"Aku juga terkejut waktu mendengarnya dari Ayaka. Ngomong-ngomong Otsuki-kun, sepertinya kamu pintar memasak ya?"
"Yah, mungkin bisa dibilang lumayan?"
Haruto menjawab dengan sedikit merendah, membuat Saki tersenyum jahil.
"Oh? Itu terdengar seperti orang yang percaya diri lho?"
Mendengar kata-kata Saki, Haruto tersenyum kecut sambil berkata.
"Kalau tidak percaya diri, aku tidak akan memilih kerja sambilan sebagai layanan rumah tangga sih."
"Yah, benar juga sih. Ngomong-ngomong, apa isi tas belanja itu?"
Saat Saki mengarahkan pandangannya ke tas belanja, Haruto melebarkannya sedikit agar isinya terlihat sambil menjawab.
"Kembang api. Kupikir Ryouta akan senang."
"Oh! Bagus tuh! Memang sepertinya Ryouta akan sangat senang!"
Saki mengacungkan jempol ke arah Haruto sambil berkata "Good job!"
"Aizawa-san, kamu bawa banyak barang ya?"
Saki menggendong ransel yang agak besar.
"Aku akan menginap di rumah Ayaka hari ini, jadi bawa baju ganti dan yang lainnya."
"Oh begitu ya. Lalu apa isi kantong itu?"
Sama seperti Haruto, Saki juga membawa kantong di tangannya.
Penasaran dengan isinya, Haruto bertanya, dan Saki tersenyum licik.
"Fufufu, bagus sekali kamu bertanya. Yang kubawa adalah... Ini!"
Saki mengeluarkan isi kantongnya sambil berkata "Jajaan~" dan memperlihatkannya pada Haruto.
(Tln: akhiran n kalo di jepang di bacanya ng, jadinya di atas bacanya “Jajaang~”(nama tukang es kelapa depan rumah gw :v))
"Itu... Pisang?"
"Benar! Pisang!"
Saki mengangkat pisang dengan senyum lebar.
"Kalau ini dipanggang, lalu disiram sirup cokelat dan dimakan, rasanya sangat lezat lho."
"Memang kedengarannya enak sih. Oh, jadi untuk dessert ya... Aku tidak kepikiran ide itu untuk barbeque."
Dalam pikiran Haruto, barbeque hanya terkait dengan daging atau seafood.
Setelah itu mereka berdua terus mengobrol ringan sambil berjalan, dan akhirnya tiba di rumah keluarga Tojo.
Sesampainya di gerbang rumah keluarga Tojo, Saki tanpa ragu menekan bel interkom dengan gerakan yang terbiasa.
"Ya?"
"Ayaka~ Kami sudah datang~"
"Saki~ Aku buka pintunya ya."
Suara Ayaka yang terdengar dari interkom sedikit bersemangat atas kedatangan sahabatnya. Tak lama kemudian pintu depan terbuka, dan Ayaka muncul dari sana.
"Lho? Haruto-kun juga ikut?"
"Tadi kebetulan bertemu Aizawa-san di sana."
Haruto menjelaskan pada Ayaka yang terlihat sedikit terkejut.
"Oh, begitu ya. Kalian berdua bawa apa?"
Ayaka mengarahkan pandangannya ke kantong yang dibawa Haruto dan Saki.
"Kalau aku~ nih, pisang lho. Nanti kita panggang dan makan bersama dengan siraman cokelat ya."
"Wah! Kedengarannya enak! Kalau Haruto-kun?"
"Aku bawa kembang api--"
"Onii-chan!"
Di tengah kalimat Haruto, Ryouta berlari kencang dari arah ruang tamu menuju pintu masuk.
Di tengah lorong, dia juga menyadari keberadaan Saki di sebelah Haruto, dan wajahnya semakin berseri-seri.
"Waaaa!! Saki Onee-chan!!"
"Ryouta~! Lama tidak bertemu~!"
Saki menyambut Ryouta yang menyerbu dengan berjongkok, lalu mengacak-acak rambutnya.
"Sepertinya kamu bertambah tinggi ya sejak terakhir kali kita bertemu?"
"Benarkah!? Aku bertambah tinggi?"
Saki mengangguk berulang kali "Iya iya, bertambah tinggi kok" pada Ryouta yang matanya berbinar-binar.
Ryouta yang senang dengan kata-kata Saki melihat ke arah kantong yang dibawa Haruto.
"Onii-chan, itu apa?"
"Ini kembang api lho. Lihat."
Ketika Haruto memperlihatkan isi eco bag-nya, Ryouta meledak kegirangan.
"Horeee!! Kembang api!! Onee-chan, ada kembang api lho!! Kita bisa main kembang api bersama-sama!!"
"Syukurlah ya Ryouta. Ayo, ucapkan terima kasih pada Haruto-kun."
"Iya!! Terima kasih Onii-chan!"
"Sama-sama. Nanti kita main bersama ya."
"Iya! Aku akan bilang ke ayah dan ibu kalau Onii-chan membawakan kembang api!"
