Chapter 8
Diterangi Oleh Kembang Api
"Fuuh~ Kenyang~"
Saki berkata sambil bersandar lemas di kursi lipat.
"Mungkin pisang terakhir tadi agak berat ya."
Ayaka yang berada di sebelah Saki juga berkata sambil mengusap perutnya dengan satu tangan, terlihat sedikit kesulitan.
"Memang kata orang perut untuk dessert itu beda, tapi kali ini sepertinya aku benar-benar makan berlebihan."
Dua gadis yang menderita kekenyangan. Haruto tersenyum kecut sambil mengalihkan pandangannya ke arah pemanggang barbeque.
Di atas panggangan, kulit pisang yang sedikit gosong dan menghitam di beberapa bagian berserakan.
Pisang sebagai dessert setelah kenyang makan daging, seafood, dan sayuran. Bahkan bagi Haruto, siswa SMA laki-laki yang berselera makan besar pun, itu cukup berat. Mungkin saus cokelat yang menambah manisnya juga berkontribusi pada rasa kenyang.
Karena itu, Haruto hanya makan satu pisang bakar.
Namun, dua siswi SMA di sebelahnya masing-masing menghabiskan tiga buah.
Keterikatan gadis-gadis pada makanan manis memang menakutkan. Saat Haruto memikirkan hal itu, tiba-tiba lengan bajunya ditarik-tarik.
"Hm? Ada apa Ryouta-kun?"
Haruto menoleh ke arah Ryouta yang menarik ujung lengannya, dan Ryouta membuka mulutnya dengan ekspresi tidak sabar.
"Nee nee. Kembang apinya kapan?"
Sepertinya Ryouta sudah tidak sabar ingin bermain kembang api yang dibeli Haruto.
Mendengar kata-katanya, Haruto mengalihkan pandangannya ke langit.
Langit yang masih sore saat mereka mulai barbeque, kini sudah sepenuhnya gelap, tirai malam telah turun.
"Benar juga, ayo kita main kembang api. Tapi sebelum itu kita harus membereskan barbequemya dulu ya."
Sambil berkata begitu, Haruto memandang ke arah meja lipat. Di sana, nampan yang tadinya berisi daging dan seafood berserakan.
Saat Haruto hendak berdiri untuk membereskan, Ikue memanggilnya.
"Otsuki-kun, kamu cukup menurunkan piring dan nampan saja. Sisanya biar aku yang cuci."
"Benarkah? Tapi..."
Karena Haruto dan Saki juga ikut serta dalam barbeque ini, mereka menyiapkan bahan makanan yang banyak. Karena itu, jumlah nampan dan piring yang harus dicuci juga banyak.
Selain itu masih ada pembersihan panggangan dan membereskan arang.
Memikirkan semua itu, Haruto terlihat ragu-ragu.
Melihatnya seperti itu, Shuuichi yang sedang dalam mabuk karena pengaruh alkohol, berkata dengan wajah sedikit memerah dan senyum lebar.
"Sungguh, jangan khawatir. Serahkan saja beres-beres pada kami orang dewasa, anak-anak silakan bermain sepuasnya!"
Shuuichi tertawa "hahaha" dengan gembira sambil memegang bir di tangannya.
Melihat Shuuichi yang mulai terlihat agak mabuk, Haruto memandang Ikue dengan sedikit khawatir.
Menerima tatapan Haruto, Ikue tersenyum lebar.
"Sungguh tidak apa-apa kok? Daripada itu, tolong bermainlah dengan Ryouta."
"Baiklah. Kalau begitu, Ryouta-kun. Setelah kita turunkan piring-piring ini, kita main kembang api ya."
"Iya!!"
Ryouta mengangguk dengan senyum lebar, dan mereka berdua mulai membagi tugas membereskan piring dan nampan.
"Kita juga harus bergerak nih."
Melihat dua orang yang mulai membereskan, Ayaka dan Saki ikut membantu dengan gerakan lambat seperti kukang.
