Nee, Mou Isso Tsukiacchau? Osananajimi Chap 7 V2

Ndrii
0

Chapter 7

Kamar Perempuan dan Kamar Laki-laki




Emas bagi iblis, es krim bagi kotatsu, camilan bagi permainan tengah malam, dan untukku—kasur empuk bagi Kurumi Toiro. Setiap hal di depan disebut 'terbaik' justru karena adanya hal di belakang. Begitu juga dengan obrolan cinta di malam perjalanan. Harusnya sudah tahu itu adalah suatu kewajaran...


"Jadi, gimana nih, Toiron? Kamu sama Mazono-chi sebenarnya gimana, hayo? Jujur aja, jangan ditutup-tutupi!"


Mayu-chan, yang sedang berlutut di sebelahku di atas futon, menyorotkan lampu senter dari ponselnya ke arahku seperti adegan interogasi di drama. Silau! Kami bertiga sempat berendam di pemandian utama, lalu Mayu-chan mengusulkan untuk mengadakan sesi obrolan di kamar. Karena rasanya agak kurang enak kalau terus-menerus bersama Masaichi selama liburan ini, aku memutuskan untuk bergabung dan menikmati momen bersama Urara-chan dan Mayu-chan.


Ketika mengganti baju dengan jaket olahraga dan berjalan di koridor, aku bertemu Masaichi dan Sarugaya-kun yang baru saja selesai mandi. Saat aku memberi tahu bahwa aku akan ke kamar cewek, Sarugaya-kun langsung berkata, "Kalau gitu, Masaichi di kamarku ya," jadi kurasa sekarang mereka berdua sedang asyik sendiri di sana. Sementara itu, aku malah kena serangan tanya-jawab dari Mayu-chan begitu masuk kamar.

Sial, ini jebakan!


“A-anu... Mayu-chan sendiri? Ada seseorang yang kamu suka?”


Aku berusaha mempertahankan diriku sambil menahan lampu ponsel yang ditujukan ke wajahku, mencoba menggali balik perasaan Mayu-chan.


“Eh, aku? Ahahaha, nggak ada, nggak ada!”


Mayu-chan menunjukkan ekspresi terkejut, lalu mengibas-ngibaskan tangan di depan dagunya.


“Mayuko memang nggak pernah cerita soal cinta, ya,” Urara-chan membantuku, berusaha mengalihkan pembicaraan ke kisah cinta Mayu-chan.


“Soalnya, aku belum pernah benar-benar suka seseorang, dan nggak pernah juga ada yang suka padaku. Mana mungkin ada yang tertarik sama anak kecil berisik kayak aku?”


“Eh, kamu sendiri yang bilang gitu? Aku rasa nggak begitu kok. Penampilanmu nggak jelek, lho.”



Uraru-chan tersenyum kecut, dan aku hampir ikut tertawa. Namun, pada saat itu juga, tatapan matanya yang tajam beralih padaku.


"Karena aku tidak punya kisah cinta sendiri, aku harus menikmati kisah cinta orang lain sepuasnya! Ayo, Toiro!"


Aku langsung berpaling. Wah, balik lagi!


"Oh, itu mata yang menyimpan sesuatu, ya. Ngaku, ngaku aja!"


Meskipun dia berkata begitu, sebenarnya tidak ada lagi yang bisa kuungkapkan. Aku merasa bersalah pada Mayu-chan, dan aku percaya pada kemampuan Fabulous-san, tapi…


Sambil mencari cara untuk keluar dari situasi ini, aku berpikir samar-samar di sudut pikiranku. Kira-kira sekarang, apa yang sedang dilakukan Masaichi?



"Seperti yang sudah jadi klasik di hari seperti ini, tentu saja obrolan soal tubuh gadis mana yang paling mantap, kan? Eh, meskipun begitu, kita nggak boleh menentukan yang terbaik. Nggak ada yang paling top, semuanya beda dan semuanya bagus. Jadi kali ini, ceritain aja selera Masaichi."


"…………"

"Maaf, pertanyaan bodoh, ya. Nggak mungkin kamu nggak memilih Toiro-chan. Memang sih, bodinya nggak ada yang bisa dikomplain. Tapi, gimana nih? Mana yang lebih dulu, melihat tubuh Toiro-chan atau kalian mulai pacaran dulu?"


"…………"


"Di pantai aku banyak ngobrol sama cewek-cewek, tapi ternyata level cewek-cewek dari utara ini memang tinggi. Pilihanku ke sekolah ini benar-benar tepat, ya, Masaichi."


... Parah banget.


Karena Toiro bilang mau main sama para cewek, aku juga datang ke kamar Sarugaya, tapi baru mulai udah kayak gini. Dia jelas-jelas nggak bisa nahan diri untuk ngobrolin hal-hal mesum.


Bukan berarti aku nggak suka hal-hal mesum, cuma, antusiasme si Sarugaya, si pakar mesum ini, susah banget aku ikuti sebagai amatiran.


―Kira-kira sekarang, Toiro lagi asyik bercanda ria sama cewek-cewek, ya?


"Hei, diabaikan itu menyedihkan banget, lho. Malam di perjalanan itu biasanya diisi obrolan mesum, kan? Yuk, bikin seru!"


Akhirnya, dia mengundangku secara langsung untuk ngobrolin hal-hal mesum.


Karena dia terlalu gigih, aku memutuskan untuk menemani sedikit.


"Kamu dari tadi ngomongin tubuh cewek-cewek terus sejak di pantai, tapi nggak tertarik sama baju renang, ya? Toh, penampilan dengan baju renang juga cukup diminati, kan? Lihat aja, di majalah juga banyak foto model baju renang."


"Oh, benar juga kata Tuan Masaichi! Aku juga suka sama penampilan dengan baju renang, kok! Tapi, kan, hal itu sudah aku khayalkan dari tadi malam? Saat melihatnya aku merasa kagum, tapi tetap saja, yang bikin penasaran adalah yang di balik baju renangnya."


Sambil berkata begitu, Sarugaya mengambil kertas memo dari penginapan yang ada di atas meja dan menunjukkannya padaku.


"Apa ini?"


"Ini prediksi yang kutulis sebelum tidur tadi malam."


‘Mayuko-chan

Baju renang model one-piece, warnanya agak dewasa, bahannya hitam atau putih


Urara-chan

Bikini gaya mencolok, tropical, mungkin model segitiga


Toiro-chan

Bikini bergaya klasik warna terang, lebih ke krem atau pink muda daripada putih’


Itu adalah daftar prediksi jenis baju renang yang akan dikenakan oleh ketiga cewek hari ini.


Semakin aku membaca tulisannya, aku makin terkejut dan membelalakkan mata.


"Semuanya tepat sasaran."


"Yah, aku jarang sekali meleset," jawab Sarugaya santai.


Siapa dia sebenarnya…?


Aku menatap wajah Sarugaya dengan saksama. Tanpa menyadari tatapanku, dia melanjutkan dengan ekspresi tenang.


"Pertama, Mayuko-chan. Anak itu cenderung menunjukkan sisi imutnya yang agak seperti loli. Dia paham benar kelebihan dirinya. Dari situ, mudah saja menebak bahwa dia akan memilih one-piece yang sekilas bisa disalahartikan sebagai baju renang sekolah. 

Namun, di sisi lain, dia cukup dewasa dalam hatinya dan tidak akan mengungkapkan keinginan aslinya. Dia memilih one-piece seperti itu dengan bahan dan warna yang dewasa, seolah berkata, ‘Hah? Baju renang sekolah? Itu hanya persepsi kalian sendiri,’ dengan sedikit kesan usil."


"Oh, o-oke."


"Lalu, Urara-chan. Cukup jelas kalau dia adalah tipe yang paling perhatian di antara mereka bertiga. Toiro-chan juga peka, tapi Urara-chan selalu memikirkan orang lain. Jadi, mudah ditebak bahwa dia akan memakai baju renang yang ceria untuk menyemarakkan liburan ini. Mengingat penampilannya sedikit Gyaru, motifnya pasti tropikal atau botani. Dan untuk menciptakan kesan ceria, tentu pilihannya adalah bikini. Urara-chan, yang peka terhadap sekitarnya, pasti tahu bahwa Toiro-chan akan memakai bikini standar, jadi dia pasti memilih gaya yang berbeda. Karena itu, pilihannya jatuh pada bikini segitiga yang lebih menarik perhatian. Memang, dia memilih bikini dengan bawahan segitiga."


"H-hebat juga ya…"


"Terakhir, Toiro-chan gampang ditebak. Anak itu cerdas. Dia akan memilih baju renang yang tidak terlalu mencolok namun tetap menonjolkan pesonanya. Aku tahu dari kelas olahraga bahwa tubuhnya memang bagus, jadi pasti pilihannya adalah bikini. Apalagi, dia pasti ingin terlihat imut di mata pacarnya, jadi pilihannya adalah desain simpel yang aman. Dengan begitu, warna yang lembut dan feminin, seperti krem atau pink muda, adalah pilihan yang tepat. 

Entah itu perhitungan, gaya, atau insting alami, aku yakin Toiro-chan akan memilih bikini dengan warna seperti itu."


Aku tidak sepenuhnya mengerti, tapi ini luar biasa.


"Dengar, Tuan. Kalau kamu bisa memahami hati gadis, kamu bisa membayangkan penampilan baju renang mereka dengan akurat. Ingat itu."


Aku hanya bisa mengangguk di hadapan keahlian luar biasa ini.


Namun, ada satu hal yang membuatku penasaran.


Prediksi Sarugaya mengenai baju renang semuanya tepat. Aku harus mengakui kemampuannya. Namun, ada kesalahan dalam penjelasannya. "Ingin terlihat imut di mata pacar…" ― Tidak mungkin Toiro memilih baju renangnya karena alasan itu. Karena, Toiro tidak punya pacar.


Jadi kenapa prediksi Sarugaya tetap tepat?


Kenapa Toiro memilih bentuk dan warna baju renang itu…?



Meski didesak, aku sebenarnya tidak punya hal yang bisa aku ceritakan.

Untuk mengalihkan perhatian dari serangan Mayu-chan yang tak ada henti-hentinya, aku memutuskan untuk balik menyerang.


"Kamu sendiri, Mayu-chan! Bukankah Fabulous-sama bilang, ‘Jodohmu ada di dekatmu’ waktu kita pergi meramal? Apa pendapatmu soal itu? Pasti ada seseorang yang kamu pikirkan, kan?"


Ya, itulah yang terjadi. Waktu kami pergi meramal, Mayu-chan mendapat pernyataan mengejutkan seperti itu. Saat itu, Mayu-chan menjawab, 


"Siapa yang dimaksud? Aku sama sekali tidak tahu!" tapi sebenarnya, mungkin saja dia diam-diam sudah punya orang yang ia pikirkan.


Mayu-chan pasti diam-diam memikirkan hal ini. Bagaimanapun juga, perkataan Fabulous-sama selalu dianggap mutlak!


“Ah, soal itu… aku sudah mikirin beberapa hari, tapi…”


Mayu-chan mulai bicara, dan aku langsung fokus pada kata-kata berikutnya.


“Mungkin yang dimaksud sama Fabulous-sama itu Gon-ta.”


“Gon-ta?” Urara-chan mengulangi dengan bingung.

“Iya. Dia partner terbaik! Setiap hari nemenin aku tidur, membiarkan aku peluk-peluk, dan selalu mendengarkan semua ceritaku tanpa bosan.”


Cara Mayu-chan mengatakan ini begitu wajar sampai aku sejenak ragu untuk menanggapinya.


“Uh… Gon-ta itu, i…i…?”


“Anjing peliharaanku.”


“Be-benarkah?”


Jadi begitu. Aku memang pernah dengar dia punya golden retriever, tapi aku tidak tahu namanya.


“Itu bukan manusia, kan?” Urara-chan menegaskan dengan nada datar.


“Tapi dia jantan, lho!”


“Bukan itu masalahnya…” Urara-chan menggeleng dengan nada agak jengkel, sementara Mayu-chan tertawa.


“Ngomong-ngomong, kamu beneran nggak ada yang diincar?” Aku mencoba mengembalikan topik.

“Nggak ada, deh. Baik di sekolah maupun di tempat kerja paruh waktuku nggak ada orang yang menarik.”


“Mayuko, mungkin kamu tipe yang pasif,” kata Urara-chan. 

“Biasanya nggak suka duluan, tapi kalau ada yang nembak, baru perlahan-lahan suka.”


“Emang ada tipe kayak gitu? Aku sih nggak tahu karena belum pernah ada yang nembak. Beda sama kalian berdua yang punya keunggulan tampang, sepertinya aku nggak akan pernah punya kesempatan begitu.”


Mayuko tersenyum tipis, seolah baru saja melontarkan lelucon santai. Namun, di akhir tawanya, aku merasa melihat sesuatu seperti keraguan atau perenungan di matanya. Mungkin hanya perasaanku saja.


Tapi serius deh, Mayu-chan itu imut banget. Wajahnya memang masih terlihat kekanakan, tapi tertata rapi dan cantik. Rambutnya juga lembut dan berombak halus; cukup diikat sedikit saja, sudah terlihat seperti ikal alami. Umurnya baru lima belas tahun, dan dia punya banyak potensi untuk berkembang di masa depan.


Mungkin alasan Mayu-chan belum pernah ditembak adalah karena dia sering berperan sebagai sosok penghibur di antara teman-teman ceweknya. Tapi di sisi lain, kan masih kelas satu SMA, nggak banyak juga yang sudah pernah pacaran. Aku sendiri, kalau soal pacar sungguhan, ya... belum pernah punya.

“Jadi, kalau ngomongin soal wajah, ya? Di kelas kita, siapa yang—”


Saat aku mencoba melanjutkan, Mayu-chan tiba-tiba memotong, 


“Eh, Toiron! Dari tadi kamu terlalu berusaha mengalihkan pembicaraan!”


Mayu-chan langsung memotong pembicaraanku.


“Cih, ketahuan deh,” batinku.


“Tapi, aku penasaran, tau. Kisah cinta Mayu-chan,” jawabku, mencoba membela diri.


“Kalau gitu, Toiro harus ceritain semuanya duluan!” balas Mayu-chan sambil memperpanjang nada di akhir kalimatnya. Dia langsung menyerangku, mendorong tubuh kami berdua jatuh di atas futon, dan mulai menggelitik pinggangku.


“A-ah, hi-hi-hi-hi! Hentikan!” seruku, sambil berusaha bangkit. Aku sedikit berhasil mengangkat tubuhku, lalu membalas dengan memasukkan tanganku ke pinggangnya dan menggelitikinya balik.


“Gyaa! Hahaha!” Mayu-chan tertawa sambil berteriak nyaris seperti menjerit, tubuhnya berkelit-kelit sambil mencoba membalas dan menjulurkan tangan ke arahku.

“Kyaa! Ah, tunggu, itu... enggak, jangan di situ!” seruku ketika tangan Mayu-chan berhasil menyusup masuk ke dalam kerah jaketku, membuatku tanpa sadar mengeluarkan suara aneh.


“Kalian lagi ngapain, sih…” suara pasrah terdengar dari Urara-chan yang sedang menghela napas panjang, tampak memperhatikan kami dengan sedikit lelah.


“Urara-chan! Kamu sendiri, ngapain duduk tenang sendirian di tempat adem begitu! Nggak adil, tahu!” balasku sambil mencoba menarik Urara-chan supaya ikut dalam keributan kami.


Aku berusaha menarik Urara-chan untuk ikut serta, namun Mayu-chan tiba-tiba berguling menjauh dari kami di atas futon. Kami berdua, Urara-chan dan aku, terjebak dalam pertempuran canda tawa, tetapi tiba-tiba aku menyadari sesuatu di sudut pandangku—Mayu-chan tampak sedang mengendap-endap.


“—Ah! Itu!” seruku, terkejut saat melihat Mayu-chan duduk di atas tatami sambil memainkan sesuatu. Apa yang dia pegang ternyata adalah smartphone-ku!



“Sepertinya daya imajinasi anak laki-laki Jepang semakin menurun setiap harinya,” kata Sarugaya dengan suara yang terdengar serius. 


“Terutama setelah internet berkembang, kecenderungan itu semakin jelas terlihat.” 


“Dari sudut pandang mana kau berbicara? Kau tidak tahu bagaimana keadaan sebelum internet berkembang,” balasku. 


Setelah menunjukkan kemampuan ramalannya tentang bikini, Sarugaya mulai membagikan pandangannya tentang dunia erotis modern, mungkin mengira bahwa aku tertarik pada topik itu. Namun jika dipikir-pikir, keterampilan meramal bikini yang dia tunjukkan sebelumnya hampir tidak berguna, dan aku merasa menyesal karena sempat terkesan. 


“Ketika ingin melihat tubuh seorang gadis, sekarang ini kita tidak perlu berimajinasi; kita bisa menggunakan smartphone untuk mencari apapun dengan mudah. Tidak hanya gambar, tapi juga video bisa diputar kapan saja. Kita bahkan bisa menempatkan pembungkus plastik di tablet yang menampilkan gambar telanjang gadis, lalu menaruh sashimi di atasnya untuk membuat tubuhnya terlihat lebih menarik. Yang lebih canggih, kita bisa mencari dengan mode ‘gambar mata menunduk’ dan menikmati rasa berdosa yang sulit dijelaskan,” jelasnya. 


“Tidak, itu terlalu ekstrem!” seruku. Apa teknik aneh itu? 


“Begitu ya? Aku mengira semua orang melakukan hal yang sama,” katanya. 


“Apakah kau tidak kesulitan hidup di negara ini?” tanyaku, mulai meragukan cara berpikir yang sangat berbeda. 


“Ini adalah pembicaraan serius. Karena manusia adalah spesies yang tidak bisa bereproduksi tanpa unsur erotis. Tuhan pun menciptakan bagian-bagian tubuh untuk pria dan wanita agar terasa menyenangkan. Menjadi hal yang wajar bagi manusia untuk tertarik pada erotika. Mengerti?” 


Hmm, aku berpikir. Anehnya, dia kadang-kadang mengucapkan hal yang benar. 


“Namun, bukan hanya itu. Sebagian besar orang membutuhkan cinta sebelum reproduksi. Akibat emosi yang terlalu berkembang, kemampuan reproduksi kita menjadi kurang dibandingkan hewan lainnya. Aku khawatir dengan situasi ini. Aku selalu ingin berdiskusi dengan Masaichi tentang hal ini.” 


“Oh, mulai terdengar akademis, ya?” Aku khawatir apakah aku bisa mengikuti pembicaraannya. 


“Masaichi, ajukan satu pertanyaan untukku,” kata Sarugaya, dan aku langsung terdiam. 


Apa yang akan dia tanyakan? Apakah aku bisa memenuhi harapannya? Sarugaya perlahan-lahan membuka mulutnya— 


“Tapi, aku benar-benar penasaran. Masaichi, apakah kau sudah berhubungan dengan Toiro-chan?” 


“…………” 


Aku memutuskan untuk kembali ke dalam ruangan.



Ini adalah kedua kalinya ponselku diambil. Aku pernah mendengar bahwa pencopetan sering terjadi di luar negeri, tapi ini Jepang. Keamanannya sangat buruk di sekelilingku…


Sebenarnya, seharusnya aku merasa panik. Namun, kenyataannya, aku sudah memperkirakan ini. Mereka tidak boleh meremehkanku.


— Hah, terjebak.


Sambil tersenyum dalam hati, aku berpura-pura marah, 

“Hey, Mayu-chan, kembalikan!”


“Enggak, ah!” Mayu-chan berlari menghindar di dalam kamar sambil berusaha mengoperasikan ponselku.


“Eh?” Suara Urara-chan muncul saat dia berdiri dan melihat ke arah tangan Mayu-chan.

“Eh, wallpaper-nya, Mazono, kan?” 


Saat mendengar kata-kata Urara-chan itu, aku hanya bisa mengangguk malu.


Ya, aku mengatur wallpaper ponselku dengan foto Masaichi. Bahkan itu adalah foto close-up saat dia tidur.


“Eh, Toiro, ini… Ini kan yang umum dilakukan pasangan baru, mengatur foto pacarnya jadi wallpaper,” kata Mayu-chan, memberikan reaksi yang sesuai dengan yang aku harapkan.


Ketika aku mencari ciri khas pasangan baru yang imut di internet, penjelasannya sama persis dengan yang dikatakan Mayu-chan. Saat baru berpacaran, orang-orang cenderung terpesona dengan penampilan pasangan mereka (baik atau cantik) dan mengatur foto seseorang yang bukan selebriti menjadi wallpaper. Rasanya sangat menyakitkan membaca tulisan di situs itu…


Aku menerapkan hal itu dan bersiap untuk dilihat Mayu-chan kapan saja.


“Yah, jika itu berarti kau benar-benar menyukainya, itu bukan masalah, kan?” Urara-chan menambahkan. Dia baik sekali!


“Terima kasih!” jawabku padanya, lalu mencuri pandang pada ekspresi Mayu-chan. Meskipun mungkin tidak cukup untuk membuktikan hubungan kami, setidaknya aku bisa mengekspresikan perasaanku (sementara) kepada Masaichi.


Mayu-chan menatap ponselku tanpa berkedip.


“...Hm? Kenapa?” 


Ada yang tidak beres. Merasa aneh, aku juga melihat ke arah ponsel Mayu-chan dan secara tidak sengaja berteriak,


“Ah!”


Tanpa aku sadari, Mayu-chan membuka layar percakapan di aplikasi pesan.


— Seharusnya aku belajar dari kegagalan sebelumnya. Terlalu terfokus pada strategi wallpaper, aku sampai lupa mengunci ponselku…


Tapi, apakah ada percakapan aneh di dalamnya?


“Jangan! Malu, kan?” kataku dengan hati-hati, meraih ponsel yang dipegang Mayu-chan.


Dengan mudah, Mayu-chan melepaskan ponsel itu. Namun, dia mengarahkan tatapan curiga ke arahku.

“Eh, Toiro, percakapan itu, apakah benar dengan pacar yang baru kau kenal?”


Ketika ditanya begitu, aku menatap layar ponsel. Urara-chan juga menjulurkan lehernya untuk melihat.


Tentu saja, percakapan yang terbuka adalah antara aku dan Masaichi.


“‘Apakah kau akan segera datang? Bawa itu, ya.’” 

“‘Okay.’”

“‘Masih lama? Aku sudah siap.’” 

“‘Tunggu sebentar.’”


“Terlalu singkat, bukan!?” seru Mayu-chan.


“Eh, begitu ya?” 


“‘Itu’ sangat mudah dipahami, ya.” 


“Memang, kami saling mengerti,” Urara-chan menambahkan.


“Karena sebelumnya kami sudah membicarakannya. Aku bilang mau bermain game baru yang kubeli. Jadi, kami mengerti dengan kata ‘itu’.” 


Aku menjelaskan, tetapi Mayu-chan menggelengkan kepala.


"Yah, menurutku ini bukan masalah itu. Pesan-pesan dari awal masa pacaran biasanya lebih berwarna, kan? Ada emotikon hati atau setidaknya beberapa emoji. Ada juga orang yang suka pakai emotikon wajah. Tapi, pesan singkat kayak gini bahkan jarang aku temukan di antara teman." 


Hmm, sekarang setelah dipikir-pikir, aku memang sering menambahkan emoji dalam percakapan pendek dengan teman-teman cewekku. Dan memang, pesan ini sama sekali tidak terasa romantis.


“Frekuensi pesannya juga kelihatan jarang. Lihat, sebelum pesan singkat ini, ada jeda tiga hari.”


“Selama liburan musim panas, kami hampir selalu bertemu setiap hari. Dan kami berdua juga bukan tipe yang suka terlalu mesra di pesan.”


Itu benar. Selama liburan, kami begitu sering bersama hingga tak ada waktu untuk saling mengirim pesan. Dari dulu, aku juga jarang pakai emoji saat berkirim pesan dengan Masaichi, dan dia pun begitu. Cara itu terasa lebih santai tanpa harus berpura-pura.


Tapi, karena sekarang kami pacaran…


Saat aku memikirkan hal ini, Urara-chan sedang menahan serangan Mayu-chan demi aku.

“Ma-yu-ko? Jangan terlalu ikut campur soal pasangan lain, dong? Toiro kelihatan terganggu. Kalau kamu terus begitu…”


“Ahahaha! Urara, berhenti! Ahahah! Toiron, bantu aku!”


Mayu-chan sudah terjebak dalam kegelian tanpa bisa meloloskan diri, berguling-guling di atas tatami.


“Mayu-chan, sudah ya, jangan bahas aku lagi! Justru ada satu orang di sini yang belum kena giliran tentang kisah cintanya!”


“Kau pengkhianat!”


Urara-chan berhenti, lalu menatapku sambil tersenyum. Aku mengangguk.


“Ayo, ceritakan kisah cintamu, Urara-chan.”


“Iya, iya. Aku dan Toiron sudah cukup jadi korban, kan!”


Mayu-chan mendukung, walau sebagian besar percakapan tadi juga gara-gara dia. Urara-chan menatap ke atas sambil berpikir, lalu mulai berbicara.


“Aku sih nggak punya cerita kayak gitu… Tapi akhir-akhir ini…”


Ekspresi Urara-chan tak sepenuhnya menolak saat mulai berbicara. Aku lega dan semakin penasaran, jadi aku melanjutkan dengan beberapa pertanyaan untuk menggali ceritanya.


Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sebenarnya masih ingin berbincang, tapi karena besok ada kerja sambilan, akhirnya kami akhiri pertemuan malam ini.


Apakah Masaichi sudah kembali ke kamarnya?


Aku mengeluarkan ponsel di lorong, lalu mulai mengetik pesan setelah berpikir sejenak.



“Sebentar, Masaichi. Maaf kalau aku terkesan kurang sensitif. Tapi, kau pasti penasaran juga, kan? Aku janji, nggak akan cerita ke siapa-siapa. Ayo, ceritakan padaku.”


Saat aku bangkit menuju pintu, Sarugaya menahan ujung yukataku.


“Rasanya sia-sia mendengarkan, aku kira kita bakal bahas sesuatu yang serius.”


Apa yang dia maksud dengan 'pembahasan akademis'? Itu hanya alasan untuk melegalkan obrolan mesum, dan pada akhirnya kami malah kembali pada topik obrolan mesumnya yang biasa.

“Mau serius atau tidak, begitulah malam saat para pria bepergian bersama, kan?”


“Begitu, ya? Aku bahkan tidak tahu.”


Selain acara sekolah, aku tak pernah bepergian dengan orang lain. Dan dalam beberapa acara itu, aku juga tak pernah ngobrol panjang di kamar dengan teman-teman.


Tapi benar juga, kurasa di kamar, teman-temanku sering mengobrol hingga larut malam soal percintaan.


Jadi, apakah mungkin Sarugaya ingin meramaikan malam perjalanan ini dengan pembicaraan seperti ini...?


Tidak, itu mustahil. Pasti ini cuma pola pikir kera mesumnya.


Saat aku menghela napas sendirian, Sarugaya bergumam pelan, 


"Yah, aku sudah paham. Pasti kalian sudah melakukannya, kan? Sebenarnya aku berharap bisa mendengarnya langsung dari mulutmu."


Ucapan itu membuatku tak bisa diam saja.


"Hei, tunggu dulu. Apa maksudmu? Aku dan Toiro itu—"


"Tidak, tidak apa-apa, Masaichi. Tak perlu diperjelas lagi. Aku memang sedikit terlalu lancang. Aku menyesalinya, tapi aku tidak menyesali keputusanku untuk bertanya."


Dia menepuk pundakku dan menggelengkan kepala dengan wajah tenang, matanya terpejam.


"Hei, tunggu, itu tidak masuk akal," jawabku tanpa sempat menyuruhnya merasa menyesal. Tapi sebelum aku bisa menyangkal lebih jauh, aku terpaksa bertanya, "Kenapa kau berpikir begitu?"


"Yah, itu sudah sewajarnya. Kalian sudah pacaran sekitar tiga bulan, kan? Kau dan Toiro terlihat sangat dekat. Kalian pasti sangat cocok, jadi aku pikir kalian adalah pasangan yang sempurna. Apalagi kalian menghabiskan liburan musim panas dengan sering bertemu. Wajar jika hal seperti itu terjadi saat kalian terus bersama-sama di kamar yang sama. Bukankah justru aneh jika tidak terjadi apa-apa?"


Sarugaya mengangguk-angguk sambil berbicara, dan aku hanya bisa terdiam tanpa bisa membantah.


Tentu saja, aku dan Toiro belum sampai sejauh itu. Lagipula, hubungan kami hanyalah hubungan palsu, sebuah pura-pura belaka.


Tapi, bagaimana kalau kami benar-benar pasangan sungguhan?


Aku tidak tahu banyak tentang hubungan asmara karena aku sendiri 

belum pernah punya pacar. Tapi, mungkin saja Sarugaya ada benarnya. Dalam hal-hal yang menyangkut dinamika hubungan antara laki-laki dan perempuan, mungkin dia lebih paham karena dia punya banyak kenalan dan keterampilan komunikasi yang baik. Meskipun pikirannya kadang mesum, dia cukup tampan dan mungkin punya pengalaman seperti itu.


“Begitukah biasanya...?”


Saat aku melontarkan kalimat ragu-ragu, Sarugaya mengangguk dengan sungguh-sungguh.


"Ya, aku kira memang begitu."


"Yah... setiap pasangan pasti punya kecepatan yang berbeda."


Aku menghindari pernyataan tegas sambil berpikir keras.


Jika ini adalah hubungan normal, mungkin memang begitu. Setelah Sarugaya mengutarakannya seperti itu, aku kesulitan menyangkal. Pertama-tama, kami tidak boleh ketahuan bahwa hubungan antara aku dan Toiro hanyalah pura-pura.


Namun, apakah ke depannya kami harus bertingkah seolah-olah telah mencapai tahap tersebut? Apakah hal seperti itu nantinya tidak akan menyakiti Toiro?


Aku belum bisa menemukan jawabannya.


Saat itu, ponselku yang terletak di atas tatami bergetar, dan aku melirik layarnya.


Ada pesan dari Toiro.


"Masaichi, kapan pulang? Aku menunggu di kamar."


Pesan yang tampil membuatku terbelalak.


Tidak ada yang aneh dalam isi pesannya. Aku memang tahu bahwa Toiro sedang menghabiskan waktu di kamar teman-temannya, jadi mungkin sekarang waktunya dia kembali. Ini sudah lewat jam sepuluh malam.


Namun, ada satu hal yang sangat aneh.


Setelah kata “menunggu,” ada tiga emoji hati. 


Ini bukan kebiasaannya. Ada apa ini? Toiro belum pernah mengirim pesan dengan emoji sebelumnya.


"Wah, kelihatannya kalian benar-benar mesra, ya? Sudahlah, cepat kembali."


Karena ponselku diletakkan di lantai, pesan itu juga terlihat oleh Sarugaya, dan dia menepuk punggungku dengan senyuman lebar.


"Y-ya."


Aku menjawab sambil tetap memandangi pesan itu, tenggelam dalam pikiran.

















Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !