Kaji Daikō no Arubaito o Hajimetara V2 bab 2

Ndrii
0

Chapter 2

Taman Hutan Binatang




Sehari sebelum pergi ke "Taman Hutan Binatang", seperti biasa Haruto bekerja paruh waktu sebagai pembantu rumah tangga di keluarga Toujou.


Dia melanjutkan tugas hari ini untuk membersihkan area dapur. Di sana, Ikue yang sedang bekerja dari rumah menyapanya.


"Ngomong-ngomong, hari ini kamu akan pergi belanja bahan makanan untuk bekal besok dengan Ayaka, kan?"


"Ah, iya."


"Kalau begitu, hari ini kamu tidak perlu membersihkan rumah terlalu banyak. Gunakan banyak waktu untuk berbelanja berdua dengan Ayaka. Ini, uang untuk belanja."


"Tidak, tidak! Aku tidak bisa menerima sebanyak ini!"


Haruto menggelengkan tangan menolak uang yang disodorkan Ikue.


"Besok aku datang bukan sebagai pembantu rumah tangga, tapi sebagai teman Ayaka-san, jadi aku berencana untuk membagi dua biaya bahan makanan bekal..."


"Kamu tidak perlu khawatir. Kamu akan mengajak Ryouta bermain. Sebagai orang tua, izinkan aku melakukan hal sekecil ini."


Sambil berkata demikian, Ikue menangkap tangan Haruto yang ragu-ragu dan memaksakan uang itu ke telapak tangannya.


"Oke? Otsuki-kun, tolong."


Ikue memiringkan kepalanya sedikit dan menatap ke atas saat berbicara.


Meskipun seorang wanita dewasa, gerak-geriknya yang agak kekanak-kanakan dan menggemaskan. Ditambah dengan kecantikan Ikue sendiri, Haruto tanpa sadar memerah dan mengalihkan pandangannya.


"Um... Baiklah. Aku mengerti"


"Fufu, terima kasih Otsuki-kun"


Haruto mengangguk sambil tetap mengalihkan pandangannya, tidak bisa menatap langsung Ikue. Melihat tingkahnya, Ikue tersenyum geli.


Saat itu, Ayaka yang sedang mengerjakan PR liburan musim panas di kamarnya datang ke ruang tamu.


"Hei Mama, apa kau tahu di mana isi pensil mekanik... Eh, tunggu dulu Mama!?"


Putrinya yang tadinya ingin menanyakan sesuatu pada ibunya, tiba-tiba panik dan menyela di antara Haruto dan Ikue.


"Kenapa Mama bergandengan tangan dengan Otsuki-kun!?"


Melihat putrinya yang tampak panik dan cemas, Ikue tersenyum lebar. "Ara ara, ada apa sampai begitu panik? Aku hanya memberikan uang belanja pada Otsuki-kun kok."


"Kalau begitu berikan saja dengan normal! Lihat, Otsuki-kun jadi bingung, cepat lepaskan tangannya!"


"Ara? Apakah tidak nyaman dipegang oleh tante-tante seperti aku? Maafkan aku ya"


Sambil berkata demikian, Ikue melepaskan tangan Haruto yang dipegangnya. Haruto hanya menjawab singkat "Tidak apa-apa," sambil sedikit menundukkan kepalanya.


Melihat reaksi Haruto, Ayaka menatap tajam pada ibunya.


"Mama bukannya ada rapat jarak jauh sebentar lagi? Kalau tidak cepat siap-siap nanti terlambat lho?"


Sambil berkata demikian, Ayaka mendorong punggung Ikue untuk menjauhkannya dari Haruto.


"Masih ada tiga puluh menit lagi sebelum rapat, tidak perlu terburu-buru seperti itu."


"Mama kan direktur, jadi tidak boleh terlambat! Ayo cepat cepat!"


"Ara ma, baiklah. Kalau begitu Otsuki-kun, aku serahkan padamu ya."


Ikue yang didorong-dorong Ayaka, berbalik sedikit dan melambaikan tangan pada Haruto. Lalu Ayaka mendorongnya lebih kuat lagi.


Dibandingkan saat Haruto pertama kali mulai bekerja sebagai asisten rumah tangga, reaksi putrinya sedikit demi sedikit berubah. Ikue tersenyum geli melihatnya, lalu berbisik sesuatu dengan suara kecil yang tidak bisa didengar Haruto.


Entah karena bisikan itu atau bukan, Ayaka terus mendorong punggung ibunya dengan wajah memerah.



Sesuai yang dikatakan Ikue tadi, Haruto menyelesaikan pekerjaan bersih-bersih rumah keluarga Tojo dengan cepat, lalu bersiap-siap untuk pergi belanja. Bersamaan dengan itu, Ayaka juga mulai bersiap-siap untuk pergi keluar. Ryouta yang sedang menonton acara sentai di TV ruang tamu seperti biasa mendekati Haruto, ingin ikut pergi belanja.


"Belanja? Aku juga mau ikut!"


Haruto yang tidak punya alasan untuk menolak, tersenyum pada Ryouta dan hendak mengangguk.


Namun, sebelum itu Ayaka sudah membuka mulutnya lebih dulu.


"Kali ini tidak boleh. Ryouta harus tinggal di rumah."


"Eeh! Kenapa tidak boleh!"


Ryouta cemberut dan menunjukkan ekspresi tidak puas mendengar kata-kata kakaknya.


"Kali ini mungkin akan banyak barang yang dibeli, dan aku harus berdiskusi banyak hal dengan Otsuki-kun sambil belanja, jadi Ryouta tinggal di rumah ya. Mengerti?"


"Tidak mau! Aku juga mau ikut!"


"Tidak boleh. Tolong dengarkan kata-kata Onee-chan kali ini ya? Ya?"


Ayaka berjongkok di depan Ryouta, menatap matanya dan memohon. Tapi ekspresi tidak puas Ryouta tidak berubah.


"Bilang saja Onee-chan mau berduaan dengan Onii-chan!"


"Bu-bukan begitu! Bukan seperti itu. Kali ini kami harus berdiskusi tentang bekal sambil--"


"Onee-chan suka sama Onii-chan makanya mau berduaan kan! Aku cuma pengganggu!"


"Bu-bukan! Ryouta, dengar ya? Aku sama sekali tidak--"


"Padahal aku juga suka Onii-chan..."


Ryouta menunduk kesal sambil berkata demikian.


"Um, Tojo-san"


Haruto yang tidak tahan melihatnya memanggil Ayaka, dan Ayaka mulai berbicara dengan panik.


"Ah, Otsuki-kun, begini! A-aku sama sekali tidak bermaksud memonopoli Otsuki-kun atau apa, dan, um, soal suka itu juga cuma Ryouta yang asal bicara..."


"Tidak apa-apa, aku juga senang disukai Ryouta-kun."


Haruto tersenyum kecut sambil berkata demikian, dan Ayaka menunjukkan ekspresi bingung.


Terlepas dari apa yang sebenarnya ada di hati Ayaka, memang benar seperti yang dia katakan tadi bahwa kali ini belanjaan akan banyak dan mereka berencana mendiskusikan isi bekal sambil berbelanja. Karena itu, memang akan lebih lancar jika tidak ada Ryouta.


Namun, melihat Ryouta yang tampak merajuk, Haruto dan Ayaka mulai merasa bersalah.


Tepat saat mereka hampir memutuskan untuk mengajak Ryouta, Ikue yang baru selesai rapat jarak jauh muncul di ruang tamu.