Setelah berkata demikian, Ryouta kembali berlari kencang menuju ruang keluarga.
Saki tertawa geli melihat sambutan Ryouta yang seperti badai.
"Ryouta masih saja penuh energi pada orang yang sudah dia kenal ya."
"Iya, padahal dia jadi sangat pendiam seperti orang lain kalau ada orang yang belum dia kenal di dekatnya."
"Eh? Jangan-jangan Ryouta-kun pemalu?"
Haruto sedikit terkejut mendengar kata-kata Ayaka.
Dalam bayangan Haruto, Ryouta selalu penuh energi, jadi dia tidak begitu mengerti konsep Ryouta yang pemalu.
Saat pertama kali Haruto bertemu Ryouta, memang terjadi insiden dia disangka maling, jadi wajar kalau Ryouta sedikit waspada. Tapi pada kunjungan kerja kedua mereka langsung akrab.
Karena itu Haruto mengira Ryouta seperti itu pada semua orang, tapi ternyata tidak.
Melihat Haruto yang terkejut, Ayaka tersenyum geli.
"Tidak separah itu sih, tapi kalau harus memilih, Ryouta termasuk tipe yang pemalu."
"Hmm, begitu ya."
"Makanya waktu Ryouta langsung akrab dengan Haruto-kun, aku agak kaget lho."
"Otsuki-kun, kamu tipe yang misterius disukai anak-anak ya?"
Saki memandang Haruto dengan tatapan tertarik. Haruto memiringkan kepalanya sedikit sambil menjawab.
"Tidak... Kurasa tidak begitu sih."
"Kalau pergi ke toko permen, tiba-tiba dikelilingi anak-anak TK gitu?"
"Aku belum pernah mengalami kejadian seperti itu."
"Kalau ke pusat perbelanjaan besar, pasti bertemu anak hilang dan membawanya ke pusat informasi?"
"Itu tidak ada hubungannya dengan disukai anak-anak kan?"
"Ng? Oh iya ya. Yah, berarti Otsuki-kun kebetulan cocok dengan Ryouta saja."
Saki sempat berpikir sejenak sambil memiringkan kepala, tapi segera menyerah dan menyimpulkan sendiri.
"Ngobrol di pintu masuk begini tidak enak, boleh masuk?"
"Ah, iya. Silakan."
Setelah meminta izin pada Ayaka, Saki melepas sepatunya dan masuk, lalu berjalan menuju ruang tamu.
Sepertinya karena sudah sering bermain ke sini, langkahnya tidak ragu-ragu.
"Haruto-kun juga silakan masuk."
"Iya, permisi."
Haruto juga melepas sepatunya dan hendak berjalan melewati Ayaka menuju ruang keluarga.
Namun, saat Haruto hendak melewati Ayaka, lengan bajunya ditarik sedikit olehnya. "Ng?"
Haruto yang lengan bajunya ditarik menoleh ke arah Ayaka.
"Kamu langsung bicara santai dengan Saki ya... Sejak awal."
Ayaka sedikit mengerucutkan bibirnya, menunjukkan ekspresi merajuk.
Melihat ekspresi yang jarang terlihat itu, Haruto tanpa sadar berdebar.
"...Eh?"
Haruto terdiam, tidak tahu harus menjawab apa karena ucapan Ayaka yang tidak diduganya.
Melihat Haruto yang kebingungan, Ayaka tiba-tiba tersadar dan buru-buru melepaskan lengan baju Haruto yang dipegangnya.
"Ma-maaf ya! Yang tadi lupakan saja! Tidak usah dipikirkan!"
"Eh? Tapi..."
"Maaf ya aku bicara aneh! Sungguh tidak perlu dipikirkan kok! Iya, tolong jangan dipikirkan. Kumohon, lupakan saja..."
Setelah berbicara cepat, Ayaka menundukkan kepala dan berlari kecil menuju ruang tamu.
Haruto terdiam di lorong, memandangi punggung Ayaka dengan tatapan kosong.
"...Eh? Yang tadi itu... Mungkinkah... Cemburu?"
Saat bergumam demikian, Haruto merasakan jantungnya berdebar kencang.
Dalam kasus Ayaka, mereka hampir tidak pernah berinteraksi di sekolah, dan baru benar-benar berbicara saat Haruto bekerja sebagai layanan rumah tangga. Karena itu awalnya dia menggunakan bahasa sopan.
Sebaliknya, dengan Saki mereka sudah cukup akrab sebagai teman sekelas, jadi dari awal sudah berbicara santai. Namun, sepertinya hal itu tidak disukai oleh Ayaka.
Kenapa begitu...
Memikirkan alasannya, Haruto mati-matian menahan diri agar sudut bibirnya tidak terangkat.
"Apa aku terlalu berharap ya?"
Haruto bertanya pada diri sendiri.
Namun, tentu saja tidak ada jawaban, dan dia perlahan berjalan menuju ruang keluarga.