Setelah membereskan piring dan sebagainya, dan menyerahkan pembersihan sisanya pada Ikue dan Shuuichi, Haruto dan yang lain segera mulai mempersiapkan kembang api.
"Kembang api yang sudah habis dimasukkan ke ember ini ya."
"Untuk menyalakannya pakai korek api? Atau lilin?"
"Bagaimana kalau pakai yang tadi dipakai untuk menyalakan api?"
Ayaka membawa ember berisi air dengan kedua tangannya, sementara Saki bertanya tentang cara menyalakan kembang api. Lalu Haruto berkata sambil memegang pemantik api yang tadi digunakan untuk menyalakan api.
"Gagangnya panjang jadi mudah untuk menyalakan."
Haruto menyerahkan pemantik api ke Saki, lalu mengambil alih ember berisi air yang terlihat berat dari tangan Ayaka.
"Terima kasih Haruto-kun. Bisa tolong letakkan embernya di tengah sana?"
"Oke."
"Onii-chan, boleh aku main ini dulu?"
Saat Haruto meletakkan ember di dekat tengah halaman, Ryouta berlari mendekat. Di tangannya ada kembang api genggam berwarna pink dengan garis emas yang cerah.
"Boleh. Tapi jangan diarahkan ke orang ya, nanti bisa terbakar."
"Iya!!"
"Ryouta, sini. Biar aku yang nyalakan."
Saki memanggil Ryouta sambil memegang pemantik api.
Dengan wajah bersemangat, Ryouta menatap lekat-lekat Saki yang menyalakan api.
"Ryouta, jangan goyangkan ujungnya. Ya begitu, tetap seperti itu... Nah, sudah menyala."
Setelah memastikan bagian ujung yang berumbai-umbai sudah menyala, Saki mundur sedikit untuk memberi jarak dengan Ryouta.
Kembang api di tangan Ryouta mulai mengeluarkan percikan api kecil dengan suara "chichi chichi" saat api mencapai bagian mesiu. Kemudian, segera setelah itu, percikan api yang cerah menyembur ke depan seperti air mancur.
"Waaah!! Lihat lihat!!"
"Cantiknya~ Aku juga mau main ah."
Saki juga mengambil kembang api jenis yang sama dengan Ryouta, lalu menyalakannya sendiri.
Sama seperti milik Ryouta, kembang api Saki juga mengeluarkan air terjun percikan api dengan suara "shuuu".
"Kalau main setelah lama tidak main memang menyenangkan ya! Kalian berdua juga ayo cepat main!"
Dia mendesak Haruto dan Ayaka dengan semangat yang tidak kalah dari Ryouta.
"Iya, Haruto-kun ayo main bersama?"
"Oke."
Ayaka memegang dua kembang api dan menyerahkan satu ke Haruto.
Ayaka menerima pemantik api dari Saki dan segera menyalakan kembang api miliknya.
"Waa! Cantiknya!"
Kembang api Ayaka sedikit berbeda dari milik Ryouta yang memancarkan percikan api seperti air mancur. Miliknya mengeluarkan percikan api halus seperti kristal salju yang mekar dengan suara "pachi pachi". Melihat itu, Ayaka bersorak kegirangan dan melihat ke arah Haruto.
"Lihat lihat Haruto-kun! Sangat cantik!"
Melihat kegembiraan itu yang entah bagaimana mirip dengan Ryouta, Haruto merasa mereka memang benar-benar kakak beradik. Dia mendekati Ayaka sambil memegang kembang apinya sendiri.
"Bisa tolong pegang kembang apinya sedikit lebih ke bawah?"
"Begini?"
"Iya, terima kasih."
Haruto mendekatkan kembang apinya ke ujung kembang api yang dipegang Ayaka.
Kembang api genggam Haruto yang menerima api dari kembang api Ayaka mulai menyebarkan percikan api yang indah seperti memantul. Malam musim panas.
Di halaman rumah keluarga Tojo, percikan api yang berwarna-warni menari-nari.
Semua tersenyum melihat kembang api di tangan mereka.
Angin malam yang lembut bercampur sedikit aroma mesiu, bersama dengan suara tawa yang gembira, semua itu terukir dalam ingatan mereka sebagai kenangan yang penuh warna.
"Lihat lihat Ayaka. Dua pedang!"
"Hihihi, Saki terlalu bersemangat."
"Onii-chan! Kembang api ini warnanya berubah-ubah lho!"
"Ryouta-kun, setelah itu habis, mau coba yang ini?"
Haruto dan yang lain menikmati kembang api dengan memegang berbagai jenis.
Shuuichi dan Ikue, setelah selesai membereskan baqrbeque, duduk berdampingan di dek kayu, tersenyum melihat anak-anak yang asyik dengan kembang api.
"Hmm hmm, benar-benar seperti masa muda ya."
"Enak ya jadi muda."
"Benar. Tapi orang dewasa juga punya kesenangannya sendiri lho?"
Sambil berkata begitu, Shuuichi menuangkan anggur merah ke gelas yang dibawanya, lalu menyerahkannya pada Ikue.
"Benar juga. Terima kasih, sayang."
Ikue menerima anggur dengan senyuman, lalu mengangkatnya sedikit.
"Bersulang."
"Bersulang."
Pasangan Tojo menikmati anggur sambil makan ringan keju dan salmon asap, memandang pemandangan kembang api dengan gembira.
Haruto memegang kembang api yang menyebarkan percikan api seperti rumput ilalang, lalu berbicara pada Ayaka di sebelahnya.
"Shuuichi-san dan Ikue-san seperti pasangan suami istri ideal ya."
"Eh? Begitu ya?"
Ayaka mengalihkan pandangannya dari kembang api miliknya, lalu melihat ke arah orang tuanya di dek kayu.
"Memang mereka cukup akur sih, tapi kadang-kadang kalau mulai bermesraan aku jadi ingin bilang 'tolong hentikan' lho?"
"Ahahahaha, syukurlah rumah tangga mereka harmonis."
Mendengar Haruto tertawa, Ayaka tersenyum kecut dan berkata "Dari sudut pandang anak sih agak meragukan."
Lalu Saki datang membawa kembang api berbentuk pistol.
"Ryouta! Ryouta! Mau main ini bersama?"
"Iya!! Mau!!"
"Yosh! Kalau begitu ayo kita main di sana sedikit!"
Saki berpindah ke tempat yang agak jauh dari Haruto dan Ayaka. Saat itu, sekilas dia memberi isyarat mata kepada Ayaka. Setelah itu, dia langsung bermain dengan riang bersama Ryouta menggunakan kembang api berbentuk gambar.
"Nee, Haruto-kun. Ayo kita lakukan ini bersama?" kata Ayaka sambil menunjukkan senko hanabi kepada Haruto.
(Tln: senko hanabi itu jenis kembang api, bentuknya silahkan cek Google :v)
"Senko hanabi? Boleh juga, ayo lakukan," Haruto menerima sebuah senko hanabi dari Ayaka.
"Oh iya. Bagaimana kalau kita bertanding siapa yang bisa membuatnya menyala lebih lama?" Ayaka mengusulkan sambil berjongkok.
Haruto pun duduk di sebelahnya dengan senyum menantang. "Boleh. Aku terima tantanganmu."
"Kalau begitu, yang kalah harus menuruti satu permintaan pemenang dalam latihan pacaran berikutnya, ya?" Ayaka berbisik di telinga Haruto dengan suara pelan agar tidak terdengar orang lain.
Jarak mereka yang begitu dekat membuat jantung Haruto berdebar kencang.
"'Apapun' itu agak berbahaya, kan?" Haruto merasa sedikit khawatir memberi Ayaka kebebasan "apapun", mengingat selama ini gadis itu sudah berani mengatakan "suka" dan mengusulkan hizamakura.
Melihat keraguan Haruto, Ayaka tersenyum menggoda. "Haruto-kun, kamu tidak yakin bisa menang?"
"...Tidak, aku pasti menang," Haruto refleks menyatakan kemenangannya karena sifat tidak mau kalahnya digelitik dengan tepat.
"Kalau begitu tidak masalah, kan?" Ayaka tersenyum manis. Haruto mengangguk sambil merasa sudah terjebak.
"Baiklah. Kalau begitu, kita nyalakan apinya bersamaan ya."
"Ya."
Haruto memegang pemantik api, sementara Ayaka mendekat sambil berjongkok. Karena harus menyalakan api bersamaan, mereka harus mendekatkan senko hanabi ke api yang sama, sehingga jarak mereka menjadi sangat dekat.
Dengan jarak sedekat itu hingga bahu mereka hampir bersentuhan, detak jantung Haruto semakin cepat. Menyembunyikan perasaan berdebar di dadanya, Haruto menyalakan api di ujung korek.
Lalu, mereka berdua mendekatkan senko hanabi ke api itu bersamaan.
"Ah, menyala," Ayaka berkata pelan dengan gembira.
Di ujung senko hanabi mereka berdua, muncul bola merah kecil seperti kuncup bunga. Perlahan, kuncup itu bergetar dan membesar, sesekali mengeluarkan percikan api kecil. Ayaka menatap takjub bola api yang seperti bunga botan itu.
Suara percikan api semakin keras dan intens, seperti dedaunan pinus yang terbakar. Melihat pemandangan itu, wajah Ayaka berseri-seri.
"Indah ya, Haruto-kun," ujar Ayaka.
"Ya...! Be-benar," Haruto kehilangan kata-kata sejenak saat mengangkat wajahnya.
Di hadapan Haruto, terlihat wajah samping Ayaka yang asyik menatap senko hanabi. Wajahnya diterangi cahaya senko hanabi yang meledak-ledak, menciptakan bayangan di beberapa bagian namun tetap terlihat terang dan memukau. Yang paling menarik perhatian Haruto adalah mata Ayaka.
Di mata itu terpantul percikan api yang indah.
"Benar-benar... indah.”
Senko hanabi yang terpantul di mata orang yang disukai. Haruto tidak menyangka itu bisa begitu indah dan mempesona.
Dia berharap cahaya itu akan terus menerangi gadis itu. Namun, harapan itu tidak mungkin terkabul. Senko hanabi yang tadinya intens mulai melemah, menjadi tipis dan lembut seperti dedaunan willow.
Bersamaan dengan itu, wajah samping Ayaka pun diterangi cahaya yang semakin redup.
"Ah... sudah mau habis," suara Ayaka terdengar sedih, senko hanabi bergoyang pelan.
Percikan api sudah kehilangan tenaganya, hanya tersisa percikan kecil yang menari lembut.
"...Ah."
Senko hanabi di tangan Haruto mengeluarkan percikan terakhir, lalu bola apinya jatuh ke tanah dan padam seperti bunga krisan yang gugur.
"Sudah selesai ya," senko hanabi Ayaka padam tak lama setelah milik Haruto.
Setelah senko hanabi padam, Ayaka yang diterangi cahaya bulan tersenyum lembut pada Haruto.
"Aku yang menang ya.”
"...Ya. Tolong jangan terlalu kejam.”
"Fufufu, kira-kira apa ya yang akan kuminta?"
Ayaka tersenyum seperti anak kecil yang akan berbuat nakal. Haruto tersenyum kecut, tapi dalam hati sedikit menantikan apa yang akan diminta Ayaka.
※
Setelah menikmati barbeque dan kembang api, Haruto-kun pulang ke rumahnya, sementara Saki menginap di kamarku.
Aku membuka pintu lemari sambil berkata, "Saki, kamu butuh selimut tebal?"
"Tidak, aku cukup pakai selimut tipis saja.”
