Chapter
2
Hari
Suci yang Hampir Tiba
"Jika kamu menggerakkan tubuh bagian bawah dengan ritme yang tetap, napasmu perlahan akan memburu, dan meskipun musim dingin, tubuhmu semakin lama semakin panas. Napas yang makin berat. Kulit yang mulai berkeringat. Sensasi luar biasa saat mencapai garis akhir. Olahraga apakah ini?"
"Huff, huff, hah, hah. Huff, huff, hah, hah."
Di sela-sela ritme napasnya yang teratur, Sarugaya tiba-tiba melontarkan teka-teki itu.
"Itu maksudmu…"
"Ya, Tuan Masaichi—"
"…Lari jarak jauh, kan?"
"Seperti yang diharapkan dari seorang tuan, pikirannya bersih dari hal-hal mesum. Memang benar, punya pacar membuat seseorang lebih tenang."
"Jangan kasih teka-teki nggak penting di situasi kayak gini…"
Saat ini, aku dan Sarugaya sedang menjalani kelas olahraga, tepatnya sedang di tengah-tengah lari jarak jauh. Saat aku sedang berlari sendirian, dia tiba-tiba menyusul dari belakang dan berlari sejajar denganku.
Omong-omong, sudah bisa ditebak kalau ini berarti dia baru saja mengungguliku satu putaran. Dan lihat saja, dia masih bisa memasang wajah menyeringai sambil memberi teka-teki.
Orang ini monster stamina atau aku saja yang terlalu lemah?
Teka-teki tadi, memang aku bisa menjawabnya, tapi aku tidak setuju dengan bagian terakhirnya. Sensasi luar biasa saat mencapai garis akhir? Sama sekali tidak ada. Nafasku sudah di ambang batas, aku hanya bisa berusaha bertahan.
Lari jarak jauh di kelas olahraga saat musim dingin, sesuatu yang bisa dibilang sudah jadi tradisi, bagiku adalah siksaan. Kau pasti mengerti, kan?
Tapi ya, ini bagian dari kelas, jadi mau tidak mau aku tetap berlari dengan kecepatan ala kadarnya.
"…Hei, bukannya kau sebaiknya lanjut saja?"
Aku bertanya pada Sarugaya, yang masih saja berlari di sampingku setelah teka-teki absurdnya tadi.
"Apa-apaan, Tuan? Santai saja, ayo kita ngobrol sedikit. Aku juga bukan tipe yang mengejar rekor waktu terbaik atau peduli dengan nilai olahraga."
"Aku sendiri sih nggak punya tenaga lebih buat ngobrol…"
"Kalau tiba-tiba kecepatan lari siputmu berubah jadi jalan kaki, nggak ada yang bakal peduli, kok?"
Yah… kalau dipikir-pikir, memang benar juga sih…
Mendengar ucapannya, aku akhirnya menyerah dan menghentikan lari, meletakkan tangan di pinggang sambil mulai berjalan. Melihat itu, Sarugaya juga menyesuaikan langkahnya dan ikut berjalan di sampingku.
Siswa-siswa lain terus berlari melewati kami, sementara beberapa lainnya—yang juga menyerah—sedang berjalan santai mengitari lintasan seperti kami.
"Jadi, kau memang punya topik yang mau dibicarakan?"
Tanyaku sambil melirik Sarugaya, yang hanya tersenyum tipis.
"Nah, bukan sesuatu yang penting sih. Hanya obrolan ringan… Tapi, Natal sebentar lagi. Kau sudah menyiapkan sesuatu, Tuan?"
"Aaah…"
Topik itu memang sedang hangat-hangatnya.
Jujur saja, aku memang memikirkan Natal. Bisa jadi ini adalah waktu yang tepat untuk menyatakan perasaanku pada Toiro. Tapi masalahnya, aku sama sekali belum tahu apa yang harus kulakukan pada hari itu—bahkan aku belum mengajaknya keluar.
"Apa kau sendiri sudah punya rencana?"
Tak tahu harus menjawab apa, aku balik bertanya pada Sarugaya.
"Aku? Fufufu… Aku sedang giat berlatih setiap hari untuk pertempuran ‘suci’ yang akan datang di malam suci!"
"…Latihan fisik?"
"Ya, kenapa? Biasanya kau langsung menimpali ucapanku. Ada apa? Kau sedang tidak enak badan?"
"Ah, bukan. Aku sengaja mengabaikan bagian ‘suci’ yang kau bilang karena malas menanggapinya… Tapi kalau soal latihan fisik… Maksudmu, kau sedang berusaha memperbaiki diri?"
"Jadi kau tertarik? Mau ikut latihan bareng?"
"Eh, tidak, makasih."
Aku buru-buru menolak.
"Ngomong-ngomong, kau sudah punya lawan tanding untuk ‘pertempuran’ itu?"
Aku segera mengalihkan pembicaraan. Tujuan utamaku sebenarnya hanya ingin menghindari ajakan latihan fisik. Namun, jawaban Sarugaya justru membuatku terkejut.
"Ah, yah... Aku berencana mengajak Mayuko-chan kencan di tanggal 24 atau 25 nanti."
"Heh... Kau sendiri yang mengajaknya kencan..."
Aku secara refleks melirik ke arah Sarugaya. Pipinya yang memerah, mungkin karena lari jarak jauh, kini ia garuk dengan canggung sambil tertawa kecil, "Hehehe."
Selama ini, aku sering melihat bagaimana Mayuko terus mengejar Sarugaya dengan berbagai cara. Tapi akhirnya, sekarang giliran dia yang mengambil inisiatif… Entah kenapa, aku ikut merasa senang.
"Tapi, aku masih belum tahu akan pergi ke mana. Makanya, Tuan Masaichi! Sebagai finalis Couple Grand Prix, pasangan veteran dengan pengalaman yang sudah diakui, aku ingin menjadikan rencana kalian sebagai referensi!"
"Ah… soal itu, aku juga masih belum tahu ke mana akan pergi..."
"Serius? Kalau begitu, ada juga soal hadiah, kan? Itu juga harus dipersiapkan, bukan?"
"Ya, tapi aku juga masih bingung soal hadiahnya..."
Sayangnya, aku sama sekali tidak memiliki informasi yang bisa membantu Sarugaya. Justru aku sendiri yang butuh saran harus bagaimana.
"Maaf, aku nggak bisa banyak membantu."
"Ah, nggak masalah. Malah, aku jadi agak lega setelah tahu Tuan Masaichi juga masih bingung. Aku akan pikirkan lagi sendiri."
Setelah berkata demikian, Sarugaya menyeringai lebar, lalu dengan langkah ringan mulai berlari kembali. Sambil berlari menjauh, ia melambaikan tangan ke arahku.
Dasar orang ini, biasanya hanya ngomongin hal-hal mesum, tapi begitu sampai di momen penting, malah bisa tampil keren seperti ini. Rasanya agak curang.
Natal, ya…
Terakhir kali aku sepeduli ini dengan hari itu adalah saat aku masih kecil, ketika orang tuaku masih membelikanku hadiah. Begitu masuk SMP, mereka hanya memberiku uang tunai… meskipun jujur, aku lebih suka yang begitu.
Tapi sekarang, sejak aku mulai menjalin hubungan pura-pura ini dengan Toiro, Natal tiba-tiba berubah menjadi hari yang sangat spesial.
—Atau lebih tepatnya, apa Toiro sendiri punya rencana di hari Natal? Itu harus aku pastikan dulu, sebelum memikirkan hal lain. Di sisi lain, Sarugaya juga berusaha dan berlatih untuk meningkatkan dirinya sendiri… Mirip seperti Kasukabe.
Tapi, latihan fisik, huh… Aku tidak berencana membuat Toiro jatuh hati padaku hanya dengan menjadi lebih tampan atau lebih berotot. Bagiku, memperbaiki penampilan terasa kurang tepat. Lagipula, dulu aku sudah pernah mengalami yang namanya "Proyek Transformasi Masaichi," di mana Toiro sendiri yang membantuku berdandan agar lebih rapi. Jadi rasanya aneh kalau aku tiba-tiba berusaha sendiri dalam hal ini.
…Lalu, apa yang seharusnya kulakukan?
Aku sudah diberi waktu tambahan olehnya, tapi semakin lama aku berpikir, semakin sulit bagiku untuk mundur.
Bukan berarti aku mau mundur, sih. Namun, semakin dekatnya hari itu membuatku mulai merasa sedikit panik.
☆
Pada hari ketika ada pelajaran lari jarak jauh, bekal makan siang saja terasa kurang memuaskan. Malahan, kalau bisa, aku ingin menikmati hidangan penutup sebagai hadiah atas kerja keras.
Mempunyai teman yang bisa memahami perasaan ini mungkin adalah keuntungan terbesar untuk bertahan menghadapi musim dingin di sekolah.
Karena itu, aku, Urara-chan, dan Mayu-chan berjanji untuk makan di kantin sekolah setiap kali ada pelajaran lari jarak jauh di pagi hari. Sayangnya, Kaede-chan tetap memilih untuk makan siang bersama Kasukabe-kun. … Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana dia bisa bertahan hanya dengan bekal sekecil itu.
Hari ini pun, begitu pelajaran selesai, kami langsung menuju kantin. Setelah mengambil tempat duduk, kami memesan makanan masing-masing dan menunggu hingga semuanya lengkap sebelum mulai makan. Baru sepuluh menit berlalu sejak bel berbunyi, tapi rasanya seperti sudah menunggu sangat lama.
"Wah, capek banget~! Selamat atas lari jarak jauhnya, katsukare~!"
Mayuko berkata demikian sambil mulai menyantap kari miliknya.
"Ma-Mayuko!? Tolong jangan bilang lelucon selevel itu dengan suara sekencang itu."
"Eeh~"
Aku yang mendengarnya justru merasa malu sendiri.
"Yah, kita hanya lari santai bersama-sama, jadi aku tidak merasa terlalu lelah, sih," ujar Urara-chan.
"Oh tidak, aku benar-benar kelelahan! Urara-chan punya terlalu banyak stamina..."
Walaupun terkadang suka bermalas-malasan, Urara-chan sebenarnya anggota klub tenis dan cukup kuat secara fisik. Aku juga pernah mendengar kalau dia sering jogging di malam hari demi menjaga bentuk tubuhnya.
"Masa, sih? Lari sambil mengobrol santai sebenarnya cukup menyenangkan, loh."
Dengan ekspresi yang tetap tenang, Urara-chan menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan mulai menyedot mi ramen miliknya.
Ngomong-ngomong, aku juga memesan ramen yang sama. Kalau Masaichi ada di sini, aku pasti memilih menu set agar bisa tukar-tukaran lauk dengannya dan mencicipi lebih banyak jenis makanan.
Ngomong-ngomong soal itu, terakhir kali aku ditegur oleh Urara-chan dan Sarugaya-kun karena kebiasaanku bertukar lauk dengan Masaichi, rasanya kami juga duduk di meja ini. Entah kenapa, aku tiba-tiba merasa nostalgia.
"Ahh, yah... Memang menyenangkan, sih."
Meskipun kakiku terasa pegal sekali...
"Aku sengaja memperlambat langkah supaya bisa mengobrol lebih lama dengan kalian, loh!" kata Mayu-chan.
"Eeh, maksudnya denganku?"
"Tentu saja! Di dalam kelompok kita, keberadaan mood maker seperti toiron itu penting, tahu!"
"Nama itu terdengar seperti komedian gagal..."
Aku memasang ekspresi sebal dan menanggapi dengan nada mengeluh, yang langsung disambut dengan tawa dari mereka berdua. Diperlukan oleh teman-teman adalah perasaan yang sangat menyenangkan. Aku memang tidak bisa berlari terlalu cepat—bukan hanya karena takut kesehatanku terganggu, tapi juga karena memang aku buruk dalam olahraga. Dalam pelajaran olahraga pun, aku selalu ada di urutan terbawah. Tapi meski begitu, mereka sengaja menyesuaikan kecepatan dengan langkahku.
Mereka benar-benar baik… Aku sangat bersyukur. Dengan hati yang terasa hangat, aku mulai menyantap ramenku. Sambil makan, obrolan pun beralih ke topik santai lainnya.
"Toiro, belakangan ini bagaimana hubunganmu dengan pacarmu?"
Urara-chan bertanya dengan nada yang terdengar biasa saja.
Biasanya, sebagai pasangan palsu, aku akan berusaha menunjukkan betapa mesranya hubungan kami. Tapi kali ini, aku berpikir sejenak sebelum menjawab.
"Ah... Mungkin bisa dibilang, berjalan dengan baik?"
Setelah Couple Grand Prix, semua orang sudah memahami bahwa kami adalah sepasang kekasih. Jadi, aku tidak perlu lagi berpura-pura berlebihan.
Gambaran festival penutupan yang kuhabiskan bersama Masaichi kembali muncul dalam benakku. Sejak saat itu, kami benar-benar semakin akrab. Jika ditanya secara spesifik bagaimana, aku sendiri sulit menjelaskannya, tapi… Aku merasakan jarak di antara kami semakin dekat setiap harinya.
Saat menghabiskan waktu dengannya, aku merasa berharga. Obrolan ringan pun membuat jantungku berdebar. Dan yang lebih penting, aku bisa merasakan bahwa Masaichi juga merasakan hal yang sama.
Meskipun dia belum mengatakan apa pun secara langsung, akhir-akhir ini aku bisa merasakan dengan jelas bahwa dia sangat menghargai dan menyayangiku.
Saat aku sedang memikirkan semua itu…
"…Toiro, ada sesuatu yang terjadi dengan pacarmu?"
Aku sadar kalau Urara-chan sedang menatapku dengan tajam.
"Eh, kenapa?"
"Nggak tahu, cuma feeling aja."
"Aku ngerti! Aku ngerti maksudmu, Uraran! Toiron tadi kelihatan banget, loh!"
Mayu-chan langsung ikut nimbrung dalam percakapan.
"Kelihatan?"
"Iya. Gimana ya… Wajahmu tadi keliatan… menggoda banget."
"Menggoda!?"
Urara-chan yang awalnya hanya mengernyitkan alis tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar.
"J-jadi kenapa?"
"Jangan-jangan kamu sama… Mazono udah…!"
"U-Uraran, jangan lanjutkan! Ini topik sensitif! Lagian, bukankah… sudah lama terjadi?"
"B-bener juga… Apa itu artinya memang sudah…?"
"Kalian berdua, kalian lagi mikirin apa, sih!?"
Ini kantin sekolah, tahu!? Tolong hentikan, aku malu banget!
"Sudah, jangan berimajinasi yang aneh-aneh! Setelah Couple Grand Prix, hubungan kami memang jadi lebih dekat dari sebelumnya, cuma itu saja!"
"Oh, begitu. Tapi kan sudah lebih dari setengah tahun, ya? Kalau kalian masih bisa semakin dekat, itu hal yang bagus."
Urara-chan yang sudah kembali tenang berkata demikian. Sementara di sampingnya…
"Enaknyaa~ Rasanya penuh kebahagiaan. Aku juga harus berjuang saat Natal nanti…"
Mayu-chan menggumamkan kata-kata itu dengan nada sedikit lesu.
"Sarugaya-kun?"
Saat aku bertanya, Mayu-chan langsung mengangguk pelan.
"Iya… Tapi aku masih harus mulai dengan ngajak dia dulu."
Dia tampak sedikit khawatir. Dengan bibir yang sedikit manyun, dia berbisik lirih sambil memainkan ujung rambut twintail-nya dengan jari.
"Hmm, tapi kurasa nggak perlu terlalu khawatir, deh? Dia juga ikut Couple Grand Prix bersamamu, kan? Mungkin dia malah menunggu undangan darimu!"
"Semoga saja begitu…"
Memang, sebelum ada rencana yang pasti, pasti rasanya cemas. Aku mengerti perasaannya. Mungkin aku juga harus mulai bicara dengan Masaichi. Sejujurnya, aku sedikit berharap dia yang akan mengajakku lebih dulu… Tapi ya sudah, dalam hubungan kami, urusan mengajak main dan merencanakan sesuatu memang lebih sering jadi bagianku.
Sementara itu, tugas Masaichi adalah memperkenalkan game baru yang dia suka, serta merekomendasikan manga dan novel yang menurutnya aku juga akan suka. Jadi, bisa dibilang kami sudah punya pembagian tugas tersendiri.
Selain itu, di daftar "Hal yang Diinginkan Pacar dari Pasangannya" (hasil pencarian di internet), ada poin yang bilang kalau seseorang ingin merayakan ulang tahun dan Natal bersama pacarnya. Aku nggak boleh melewatkan kesempatan ini!
"Nggak terasa sebentar lagi udah Natal lagi, ya…"
Dengan tatapan yang seolah menerawang ke tempat jauh, Urara-chan menggumamkan kata-kata itu.
Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Urara-chan? Waktu festival sekolah, dia sempat menatap senior yang ada di DJ booth dengan pandangan penuh semangat. Itu sebenarnya… gimana, ya?
Aku penasaran.
Tapi… boleh nggak, ya, aku menanyakannya? Kalau pun bertanya, mungkin lebih baik saat kami berdua saja, di tempat yang tenang…
"Ah, gawat! Kalau nggak makan cepat-cepat, kita nggak sempat beli camilan!"
Seruan Mayu-chan menyadarkanku.
Astaga. Memang ada banyak hal yang harus kupikirkan, tapi sekarang yang paling penting adalah hidangan penutup sebagai hadiah untuk diri sendiri!
Bel berbunyi dalam sepuluh menit lagi. Untuk memastikan aku masih sempat ke toko sekolah, aku buru-buru menyantap ramenku.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.