Kalau itu benar-benar cemburu...
Sambil memikirkan hal itu, Haruto memasuki ruang tamu, di mana Ayaka, Saki, dan Ikue sedang mengobrol.
"Sudah lama tidak bertemu ya~ Saki-chan."
"Iya! Ikue-mama masih cantik seperti biasa!"
"Wah! Dengar itu Ayaka."
"Syukurlah ya Mama."
Haruto diam-diam melirik ekspresi Ayaka, tapi sepertinya tidak ada yang berubah dan terlihat seperti biasa.
"Ah, selamat datang Otsuki-kun. Kudengar kamu membawa kembang api? Terima kasih ya."
"Ah, bukan apa-apa."
Ikue yang menyadari kedatangan Haruto di ruang tamu tersenyum padanya.
"Shuuichi sedang menyalakan api di halaman, jadi santai saja dulu sampai selesai ya."
"Ah, kalau begitu aku juga akan membantu menyalakan api."
"Wah, tidak usah. Otsuki-kun hari ini adalah tamu, jadi santai saja."
"Tidak apa-apa, sebenarnya aku suka menyalakan api."
"Oh begitu? Otsuki-kun benar-benar anak laki-laki ya. Kalau begitu tolong ya."
Ikue berkata sambil tertawa, "Ryouta juga terus menempel di dekat kompor lho."
Saat keluar ke halaman dari ruang tamu, di sana ada Shuuichi yang sedang mengipasi kompor barbeque dengan kipas, dan Ryouta yang menontonnya dengan antusias di samping.
"Oh! Selamat datang Otsuki-kun!"
Shuuichi yang wajahnya sedikit memerah, mungkin karena terus mengipasi arang, menyapa sambil mengelap keringat dengan satu tangan.
"Terima kasih sudah mengundangku hari ini."
"Saki-chan juga datang ya. Memang semakin banyak orang semakin menyenangkan sih."
Shuuichi yang melihat sosok Saki di ruang tamu berkata dengan gembira.
"Ayah, bagian merah di arang jadi mengecil lho?"
"Oh!"
Saat Ryouta memberitahu, Shuuichi mulai mengipas lagi, dan Haruto menawarkan untuk menggantikannya.
"Shuuichi-san, biar aku gantikan menyalakan apinya."
Shuuichi melambaikan tangan pada Haruto yang tersenyum menawarkan bantuan.
"Otsuki-kun hari ini adalah tamu, jadi santai saja sampai barbequenya dimulai ya."
"Tidak apa-apa, aku suka menyalakan api."
Haruto menjawab dengan kata-kata yang sama seperti tadi pada Shuuichi yang mengatakan hal yang sama persis dengan Ikue.
"Oh? Begitu ya? Kalau begitu aku terima tawaranmu dan gantikan aku sebentar ya?"
Shuuichi berkata demikian, lalu menyerahkan kipas yang dipegangnya pada Haruto, dan meneguk minuman yang ada di atas meja lipat di samping kompor.
Melihat cairan coklat yang diminum olehnya, Haruto sesaat mengira itu bir dan menjadi waspada.
Dia teringat beberapa waktu lalu saat Shuuichi minum alkohol, dia menjadi sangat mabuk dan membicarakan rencana pernikahan dengan Ayaka.
"Fuuh~, minum teh dingin saat haus memang luar biasa ya."
Namun, setelah tahu itu hanya teh biasa, Haruto menghela napas lega.
Haruto mulai mengipasi celah antara arang dengan kipas yang diberikan Shuuichi.
Perlahan api mulai menyebar ke arang.
"Ah! Onii-chan! Arangnya mulai memerah lho!"
"Baiklah, Ryouta-kun, bisa mundur sedikit dari kompor?"
Mendengar kata-kata Haruto, Ryouta mengangguk patuh dan mundur beberapa langkah dari kompor.
Setelah memastikan Ryouta berada di tempat yang aman dan tidak ada benda yang mudah terbakar di sekitar, Haruto yang tadinya mengipas pelan tiba-tiba menggerakkan kipas dengan kencang, mengirim angin dengan kuat.
Seketika, api menyala dari tumpukan arang disertai percikan api yang beterbangan.
"Waa!! Seperti kembang api!"
"Hmm hmm, memang menyalakan api itu romantisme laki-laki ya."
Shuuichi mengangguk-angguk dengan tangan terlipat, sementara di sampingnya Ryouta bersorak "Hebat!" berulang kali dengan mata berbinar-binar.
"Ryouta-kun, bisa ambilkan beberapa arang baru dari kotak itu?"
"Iya! Um, yang kecil? Atau yang besar?"
"Yang besar ya."
Saat Haruto memintanya, Ryouta memilih arang dari kotak dengan tatapan serius.
Sepertinya dia sangat ingin membantu menyalakan api. Melihat tatapan serius Ryouta, Haruto merasa hangat dan tersenyum tanpa sadar.
"Ini, Onii-chan! Segini sudah cukup?"
"Iya, terima kasih."
Ryouta terlihat bangga mendengar ucapan terima kasih Haruto.
Setelah memastikan arang sudah cukup menyala, Haruto membongkar susunan arang dan menyebarkan arang yang sudah memutih panas ke seluruh kompor. Lalu dia meletakkan arang baru yang dibawakan Ryouta di atasnya.
"Sudah bagus nih. Ayo kita ambil bahan makanannya."
Shuuichi yang mengintip ke dalam kompor berkata demikian lalu berjalan ke ruang keluarga. "Bu, apinya sudah siap, bisa bawakan bahan makanannya?"
"Baiklah. Ayaka dan Saki-chan bisa tolong bantu juga?"
"Baik! Bahan makanannya ada di kulkas?"
Saki menjawab dengan penuh semangat saat dimintai tolong oleh Ikue.
"Iya. Ada juga beberapa di freezer."
"Siap!"
Saki segera menuju kulkas dan membuka pintunya, lalu berseru kagum.
"Wah! Banyak sekali dagingnya!!"
"Karena Otsuki-kun dan Saki-chan datang, jadi kami siapkan lebih banyak dari biasanya."
Saki mengambil nampan penuh daging dengan mata berbinar-binar.
"Wagyu!! Banyak sekali wagyu!!"
Memang pantas untuk pasangan yang sama-sama bekerja dan pemilik perusahaan, bahan makanan yang disiapkan keluarga Tojo terlihat seperti permata di mata Saki yang hanya rakyat biasa.
"Sepertinya kali ini benar-benar serius menyiapkan bahan makanannya ya."
Ayaka berkata pada sahabatnya yang hampir meneteskan air liur.
"Karena Saki dan Haruto-kun datang, Papa jadi bersemangat ingin menyiapkan yang lebih mewah dari biasanya."
"Shuuichi-san benar-benar dewa!"
Ayaka membawa bahan makanan barbeque ke halaman bersama Saki yang terlihat sangat gembira.
Bahan makanan mulai ditata di atas meja lipat. Melihat itu, Haruto yang sedang mengurus api bersama Ryouta membelalakkan matanya.
"Wow... Banyak sekali daging sapinya..."
Haruto menunjukkan reaksi rakyat biasa yang sama seperti Saki.
Melihat reaksinya, Ayaka tersenyum geli.
"Haruto-kun, karena banyak jangan sungkan ya, makan yang banyak."
"I-iya... Tapi apa tidak apa-apa makanan semewah ini..."
Haruto merasa sedikit terintimidasi melihat daging yang marbling-nya bagus di hadapannya.
Shuuichi berkata padanya seolah menegaskan.
"Seperti kata Ayaka, jangan sungkan ya? Kami memang sengaja menyiapkan ini agar bisa dinikmati bersama-sama."
"Siap, Shuichi-san! Itadakimasu!"
Saki yang sudah lebih lama mengenal Shuuichi sepertinya sudah memahami gayanya, dan menjawab sambil memberi hormat.
Mengikutinya, Haruto juga membungkuk dan berkata "Terima kasih banyak."
"Ada sayuran juga, jangan lupa dimakan ya."
Sambil berkata demikian, Ikue datang ke halaman membawa nampan berisi sayuran seperti labu, bawang bombay, kentang, dan terong.
Setelah semua berkumpul di halaman, Shuuichi memimpin dimulainya acara barbeque.
“Baiklah, semua sudah berkumpul ya. Kalau begitu mari kita mulai. Tapi sebelum itu, Otsuki-kun, boleh minta bantuan sebentar?”
“Ya, tentu saja.”
Shuuichi dan Haruto bekerja sama menyusun meja dan kursi di sekitar kompor barbeque.
“Aku mau duduk di sebelah Onii-chan!”
Ryouta menarik tangan Haruto dan duduk di meja yang sudah ditata.
“Wah~, Ryouta benar-benar suka Otsuki-kun ya.”
“Iya!”
Saki memandang mereka berdua dengan tertarik sambil duduk di meja. Ayaka juga duduk di sebelahnya.
“Ayaka, adik kesayanganmu direbut Otsuki-kun tuh?”
“Yah, karena itu Haruto-kun sih. Mau bagaimana lagi.”
Ayaka tersenyum kecut menanggapi kata-kata sahabatnya.
Kemudian Saki tersenyum jahil dan berkata pada Haruto dengan nada sedikit menggoda.
“Membuat kakak beradik Tojo tergila-gila, Otsuki-kun benar-benar pria berdosa ya.”
“Eh?”
Haruto yang tadi terpesona oleh bahan makanan mewah di hadapannya menoleh ke arah Saki dengan wajah bingung.
Saki masih tersenyum jahil dan hendak mengatakan sesuatu, tapi Ayaka menghentikannya.
“Tu-tunggu, Saki...”
“Lho? Wajah Ayaka merah lho?”
“I-itu karena Saki...”
Saki terlihat sangat menikmati melihat Ayaka yang wajahnya memerah dan terbata-bata.
Saat itu, Shuuichi yang telah memastikan semua sudah duduk berkata dengan lantang.
“Ayo semua siapkan minuman dulu, lalu kita bersulang.”
“Iya semuanya, silakan pilih yang kalian suka.”
Ikue meletakkan beberapa botol jus di atas meja.
“Ryouta-kun mau minum apa?”
“Jus jeruk!”
Sementara Haruto menuangkan jus jeruk ke gelas Ryouta, Saki mengambil jus apel dan menuangkannya ke gelasnya sendiri.
“Ayaka mau minum apa?” Saki mengangkat jus apel yang dipegangnya sedikit dan bertanya “Ini?”
“Hmm, Haruto-kun mau minum apa?”
Setelah berpikir sejenak, Ayaka melihat ke arah Haruto yang baru saja memberikan gelas berisi jus jeruk pada Ryouta.
“Aku mungkin akan minum ginger ale.”
“Oh, kalau begitu aku juga sama saja deh.”
Setelah berkata demikian, Ayaka menuangkan ginger ale ke gelasnya sendiri, lalu menuangkannya juga ke gelas Haruto.
“Terima kasih.”
“Sama-sama.”
Melihat interaksi keduanya, Saki menopang dagu dan berkata “Hoho”.
“Interaksi barusan, persis seperti istri yang menuangkan sake untuk suaminya ya.”
“Hei Saki, jangan bicara yang aneh-aneh.”
“Maaf maaf, kelepasan.”
“Semua sudah dapat minuman?”
Shuuichi yang memastikan semua sudah mendapat minuman mengangkat gelasnya yang berisi bir.
“Kalau begitu, mari kita makan dan bersenang-senang sepuasnya malam ini! Bersulang!!”
Saat Shuuichi berkata demikian, semua juga mengangkat gelas dan berseru “Bersulang!”, dan acara barbeque keluarga Tojo pun dimulai.
Bahan makanan yang tersaji di hadapan semuanya adalah bahan berkualitas tinggi dan mewah. Bagi Haruto yang hanya rakyat biasa, ini terasa sangat mewah.
“Ini bukan ketebalan lidah sapi yang biasa kukenal... dan ini wagyu...”
Berapa harga satu potong ini ya?
Haruto yang gemetar hanya membayangkannya dengan hati-hati mengambil potongan lidah sapi yang sangat tebal dengan penjepit dan meletakkannya di atas panggangan.
Seketika terdengar suara desisan yang menggoda.
“Otsuki-kun, ada perasan lemon di sini, silakan dipakai ya.”
“Ah, iya. Terima kasih banyak.”
Ikue meletakkan perasan lemon di depan Haruto.
“Ayaka-san dan Aizawa-san mau juga?”
Haruto yang sudah menuangkan perasan lemon ke piring kecilnya dan Ryouta bertanya.
“Iya, aku mau.”
Haruto menyerahkan perasan lemon pada Ayaka yang mengangguk, lalu segera kembali memandangi lidah sapi tebal di atas panggangan.
Melihat Haruto yang memandang lidah sapi dengan tatapan serius, Ayaka tanpa sadar tersenyum.
“Haruto-kun, serius sekali ya.”
“Daging sebagus ini, aku tidak mau sampai gosong.”
“Paham~, bisa menikmati barbeque semewah ini, memang punya teman orang kaya itu menguntungkan ya.”
Saki menyetujui Haruto sambil memandangi daging-daging yang sedang dipanggang dengan mata berbinar-binar.
“Eh, jadi kalau aku miskin Saki tidak mau berteman denganku?”
“Tentu saja!”
Saki menjawab langsung sambil mengacungkan jempol, membuat Ayaka berkata “Geez!” dan menepuk pundak sahabatnya pelan.
Ayaka yang paham betul bahwa kata-kata Saki hanya bercanda, menggembungkan pipinya.
“Aku tidak mau bicara dengan Saki lagi.”
“Uwaah~ Jangan bilang hal yang menyedihkan begitu Ayaka~ Kita kan sahabat selamanya?”
Saki yang juga tahu Ayaka tidak benar-benar merajuk, memeluk Ayaka sambil nyengir.
Ayaka tetap menggembungkan pipinya dan memalingkan wajah sambil berkata “Aku tidak peduli lagi”.
“Otsuki-kun, Ayaka merajuk nih. Tolong bujuk dia dong?”
“Eh? Aku?”
Haruto yang dari tadi fokus memperhatikan tingkat kematangan lidah sapi tebal terlihat bingung saat tiba-tiba dimintai pendapat.
“Iya iya, kalau Otsuki-kun mengelus kepalanya lembut, Ayaka pasti langsung baikan. Tolong ya.”
(Tln: “baikan” di sini maksudnya itu moodnya / suasana hatinya)
“Eh, umm... di sini agak...”
Kalau latihan pacaran di kamar Ayaka sih masih mending, tapi sekarang ada Ryouta, Ikue, dan Shuuichi.
Kalau dia mengelus kepala Ayaka dalam situasi seperti ini, entah apa yang akan dikatakan orang.
Haruto melirik isi gelas yang dipegang Shuuichi. Cairan berwarna keemasan dengan busa krem di atasnya. Itu pasti bir.
Jika Shuuichi yang sedang dalam mabuk karena alkohol melihat Haruto mengelus kepala Ayaka, ada kemungkinan dia akan langsung pergi ke kantor pemerintah untuk mengambil surat nikah.
Selain itu, dibelai kepala kan memalukan, Ayaka juga pasti tidak menginginkannya, pikir Haruto sambil mengamati reaksi Ayaka.
“...Mungkin aku akan baikan...”
Ayaka bergumam pelan saat matanya bertemu dengan Haruto.
Tidak tidak tidak! Apa yang kamu katakan Ayaka-san!?
Haruto berteriak kebingungan dalam hati.
Namun, seolah tak peduli dengan perasaan Haruto, Ayaka terus menatapnya penuh harap. Bahkan sepertinya dia sedikit memiringkan kepalanya ke arah Haruto, mungkin agar lebih mudah dibelai. Di belakang Ayaka, Saki yang merupakan dalang dari situasi ini tersenyum lebar melihat tingkah keduanya.
“......”
Haruto melirik ke arah Shuuichi dan Ikue.
Shuuichi sedang meneguk birnya dengan gembira, sementara Ikue berkata pada Ryouta “Jangan lupa makan sayurnya juga ya” sambil memanggang bawang bombay.
Setelah berpikir beberapa detik, Haruto perlahan mengulurkan tangan ke kepala Ayaka yang masih menatapnya penuh harap.
“Ada abu di rambutmu.”
Sambil berkata demikian, Haruto mengelus kepala Ayaka seolah-olah menyingkirkan abu dari rambutnya.
“Ah... Terima kasih.”
Wajah Ayaka memerah saat kepalanya dibelai, membuat Saki tersenyum jahil.
“Ayaka, langsung baikan ya. Hebat sekali Otsuki-kun. Memang beda ya pria berkemampuan.”
“Aku tidak begitu paham maksud perkataan Aizawa-san...”
Haruto yang sepertinya juga cukup malu langsung mengalihkan pandangannya sambil berkata demikian.
“Onii-chan, daging ini sepertinya sudah matang?”
“Hm? Ah! Lidah sapi mewahnya!”
Mendengar kata-kata Ryouta, Haruto terkejut dan kembali memandang panggangan, lalu buru-buru mengangkat lidah sapi tebal itu.
“Hampir saja terlalu matang... Terima kasih sudah memberitahu, Ryouta-kun.”
Sambil berkata demikian, Haruto mengelus kepala Ryouta yang tersenyum senang “Hehehe”.
Haruto mencelupkan lidah sapi yang sudah matang ke dalam perasan lemon sedikit, lalu perlahan memasukkannya ke mulut.
Seketika, mata Haruto terbelalak.
Tekstur lidah sapi yang menyenangkan, semakin dikunyah semakin terasa rasa dan umaminya di lidah. Namun sama sekali tidak terasa berminyak yang berlebihan, dan rasa asam dari perasan lemon memberikan aksen yang menyegarkan sehingga mudah dimakan.
“Ini... Terlalu enak...”
Haruto terpana oleh kelezatannya. Melihat reaksinya, Shuuichi dengan gembira menawarkan daging lain.
“Makanlah sepuasnya, Otsuki-kun! Nih, ada karubi juga dan ada wagyu lho.”
Sambil berkata demikian, Shuuichi terus meletakkan daging di atas panggangan.
Haruto berpikir tidak boleh sampai menggosongkan daging sebaik ini, jadi dia dengan cepat mengangkat daging yang sudah matang ke piring.
"Ryouta-kun, mau makan kalbi?"
"Iya! Mau makan!"
Haruto mengambil bagian untuk dirinya sendiri dan juga bagian Ryouta, lalu meletakkannya di atas piring Ryouta.
"Enak ya, Onii-chan."
"Benar, ini yang terbaik."
Haruto dan Ryouta tersenyum sambil mengunyah daging dengan pipi penuh.
Kalbi sapi yang dipanggang di atas arang, begitu masuk ke mulut, aroma harum arang langsung tercium, dan saat dikunyah, banjir rasa umami dari jus daging yang meluap mengalir di atas lidah.
Haruto segera menyuapkan nasi putih ke dalam mulutnya.
Lemak kalbi dan sausnya bercampur dengan nasi, setiap kunyahan menyebarkan rasa bahagia di mulut Haruto.
"Otsuki-kun, nasi tambahnya masih ada loh."
"Ah, iya. Terima kasih."
Karena kalbi sapi terlalu enak, Haruto makan nasi lebih banyak dari yang dia kira.
Melihat itu diperhatikan oleh Ikue, Haruto sedikit malu-malu menundukkan kepalanya.
"Shuuichi-san, boleh aku panggang hotate ini?"
Di sebelahnya, Saki bertanya pada Shuuichi sambil memegang nampan berisi hotate berukuran besar.
"Tentu saja Saki-chan. Silakan panggang sepuasnya."
"Siap!"
Saki segera menyusun hotate di atas panggangan dengan semangat.
Di sebelahnya, Ayaka melihat ke arah Haruto.
"Haruto-kun, kalau kupanggang shiitake, kamu mau makan?"
"Oh, shiitake yang begitu tebal. Tolong beri aku."
"Onee-chan aku juga mau makan!!"
"Iya iya. Kalau begitu aku panggang yang banyak."
Ayaka mulai menyusun shiitake di sebelah hotate yang disusun Saki.
Tak lama kemudian, cangkang hotate mulai terbuka, dan cairan mendidih mulai meluap keluar. Lalu, bagian tudung shiitake juga mulai mengeluarkan cairan dan aroma khas shiitake yang enak mulai tercium.
"Hotate-nya sudah oke~, saatnya menambahkan ini ya."
Saki membuka hotate, lalu meletakkan mentega di atasnya.
"Wuih~ pemandangan paling terbaik~."
Melihat hotate yang dipanggang dengan kaldu dan mentega yang meleleh, semangat Saki melonjak.
"Tambah kecap di sini."
Bersamaan dengan suara desisan, aroma harum kecap yang gosong dan aroma mentega yang harum menggelitik hidung Haruto dan yang lainnya.
"Saki, bisa kasih kecap di sini juga?"
"Oke."
Mengangguk pada kata-kata Ayaka, Saki juga menuangkan kecap ke shiitake.
Haruto tanpa sadar menelan ludah melihat shiitake yang mengeluarkan aroma menggoda yang berbeda dari hotate yang bercampur aroma laut.
Pada Haruto yang seperti itu, Ayaka memberi usulan yang lebih menggoda.
"Haruto-kun, mau ditambah keju?"
Sambil berkata begitu, Ayaka sedikit mengangkat keju leleh agar terlihat jelas oleh Haruto.
"Sungguh kombinasi yang menakutkan... Ya, tolong."
"Onee-chan aku juga mau keju!!"
Haruto menundukkan kepala dengan sopan, sementara Ryouta bersorak sambil mengangkat tangan.
Ayaka tersenyum "fufu" sambil meletakkan keju di atas shiitake. Lalu, Saki di sebelahnya mengumumkan dengan senyum lebar bahwa hotate sudah matang.
"Selesai! Siapa yang mau makan hotate~?"
Begitu Saki berkata demikian, semua orang mengangkat tangan bersamaan.
Haruto menerima hotate di piring kecilnya, mendekatkannya ke hidung untuk menikmati aromanya sejenak, lalu memasukkan hotate yang tebal itu ke dalam mulutnya.
"Hoff! Panas! Huh hah, enak!"
Saat digigit, daging hotate yang masih sedikit kenyal tapi langsung lumer di mulut mengeluarkan rasa manis yang kental.
Haruto segera meminum sisa cairan yang tertinggal di cangkang hotate.
Meskipun hampir terbakar karena panasnya, rasa manis hotate yang masih tertinggal kuat di mulut bercampur dengan rasa kecap mentega yang kental dan kaldu beraroma laut, rasanya semakin enak setiap kali dikunyah.
"Mantep..."
Haruto berkata pelan seperti bergumam.
Di seberangnya, Shuuichi juga memegang cangkang hotate dan minum cairannya, lalu meneguk bir dengan suara keras.
"Fuah! Ini sungguh luar biasa."
Shuuichi berkata dengan gembira, wajahnya sedikit memerah.
Yang lain juga semua tersenyum sambil mengunyah hotate.
"Ah, iya! Ayaka, ayo foto bersama."
Saki mengambil smartphonenya seperti teringat sesuatu, lalu mulai selfie berdampingan dengan Ayaka.
"Ayaka, angkat piringnya sedikit lagi biar kelihatan yang dipanggang, ya ya ya! Aku ambil fotonya~." Saki mengambil foto dengan Ayaka dengan gembira.
Setelah mengambil beberapa foto, dia mengarahkan kamera ke Haruto.
"Ayo Ryouta, lebih mendekat ke Otsuki-kun."
"Hmm? Begini?"
Menuruti instruksi Saki, Ryouta menggeser tubuhnya mendekati Haruto.
"Sempurna! Ayo cheese."
Karena difoto secara tiba-tiba, Haruto masih terfokus pada hotate.
"Ahahahaha! Wajah Otsuki-kun! Terlalu terpesona sama hotate!"
"Ah Aizawa-san, curang kalau mendadak begitu."
Haruto tersenyum kecut sambil protes pada Saki yang tertawa melihat fotonya.
"Kalau begitu Otsuki-kun boleh foto kami juga loh?"
Saki berkata begitu sambil memeluk Ayaka dan melihat ke arah Haruto.
"Ayo, kesempatan foto dua JK nih Otsuki-san."
(Tln: JK = Joshi kokousei (cewek SMA)
"Ah, tu-tunggu, rambutku..."
Ayaka yang dipeluk Saki yang bersemangat, terburu-buru merapikan poninya dengan jari.
"Um, boleh foto diriku kok."
"Tuh, Ayaka juga bilang begitu."
Saki mendesak Haruto sambil memberi tanda peace ke arahnya.
"Baiklah, satu foto saja."
Sambil berkata begitu, Haruto mengambil foto dua orang Ayaka dan Saki dengan ponsel.
"Sudah diambil? Lihat dong lihat dong."
Mendengar kata-kata Saki, Haruto berkata "Seperti ini" sambil menunjukkan layar ponselnya.
Saki tersenyum lebar memeluk Ayaka, dan Ayaka sedikit malu-malu melirik ke atas.
"Oh, fotonya bagus kan? Boleh dijadikan wallpaper Otsuki-kun loh?"
"Tidak, kalau itu sih berlebihan..."
"Tapi Ayaka di sini cantik sekali kan? Ya kan, Otsuki-kun."
"Yah... Itu kuakui."
"Tuh kan~ Ayaka."
Ayaka yang ditepuk-tepuk bahunya oleh Saki, pipinya memerah.
"Oke! Kalau begitu, selanjutnya foto dua orang Otsuki-kun dan Ayaka ya! Ayo Ayaka, pindah ke sebelah Otsuki-kun."
Saki berkata begitu sambil mendorong pinggang Ayaka agar menempel dengan Haruto.
"Tu-tunggu Saki!?"
"Ayo ayo lebih merapat! Kalau seperti itu tidak akan muat di frame. Otsuki-kun juga, rangkul bahu Ayaka dan peluk."
"Aduh aduh Aizawa-san!? Itu terlalu mendadak!"
"Oh! Kesempatan shutter!!"
Haruto dan Ayaka setengah dipaksa menempel oleh dorongan Saki.
Karena kejadian tiba-tiba, mereka berdua sama-sama menunjukkan reaksi panik. Saki tidak melewatkan momen itu dan mengabadikannya dalam ponselnya.
"Oho~ Kepanikan dua orang ini, bagus bagus."
Saki melihat gambar yang baru diambilnya dan mengangguk-angguk berkali-kali sambil menyeringai.
"Y-ya ampun Saki ini... Nanti minta fotonya ya..."
Ayaka kembali ke kursinya dari sebelah Haruto, memajukan bibirnya protes sambil meminta foto dua orangnya dengan Haruto. Saki tersenyum lebar menanggapinya.
"Tentu saja! Ah, aku juga akan mengirimkannya ke Otsuki-kun. Nanti boleh dicetak dan dipajang di dinding kamar Otsuki-kun loh."
"Tidak... Aku tidak akan melakukan itu... Tapi, terima kasih."
Mendengar kata-kata Saki, Haruto juga berterima kasih sambil terlihat malu-malu.
Haruto dan Ayaka sama-sama terlihat malu. Seolah untuk mengalihkan suasana, Ayaka mengalihkan perhatiannya ke shiitake yang sedang dipanggang.
"Ah, shiitake-nya sudah matang. Ini, Haruto-kun. Ryouta juga, sini piringnya."
Saki tersenyum lebar melihat Ayaka membagikan shiitake yang sudah matang.
Lalu, Shuuichi yang memegang bir di tangannya, seolah teringat sesuatu, memanggil Haruto.
"Oh iya Otsuki-kun. Tadi kamu bilang suka menyalakan api kan? Kamu suka camping?"
"Hmm, aku belum pernah sampai menginap, tapi aku suka hal-hal seperti itu."
Haruto yang sedang menikmati shiitake yang baru matang, menghentikan tangannya sejenak mendengar ucapan Shuuichi.
"Oh! Begitu ya begitu ya! Sebenarnya minggu depan kami berencana pergi camping bersama keluarga, bagaimana kalau Otsuki-kun ikut juga?"
"Eh? Bolehkah aku ikut?"
"Tentu saja! Saki-chan juga mau ikut?"
Shuuichi mengajak Saki juga.
"Aku juga boleh!?"
Melihat reaksi Saki yang sedikit terkejut, Ayaka berkata.
"Ayo camping bersama."
Dengan satu kalimat Ayaka itu, Saki mengangkat tangannya.
"Iya iya! Aku ingin ikut!"
"Hmm. Kalau begitu kalian berdua ikut ya!"
"Terima kasih. Um, mohon bantuannya."
Haruto mengatakan itu sambil menundukkan kepalanya. Ryouta, yang duduk di sebelahnya memasang ekspresi cerah di wajahnya.
“Apakah Onii-chan dan Saki Onee-chan akan ikut camping juga?”
“Ya, mohon bantuannya ya Ryouta-kun.”
Haruto mengatakannya sambil tersenyum, dan Ryouta mengangkat tangannya dengan gembira, “Yatta.”
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.