"Ryouta. Selama Onee-chan dan Onii-chan pergi belanja, ayo makan es krim bersama Mama sambil menunggu."


Kedua tangan Ikue masing-masing memegang wadah es krim kelas atas. Begitu melihatnya, wajah Ryouta langsung berseri-seri.


"Es krim!!"


Di sisi lain, Ayaka mengeluarkan suara sedih "Aah" saat melihat es krim yang dipegang Ikue.


"Es krim yang kusimpan..."


Kegembiraan dan keputusasaan. Ibu mereka tersenyum lebar melihat ekspresi bertolak belakang dari kakak beradik itu.


"Bagaimana? Mau pergi belanja? Atau makan es krim?"


"...Ryouta, kamu boleh makan es krimku jadi tolong tinggal di rumah ya?"


"Hmm... Baiklah. Aku akan tinggal di rumah."


Ryouta memilih es krim setelah ragu-ragu, menanggapi keputusan Ayaka yang diambil dengan berat hati.


"Kalau begitu, hati-hati di jalan~"


"Baik, kami berangkat"


"Uuh... Padahal rasa terbatas... kami berangkat"


Diantar oleh Ikue, Haruto dan Ayaka berangkat berdua untuk membeli lauk bento.



Sambil berjalan di jalan menuju supermarket bersama Otsuki-kun, aku mencoba melupakan penyesalanku atas es krim rasa terbatas itu.


Rasa apple pie edisi terbatas musim panas ini.


Es krim yang menjadi perbincangan di media sosial, yang akhirnya kudapatkan setelah bersusah payah berkeliling minimarket dan supermarket terdekat.


Padahal aku sudah menyimpannya dengan hati-hati di dasar freezer sebagai hadiah spesial liburan musim panas...


Ta-tapi! Berkat es krim itu aku bisa punya waktu berdua dengan Otsuki-kun, jadi harus berpikir positif! Demi es krim yang sudah berkorban juga!


"Ngomong-ngomong, es krim yang dipegang Ikue-san tadi itu yang sedang jadi perbincangan akhir-akhir ini ya?"


"Ah, iya. Otsuki-kun juga tahu?"


"Iya, waktu itu aku kebetulan melihatnya dijual di minimarket jadi aku beli dan coba, rasanya enak sekali lho."


"Eh...? Otsuki-kun sudah pernah makan es krim itu?"


"Iya, lho? Tojo-san belum pernah makan ya?"


O-Otsuki-kun pengkhianat~!


Padahal aku sudah berkeliling ke minimarket dan supermarket di seluruh kota di bawah terik matahari dan akhirnya bisa beli...


"Belum, belum pernah makan... Padahal ingin sekali coba..."


"Ahaha... Kalau begitu, lain kali kalau aku melihatnya akan kusimpankan untuk Tojo-san."


Mungkin karena ekspresi kecewaku sangat terlihat, Otsuki-kun berkata demikian dengan perhatian.


Entah kenapa rasanya nyaman ya diperlakukan lembut oleh Otsuki-kun...?


Mungkin aku harus terlihat lebih sedih lagi?


“Es krim itu, aku sudah lama menantikannya... bahkan sampai memimpikannya, tapi...”


“Um... Minimarket dekat rumahku sepertinya tempat yang jarang diketahui orang, mungkin masih ada dijual di sana. Aku akan cek lain kali ya?”


“Tapi... Aku sudah cek di internet, katanya sudah habis terjual di mana-mana...”


“Kalau begitu, bagaimana kalau lain kali kita pergi bersama untuk mencari es krim itu?”


Otsuki-kun mengusulkan dengan senyum kecut seperti bercanda. Aku tidak bisa menahan diri dan berhenti berpura-pura sedih, lalu tersenyum lebar.


“Benarkah!?”


“Eh? Ah, iya. Aku juga ingin makan es krim itu lagi.”


Yes!! Aku dapat alasan untuk kencan dengan Otsuki-kun lagi!


Rasanya aku sedikit berbohong dengan berpura-pura sedih, jadi aku merasa bersalah pada Otsuki-kun...


Tapi, ini juga bagian dari strategi cinta! Aku harus berusaha agar cinta ini berhasil!


“Kira-kira es krim itu masih dijual tidak ya?”


“Kalau kita mencari ke seluruh kota, dan kalau tidak ada, kita bisa pergi ke kota sebelah. Kalau mencari seharian, kurasa pasti akan ketemu.”


“Benar juga ya. Kalau mencari seharian pasti ketemu! Seharian...”


Bisa bersama Otsuki-kun seharian.


Bagaimana ini... Aku ingin makan es krimnya, tapi aku juga ingin terus mencari bersama Otsuki-kun tanpa menemukannya.


Uh... Cinta memang penuh penderitaan ya.


Tapi aku tidak pernah menyangka bisa membuat janji kencan dengan Otsuki-kun karena es krim rasa terbatas. Mungkin saja es krim rasa terbatas adalah benda keberuntunganku hari ini. Seharusnya aku melihat ramalan zodiak pagi tadi.


“Terima kasih, Otsuki-kun.”


“Ah tidak, aku juga ingin Tojo-san merasakan kelezatan es krim itu.”


Otsuki-kun berkata demikian sambil tersenyum lembut.


Ah, dia baik sekali. Rasanya hatiku menghangat hanya dengan melihat senyumnya.


“Aku harus berterima kasih pada Otsuki-kun. Apalagi untuk besok juga.”


Karena aku sudah banyak merepotkannya, aku juga ingin membalas kebaikannya.


“Apa ada sesuatu yang Otsuki-kun inginkan? Sesuatu yang ingin kamu lakukan atau sesuatu yang kamu inginkan?”


“Tidak perlu terlalu dipikirkan kok.”


“Tapi aku yang akan kepikiran, jadi katakan saja apa pun? Kalau permintaan Otsuki-kun, aku... akan melakukan apa pun lho?”


Otsuki-kun yang biasanya terlihat dewasa dan tidak pernah terlihat egois, kalau dia tiba-tiba memintaku melakukan ini itu...


Bagaimana ini! Hanya membayangkannya saja sudah sangat menggemaskan!


Kalau dia mengatakan hal seperti itu, aku pasti akan menuruti semua perkataannya. Aku akan melayaninya sepenuh hati!


“Kalau begitu, um... Saat ini aku tidak kepikiran apa-apa, jadi akan kupikirkan dulu ya.”


“Begitu ya... Oke. Jangan sungkan-sungkan ya?”


“Baik, aku mengerti.”


Otsuki-kun mengangguk sambil tersenyum.


Begitu ya... Tidak ada yang ingin dia minta ya...


Padahal aku punya banyak hal yang ingin kulakukan dengan Otsuki-kun, yang ingin kuminta Otsuki-kun lakukan.


Bahkan sekarang, aku ingin berjalan sambil bergandengan tangan dengan Otsuki-kun seperti waktu itu...


Aku diam-diam melirik tangannya. Saat itu aku teringat kata-kata Saki, sahabatku.


Dalam cinta, tidak hanya mendorong, tapi kadang-kadang menarik juga penting.


Saki bilang kalau aku bisa menggunakan teknik dorong-tarik ini dengan baik, Otsuki-kun akan tergila-gila padaku.


Tapi, bagaimana cara menariknya ya?


Kalau mendorong, aku bisa membayangkan cukup dengan menunjukkan sinyal “aku suka padamu”. Tapi menarik itu apa? Karena kebalikan dari mendorong, apa aku harus bersikap dingin pada Otsuki-kun? Seperti “Aku sama sekali tidak senang mencari es krim bersamamu!!” begitu?


...Hmm, sepertinya ini agak salah ya.


Menarik... Menarik Otsuki-kun... Mencoba menariknya...


Aku menatap tangan Otsuki-kun sambil memikirkan tentang “menarik”.


Mendorong dan menarik, menggoyahkan hati Otsuki-kun... Menggoyahkan? Menarik dan menggoyahkan?


Saat itu, tiba-tiba muncul bayangan di benakku. Sesuai dengan bayangan itu, aku memegang lengan Otsuki-kun dan menariknya sedikit.


“Whoa!?”


Otsuki-kun yang tiba-tiba ditarik lengannya saat sedang berjalan mengeluarkan suara terkejut, lalu berhenti dan menatapku dengan wajah bingung.


...Lho, apa yang kulakukan dengan menariknya secara fisik begini!? Bukan itu maksudnya menarik kan!?


“Tojo-san?”


“Ah, itu! Um, begini... Serangga!! Ada serangga! Ada serangga besar di kaki Otsuki-kun!”


Aku terburu-buru mencari alasan. Dia menatapku yang merentangkan kedua tangan lebar-lebar dengan ekspresi terkejut.


“Hah!? Benarkah? Aku sama sekali tidak menyadarinya.”


“I-iya. Tapi dia sangat cepat jadi mungkin sudah pergi. Mungkin itu tadi kecoak?”


Melihatku yang berusaha keras memberi alasan, Otsuki-kun berkata “Itu sih monster G, mungkin bagus aku tidak melihatnya,” dengan wajah tegang.


Sy-syukurlah... Aku berhasil mengelabui...


Tepat saat aku menghela nafas lega, tiba-tiba lengan kiri Otsuki-kun terulur dan dengan lembut menarik bahuku.


“Eh!?”


Lho!? Apa apa!? Apa yang terjadi!?


Jantungku berdegup kencang karena kejadian tiba-tiba ini. Kemudian, sebuah truk kecil melintas dengan kecepatan tinggi tepat di dekatku yang masih kebingungan dengan situasi ini.


Saat itulah aku baru sadar.


Otsuki-kun mengubah posisi berdiri untuk melindungiku dari truk.


“Te-terima kasih.”


“Tidak, maaf aku juga tidak menyadarinya.”


Setelah berkata demikian, Otsuki-kun dengan santai menuntunku agar dia berada di sisi jalan.


Ra-rasanya aku dilindungi oleh Otsuki-kun, jantungku jadi berdebar kencang...

(Tln: aku juga aku juga)


Aku berjalan pelan di sampingnya sambil menunduk agar Otsuki-kun tidak melihat wajahku yang mungkin memerah.


Padahal aku berniat mendorong dan menarik untuk menggoyahkan hati Haruto-kun, tapi malah aku yang jantungnya berdebar kencang karena perhatiannya.


Aku berulang kali menarik nafas dalam-dalam dengan pelan agar tidak disadari Otsuki-kun, berusaha menenangkan jantungku yang berdebar kencang di dalam dada.


Akhirnya kami sampai di supermarket tujuan tanpa aku bisa melakukan apa-apa, hanya berjalan dengan patuh di samping Otsuki-kun.


“Untuk lauk bekal, kita pilih tamagoyaki dan karaage ya?”


“Iya, benar.”


Otsuki-kun berkata seperti memastikan sambil mengambil keranjang yang ada di pintu masuk. Kami sudah membicarakan isi bekal sedikit di kafe setelah kencan menonton film.


Kami memilih bahan makanan yang dipajang di supermarket dengan teliti, lalu memasukkannya ke dalam keranjang.


“Oh? Tomat cherry satu bungkus 98 yen!! Bagaimana kalau untuk bekal? Warnanya akan bagus lho?”


“Fufu, iya. Kurasa bagus.”


Aku tanpa sadar tersenyum saat menjawab Otsuki-kun yang terlihat bersemangat.


Waktu membeli minyak wijen dulu juga, aku berpikir kalau Otsuki-kun selalu terlihat berseri-seri saat melihat barang murah. Ekspresi seperti itu sangat menggemaskan, membuatku berdebar-debar karena kontrasnya dengan image dewasa yang biasa dia tunjukkan.


Saat aku memikirkan hal itu, kali ini dia terlihat lesu karena harga kubis yang naik dibanding kemarin. Tapi kemudian dia menemukan daun shiso yang sedang diskon, dan wajahnya kembali berseri-seri.


Aku tanpa sadar terpana melihat ekspresinya yang berubah-ubah. Rasanya sangat menyenangkan berbelanja bersamanya.


Karena suasana hatiku membaik, aku jadi ingin sedikit menggoda Otsuki-kun.


Aku memberanikan diri untuk mendekat padanya, lalu berbicara dengan suara yang sengaja kubuat agak keras.


“Entah kenapa, berbelanja bersama di supermarket seperti ini rasanya seperti kita tinggal bersama ya.”


Saat aku berkata demikian seperti bercanda, Otsuki-kun yang tadinya serius memilih bahan makanan mengangkat wajahnya dan menatapku.


“Kalau tinggal bersama Tojo-san, aku akan berusaha keras memasak setiap hari lho.”


“Be-begitu ya? Tapi itu juga akan jadi masalah. Masakan Otsuki-kun enak, jadi aku bisa jadi gemuk karena kebanyakan makan.”


“Kalau gemuk karena menikmati masakanku, aku justru senang lho.”


Ah, dia iblis!! Otsuki-kun adalah iblis yang baik hati!!


Padahal tadi dia menunjukkan ekspresi yang sangat serius, tapi tiba-tiba tersenyum dan mengatakan hal-hal manis seperti itu, mana mungkin aku tidak berdebar-debar!


Kalau... Kalau aku benar-benar tinggal bersama Otsuki-kun, aku yakin dalam seminggu berat badanku akan mencapai rekor tertinggi sepanjang hidupku.


“Lagian, pesona Tojo-san bukan sesuatu yang bisa berkurang hanya karena bentuk tubuh.”


“—Eh!?”


O-Otsuki-kun! Otsuki-kun menakutkan!! Eh? Tadi Otsuki-kun bilang aku menarik?


Kenapa? Ada apa? Mungkinkah dia jadi terlalu bersemangat karena melihat barang murah di supermarket? Begitu? Itu maksudnya!?


Saat aku membeku mendengar kata-kata Otsuki-kun, dia juga terlihat terkejut lalu mengalihkan pandangannya dengan canggung.


“Ah, tidak, maaf. Aku sedikit kelewatan.”


“Ti-tidak. Sama sekali tidak...”


Keheningan canggung mengalir sejenak.


Bagaimana ini. Aku harus membicarakan sesuatu untuk mengubah suasana!


Saat aku memikirkan hal itu, Otsuki-kun mulai berbicara dengan ragu-ragu.


“Um, sepertinya kita sudah cukup membeli bahan untuk bekal, jadi bagaimana kalau sekarang kita lihat cemilan yang akan dibawa?”


“Ah... I-iya. Benar juga...”


Otsuki-kun kadang-kadang tiba-tiba bilang aku manis atau semacamnya ya. Dan itu selalu tiba-tiba...


Dia itu perayu alami ya. Kalau aku tidak hati-hati, jantungku bisa tidak kuat...



Waktu menunjukkan pukul enam pagi lebih.


Setelah selesai bersiap-siap, Haruto mengirim pesan pada Ayaka.


(Selamat pagi. Aku akan berangkat sekarang)


(Selamat pagi! Oke, aku tunggu ya!)



