Soshiki no Shukuteki to Kekkon Shitara Mecha Amai V3 chap 7

N-Chan
0

Episode 7


“Bukannya kau sudah rindu padaku?”

 

Seorang pria berambut pirang dengan mata sipit, mengenakan pakaian kerja, dan berbicara dengan dialek Kansai. Dia adalah seorang animator tanah liat, dan juga kakak iparku. Kurei Toraji, atau Nagira Toraji, kakak iparku, dengan percaya diri mengatakan hal yang tidak masuk akal itu.

 

“Tidak... tidak sama sekali. Aku tidak merindukanmu.”

 

“Kau ini~! Kau malu-malu, ya, adik iparku~!”

 

“Serius. Sungguh. Benar-benar.”

 

“Kalau begitu, ayo kita kencan nanti... Diam-diam, ya...♡”

 

Aku tidak suka kakak iparku. Aku percaya padanya, tapi aku tidak menyukainya. Aku tidak membencinya, tapi aku tidak menyukainya.

 

Saat ini, aku sedang mengerjakan proyek merchandise resmi untuk ‘Nendonguri’, karya kakak iparku. Beberapa rencanaku sudah disetujui, dan rencananya akan diproduksi musim semi tahun depan. Tapi, karena sedang booming, permintaannya terus meningkat, jadi kami terus membuat rencana untuk seri kedua dan ketiga.

 

“Kenapa kita harus kencan? Hari ini kau akan membantuku menyusun rencana untuk proyek berikutnya, kan? Aku sudah meluangkan waktu untuk menemuimu, jadi ayo kita bekerja setelah makan.”

 

“Kau serius sekali~! Apa kau reinkarnasi dari ketua OSIS?”

 

“Standar keseriusanmu rendah sekali...!!”

 

Kakak iparku, sebagai pemegang hak cipta, adalah orang yang paling cerewet di dunia, dan jika ada sedikit saja yang tidak dia sukai atau kurang dalam rencanaku, dia akan langsung menolaknya. Karena tidak ada produk yang bisa diproduksi tanpa persetujuannya, dia seperti diktator dari luar di perusahaan kami.

 

Tapi, ‘Nendonguri’ memang sangat populer, dan kabarnya bonus semua karyawan akan naik periode depan. Jadi, tidak ada yang berani menentangnya secara terang-terangan.

 

“Cara terbaik untuk membuat karyawan patuh adalah dengan mengiming-imingi mereka bonus,” begitu katanya.

 

...Padahal, bukan dia yang menentukan jumlah bonusnya.

 

“Kupikir kau terlalu banyak bekerja, jadi kubuat alasan agar kau bisa pulang cepat.”

 

“Tidak perlu repot-repot. Kalau tidak kulakukan sekarang, aku akan mati nanti. Desember itu bulan yang sibuk.”

 

“Kalau begitu, mati saja nanti. Lebih baik bersenang-senang sekarang. Berpikirlah positif.”

 

“Kau tidak punya rencana sama sekali...”

 

Dia punya banyak waktu dan uang luang, sampai-sampai bisa mengajakku makan siang di restoran Prancis yang mewah di siang bolong seperti ini. Tentu saja, dia yang mentraktir.

 

...Aku tidak bisa menyangkal kalau aku sedikit tergiur.

 

“Yah, terserahlah. Ayo kita makan dulu. Pesan saja yang kau suka.”

 

“Aku akan pesan yang sama denganmu, Kak. Aku kan tamunya.”

 

“Kau serius sekali~! Apa kau reinkarnasi dariku...?”


“Kalau begitu, aku pasti bereinkarnasi menjadi serangga.”

 

“Kau ini~!”

 

Sebagai tambahan, dia tidak termasuk dalam kategori serius.

 

“—Tapi, aku salut, kau bisa bekerja kantoran. Aku tidak akan pernah bisa.”

 

Sambil melahap iga utama yang baru dihidangkan, kakak iparku mengamatku.

 

“Aku juga tidak akan pernah bisa hidup sebagai seniman. Kita impas.”

 

“Hah? Bodoh. Aku bisa jadi pegawai kantoran, tapi kau tidak akan pernah bisa jadi seniman. Kalau aku sekolah campuran, kau sekolah khusus laki-laki. Kau mengerti maksudku? Maaf, aku tidak mengerti, aku cuman asal bicara. Tapi, ini enak sekali, ya? Dagingnya. Luar biasa~”

 

Rasanya seperti diserang dari segala arah. Aku merasa sangat stres.

 

Kakak iparku yang merupakan orang bebas, perkataan dan tindakannya juga bebas. Setidaknya dalam hal tindakan, dia tidak akan pernah bisa menjadi pegawai kantoran yang terikat dengan perusahaan.

 

“Jadi, kapan?”

 

“Kapan apa? Kalau soal rencana berikutnya, tunggu sebentar lagi.”

 

Aku menyesap air dari gelas yang sangat besar. Kakak iparku minum anggur merah, tapi aku tidak bisa minum alkohol di jam kerja. Meskipun perusahaan mengizinkannya dengan berat hati, ini adalah bagian dari pekerjaanku, seperti menjamu klien.

 

“Bodoh! Aku tanya kapan kau akan punya anak!!”

 

“Uhuk!”

 

Air yang sedang kuminum menyembur keluar dari mulutku. Kenapa dia tiba-tiba menanyakan itu? Ah, tidak, dia memang selalu mengatakan hal-hal yang tiba-tiba.