"Oh, kalau begitu pakai ini saja.”
"Oke, makasih," Saki menerima selimut tipis yang jarang kupakai.
Aku senang sekali Saki menginap di rumahku setelah sekian lama, tanpa sadar senyumku mengembang.
Kapan ya terakhir kali Saki menginap di kamarku? Sepertinya waktu aku memintanya menginap karena sedih akan berpisah saat pindah rumah.
Saat itu aku benar-benar sedih sampai memeluk Saki dan menangis.
"Fuuh~ Hari ini menyenangkan ya~”
"Iya, benar-benar menyenangkan.”
Saki melompat ke futon yang kugelar di sebelah tempat tidur, lalu memandang sekeliling kamarku.
"Kamarmu masih bagus seperti biasa ya."
Saki berkata sambil mengayun-ayunkan kakinya di atas futon.
Saki memandang rak buku di dinding dan berkata, "Oh, ada volume baru terbit ya," sambil mengambil manga romance favoritku.
"Nee, boleh aku baca sebentar?”
"Boleh kok. Kalau begitu aku baca volume sebelumnya saja.”
Manga ini benar-benar menarik, aku suka membacanya berulang kali.
Untuk beberapa saat, aku dan Saki membaca manga dalam diam.
Cerita tentang dua sahabat masa kecil yang saling menyukai tapi belum menyadarinya, perlahan-lahan mereka semakin dekat. Aku selalu berdebar-debar setiap kali membacanya.
Saat aku membalik halaman dengan cepat, tanganku terhenti di satu adegan. Adegan di mana dua sahabat itu bermain senko hanabi di taman pada malam hari.
Saat mereka asyik menatap senko hanabi, tiba-tiba pandangan mereka bertemu. Wajah keduanya memerah karena jarak mereka yang begitu dekat.
Hubungan mereka yang polos dan menggemaskan membuatku gemas.
Lalu aku menyadari sesuatu. Bukankah ini mirip dengan aku dan Haruto-kun tadi?
Adegan senko hanabi bersama Haruto-kun terbayang jelas di benakku.
Wajah samping Haruto-kun yang diterangi cahaya senko hanabi.
Sebenarnya aku ingin menatapnya langsung dari depan. Tapi aku malu untuk bertatapan pada jarak sedekat itu, jadi aku hanya bisa mencuri pandang dari samping.
Tapi, bagaimana ya kalau saat itu aku dan Haruto-kun saling menatap...
Di bawah cahaya redup percikan api, wajah kami semakin mendekat...
Uuh, membayangkannya saja sudah membuat wajahku memanas.
Tapi itu romantis sekali ya. Seperti di manga ini, ternyata kami saling menyukai dan mulai menyadarinya.
...Lho? Tunggu dulu, aku menyukai Haruto-kun. Lalu, Haruto-kun memintaku menjadi pacar palsunya, mungkinkah itu artinya dia juga menyukaiku? ...Dengan kata lain, kami saling menyukai! Ternyata situasiku hampir sama persis dengan manga ini!?
Aku melihat lagi adegan senko hanabi di manga.
Keduanya saling memperhatikan dan malu-malu. Mereka berjongkok berdampingan dengan jarak yang sangat dekat hingga bahu mereka hampir bersentuhan.
Kyaaa, itu persis seperti kami tadi!
Jangan-jangan suasana antara kami tadi sangat romantis!? Kalau saja aku bisa sedikit lebih agresif saat itu, mungkin aku bisa menaklukkan hati Haruto-kun.
Ta-tapi aku malu kalau harus agresif di saat seperti itu... Tapi kalau aku ingin Haruto-kun menyatakan perasaannya, aku harus berusaha...
Saat aku mengerang "Uuu~" sambil membenamkan wajah ke bantal, Saki yang sudah selesai membaca manga berkata dengan puas, "Seru banget~"
"Aduh~ Manga ini bikin sangat penasaran ya. Mereka berdua harusnya cepat-cepat pacaran saja.”
Saki berkata sambil mengembalikan manga ke rak.
Melihatku yang masih membenamkan wajah ke bantal, Saki bertanya dengan heran, "Kamu ngapain sih?"
"Kalau soal cepat-cepat pacaran, Ayaka juga harusnya cepat pacaran sama Otsuki-kun dong.”
"Eh! Tapi Otsuki-kun belum menyatakan perasaannya..."
"Yah, memang sih. Tapi bagaimana ya, hari ini aku pertama kali lihat kamu sama Otsuki-kun.”
Saki melipat tangannya
"Atmosfer kalian berdua itu sudah kekasiu loh! Kenapa kalian belum pacaran juga sih!?"
"I-itu karena... kalau Haruto-kun tidak menyatakan perasaannya, perasaan bersalahku karena berbohong akan menghalangi perasaanku yang sebenarnya..."
"Itu dia! Kenapa sih Otsuki-kun berbohong? Kebohongan itu membuat semuanya kacau."
Saki berkata dengan ekspresi marah sambil melipat tangannya.
"Otsuki-kun tidak ingin membuat neneknya sedih..."
"Aku sudah dengar itu, tapi kalau dia benar-benar memikirkan neneknya, dia seharusnya tidak berbohong dan langsung menyatakan perasaannya pada Ayaka untuk menjadikannya pacar sungguhan! Padahal Ayaka sudah tergila-gila pada Otsuki-kun."
"Tergila-gila... Apakah aku terlihat seperti itu?"
Aku sendiri merasa tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan perasaanku pada Haruto-kun, tapi mendengarnya dikatakan dengan jelas seperti itu membuatku merasa panas.
"Soalnya Ayaka selalu memandangi Otsuki-kun kan?"
"Benarkah...?"
"Saat berbicara dengan Otsuki-kun juga selalu tersenyum lebar."
"Y-yah... Akhir-akhir ini, saat melihat wajah Haruto-kun, bibirku jadi tersenyum dengan sendirinya. Aku tidak bisa menahannya..."
Hanya dengan melihat sosok Haruto-kun, ekspresiku langsung melembut dan jantungku berdebar-debar.
Selain itu, entah kenapa area di sekitar Haruto-kun terlihat lebih berwarna, sulit dijelaskan tapi rasanya seperti berkilauan.
"Itu sudah jelas gadis yang sedang jatuh cinta."
"U-um..."
Sejak aku menyadari perasaanku pada Haruto-kun, sepertinya perasaan itu semakin kuat setiap harinya.
Akhir-akhir ini, aku tidak tahu sejauh mana perasaan ini akan berlanjut, terkadang aku merasa sedikit takut.
Rasanya seperti ada orang lain dalam diriku.
Tapi aku juga bisa menyadari bahwa itu jelas-jelas bagian dari diriku sendiri.
Emosi yang tidak bisa kukendalikan berputar dalam diriku, dan aku tidak tahu bagaimana menghadapinya.
"Ayaka, sebenarnya seberapa besar kamu menyukai Otsuki-kun?"
Saki bertanya sambil duduk bersila di atas futon, menatapku yang berada di atas tempat tidur.
"Kalau ditanya seberapa besar... Bagaimana ya?"
"Lihat, meskipun sama-sama suka, ada berbagai tingkatan kan? Mulai dari yang ringan seperti 'Liburan musim panas membosankan, aku ingin punya pacar' sampai yang berat seperti 'Ini jodohku, aku sudah menemukan pendamping hidup'. Jadi, bagaimana dengan Ayaka?"
"Hmm. Mungkin lebih dari sekedar cinta musim panas? Kurasa aku benar-benar menyukainya..."
"Kalau begitu, bagaimana jika... Misalnya orang yang datang untuk membantu pekerjaan rumah itu bukan Otsuki-kun, tapi teman sekelas laki-laki lain yang juga jago dalam pekerjaan rumah dan memiliki aura tenang seperti Otsuki-kun, apakah Ayaka akan menyukainya?"