Balasan datang dengan cepat. Haruto tersenyum kecil karena hal itu lalu berjalan menuju pintu depan.


“Nenek, aku berangkat ya.”


Saat dia memanggil ke arah ruang tamu, neneknya muncul dengan tangan terlipat di belakang pinggang.


“Iya iya, hati-hati di jalan. Bersenang-senanglah.”


“Iya, aku berangkat.”


Diantar oleh neneknya, Haruto keluar dengan menggendong ransel agak besar berisi barang-barangnya.


“Sepertinya akan jadi hari yang bagus untuk bermain air.”


Meskipun baru pukul enam pagi lebih, udara di luar sudah terasa agak lembab dan panas.


Saat Haruto mendongak ke langit, dia melihat cuaca cerah seperti biasa. Pasti saat matahari mencapai puncaknya nanti, akan jadi begitu panas sampai ingin menyiramkan air dingin ke kepala.


Sambil memikirkan hal itu, Haruto berjalan menuju rumah keluarga Tojo. Lalu, tepat sebelum pukul tujuh, Haruto tiba di depan rumah mewah yang sudah familiar itu dan mengeluarkan ponselnya.


(Aku sudah sampai di depan rumah)


Meskipun belum terlalu pagi, Haruto merasa segan untuk membunyikan bel interkom sepagi ini, jadi dia mengirim pesan pada Ayaka.


Segera setelah itu, dia menerima stiker kelinci yang menunjukkan tanda OK!


Sesaat kemudian pintu terbuka, dan Ayaka sendiri muncul.


“Selamat pagi, Otsuki-kun.”


Ayaka menyapa dengan senyum malu-malu.


Mungkin karena akan membuat bekal, rambutnya yang biasanya terurai sampai pertengahan punggung kini diikat ponytail.


“...Selamat pagi.”


Haruto sedikit terpana melihat gaya rambut yang berbeda dari biasanya, lalu menjawab setelah jeda sejenak.


Ayaka berkata “Masuklah” sambil membuka pintu lebar-lebar, mempersilakan Haruto masuk ke dalam rumah. Sepertinya anggota keluarga yang lain belum bangun, karena rumah terasa sepi.


“Papa dan Mama sepertinya akan bangun sebentar lagi. Kalau Ryouta mungkin masih lama.”


Ayaka berkata sambil berjalan menuju dapur.


Meskipun bagi kebanyakan pegawai biasa ini mungkin sudah waktunya bersiap-siap berangkat kerja, sepertinya karena pasangan Tojo adalah pengusaha, kadang mereka berangkat kerja agak siang. Sebaliknya, katanya ada juga hari di mana mereka berangkat saat masih gelap.


“Kalau begitu, sekalian membuat bekal, aku akan buatkan sarapan untuk semuanya juga ya.”



“Eh? Jangan jangan! Otsuki-kun hari ini tidak kerja paruh waktu kan, jadi tidak perlu sampai seperti itu lho?”

Ayaka menggelengkan kedua tangannya menanggapi usulan Haruto.

Menanggapi itu, Haruto berkata dengan wajah tersenyum.

“Sebenarnya aku berpikir mungkin akan sulit membuat sarapan sambil membuat bekal, jadi kemarin aku sudah sedikit mempersiapkannya.”

“Lho? Begitu ya? Kalau begitu... Boleh aku minta tolong. Papa dan Mama pasti akan sangat senang kalau sarapan buatan Otsuki-kun.”

“Baiklah. Akan aku buat dengan cepat.”

Setelah berkata demikian, Haruto mengeluarkan roti Perancis yang sudah direndam dalam campuran telur sejak kemarin dari kulkas, lalu mulai memasaknya di penggorengan.

“Wah! French toast!”

Ayaka tersenyum cerah mencium aroma manis telur dan gula.

“Tojo-san juga belum sarapan kan?”

“Iya. Kalau Otsuki-kun? Jangan-jangan sudah makan? Kalau belum, mau sarapan bersama?”

“Bolehkah? Kalau begitu dengan senang hati aku akan ikut sarapan bersama.”

“Iya!”

Haruto ikut tersenyum melihat Ayaka yang mengangguk dengan gembira.

Selanjutnya dia mengeluarkan ham ayam yang sudah dimasak dan didinginkan kemarin dari kulkas, mengirisnya tipis lalu menatanya di piring.

“Apa ada yang bisa kubantu?”

“Ah, kalau begitu bisa tolong potong tomat dan selada, lalu tata di sebelah ham ayam?”

“Oke.”

Haruto mengambil yogurt dari kulkas sekaligus mengambil tomat dan selada untuk diberikan pada Ayaka.

Mereka berdua berdiri berdampingan di dapur, Ayaka memotong sayuran dan menatanya, sementara Haruto menambahkan gula ke yogurt dan membuat saus untuk ham ayam.

“Setelah selesai memotong sayuran, bisakah tolong rebus ini di panci?”

Sambil berkata demikian, Haruto memberikan tiga jenis rempah-rempah – kayu manis, cengkeh, dan kapulaga – kepada Ayaka.

“Hm? Mau buat apa?”

“Aku berencana membuat chai.”

“Hee~ Ternyata chai bisa dibuat di rumah ya.”

“Karena ada rempah-rempahnya, dan kebetulan teh hitam Assam juga cocok.”

“Ah, karena Mama sering minum milk tea, teh hitam di rumah kami Assam bukan Darjeeling ya.”

“Oh begitu.”

Sambil mengobrol seperti itu, mereka berdua memasak berdampingan di dapur. Lalu Shuuichi yang baru bangun dan datang ke ruang tamu menjadi bersemangat melihat Haruto di dapur.

“Oh! Selamat pagi Otsuki-kun!”

“Selamat pagi, Shuuichi-san. Sarapan akan siap sebentar lagi, mohon tunggu sebentar.”

“Apa! Kamu membuatkan sarapan!? Padahal hari ini bukan hari kerja paruh waktumu, maaf ya.”

“Tidak apa-apa, ini bukan hal yang merepotkan kok.”

“Bisa bilang begitu saja sudah luar biasa.”

Shuiichi berkata dengan kagum sambil duduk di meja makan. Lalu dia tersenyum pada putrinya yang berdiri di samping Haruto.

“Selamat pagi Ayaka.”

“Selamat pagi Papa.”

“Hmm. Waktu kamu membuat oden dingin tempo hari juga aku berpikir begini, tapi kalian berdua berdiri berdampingan di dapur benar-benar terlihat seperti pasangan pengantin baru ya.”

“Ah!! Papa selalu saja bicara yang aneh-aneh!!”

Ayaka memprotes ayahnya yang terlihat senang. Saat itu, Ikue juga masuk ke ruang tamu.

“Ara? Sepertinya ada bau enak?”

“Selamat pagi Ikue-san. Sarapan sudah siap, silakan dinikmati.”

Sambil berkata demikian, Haruto mulai menata makanan yang sudah jadi di meja makan.

“Wah! Kamu membuatkan sarapan? Terima kasih banyak! Padahal hari ini bukan hari kerja paruh waktumu, maaf ya.”

Haruto tersenyum kecut karena semua anggota keluarga Tojo mengatakan hal yang sama.

“Karena nanti aku akan menggunakan dapur untuk membuat bekal.”

“Ara ara, kamu tidak perlu memikirkan hal seperti itu.”

Sambil berkata demikian, Ikue duduk di meja makan dan wajahnya berseri-seri melihat makanan yang ditata.