 

“Uhuk, uhuk! Aku tidak mengerti maksudmu. Bagaimana bisa tiba-tiba...”

 

“Aku menanyakan hal yang sama ke Ritsu. Dia bilang ‘nanti’, jadi kupikir ya sudah, nanti saja. Jadi, kapan ‘nanti’ itu?”

 

“Itu bukan berarti ‘nanti akan punya anak’, dia cuman mengalihkan pembicaraan...”

 

Ritsuka memang sayang pada kakaknya, tapi tidak seperti kakaknya yang siscon ini, dia hanya menyayanginya sebagai kakak biasa. Lagipula, dia bahkan belum mengumumkan kehamilannya, kenapa kakaknya menanyakan kapan dia akan melahirkan? Terlalu cepat. Apa dia tidak apa-apa? Pasti tidak. Dia aneh.

 

“Hei! Kau mengecewakanku! Kembalikan waktuku yang terbuang untuk memikirkan jutaan nama!!”

 

“Kau seperti pelawak saja...”

 

“...Hei, jangan-jangan... kau belum tidur dengan Ritsuka?”

 

“.........”

 

Di siang hari yang cerah, di restoran Prancis mewah, di meja dekat jendela... Kenapa aku harus membicarakan hal seperti itu denganmu?

 

Aku ingin memprovokasinya dengan nada santai seperti itu, tapi aku tidak bisa.

 

Manusia tidak bisa berbohong untuk pertanyaan yang bisa dijawab dengan ya atau tidak.

 

Melihat reaksiku, kakak iparku tampaknya mengerti.

 

“Begitu ya... Tidak apa-apa, kok. Serius. Malah, kalau kamu bilang ‘kami melakukannya terus!’, aku pasti membunuhmu dan menyuruhmu membayar semua ini...”

 

“Kau licik sekali...”

 

“Tapi~, itu agak aneh, ya~. Ritsuka juga bukan anak kecil lagi~”

 

“Aku akan bilang dulu, kami punya langkah kami sendiri, dan kami menjalaninya dengan baik, jadi kau tidak perlu khawatir. Maksudku, jangan khawatir. Ayo kita fokus bekerja.”

 

“Tapi~, jangan-jangan Ritsuka takut melihat penis-mu yang seperti gajah purba itu, dan kalian tidak melakukannya dengan baik? Sesuai dengan julukanmu, ‘pemburu impoten’?”

 

“Maaf, pelayan.”

 

“Ya. Ada yang bisa saya bantu?”

 

“Ada pistol? Yang pelurunya bisa membunuh orang ini.”

 

“Tidak ada...”

 

Tidak ada, ya. Tidak ada pistol di restoran Prancis mewah. Begitu ya. Sayang sekali.

 

Aku lupa, kakak beradik ini sama-sama punya intuisi yang tajam. Dan tidak seperti Ritsuka yang polos, pria tanah liat ini sangat cepat berpikir. Dia seperti detektif mesum. Hei! Mati sana!

 

“Aku juga kaget, lho. Waktu kita mandi bersama dulu. Aku hampir berteriak, ‘penis-mu besar sekali!!’ Kalau aku wanita, aku pasti sudah ditidurinya. Kalau aku pria... terserah kau saja♡”

 

“Pelayan! Satu sianida, tolong!”

 

“Tidak ada...”

 

Itu juga tidak ada? Restoran ini payah sekali. Akan kuberi ulasan buruk di internet.

TLN: bngsd gweh ngakak

 

“Hei, hei, tidak perlu malu~. Penis itu seperti payudara buat wanita. Sama seperti wanita yang boleh bangga sama payudara besarnya, pria juga boleh bangga sama penis besarnya. Aku bangga—penis adik iparku besar.”

 

Brengsek.... Aku ingin sekali membunuhnya.... Ada yang punya senjata? Apa saja...

 

Melihatku memancarkan aura pembunuh, si brengsek emas—aku teringat dulu aku memanggilnya begitu dalam hati—tertawa terbahak-bahak.

 

“Kau jorok di siang bolong begini,Clod...!!”

 

“Jangan panggil aku dengan nama panggilan Shijima itu~. Aku ini kakak iparmu, lho?”

 

“Sialan... Ah, sudahlah, intinya jangan ikut campur urusan kami.”

 

“Tidak bisa begitu... Hm?”

 

Kakak iparku menoleh ke belakang. Aku juga merasakan sesuatu dan ikut melihat ke sana.

 

“Ah, anu, maaf mengganggu makan siang kalian. Ehm, apa Anda Kurei Toraji-san?”

 

Sepertinya salah satu pengunjung di sini. Seorang wanita muda bertanya sambil memegang ponselnya.

 

...Ah, begitu. Dia memang terkenal, jadi hal seperti ini wajar terjadi.

 

Tapi, sekarang kami sedang bekerja, jadi aku tidak mau diganggu—

 

“Benar! Apa kau penggemar?”

 

--Tapi, kakak iparku malah dengan semangat bersiap untuk melayani penggemarnya. Seperti dugaanku.

 

“I-iya! Aku suka ‘Nendonguri’, dan aku sering melihat Kurei-san di TV, dia sangat lucu dan hebat...”

 

“Bagus, bagus! Aku akan memberimu tanda tangan! Hei, manajer! Kertas dan pulpen!”

 

“Wah! Terima kasih!”

 

“Aku punya pulpen, tapi tidak punya kertas. Dan aku bukan manajermu.”

 

“Berisik! Kertas dari buku catatan atau apa pun tidak masalah! Jangan membuat gadis itu menunggu!”