"Eh... Bagaimana ya?"
Dalam benakku, pekerjaan rumah sudah identik dengan Haruto-kun, jadi aku sama sekali tidak bisa membayangkan jika itu orang lain.
"Aku tidak bisa membayangkan orang selain Haruto-kun, tapi mungkin aku tidak akan menyukainya?"
Meskipun aku berkata begitu, sejujurnya aku tidak tahu.
Cinta pertamaku adalah Haruto-kun, dan sekarang aku juga menyukai Haruto-kun. Aku tidak bisa membayangkan jika itu adalah anak laki-laki lain.
"Begitu ya, ternyata Ayaka memang tergila-gila pada Otsuki-kun."
"Rasanya agak malu kalau dibilang tergila-gila..."
"Tapi itu kenyataan kan?"
"I-iya sih..."
Setelah itu, aku dan Saki terus membicarakan tentang cinta sampai larut malam.
Keesokan paginya.
Aku terbangun oleh sinar matahari pagi yang masuk melalui celah tirai.
"Ngh... masih ngantuk..."
Tubuhku sepertinya masih menginginkan tidur, jadi aku sulit bangun dari tempat tidur.
Sebenarnya semalam, setelah mengobrol tentang cinta dengan Saki dan saat aku hendak tidur, tiba-tiba kata-kata Saki terlintas di pikiranku.
"Kalau begitu, bagaimana jika... Misalnya orang yang datang untuk membantu pekerjaan rumah itu bukan Otsuki-kun, tapi teman sekelas laki-laki lain yang juga jago dalam pekerjaan rumah dan memiliki aura tenang seperti Otsuki-kun, apakah Ayaka akan menyukainya?"
Aku jadi tidak bisa tidur karena memikirkan pertanyaan ini.
Kemungkinan aku jatuh cinta pada orang selain Haruto-kun. Bagaimana jika yang membantu pekerjaan rumah bukan Haruto-kun...
Karena memikirkan hal seperti itu, aku sama sekali tidak bisa tidur.
"Huah~ Mungkin sebaiknya aku tidur lagi..."
Saat aku berpikir begitu, Saki mulai bergerak di atas futon.
"Nyaa? ...Eh?"
Saki bangun dan melihat sekeliling kamarku dengan mata setengah terpejam, masih tampak mengantuk.
"Selamat pagi, Saki."
"...Selamat pagi, Ayaka? ...Oh iya, aku menginap di sini."
Sepertinya Saki sudah mengingat situasinya, dia meregangkan tubuhnya.
"Nnh~! Fuh~ Aku sudah bangun~"
"Tidurmu nyenyak?"
"Tentu saja, futon orang kaya empuk sekali dan nyaman untuk tidur."
Saki berkata setengah bercanda sambil mengacungkan jempol padaku.
"Futon itu lebih dari harganya lho. Saki sudah mau bangun?"
"Iya, aku sudah bangun nih. Kalau Ayaka?"
"Aku masih agak mengantuk, tapi sudah mulai lapar jadi mungkin akan bangun."
Setelah mencuci muka dan menggosok gigi bersama Saki di wastafel, kami menuju ruang tamu.
Di sana Mama sudah bangun, duduk di meja makan sambil melihat laptop dan minum teh susu.
"Ara, Saki-chan dan Ayaka. Selamat pagi."
"Selamat pagi."
"Selamat pagi, Mama."
"Kalian berdua sudah lapar?"
Mama bertanya pada kami sambil bangkit dari kursinya.
"Iya, aku lapar. Kalau Saki?"
"Aku juga mulai lapar."
Mendengar Saki berkata begitu sambil mengusap perutnya, Mama tersenyum.
"Baiklah. Aku akan segera menyiapkannya, kalian duduklah dan tunggu ya."
"Terima kasih! Aku akan menikmatinya!"
Saki mengucapkan terima kasih pada Mama sambil duduk di meja makan.
Aku juga duduk di samping Saki dan melihat Mama yang berdiri di dapur.
"Mama, hari ini masakan Jepang?"
"Iya. Saki-chan juga mau nasi untuk sarapan? Atau lebih suka roti?"
"Tidak, nasi saja. Terima kasih, Ikue-mama."
Mendengar jawaban Saki, Mama langsung mulai membuat sarapan.
Lalu, dalam hitungan menit, berbagai lauk sarapan mulai tersaji di atas meja.
Saki tampak terkejut melihat sarapan yang keluar secepat makanan cepat saji.
Aku tersenyum geli melihatnya.
"Eh? Eh? Bukankah sarapannya cepat sekali? Bisa membuat sebanyak ini dalam waktu singkat? Teknik menghemat waktu apa ini?"
Di atas meja tersaji horenso no ohitashi (bayam rebus), namasu (salad lobak dan wortel), chikuzenni (rebusan sayur dan ayam), serta tobiuo no nanban-zuke (ikan terbang asam manis). Lalu ada sup miso (sup miso) dan nasi yang baru matang.
Saki tampak terkejut melihat banyaknya lauk yang disajikan untuk sarapan.
"Ini... Mungkinkah semuanya sudah dimasak sebelumnya?"
Mama tersenyum dan menjawab "Tepat sekali" pada pertanyaan Saki.
"Sebenarnya ini semua dibuat oleh Otsuki-kun saat dia datang membanty pekerjaan rumah. Saat pagi sibuk, masakan Otsuki-kun yang sudah disiapkan ini sangat membantu, benar-benar memudahkan kami."
"Wah~ Kemampuan Otsuki-kun dalam pekerjaan rumah tangga sungguh luar biasa."
"Selain itu, masakan Haruto-kun semuanya sangat enak lho."
Belum pernah ada masakan Haruto-kun yang tidak enak.
Semuanya benar-benar lezat, sampai-sampai harus berhati-hati agar tidak makan berlebihan.
"Kalau begitu, itadakimasu."
Saki mengatupkan tangannya sebelum mengambil chikuzenni dengan sumpitnya.
"!? Eh? Enak!"
Saki sedikit membelalakkan matanya sebelum mengambil lauk lainnya. Setiap kali dia memasukkan makanan ke mulutnya, dia bergumam pelan "Enak!".
Entah kenapa aku jadi ikut senang saat masakan Haruto-kun dipuji.
"Kan? Enak kan?"
"Iya, gila. Eh~ Aku jadi sedikit iri. Mungkin aku juga harus minta Otsuki-kun membantu pekerjaan rumah di rumahku?"
Mendengar kata-kata Saki itu, muncul sedikit kegelisahan dalam diriku.
"Ha-Haruto-kun itu punyaku... Eh bukan, maksudku dia sudah terikat kontrak tetap dengan keluarga Tojo, jadi kalau mau minta bantuan pekerjaan rumah, minta ke staf lain ya?"
"Ah! Curang sekali memonopoli masakan ini!"
"Bu-bukan curang! Ini kontrak tetap yang resmi!"
Melihat kami berdebat soal curang atau tidak, Mama tertawa sambil membawakan chawan-mushi (puding telur kukus).
"Saki-chan. Ini juga dibuat oleh Otsuki-kun lho, coba dimakan, enak."
"Itadakimasu!"
Saki langsung mulai makan chawan-mushi yang disajikan.
Begitu memasukkan satu sendok ke dalam mulutnya, ekspresi Saki langsung cerah.
"Teksturnya lembut di tenggorokan, kaya rasa telur, dan aroma kaldu yang lembut... Hei, Ayaka. Boleh pinjam Otsuki-kun sebentar--"
"Tidak boleh! Tidak boleh sama sekali!"
Aku menyela Saki di tengah kalimat.
Otsuki-kun bukan hanya bagian tak terpisahkan dari keluarga Tojo, tapi juga diriku!
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.