“Wah! Sarapan yang terlihat lezat dan cantik ya. Iya kan, sayang?”

“Benar. Kalau pagi-pagi sudah makan masakan Otsuki-kun, sepertinya efisiensi kerja hari ini akan meningkat.”

Menu sarapan yang dibuat Haruto hari ini adalah French toast dan ham ayam dengan saus yogurt. Ditambah salad sayuran segar.

“Untuk minuman, apa yang kalian inginkan? Aku sudah mencoba membuat chai, tapi apakah lebih suka kopi?”

"Ara, kalau begitu sekalian saja aku akan minta chai. Kamu bagaimana? Kopi?"

"Tidak, aku juga akan minum chai."

Pasangan Tojo memilih chai bersama-sama.
Haruto bertanya kepada Ayaka yang ada di sebelahnya.

"Ayaka-san mau minum apa?"

"Aku juga ingin chai. Dari tadi aromanya sudah enak."

Seperti yang dia katakan, di dapur tercium aroma French toast yang baru saja dipanggang, ditambah aroma rempah-rempah chai yang sedang dipanaskan, serta aroma teh hitam yang elegan.

"Baiklah."

Haruto menambahkan susu ke dalam chai yang sudah berwarna bagus, lalu menuangkannya ke dalam gelas sambil menyaring rempah-rempah dan daun teh dengan saringan teh.

"Silakan, maaf membuat menunggu."

"Hmm~ aromanya enak ya."

"Pagi-pagi begini sudah mewah nih."

Pasangan Tojo menampakkan ekspresi puas. Lalu Ayaka berkata.

"Untuk sarapan, tidak apa-apa kan kalau Otsuki-kun juga ikut makan bersama?"

"Tentu saja!"

"Ayo, mari makan bersama."

Shuuichi dan Ikue dengan senang hati menyetujui Haruto untuk ikut sarapan bersama.

Dia berkata "Maaf mengganggu,” sambil menyiapkan sarapan untuk Ayaka dan dirinya sendiri di meja makan.

Setelah semua orang duduk, Shuuichi mengatupkan tangannya.

"Baiklah, itadakimasu."

Diikuti oleh yang lainnya yang juga mengatupkan tangan dan mengucapkan "Itadakimasu".

"Hmm, French toast ini luar biasa enak. Bagian luarnya renyah, tapi bagian dalamnya lembut dan rasanya meresap dengan baik."

"Ham ayamnya juga lembap dan enak sekali. Rasa asam dan manis yogurtnya juga pas, hei Otsuki-kun, lain kali bisa ajari aku resepnya?"

"Ya, karena sederhana silakan coba membuatnya."

Shuuichi dan Ikue memuji sarapannya, membuat Haruto yang membuatnya tersenyum senang. Di sebelahnya, Ayaka meneguk chai sekali dan menghembuskan nafas "Hoo".

"Enak..."

Setelah bergumam satu kata, dia meneguk chai lagi.

"Yah, kalau begini rasanya Otsuki-kun seperti sudah menjadi anggota keluarga kita ya."

Shuuichi berkata demikian dengan ekspresi gembira.

"Benar juga ya."

Setelah menyetujui perkataan Shuuichi, Ikue tersenyum kepada Haruto.

"Bagaimana kalau sekalian saja menjadi keluarga sungguhan? Otsuki-kun?"

Mendengar perkataan Ikue, wajah Ayaka memerah dan membantah.

"Mama! Hentikan! Kenapa tiba-tiba aku dan Otsuki-kun harus menikah sih!!"

"Ara? Tanpa menikah dengan Ayaka pun, Otsuki-kun bisa menjadi keluarga kita lho? Misalnya menjadi anak angkat."

"Anak... Angkat..."

Putrinya yang membeku sambil bergumam pelan, dibalas ibunya dengan senyuman.

"Tapi kalau Ayaka bisa memenangkan hati Otsuki-kun, kami akan sangat menyambutnya. Iya kan, sayang?"

"Benar sekali. Saat itu tiba, kami akan dengan senang hati menyambut Otsuki-kun sebagai menantu! Hahahahaha!"

Melihat pasangan Tojo yang asyik bercakap-cakap, Haruto tersenyum kecut sementara Ayaka wajahnya memerah.

"Aduh! Biasanya orang tidak akan membicarakan hal seperti itu di depan orangnya langsung kan!"

Protes putri mereka yang sangat keras pun hanya diabaikan begitu saja oleh kedua orang tuanya yang terus makan sarapan dengan gembira.

Setelah sarapan yang ramai itu selesai, pasangan Tojo berangkat kerja.

Di dapur yang kembali hanya berdua, sambil mencuci peralatan makan sarapan, Ayaka meminta maaf kepada Haruto.

"Maaf ya. Papa dan Mama selalu saja mengatakan hal-hal aneh."

"Ahaha, yah dibanding dibenci, aku lebih suka situasi seperti ini kok."

Haruto berkata demikian sambil membuat tamagoyaki.

"Memang sih... Tapi Papa dan Mama benar-benar menyukai Otsuki-kun."

"Aku sangat berterima kasih untuk itu. Sungguh."

Haruto menjawab sambil dengan terampil membalik telur. Melihatnya, wajah Ayaka sedikit memerah dan berkata dengan suara kecil.

"Kalau kita biarkan mereka berdua terus seperti ini, bisa-bisa kita benar-benar dinikahkan lho... Eh, bercanda!"

Ayaka mengucapkan kalimat terakhir dengan suara yang sangat ceria, seolah-olah untuk menutupi perkataannya sebelumnya. Menanggapi itu, Haruto bergumam seperti berbicara pada diri sendiri sambil sedikit mengarahkan pandangannya ke atas.

"Kalau mengundang nenek ke upacara pernikahan, pasti dia akan sangat senang ya..."

"Eh!? Ne-nenek?"

Mendengar perkataan Haruto yang bisa dianggap positif itu, Ayaka tanpa sadar menjadi gugup.

Melihat reaksi Ayaka, Haruto tersadar dan tersenyum kecut. "Yah, pernikahan masih jauh sekali bagi kita dan sulit dibayangkan sih."

"I-iya ya! Kita kan masih anak SMA!"

Ayaka menjawab sambil mengangguk berkali-kali menanggapi perkataan Haruto.

Namun, dia terlihat masih kepikiran dengan perkataan Haruto sebelumnya, wajahnya memerah. Sambil sesekali mencuri pandang ke arah Haruto di sebelahnya, dia terus membuat lauk untuk bekal.

Setelah itu, Haruto dan Ayaka melanjutkan membuat bekal sambil mengobrol ringan.

Ketika sebagian besar lauk sudah selesai dibuat, Ryouta datang ke ruang tamu sambil mengucek matanya dengan mengantuk.

"Selamat pagi Ryouta-kun."

"...Lho? Onii-chan...?"

Ryouta memandang Haruto yang berdiri di dapur dengan tatapan bingung.

"Hei Ryouta, jangan bengong begitu, cepat sarapan dan bersiap-siap untuk pergi."

Ryouta yang masih setengah bermimpi. Namun, mendengar kata-kata kakaknya itu, dia langsung tersadar.

"Kebun binatang!"

"Iya. Makanya cepat bersiap-siap kalau tidak mau terlambat."

"Iya!"

Ryouta mengangguk dengan semangat, lalu segera duduk di meja makan dan mulai makan sarapan yang sudah disiapkan.

"Manis dan enak!"

Ryouta berkata sambil mengunyah French toast.

Haruto tersenyum melihat Ryouta yang dengan bersemangat menghabiskan sarapannya. Di sebelahnya, Ayaka memberitahu dengan suara pelan.

"Kemarin Ryouta terus-terusan berkata 'Ke kebun binatang dengan Onii-chan!' dan tidak bisa tidur semalaman."

"Ah, pantas saja dia bangun dengan tampang mengantuk begitu ya."

"Sepertinya dia sangat menantikan pergi ke Taman Hutan Binatang dengan Otsuki-kun."

"Fufu, aku merasa terhormat."

Tanpa menyadari bahwa dirinya sedang dibicarakan, Ryouta terus makan sarapan buatan Haruto dengan lahap.

Setelah Ryouta selesai makan, mereka memasukkan bekal yang sudah dibuat ke dalam tas pendingin, dan memasukkan tikar piknik serta baju ganti ke dalam ransel.

"Ah, Tojo-san. Aku membawa ransel yang agak besar, jadi bekal dan baju ganti Ryouta-kun bisa masuk di sini."

"Oke, aku mengerti. Kalau begitu tikar pikniknya aku masukkan ke ranselku ya."

"Ya, tolong ya."

Haruto dan Ayaka berbagi tugas menyiapkan barang-barang yang akan dibawa.

Di Taman Hutan Binatang ada area rumput, area interaksi dengan hewan, dan juga area bermain air, jadi baju ganti sangat diperlukan.

"Baiklah! Sudah siap semua kan?"

"Sepertinya tidak ada yang tertinggal."

Sementara mereka berdua melakukan pengecekan terakhir barang bawaan, Ryouta terlihat tidak sabar dan gelisah.

"Onii-chan, Onee-chan! Ayo cepat pergi!"

"Iya iya, aku mengerti. Hmm, sepertinya barang bawaannya sudah oke. Kalau begitu, ayo kita berangkat."

Ayaka menenangkan adiknya sekenanya sambil menyelesaikan pengecekan barang dan memanggil Haruto.

"Baiklah. Ryouta-kun, ayo kita pergi."

"Iya!!"

Begitu Haruto memanggil Ryouta, dia langsung berlari ke pintu depan seperti anak panah yang dilepaskan.

"Hei Ryouta, tenanglah sedikit."

Ayaka menegur sambil tersenyum kecut, tapi sepertinya tidak terdengar oleh Ryouta.

Ryouta dengan cepat mengganti sepatunya dan langsung berlari keluar dengan penuh semangat.

"Dasar Ryouta itu."

Mengikuti adik yang bersemangat itu, Haruto dan Ayaka juga keluar.

Di luar, dibandingkan saat Haruto datang, suhu udara sudah naik satu tingkat lagi, dan Haruto menyipitkan matanya karena sinar matahari yang menyengat dari atas kepala.

"Ryouta, sini pakai topimu."

Ayaka memanggil Ryouta yang berlarian dengan penuh semangat tanpa terpengaruh udara yang lembap dan panas.

Melihat interaksi kakak beradik Tojo itu, Haruto tersenyum lembut.

Haruto dan yang lainnya berangkat dari rumah keluarga Tojo dan berjalan menuju stasiun terdekat. Taman Hutan Binatang yang mereka tuju berada di pinggiran kota, setelah naik kereta mereka akan naik bus shuttle gratis.

Karena sedang masa liburan musim panas, bus shuttle penuh dengan keluarga dan pasangan. Setelah tiba di tujuan, rombongan mereka langsung menuju loket pintu masuk.

"Dua dewasa dan satu anak-anak, tolong."

"Baik, dua dewasa dan satu anak-anak jadi 2000 yen ya."

Di balik loket, seorang bibi melayani dengan ramah dan senyum yang hangat.

Haruto menyerahkan uang melalui celah di bawah loket.

“Baik, pas 2000 yen ya. Ini tiketnya.”

“Terima kasih banyak.”

Haruto memberikan tiket yang diterimanya kepada Ayaka dan Ryouta. Kemudian Ryouta membungkuk berterima kasih kepada bibi di loket.

“Terima kasih banyak!”

“Wah, anak yang sopan ya.”

Bibi yang mendapat ucapan terima kasih itu berkata dengan senang, lalu sedikit mencondongkan tubuhnya dari loket dan tersenyum kepada Ryouta.

“Nak, karena hari ini ramai, jangan lupa bergandengan tangan dengan ayah dan ibumu agar tidak terpisah ya.”

“Ah!”

Mendengar perkataan bibi di loket, Ayaka bereaksi kaget dan melirik sekilas ke arah Haruto.

“Bibi salah! Onii-chan dan Onee-chan ini bukan ayah dan ibuku!”

“Oh! Maaf ya, saya salah paham. Benar juga ya~ kalian berdua masih sangat muda.”

Bibi di loket membungkukkan kepala kepada Haruto dan Ayaka dengan ekspresi menyesal.

“Tidak apa-apa, kok.”

Menanggapi itu, Haruto tersenyum kecut, sementara Ayaka menunduk dengan pipi yang sedikit memerah.

Kemudian, Ryouta mendekati loket untuk menjelaskan kesalahpahaman bibi tersebut.

“Begini, Onee-chan ini memang kakak kandungku, tapi Onii-chan ini belum jadi kakak kandungku. Jadi, Onii-chan ini... umm...”

Di sini Ryouta kesulitan menjelaskan.

Bagi Ryouta yang masih TK, sulit untuk memahami sepenuhnya bahwa Haruto datang ke rumah sebagai pekerja paruh waktu untuk membantu pekerjaan rumah, dan hubungan antara Ayaka dan Haruto.

Jadi, dia menjelaskan sebatas pemahamannya.

“Onii-chan ini adalah pacar Onee-chan! Dan kalau Onii-chan dan Onee-chan menikah, Onii-chan juga akan jadi kakak kandungku!!”

“He-hei!! Jangan bicara yang aneh-aneh!!”

Ryouta berusaha keras menjelaskan kepada bibi di loket.

Mendengar penjelasan adiknya, wajah Ayaka memerah dan dia buru-buru menghentikannya.

“A-ayo! Kita harus cepat pergi, nanti mengganggu orang di belakang!”

Ayaka mengangkat Ryouta dari belakang dan bergegas menjauh dari loket. Saat itu, dia mendengar bibi berkata “Masa muda tuh enak ya~” yang membuat wajahnya semakin memerah.

Setelah menurunkan Ryouta di tempat yang agak jauh dari keramaian, Ayaka segera menegur adiknya.

“Dengar Ryouta? Otsuki-kun bukan pacarku! Dan jangan bicara tentang pernikahan atau hal-hal seperti itu kepada orang lain! Mengerti?”

“Eh~ tapi bukannya orang menikah dengan orang yang disukainya?”

“I-iya sih, tapi...”

“Kalau begitu, Onee-chan tidak akan menikah dengan Onii-chan?”

“Ke-kenapa jadi begitu?!”

“Habisnya kakak suka Onii-chan ka—“

“Dengar Ryouta! Pernikahan itu bukan hal yang sesederhana itu!”

Ryouta hendak mengatakan sesuatu dengan tatapan polos, namun Ayaka memotongnya dengan nada malu-malu dan sedikit meninggi.

Ryouta sepertinya belum sepenuhnya memahami perkataan kakaknya, dan dia menoleh ke arah Haruto di sebelahnya.

“Onii-chan tidak mau menikah dengan Onee-chan?”

Setelah berpikir sejenak mendengar pertanyaan Ryouta, Haruto perlahan menjawab.

“...Yah. Kalau bisa menikah... Mungkin aku mau?”

“Eh?!”

Mendengar jawaban yang tak terduga itu, Ayaka tanpa sadar bersuara.

Haruto berjongkok untuk menyamakan pandangannya dengan Ryouta, lalu tersenyum dan mulai berbicara.

“Tapi Ryouta-kun, pernikahan itu tidak semudah yang kamu pikir lho?”

“Begitu ya?”

“Iya. Menikah itu artinya menjadi keluarga.”

“Aku mau jadi keluarga Onii-chan!”

Mendengar jawaban cepat Ryouta, Haruto tersenyum senang dan mengelus kepala Ryouta.

“Terima kasih Ryouta-kun, aku sangat senang.”

“Hei hei, Onii-chan suka Onee-chan kan?”

“Eh, ah... iya, aku suka.”

Di hadapan Ryouta, Haruto tidak punya pilihan lain dan menjawab dengan sedikit terbata-bata. Mendengar itu, Ayaka mengalihkan pandangannya dari Haruto dan menunduk.

“Kalau begitu kalian akan menikah kan?”

“Pernikahan itu tidak cukup hanya dengan suka saja lho.”

“Kenapa?”

Haruto dengan lembut menjelaskan kepada Ryouta yang memiringkan kepalanya kebingungan.

“Ryouta-kun dan Onee-chan adalah keluarga kan?”

“Iya.”

“Kamu suka Onee-chan?”

“Iya, aku suka.”

“Tapi kadang-kadang bertengkar juga kan?”

“...Kadang-kadang iya.”

“Saat itu, bagaimana perasaan Ryouta-kun terhadap Onee-chan?”

Mendengar pertanyaan Haruto itu, Ryouta berpikir sejenak “Hmm...”

“Sedikit... Jadi tidak suka...”

Ryouta menjawab dengan ragu-ragu sambil melirik ke arah kakaknya, dan Haruto tersenyum lembut kepadanya.

“Kalau bertengkar memang jadi begitu ya. Tapi tidak terus-menerus tidak suka kan?”

“Iya.”

“Nah, itulah yang disebut keluarga.”

“...?”

Ryouta kembali memiringkan kepalanya.

Haruto mengelus kepala Ryouta sambil berkata.

“Orang yang tetap bersama meskipun kadang tidak suka. Orang yang selalu ada di sisi kita kapan pun. Itulah keluarga. Dan itu tidak bisa dicapai hanya dengan ‘suka’ saja.”

“Suka saja tidak cukup?”

“Benar, bukan hanya suka... Tapi harus cinta.”

Haruto berkata dengan jelas meski sedikit malu-malu, dan Ryouta menatapnya dengan pandangan polos.

“Jadi, Onii-chan tidak mencintai Onee-chan?”

“Butuh waktu bagi seseorang untuk mencintai orang lain. Aku masih butuh banyak waktu untuk bisa mencintai Onee-chanmu. Sebaliknya, jika Omee-chanmu mencintaiku, waktunya juga belum cukup.”

“Hmm, begitu ya.”

Ryouta akhirnya tampak mengerti dengan penjelasan Haruto, dan dia tersenyum lebar sambil melihat ke arah kakaknya.


"Onee-chan! Semoga kamu bisa segera saling mencintai dengan Onii-chan ya!!"

Adik laki-laki yang berkata dengan polos itu membuat sang kakak perempuan memerah sampai ke telinga, menjawab dengan suara yang hampir tak terdengar.

"I-iya..."

Meski Ayaka mengangguk canggung mendengar kata-kata Ryouta yang murni dan polos, tubuhnya gemetar kecil karena malu.


Haruto tidak menyangka akan membicarakan tentang cinta begitu tiba di Taman Hutan Binatang.

Dia teringat kata-katanya sendiri sebelumnya dan merasa malu dalam hati. Di benaknya, kata-kata "Cinta diperlukan untuk menikah" yang terdengar sok terus berputar-putar.

Haruto berusaha terlihat tenang di luar, tapi di dalam hatinya dia menggeliat-geliat karena sangat malu.

Meski untuk meyakinkan Ryouta, bagi siswa SMA di tengah masa puber, berbicara tentang cinta memberikan dampak mental yang cukup besar. Ditambah lagi, itu didengar oleh teman sekelas perempuannya sebagai bonus.

Haruto bertanya-tanya apa yang dipikirkan Ayaka tentang kata-katanya barusan.

Dia melirik gadis yang berjalan tepat di sebelahnya.

Sepintas, dia tidak terlihat tidak nyaman. Sebaliknya, sejak tadi dia terus tersenyum dan terlihat menikmatinya.

Meski tidak tahu isi hatinya, setidaknya di permukaan Ayaka tampak tidak memikirkan apa-apa secara khusus.

Haruto merasa lega akan hal itu.

Lalu, Ayaka yang memasang ekspresi sedikit nakal berkata pada Haruto sambil tersenyum,

"Otsuki-kun, kamu ingin... menikah denganku ya."

"Ah, bukan, itu... Itu untuk meyakinkan Ryouta-kun..."

Meski tahu Ayaka hanya bercanda, Haruto tetap tergagap.

Melihat reaksinya, Ayaka tertawa gembira.

"Fufu, ya. Aku tahu kok."

Katanya, lalu kembali tersenyum nakal.

Meski pipinya sedikit memerah malu, dia tertawa riang. Haruto dengan tulus menganggapnya manis.

Hari ini pun Ayaka tetap tampil sebagai gadis cantik, menarik perhatian orang-orang yang lewat.

Berbeda dengan pakaian femininnya saat kencan nonton film sebelumnya, kali ini dia mengenakan jeans dan kaus yang mengutamakan kenyamanan bergerak. Pakaian itu pun sangat cocok untuknya, sampai-sampai Haruto berpikir mungkin tidak ada style fashion yang tidak cocok untuknya.

Haruto tersenyum kecut sambil mengalihkan pandangannya sedikit dari Ayaka yang manis mengalahkan sinar mentari musim panas itu.

"Yah, aku tidak sebanding dengan Tojo-san sih."

Naruto berkata sedikit bercanda untuk mengalihkan rasa malunya karena telah berbicara tentang cinta.

Namun, reaksi Ayaka lebih kuat dari yang dia duga.

"Tidak begitu kok! Otsuki-kun bisa bersih-bersih dan memasak enak! Selain itu, kamu baik hati dan perhatian, kamu cukup menarik sampai aku berpikir ingin menjadikanmu suami!!"

"...Um... Terima kasih."

Haruto berterima kasih dengan canggung pada Ayaka yang tiba-tiba bicara dengan bersemangat.

Lalu, dengan wajah merah padam dan pandangan yang dialihkan, Ayaka berkata terbata-bata.

"Umm... Yang kubilang ingin menjadikanmu suami itu, bukan berarti aku... Maksudku, itu pandangan umum atau analisis objektif dari sudut pandang wanita tentang Otsuki-kun..."
Suara Ayaka semakin mengecil.

Haruto tersenyum lembut padanya.

"Terima kasih. Mendengar Tojo-san berkata begitu membuatku jadi percaya diri."

"Ya... uu..."

Mendengar kata-kata Haruto, wajah Ayaka semakin memerah dan dia menunduk.

Melihat keadaan kakaknya, Ryouta yang khawatir mengintip wajahnya dari bawah.

"Onee-chan tidak apa-apa? Wajahmu merah lho? Nih, botol minum."

Ryouta menyodorkan botol minum dengan kedua tangannya.

"A-ah, terima kasih..."

Ayaka menerima botol minum dari adiknya dan meminumnya dengan cepat.

"Hari ini memang panas ya. Nanti kita beli minuman lagi saja."

Haruto berkata sambil memandang interaksi manis kakak beradik Tojo. Mendengar usulnya, Ayaka menjawab malu-malu, "I-iya..."

Sambil berbincang seperti itu, Haruto dan yang lain menuju area interaksi dengan hewan terlebih dahulu.

"Onii-chan lihat! Ada kelinci!"

Mata Ryouta berbinar melihat kelinci-kelinci yang melompat-lompat di dalam pagar kawat. Di sebelahnya, Ayaka juga bermata berbinar sambil memegang makanan kelinci. "Ah! Dia mendekat! Wah! Yang putih ini lucu sekali!"

"Memang lembut dan menenangkan ya."

Ayaka tersenyum lembut sambil mengelus punggung kelinci putih yang sedang memakan makanan dari tangannya.

Gadis cantik dan hewan kecil. Melihat kombinasi terkuat itu, Haruto mengangguk besar dan menjawab.

"Onii-chan! Lihat ini! Hidungnya terus bergerak-gerak!"

Mengalihkan pandangan, di sana ada Ryouta yang dikelilingi beberapa kelinci yang meminta makanan.

Anak polos dan hewan kecil. Pemandangan itu juga membuat hati terasa hangat dan berharga.

"Nih Ryouta-kun. Mereka mau makanan, kasih ini ya."

Haruto memberikan makanan yang dia pegang kepada Ryouta.

"Lihat lihat Otsuki-kun! Anak ini mengikutiku! Lucunya~! Aku ingin membawanya pulang!"

Kelinci putih yang tadi dielus Ayaka mengikuti di belakangnya sambil melompat-lompat. Melihat itu, dia meleleh dan kembali jongkok untuk memberi makan sambil mengelus punggung kelinci putih itu.

Kelinci putih itu tipe yang pandai bergaul ya.

Meski berpikir begitu, Haruto benar-benar merasa tenang melihat kakak beradik Tojo bermain dengan kelinci-kelinci itu.

Di area interaksi hewan, selain kelinci juga ada kuda poni, babi mini, ayam, marmut, dan kambing yang bisa disentuh.

Di area marmut, Ayaka memeluk marmut berbulu putih dan coklat sampai meleleh, sedangkan di area ayam, Ryouta dikejar-kejar ayam jantan sampai hampir menangis.

Setelah puas berinteraksi dengan hewan-hewan, Haruto merasa sangat puas.

"Kita sudah melihat-lihat cukup banyak ya."

Kata Ayaka sambil memberi wortel pada kuda poni di balik pagar.

"Iya ya. Ryouta-kun senang tidak?"

"Iya, menyenangkan."

Meski menjawab begitu pada Haruto, Ryouta terus melirik waspada pada ayam jantan yang mondar-mandir di dekat sana.

Ketika ayam jantan itu berkokok "Kukuruyuuuk!!", Ryouta langsung bersembunyi di belakang Haruto.

"Selanjutnya kita ke area rumput untuk bermain yuk."

"Iya, boleh." Kata Haruto sambil mengelus kepala Ryouta yang memegangi ujung celananya.

Ayaka mengangguk setuju, lalu mengambil brosur dari tas ranselnya setelah selesai memberi makan kuda poni.

"Hmm, ini area interaksi, jadi area rumputnya..."

Dia memeriksa arah tujuan sambil melihat peta.

Tiba-tiba, seekor kambing mendekatinya sambil mengembek "Mbeee~", mengira brosur itu makanan.

"Aduh, ini bukan makanan lho."

Ayaka buru-buru membalikkan badan menghadap kambing itu.

"Setelah bermain di area rumput, kita makan bekal di sana saja ya."

"Iya. Katanya di area rumput juga ada peminjaman bola dan lainnya lho."

"Ada peminjaman raket dan kok badminton juga ya. Banyak pilihan ya."

Haruto ikut mengintip brosur yang dibuka Ayaka.

"Ya kan. Selanjutnya Ryouta juga mau ke area rumput?"

"Iya! Ayo cepat pergi!"

Sepertinya perhatian Ryouta sudah beralih ke permainan di area rumput, dia dengan pelan menarik tangan Haruto dan Ayaka.

"Iya iya, aku mengerti."

Ayaka tersenyum kecut sambil melipat brosur yang tadi dibukanya.

Lalu terdengar lagi suara "Mbee~" dari belakang Ayaka. Haruto mengalihkan pandangan ke arah suara itu dan melihat seekor kambing sedang memakan ujung kaus Ayaka dengan lahapnya.

"Ah! Tojo-san! Bajumu dimakan!"

"Eh? Ah!"

Mendengar kata-kata Haruto, Ayaka juga menoleh ke belakang dan menyadari bajunya sedang dimakan kambing.

"Ba-bagaimana ini."

Ayaka menarik bajunya pelan, tapi kambing itu sama sekali tidak berniat melepaskannya dan terus mengunyah ujung kaus Ayaka.

Ryouta mendekati kambing itu untuk membantu kakaknya.

"Hei! Baju Onee-chan bukan makanan!"

Sambil berkata begitu, Ryouta menarik kuat-kuat baju di mulut kambing.

Kambing yang merasa terganggu oleh Ryouta itu memalingkan wajahnya dengan keras sambil tetap menggigit kaus Ayaka.

“Kyaa!”

Dia ditarik kuat hingga pakaiannya tertarik, membuat keseimbangannya hilang dan tubuhnya jatuh ke arah Haruto.

“Otto (eits)... Kamu baik-baik saja?”

Haruto dengan cepat mengulurkan tangannya kepada Ayaka yang hampir jatuh.

“U-um... Aku baik-baik saja...”

Ayaka terkejut, matanya terbuka lebar, dan dia menatap Haruto dengan cemas, lalu membalas tatapannya.

Dua orang itu terjebak dalam situasi serupa seperti saat dulu ketika mereka berada di jarak dekat karena sepeda roda satu. Mereka terkejut oleh kejadian mendadak ini dan tetap diam dalam keadaan saling berdekatan untuk beberapa saat. Sementara itu, kambing yang tampaknya sudah puas, bersuara “Mbee~” dan pergi.

“Onee-chan, bajumu jadi basah kuyup.”

“...Eh? Ah, a-ya... Iya, benar.”

Mendengar Ryouta, Ayaka tersadar dan buru-buru menjauh dari Haruto yang tadinya dipeluknya.

“Sepertinya kamu harus ganti baju.”

Haruto berkata demikian dengan sedikit canggung sambil melirik ujung baju Ayaka.

Bagian yang digigit kambing dipenuhi air liur dan menjadi kusut serta berkerut.

“Kalau tidak salah, ada ruang ganti dekat area rumput, jadi sekalian kita ganti baju saja?”

“Um, sepertinya memang harus begitu.”

Karena mereka memang berencana bermain air, Ayaka membawa baju ganti.

Setelah memandangi ujung pakaiannya yang dimakan kambing, Ayaka melihat Haruto dengan sedikit memandang ke atas.

“Ah... Terima kasih. Anu... untuk menangkapku...”

“Eh, ya, tidak masalah... Syukurlah kamu tidak terluka.”

“…Um.”

Ryouta berjalan dengan semangat menuju area rumput. Di belakangnya, Haruto dan Ayaka berjalan sambil diliputi rasa malu dan canggung, saling mencuri pandang satu sama lain, tetapi tetap berpaling, menuju area rumput.














Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !