Omaera Hayaku Kekkon Shiro yo! Sou Iwareteru Joshi ga 3-nin Iru n Desu kedo? chap 4

Ndrii
0

Episode 4

"Aduh~! Kalian berdua cepat menikah sana~!" 




“Kalau memang pulangnya akan terlambat, bilang dulu dong.”


“Maaf, maaf. Soalnya tadi sepulang sekolah aku mampir ke toko buku, eh, jadi keasyikan.”


“Makanannya sudah siap, lho. Hari ini aku masak nikujaga spesial buat kamu, favoritnya Souta!”


Di sekolah, Ayumi — teman masa kecilku — dijuluki “Ratu Es”. Tapi tiap kali aku pulang, dia selalu menyambutku dengan senyuman seperti ini.


“Terima kasih ya, Ayumi!”


“B-bukan karena kamu, lho! Aku masak karena memang mau saja!”


Ayumi memang tidak pernah bisa jujur. Tapi justru itu yang membuatnya manis.




...Aku melakukannya lagi. Tapi rasanya memang pas.


Hari pelaksanaan kemah pun tiba. Dalam mobil yang dikemudikan ayah, aku diam-diam membuka laman akun situs tempatku biasa mempublikasikan novel. Mungkin, mohon maaf ya, Kurumi... tapi aku merasa hubungan seperti ini — walaupun hanya rekaan — terasa menyenangkan dan nyaman.


Yah, tak apa-apa, kan? Toh ini cuma fiksi. Di dunia nyata mana mungkin bisa seperti ini.


Menjelang tengah hari, kami tiba di tempat perkemahan. Udara saat turun dari mobil terasa segar dan nikmat. Aku tak tahu kami sedang berada di prefektur mana, tapi tampaknya ini di pegunungan. Kata ayah, keluarga Yamashita memang rutin ke sini setiap musim gugur.


Kami, keluarga Tanaka, bertemu dengan keluarga Yamashita yang sudah lebih dulu sampai di area parkir perkemahan. Ibuku, Eriko, langsung menyapa ibu Kurumi.


“Maaf ya, sudah mengganggu acara tahunan keluarga kalian. Hari ini kami benar-benar merepotkan.”


“Oh, jangan sungkan begitu dong~. Ayo kita nikmati saja bersama! Oh iya, ngomong-ngomong, akhir-akhir ini si Sora itu ya—”


Sementara ibu-ibu asyik membahas soal anak, ayahku dan ayah Kurumi, Hiroshi, juga mulai mengobrol.


“Wah, cuacanya cerah banget ya, Yamashita-san!”


“Iya, benar-benar hari yang pas buat berkemah. Untung saja cerah, anak-anak pasti bisa main air di sungai.”


“Kalau begitu, kita mulai persiapan, ya? Anak saya, Riita, juga bisa bantu-bantu kok.”


“Kalau begitu, kita mulai dari mendirikan tenda dulu…”


Sambil bicara, ayah Kurumi membetulkan posisi kacamatanya, lalu memandangku — yang berdiri sendirian — sambil tersenyum.


“Aku rasa, kamu tak pantas memanggilku Ayah.”


“Eeh, aku bahkan belum bilang begitu…”


Ayah Kurumi memang selalu menjadikanku semacam musuh alami. Tapi yah, aku sudah terbiasa.


“Ah, Riita-kun!”


“O-oh, Sora…”


Dari arah ruang ganti, Sora muncul. Ia mengenakan seragam latihannya dari klub basket mini.


“Riita-kun! Buat hari ini aku beli baju renang baru, lho! Aku pakai di dalam baju sekarang! Nih, lihat!”


Dengan itu, Sora menarik leher kausnya dan memperlihatkan bagian dalam. Dua gundukan yang mulai tumbuh dan lembah di antaranya menyilaukan mataku. S-seriusan ini anak kelas lima?


“U-uh, lebih baik jangan... Ayah Kurumi juga ngelihat, soalnya...”


“Sora, hentikan itu. Dan Riita-kun, sekali lagi kukatakan — kamu tak berhak memanggilku Ayah.”


...Lalu harus manggil apa, dong? Anda siapa, sebenarnya?


“Kamu masih saja nempel terus sama kak Riita, ya, Sora-chan.”


Ema — adikku — datang sambil menggandeng Meg, anjing peliharaan kami. Ia mengenakan gaun putih yang membuatnya tampak lebih dewasa, sampai-sampai aku lupa kalau kami saudara.


“Hah? Ema-chan juga di sini? Aku sampai tidak sadar, soalnya fokusku cuma ke Riita-kun!”


“...Heh?”


Seperti biasa, Ema sering kesal kalau berurusan dengan Sora. Kali ini pun, gara-gara komentar polos Sora, urat di pelipisnya menonjol.


“Hai, Sora! Jangan ganggu Riita, dia harus bantuin bangun tenda. Dan Papa, jangan cari-cari masalah terus sama dia!”


Kurumi datang menggandeng tangan Azuki. Kurumi mengenakan hoodie dan celana pendek, sementara Azuki mengenakan baju renang yang ditutup dengan jaket. Sepertinya mereka sudah ganti baju di suatu tempat. Ayah Kurumi kembali membetulkan kacamatanya, berusaha mempertahankan wibawa.


“Kurumi, jangan melawan Ayah seperti itu.”


“Hah?”


“Ma-mohon maaf…”


Ya ampun, wibawanya langsung ambyar.


Setelah ‘menjinakkan’ ayahnya, Kurumi melirik ke arahku dan menyapa pelan, “...Yo.” Azuki pun melambai dengan antusias, “Riita-kun~!” Aku membalas dengan mengangkat tangan.


“Kurumi-chan! Terima kasih ya udah ngajak kami hari ini!”


Saat Ema mengucapkannya, Kurumi membalas dengan senyum yang jauh lebih ramah daripada kalau sedang berhadapan dengan anak laki-laki.


“Ema-chan~! Aku juga senang kamu datang! Yuk, kita nikmati hari ini bareng-bareng, ya! Oh iya, ruang gantinya di sana, jadi Ema-chan juga bisa ganti baju renang duluan.”


“Oke~!”


Kurumi dan Ema memang selalu akrab sejak dulu. Hari ini pun, tampaknya mereka akan bersenang-senang bersama.


“Meg-chaan!”


Azuki melepas tangan Kurumi dan segera bermain dengan Meg. Meg juga tampak senang bertemu Azuki, sampai-sampai melompat-lompat riang.


“Ehehe, Meg-chan lucu banget ya~. Kita main bareng ya hari ini~.”


“Azuki-chan, hari ini temani Meg main sepuasnya, ya?”


“Iya! Dan aku juga mau main sama Riita-kun dan Ema-chan!”


Aku dan Ema tersenyum dan mengusap kepala Azuki. Ahh, lucunyaa~!!




✧ ₊ ✦ ₊ ✧




Setelah itu, Sora dan Azuki bersama Ema dan Meg pergi bermain ke sungai. Sementara para ayah, termasuk aku, sibuk mendirikan tenda. Ibu-ibu dan Kurumi mulai mempersiapkan bahan masakan.


“Aku... aku tidak mau ngelepasin dia...”


“P-pak Kurumi… aku tidaj keberatan kok bantu di sini…”


“Ta-tapi masa iya kita ajak anak remaja ke camping cuma buat nyuruh bantuin doang… Tapi kalau dia sampai menyentuh anakku… Aduh, aku juga bukan ayahnya…!”


Ayah Kurumi bimbang antara membiarkan aku main atau tetap menahanku untuk berjaga-jaga. Ya ampun, segitunya tidak percaya?


“Riita itu kurang disiplin, jadi lebih baik dia diajarin kerja keras sedikit. Biar tahu rasanya.”


...Ayah, serius?


“Yah, Riita-kun… meskipun aku agak khawatir, mending kamu pergi saja, main ke sungai. Toh sebentar lagi juga selesai.”


...Segitu tidak disukainya aku, ya?


Perlahan rasa kesal mulai muncul, dan aku membalas dengan sedikit sindiran.


“Makasih, Kacamata.”


“Iya, hati-hati ya.”


...Loh, itu diterima aja?


Sambil menghela napas karena lelah menghadapi ayah Kurumi, aku pun beranjak menuju sungai. Tapi sebelum itu... aku memutuskan untuk menyapa si dia yang sejak tadi menarik perhatianku.


"......Hei, Kurumi tidak ikut ke sungai?"


"......Apa? Tenda sudah selesai?"


"Belum, tapi ayahmu bilang aku boleh main."


Aku menghampiri ibu-ibu dan siswi SMA yang sedang menyiapkan makanan di meja yang sudah didirikan lebih dulu dari tenda. Kurumi sedang memotong-motong sayuran seukuran tusuk sate. Cekatan sekali.


"Aduh Riita-kun, terima kasih sudah mengkhawatirkan Kurumi ya~. Dia memang anak yang baik hati ya. Padahal Kurumi malah keras kepala lagi~"


"Ibu, sih!"


Ibu Kurumi tampak khawatir. Ibunya cantik. Kenapa orang ini bisa menikah dengan si Kacamata ya.


"Soalnya! Kalau cuma berdua kan repot?"


"Kurumi-chan memang baik hati ya, beda sama Riita. Riita sama sekali tidak pernah membantu pekerjaan rumah."


Ibu...... kenapa, apa aku anak yang tidak berguna......? Apa di rumah pun aku bocchi......?


"......Aku tidak apa-apa kok. Aku kan bukan anak kecil. Kamu urus saja Ema-chan dan yang lain."


"Kalau begitu, tidak apa-apa sih...... Kalau mau datang, datang saja ya? Kurumi juga sudah ganti baju renang kan?"


"Eh, ehm...... Kalau mood-nya bagus, aku akan datang."


Pasti tidak akan datang.


Tapi kalau sudah dibilang begitu, mau bagaimana lagi. Aku pergi bermain ke sungai di dekat sana tempat Ema dan yang lain berada. Yah memang sih, kami berdua sudah malu kalau harus heboh bermain di sungai. Kami berdua.


""Riita-kun!""


Saat aku muncul di tepi sungai, Sora dan Azuki-chan yang sedang bermain air langsung berlari menghampiriku. Sora mengenakan cross-wrap bra biru tua dan celana pendek yang senada. Azuki-chan mengenakan baju renang tipe leotard untuk anak-anak.


"Wah, kalian berdua cocok sekali pakai baju renang itu ya."


""Hehehe......""


Senyum malu-malu khas ketiga bersaudara itu memang tidak berubah ya......


"Kakak, sudah selesai?"


"Ah, iya."


Ema juga menyambutku. Ema mengenakan bikini hitam sederhana dan kaus dengan tulisan bahasa Inggris. Ngomong-ngomong, Meg yang dipakaikan jaket pelampung anjing, bulunya yang khas Pomeranian-Chihuahua basah, dan volumenya jadi sekitar setengahnya.


"Hei hei~! Ayo kita main, Riita-kun~!"


Sora memeluk lenganku seolah itu hal yang wajar. Anak SD......?


"I-iya, Sora...... Aku mengerti kok...... Lalu, kalian bertiga sedang apa?"


"Azuki main sama Meg-chan, Ema-chan sama aku main tembak-tembakan air!"


"Kalian berdua tidak akur......?"


"Tidak kok. Cuma tadi ada sedikit masalah, jadi kami bertanding."


Ema tertawa pasrah. Aduh ngeri. Masalah apa coba?


"......Yah sudahlah. Lalu bagaimana kalau kita main tembak-tembakan air itu? Ada berapa pistol air lagi?"


Sora bilang totalnya ada tiga, dan saat dia mengambil pistol air terakhir yang tersisa di tepi sungai, dia tiba-tiba punya ide.


"Kalau begitu, kita bertiga cewek tembak Riita-kun ya!"


"Ke-kenapa jadi begitu!? Terus cuma nembak begitu saja!? Tanpa aturan!? Aku tidak mau membual, tapi bukannya Sora cukup dekat denganku ya!"


"Hoi!"


Tapi tidak ada waktu untuk bertanya. Air yang menyembur dari pistol air tipe gatling yang dipegang Sora, menyemprot kemaluanku.


"Hei, jangan tembak kemaluanku! ......Aduh!"


Ema juga ikut-ikutan, menembak kemaluanku dengan pistol air tipe senapan yang dipegangnya.


"Hei! Adik!"


"Ema-chan, bagus~! Ayo, Azuki juga!"


"Hehehe......"


"Jangan ajari Azuki-chan hal yang aneh-aneh ah!"


Azuki-chan menembak kemaluanku dengan pistol air kecil yang dipegang dengan satu tangan sambil memegang tali kekang Meg dengan tangan lainnya.


"Kalian ini! Jangan tembak kemaluanku! Uwaaa~!"


Padahal ini bukan baju renang.


✧ ₊ ✦ ₊ ✧


Sejak saat itu, ketiga gadis itu bosan menembak kemaluanku, dan mulai bermain dengan Meg. Saat kusadari, bagian bawah tubuhku sudah basah seolah-olah aku mengompol. Ngomong-ngomong, apa maksudnya bosan menembak kemaluan.


Setelah permainan mereda, tiba-tiba aku jadi penasaran dengan tenda dan meja kami.


Kurumi sedang menusuk bahan makanan yang sudah dipotong-potong ke tusuk sate untuk barbeque. Kedua ayah yang sudah selesai mendirikan tenda juga ikut membantu menyiapkan makanan, dan di tengah-tengah itu, Kurumi memasang wajah yang agak murung sambil tetap tersenyum di depan kedua ibu.


"......Kurumi juga seharusnya ikut main di sini."


Lalu Ema menyadari gumamanku dan tersenyum penuh arti.


"Hei Kak, lihat? Baju renangku. Bagaimana?"


"Kenapa tiba-tiba......"


Ema melepaskan kausnya, dan hanya mengenakan bikini hitam. Meskipun aku sudah bersama Ema sejak kecil, entah kenapa tubuhnya terlihat agak dewasa, dan aku jadi bingung bagaimana harus bereaksi sebagai seorang kakak.


"......Ehm, menurutku bagus."


"Baju renang ini, waktu itu aku pergi beli bareng Kurumi-chan dan Sora-chan. Kurumi-chan juga mungkin sekarang pakai baju renang yang dibeli waktu itu di balik hoodie-nya."


"Eh, benarkah?"


"Baju renang yang dipilih untuk hari ini, ya. Tapi Kakak tahu kan Kurumi-chan itu tidak jujur?"


Begitukah, aku menggaruk kepala. Sebenarnya dia menantikan hari ini dan seharusnya ingin bermain di sini, tapi karena terlalu baik hati dan tidak jujur, dia ragu untuk meninggalkan orang dewasa yang sedang bekerja.


"......Aku, akan coba panggil Kurumi lagi ya."


"Fufu, memang Kakakku yang terbaik~"


Kurumi memang seperti itu sejak dulu. Dia punya rasa keadilan yang kuat. Tapi dia tidak jujur soal perasaannya sendiri. Makanya kadang-kadang dia memendam perasaannya dan berpura-pura baik-baik saja demi orang lain. Meskipun dia selalu dingin, sebenarnya dia lebih dari siapa pun memikirkan keluarga dan kami dan memaksakan diri. Sikap keras kepalanya itu bukan sekadar pura-pura kuat, tapi kebalikan dari kebaikan dan perhatiannya.


"Ku-Kurumi."


Saat aku memanggil Kurumi di dekat orang tua kami, Kurumi entah kenapa mengerutkan kening melihat bagian bawah tubuhku.


"......Kamu mengompol ya?"


"Ah, bukan, ini beda...... eh, sudahlah itu tidak penting! Bagaimana kalau Kurumi juga main di sana? Mumpung kita semua datang berkemah kan."


"Aku, aku kan sudah bilang tidak apa-apa. Masih ada persiapan makanan......"


"Kurumi~, bagian ini biar Ibu-ibu saja yang urus, jadi kamu jangan khawatir~"


Ibu Kurumi mengatakan itu, tapi Kurumi bersikeras, "Aku tidak apa-apa kok!"


"Riita-kun."


Melihat interaksi kami, ayah Kurumi tersenyum lembut.


"Kurumi di sini ada urusan memotong bahan makanan, jadi tidak apa-apa kok."


Kacamata ini memang tidak berubah ya.


"Tidak, tapi......"


Si Kacamata yang bahkan membuat tiga orang dewasa lainnya terheran-heran itu kubiarkan saja, dan aku berpikir keras.


Kalau aku terlalu perhatian atau terlalu baik, biasanya Kurumi akan menolak. Harga dirinya setinggi Tokyo Skytree.


Tapi, aku tahu cara membuat Kurumi bersemangat dalam situasi seperti ini. Bukan berarti aku sudah menjadi teman masa kecilnya sejak usia nol tahun tanpa alasan.


Aku menggunakan taktik te (tangan) terendah. Saat ingin berbagi camilan yang tampak ingin dimakannya, aku tidak bilang "Aku kasih ya," tapi "Aku sudah tidak mau, jadi tolong habiskan sisanya." Kalau dia tampak ingin meminjam mainan, aku tidak bilang "Aku pinjami ya," tapi "Aku bosan main sendirian, jadi aku ingin main bareng." Intinya, aku harus bisa membuatnya berkata, "Ya sudahlah......"


"Apa......?"


Kurumi mencibir seperti biasa. Tapi dia menantikan kata-kataku. Sudah kubilang berkali-kali, memang begitu sejak dulu. Aku tahu itu, meskipun hanya berdasarkan perasaan.


Aku memutuskan bahwa satu-satunya cara untuk membujuk Kurumi adalah dengan mengatakan kata-kata yang terlintas di benakku.


"............Aku, aku, aku ingin melihat baju renang baru Kurumi......"


"""""............"""""


"......Aduh ampun~♡"


Setelah beberapa detik terdiam, entah kenapa Ibu Kurumi tampak malu-malu.


"Hei...... Hah!? Apa yang kamu bicarakan!"


"Ka-karena...... Ema bilang Kurumi juga beli baju renang baru untuk hari ini......"


Bukannya aku tidak bisa memikirkan kata-kata lain, tapi......


"Sayang sekali kan kalau baju renang yang Kurumi beli khusus untuk hari ini tidak bisa kulihat."


"Riita......"


"......Tidak boleh, ya?"


Sambil menggaruk pipi yang memerah karena malu, aku menunggu jawaban. Kurumi yang memainkan ritsleting hoodie-nya, berkata dengan pipi merah muda.




"............Ya sudahlah."




Berhasil......! Aku kira itu terlalu menjijikkan, tapi syukurlah!


Lucu juga rasanya bahwa cara kuno itu masih ampuh sampai sekarang.


"A-apa sih!"


"Haha, tidak, bukan apa-apa. Ayo, cepat pergi."


Saat aku menarik tangan Kurumi, Kurumi berhenti dan berkata, "Tunggu sebentar......!"


"Ada apa?"


Saat aku melepaskan tangannya dan menoleh, Kurumi menggigit bibir bawahnya dengan manis dan menatapku dari bawah.


"Kamu ingin melihatnya kan......? Aku akan melepasnya, tunggu......"


"Eh, ah──"


Tingkah laku dan ekspresi menggoda yang tidak seperti biasanya dari teman masa kecilku itu membuat jantungku yang tadi memimpin berdebar kencang.


Tanpa peduli kebingunganku, Kurumi perlahan menurunkan ritsleting hoodie-nya.


Kulit putihnya yang bening dan dadanya yang membulat lembut terlihat jelas. Branya berwarna merah anggur dengan renda. Warna yang sangat cocok dengan kulit putih Kurumi. Dia juga menurunkan celana pendeknya, memperlihatkan celana dalam merah anggur yang senada.


"......Bagaimana?"


Kurumi bertanya sambil memberikan hoodie dan celana pendek yang dilepasnya kepada Ibu Kurumi.


Menghadapi pertanyaan jujur Kurumi, aku kesulitan menjawab.


Melihat tubuh dan ekspresi Kurumi yang dewasa dan sangat feminin, aku merasa seperti aku yang selama ini berpikir bahwa aku sudah mengenal Kurumi sejak dulu, terlihat menyedihkan, dan entah kenapa, seperti aku yang masih anak-anak dan tertinggal di belakang.


"Menurutku, itu cantik......"


"............Terima kasih."


Setelah memujinya, Kurumi mengalihkan pandangannya, tapi tetap menerima kata-kataku dengan jujur tanpa bersikap acuh.


"......Bukankah kamu mau mengajakku pergi?"


Lalu Kurumi menggenggam tanganku.


"Ba-ba-baik!"


Padahal aku sudah berkali-kali menggenggam tangan Kurumi, tapi kenapa aku jadi berdebar-debar seperti ini──


Dan, saat aku menoleh ke arah sungai.




"Sudah~lah! Kalian berdua cepat menikah sana~!"




............Eh? ......Eh, eh, eh? Kalimat itu...... eh?


"......Ya ampun, Ema-chan ini......!"


Kalimat yang pernah kudengar di suatu tempat. Orang yang melontarkannya padaku dan Kurumi adalah adikku, Ema.


"Makanya~, cepat jadian tahu! Kalian berdua, dari dulu selalu begitu! Cocok sekali! Seperti pasangan pengantin baru tahu!"


"He-hei Ema!"


Di tengah-tengah orang tua kami, wajahku langsung memanas mendengar ucapan Ema.


"Iya kan~? Kalian semua juga berpikir begitu kan~?"


Saat Ema berkata begitu, Ibu Kurumi tertawa senang, "Ufufu♡".


"Betul sekali ya~♡ Kalau Riita-kun mau menikahi Kurumi kami, kami akan sangat senang♡" 



"Riita sepertinya sayang sekali ya, tapi kalau kalian berdua bahagia, keluarga Tanaka tentu saja sangat mendukung~"


"Huuu, semangat Riita~"


"Aku tidak mau."


Kedua ibu kami heboh sendiri, dan ayah kami juga ikut-ikutan. Ya ampun, kenapa semua orang menggoda...... Kecuali ayah yang sok keren seperti anggota Keyaki〇46 itu.


"Ema! Jangan menggoda! ......Aduh, di depan keluarga kita dan keluarga mereka lagi...... Kurumi juga bilang sesuatu dong......"


"Eh, Ema-chan...... sudahlah......"


"......Kurumi?"


"Kamu diam saja."


Meskipun suaranya lemah, Kurumi menggenggam tanganku erat-erat.


"Lihat tuh kan, Kakak kalau diperlakukan baik sama Riita langsung merah pipinya."


Bahkan Sora ikut-ikutan menggoda, dan akhirnya Kurumi kembali ke nada bicara biasanya, "Berisik!"


"Semua orang melebih-lebihkan...... Ayo, kita pergi, Kurumi."


"U-um."


Dan di depan kami, Ema tersenyum menggoda.


"Cepat nikah sana kalian," ya ampun, apa sih yang mereka bicarakan......


Aku yang sejak dulu tidak bisa apa-apa, dan tidak berubah sampai sekarang, selalu sendirian, suram, dan suka berkhayal, dan Kurumi yang dulu kekanakan seperti adikku, tapi entah sejak kapan menjadi dewasa, cantik, sempurna, dan wanita yang mempesona.


Ini bukan cerita. Ini kenyataan. Meskipun kami punya hubungan teman masa kecil yang sering ada di komedi romantis, dan dibesarkan seperti keluarga, tapi dengan perbedaan sebesar ini, mana mungkin kami bisa pacaran, apalagi menikah.


Saat bermain di sungai, aku melihat Kurumi yang menemani adik-adiknya dengan perasaan yang entah kenapa jauh. Lalu, tanpa sengaja mata kami bertemu, dan


"......Jangan melihat terus. Kamu menjijikkan."


Aku kembali sadar setelah dihina oleh Kurumi seperti biasanya. (Menangis)


Lagipula, Kurumi kan benci laki-laki. Mana mungkin terjadi cinta dengan gadis seperti itu.


◇ Yamashita Kurumi ◇


Setelah berkemah selesai, kami kembali ke apartemen.


Kurumi masuk ke kamar, melompat ke tempat tidur, dan mengingat kembali usaha kerasnya selama beberapa hari terakhir.


Karena berbagai hal, sejak masuk SMA, Riita jadi sulit diajak bicara, dan Kurumi sendiri juga merasa malu, jadi hubungan mereka jadi agak menjauh. Tapi untuk menjaga hubungan itu, dia membuang gengsinya dan giat melakukan pendekatan.


Tapi saat memasak nikujaga pun, dia terlalu malu untuk menyuapinya, dan saat berkemah hari ini pun, dia hanya malu untuk memperlihatkan baju renangnya.


Tapi Riita, sejak dulu selalu menertawakan dan memaafkan Kurumi yang seperti itu, dan selalu berusaha mendekatinya.


Kurumi mengambil foto dirinya dan Riita saat masih kecil yang dipajang di kamarnya.


"(Riitaaa~~~♡ Aku sayang kamu banget~~~♡)"


Kurumi sangat menyayangi Riita. Tentu saja sebagai seorang pria, dalam arti romantis.


"Dia bilang ingin melihat baju renangku...... bahkan menggenggam tanganku...... padahal dia kimo-ota...... Aku sayang dia......"


Seperti Riita yang mengenal Kurumi sejak dulu, Kurumi juga sama.


Sejak kecil, Riita adalah anak laki-laki yang baik.


Riita lahir bulan April, dan Kurumi lahir bulan Maret, jadi dia termasuk yang lahir di awal tahun ajaran baru. Perbedaan sebelas bulan di masa kecil sangat terasa, dan bagi Kurumi, Riita seperti seorang kakak.


Riita selalu memberikan apa pun yang diinginkan Kurumi. Selalu peduli saat Kurumi kesulitan. Selalu menanggapi saat dimintai tolong. Selalu menggandeng tangan Kurumi. Kurumi menyukai kebaikan sederhana Riita.


Tapi Riita yang seperti itu, karena sifatnya yang penurut dan kurang peka, sering kali diganggu.


Kurumi yang tidak bisa menerima itu, saat SD selalu melawan anak laki-laki yang mengganggu Riita.


Dalam prosesnya, dia jadi benci laki-laki.


Laki-laki seperti Riita hanya ada satu.


Laki-laki selain Riita, pasti sampah semua.


Sambil memikirkan itu, ponselnya tiba-tiba bergetar.


『Aku akan membuat kesempatan lain untukmu!』


Itu pesan dari Ema yang hari ini meneriakkan kalimat yang tak terduga. Baik saat menjamu dengan nikujaga maupun saat berkemah hari ini, semuanya adalah rencana yang diatur oleh Ema yang tahu perasaan Kurumi.


『Mohon bantuannya, Ema-sensei......!』


Karena dia ingin bisa bersama lagi seperti dulu.


"Aku harus berusaha lebih keras lagi demi Riita...... Hehe, hehehe♡"


Setelah ini, Kurumi menghabiskan dua jam untuk menikmati sisa-sisa perasaan saat tangannya digenggam Riita. 




Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !