Selingan 1
Ikoma Touko kembali ke apartemennya. Dia harus menghapus riasannya, mandi,
dan bersiap untuk besok, tapi dia tidak punya semangat untuk melakukan apa pun.
Dia menyalakan ponselnya dan membuka aplikasi album. Di dalam ruangan yang
gelap, layar ponselnya yang terang terasa menyakitkan. Matanya sakit. Kepalanya
sakit. Tapi, yang paling sakit adalah hatinya.
Dia menelusuri albumnya ke belakang. Tahun lalu, dua tahun lalu, tiga tahun
lalu, empat tahun lalu, lima tahun lalu.
--Enam tahun lalu, Mei. Jarinya berhenti saat dia sampai di tanggal itu.
Sebuah file video yang dikirim oleh temannya hari itu. Dia membukanya tanpa
suara dan memutarnya.
“Maaf, boleh minta waktunya sebentar?”
“Ya? Ada apa?”
“Ini, hadiah dari mesin ini. Aku tidak butuh, jadi aku berikan pada
kalian.”
“Touko, ambil saja. Kalau kau curiga, aku merekamnya, jadi ada buktinya.”
“Anu, maaf. Aku senang, tapi, uangnya...?”
“Tidak apa-apa. Aku tidak membutuhkannya. Lebih baik kalau yang
menginginkannya yang mengambilnya, boneka ini juga pasti senang. Ah, kalau kau
curiga, buang saja. Kalau begitu, aku pergi dulu.”
“Ah! Setidaknya, untuk ucapan terima kasih—“
Yang terlihat di video itu adalah seorang siswi SMA—Ikoma Touko—dan seorang
mahasiswa berambut coklat.
Karena yang merekam adalah temannya, hanya mereka berdua yang terlihat di
video. Terakhir, pria itu berbalik dan pergi, dan Ikoma Touko yang tercengang
melihatnya pergi. Lalu, video berakhir.
Note: Dijelaskan di Vol 2 (episode 5) ketika Roushi,
Ritsuka dan Toraji bermain di mesin capit
Hanya video pendek itu. Tapi, itu adalah awal dari kisah cinta Ikoma Touko.
--Iya. Aku bertemu suamiku saat kuliah.
--Satu-satunya pria yang harus kucintai. Suamiku adalah satu-satunya pria
yang pernah kupacari, dan aku merasa itu sudah cukup. Inilah takdir.
“Haha,”
Dia menertawakan dirinya sendiri. Tidak ada yang mendengarnya, dan dia juga
tidak ingin ada yang mendengarnya.
“Aku bertemu dengannya waktu SMA.”
TLN: damn, i feel u
Dia melempar ponselnya ke suatu tempat di ruangan itu. Dia harus mengisi
baterainya, tapi dia tidak peduli lagi.
“Takdir itu bukan siapa cepat, dia dapat, ya.”
Dia menutupi matanya dengan lengannya, mewarnai seluruh dunia dengan
kegelapan. Tapi, yang muncul di kelopak matanya adalah pemandangan hari ini
yang begitu jelas. Senyum pria itu yang tidak pernah dia lihat, dan senyum
wanita itu yang seperti sengaja dipamerkan padanya. Kebahagiaan yang nyata itu
mungkin adalah racun mematikan baginya.
Tapi, meskipun itu racun, suatu hari nanti dia harus melihatnya dengan mata
kepalanya sendiri. Hari ini adalah hari itu.
“Dia langsung menyadari... perasaanku...”
Meskipun dunia ini terus berteriak tentang gender dan kesetaraan, pada
akhirnya, wanita paling mengerti wanita. Wajar saja, karena mereka adalah
makhluk yang sama. Kucing adalah kucing, anjing adalah anjing. Wanita adalah
wanita. Pria adalah pria.
Bagi Ikoma Touko, kesan pertamanya tentang wanita itu—Saigawa Ritsuka—adalah
‘tamat’.
Dia tahu tentang Ritsuka dari nama dan beberapa cerita tentang kemesraan
mereka. Tapi, dia tidak pernah melihat fotonya, jadi hari ini adalah pertama
kalinya dia melihat wajahnya secara langsung.
“Wanita cantik dengan kulit putih, pandai memasak, berambut perak indah,
setia, cinta pertama satu sama lain, orang yang ditakdirkan. Apa itu? Kumpulan
semua keinginan pria? Mustahil, tidak mungkin.”
Ritsuka seperti orang yang tidak nyata. Tapi, entah kenapa, hatinya merasa
yakin kalau wanita seperti itulah yang pantas untuk pria itu—Saigawa Roushi.
“Satu-satunya keunggulan yang kumiliki hanyalah ukuran payudaraku...”
Mereka serasi. Ritsuka memiliki semua syarat untuk berdiri di sampingnya.
Pasti, tanpa sepengetahuannya, pasangan itu punya lebih banyak kesamaan. Mereka
punya masa lalu yang tidak diketahui orang lain. Kalau semua itu disebut
ikatan, maka ikatan itu tidak bisa diputuskan oleh siapa pun.
“Meskipun dia menyadarinya, dia tidak merasa khawatir. Dia yakin. Dia yakin
kalau Senpai hanya mencintainya di dunia ini. Dia mau aku mengerti itu...
Karena itu, dia mengundangku ke rumahnya.”
Jika Saigawa Ritsuka lebih jelek darinya, atau punya sifat buruk, dia
mungkin bisa melihat celah untuk menang. Tapi kenyataannya justru sebaliknya. Ritsuka
menerimanya untuk mengakhirinya.
Karena dia tahu kalau Ritsuka menerima cinta yang tak tergoyahkan, lebih
besar dari yang diterimanya.
Dan Saigawa Roushi adalah miliknya, dia menunjukkannya pada gadis kecil
yang tidak dikenal ini.
“Aku bahkan tidak bisa menjadi saingannya. Semuanya sudah berakhir sebelum
dimulai...”
Karena itu, besok dia akan kembali berakting. Menjadi kouhai yang pintar,
perhatian, penurut, dan patuh.
Sebenarnya, dia tidak peduli. Dia hanya ingin berada di dekat Saigawa
Roushi, dan peran itulah yang harus dimainkannya.
Dia berharap, semoga pria itu tidak akan pernah tahu. Karena dia tidak
ingin kehilangan hubungan mereka yang sekarang.
Ikoma Touko mencintai Saigawa Roushi.
Enam tahun lalu, hari di mana dia diberi boneka di game center adalah cinta
pertamanya.
Dua tahun lalu, dia melihatnya di upacara penerimaan karyawan baru di
perusahaan tempatnya bekerja.
Dia memaksakan kehendaknya agar bisa ditempatkan di divisi yang sama
dengannya.
Dan dia beruntung menjadi bawahan langsungnya, sampai hari ini.
Kebetulan, keniscayaan, dan keberuntungan yang terus berlanjut ini, apa
lagi kalau bukan takdir?
Karena itu, Ikoma Touko yakin kalau takdir itu ada.
“...Kenapa dia sudah menikah, sih...”
Dan takdir itu—tidak selalu seperti yang dia inginkan.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.