 

“Ckck...”

 

Aku mengambil buku catatanku dan merobek halaman catatan. Aku memberikannya bersama pulpen kepada kakak iparku, dan dia dengan terampil menandatangani dan menggambar di atasnya.

 

“Siapa namamu?”

 

“Ah, kalau begitu, Mika, dengan huruf katakana.”

 

“Mika-chan, ya? Nama yang bagus! Ah, bagaimana kalau kita foto bersama? Hei, manajer! Foto kami dengan ponsel Mika-chan! Jangan sampai blur! Pegang ponselnya secara horizontal!”

 

“Apa dia mau kita foto sambil tiduran...?”

 

Aku menerima ponsel Mika-chan dan memotret mereka berdua. Kakak iparku dengan santainya merangkul pinggang Mika-chan, tapi karena mereka sudah akrab, Mika-chan tersenyum lebar.

 

...Jadi, fotonya bagus. “Lulus,” kata kakak iparku.

 

“Terima kasih! Ini akan jadi harta karun seumur hidupku!”

 

“Senangnya~. Ah, Mika-chan, boleh minta kontakmu? Ayo kita main kapan-kapan!”

 

“Eh? Eh? Anu, maksudnya...”

 

(Dia langsung mengajaknya kencan.)

 

Tanpa basa-basi, dia langsung meminta kontak Mika-chan dan mendapatkannya. Mika-chan juga sepertinya tidak keberatan, dia pergi sambil tersipu malu. Kakak iparku melambaikan tangannya. Hebat juga dia.

 

“...Fuuh. Tidak mudah menjadi orang populer. Lain kali aku harus memberi tanda tangan juga untuk teman Ritsuka.”

 

“Aku sudah menduga, tapi ternyata kau benar-benar terkenal.”

 

“Tentu saja. Mungkin karena auraku berbeda? Aku sering dipanggil orang di jalan.”

 

“Itu karena penampilanmu.”

Pakaian kerja, rambut pirang, mata sipit, dan tubuh tinggi itu sangat menarik perhatian di jalan.

 

Kurasa dia tidak akan terlalu mencolok kalau dia pakai baju biasa.

 

“Yah, aku suka jadi pusat perhatian, jadi tidak masalah.”

 

“Seperti dugaanku... Ngomong-ngomong, kau playboy, Kak. Apa kau tidak punya pacar?”

 

“Sekarang tidak ada. Setelah aku terkenal, sekitar 50 mantan pacarku menghubungiku, tapi aku blokir semuanya. Sekarang, aku lebih suka main-main dan putus begitu saja.”

 

“Suatu saat nanti, kau akan ditikam...”

 

“Kalau sudah waktunya, ya sudah. Lagipula, aku memilih wanita yang tidak mungkin akan menusukku. Malah, aku rasa aku harus mengajarimu.”

 

“...Mengajari apa?”

 

Aku punya firasat buruk. Aku merasa dia akan mengatakan hal yang tidak masuk akal.

 

“Ajari adik ipar tercintaku seni bermain perempuan...!!”

 

“Aku lagi bekerja...”

 

Perlu disebutkan di awal, setelah ini aku sama sekali tidak bisa bekerja.

 

Ah, sore yang merepotkan dengan kakak ipar dimulai...

 

 

“Kamu, punya pengalaman meniduri wanita?”

 

“Tidak pernah sekalipun. Atau lebih tepatnya, aku tidak akan pernah melakukannya. Kenapa aku harus melakukan hal yang akan mengkhianati Ritsuka di depan kakaknya?”

 

“Oh. Perempuan yang menunggu di persimpangan itu lumayan, kan? Ayo coba ajak bicara. Meniduri wanita itu seperti senapan mesin. Kalau kau melakukannya seperti penembak jitu, kau akan terluka. Tembak saja sebanyak-banyaknya! Pertama, ayo pergi!!”

 

Apakah kami berdua hidup di dimensi yang berbeda...? Dia tidak hanya tidak mendengarkan perkataanku.

 

“Aku tidak akan─”

 

“Diam kau, bodoh!! Kalau kau tidak mau melakukannya, kamu tidak akan bekerja di perusahaanmu lagi!?”

 

“Bajingan...!!”

 

Dia menyentuh titik lemah orang yang diperbudak perusahaan. Kalau aku merusak suasana hatinya si diktator ini, itu akan menjadi masalah besar.

 

Lebih dari itu, ini bukanlah ancaman atau apapun, dia benar-benar mengatakannya, jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku menghela nafas yang bisa didengar kakak ipar dan mendekati wanita yang ditunjuk dari belakang.

 

(Aku tidak tahan. Aku akan bertanya jalan dan menyelesaikannya. Aku akan membuat cerita seolah-olah aku gagal mendekatinya)

 

“Mari kita lihat keahlianmu~”

 

“Permisi, maaf. Boleh saya mengganggu sebentar?”

 

“Ya?”

 

Ketika aku memanggilnya, wanita itu berbalik. Karena dia memakai topi, aku tidak tahu seperti apa gaya rambutnya. Rambut peraknya berkilauan terkena sinar matahari, dan itu...

 

“Ri... Ritsuka!?”

 

Dia istriku, Ritsuka. Kenapa dia berdiri di tempat seperti ini?

 

“Rou-kun? Eh, kenapa? Bukannya kamu lagi bekerja?”

 

“Ritsuka juga, bukannya seharusnya kamu sedang bekerja di rumah...”

 

“WOI WOI WOI WO────I!! Apa-apaan ini, kamu mendekati wanita dan ternyata itu istrimu, ini keajaiban!? Hal seperti itu... Hal seperti itu adalah takdir!?”

 

“Tch...”

 

“Kakak. Sesuai janji, aku datang ke sini dengan tergesa-gesa, tapi. Ada apa, ada urusan mendesak?”

 

Singkatnya, semua ini pasti ulah kakak ipar bodoh ini.

 

Ritsuka menerima telepon dari kakak ipar tadi, dan dia disuruh datang ke tempat yang ditentukan secepatnya karena ada urusan mendesak. Jadi Ritsuka yang sedang bekerja, terpaksa mengambil cuti setengah hari dan datang ke sini.

 

Ini gawat, kita berdua merepotkan!

 

“Ayo pergi~”

 

“Kemana?”

 

“Aku mungkin sudah tahu situasinya... Kakak, kamu pasti mencoba melakukan hal yang aneh lagi, kan? Sudahlah, serius sedikit...”

 

“Jangan bodoh. Kakak mau memperdalam hubungan antara Ritsu dan adik ipar. Untuk itu, kakak akan mengajarkan semua pengetahuan dan keterampilan yang kakak miliki. Semuanya ─ demi masa depan, tahu?”

 

Kakak ipar menunjukkan giginya dan tertawa. Angin musim dingin di bulan Desember terasa dingin. Namun tatapan aku dan Ritsuka lebih dingin dari itu.

 

“Rou-kun, apa pekerjaanmu tidak apa-apa?”

 

“Tidak terlalu... Tapi aku sudah menyerah. Lebih baik tidak membuat orang ini marah.”

 

“Kasihan... Maaf.”

 

Aku dan Ritsuka mulai berjalan-jalan tanpa tujuan. Di belakang kami, kakak ipar mengikuti seperti penguntit sambil mengamati. Menjijikkan...

 

“Tidak boleh tidak boleh tidak boleh!! Kalian berdua sedang apa!!”

 

“Apaan sih... Aku hanya berjalan dengan Ritsuka.”

 

“Justru itu masalahnya!! Berjalan saja, di situ pun ada taktik antar pria dan wanita!!”

 

“Apa yang akan kamu ajarkan, kakak...”

 

“Pertama, Ritsu! Waktu musim dingin, ketika berjalan di samping pria yang disukai, berpelukanlah di lengannya, lalu tempelkan dadamu dengan sungguh-sungguh!! Tempelkan dadamu dengan sungguh-sungguh!!”

 

Berisik. Apa-apaan frasa itu. Kalau hanya menerima arti kata-katanya, berarti kamu tidak menempelkan dada, kan?

 

“Lalu adik ipar! Kalau wanita tidak memeluk lenganmu, paksa saja untuk mendekat!! Lalu biarkan dia menempelkan dada dengan sungguh-sungguh!! Terus, tanganmu mengelus paha wanita dari bagian dalam secara teratur!!”

 

“Keras sekali suaranya...”

 

Mulai dari seni bermain perempuan, si bodoh ini sepertinya akan mengajarkan teknik memperdalam hubungan pria dan wanita kepada kami, padahal kami tidak menginginkannya atau memintanya. Teratur katanya.

 

Ritsuka yang tercengang tidak bisa bersuara. Aku bisa melihat jarak hatinya dengan kakaknya.

 

“Baiklah, aku akan berikan contoh. Aku benar-benar tidak mau, lho?”

 

Kakak ipar mengatakan hal itu sambil melingkarkan lengannya di lenganku.

 

“Kenapa kamu melakukannya padaku!?”

 

“Dada seperti ini!! Tangan di sini!! Kalau dielus, merengek!! Di dekat telinga!! Ow ♡♡♡”

 

“Ritsuka. Apa kita tidak bisa menguburnya di tanah?”

 

“Aku rasa lebih baik ditenggelamkan ke laut. Kalau di tanah, sepertinya dia akan bangkit kembali menjadi manusia tanah liat.”

 

Karena mengganggu, aku meraih pergelangan tangan kakak ipar dan melemparkannya ke tanah dengan kasar.

 

Dia melakukan rolling dengan mulus. Orang ini juga bisa bela diri...


“Kasar sekali. Ayo, aku sudah memberikannya, coba lakukan. ‘Bergandengan tangan dan kencan’ seperti itu, permainan anak-anak sudah cukup. Ini adalah perang psikologis orang dewasa.”

 

“Karena kakak, artinya─”

 

“Tidak ada arti atau alasan. Kalau cinta, lakukan saja. Kalau tidak bisa, berarti hanya segitu.”

 

“...... Provokasi yang tidak menyenangkan.”

 

“Sudahlah... Menyebalkan.”

 

Di lengan kiriku, Ritsuka memeluk dengan erat dan kuat seperti yang dilakukan kakak ipar.

 

Sangat lembut dan hangat. Baunya harum. Ini lebih seperti berjalan berpelukan daripada berjalan berdampingan. Di atas itu, aku dengan sengaja menyentuh bagian bawah tubuh Ritsuka dengan tanganku berkali-kali.

 

“Hmm... “

 

“Hei, hentikan, jangan bersuara seperti itu...”

 

“Soalnya, agak menggelitik. Ah, susah jalan juga...”

 

“─ Kalau tidak mau, aku hentikan saja.”

 

“Aku sih tidak keberatan...”

 

“Aku juga, tidak...”

 

“Jangan pedulikan tatapan orang sekitar. Kadang-kadang ada kan? Orang yang bermesraan seperti orang bodoh di depan umum, seperti orang bodoh itu. Mereka memang bodoh tapi benar. Kalau melakukan sebanyak itu, hubungan pria dan wanita akan berjalan dengan baik. Menurutku, kalian berdua terlalu sungkan pada orang yang tidak dikenal.”

 

Aku sedikit memikirkannya. Aku dan Ritsuka, sampai kapan pun kami tidak pernah berkencan dengan suasana yang bersih dan benar, atau suasana yang masih malu-malu. Hal seperti ini, yang terlihat jelas... seperti kencan yang tujuannya adalah berhubungan seks di akhir kencan, aku tidak bisa melakukannya karena malu dan sungkan.

 

“Cinta itu lebih utama dari segalanya. Baik dalam hubungan antar manusia maupun dalam pekerjaan. Aku rasa begitu.”

 

“Mungkin menurut kakak itu berlebihan...”

 

“Tapi, di musim dingin mungkin lebih baik seperti ini. Bergandengan tangan juga bagus, tapi berjalan sambil berpelukan seperti ini, aku belum pernah melakukannya kalau ada orang di sekitar.”

 

“...... Benar juga. Kalau dipikir-pikir, kita terlalu memperhatikan siapa. Selama tidak mengganggu orang lain, kita bisa bermesraan sambil berjalan sebanyak yang kita mau.”

 

Aku dikendalikan oleh prasangka seperti tidak sopan atau tidak pantas. Bahkan untuk menjadi ‘orang bodoh’ seperti yang dikatakan kakak ipar, kami belum bisa. Anak-anak, begitu ya sebutannya.

 

“Sudah mengerti kan? Tingkatkan satu sama lain! Sebagai jantan dan betina!!”

 

“Ekspresinya selalu terlalu blak-blakan...”

 

“Lagipula, apa yang harus kita lakukan dari sini? Tujuan juga belum ditentukan.”

 

“Ya. Kalau aku, aku akan pergi ke bioskop dari sini. Kalau begitu, ayo pergi ke bioskop!”

 

“Tidak, aku lagi bekerja...”

 

“Berisik! Ayo bekerja lalu bercinta, dasar bodoh!!”

 

“Cuma aktor film porno yang bisa melakukan itu.”

 

Saat aku menimpali dengan kasar, Ritsuka mencubit lenganku dengan keras. Mungkin dia ingin aku tidak berbicara kasar. Aku meminta maaf sambil mengikuti kakak iparku menuju bioskop.

 

*

 

“Pertama, trik untuk memilih film saat seperti ini adalah ‘pilih yang paling jelek’,”

 

Di depan mesin tiket bioskop, kakak iparku kembali mengoceh.

 

Aku sudah sering ke bioskop bersama Ritsuka, tapi aku tidak pernah memilih film berdasarkan kriteria itu.

 

“Eh. Aku punya film yang mau kutonton. Yang ada di iklan itu, Rou-kun.”

 

“Ah, yang itu. Film India, kan? Yang action.”

 

“Iya! Kakak, ayo kita tonton itu~”

 

“Bodoh! Jangan tonton film India untuk kencan seperti ini... Nanti kita malah jadi senang!! Film India itu menyenangkan!! India itu menyenangkan!! Mereka suka menari!! Tapi, suasana India akan menghilangkan gairah Jepang!! Jadi, jangan ditonton!!”

 

“Kau pikir India itu apa?”

 

Itu adalah ulasan film yang tidak akan pernah keluar dari mulut kritikus film mana pun. Suasana India menghilangkan gairah Jepang? Tidak masuk akal. ...Eh, mungkin sedikit masuk akal...

 

“Jadi, apa maksud Kakak dengan ‘paling jelek’?”

 

“Baiklah, akan kuajari. Yang pertama, harus film Jepang. Genrenya sebaiknya kisah cinta. Dan yang tidak populer di TV atau media sosial, yang masa tayangnya hampir habis. Lebih bagus lagi kalau pemain utamanya tidak terkenal, tapi pemain pendukungnya aktor terkenal. Kalau slogan posternya ada kata ‘kebenaran’, ‘cinta’, atau ‘sekali lagi’, itu jackpot. Jadi, dengan semua itu, yang akan kita tonton sekarang adalah...”

 

“Ah. Bagaimana dengan ‘Jika Aku Bisa Bertemu denganmu Sekali Lagi, Aku Ingin Mengatakan Cinta Sejatiku’? Kedengarannya mirip dengan kriteria Kakak.”

 

“Bagus! Itu bahkan bukan Cuma slogan, tapi judulnya sudah mencakup semuanya! Film seperti ini pasti tidak akan laku!! Bodoh sekali!? Apa ini diadaptasi dari novel ringan!? Hebat!!”

 

“Mulutmu jahat sekali...”

 

Dia pasti punya banyak penggemar kalau jadi kritikus film...

 

Kakak iparku dengan bersemangat mencetak tiket... Sebelum itu, dia menunjukkan layarnya pada kami.

 

“Lihat. Tidak ada yang mau menonton film sejelek ini, jadi kita bebas memilih tempat duduk. Tapi, pilih dua kursi di barisan paling belakang, yang paling jauh dari pintu masuk.”

 

“Kenapa?”

 

“Akan kujelaskan di dalam teater. Ah, jangan beli popcorn atau minuman, ya. Dan pastikan kalian sudah ke toilet. Kalau begitu, ayo pergi~”

 

Dia terlihat senang sekali... Yah, dia memang selalu begitu. Dia adalah sumber positif.

 

Sambil melihat kakak iparku yang berjalan cepat menuju teater, Ritsuka bergumam.

 

“Entah kenapa, aku jadi teringat... Waktu itu!”

 

“Waktu itu enam tahun lalu, kan? Waktu aku ditolak Ritsuka.”

 

“Iya! Hari itu, Kakak juga ikut, dan keadaannya seperti ini, kan?”

 

“Yah, aku mengingatnya dengan jelas... Memang begitu.”

 

Waktu itu, kakak iparku juga membuatku dan Ritsuka kewalahan. Lagipula, tidak pernah ada kakak yang ikut kencan adiknya. Dia sangat menyebalkan... Aku masih mengingatnya dengan jelas.

 

“Tapi—hari ini berbeda. Aku rasa dia sudah lebih dewasa.”

 

“Eh. Rou-kun memuji Kakak. Apa besok akan ada badai?”

 

“Aku juga bisa memuji orang, lho... Dia tidak akan ikut campur lagi di antara kita, kan? Dia bilang begitu, dia mau kita mempererat hubungan kita. Kakak iparku yang siscon itu tidak mungkin mengatakan hal seperti itu enam tahun lalu.”

 

“...Kakak, sudah merestui kita.”

 

“Iya. Caranya memang aneh dan tidak bisa dimengerti, tapi... begitulah caranya.”

 

Sikap dan nada bicara kakak iparku tidak jauh berbeda dengan enam tahun lalu, tapi cara dia memandangku dan Ritsuka perlahan berubah. Kalau hanya melihat itu, dia memang terlihat seperti kakak.

 

Hari ini pun, dia ikut campur karena mengkhawatirkan aku dan Ritsuka. Mungkin siscon juga bisa berubah. Mungkin ke arah yang lebih baik.

 

Aku dan Ritsuka saling bertatapan. Lalu kami tertawa, berpelukan, dan mulai berjalan.

 

“Kita tidak perlu menonton film membosankan ini. Yang penting adalah suasananya, gelap, sepi, dan hanya ada suara film. Kau pasti sudah mengerti. Kita bisa bercinta sepuasnya!!”

 

“Kau pikir bioskop itu apa...”

 

“Jadi begitu ya...”

 

Tentu saja tidak banyak orang yang menonton film yang sangat jelek ini.

 

Staf juga tidak ada di dalam teater, jadi tempat ini sekarang seperti milik kita bertiga.

 

“Meskipun hari ini kebetulan kosong, kita harus berasumsi ‘ada beberapa orang di sini’. Karena itu, aku memilih tempat duduk di paling belakang. Tidak ada orang bodoh yang akan menoleh ke belakang saat menonton film. Jadi, posisi ini memang sulit untuk dilihat, ditambah lagi dengan ‘bonus ganda’ yang membuatnya jadi tempat aman untuk bercinta!!”

 

“Kita tidak boleh melakukannya di sini, kita bisa ditangkap.”

 

“Aku tidak menyuruhmu melakukannya! Hei, Ritsuka, tukar tempat duduk denganku.”

 

“Ah, iya.”


Kakak iparku duduk di kursi Ritsuka. Jadi, aku duduk di sebelahnya.

 

Dia menatap layar dengan serius, jadi aku juga ikut menonton film. Layar yang redup khas film Jepang, akting para pemain yang kaku dan suara mereka yang pelan, cerita yang tidak menarik dan tidak ada plot twist, BGM yang tidak sesuai, dan efek suara yang tiba-tiba meledak... Film ini penuh dengan elemen-elemen film gagal. Tidak ada konten yang kualitasnya sejelas film.

 

Sret...

 

“Uwaaa!?”

 

Kakak iparku mengaitkan jarinya ke tanganku yang ada di sandaran tangan. Dia melakukannya dengan santai sambil terus menatap layar. Aku terkejut...

 

“Bagaimana?”

 

“Bagaimana apanya... Aku kaget. Kalau ini film horor, aku pasti sudah memukulmu.”

 

“Kau malu-malu lagi! Ayo, Ritsu, lakukan yang sama.”

 

“Eh~... Ya sudahlah.”

 

Kakak iparku kembali bertukar tempat duduk dengan Ritsuka. Ritsuka tidak langsung menirunya, dia juga fokus menonton film, jadi aku ikut menonton.

 

(Ah, muncul lagi. Pengaturan penyakit parah yang tiba-tiba. Yang Cuma ada untuk membuat karakternya mati.)

 

Meskipun mereka mencoba membuatku terharu dengan kematian karena penyakit, aku tidak tersentuh sama sekali. Lebih baik adegan anjing berjalan.

 

Mungkin karena terlalu jelas. Bukannya ada cerita karena ada penyakit, tapi ada penyakit karena ada cerita, jadi kesannya aneh. Seharusnya, penyakit itu lebih—

 

Sret...

 

“!!”

 

Saat aku sedang mengkritik film itu dalam hati, tiba-tiba tangan Ritsuka memegang tanganku. Aku melirik ke samping, dan seperti kakak iparku, dia tetap fokus pada layar. Aku juga tidak melihat wajah atau tangan Ritsuka, aku tetap menatap ke depan. Tapi, seluruh perhatianku tertuju pada tangan kananku, dan aku sesekali menggerakkan jariku, mengusap jari-jari Ritsuka yang ramping, mengelus, dan mengetuknya.

 

Ritsuka pun membalasnya, mencubit punggung tanganku dengan lembut, menekannya dengan kukunya, menunjukkan reaksi yang jahil. Kami berdua menyadari, kami sekarang sedang asyik dengan permainan kecil dengan tangan kanan dan kiri ini, bukan dengan filmnya.

 

Melakukan hal seperti ini diam-diam di tengah pemutaran film, seperti bertukar surat dengan teman saat pelajaran, memberikan sedikit rasa bersalah dan lebih banyak rasa senang yang terlarang.

 

Jadi, aku akan mengatakannya. Ini... sangat menyenangkan.

 

Kalau tiba-tiba melakukan ini saat kencan, pasti akan membuat suasana lebih ‘panas’.

 

“Lihat!! Kalian berdua sekarang terlihat sangat senang!!”

 

“”Uwaaa!!””

 

Kakak iparku tiba-tiba muncul di bawah kaki kami, membuat kami terkejut.

 

“Kalau filmnya bagus, kita akan fokus menontonnya, dan ini akan jadi gangguan. Karena itu, kita harus memilih film yang ‘paling jelek’. Sangat logis, kan?”

 

“Jujur...”

 

“Aku setuju...”

 

Memang, biasanya aku melakukan hal lain saat pelajaran membosankan.

 

“Dan lagi, film cinta Jepang yang jelek seperti ini biasanya punya adegan seks di tengah dan adegan ciuman di akhir, jadi kalian bisa saling meraba atau berciuman waktu itu.”

 

“Meraba itu tidak boleh.”

 

“Apa itu meraba?”

 

Aku dan kakak iparku langsung terdiam saat Ritsuka bertanya. Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan hal itu. Aku melirik ke layar. Benar saja, sedang ada adegan seks yang tidak penting, seperti yang dikatakan kakak iparku.

 

 

 

 

“Sekarang, pertanyaan. Di zaman modern ini, kastil mana yang dibangun paling akhir?”

 

“”......””

 

Setelah menonton film, kami bertiga naik taksi, dan sampai di...

 

Depan kastil yang mencurigakan di pinggir jalan raya di pinggiran kota....

 

“Jawabannya adalah, Kastil Cintaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!”

 

Itu ternyata hotel cinta. Hotel cinta dengan desain yang mewah, seperti kastil.

 

“Kakak... Kenapa kita ke sini...”

 

“Aku tidak suka. Masuk ke sini bertiga. Kalau berdua tidak masalah.”

 

“Jadi tidak apa-apa kalau aku masuk berdua dengan adik iparku?”

 

“Tidak masalah kalau aku masuk berdua dengan Ritsuka!!”

 

Yah, aku sudah menduga kalau tujuan terakhir dari kencan dewasa adalah hotel cinta, tapi aku tidak menyangka kami benar-benar dibawa ke sini. Apa yang harus kami lakukan sekarang?

 

“Tempat ini lumayan dekat dengan rumah kalian, interiornya bagus, dan harganya terjangkau. Meskipun bentuknya seperti kastil, semua pelanggan menganggapnya seperti rumah sendiri. Tentu saja, ini juga rumahku...!!”

 

“Jadi kau anggota kerajaan, ya.”

 

“Aku juga tahu tempat ini untuk apa... Tapi aku tidak akan pernah masuk ke sini bersama kakakku. Aku akan sangat marah kalau kau melakukannya.”

 

“Benarkah? Padahal aku ingin mengajak kalian tur keliling kastil...”

 

Mengajak adiknya dan suaminya ke hotel cinta favoritnya, bahkan mengajak mereka tur keliling... itu sudah keterlaluan. Wajar kalau Ritsuka marah.

 

Kakak iparku terlihat kecewa. Dia terlihat paling sedih hari ini. Apa dia baik-baik saja?

 

“Yah, kalau tidak bisa masuk, kita lakukan saja di sini.”

 

“Apa maksudmu...?”

 

“Sudah jelas apa yang dilakukan di love hotel!! Peragaan seks!!”

 

Kepalanya sudah tidak beres. Akhirnya dia sudah mencapai batasnya.

Atau lebih tepatnya... Bagaimana dengan pasangannya? Semuanya sudah serba salah.

 

“Mungkin saja, tapi─”

 

“Bodoh!! Kalau kau mengatakan itu, aku akan membunuhmu!! Kau pikir aku ini siapa!? Kalau tidak ada pasangan─ aku bisa melakukan ini saja!! Shinsho Chibo Hena!!”

 

Sekarang aku menyadarinya, kakak ipar sama seperti Ritsuka, dia adalahSign Bearerdan memilikiBreath of Blessing mengendalikan tanah liat. Para pengguna kemampuan, dengan mengucapkan nama kemampuan mereka, menjadikannya kunci untuk melepaskan kekuatan mereka sepenuhnya.

 

Intinya, orang mesum ini sekarang menggunakanBreath of Blessingnya dengan kekuatan penuh.

 

“Apa yang sebenarnya ingin dia lakukan─”

 

Breath of Blessing orang ini, selain mengendalikan tanah liat, juga memungkinkan untuk mengembangkannya dengan mengabaikan massanya sampai batas tertentu. Dia mengendalikan tanah liat yang selalu dibawanya dan menciptakan sesuatu.

 

Sosok manusia lubang yang terbuat dari tanah liat di seluruh tubuhnya!!

 

“Apa dia sudah gila!!”

 

“Boneka aneh apa itu. Mirip manekin yang jelek...”

 

“Kemampuan ini tidak bisa dipertahankan dalam waktu lama. Aku hanya bisa melakukannya sekali, jadi perhatikan baik-baik.”

 

Kakak ipar mengatakan itu kepada kami dengan terengah-engah.

Tapi aku dan Ritsuka sudah hampir memalingkan muka.

 

“Pertama, sebelum memeluk wanita, sentuh seluruh tubuhnya dengan lembut sambil menatap matanya!!”

 

Kakak ipar melingkarkan tangannya di pinggang boneka lubang tanah liat yang dia buat sendiri, dan menyentuh dagunya yang tebal, dada yang tidak alami, pipi yang gembung, dll dengan jarinya.

 

“Dan yang terpenting, saling memuji!! Tingkatkan kepercayaan diri!! Seperti ini!!”

 

Kamu sangat tampan (dengan suara wanita)

 

“Benar kan? Kulitmu juga seperti tanah liat...”

 

Tuan Tiger, pria kekar (dengan suara wanita)

 

“Aku tidak bisa menandingi tubuhmu yang bagus. Payudaramu juga lembut seperti tanah liat...”

 

Ayo! Ayo! Aku jalang! (dengan suara wanita)

 

“Kamu tidak perlu terlalu menginginkannya, kan? Lembutnya... Di sini kamu... seperti tanah liat basah.”

 Ssst! Ssst! Ayo... ayo! Oh, ayo masuk!

 

“Kalau begitu, ayo pergi, Nirvana...”

 

※ Semua tindakan ini dilakukan dengan teknik suara perut oleh Nagira Toraji※

TLN: Beliau mempraktekkan dengan tanah liat.....



 “Halo, apa ini polisi?”

 

Aku menelepon polisi tanpa sadar. Naluriku mengikuti ajaran “jika ada sesuatu, hubungi 110”.

 

Ritsuka memelukku dan menangis tersedu-sedu di dadaku. Dia pasti tidak ingin melihat kelakuan aneh kakaknya. Aku mengelus punggung Ritsuka dengan lembut menggunakan tanganku yang bebas.

 

Apa yang kau lakukan!! (suara perempuan)

 

“Jangan marah dengan suara perempuan!!”

 

Dia benar-benar punya banyak bakat. Ritsuka juga tidak tahu kalau dia bisa ventriloquism.

 

“Aku tidak mau... Aku tidak suka kakak seperti ini...”

 

“Tenanglah, Ritsuka. Hukum akan menghukumnya.”

 

Apa yang membuatmu tidak suka!! (suara perempuan)

 

“Semuanya!! Kembalikan suaramu, dasar mesum!!”

 

PenggunaanBreath of Blessingselalu disertai dengan ‘harga’. Kekuatan supranatural tidak bisa digunakan secara gratis. ‘Harga’ yang harus dibayar berbeda-beda untuk setiap kemampuan. Kakak iparku... Tidak,Breath of Blessing pria tanah liat mesum ini membuatnya semakin ‘kering’ setiap kali digunakan.

 

Dan penggunaan kemampuan secara maksimal akan mempercepat ‘harga’ itu, jadi sekarang bibir dan kulit pria tanah liat mesum itu sangat kering dan pecah-pecah.

 

“Aku sudah bersusah payah menunjukkan contoh untuk kalian yang masih perawan dan perjaka! Kalau ini manga shonen, aku akan mati di sini, dan kalian akan mewarisi kemauanku dan teknikku.”

 

“Kau lebih seperti mengutuk waktu sekarat...”

 

“Rou-kun, ayo kita pulang. Aku tidak mau bertemu dengannya lagi selama seminggu...”

 

“Iya... Kalau begitu, kami permisi dulu. Brengsek emas.”

 

“Jangan panggil aku dengan sebutan YouTuber aneh begitu!! Terserah kalau kalian mau pulang, tapi ingat baik-baik apa yang kukatakan!! Itu akan berguna!! Hei!!”

 

Wiu wiu wiu wiu wiu wiu wiu wiu...

 

Sirene polisi terdengar mendekat saat aku dan Ritsuka mulai berjalan pulang.

 

“Permisi, apa ini polisi?”

 

“Kami datang karena ada laporan!”

 

“Oh, terima kasih. Pas sekali. Aku malas jalan kaki, bisakah kalian mengantarku? Polisi di daerah ini pasti sedang tidak ada kerjaan, kan? Bekerjalah sesuai dengan pajak yang kalian terima.”

 

“Hah!? Apa katamu!?”

 

“Dia tidak tahu malu sekali...!! Senpai, jangan marah!”

 

Aku bisa mendengar percakapan itu dari kejauhan. Yah... Polisi tidak akan membuatnya takut atau menyesal. Tapi, kali ini dia benar-benar sudah keterlaluan, jadi aku harap polisi akan memarahinya.

 

“Rou-kun,”

“Hm?”

 

“Jarak ke rumah kita cukup jauh.”

 

“Iya. Tapi tidak perlu naik taksi.”

 

“Kita akan berkeringat kalau jalan kaki terus.”

 

“Sekarang musim dingin, jadi tidak akan terlalu parah... Yah, mungkin sedikit.”

 

“Jadi, waktu sampai di rumah—“

 

“—Ayo kita mandi bersama.”

 

Aku yakin ini kebetulan. Tidak ada alasannya. Mungkin aku terlalu memaksakan.

 

Tapi, dalam hidupku, setiap kali aku terlibat dengan kakak iparku yang bodoh itu—sering kali keberuntungan besar akan datang padaku.














Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !