Epilog
Yang
Dilindungi dan yang Melindungi
*Haaaaahhhhhh.”
Helaan napas berat itu meluncur dari bibirku ketika memasang sepatu di pintu depan. Adikku, Suzuka, menatapku dengan sorot bingung.
“Ada apa, Ani? Wajahmu murung sambil menghela napas begitu. Dari awal memang begitu sih.”
“...Aku tidak ingin pergi ke sekolah.”
“Hah? Ani ini lagi-lagi... Apa kamu bicara omong kosong lagi? Apa kamu terlalu betah di rumah sampai-sampai pergi ke sekolah pun terasa merepotkan? Jangan sampai kamu benar-benar jadi Hikkikomori, nanti Sizu-san tidak akan menyukaimu, lho?”
“Uhuk! Ja-jangan sebut mantra kematian ‘Sizu’ itu, perutku jadi sakit... Dan aku bukan Hikkikomori...”
Melihatku meringkuk sambil memegang perut, adikku yang tak menganggapku sebagai kakak itu semakin memandangiku dengan curiga.
“Uwaaa... Orang aneh, orang aneh. Kemarin juga pulang pakai baju entah dapat dari mana, lalu langsung tidur tanpa makan. Hmm, mungkin sebaiknya aku kabur dari rumah ini setelah ujian selesai, ya?”
Tanpa tenaga untuk membalas ocehan adikku, aku pun lekas berdiri dan membuka pintu.
“...Aku berangkat.”
“Ah, tunggu! ...Dasar. Jangan sampai tertabrak mobil, ya?”
Dengan ucapan Suzuka di belakangku, aku berjalan dengan langkah berat menuju sekolah.
◆ ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧ ◆
“Ooooooooh...”
“Selamat pagi, Souta. Seperti biasa, kamu terlihat seperti zombie yang penuh semangat, ya?”
Akhirnya, aku tiba di kelas tepat waktu. Higuchi menyambutku dengan senyum ramah, membuatku iri dengan semangatnya yang selalu terjaga.
“...’Zombie yang penuh semangat’?”
“Entahlah? Ngomong-ngomong, kamu tahu? Kemarin sore, katanya ada ‘foto misterius’ yang diunggah di Instagram Sizu, tapi sudah dihapus. Para penggemar heboh, ‘Apa maksud dari ini?’”
“Uuugh!? Ka-kamu juga menyebut mantra kematian itu...”
“Ada apa, Souta? Aku tidak mengucapkan mantra apa-apa, kok.”
“Tetap saja kamu memperlakukanku seperti zombie. Setidaknya panggil aku Zaki... adududuh”
Sambil mengelus perutku yang sakit, aku teringat kejadian semalam.
(Gawat)
Akhirnya, pertandingan kemarin tidak mencapai hasil apa-apa dan kami bubar dalam suasana canggung. Sejak itu, aku tidak mendapat kabar apa-apa dari Mizushima maupun Ena-chan.
(Sekarang aku harus bagaimana?)
Merasa seperti terpidana yang menunggu vonis, aku menjalani hari kedua ujian tengah semester dengan tenang.
Untungnya, aku tidak bertemu dengan mereka berdua di sekolah. Saat bel pulang berbunyi, tiba-tiba ada pesan masuk di aplikasi chatku.
“Uugh...”
Ternyata pesan itu dari Mizushima, hanya berisi:
【Sepuluh menit lagi, di tempat itu】
(Da, datang!)
Meskipun tidak ada penjelasan, aku tahu persis maksudnya. Pasti ini terkait dengan kejadian kemarin.
“...Menakutkan, nih.”
Jujur, aku merasa takut. Malah, aku ingin mengabaikannya dan langsung pulang saja.
Tapi, lari pun tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan bisa memperburuk.
Untungnya, Mizushima memberi waktu sepuluh menit untukku. Cukup untuk mempersiapkan mental.
“Baiklah... Aku pergi.”
Memantapkan tekad, aku meninggalkan ruang kelas.
◆ ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧ ◆
Sepuluh menit kemudian.
“Nah, saatnya buka pintu ini...”
Setelah menenangkan diri di depan pintu menuju atap, aku membukanya dengan mantap.
“Ah, Souta. Aku sudah menunggumu.”
Dan, yang menunggu di atap adalah Mizushima, seperti dugaanku.
Dan...
“...Lama tidak jumpa, Souta-kun.”
“Eh, Ena-chan?”
Selain Mizushima, Ena-chan juga berdiri di sana.
Sepertinya, aku bukan satu-satunya yang dipanggil ke sini.
“Jadi, Ena-chan juga dipanggil Mizushima?”
“I-iya... Sebenarnya, tadi malam Shizuno-chan yang menghubungiku.”
“Tadi malam, setelah kita pulang?”
“Iya. Ena-chan dan aku banyak bicara di telepon setelah itu.”
“Begitu ya.”
Ah, pantas saja waktu pulang kemarin kami tidak saling bicara. Ternyata mereka sudah membicarakannya.
Sepertinya setelah itu, mereka berdua melakukan pembicaraan tentang sesuatu.
“Berarti aku dipanggil kesini berkaitan dengan ‘pembicaraan’ waktu itu?”
“Tepat sekali. Kamu cepat mengerti,” kata Mizushima dengan nada puas, lalu ia saling berpandangan dengan Ena-chan di sampingnya, dan mereka berdua mengangguk.
Hah? Apa yang sebenarnya ingin mereka mulai?
“Souta.”
“Souta-kun.”
Dengan perasaan was-was, aku menunggu kata-kata selanjutnya dari mereka.
“’Kami benar-benar minta maaf!’”
Detik berikutnya, kedua gadis cantik itu serempak melakukan gerakan membungkuk dalam-dalam.
“...Hah?”
Untuk sesaat aku tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi segera kusadari situasi aneh dimana dua gadis populer di sekolah ini sedang membungkuk di hadapanku, membuatku panik dan ikut berjongkok.
“Tu-tunggu... Hah!?”
“Kami menyesal telah menyusahkan Souta-kun dengan keinginan egois kami.”
“Apa-apaan ini!? Aku tidak mengerti! Apa yang kalian lakukan!?”
“Kami tidak memikirkan perasaan Souta-kun... Kami benar-benar minta maaf.”
“Sudahlah! Kalian berdua, angkat kepala kalian!”
Aku panik, takut ada yang melihat situasi aneh ini. Akhirnya aku berhasil membuat Mizushima dan Ena-chan kembali berdiri.
Haaah, aku yang tadi ketakutan malah mereka yang membungkuk meminta maaf. Tidak terduga sama sekali.
“Jadi, kesimpulan pembicaraan kalian semalam adalah... membungkuk minta maaf padaku?”
Sambil membersihkan roknya, mereka berdua menjawab pertanyaanku.
“Yah, bisa dibilang begitu. Salah satu keputusannya.”
“Kenapa?”
Dengan tegas, Mizushima menjawab.
“Yah, singkatnya, ini adalah bentuk ‘aturan main’ kami.”
“Aturan main?”
“Ya. Seperti yang kami katakan tadi, kami telah melibatkan Souta-kun dalam pertandingan kami dengan seenaknya, menyakitimu, dan menyusahkanmu. Jadi kami pikir, kami harus meminta maaf dengan cara ini.”
“Begitu. Jadi itu keputusan kalian berdua.”
Membungkuk minta maaf demi ‘aturan main’, itu terdengar terlalu kuno dan norak bagi siswi SMA jaman sekarang. Sepertinya Mizushima terlalu terpengaruh oleh film-film jaman dulu.
(Tapi sebenarnya, aku tidak terlalu mempermasalahkan hal ini)
Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti permainan mereka.
“Baiklah, aku menerima permintaan maaf kalian berdua. Anggap saja masalah ini selesai. Mizushima, Ena-chan, kalian setuju?”
Mereka berdua mengangguk dengan ekspresi lega.
“Terima kasih, Souta.”
“Souta-kun, terima kasih... Dan sekali lagi, maaf.”
“Sudah, kubilang masalah ini selesai, kan? Jadi jangan dipikirkan lagi.”
“Ba-baik.”
Fuuh, akhirnya masalah ini beres.
Tapi...
“Nah, sekarang setelah ‘aturan main’ ini selesai, ayo kita bahas pokok permasalahannya.”
“Oh...”
Ah ya, masalah utamanya belum selesai.
“Pertama-tama, mari kita ulas kembali situasinya secara singkat.”
Mendengar ajakan Mizushima, aku dan Ena-chan mengangguk.
“Pertama, setelah satu bulan ‘pertandingan’, jawaban awal Souta adalah ‘tidak bisa berpacaran dengan Mizushima’. Jadi saat itu, kamu memilih Ena-chan, benar?”
“Ya, benar.”
Tanpa ragu aku mengangguk, membuat pipi Ena-chan di sampingku merona.
Kawaii.
“Oke. Tapi setelah itu, Souta mendengar cerita masa lalu Ena-chan, dan Ena-chan memintamu untuk memilihku jika kamu masih menyayanginya. Jadi saat itu kamu memilihku, benar?”
“Yah... Begitulah.”
Mizushima bertanya dengan wajah gembira, membuatku memalingkan wajah karena malu.
Ugh, diucapkan langsung seperti ini memang agak memalukan.
“Nah, jadi seharusnya aku yang akhirnya berpacaran denganmu. Tapi di akhir, Ena-chan tiba-tiba muncul, sehingga pertandingan jadi tidak ada pemenangnya dan kita sampai di titik ini. Apakah itu benar?”
“Ya.”
Mendengar penjelasan Mizushima, aku pun teringat sesuatu dan menatap Ena-chan.
“Ah, ngomong-ngomong, bagaimana Ena-chan bisa tahu kami ada di pantai itu?”
Sepertinya Ena-chan tidak menggunakan media sosial. Kemungkinan dia melihat foto pantai yang diunggah Mizushima di Instagram juga kecil, dan bahkan jika melihatnya, sulit langsung menyadari itu adalah foto di pantai yang kami maksud.
“Ah, itu... Sebenarnya, aku dapat foto pantai itu dari Shizuno-chan sebelumnya. Ingat? Aku bilang dia memberitahuku kemana Souta-kun pergi dan apa yang kalian lakukan?”
Sambil berkata begitu, Ena-chan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto pantai itu.
Ah iya, waktu itu Mizushima memang sibuk memotret pemandangan di sana.
“Lalu, teman sekelasku memperlihatkan foto Instagram itu padaku, dan aku melihat ada pohon pinus yang terlihat di foto itu. Jadi aku berpikir ‘mungkin saja’ begitu.”
Ah, benar juga. Di foto itu memang terlihat sedikit pohon pinus.
Waktu itu aku juga menggunakan itu sebagai petunjuk untuk menebak lokasinya.
“Oke, kembali ke topik. Jadi intinya, status akhir antara Souta, aku, dan Ena-chan masih belum jelas, benar?”
“Ah, ya, benar.”
Yah, pada akhirnya, memang itu yang jadi masalahnya.
(Tapi...)
Aku melirik ke arah Ena-chan di sampingku.
Satomori Ena-chan. Dia adalah pacar pertamaku, gadis yang memberi warna pada masa mudaku yang kelabu.
Meski sedikit pemalu dan pesimis, dia gadis yang baik hati, lembut, dan memiliki kesamaan minat denganku.
(Meski dikatakan begitu...)
Lalu aku mengalihkan pandanganku ke Mizushima di hadapanku.
Mizushima Shizuno. Siswi berprestasi, serba bisa dalam olahraga, dengan penampilan luar biasa cantik, idola yang diidamkan semua orang.
Dia adalah ‘musuh cinta’ (meski itu hanya acting) yang merebut pacarku yang pertama, dan juga wanita ‘gila’ (meski itu hanya acting) yang terang-terangan menggodaku saat aku berpacaran dengan Ena-chan.
Tapi sebenarnya, dia adalah gadis yang menyukaiku sejak kecil.
(...Tidak semudah itu untuk memutuskan)
Aku sadar, ini bukan hal yang pantas dipuji. Tapi jujur saja, saat ini aku sudah menyukai mereka berdua.
Tapi tentu saja, itu tidak bisa dibenarkan.
Jika aku menerima pernyataan cinta mereka, aku akan menyakiti dalam hati gadis yang tidak terpilih. Sebagai laki-laki, aku harus memutuskan dengan tegas untuk memilih salah satu dari mereka.
...Meski begitu, tetap saja.
“Sebenarnya, aku belum punya keberanian atau kesadaran untuk memilih salah satu dari kalian berdua...”
Meski memalukan, aku jujur mengungkapkan perasaanku.
Tapi, sebelum aku selesai bicara, Mizushima dan Ena-chan mengatakan sesuatu yang tak terduga.
“Kalau kamu tidak bisa memilih salah satu dari kami, bagaimana kalau kamu berpacaran dengan kami berdua?”
“Haaaaaah!?”
Teriakan histeris terdengar menggema di atap sekolah sepulang sekolah.
“Apa kamu tahu apa yang kamu katakan!? Itu sama saja kamu menyuruhku ‘berselingkuh’!”
“Yah, memang bisa dibilang itu artinya, sih.”
Mizushima menjawab dengan santai, tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Aku hanya bisa mengelus kepala dengan frustrasi.
Tidak, aku sama sekali tidak mengerti apa yang dia bicarakan.
“Apa yang sulit? Aku menyukai Souta. Dan Ena-chan juga menyukai Souta. Lalu Souta juga menyukai kami berdua. Jadi kalau Souta menjadikan kami berdua pacarnya, masalah selesai. Mudah, kan?”
“Apa kamu gila?”
Jika bisa seperti itu, dari awal aku tidak perlu repot-repot lagi!
Tentu saja, aku juga akan senang jika bisa tetap bersama Mizushima dan Ena-chan tanpa harus memilih salah satu.
“Tapi secara logika, berselingkuh itu tidak baik, kan?”
“Souta, kamu tidak tahu? Filosofi bijak Socrates bahkan punya dua istri. Jadi itu artinya, berselingkuh malah dianggap ‘perbuatan baik’.”
“Jangan bercanda! Ini bukan jaman Yunani kuno, tapi Jepang modern!”
Jika aku berselingkuh, aku akan jatuh menjadi pria brengsek.
“Ayolah, maafkan kami... Belum pernah ada yang menyarankan kekasih ganda sebelum berpacaran, kan? Kamu sendiri juga tidak suka dengan ide itu, ‘kan? Kemarin kamu bahkan bilang ‘aku tidak akan menyerahkan Ena-chan’!”
Ugh, aku malu dengan kata-kataku sendiri.
Melihatku merona, Mizushima berkata dengan nada riang.
“Tentu saja, aku akan paling senang jika Souta hanya memilihku. Tapi... Aku juga tidak ingin melepaskan Ena-chan. Kamu adalah cinta pertamaku, dan Ena-chan sahabat baikku. Aku tidak ingin kehilangan salah satu dari kalian.”
Mizushima lalu mengelus kepala Ena-chan yang berdiri di sampingnya. Ena-chan yang awalnya malu, kini terlihat rileks seperti kucing yang sedang dipangku.
Mereka berdua memang akrab, ya.
“Jadi, daripada harus melepaskan salah satu, aku tidak keberatan Souta berselingkuh dengan kami. Malah, kalau yang menjadi selingkuhannya adalah Ena-chan, aku akan senang sekali. Setidaknya untuk saat ini.”
Mizushima tersenyum dengan nada menggoda, membuatku semakin kebingungan.
Aku lalu mengalihkan pembicaraan ke Ena-chan, berharap dia bisa membantu.
“Ka-kalau Ena-chan? Kamu juga tidak keberatan jika aku berselingkuh dengan Mizushima-mu sendiri?”
Ena-chan dibesarkan dalam keluarga yang disiplin. Dia gadis yang pemalu dan taat.
Jadi aku yakin, dia pasti akan menolak mentah-mentah ide tidak senonoh seperti itu.
Tapi...
“A-Ano... Sebenarnya, kalau selingkuhannya Shizuno-chan, aku tidak masalah... Ah, tapi tetap saja, aku ingin Souta-kun juga menyediakan waktu khusus berdua denganku...”
“Ena-chan?”
Hah? Kenapa mereka sudah membicarakan ini seakan-akan berselingkuh adalah hal yang wajar?
“Dengar ya, soal ini kami sudah membicarakan hal ini dengan baik-baik. Souta sendiri yang akan memutuskan.”
“I-Iya. Souta-kun tidak perlu merasa tidak enak pada kami. Meskipun berselingkuh memang tidak benar, tapi... Souta-kun berhak melakukannya, kok.”
Tiba-tiba, Mizushima dan Ena-chan menatapku dengan serius.
Mereka... benar-benar serius!
“Nah. Abaikan dulu masalah moral atau pandangan masyarakat. Sekarang, katakan apa yang ingin Souta lakukan.”
“Aku... yang ingin aku lakukan?”
“Souta-kun, apa kamu... keberatan berpacaran dengan kami berdua?”
“Uugh...”
Mizushima dan Ena-chan mendekat, menatapku penuh harap, seperti binatang buas yang mengintai mangsanya.
Berpacaran dengan Mizushima dan Ena-chan sekaligus.
Jika diizinkan, itu memang pilihan terbaik yang bisa kuambil, dan aku sangat ingin melakukannya.
(Tapi...)
Justru karena aku menyukai mereka berdua, aku tidak bisa melakukan pendekatan yang tidak senonoh seperti itu.
“Aku... tidak bisa melakukan itu...”
Aku tidak bisa memutuskan dengan cepat, dan apalagi berselingkuh, itu benar-benar mustahil bagiku.
Tapi, saat aku hendak memberi jawaban ragu-ragu...
“Sudahlah, dasar keras kepala.”
Tiba-tiba Mizushima memegang daguku dan mengangkat wajahku. Dia tersenyum manis.
“Karena Souta memang terlalu baik dan tulus, itulah sebabnya kami jatuh cinta padamu. Jadi, kami punya ‘pilihan ketiga’ untukmu.”
“...Hah?”
Pilihan ketiga?
◆ ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧ ◆
Keesokan harinya, setelah pertemuan di atap itu.
“—‘Dengan kekuatan besar, datanglah tanggung jawab besar’.”
“Selamat datang di ruang klub kami! Senang sekali kalian berdua mau bergabung! Mulai sekarang, ayo bekerja sama!”
Setelah ujian tengah semester selesai, Mizushima dan Ena-chan tiba-tiba mengajakku ke ruang klub film. Dan di sana, mereka langsung mendaftar menjadi anggota.
“Wah, banyak sekali peralatan syutingnya. Jadi kalian benar-benar membuat film, ya?”
“Benar! Sekarang memang sedang vakum, tapi begitu Umi-chan selesai menyusun plot untuk film terbaru kami, kami akan segera memulai produksi lagi.”
“Apa kami boleh menonton film-film yang ada di sini?”
“Tentu saja boleh. Dari anime hingga film horor psikologis, dari film klasik terkenal hingga film B-grade yang bikin pusing, semuanya ada di sini. Silahkan nikmati sepuasnya saat kalian datang ke ruang klub.”
Meskipun bingung dengan kejadian tiba-tiba ini, Ketua Klub Miyazawa dengan senang hati menyambut mereka.
Dan dalam sekejap, keanggotaan Mizushima dan Ena-chan pun resmi.
“Wah, tak kusangka kita bisa mendapatkan dua anggota baru yang begitu potensial! Satomori-kun sangat berbakat dalam film animasi, dan Mizushima-kun adalah model terkenal ‘Sizu’! Ah, terima kasih banyak Sakuhara-kun! Kamu benar-benar pahlawan yang akan membawa klub kami ke masa depan!”
“Ah, i-iya...”
“Nah, kita harus segera sibuk lagi! Sekarang setelah anggota kita bertambah, saatnya kita mulai serius mempersiapkan proyek film terbaru!”
“Iya, iya. Pertama-tama Umi harus fokus menyusun konsepnya dulu.”
“Betul, kalau mau memulai proyeknya, Umi-chan harus bekerja keras dulu!”
Dengan semangat berlebihan, Ketua Klub ditenangkan oleh Fujishiro-senpai dan Haraumi-senpai.
Sementara itu, di tengah keributan itu, aku berbisik pada Mizushima dan Ena-chan.
“Apa maksudnya ini? Kalian berdua. Kenapa bergabung ke klub ini?”
“Pake nanya kenapa, dudah jelas...”
Mizushima dan Ena-chan saling berpandangan, lalu tersenyum.
“Dengan begini waktu kami berdama Souta jadi makin bertambah, iya kan?”
“Ya, soalnya kami... adalah ‘calon pacar’ Souta-kun.”
“Ugh, jadi kamu benar-benar serius dengan itu...”
Ya, “calon pacar”.
Itu adalah “pilihan ketiga” yang mereka tawarkan padaku.
Saat ini, aku tidak bisa memilih salah satu antara Ena-chan dan Mizushima. Tapi aku juga tidak ingin menjalin hubungan “resmi” dengan keduanya.
Jadi, sampai aku siap memutuskan untuk memilih salah satu, mereka akan menjadi “calon pacar” yang selalu ada di sisiku... Itulah alasan mereka.
“Nee, apa kita tidak usah lakukan saja?”
“Eh?”
“Memanggilku ‘calon pacar’ itu sama saja menjadikanku pelampiasan, bukan? Aku merasa tidak enak. Rasanya seperti memperlakukan kalian berdua hanya sebagai ‘wanita yang bisa dimanfaatkan’.”
“Ahaha. Souta tidak perlu merasa bersalah. Karena kami sendiri yang ingin menjadi calon pacarmu. Benar, ‘kan, Ena-chan?”
Saat Mizushima meminta persetujuan Ena-chan, gadis itu mengangguk sambil mencengkeram erat bagian depan bajunya. Di lehernya, kini sudah terpasang sebuah choker kotak-kotak warna merah dan hitam.
“Setidaknya sampai lulus SMA nanti, kami akan bersaing siapa yang bisa ‘menaklukkan’ Souta. Tidak ada kebohongan atau acting lagi. Kali ini, kami akan bertarung dengan jujur dan sportif.”
“Ya. Jadi, Souta-kun tidak perlu berpikir terlalu rumit. Tolong tetap bersikap baik pada kami seperti biasa.”
“Hmm...”
Ucapan mereka memang terdengar gila. Tapi ekspresi mereka sangat serius.
Yah, setidaknya ini jauh lebih baik daripada harus berselingkuh.
Meskipun sebenarnya aku hanya menunda-nunda keputusan, tapi jika memang itu yang mereka inginkan, aku tidak berhak menolaknya.
Kekacauan ini juga sebagian besar disebabkan oleh diriku yang masih belum bisa memutuskan dan melepaskan salah satu dari mereka.
“Baiklah, terserah kalian saja. Tapi tolong jangan bahas soal ‘calon pacar’ atau semacamnya di depan orang lain. Kita tetap hanya teman sekelas dan anggota klub yang akrab, oke?”
“Tentu saja. Kami mengerti.”
“Ini akan menjadi rahasia kita bertiga.”
Saat aku sedang mengobrol dengan mereka, tiba-tiba Ketua Klub dan para Senpai bersiap-siap untuk pergi.
“Ketua? Dan para senpai, kalian mau pergi ke suatu tempat?”
“Ah, kami akan melakukan survei lokasi untuk syuting film selanjutnya! Ada beberapa tempat yang jadi kandidat, nah hari ini kami akan melihat-lihat salah satunya.”
“Kebetulan. nee, Sakuhara-kun, ajak juga dua anggota baru ini. Sambil survei lokasi, kita bisa mengajari mereka cara menggunakan peralatan sederhana.”
Dengan isyarat tangan, mereka membuatku, Mizushima, dan Ena-chan mengikuti mereka keluar dari ruang klub.
◆ ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧ ◆
“Jadi, tempat yang dimaksud Ketua adalah... di sini?”
“Haha, dari semua tempat, kenapa harus di sini sih?”
Setelah meninggalkan sekolah bersama Ketua Klub dan yang lain, kami tiba di pantai yang baru saja kami kunjungi kemarin.
Betapa tepat waktunya. Seandainya saja aku membawa overall yang kupinjam dari penjaga sekolah kemarin.
“Yah, sudahlah. Ayo kita selesaikan dulu pekerjaan yang diminta Ketua.”
“Iya. Sepertinya kita harus mencari spot yang bagus untuk syuting matahari terbenam di pantai ini, ‘kan?”
“Ah, benar. Selagi mereka menyiapkan peralatannya, kita bisa cepat-cepat menyelesaikannya.”
Dan begitulah, aku, Mizushima, dan Ena-chan kembali menyusuri pantai yang kemarin kami datangi bersama.
Dengan latar suara ombak, kami berjalan di tepi pantai saat sore hari.
“Hmm, udaranya sejuk sekali.”
“Iya, benar. Baru masuk klub film, tapi sudah dapat kenangan indah.”
Melihat dua gadis itu tertawa bersama-sama, tanpa sadar aku pun juga ikut tersenyum.
Kalau dipikir-pikir, sudah lama sekali aku tidak bisa setenang ini.
Selama sebulan terakhir, hidupku benar-benar seperti ada di dalam film.
Sambil menyibakkan rambut yang tertiup angin laut, aku memperhatikan Mizushima.
Kami sudah pergi ke banyak tempat bersama, memilih baju bersama, saling mengunjungi tempat kerja masing-masing, bahkan pergi ke akuarium bersama. Benar-benar banyak pengalaman yang kami lalui.
Tentu saja ada hal-hal yang menyebalkan juga. Tapi... yah, kalau dipikir-pikir lagi, bulan terakhir ini bersamanya jauh lebih menyenangkan daripada sekedar menonton film.
“Hmm?”
Sepertinya Mizushima menyadari tatapanku, dia menoleh dan tersenyum lembut padaku.
“Ada apa, Souta? Jangan-jangan kamu terpesona melihatku, ya?”
Lalu dia menggodaku dengan kedipan mata.
Kalau dulu mungkin aku akan memalingkan wajah karena malu. Tapi sekarang sudah berbeda.
“Yah, kamu memang cantik. Itu wajar untuk model terkenal seperti dirimu.”
“Eh!?”
Serangan telak dariku membuat Mizushima salah tingkah, wajahnya memerah meski dia berusaha bersikap tenang.
Hmm, rupanya dia tipe yang kuat dalam menyerang tapi lemah dalam pertahanan, ya? Ini bisa jadi informasi berguna.
Saat aku tersenyum penuh arti, tiba-tiba...
“....(muumumumumumu)”
Tanpa sadar, Ena-chan yang sedari tadi menempel di ujung bajuku kini menatapku dengan pandangan tidak suka.
Pipinya yang lembut terlihat sedikit menggembung.
“Ada apa?”
“...Tidak, bukan apa-apa.”
Dia langsung memalingkan wajah.
Ah, apa dia cemburu?
Ekspresi kekanakan Ena-chan yang seperti kucing yang tidurnya diganggu benar-benar manis.
Benar-benar malaikat.
“Oh iya, tempat ini ‘kan...”
Sementara itu, kami terus berjalan hingga sampai di area pantai tempat kami berenang kemarin.
“Sepertinya setiap kali ke sini, aku akan selalu teringat kejadian kemarin.”
“Yah, wajar saja. Hal sebesar itu pasti sulit dilupakan.”
Mizushima mengangkat bahunya, lalu tiba-tiba tersenyum jahil.
“Ngomong-ngomong, Souta tahu tidak? Sebenarnya alasan kenapa Ena-chan merasa tidak percaya diri untuk membuatmu tertarik padanya, ada alasan lain lho.”
“Eh?”
“Kemarin dia hanya bilang ‘karena aku tidak percaya diri’. Tapi ada hal lain yang membuatnya khawatir.”
“Shi-Shizuno-chan!?”
Tiba-tiba wajah Ena-chan memerah panik, dia langsung mendekati Mizushima.
“Itu ‘kan rahasia! Kamu tidak boleh mengatakannya!”
“Eh? Tapi orang yang duluan membocorkan rahasiaku ‘kan kamu sendiri?”
“Ugh... Tapi itu...”
Ena-chan terlihat panik, matanya terus bergerak ke sana kemari, tidak bisa membantah perkataan Mizushima.
“Rahasia? Apa maksudnya?”
Kebingunganku membuat Mizushima berjalan ke belakang Ena-chan, lalu mencubit pipi chubby gadis itu dengan gemas.
“Hi-Hihuho-han... Hoho hehiha.”
Tln : Shizuno-chan, tolong hentikan
Ena-chan berusaha menepis tangan Mizushima yang mencubit pipinya, tapi karena tubuh Mizushima yang terlatih dari aktivitas model, Ena-chan tidak bisa melawannya.
Akhirnya, Ena-chan menyerah dan hanya bisa mengeluarkan suara memelas, “Uuu...”
Yah, kasihan tapi juga imut.
“Soalnya, saat memulai ‘pertandingan’ ini, kami membuat aturan kalau selama sebulan, Ena-chan harus menjaga jarak dari Souta. Supaya tidak ada yang terbongkar secara tidak sengaja, kamu tahu?”
Ah, pantas saja selama sebulan ini sikap Ena-chan berubah menjadi sangat dingin dan formal.
...Hanya dengan mengingatnya saja, aku hampir merasa ingin menangis.
Tapi syukurlah, ternyata itu semua hanya akting.
“Tapi anak ini rupanya sangat merindukan Souta, sampai diam-diam mencoba mendekatimu. Dia bersembunyi-sembunyi berduaan di perpustakaan, bahkan sampai menyamar jadi pelayan maid demi bisa dekat denganmu!”
“Eh?”
Mendengar penjelasan Mizushima, aku mulai mengingat kembali interaksi dengan Ena-chan selama sebulan terakhir.
Ah iya, waktu itu kami pernah berduaan di ruang staff perpustakaan. Ena-chan juga sering memperlihatkan kalung yang baru dia pakai, dan sikapnya memang agak aneh.
Lalu soal pekerjaan sampingannya sebagai pelayan maid, itu juga tidak sesuai dengan kepribadian Ena-chan yang pemalu dan tidak suka keramaian. Tapi dia tetap menyamar (meskipun mudah terbaca) demi bisa ‘melayani’ aku.
“Jadi, sebenarnya Ena-chan sudah tahu tentang hubunganku dan Mizushima sejak awal? Karena khawatir kalau aku akan benar-benar ‘ditaklukkan’ Mizushima, dia mencoba mendekatiku dengan caranya sendiri...”
“Tepat sekali. Ena-chan panik, ‘Kalau begini terus, aku benar-benar akan kalah!’ Tapi dia juga tidak bisa membocorkan rahasianya. Jadi, setidaknya dia mencoba mendekatimu dengan caranya sendiri. Bagaimana, Ena-chan?”
Didesak oleh Mizushima, Ena-chan hanya bisa menundukkan kepala dengan wajah bersalah dan malu.
“Karena itu, ini adalah hukuman untuk Ena-chan yang melanggar aturan.”
“Uuu... Maafkan aku...”
“Nah, ayo katakan. Kenapa kamu jadi cemas?”
Mizushima, yang terlihat seperti daimyo jahat yang menindas gadis desa yang malang, terus memaksa Ena-chan untuk mengaku.
Dengan mata berkaca-kaca dan wajah merah padam, Ena-chan akhirnya membuka suara dengan pelan.
“...Karena... Souta-kun... sama sekali tidak... mencoba menyentuhku...”
“Eh?”
Saat aku mencoba merangkum ucapannya, Ena-chan malah berteriak dengan frustasi.
“Jadi, sebenarnya aku ingin lebih dekat dengan Souta-kun! Bergandengan tangan, berpelukan... Bahkan berciuman, dan lebih dari itu!”
“Hah!?”
“Padahal aku sudah berusaha memberikan banyak kode, tau? Sengaja menyentuh Souta-kun saat kencan, duduk berdekatan di bioskop sambil pura-pura bicara! Aku juga kadang-kadang mengajak Souta-kun ke rumah, padahal orang tuaku sedang tidak ada!”
“E-Ena-chan!? Tenanglah...”
“Tapi Souta-kun sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda tertarik! Makanya aku jadi khawatir, apa aku tidak punya daya tarik sama sekali di matamu...”
Ah, jadi begitu rupanya.
“Kamu khawatir... karena aku tidak pernah berusaha melakukan hal-hal ‘nakal’ denganmu?”
Sepertinya rasa malu Ena-chan sudah mencapai batasnya. Dia berteriak dengan wajah merah padam.
“I-Itu, SSouta-kun BODOOOOHHHH”
Setelah melempar kata-kata itu, Ena-chan langsung melarikan diri dari Mizushima menuju tempat Ketua Klub dan yang lain.
“Ena-chan... Kupikir dia bukan tipe yang suka hal-hal seperti itu. Tapi ternyata...”
“Yah, cewek-cewek itu lebih tertarik dengan hal-hal ‘nakal’ daripada yang dipikirkan, lho? Apalagi Ena-chan yang dibesarkan dalam keluarga yang ketat, pasti lebih banyak hasratnya yang terpendam.”
“Jangan bicara vulgar begitu.”
Sambil menghela napas melihat punggung Ena-chan yang menjauh, aku merasa sedikit bingung.
Memang, perempuan itu sulit dipahami.
“Nah, bagaimana? Mau lanjutkan mencari spot syuting? Ena-chan sudah pergi, tapi kita tetap lanjutkan, ‘kan?”
“Ah, iya. Ayo cepat selesaikan dan kembali.”
Saat kami hendak melanjutkan, tiba-tiba Mizushima memanggilku.
“Oh iya, Souta. Aku baru ingat sesuatu di tempat ini.”
Saat aku menoleh, kulihat Mizushima mengeluarkan sesuatu dari saku roknya.
“Ini, kukembalikan padamu. Aku sudah tidak membutuhkannya lagi.”
Ketika kulihat benda yang dia pegang, ternyata itu adalah P whistle.
“Tidak perlu lagi? Kenapa?”
“Yah, mulai sekarang kamu ‘kan akan selalu ada di sisiku. Jadi tidak perlu memanggil dengan bendai ini lagi, ‘kan?”
Sebelum aku bisa menjawab, Mizushima langsung melempar peluit itu ke arahku.
Tapi sepertinya dia melemparnya terlalu kuat, atau kontrolnya kurang. Peluit itu melengkung di udara, melewati kepalaku, dan jatuh di balik pantai.
(Hei, kamu lempar ke mana sih?)
Hampir saja terlempar ke laut dan hanyut.
Meskipun hanya mainan anak-anak, setidaknya lemparkan dengan sedikit lebih hati-hati.
“Tch, kalau mau melempar, setidaknya lemparlah ke arahku dengan benar...”
Saat aku memungut peluit yang setengah tenggelam di pasir, sambil menggerutu, tiba-tiba...
Chuu─
Tiba-tiba, selain bau laut, tercium juga wangi manis bunga kinmokusei.
Dan aku merasakan sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh bibirku.
(... Eh?)
Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi saat aku menoleh, tiba-tiba wajah cantik Mizushima sudah ada di depanku.
“Meskipun aku tidak bisa menjadi heroine pertamamu...”
Dia tersenyum malu-malu, tapi juga terlihat sangat bahagia.
“Tapi aku masih punya kesempatan untuk menjadi heroine terbaikmu, ‘kan?”
Terlalu terkejut dengan serangan tiba-tiba ini, aku kehilangan kata-kata untuk membalas.
Hanya bisa terpaku melihat senyum tulus Mizushima yang secerah bunga yang mekar.
“Terima kasih, Souta... Kamu menjaga cinta pertamaku.”
Memang banyak hal yang terjadi selama sebulan ini.
Pada akhirnya, aku merasa lega bahwa senyuman itu tidak hilang.
Bahwa aku berhasil melindungi senyuman itu.
“…Rasanya aku tidak melakukan sesuatu yang luar biasa.”
Karena itu, seperti saat aku pernah menolongnya dulu, aku berkata lagi dengan cara yang sama.
“Yah, jangan terlalu dipikirkan.”
Sambil memasang senyum percaya diri, aku berkata dengan penuh gaya.
“──Karena aku adalah pahlawanmu, kan?”
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.