalik untuk pergi ke arah tangga lagi.

 

"Tunggu. Bentaran doang... Aku mau ngobrol sama kamu."

 

"............"

 

"Tolong, aku udah mohon-mohon kayak gini juga."

 

"......Aku gak bisa nolak kalau kamu udah berlutut... Ayo kita ngobrol. Kasihan juga ngeliat kamu."

 

Dengan sangat enggan, Risu kembali ke ruang tamu dan duduk di kursi yang di depanku.

 

Meskipun jaraknya sudah dekat, aku tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup tudung. Jelas dia tidak berniat menunjukkan wajahnya sama sekali. Dan tentu saja, aku tidak benar-benar berlutut. Hanya menundukkan kepala saja.

 

"Jadi, sekali lagi, namaku Ayanokouji Kazuto. Aku siswa SMA kelas dua."

 

"......Hmm."

 

"Hobi aku adalah bermain game online."

 

"......Game online?"

 

"Iya, game online. Aku kecanduan gameBlack Plain."

 

"......!"

 

Risu tampak bereaksi seketika. Mungkin dia tahu tentang itu.

 

Game online itu populer, dan ada iklannya di TV, jadi tidak mengherankan kalau dia tahu.

 

"Apa kamu juga mainBlack Plain?"

 

"......Sebentar doang. Aku udah gak main lagi."

 

Itu saja yang dikatakan tupai. Sepertinya dia tidak tertarik untuk mengobrol tentangBlack Plain.

 

Setelah itu, aku terus mengobrol tentang diriku sendiri secara acak. Makanan favoritku, makanan yang tidak aku suka, teman-temanku seperti apa... Tentu saja, aku tidak menyebutkan tentang Rinka, dan aku tidak ingin membuat suasana menjadi buruk, jadi aku sama sekali tidak menyentuh tentang ayahku. Risu mendengarkan aku dengan tenang tanpa menyela.

 

"Gimana? Kamu udah ngerti kan kalau aku bukan orang berbahaya apalagi sampai diwaspadai?"

 

"......Kamu serius malah bikin aku takut......"

 

"............"

 

Apa yang harus aku lakukan sekarang (nangis).

 

Mungkin aku, seorang pecandu game online, memang memiliki kemampuan yang rendah dalam bergaul dengan orang lain. Perkenalan diri yang tiba-tiba itu juga terasa aneh. Aku sendiri tahu kalau aku tidak bisa mengembangkan topik pembicaraan dengan lancar.

 

Kalau di game online, aku tidak kesulitan berinteraksi dengan orang lain...!

 

Melihatku yang sedang bingung, Risu bertanya tanpa menyembunyikan kecurigaannya.

 

"......Apa kamu ada niat tertentu kalau udah temenan......sama aku?"

 

"Aku gak berniat apa-apa. Aku cuman pengen Risu merasa aman."

 

"......Aman?"

 

"Iya. Rumah adalah tempat di mana kamu bisa merasa aman......tempat di mana kamu bisa nyntai tanpa mikirin apa-apa, bukan?"

 

"......Bener sih. Tapi......"

 

"Tapi?"

 

"..... Lupakan."

 

"Yaudah...... Aku juga bukan orang yang bakal nyakitin kamu."

 

"......Pertama kali, kamu dorong aku dari tangga......"

 

"Aku gak ngedorong kamu! Aku cuman sedikit teriak......"

 

"......Kamu memperlakukanku kayak anak SD......"

 

"Itu maafkan aku. Kamu bisa lihat sendiri."

 

Aku membungkuk dengan kepala menunduk seolah-olah ingin sujud, dahi menyentuh meja. Memperlakukannya seperti anak SD memang tidak sopan.

 

"......Hehe."

 

"Eh?"

 

Aku mendengar tawa kecil bocor, jadi aku mengangkat wajahku. Mulut Risu terlihat senang.

 

Menyadari kalau aku melihatnya, dia segera memalingkan wajahnya.

 

"......Kamu bukan orang jahat. Aku akan sedikit percaya."

"Ah, iya."

 

"......Apa aku harus bercerita juga tentang diriku?"

 

"Itu terserah kamu. Aku gak niat maksain diri juga buat berteman."

 

"......Oh, begitu."

 

"Kalau kita bisa lebih dekat secara alami, itu sudah cukup buat aku. Dan kalau kita gak bisa lebih dekat......mungkin itu adalah jarak yang tepat buat kita."

 

Menjadi dekat = hal yang baik, itu pasti. Tapi, aku akan senang kalau kita bisa membangun hubungan tanpa paksaan sekarang.

 

"Ah, ada satu lagi hobi yang aku punya. Aturan aku nyebutin ini duluan."

 

"......Apa itu?"

 

"Aku penggemar grup idola StarMains."

 

"――――Eh."

 

Risu tiba-tiba mengangkat wajahnya. Matanya yang tersembunyi di balik tudung, menatap langsung ke mataku.

 

"Oh, kamu tahu?"

 

"......Pake nanya, itu sekarang sangat populer."

 

"Iya kan."

 

"......Siapa yang paling kamu suka?"

 

"Sudah pastiiiiiii......"

 

"......*Gulp."

 

"Mizuki Rinka!"

 

"......Dah lah bubar aja."

 

"Kenapa!?"

 

Aku merasa tidak masuk akal, seakan-akan aku tiba-tiba dipukul saat sedang asyik mengobrol.

 

"......Tapi, kamu punya selera yang bagus. Aku juga... suka sama Mizuki Rinka."

 

"Benar kan!? Iya kan!? Rinka-san itu memang luar biasa!"

 

............

 

"......Kamu sadar kenapa aku mundur sekarang?"

 

"Aku mengerti...... Maaf."

 

"......Yhh gapapa, jadi semangat tentang sesuatu yang kamu suka itu hal wajar sebagai manusia."

 

"Beneran ngerti, kamu?"

 

"......Ya. Tapi, memanggilnya dengan nama seakan-akan dia pacarmu...... itu bikin aku mundur."

"Uh!"

 

"......Orang yang terlalu terobsesi itu berbahaya......"

 

"Te-tenang aja!"

 

"......Matamu berenang...... Kalau kamu melewati batas sebagai penggemar...... itu gak baik."

 

"O-okay......!"

 

Dari balik tudungnya, aku bisa merasakan tatapan tajam yang seakan-akan menegurku.

 

Risu, gadis kecil ini, tampaknya tipe yang langsung mengatakan apa adanya meskipun terlihat pendiam.

 

Bagiku, dia mungkin orang yang menyegarkan dan menyenangkan.

 

"......Nggak ada orang jahat di antara penggemar Mizuki Rinka. Jadi aku akan mengakui, kamu orang baik."

 

"Itu cara ngakuin yang unik. Tapi itu standar penilaian yang berbahaya."

 

"......Jangan terlalu terobsesi. Sebagai penggemar, dukung aja......"

 

"Ya, aku mengerti!"

 

Suasana Risu membuatku merasa sangat dicurigai. Dia menatapku dengan tajam. Tapi aku dan Rinka sudah pacaran, bahkan Rinka menganggap kami sudah seperti suami istri.

 

Ini bukan masalah terobsesi biasa.

 

"Ah! Mau ke kamarku? Aku punya poster Rinka-san yang ditempel di situ!"

 

"......Mencoba memancing lolicon dengan umpan manis... kamu mau ngapain emangnya?"

 

"Aku gak bakal ngelakuin apa-apa! Catet nih, aku gak punya selera ke loli, oke?"

 

"......Itu menyakitkan...... kamu lagi-lagi memperlakukanku sebagai loli......"

 

"Maaf---tapi kamu yang mulai duluan ngomong tentang lolicon, kan!?"

 

"Tch......Cepat tunjukkin posternya."

 

Dia terlalu santai.

 

 

Aku membawa Risu ke kamarku. Di depan poster Rinka yang ditempel di dinding, aku dengan bangga menyilangkan tangan dan menunjukkannya dengan percaya diri.

 

"Bagaimana, ini poster Rinka-san yang aku banggakan......!"

 

"......Ini, aku juga punya."

 

"Kamu punya? Aku jadi malu sekarang. Padahal aku udah semangat bangga-banggain nya."

 

"......Aku punya lebih banyak poster lainnya. Aku juga punya kartu pos dan buku foto. Cuman karena satu poster aja, kamu udah bersemangat, anak kecil......!"

 

"Haha. Kalau kamu laki-laki, kayaknya aku udah mukulin kamu sekarang."

 

"......Aku diancam dengan senyuman yang cerah......!"

 

"Sudah aku bilang, poster ini sangat spesial. Jangan kaget ya? Ada tanda tangan aslinya tahu!"

 

Aku mencoba mencarinya di internet, tapi poster Rinka dengan tanda tangan tidak beredar di pasaran.

 

Artinya, poster Rinka ini benar-benar satu-satunya di dunia!!

 

"…Itu… luar biasa…!"

 

"Keren kan?"

 

"…Tapi, semua barang Rinka-san yang aku punya, semuanya bertandatangan…"

 

"Eh? Bohong kamu?"

 

"…Beneran. Huh, cuman gara-gara tandatangan satu aja udah kegirangan…"

 

"Gak mungkin…! No pict hoax!"

 

"…Tch, terpaksa dah."

 

Dengan senyum penuh kebanggaan, Risu kembali ke kamarnya dan kembali dengan membawa beberapa album foto.

 

"…Huh, aturan kamu sadar perbedaan kekuatan yang luar biasa ini…!"

 

"Se-seperti itu… Semuanya tanda tangan asli! Kamu benar-benar mendapatkan tanda tangannya…!"

 

Setelah melihat semua album foto yang diberikan, semua terdapat tanda tangan Rinka.

 

Awalnya, aku curiga mungkin Risu yang menulisnya sendiri? Tapi sekarang, aku bisa dengan mudah membedakan mana tanda tangan Rinka yang asli dan mana yang palsu. Semua ini—semuanya asli!

 

"Risu. luar biasa, benar-benar luar biasa."

 

"…Ya, yah… fuhuyuhuyuhu…"

 

"Tawamu unik banget."

 

"…Mulai hari ini, apa aku boleh jadi kakakmu?"

 

"Itu masalah yang berbeda lagi. Aku lebih tua darimu."

 

"…Tch, padahal cuman lahir satu tahun lebih awal tapi udah ngerasa paling tua…!"

 

"Aku gak ngerasa tua kok. Sebaliknya, aturan kamu menghormati yang lebih tua."

 

"…………ah, tunggu… ini…… eh, ini adalah—!"

 

Risu memperhatikan satu poin tertentu, dan tubuhnya bergetar hebat karena terkejut.

 

"Ada apa?"

 

"…Ini—boneka Rinka. Fuaaaaaa…!"

 

Risu melompat ke arah boneka Rinka yang diletakkan di atas meja dan menggenggamnya dengan kedua tangan. Dia mulai memperhatikannya dari semua sudut. Bahkan seolah-olah ingin mengintip celananya.

 

"…Aku belum pernah ngeliat barang Rinka-san kayak gini…! Gak, seharusnya gak dijual… Aku gak mungkin ngelewatin… Bukan untuk dijual… Buatan tangan… Tapi kualitasnya tinggi… Ini pasti pekerjaan seorang profesional, detail kepala, tangan, kaki, bokong, dan desain celana yang rumit… Dari setiap jahitan kerasa kepedulian dan cinta ke pemilik masa depannya. Aaaaaaaaa…! Apalagi, senyuman lebar Rinka-san yang gak mungkin ada di kenyataan ini menarik daya tarik kreatifnya secara menakutkan—guk… Ini, aku kalah… Fuaaaaaaa…!"

 

"Ehm, Risu?"

 

"…Aku mengakui, mulai hari ini… kamu kakakku."

 

"Aku malah gak ngerasa seneng diakui gara-gara ini doang…!"

 

"…Hanya secara formal aku manggil kamu. Aku sama sekali gak nganggap kamu sebagai kakak yang sebenarnya."

 

"Tsundere ya," pikirku dalam hati. Tapi tidak ada keraakun itu adalah perasaan sebenarnya.

 

"…Ini mau dijual berapa?"

"Gak aku jual."

 

"…Yhh mau bagaimana lagi. Ini barang yang gak bisa dinilai dengan harga…! Namun, cuman ngeliat boneka ini aja, aku ngerasa beruntung banget pindah ke rumah ini…!"

 

Ini sangat mengejutkan, anak ini benar-benar memiliki lidah yang fasih.

 

"......Niichan, aku mau berterima kasih."

 

"Terima kasih?"

 

"......Ya. Aku harus ngasih sesuatu buat ucapan terima kasih karena udah diliatin sesuatu yang luar biasa."

 

Dengan tekad yang kuat, Risu mengobrol. Meski aku secara pribadi terharu karena dia memanggilku "Niichan"...... terima kasih, huh.

 

"Kalau gitu, bisa tunjukin barang-barang lainnya dari Rinka-san? Aku hanya punya poster dan boneka ini."

 

"......Buat seorang penggemar, kamu itu cuman punya barang sedikit...... nggak, yhh. Yaudah datang ke kamarku."

 

Risu memimpin keluar dari kamarku, berjalan ke koridor dan menunggu di depan kamarnya.

 

Aku benar-benar terkejut karena diundang ke kamarnya sendiri.

 

Tak perlu dikatakan, Risu sangat waspada. Mengundang seseorang ke kamar sendiri berarti dia benar-benar mempercayai orang tersebut. ............ Berkat boneka Rinka, huh. Luar biasa, Rinka.

Sepertinya ada semacam kekuatan magis atau ilmu sihir yang terkandung di dalamnya.

 

"......Niichan, ngapain disitu......?"

 

"Ah, aku datang."

 

Aku segera bergerak setelah dipanggil dengan ekspresi bingung.

Kamar Risu――sulit untuk dijelaskan.

 

Karpetnya...... seolah-olah ada lingkaran sihir raksasa yang digambar di atasnya. Di mana-mana di dinding terdapat poster Rinka dan poster StarMains, tapi dari langit-langit tergantung beberapa tengkorak...... Di rak penyimpanan ada bola kristal dan objek besar yang mengingatkan pada tangan serangga, dan di lantai berserakan benda-benda yang tampak menyeramkan yang sulit untuk dijelaskan, di meja terdapat banyak lilin.

 

Suasana keseluruhan sangat berbau okultisme.

Note : Okultisme adalah kepercayaan terhadap hal-hal supranatural seperti ilmu sihir.

 

Mungkin tidak tepat untuk mengatakannya, tapi ada semacam vibes penyakit remaja.

 

Saat ini, dia hanya terlihat seperti pemuja sekte jahat yang menyembah Rinka.

 

"......Niichan? Ada apa?"

 

"Gak, gak ada apa-apa."

 

"......Aku nggak punya penyakit remaja."

"Kamu ngebaca pikiran aku, huh."

 

"...... Aku udah lulus dari penyakit remaja. Kamar ini...... adalah peninggalannya."

 

"O, oke."

 

Risu pindah ke rumah ini seminggu yang lalu. Kalau dia mendekorasi kamar ini dalam seminggu...... aku masih meragukan dia benar-benar sudah lulus dari penyakit remaja. Yah, selera kamar orang berbeda-beda.

 

Bahkan kalau bukan penyakit remaja, ada orang yang menyukai suasana okultisme.............. kira-kira begitu.

 

"Oh, ini."

 

Aku menyadari kandang serangga di sudut rak. Di dalamnya ada satu kumbang.

 

"......Chokichoki Nomor Tiga."

 

"Eh?"

 

"......Nama serangga itu, Chokichoki Nomor Tiga. Temanku sejak kelas empat SD."

 

"Itu pasti udah lama hidupnya. Nomor tiga berarti generasi ketiga?"

 

"......Generasi pertama. Nomor tiga kedengeran lebih bagus aja......"

 

"Oh, oke. Kamu agak aneh, ya. Tapi di beberapa hal, kayaknya kamu jenius."

"......Aku, jenius? Fufuhehe."

 

Tanpa memahami sarkasmeku, Risu itu tersenyum dengan polos.

 

Dengan segala ucapan dan rasa penamaan yang sedikit berbeda dari biasanya.

 

...Ah, chokichoki Nomor Tiga terbalik.

 

"Kamu suka kumbang?"

 

"...Biasa aja."

 

"Tapi, kamu merawatnya?"

 

"...Gara-gara aku ngerasa kesepian..."

 

"Kesepian?"

 

"...Yeah. Aku pengen ngerasain keberadaan makhluk hidup yang bergerak di dekat aku..."

 

Secara tidak terduga, dia mengeluarkan suara yang terdengar sangat serius, membuatku sedikit bingung. Sambil menunduk, dia mulai merangkai kata-kata.

 

"...Mama, selalu gak ada di rumah. Jadi, aku pengen ngerasain keberadaan makhluk hidup selain diriku..."

 

"Risu..."

 

"...Aku pengen manja sama Mama. Gak peduli seberapa keras aku berusaha, dia gak pernah muji aku. Pertama-tama, dia nggak pernah ada di rumah."

 

Dia jelas mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya. Namun, aku tidak bisa berkata apa-apa.

 

Risu yang aku kenal sebelumnya selalu terlihat pemberani, tapi sekarang dia hanya terlihat seperti seorang gadis yang kesepian.

Apakah wajah murung yang dia tunjukkan sekarang adalah wajah aslinya?

 

"...Aku cuman pengen dipuji karena apapun."

 

"Risu――"

 

"...Aku pengen keberadaan aku diakuin..."

 

"――――!"

 

Kata-katanya juga menusuk hatiku. Aku tidak tahu bagaimana cara untuk menghiburnya sekarang.

 

Aku, aku――――.

 

"Nah, Risu."

 

"...Apa? Jangan asal ngehibur――――"

 

"Ayo main game online bareng."

 

"...Eh?"

 

Reaksinya seolah-olah tidak percaya dengan apa yang aku katakan.

 

Bahkan aku sendiri bertanya-tanya dalam hati, mengapa aku bisa mengatakan hal itu.

 

Tapi, tanpa niat untuk berhenti, aku terus menambahkan kata-kata.

 

"Ayo kita jelajahin dataran hitam yang tadi aku ceritain. Pasti seru."

 

"...Aku berhenti setelah sekitar satu jam."

 

"Gak menarik emangnya?"

 

"...Ada hal lain yang harus aku lakukan, jadi aku gak bisa lama-lama... masa aku ninggalin gitu aja."

 

"Yaudah ayo main, sekarang."

 

"...Mendadak amet."

 

"Gapapa. Lakukan apa yang pengen kamu lakukan waktu kamu pengen melakukannya, itu aja."

 

"...Apakah kamu anak laki-laki yang lebih dominan dari yang kupikirkan?"

 

"Tadi kan, aku seorang lelaki yang sangat pasif..."

 

Aku juga merasa sudah berubah. Alasan perubahan itu tidak perlu diucapkan.

 

"...Iya dah, aku ikut main."

 

"Bagus. Pasti seru, jadi bersiaplah."

 

"...Matamu berkilauan. Kamu terlalu suka sama game online..."

 

Meskipun Risu terlihat sedikit terheran-heran, tidak diragukan lagi bahwa dalam beberapa menit ke depan, dia akan berubah menjadi gadis yang sangat bersemangat. Karena bahkan Rinka, yang dingin, pun tergila-gila padanya.

 

 

Tampaknya Risu memiliki laptop, dan kami berakhir dengan melakukan hal bersama-sama di kamarku.

 

Saat aku duduk di tempat komputer, aku hampir tanpa sadar menghela nafas ketika menoleh.

 

Risu, seolah-olah itu hal yang biasa, sudah berbaring di tempat tidurku dan menyalakan laptopnya.

 

Dia bahkan membawa kandang serangga yang di dalamnya ada chokichoki nomor tiga dan meletakkannya di sampingnya.

 

"Sebenarnya gak masalah sih... Tapi, kamu ini bisa-bisanya ya, tiduran dengan santainya di tempat tidur orang lain."

 

"......Kalau tempat tidur orang lain... Aku bisa berbaring dengan santai kalaupun pakai baju kotor juga."

 

"Itu paling buruk."

 

Bukan karena dia tebal muka, tapi karena dia egois.

 

"......Kayaknya, aku perlu waktu buat mulai game abis update......"

 

"Yaa, gapapa."

 

"......Nih, ambil laptop kentang......!"

 

"Jangan marah-marah ke barang...... Laptopmu itu kelihatannya mahal, lho. Keyboardnya bisa berwarna-warni dan desainnya juga rumit."

 

Dari penampilannya, itu adalah laptop gaming yang terlihat cukup mahal.

 

"......Tau gak berapaan harganya?"

 

"Hmm, sekitar 100 ribu yen?"

 

"......Pikiranmu murah......huhu, 300 ribu yen."

 

"Mahal amet! Itu laptop kentang darimana nya!"

 

Tidak mungkin seorang siswa SMA bisa membelinya. Sepertinya Risu juga mendapatkan uang seperti aku.

 

Namun, itu sangat mahal. Dia pasti memiliki banyak uang.

 

"......Aku bukan tipe wanita yang cuman nerima. Aku ngehasilin uang sendiri."

 

"Oh, kamu seorang streamer, ya? Kasih tahu nama channelmu dong."

 

"......Gak."

 

"Ayo dong. Aku pengen nonton video kamu sambil nunggu update."


"......Gak mau."

 

Risu berkata tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. Dia benar-benar tidak ingin memberitahukannya.

 

Aku merasa sedikit canggung, jadi aku memutuskan untuk mengubah topik pembicaraan.

 

"Kamu ngebeli laptop seharga itu, pasti kamu pengen serius main game online?"

 

"......Aku bermain FPS."

 

"FPS ya. Tergantung pada lingkungannya kalau ini, bisa aja bikin kamu berkata kasar."

 

"......Iya. Aku berhenti gara-gara itu berdampak buruk ke kepribadianku."

 

"Begitu ya. Yah, sepertinya sudah terlambat."

 

"......Bukan berhenti sih, lebih tepatnya akun ku di-BAN."

 

"Kepribadianmu kayaknya emang sudah buruk dari awal deh."

 

"......Karena aku kesepian......"

 

"Kenapa kamu ngomong pakai nada manja...... Aku benar-benar terkejut."

 

Saat kami membunuh waktu dengan ngobrol sembarangan, fakta mengejutkan tentang Risu terungkap satu demi satu.

 

Aku merasa tidak baik untuk menggali lebih dalam, jadi aku memutuskan untuk mengubah topik pembicaraan dengan paksa.

 

"Kamu selalu memakai selimut itu? Sekarang kan musim panas? Emang gak kepanasan?"

 

"......Aku kedinginan...... Aku orang yang gampang kedinginan."

 

"Kamu orangnya gampangan."

 

"...Gak punya keluarga, bikin hatiku jadi dingin. Jadi, setidaknya aku nyoba ngehangetin tubuh."

 

Itu adalah alasan yang membuat air mata ingin keluar. Apapun topik yang diangkat, selalu ada risiko menyentuh luka lama.

 

 

Setelah Risu selesai melakukan update, kami memutuskan untuk bertemu diBlack Plainsetelah login. Rupanya, Risu berhenti bermain sebelum menyelesaikan tutorial, jadi dia perlu mengingat kembali cara bermain. Aku memutuskan untuk menunggu di desa pertama.

 

"...Niichan, aku udah selesai. Aku otw kesana."

 

"Baiklah. Aku ada di alun-alun pusat desa. Namaku Kaz."

 

"...Karena namanya Kazuto, jadi Kaz... Terlalu sederhana."

 

"Haha, temanku juga bilang gitu."

 

Teman itu (Rinka) juga memberi nama dengan cara yang sederhana.


"...Terlalu sederhana sampai-sampai bikin aku khawatir tentang daya cipta. Aku heran gimana kamu bisa hidup sampai sekarang. Mending kamu baca lebih banyak buku dah buat ningkatin penggunaan kata atau usaha belajar kata-kata baru dalam kehidupan sehari-hari."

 

"Ribet. Berhentilah. Tinggal kasih tahu aja, apa namamu?"

 

"...fufufu, aku bakal nunjukin ke kamu, indahnya sense-ku...!"

 

"Eh, jangan-jangan karakter ini adalah Risu---!"

 

Di depan Kaz, muncul seorang gadis berkulit hitam.

 

Dari penampilannya, pekerjaannya adalah Assassin. Dari atas sampai bawah berpakaian hitam, wajahnya tertutup kap.

 

Persis seperti pembunuh bayaran yang sering dilihat di film. Nama yang ditampilkan adalah---[Kokugatsu Ruseze].

 

...Entahlah. Namanya seperti belum sepenuhnya lepas dari sindrom chunibyo.

 

Bukan berarti Assassin itu chunibyo, tapi nama avatar dan realita yang begitu, membuatku sedikit terbayang imej chunibyo.

 

"...Ini sisa-sisa chunibyou... Bukan aku yang mikirin sekarang."

 

"Tetep aja, kamu nunjukinnya penuh keyakinan gitu."

 

"...Lupa."

 

Memori yang nyaman sekali.

 

"...Btw, Kokugatsu Ruseze adalah seorang wanita yang berjanji akan membalas dendam setelah kampung halamannya dihancurkan sama invasi kerajaan, dan memasuki organisasi pembunuh. Namun, dia gak bisa menjadi sepenuhnya kejam, dan kadang-kadang kelembutannya bikin dia jadi terjebak dalam masalah, tapi dia tetap menonjol dengan bakatnya sebagai pembunuh."

 

"Hebat, kamu benar-benar bikin karakter yang mendalam, ya?"

 

"...Hebat? Fuehehehe..."

 

Apakah dia senang dengan pujian apa saja? Tapi, mungkin dia adalah gadis yang cukup menggemaskan.

 

"Risu, ada yang pengen kamu lakukan? Biasanya, kita menyelesaikan quest dulu buat ningkatin level sama ngumpulin item bersamaan..."

 

"...Aku gak suka hal-hal yang remeh."

 

"Oh, oke. Tapi kalau awal-awal, melakukan quest kan hal yang umum dan efisien lho."

 

"...Aku itu wanita yang gak terikat oleh konvensi. Lagian, pasti sering ada kelemahan dalam cara yang dianggap efisien sama orang banyak...!"

 

"Ah, begitu. Jadi, apa yang pengen kamu lakukan?"

 

"...Pengen naik level secepatnya."

 

"Kalau gitu, kita lakukan quest. Aku bakal bantuin, jadi ayo kita fokus pada quest dulu."

 

"......Kerja keraslah, kau pekerja rendahan."

 

"Siapa yang kamu anggap pekerja rendahan."

 

Setelah memberikan quest kepada Risu, aku bergerak meninggalkan desa bersamanya.

 

Namun, Kokugatsu Ruseze tidak mengikuti. Aku merasa penasaran dan menoleh ke belakang.

 

Entah kenapa, pembunuh bayaran yang terkesan seperti penyakit remaja itu mengobrol dengan NPC satu per satu...

 

"Kamu ngapain, Risu?"

 

"......Mungkin aku bisa dapetin petunjuk buat mengungkap misteri dunia dari orang-orang ini. Pengumpulan informasi."

 

"Aku agak gak ngerti, tapi pemula biasanya mengobrol dengan NPC satu per satu, kan?"

 

Aku sudah bermain cukup lama hingga mengenal berbagai pemula.

 

Tidak semua, tapi ada kesamaan di antara pemula kalau mereka suka mengobrol dengan NPC.

 

Aku ingin membiarkan mereka melakukan apa yang mereka suka, tapi dengan ini, waktu akan berlalu sebelum mereka dapat menikmati kesenangan dariBlack Plain.

 

"Kokugatsu Ruseze itu pembunuh bayaran, kan? Gak baik kalau terlalu menonjol.”

 

"――Ah! Sebagai orang yang hidup di bayang-bayang, aku tidak boleh berdiri di depan..."

 

Anak ini lucu ya. Sangat antusias. Dia benar-benar masuk ke dalam permainan.

 

"......Baiklah, serahkan pengumpulan informasi ke anak buah."

 

"Siapa anak buahnya."

 

Setelah itu, aku ikut serta dalam quest.

 

Peningkatan level Kokugatsu Ruseze berjalan lancar, dan tidak ada masalah dalam pertarungan melawan monster.

 

Risu tampaknya orang yang cekatan. Awalnya dia tampak bingung dengan cara mengoperasikan, tapi dalam satu jam dia sudah mengerti triknya.Black Plainjuga fokus pada aspek aksi, dengan adanya kombinasi dan sebagainya. Mungkin sulit bagi pemula untuk memikirkan pertarungan dengan kombinasi, tapi Risu melakukannya dengan biasa saja. Setidaknya dia lebih baik dari Nana dan sepertinya lebih baik dari Rinka ketika dia masih pemula.

 

"Risu itu gadis yang cekatan ya. Udah bisa nguasain skill dan sadar sama kombinasi. Hebat."

 

"......Aku, hebat? Fuuheeheeheehee."

 

"Ketawanya agak aneh......"

 

Meskipun tawanya aneh, kenyataannya dia merasa senang dipuji.

 

"............Aneh."


"Apa yang aneh?"

 

"......Kenapa kalau menyelesaikan quest kita mendapatkan pengalaman dan level naik? Apa itu pengalaman? Apa itu level naik? Apa dunia ini didominasi sama konsep pengalaman? Ini misteri besar. Terus juga, banyak novel tentang dunia lain yang seperti game dengan status level gitu."

 

"Ayo kita hentikan kritiknya."

 

......Dan dengan percakapan aneh seperti itu, kadang-kadang suasana menjadi kacau.

 

"......Kaz――niichan. Hei, niichan. Tolong aku."

 

"Apaan. Ada apa?"

 

"......Ini tiba-tiba Kokugatsu Ruseze kayak ngeberontak gitu...... Dia sama sekali gak gerak."

 

Aku menoleh dan melihat Risu yang dengan putus asa menekan keyboard.

 

"Tenanglah. Kalau dugaanku benar, pasti......"

 

Jelas, kalau barang seharga 300 ribu rusak, dia akan sedih. Dia terlihat seperti ingin menangis.

 

Aku bangkit dari kursi dan mengintip ke laptop Risu.

 

Seperti yang diharapkan, ruang obrolan sudah terbuka, dan ada huruf acak yang diketik.

 

"Lihat, ruang obrolannya terbuka. Ada huruf yang diketik di sana, kan?"

 

"......Ah. Bener juga."

 

"Itu kesalahan kadang-kadang kejadian. Kita gak sengaja neken enter."

 

"......Syukurlah gak rusak. Makasihh, niichan."

 

"Aman, cuman masalah kecil."

 

"......Sebagai ucapan terima kasih, aku akan ngasih kamu seribu yen."

 

"Makasih, tapi jangan bercanda."

 

 

Kita berdua terus menyelesaikan quest bersama-sama. Di antaranya, ada quest tentang perumahan. Sederhananya, perumahan adalah sistem untuk membangun rumah.

 

DiBlack Plain, berbagai rumah disediakan, dan semua jenis perabotan dapat dibeli.

 

Kamu bisa memiliki rumahmu sendiri, dan bahkan bisa memiliki sebuah mansion untuk digunakan oleh anggota guild.

 

"......Niichan. Aku juga pengen punya rumah."

 

"Kamu masih belum punya uang, kan? Itu gak bisa."

 

"......Niichan yang b-kecanduan game online harusnya kan bisa beli sebuah mansion. Beliin napa."

 

"Kamu hampir manggil aku bodoh, kan?”

 

"......Itu cuman perasaanmu doang. Bagaimana dengan mansionnya?"

 

"Hmm, aku bisa beli sih."

 

Aku sudah bermain selama bertahun-tahun. Dan aku sudah menghabiskan uang pada level yang membuat orang biasa terkejut.

 

Intinya, aku yang sudah bermain sebanyak itu bisa membeli sebuah mansion tanpa masalah.

 

"......Niichan belum gabung sama guild?"

 

"Ya."

 

"......Yaudah, aku akan bikin guild. Aku mau punya mansion buat markas kegiatan. Jadi, beliin lah."

 

"Egois banget. Tapi, iyadah gapapa."

 

Membuat guild dan membeli mansion tidak masalah......tapi Rin, ya.

 

Aku agak peduli. Sebenarnya, rumah Rin dan Kaz ada. Mereka berdua menyumbang uang secara bersama-sama, dan Rin yang membelinya. Dan tentang guild, keduanya belum bergabung. Tidak ada alasan khusus untuk ini.

 

Rin dan aku belum pernah membicarakan hal seperti itu. Mungkin tidak ada kebutuhan untuk itu.


"......Niichan, ini permintaan dari adik perempuanmu yang imut lho."

 

"Kamu cuman ngaku adik perempuan kalau lagi kayak gini...... Aku sedih, tahu."

 

"......Kalau kamu beliin mansion buat aku, kepercayaan adikmu ini bakal naik drastis."

 

"Bisa aja kamu...... Tapi, iya aku bakal beliin."

 

"......Yay."

 

Mungkin saat itu aku adalah pria paling sederhana di dunia.

 

Mendengarkan keinginan manja adikku juga merupakan tugas seorang kakak...... Aku tidak tahu.

 

"......Ternyata levelku gak cukup, aku gak bisa buat guild, kata sistemnya yang muncul."

 

"Oh ya, ada batasan level. Mau nge quest lagi?"

 

"......Gak ah, aku pengen buat guild sekarang. Niichan yang jadi master tapi. Aku nanti nyerahin posisi master guild."

 

"Oke."

 

Aku sudah bergabung dengan guild beberapa kali, tetapi ini adalah pertama kalinya aku membuatnya sendiri.

 

"......Boleh gak aku yang nentuin nama guild?"

 

"Boleh."


".... Karasu no Tomariki. Bagaimana?"

 

"Oke juga tuh. Risu, kamu punya selera ya."

 

"......Aku, punya selera? Fufufufu."

 

Cara tertawanya itu...... Selain itu, benar-benar memiliki selera penamaan yang belum sepenuhnya terlepas dari masa remaja yang gelap.

 

Terutama Karasu itu yang sangat terasa.

 

Dengan begini, kami membuat guild, pindah ke area perumahan, dan membeli sebuah rumah mewah.

 

Rumah mewah bertingkat dua yang terlihat seperti dari abad pertengahan dengan warna putih bersih. Ada juga air mancur yang menyemburkan air berwarna-warni, dan juga memiliki taman untuk menanam tanaman. Kokugatsu Ruseze dan Kaz memasuki rumah mewah itu dan menghabiskan waktu untuk melihat-lihat setiap ruangannya.

 

"......Nggak ada apa-apa. Setiap kamar kosong."

 

"Kita harus beli furnitur dulu."

 

"......Iya."

 

"Jadi aku yang harus beli juga?...... ah, baiklah."

 

"......Niichan, kamu kan baik. Tipe orang yang menerima banyak orang yang menghadapi kesulitan."

 

"Sial, aku gak bisa ngeles."

 

"......Kalau di dunia hiburan, kamu pasti tipe orang yang langsung dimanfaatkan dan akhirnya hidupnya penuh utang."

 

"Kenapa kerasa nyata amet......?"

 

Sepertinya dia mengobrol seolah-olah dia memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup di dunia hiburan.

 

Mungkin sebagai seorang streamer, dia lebih sering mendengar informasi semacam itu daripada orang biasa.

 

…………Aku tidak tahu jenis streaming apa yang dia lakukan.

 

"Pikirin furnitur apa yang mau kita beli. Aku mau ke toilet dulu."

 

"......Aku juga pengen pergi."

 

"Kamu nanti aja, aku duluan."

 

"......Nanti, yaudah aku milih-milih ini dulu."

 

"Ok."

 

Sementara Risu melihat-lihat daftar furnitur, aku keluar dari ruangan dan menuju ke toilet.

 

Saat berjalan di koridor, aku berhenti karena merasakan sesuatu yang tidak beres.

 

"Percakapan tadi, aneh kan......!"

 

Aku juga mungkin cukup bodoh karena tidak segera menyadari ada yang tidak beres.

 

 

Setelah selesai di toilet, aku kembali ke kamar sambil tersenyum licik.

 

"Hehe, si Risu itu, semakin serius aja."

 

Dari interaksi kami sebelumnya, aku merasakan kepuasan yang pasti.

 

Black Plainmemiliki berbagai elemen. Artinya, ada banyak cara untuk terlibat dalam permainan ini.

 

Risu sangat serius dalam membuat karakter dan juga pandai dalam pertarungan.

 

Dia juga sering terlalu dalam menganalisis dunia game, yang bisa dikatakan sebagai tanda bahwa dia sangat tenggelam dalam permainan itu.

 

"Ini bagus, suasananya baik. Teman di Black Plain nambah satu lagi......!"

 

Aku terlalu gembira sampai tidak bisa berhenti tersenyum. Ini tidak baik, kalau Risu melihat wajahku seperti ini, dia mungkin akan merasa aneh.

 

Aku menggosok-gosok wajahku dengan telapak tangan sebelum membuka pintu dan masuk ke kamar.

 

"......Niichan. Ada wanita aneh masuk ke markas kita."


"Wanita aneh? Ah, pemain lain yang datang. Kadang-kadang itu terjadi."

 

Normalnya, siapa pun bisa masuk, jadi tidak aneh kalau ada pemain yang tidak dikenal masuk. Nanti aku akan mengubah pengaturannya agar hanya anggota guild saja yang bisa masuk.

 

Aku duduk di kursi komputer dan menatap layar - Eh!?

 

Di samping Kaz yang sedang berbaring di tempat tidur...!

 

"...Perempuan aneh ini... 'Rin', auranya nyeremin."

 

Rin, elf berambut pirang dengan busur di punggungnya - terasa sangat dingin!

 

"Ah, ah... apa yang harus kulakukan, ini sangat berbahaya."

 

Aku langsung merasa darah mengalir meninggalkan wajahku. Dalam situasi ini, Rin pasti akan salah paham.

 

"...Dari tadi, dia ngomong tentang perselingkuhan lah, tentang suami istri lah... bangun rumah biar bisa bawa perempuan lah... ngomong hal-hal aneh dah pokoknya. Perempuan ini, nakutin. Apa kita harus report?"

 

"Dia pasangan hidupku. Jangan dilaporin."

 

Dia juga pacarku di dunia nyata, tapi rasanya akan menjadi rumit jika aku bilang itu jadi aku diam saja.

 

Identitas aslinya adalah idola populer Mizuki Rinka, jadi aku tidak bisa membocorkannya dengan keputusanku.


Melihat ke kolom chat, ada pesan pribadi dari Rin -.

 

[Rin]: Kaz! Apa ini!? Ada perempuan yang tidak aku kenal!! Siapa Kokugatsu Ruseze!?

 

[Rin]: Balas sekarang! Cepetan!  [Rin]: Jadi kamu benar-benar selingkuh! Kamu bahkan bangun rumah mewah!  [Rin]: Kamu bahkan membuat guild! Dari kapan kamu punya hubungan dengan Kokugatsu Ruseze!?  [Rin]: Aku bilang aku bisa mengabaikan perselingkuhan sampai batas tertentu! Tapi jelasin yang bener lah!! [Rin]: KazKazKazKazKazKazKazKazKazKazKazKaz  [Rin]: Bisa gak aku menelepon?  [Rin]: Aku langsung siap-siap pergi ke rumah Kazuto sekarang."

 

...Ini buruk. Chatnya mengalir dengan kecepatan yang luar biasa.

 

Sejujurnya, aku ingin segera log out sekarang.

 

Dalam ketakutan, aku gemetar dan menyentuh keyboard dengan kedua tangan yang bergetar kecil, dan membalas chat pribadi.

 

[Kaz]: Rin. Ini beda.

 

[Rin]: Ah, akhirnya kamu ngebales! Apa maksudnya!?

 

Rin di layar terlihat marah tapi lucu. Gerakannya saja sudah cukup menggemaskan.

 

[Kaz]: Kokugatsu Ruseze adalah keluarga.

 

[Rin]: Keluargamu itu aku!

 

Itu hanya klaim dari Rin.


[Kaz]: Bukan itu, Kokugatsu Ruseze itu adik yang pernah aku ceritain sebelumnya.

 

[Rin]: Eh, kamu selingkuh sama adikmu!? Kamu idiot, Kaz!!

 

[Kaz]: Bukan itu!! Dengarkan aku!!

 

"...Niichan, kayaknya kamu kesulitan... pfftt."

 

"Ngetawain apa kamu, Risu? Ini udah kayak di tengah pertempuran tahu."

 

Aku memandang Risu, yang mengintip layar dari belakangku, dengan mata tajam dan membalas.

 

"...Berperilaku serius sebagai suami istri di game online... orang itu berbahaya."

 

"Bukan berbahaya sih..."

 

"...Keluarga itu, bukan hubungan yang asal dibuat di game online."

 

"---"

 

Aku hampir saja membantah secara spontan, tapi aku berhenti dan menutup mulutku.

 

Itu adalah cara berpikirnya, dan dia memiliki pengalaman yang membuatnya berpikir seperti itu.

 

Jika aku tidak bertemu dengan Rin...

 

"...Tolong jangan ngomong apa-apa tentangku ke orang di internet."

"Ah, maaf."

 

Dia mengobrol dengan nada yang dingin, tanpa membiarkan perasaan apapun terlukis di dalamnya.

 

Setelah sesaat keheningan berlalu, Risu yang sudah menatap Rin mulai mengobrol.

 

"......Niichan, biar aku yang ngurusin ini."

 

"Kamu mau ngapain? Perasaan aku gak enak."

 

"......Aku adalah wanita yang sudah bertahan hidup di banyak medan perang cuman dengan kata-kata...... Menenangkan Rin atau siapapun itu gak akan jadi masalah besar."

 

Meskipun merasa sangat cemas, dia memutuskan untuk melihat bagaimana keadaannya terlebih dahulu.

 

Kembali merebahkan diri di tempat tidur dan meraih laptopnya, Risu mulai mengetik dengan jari telunjuknya dengan cepat. Dari Kokugatsu Ruseze, sebuah pesan dikirimkan kepada Rin melalui chat umum.

 

[Kokugatsu Ruseze]: Perempuan di masa lalu, hilanglah.

 

“Hei, woooi!! Risu!?”

 

"......Cara cepat buat menghancurkan hati manusia adalah dengan mengatakan kebenaran.”

 

“Siapa yang nyuruh kamu ngehancurin hati orang!! lagian itu bukan kebenaran!!”

 

"......Ini sama aja dengan wanita yang mengatakan 'ah, aku jelek ya' sambil mengunggah foto selfie ke SNS, dan kemudian kita berkata 'wow, kamu memang benar-benar jelek'. ...... biasanya bakal langsung diblokir."

 

"Itu benar-benar berbeda, apa yang kamu bicarakan. Apakah itu pengalaman pribadi?"

 

"......Kamu gak jelek, kamu sangat lucu, itu yang kamu pengen denger kan? Aku muak padahal udah jelas banget jawabannya.”

 

"Setidaknya aku mengerti sekarang sifat Rin itu sangat sinis...... Tapi, Rin jadi diam loh. Padahal awalnya dia terus ngespam chat tiap detik, sekarang jadi sunyi."

 

"......fufu, sekali lagi aku menang. cuman pakai satu kalimat."

 

Ini benar-benar yang terburuk......

 

[Rin]: s zue lj fan f saoi fan's d fan

 

Dari Rin, sebuah pesan chat umum yang tidak masuk akal dikirim.

 

Kegelisahan yang kuat bisa dirasakan darinya. Kemudian, Lis menambahkan seperti memberi pukulan tambahan.

 

[Kokugatsu Ruseze]: Kegelisahanmu keliatan jelas banget di tulisanmu. Tarik napas dalam-dalam dulu dong, wkwk."

 

"Jangan menggoda!"

 

"......Cuman ngasih saran......"

 

"Yang bener aja!? Cuman saran!? Terus, buat apa 'wkwk' di akhir!?"

 

Pada titik ini, lebih baik kalau sebenarnya mengobrol secara langsung. Aku mengambil ponselku dan keluar dari ruangan, lalu segera menelepon Rinka. Terhubung setelah sekitar lima detik. Rinka tidak mengucapkan sepatah kata pun, hanya diam.

 

"Rinka-san? Apa kamu baik-baik saja?"

 

"Sniff...... Kazuto...... Aku udah menjadi wanita dari masa lalu...... Sniff"

 

"Itu salah! Itu cuman Kokugatsu Ruseze yang asal ketik!"

 

"Padahal cuman beberapa hari terpisah, masa ikatan pernikahan kita udah retak...... Tidak, ini bukan retak doang. Ini udah kayak tanah yang terbelah, bencana alam sudah terjadi...... Sniff"

 

"Jangan menangis, Rinka-san! Yang aku suka cuman...... Rinka-san aja......!"

 

"......Bisa gak kamu ngulangin sekali lagi?"

 

"Aku cuman suka...... Rinka-san."

 

Tiba-tiba merasa malu, tapi aku berhasil mengatakannya.

 

"Kazuto, ulangi sekali lagi."

 

"Aku cuman suka...... Rinka-san."

 

"Sekali lagi."

 

"Cman Rinka-san...... yang aku suka, cuman Rinka-san."

 

"Maaf, bisa ulangi sekali lagi? Kali ini aku mau ngerekam."

 

"Oi"

 

Sepertinya aku tidak sebebas yang kukira...!

 

Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi aku menjelaskan semuanya dengan rinci.

 

"Jadi, biar bisa berteman dengan adikmu, Risu-chan, kamu mendengarkan keinginannya, membuat guild, dan bangun rumah mewah, gitu?"

 

"Ya, ya! Itu benar! Aku senang kamu langsung ngerti."

 

"Sudah pasti. Aku kan idol tipe cool, Mizuki Rinka. Dalam situasi apa pun, aku selalu berpikir dengan tenang lalu narik kesimpulan yang benar."

 

...Padahal dia baru aja terlihat sangat panik. Tidak ada sedikit pun tanda-tanda ketenangan tuh?

 

"Apa kamu bisa nerima penjelasannya?"

 

"Selain disebut wanita dari masa lalu, ya."

 

"Dia, kadang-kadang bicaranya agak kasar... Tapi gak ada maksud buruk, jadi gak usah khawatir."

 

"Emang ada tujuan lain selain maksud buruk, sampai menyebut seseorang wanita dari masa lalu...?"

Aku bisa membayangkan Rinka yang miringkan kepalanya lewat telepon, tapi aku memutuskan untuk terus mendorong pembicaraan.

 

"Dia juga seperti aku, kayak, dia gak bisa bergantung sama siapa pun dan selalu sendirian. Jadi itu sebabnya dia agak kasar."

 

"Begitu toh... Oke jangan khawatir, Kazuto."

 

"Rinka-san?"

 

"Adik Kazuto, Risu-chan, juga adalah keluargaku. Dari sekarang, sebagai kakak yang baik, aku bakal nunjukin cinta tertinggiku ke Risu-chan."

 

"Ah, ah, terima kasih."

 

Apa anak itu bisa menerima kata-kata dan tindakan Rinka?

 

Dari percakapan sebelumnya, terlihat kalau Risu memiliki perasaan yang sangat kuat terhadap keluarganya.

 

"Ngomong-ngomong, gimana caranya kamu bisa login keBlack Plain?"

 

"Laptop. Aku beli. Jadi, aku bisa bermain game online dengan Kazuto bahkan kalau aku gak ada di rumah--ah, maaf. Aku harus pergi sekarang."

 

"Ada urusan mendadak?"

 

"Ya, begitulah. Dahh, sampai jumpa..."

 

Panggilan ditutup. Dia benar-benar sibuk, sepertinya.

Kembali ke kamarku dan memeriksa komputer, aku melihat kalau Rin juga sudah logout.

 

"...Niichan, wanita bernama Rin itu sangat berbahaya. Tingkat bahaya SS. Lebih baik kalau kamu jangan terlalu deket berhubungan dengannya."

 

"Haha..."

 

Aku hanya bisa tersenyum pahit pada nasihat serius dari Risu.

 

Identitas sebenarnya Rin adalah Mizuki Rinka, idol yang kamu kagumi...

 

 

"...Lihat, Niichan. lewat celah tirai, kamu bisa ngeliat langit yang mulai terang."

 

"Wow, benar juga. Kita gak tidur sama sekali ya, jadi bisa ngeliat sunrise."

 

"...Mataku, perih... Kepalaku, pusing."

 

Risu yang berbaring di tempat tidurku mengusap matanya. Ini adalah pertama kalinya kami bermain game online semalaman.

 

"Mungkin udah waktunya kita berhenti."

 

"...Ya, aku juga punya pekerjaan siang nanti..."

 

"Lebih baik tidur sebentar."

 

"......Laper."

 

"Ayo turun ke lantai satu buat nyari makanan."

 

Kami berdiri dengan lemas dan keluar dari kamar.

 

Bahkan berjalan sendirian terasa sulit, saling menopang satu sama lain sambil turun ke lantai satu.

 

"......Niichan, istirahat sebentar."

 

"Iya......"

 

Aku juga merasa sangat lelah karena sudah lama tidak begadang.

 

Meskipun tahu akan menjadi begini, aku tidak bisa berhenti. Itulah game online.

 

Namun, aku tidak pernah menyesal, itulah pecandu game online.

 

Aku dan Risu duduk dengan berat di sofa. Sepertinya tidak memiliki kekuatan untuk terus duduk, Risu menyandarkan dirinya padaku. Ia menaruh kepalanya di bahuku tanpa kekuatan.

 

"......Game online, gila......"

 

"Itu menyenangkan, kan?"

 

"......Iya. Tapi, kalau sendirian, aku pasti udah berhenti di tengah jalan."

 

"Begitu ya......"

 

"............sssh"

 

"Risu?"

 

"......sssh......sssh......"

 

Walaupun tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup hoodie, aku bisa mendengar nafasnya yang nyaman.

 

Aku juga harus tidur. ......Tidak, Risu bilang dia punya kerjaan siang ini. Entah itu kerjaan sebagai streamer atau tidak, aku tidak tahu, tapi sebelum tidur aku harus mengatur timer......

 

Berat kepala Risu di bahuku. Melalui game online, aku merasakan bahwa ikatan kami semakin dalam.

 

 

Keesokan harinya. Risu tampaknya cukup sibuk, seperti hari sebelumnya, ia sudah keluar sejak pagi.

 

Entah ia bermain dengan teman-temannya atau keluar untuk pekerjaan sebagai streamer......

 

Ketika aku bertanya, ia hanya menjawab "......Rahasia."

 

Mungkin ia belum benar-benar mempercayaiku.

 

Namun, ketika malam tiba――――.

 

"......Niichan, main game online yuk?"

 

Dia datang ke kamarku dengan membawa laptop dan kandang serangga.

 

Menghabiskan hari-hari masa remaja di musim panas dengan bermain game online mungkin terdengar tidak tepat...... Tapi, beginilah. Ini adalah kehidupan yang cocok untukku.

 

"......Niichan, mau ngapain sekarang?"

 

"Ayo kita mulai dengan nambang."

 

"......Dasar gila nambang."

 

"Eh, kamu bilang apa?"

 

"......Tiba-tiba pahlawannya jadi tuli......"

 

Entah kenapa ia terlihat kesal...... Tapi, yah, aku merasa hari-hariku terisi dengan kebahagiaan dan kepuasan.

 

Pasti Risu juga menikmati kehidupan ini.

 

Aku tidak berniat memaksakan diri untuk akrab. Namun, melalui game online, aku bisa merasakan bahwa jarak antara hati kami semakin dekat secara alami. Semoga kami bisa terus menghabiskan hari-hari yang menyenangkan dan damai.

 

Apakah aku sudah mengibarkan bendera tanpa sadar?

 

---

 

Tiba-tiba, sebuah kejadian naas terjadi.

 

Menyambut pagi yang cerah. Sambil mengenang kejadian semalam (bagaimana Kokugatsu Ruseze terus-menerus dibunuh oleh bos dungeon, dan bagaimana Kokugatsu Ruseze terus mencoba dengan penuh semangat, yang terasa sangat menggemaskan) saat aku mengganti pakaian, tiba-tiba!! Pintu diketuk dengan keras.

 

"Niichan! Niichan! Uwaaaaaah!!"

 

Suara tangisan keras yang tidak biasa. Mendengar suara keras Risu untuk pertama kalinya, aku tidak bisa menyembunyikan kepanikanku dan segera pergi membuka pintu kamar. Saat pintu terbuka, yang pertama kulihat adalah wajah Risu yang menangis sampai berantakan. Air mata masih terus mengalir dari matanya yang memerah, dan pipinya yang basah menunjukkan bahwa dia telah menangis sepanjang waktu. Kali ini dia tidak memakai tudungnya.

 

Ini adalah pertama kalinya aku melihat wajah aslinya, tapi aku sama sekali tidak memiliki waktu untuk meresapinya.

 

"Cho-chokichoki, chokichoki nomor tiga aaaaaah!!"

 

"Kumbang itu! Kenapa...!"

 

"Te-terbalik dan... gak gerak... uwaaaaa!!"

 

Risu yang kehilangan ketenangannya, mencengkeram bajuku dan menangis keras.

 

Ini adalah pertama kalinya aku melihat seorang gadis menangis dan berteriak seperti ini, aku tidak tahu harus berbuat apa.

 

"Ni-niichan! Niichan! Waaaaa!!"

 

"Ayo, kita cek dulu!"

 

Aku membawa Risu yang mencengkeram bajuku, dan bergegas pergi untuk memeriksa sangkar serangga.

 

Memang, chokichoki nomor tiga - terbalik dan tidak bergerak sama sekali.

 

"Dari kapan?"

 

"...Sniff... waktu aku bangun... dia udah terbalik."

 

"Pagi, atau mungkin tengah malam...?"

 

"...Ah, sebelumnya... kadang-kadang dia terbalik dan gak bisa bangun..."

 

Aku juga pernah melihatnya terbalik beberapa kali. Mungkin saat kematian sudah dekat dan dia melemah? Tanpa mengungkapkan pemikiran yang terlintas tiba-tiba itu, aku menatap chokichoki nomor tiga. Masih ada kemungkinan dia pura-pura mati. Setelah meminta izin dari Risu, aku membuka tutup sangkar dan mendekatkan ujung jariku ke chokichoki nomor tiga. Aku mencoba menyentuhnya dengan lembut, tapi tetap tidak ada respons.

 

"... Chokichoki nomor tiga... kamu baik-baik saja?"

 

Risu, sambil meneteskan air mata, bertanya dengan suara serak.

 

Ini jelas terlihat seperti sudah mati... itu, aku tidak bisa mengatakannya.

 

Melihat Risu yang biasanya sinis, menangis dan berteriak, aku berharap kata "baik-baik saja" keluar dari mulutku... aku sama sekali tidak bisa memberikan kenyataan yang sebenarnya.

 

"...Aku akan mencarinya di internet."

 

"...Iya... *hiks"

 

Ada fenomena yang terjadi yang aku tidak tahu, dan dia mungkin masih hidup. Aku pun mencari di ponsel pintarku sambil berdoa. Aku harap sesuatu berhasil.

 

Bagi Risu yang selama ini hidup sendirian dan kesepian, Chokichoki Nomor Tiga akan menjadi kehadiran yang tak tergantikan. Namun, kenyataannya sungguh kejam. Setelah melakukan beberapa penelitian, aku menemukan kalau ada masalah dengan masa pakai produk.

 

Kalau Risu sudah memelihara sejak ia duduk di bangku kelas empat, itu berarti ia sudah berumur sekitar enam hingga tujuh tahun. Hal ini bergantung pada spesiesnya, tetapi umur kumbang rusa kira-kira satu sampai tiga tahun.

 

Dikatakan bahwa jika Anda memelihara spesies berumur panjang dengan benar, Anda dapat hidup lebih dari lima tahun...

 

Selain itu, tampaknya kumbang rusa berhibernasi selama musim dingin, namun akungnya sekarang sedang musim panas.

 

Kayaknya tidak mungkin kalau itu tidak bergerak karena hibernasi.

 

Ada beberapa cara lain untuk memastikan keberadaan kumbang, dan aku mencoba semuanya... tapi itu hanya meningkatkan kemungkinan bahwa itu sudah mati.

"...Niichan...? Chokichoki nomor tiga, kamu masih hidup?"

 

"............"

 

"Uu, uuuh... uuuh!"

 

Aku seharusnya tahu saat mendengarnya. Meskipun aku tahu, aku menolak untuk memahaminya.

 

Risu memegang kandang serangga itu, menatap Chokichoki Nomor Tiga dengan matanya yang basah oleh air mata.

 

Tanpa menjerit lagi, dia hanya terus mengalirkan air mata dalam diam.

 

 

Kami membuat kuburan untuk Chokichoki Nomor Tiga di taman rumah kami. Tempatnya cukup baik dengan sinar matahari yang cukup.

 

Risu yang berdiri di sisiku, hanya menatap kuburan itu dengan diam. Karena dia memakai hoodie, aku tidak bisa melihat ekspresinya. Namun, aku bisa membayangkan apa yang dia rasakan.

 

Chokichoki Nomor Tiga adalah dukungan emosional bagi Risu. Seperti cara aku mengisi kekosongan hatiku dengan bermain game online... Lebih dari itu, dia seperti anggota keluarga.

 

Kehilangan keberadaan yang selalu ada di sisinya, itu terjadi sekarang. Kami berdua menatap kuburan itu, tanpa berkata apa-apa, hanya menunggu waktu berlalu.

 

Ketika panas matahari mulai terasa di rambut kami, Risu berkata pelan.

 

"...Chokichoki Nomor Tiga... meninggal."

 

"Risu――"

 

"...Aku, jadi sendirian lagi..."

 

Kata-kata yang diucapkannya dengan tenang itu, sangat menyentuh hati.

 

"...Gak apa-apa.... Toh itu cuman kumbang... Di bumi ini, banyak kok kumbang..."

 

Itu adalah upaya yang jelas untuk berpura-pura kuat. Tangannya dikepalkan dengan erat, dan yang lebih penting, suaranya bergetar. Siapapun yang melihatnya sekarang bisa tahu. Dia sedang berusaha keras untuk menahan tangisnya.

 

"...Kumbang... bisa dibeli lagi... jadi, gak perlu... sedih lagi."

 

..........

 

Mungkin, dari sekarang, aku tidak akan seperti biasanya. Setidaknya, aku tidak seperti sebelum bertemu Rinka.

 

"Nah, Risu."

 

"...Uuu... *hiks... apa?"

 

"Kita kan keluarga, jadi gak perlu menahan diri. Kalau pengen nangis, nangis aja sepuasnya."


"...Itu terdengar dingin. Keluarga dengan nama, orang lain. Cuman kebetulan tinggal di rumah yang sama. Sebagai bentuk... kakak adik...!"

 

Dengan kemarahan yang pasti, dia terus mengobrol tanpa melihat ke arahku.

 

"...Apa kamu salah paham gara-gara terus dipanggil niichan? Beda banget... Aku manggil kamu niichan padahal cuman ngerepotin doang... Aku gak benar-benar nganggap kamu sebagai niichan."

 

"............"

 

"...Kita bukan keluarga sejati."

 

"Benar, itu benar. Kita gak terhubung sama darah."

 

"...Ya."

 

"Jadi apa masalahnya?"

 

“....”

 

Mungkin karena respons yang tidak terduga, Risu sejenak tampak bingung.

 

"Seperti yang sudah aku bilang sebelumnya, aku gak berniat untuk memaksakan diri biar akrab. Itu bukan berarti aku pengen menjauh. Aku cuman pengen bersikap alami ke kamu."

 

"......Alami?"

 

"Maksudku, itu, aku...... dengan perasaanku sendiri, pengen jadi dukungan buat Risu, sama pengen nikmatin kehidupan sehari-hari bersama...... kalau bisa, seperti saudara kandung yang sebenarnya."

 

"......"

 

"Kita berada dalam situasi yang sama, aku adalah pendukung Risu."

 

"......Pendukung......"

 

Dengan kata-kata Risu yang seakan mengunyah perasaannya, aku mengangguk sebagai respons.

 

"Bukan karena kita itu keluarga sampai aku harus bersikap baik. Tapi karena kamu Risu, itulah yang kupikirkan."

 

"......"

 

"Dan, aku bisa dengan pasti mengatakan kalau aku bakal terus jadi pendukung Risu."

 

"......Bahkan kalau aku mencacimu?"

 

"Itu adalah salah satu cara komunikasi dari Risu. Aku juga akan menerima itu."

 

"......Jadi, kamu suka dicaci maki, aneh......"

 

"Apa aku bilang begitu? Aku mengobrol serius, tahu?"

 

"......Canda."

 

Fufu, dengan senyuman kecil dan alami, Risu tertawa lembut. Jadi itu hanya candaan......

 

Suasana serius yang ada sebelumnya sekarang telah berubah menjadi lebih santai dan mudah untuk mengobrol. Itulah sebabnya aku ingin mengatakan sesuatu.

 

"Kamu ngomong kalau kamu pengen ada kehidupan yang bergerak di sekitarmu, bukan? Dari sekarang, aku akan ada di sini."

 

"――――"

 

"Keluarga seharusnya bersama...... dan sekarang, di rumah Risu, ada aku sebagai keluarga. Tempatku, bakal jadi tempat kembali buat Risu."

 

Aku mengatakan apa yang ingin kukatakan sampai akhir. Sambil mengobrol, aku teringat akan Rinka.

 

Perasaan Rinka saat itu, sekarang aku bisa mengerti. Perasaan yang murni. Jika ada orang yang sedang kesepian dan menangis, kamu ingin melakukan sesuatu untuknya.

 

Itu mungkin adalah psikologi alami sebagai manusia. Dan juga keinginan untuk terhubung dengan orang lain......

 

Risu mendekat dan bersandar padaku.

 

"…………Seorang niichan pecandu game online yang gak guna."

 

Aku tidak bisa menyangkal apa yang dikatakannya. Namun, aku masih bisa tetap di sisinya.

 

"…………"

 

Sekarang, aku merasa tidak perlu mengatakan apapun.

 

Kami berdua terus diam. Suara mobil yang berjalan dan suara anak-anak yang bermain terdengar bersatu dari kejauhan. Kepanasan membuat keringat perlahan mengalir di sekitar leherku.

 

Namun, perhatianku tetap tertuju pada gadis di sebelahku.

 

"......"

 

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kami terus memandangi makam.

 

 

Hari setelah Chokichoki Nomor Tiga meninggal, sejak pagi-pagi sekali, Risu sudah keluar dan tampak sibuk.

 

Aku memutuskan untuk menikmatiBlack Plain.Menjalani hari yang tidak ada apa-apanya, dan tiba-tiba sudah larut malam. Risu pulang sekitar jam 8 malam, tapi dia langsung masuk ke kamar tanpa mengobrol denganku. Melalui kecintaan kita pada Rinka, bermain game online bersama, dan insiden Chokichoki Nomor Tiga, aku pikir ikatan kita sudah menjadi lebih dalam, tapi sepertinya tidak juga.

 

Sedikit sedih, aku logout dariBlack Plaindan memutuskan untuk tidur. Saat aku hendak mematikan lampu kamarku, ada yang mengetuk pintu.

 

Ketika aku membuka pintu, tentu saja itu Risu. Seperti biasa, wajahnya tertutupi oleh kap.


"......Ni......ni-ni......"

 

"Hm? Apa?"

 

Risu membuka mulutnya seperti ikan mas, tampak berusaha keras mengatakan sesuatu.

 

"......Ni, ni-ni......ni-nicha......ni......!"

 

"Eh, apa? Ada apa?"

 

"......Ini..........setan!"

 

"Kenapa!? Aku, apa yang kulakukan!?"

 

Saat aku tampak bingung, Risu batuk-batuk, seakan ingin memulai dari awal.

 

"......Oy, niichan."

 

"Apa-apaan cara panggilan yang tidak sopan itu...... Apa?"

 

"......Pipis."

 

Pipis? Ah, ingin pipis.

 

"Gih."

 

"........."

 

"Jangan bilang kamu pengen aku nemenin kamu?"

 

"......Keluarga."

TLN ( :moyai: )

 

"Yaa walaupun kita keluarga, kita gak pergi ke toilet bareng juga dong."

 

"......Keluarga pergi bersama, itu yang kamu bilang."

 

"Aku emang bilang gitu, tapi ini berlebihan......"

 

"......Ngompol...... Gapapa?"

 

"Ya kagak lahhh!"

 

"......5, 4, 3――"

 

"Ah-, Iya dah, aku temenin!"

 

"......Hehe."

 

Risu tertawa kecil mendengar keluh kesahku. Sepertinya dia menikmati membuatku kesulitan.

 

Dengan menghela napas, aku menemani Risu ke toilet. Aku menunggu di luar. Sambil menghabiskan waktu dengan bermain ponsel, Tupai keluar dari kamar mandi dan berdiri di depanku dengan tatapan kosong.

 

"Eh, ada apa?"

 

"......"

 

"Risu?"

 

Dia terlihat ingin mengatakan sesuatu, memandangku dengan serius.

 

Akhirnya, dengan wajah yang tegang, dia mulai mengobrol.

 

"......Pengen tidur bareng."

 

"Eh, itu......"

 

"......Kenapa?"

 

"Kita kan masih SMA, kurasa itu gak boleh."

 

"...Niichan masa terangsang sama adiknya."

 

"Nggak, aku gak terangsang. Aku cuman mikir dari sudut pandang yang masuk akal kalau kita sebaiknya gak tidur bareng."

 

"...Kita adalah keluarga. Itu yang kamu katakan."

 

"Ya emang sih aku ngomong gitu... Hmm."

 

Dia memejamkan tangan dan mulai merenung. Wajah Rinka terlintas sebentar.

 

"...Ternyata, kamu seorang cabul yang terangsang sama adiknya..."

 

"Dibilang nggak, dan aku gak pernah ngeliat Risu kayak gitu. Bahkan gak pernah satu kali pun. Lagi pula, aku ini—"

 

"Hmph!"

 

"Aduh!"

 

Aku ditendang keras di betis...! Tendangannya lebih kuat dari yang diperkirakan, membuatnya harus membungkuk karena sakit.

 

"Apa-apaan kamu, Risu!"

 

"...Entahlah, aku jadi kesal."

 

"Kamu gak stabil emosinya...!"

 

Aku menatapnya dengan tatapan yang menyalahkan, tapi Risu pura-pura tidak tahu dan berlari menaiki tangga. Suara pintu ditutup dengan keras terdengar.

 

"Ah... Kenapa ini?"

 

Aku tidak mengerti maksud dari tindakan Risu. Mungkin, setelah kehilangan Chokichoki Nomor Tiga, dia tidak bisa menjaga emosinya...? Kalau itu masalahnya, seharusnya aku lebih baik padanya.

 

Dengan perasaan menyesal, aku berjalan naik tangga dan melalui koridor.

 

Ketika aku sampai di depan kamar Lis, aku mengetuk dan mengobrol.

 

"Maaf, Risu. Aku menolak bukan gara-gara ngebenci kamu."

 

"............"

 

Tidak ada jawaban. Seperti tidak ada siapa pun di dalam, begitu sunyi. Aku menyadari kalau aku benar-benar diabaikan dan tanpa sadar menghela nafas.

 

Kalau dipikir-pikir, mungkin itu cara Risu untuk mendekati. Dia tampak membutuhkan keberanian untuk meminta agar kita tidur bersama.

 

Setelah kembali ke kamarku, aku merenung dengan menyesal dan masuk ke dalam tempat tidur.

 

"Aku sudah melakukannya... Maaf, Risu."

 

"...Tidak apa-apa."

 

"—Eh?"

 

Aku mendengar jawaban. Aku langsung bangun dan melihat sekeliling kamar, tapi tentu saja, hanya aku sendiri.

 

"........*gulp"

 

Dengan perasaan yang tidak percaya, aku turun dari tempat tidur dan melihat ke bawah tempat tidur.

 

Di sana, ada suatu benda hitam yang menatapku dengan jelas—!

 

"Aaaaah!! Kenapa ini!!"

 

"...Niichan, kamu berisik. Udah malem juga, tenang dikit."

 

"Jangan ngomong tentang kesopanan kalau kamu di sana! Keluar sekarang!"

 

Risu yang perlahan merangkak keluar dari bawah tempat tidur, berdiri di depanku dan berkata pelan.

 

"...Niichan. Kamu bilang kalau kita keluarga..."


"Itu lagi! Ya memang aku ngomong kayak gitu!"

 

"...Pembohong... hukumannya... mati..."

 

"Itu terlalu berat!"

 

"...Aku pengen tidur bareng."

 

"Apa kamu gak bisa tidur sendirian di kamarmu?"

 

"...Dingin. Dingin kalau sendirian."

 

Dengan kata-kata lemah itu, aku menjadi tidak bisa berkata apa-apa. Risu adalah gadis yang sangat kesepian.

 

Sulit membayangkan dari sikapnya yang tampak berani itu, tapi ini adalah sesuatu yang telah terungkap dari interaksi kami sebelumnya. Malahan, mungkin sikap buruknya sehari-hari adalah balikan dari kesepiannya.

 

...Apakah itu tidak akan dianggap selingkuh kalau itu adikku? Pikiran itu melintas.

 

Namun, di sisi lain, aku merasa Rinka akan mengatakan seharusnya aku tidur bersamanya.

 

Well, aku merasa mungkin akan membuatnya cemburu.

 

"Hhhh. Ayo kita tidur bareng."

 

"...Hmm."

 

Besok, aku harus menjelaskan ini pada Rinka, pikirku sambil merayap ke tempat tidur.

 

Risu juga merayap ke sampingku. Dia mengintip wajahnya dari selimut.

 

"Apa selimutmu itu tidak panas? Aku ngerasa kalau itu panas."

 

"...Kita bisa menyiapkan yang cocok, kalau kamu mau."

 

"Aku nanti minta, waktu musim dingin."

 

"...Jadi kamu juga pengen yang buat musim dingin?"

 

"Ya, itu berbeda. Aku gak butuh buat musim panas."

 

Mengenakan sesuatu seperti itu di musim panas pasti akan menyebabkan dehidrasi dan kematian.

 

"...Tapi, mungkin udah waktunya buat ngelepas itu."

 

"Eh?"

 

"...Udah gak dingin lagi. Sekarang hangat."

 

"Ya..."

 

Mungkin itu adalah pernyataan yang lebih bersifat emosional daripada fisik. Meskipun dia bertingkah aneh, Risu sekarang mempercayaiku.

 

Kalau tidak, dia tidak akan memintaku untuk tidur bersama.

 

"...Hei, Niichan."


"Hm?"

 

"...Ada hal penting yang pengen kukatakan."

 

"Hal penting?"

 

"...Ya. Sesuatu yang selama ini aku sembunyiin."

 

"Apa yang kamu sembunyikan?"

 

Aku mencoba bertanya dengan sehalus mungkin. Namun, Risu masih terlihat malu dan tidak bisa mengatakannya.

 

"...Um, kamu tahu... Cara kamu mandang aku, kayaknya bakal berubah..."

 

"Gapapa, gak bakal berubah kok."

 

"...Nngh, malu..."

 

"..."

 

Risu menutupi wajahnya dengan kedua tangan, semakin merasa malu. Dia terlihat sangat lucu.

 

Ini adalah jenis kegemasan yang aku rasakan terhadap Nonoa. Mungkin ini adalah perasaan yang kurasakan terhadap adik perempuanku... mungkin.

 

"...Niichan. Kita bicarainnya lain waktu aja, boleh kan?"

 

"Iya boleh. Kamu bisa mengobrol kapan saja yang penting kamu siap."

 

Dengan itu, percakapan kami berakhir. Tanpa adanya pembicaraan lagi, rasa kantuk datang bersamaan dengan berlalunya waktu. Dari sampingku, terdengar suara nafas yang tenang dan lucu saat dia tidur.

 

"..."

 

Risu adalah seorang gadis yang kesepian dan haus akan cinta. Karena kami memiliki situasi yang serupa, aku bisa memahami esensi dirinya. Meskipun bukan perasaan romantis, perasaan ingin membuat Risu bahagia tumbuh dalam diriku.

 

- Ah. Bagaimana kalau aku memperkenalkannya kepada Rinka? Dia pasti akan sangat senang!

 

Risu adalah penggemar berat Rinka sampai mengumpulkan barang-barangnya. Ini hanya intuisi, tapi aku merasa Rinka akan sangat memanjakan Risu. Dia juga mengatakan kalau dia akan berinteraksi dengan penuh cinta.

 

Mungkin kami berdua akan menjadi teman baik sampai aku merasa seperti orang ketiga.

 

...Baiklah, aku akan mencoba mempertemukan mereka berdua. Dan kemudian kita bertiga bisa bersenang-senang bermain game online...

 

*Bukkk!

 

Tiba-tiba, sebuah pukulan tanpa konteks menghantam wajahku!

 

Aku merasakan sakit yang luar biasa dari serangan mendadak itu dan mengambil posisi bertahan sambil memalingkan wajah, lalu tendangan berturut-turut menghantam sisi tubuhku. Serangan brutal ini, tentu saja, adalah pekerjaan Risu.

 

Namun, melihat keadaannya, dia sedang tidur...! Itu adalah posisi tidurnya. Anak ini memiliki posisi tidur yang buruk sekali! Sekarang juga, dia menggerakkan tangan dan kakinya dengan kekerasan tanpa niat buruk...

 

"Gak bisa! Aku mending tidur di bawah tempat tidur!"

 

 

"...Memang, Rinka-san itu idol yang akan menyelamatkan dunia ini yang penuh dengan kekacauan... cuman ngeliatnya aja, hatiku merasa disembuhkan... Ah, hentikan di adegan tadi. Bagian paha yang hampir keliatan dari celananya adalah yang terbaik tapi nggak."

 

"Kamu ini benar-benar seperti pria tua cabul. Aku gak bakal berhenti."

 

Di ruang tamu, kami duduk berdampingan di sofa sambil menonton konser Rinka di televisi dan mengobrol. Sebenarnya, lebih tepatnya Risu yang terlalu bersemangat...!

 

"...Rinka-san itu matahari buat aku, sebuah kekaguman... Rinka-san sangat mempesona... benar-benar mempesona, terutama pahanya."

 

"Jadi, paha lagi? Kan banyak hal lain yang harus kamu perhatikan."

 

"...Ukuran dadanya normal."

 

Anak ini buruk. Ukuran normal itu juga baik.

 

"Kamu masih belum melepaskan selimut itu?"

 

"...Aku masih malu."

 

Risu berkata sambil malu-malu memalingkan wajahnya. Mungkin dia malu dilihat...? Aku pernah melihat wajah Risu yang menangis pada hari ketika Chokichoki Nomor Tiga mati, tapi sekarang aku ingat, dia terlihat cukup imut. Itu benar-benar seperti idol.

 

Tapi, kesan dari tangisannya yang keras membuat aku sulit mengingat wajahnya dengan baik.

 

"...Niichan, di antara anggota StarMains, siapa yang kamu suka abis Rinka-san?"

 

"Hmm, mungkin Kurumizaka Nana."

 

Jujur, karena dia adalah teman. ...Bagaimana kabar Nana, ya?

 

"...Bagaimana dengan Komori Risuzu?"

 

"Ah..."

 

Aku berpikir sejenak. Kesimpulan yang aku capai agak kurang menyenangkan.

 

"Aku gak terlalu merhatiin dia, tapi dia memiliki citra yang kuat karena terbakar di SNS. Di internet, ya walaupun dia adalah tipe loli yang mudah mendapatkan popularitas, tapi katanya dia itu yang paling tidak populer di grup... Namun, dia punya penggemar fanatik yang paling banyak."

 

"......Apa pendapat niichan?"

"Gak ada pendapat khusus. Aku cuman tertarik ke Rinka-san aja."

 

"......Dingin."

 

"Eh?"

 

"......Kayaknya, aku gak bakal ngelepas selimut ini buat sementara waktu."

 

Risu yang terlihat sangat kecewa berkata pelan. Sepertinya aku sudah melakukan kesalahan, dia juga penggemar Mizuki Rinka. Aku berusaha keras memikirkan cara untuk memperbaiki situasi.

 

Tiba-tiba, aku teringat tentang pembicaraan telepon dengan Rinka semalam. Sebenarnya, aku sudah meminta Rinka untuk bertemu dengan Risu.

 

Tentu saja, Rinka dengan semangat menyatakan persetujuannya, "Tentu saja. Dia kan adik perempuanku yang imut."

 

Dia memang luar biasa...... dalam berbagai hal. Sekarang, tinggal bagaimana cara memperkenalkannya.

 

Sebagai pacar, aku ingin memperkenalkan Rinka. Itu adalah fakta.

 

Masalahnya adalah, apakah Risu bisa menerima hal itu.

 

Biasanya, ketika terungkap bahwa seorang idol memiliki pacar, mereka akan mendapat kemarahan dari para penggemar.

 

Bahkan, tidak jarang ada yang mengungkapkan kebencian dan niat membunuh dalam bentuk tulisan panjang di internet.

 

......Bagaimana dengan Risu? Aku perlu bertanya untuk memastikan.

 

"Bagaimana kalau Rinka-san punya pacar?"

 

"......Gak mungkin. Hal seperti itu gak mungkin terjadi, jadi gak usah mikirin kemungkinan itu."

 

"Seserius itu?"

 

"......Rinka-san, sudah beberapa kali diganggu oleh pria aneh, jadi dia sangat benci pria yang memiliki niat buruk, terutama pria dewasa yang menjijikkan."

 

Cara bicaranya seolah-olah dia telah melihatnya sendiri, dan itu juga cara ngomong orang yang dekat dengan Rinka.

 

"Apa itu informasi dari internet?"

 

"......Eh, iya, dari internet."

 

"Aku mengerti......"

 

"......Tapi, kemarin...... sepertinya ada perasaan gembira karena dia memiliki seorang pria---eh, nggak, bukan apa-apa."

 

Risu mengibaskan kepala seperti ingin mengusir pikirannya.

 

"Jadi, bagaimana kalau Rinka-san punya pacar?"

 

"......Kalau itu membuat Rinka-san bahagia...... Ya walapun itu benar-benar gak mungkin sih...... Tapi, syaratnya, pria itu harus tampan, punya kemampuan atletik yang luar biasa, kaya, dan baik."

 

"Itu standar yang tinggi...... Bagaimana kalau pacarnya kayak aku?"

 

Sambil sedikit berkeringat di telapak tangan, aku bertanya dengan hati-hati, dan Risu langsung menjawab tanpa ragu.

 

"......Gak bakal."

 

"Ugh!"

 

"......Pria seperti niichan, kata aku sih, seharusnya jalanin hidup merawat wanita kayak aku selamanya."

 

"Apa itu seperti perawatan?"

 

Tapi, sepertinya dia okay jika Rinka memiliki pacar. Mungkin aku bisa memperkenalkannya.

 

Dia bilang pria seperti aku tidak bisa, tapi cara dia mengatakannya terdengar seperti bercanda.

 

"Apa kamu senggang besok malam?"

 

"......Hmm. Aku nanti pulang malam hari."

 

"Oke, oke. Jadi, aku pengen ngenalin pacarku ke kamu, boleh kan?"

 

"............?"

 

Gerakan Risu tiba-tiba berhenti seolah-olah membeku.

 

Aku bertanya-tanya apakah kamu tidak mendengarnya? Jadi, aku memutuskan untuk mengatakannya sekali lagi.

 

"Aku pengen ngenalin pacar aku, besok malam."

 

"...Pacar, niichan?"

 

"Ya."

 

"...Itu cuman teman khayalanmu, bukan?"

 

"Dia nyata, bukan haluan."

 

"...Pasti dia gak bisa keluar dari layar, kan?

 

“Dia pemalu—bukan itu! Dia nyata dan seimut karakter 2D!"

 

"...Tch."

 

"Simpel amet jawabannya!"

 

Risu tampak semakin tidak senang. Dia cepat-cepat membelakangiku.

 

"Uh, Risu?"

 

"............"

 

"Risu?"

 

"...Nggak dingin, tapi ngerasa gak nyaman."

 

Setelah mengatakan itu, dia menjadi benar-benar diam. Aku ingin melihat ekspresinya, tapi dia membelakangiku, jadi itu mustahil. ...Apa situasi ini?

 

Mungkin dia tidak bisa menyembunyikan kejutannya bahwa seseorang seperti aku memiliki pacar...?

 

"...Apa sebelumnya, kamu nginep di rumah pacarmu itu?"

 

"Ya, begitulah."

 

"............"

 

Risu kembali diam, tampaknya sedang berpikir.

 

Setelah beberapa waktu, dia berkata, "...Aku mengerti..." Aku merasa lega. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya jika dia menolak.

 

"...Gak mungkin kan pacar niichan itu Rinka-san?"

 

"Eh!?"

 

"...Aku pikir begitu karena cerita sebelumnya."

 

"Bisa jadi, siapa tahu!"

 

"...Gak mungkin. Kalian gak punya hubungan."

 

"Aku dan Rinka-san teman sekelas loh."

 

"...Cinta sejati makin berbahaya."

 

Cinta sejati? Tenang saja, bukan masalah seperti itu.

 

 

Menjelang malam hari berikutnya. Tidak lama lagi Rinka akan datang ke rumah aku. Risu, yang duduk di sofa, tampak tidak tenang dan gelisah. Sepertinya dia cukup gugup. Mungkin dia pemalu.

 

"...Niichan, kayaknya aku gak mau ketemuan deh."

 

"Tenang aja, kamu pasti senang kalau udah ketemu."

 

"...Tapi aku ngerasa gak kayak gitu.”

 

Risu tampak cemas dan menunduk. Ternyata dia memang pemalu.

 

Saat dia pertama kali bertemu denganku, dia juga sangat waspada dan bersembunyi di belakang sofa.

 

Tapi, jika dia tahu yang akan datang adalah Rinka, dia pasti akan senang.

 

Saat menunggu dengan penuh semangat, bel pintu berbunyi. Pasti itu Rinka.

 

Saat aku hendak bangun dari sofa, seekor tupai di sebelahku dengan kuat mencengkeram bajuku.

 

"Risu?"

 

"… Niichan, apa kamu tetep nginep di rumah pacarmu nanti?"

 

"Itu—"

 

Dengan suara penuh kecemasan dan kelemahan, aku bisa menebak apa yang Risu inginkan dariku.

 

Alasan aku tidak bisa langsung menjawab adalah karena soal Nonoa. Selama liburan musim panas, kami berjanji akan selalu bersama… dan aku sudah mengingkari janji itu. Tidak mungkin aku tidak merasa apa-apa tentang itu, dan aku merasa bersalah. Tapi, aku memutuskan sekarang aku harus memprioritaskan Risu.

 

"Aku tetep di rumah ini kok."

 

"… Kalau gitu, syukurlah."

 

Seketika, Risu melepaskan tangannya dari bajuku. Mengapa aku tidak menyadarinya sebelumnya?

 

Risu yang takut kesepian itu merasa cemas tentang kemungkinan aku pergi. Pasti dia menyadari bahwa aku memiliki pacar dan salah paham kalau aku akan pergi jauh lagi.

 

"Tenang aja. Meski kita baru bertemu sekitar seminggu yang lalu, kita tetep keluarga yang sebenarnya… Dan, kurasa pacarku akan sayang sama kamu…!"

 

"… Itu terdengar ambigu…"

 

Sudah pasti Rinka menganggap Risu sebagai adik perempuan, sebagai keluarga. Tidak ada masalah sama sekali.

 

Dengan meyakinkan diri sendiri, aku berjalan ringan menuju pintu depan dan membukanya.

 

Tentu saja, orang yang ada di sana adalah Rinka. Melihatku, dia melembutkan bibirnya yang awalnya tegang.

 

"Kazuto… Sudah lama yaa. Aku udah lama nungguin momen ini, kamu tahu kan?"

 

Rinka terlihat terharu, memberikanku pandangan penuh kasih akung.

 

Mendapat reaksi seperti itu membuatku merasa malu. Perasaanku juga sama senangnya…

 

"Lama tidak bertemu, Rinka-san. Masuklah."

 

"Aku sudah menunggunya. Akhirnya aku bisa ketemu sama adik perempuanku yang imut, Risu-chan."

 

"Iya, aku rasa Risu juga akan senang. Dia penggemar beratmu… Ah, jangan kasih tau dia tentang kita berdua. Risu pasti akan kaget."

 

"Gak ada cara lain sih. Sekarang, mending kita jadi pasangan kekasih yang baru pertama kali jatuh cinta."

 

Itu bukanlah sesuatu yang sementara, tapi kenyataan. Sambil menahan diri untuk tidak berkomentar, aku membawa Rinka ke ruang tamu… Hehe, aku bisa membayangkan Risu bersorak "Wowwww!" dengan suara aneh karena gembira. Dan akhirnya, saat itu tiba.

 

Kami memasuki ruang tamu dan menemukan Risu duduk di sofa.

 

Sofa itu berada dalam posisi yang membelakangi kami, jadi Risu belum menyadari kehadiran Rinka.

 

Rinka menarik napas dalam-dalam sejenak, lalu perlahan berjalan mendekat dan berputar sehingga berada di depan Risu…!

 

"Selamat malam, Risu-chan."

"—Eh?"

 

Disapa oleh Rinka, Risu mengeluarkan suara kaget seolah tidak bisa memahami kenyataan.

 

Aku mulai merasa suasana menjadi menyenangkan. Ingin sekali mengatakan "Tadaaa" sambil memegang papan "Prank Berhasil" tanpa tertawa. Sambil menahan tawa, aku juga mendekati Risu.

 

… Eh? Reaksinya tidak seperti yang kuharapkan.

 

"Eh, tunggu. Aura unik yang kamu punya… Apa kamu, jangan-jangan—"

 

"… Rinka-san…? Kenapa kamu di sini…?"

 

Rinka sepertinya merasakan sesuatu. Risu tidak merasa orang yang dikaguminya tiba-tiba muncul di hadapannya, dan dia terharu dan tidak tahu harus bereaksi bagaimana.

 

Aku hanya tidak bisa menerima keadaan ini.

 

Ketika suasana bingung mulai berputar, Risu berdiri dan melepas tudung kepalanya. Wajah yang muncul ternyata lebih cantik dari yang kubayangkan. Sebenarnya itu lucu.

 

Wajahnya terlihat lebih muda dari yang kuharapkan mengingat tubuhnya yang kecil.

 

Tapi sekarang, dia terlihat kebingungan di wajahnya, dan matanya terbuka lebar di depan Rinka.

 

……Tidak, tunggu! Wajah ini terlihat familier――――!

 

Rinka-san?”

 

“Risuzu?”

 

Gadis-gadis itu mengedipkan mata saat mereka melihat wajah satu sama lain.

 

"Eh, Risu? Kok..."

 

"Komori Risuzu. Gadis ini kan anggota StarMains, sama kayak aku."

 

Apa, apa ituuuuu?





Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !