Interlude 1
Ketertarikan Alisa
“Tadaima”
Kenapa ya, meski tahu tak ada yang menjawab, aku tetap mengucapkan kata itu saat pulang ke rumah? Sebuah rumah yang hanya kutinggali sendiri. Sebuah rumah besar yang bahkan jika aku menyalakan lampu di area yang kugunakan, separuhnya pun tak akan terang. Rumah mewah yang membuat semua orang iri, tapi sebenarnya terlalu besar untuk ditinggali sendirian. Aku, Asahina Alisa, sendirian. Orang tuaku yang sibuk dengan pekerjaan menghabiskan sembilan puluh persen waktu mereka di luar negeri, dan kakak laki-lakiku tinggal di asrama sekolah olahraga unggulan. Tapi hubungan keluarga kami baik-baik saja. Aku video call dengan orang tua setiap minggu, dan saat mereka pulang, mereka memelukku erat-erat, jadi aku merasakan kasih sayang mereka. Hubunganku dengan kakak juga tidak buruk. Tapi kami jarang makan bersama sebagai keluarga. Hanya saat Tahun Baru dan... mungkin saat Obon jika beruntung. Tapi pekerjaan orang tuaku menopang hidup banyak karyawan, dan kakakku adalah salah satu atlet top di Jepang, jadi meskipun keluarga tidak berkumpul, sepertinya mereka tidak merasa kesepian. Aku hanya bisa menganggapnya luar biasa.
“Fuuh”
Aku berbaring di sofa ruang tamu yang terlalu luas, meraih remote di meja, dan menyalakan TV. Aku memilih acara variety show untuk mengurangi rasa kesepian. Aku lapar... Aku harus mandi... Aku juga ingin ke toilet, tapi sekali berbaring, rasanya malas untuk bangun. Sebenarnya aku sangat pemalas. Aku jadi tidak ingin melakukan apa-apa, dan seragamku pasti sudah kusut. Aku mengeluarkan ponsel dari saku dan membuka aplikasi LINE. Aku hanya bertukar LINE dengan orang-orang yang memiliki hubungan dekat denganku. Untuk komunikasi biasa, DM Instagram sudah cukup... Yah, walaupun aku hanya punya akun untuk membaca saja. Mungkin aku harus mengirim pesan ke Shizuku, menanyakan kenapa dia belum pulang.
Kogure Ryouma: “Selamat malam. Aku coba mengirim pesan untuk melihat apakah pesannya sampai.”
Notifikasi LINE masuk ke pomselku. Aku langsung melompat bangun dari sofa. Punggungku sedikit sakit karena posisi tidur yang aneh. Oh iya, aku baru ingat bertukar QR code LINE dengan Kogure-kun. Aku belum pernah bertukar pesan LINE dengan laki-laki selain ayah dan kakakku, jadi aku bingung harus membalas seperti apa. Yah, mungkin sebaiknya aku balas seperti biasa saja.
ALISA: “Selamat malam. Aku kaget Kogure-kun menghubungiku. Sedang apa sekarang?”
Kogure Ryouma: “Sedang membuat makan malam. Sekarang lagi nunggu nasi matang sambil menyapa.”
ALISA: “Makan malam hari ini apa?”
Kogure Ryouma: “Chicken katsu. Aku beli banyak karena daging ayamnya lagi murah, jadi harus dihabiskan.”
Chicken katsu ya... Enak. Teksturnya yang juicy saat baru digoreng tidak kalah dengan tonkatsu. Dimakan dengan saus yang banyak dan kubis, nasi bisa habis berkali-kali. Daging ayam itu harganya terjangkau dan bisa diolah menjadi berbagai macam masakan.
Kogure Ryouma: “[Foto terlampir (Chicken katsu)]”
ALISA: “Dilarang mengirim foto makanan [Stiker]”
ALISA: “Aku jadi lapar.”
Kogure Ryouma: “Padahal tadi sudah makan pancake banyak, masih bisa makan lagi ya.”
ALISA: “Tentu saja. Ngomong-ngomong, bahasa Kogure-kun jadi santai ya di LINE.”
Kogure Ryouma: “Merepotkan kalau harus mengetik dengan bahasa formal terus.”
ALISA: “Kalau bicara langsung juga santai aja.”
Kogure Ryouma: “Kalau bicara langsung lebih mudah menggunakan bahasa formal.”
Aneh. Tapi entah kenapa aku merasa itu sangat mencerminkan dirinya. Padahal kami baru kenal, tapi kenapa aku bisa merasa seperti itu ya? Rasanya seperti teman masa kecil yang sudah lama bersama. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.
ALISA: “Kogure-kun tinggal di daerah mana?”
Kogure Ryouma: “Di bagian selatan Sagimiya. Agak merepotkan karena jauh dari halte bus.”
Oh, kota sebelah. Ternyata cukup dekat.
ALISA: “Rumahku di belakang halte bus Kusaka-mae. Hanya tiga menit dari rumah. Enak kan?”
Kogure Ryouma: “Asahina-san, jangan menyebarkan informasi yang bisa menunjukkan lokasi rumahmu kayak gitu”
“Ah.”
Aku keceplosan karena ingin membanggakan lokasi rumahku yang strategis.
ALISA: “Rumahku dipasang sistem keamanan, jadi tidak masalah.”
Kogure Ryouma: “Bukan itu masalahnya. Yah, hati-hati aja. Sekarang sedang tidak aman, pastikan mengunci pintu dengan baik, dan siapkan rute evakuasi untuk berjaga-jaga.”
ALISA: “Kogure-kun, apa kamu sering dipanggil ‘Mama’?”
Kogure Ryouma: “Tadi aku juga di bilang gitu. Hentikan.”
Kogure-kun memang aneh ya. Aku bodoh karena memberitahu alamatku, tapi dia sampai memperingatkanku... Apa mungkin dia tidak memperhatikanku? Laki-laki yang tidak tertarik padaku itu langka, jadi aku merasa agak lega. Saat aku berpikir ingin menikmati percakapan ini sedikit lebih lama, bel pintu depan berbunyi. Kalau itu orang yang kutunggu, seharusnya dia punya kunci. Seperti dugaanku, terdengar suara pintu terbuka bersamaan dengan sapaan "Selamat malam".
ALISA: "Malaikat sudah pulang."
Aku meletakkan ponsel-ku dan segera berlari memeluk gadis yang baru datang itu.
"Shizuku! Aku menunggumu!"
"Kyaa! Aduh."
Karena perbedaan tinggi kami sekitar 10 cm, tubuh Shizuku benar-benar tenggelam dalam pelukanku. Teman masa kecil dan sahabat terbaikku, Otsuki Shizuku, sudah datang.
"Hari ini kamu tidak pulang bersamaku, aku kesepian."
"Maaf ya, Alisa."
"Hmm. Aku bakal memaafkanmu kalau kamu menghiburku."
"Hari ini aku sudah menyiapkan kari kesukaanmu, ayo kita makan bareng."
"Yay!"
Aku suka sekali kari buatan Shizuku! Shizuku tersenyum dan berjalan ke arah dapur. Aku memutuskan untuk menunggu makanan favoritku dengan santai.
"Kamu tidur-tiduran di sofa lagi ya? Seragammu jadi kusut."
"Habisnya... Aku bosan sih."
"Sudah cuci tangan? Jangan lupa berkumur juga ya."
"Iya, Mama."
"Kayaknya aku sudah siap jadi ibu kapan aja nih."
Meskipun di sekolah aku selalu bersikap rapi, di rumah aku selalu manja pada Shizuku. Dia sahabat terbaikku dan teman masa kecil yang paling kusayangi. Dia adalah gadis yang paling kupercaya selain keluargaku. Dia baik hati, manis, dan bisa melakukan apa saja. Dia benar-benar hebat.
"Taruh seragam yang sudah dilepas di sana, nanti aku setrika. Eh, jangan buka baju di sini! ... Alisa, kamu tambah besar lagi?"
"Hmm, kayaknya gitu."
"Kita harus beli pakaian dalam lagi nih. Ayo pergi belanja akhir pekan depan."
"Oke!"
Ah, Shizuku benar-benar bisa diandalkan... Yah, mungkin aku saja yang terlalu pemalas.
Ada alasan kenapa Shizuku begitu rajin mengurusku. Saat kakakku pindah ke asrama untuk masuk SMA, aku yang sendirian bertekad untuk mulai memasak sendiri dan hampir menyebabkan kebakaran. Selain itu, aku juga payah dalam mencuci dan bersih-bersih. Karena itu, Shizuku yang tinggal di sebelah dengan sukarela mulai membantuku. Dia memang suka mengurus orang, tapi katanya dia khawatir melihatku sendirian. Jadi setelah berdiskusi dengan orang tuaku, kami memutuskan untuk mempekerjakan Shizuku sebagai asisten rumah tangga. Shizuku juga ingin mulai bekerja paruh waktu saat SMA untuk menghasilkan uang, jadi kepentingan kami sejalan. Dengan begitu, Shizuku bertanggung jawab atas semua pekerjaan rumah di akhir pekan dan menyiapkan tiga kali makan sehari pada hari kerja. Mungkin terdengar berat dengan sekolah dan kerja paruh waktu, tapi untuk hari kerja kami mempekerjakan pengurus rumah tangga terpisah, jadi beban Shizuku tidak terlalu berat selain memasak, kata Shizuku.
Aroma kari yang lezat mulai tercium. Sering dikatakan bahwa kari adalah rasa rumah, tapi dalam kasusku, kari buatan Shizuku pasti akan terpatri selamanya dalam ingatanku.
"Tadi pas pulang, aku bertemu Kokoro. Kami kebetulan pulang berdua."
"Dia baik-baik aja?"
"Kayak biasa. Kayaknya dia masih sibuk dengan kegiatan klubnya."
"Begitu ya. Kalau aja Kokoro satu sekolah dengan kita, kita bisa makan bertiga kayak dulu ya."
Aku, Shizuku, dan Kokoro adalah teman masa kecil yang selalu bersama sampai lulus SMP. Tapi karena Kokoro berbakat dalam renang, dia masuk ke sekolah olahraga unggulan yang sama dengan kakakku. Kami sudah SMA sekarang, jadi mau tidak mau kami harus berpisah. Tapi tetap saja, aku dan Shizuku tidak punya banyak teman, jadi kami merasa kesepian. Mendengar suara Shizuku memberitahu bahwa kari sudah siap, aku duduk di kursi meja makan.
"Syukurlah kalau dia baik-baik aja. Tapi akhir-akhir ini dia jarang mengirimiku pesan, jadi aku sedikit khawatir."
"Itu..."
"Kotak pesanku penuh dengan pesan dari Alisa, jadi aku tidak merasa kesepian sih. Ngomong-ngomong..."
Shizuku meletakkan mangkuk berisi kari di depanku. Aromanya benar-benar enak, sepertinya aku bisa makan banyak! Ah, tapi karena tadi sudah makan pancake, mungkin aku hanya bisa makan tiga mangkuk. Shizuku berhenti setelah meletakkan mangkuk. Saat aku mendongak, Shizuku masih tersenyum.
"Tadi kamu bilang pulang berdua, dengan siapa kamu pulang hari ini?"
Aku keceplosan. Tapi aku tidak bisa menyembunyikan apa-apa dari Shizuku yang kusayangi.
"Hari ini, karena ada waktu, aku mengajak Kogure-kun pulang bareng. Aku pengen tahu kenapa dia mendekatimu."
"Eh! Kamu benar-benar melakukannya!? Aduh! Padahal aku baru aja konsultasi denganmu, kamu langsung mengajaknya pulang bareng."
"Kalau dia berniat jahat padamu, lebih cepat lebih baik kan."
"Yah... Tapi karena kamu pulang bersamanya, berarti Kogure-kun bukan orang jahat ya."
"Itu... Benar juga."
"Sudah kubilang kan. Dia bukan orang jahat."
Kogure-kun ya. Teman sekelas laki-laki. Sebelum bertemu dengannya, kesan pertamaku adalah dia murid laki-laki yang seperti udara. Tidak berbahaya tapi juga tidak berguna. Tapi... Berbicara dengannya terasa sangat nyaman. "Ya, dia tidak buruk."
"Eh? Wah, kamu sampai menegaskannya. Tapi aneh ya, Alisa yang tidak suka laki-laki mau pulang bareng."
"Kokoro juga bilang begitu."
Aku waspada terhadap laki-laki yang tertarik padaku. Selama ini, entah berapa puluh atau mungkin ratusan laki-laki yang menatapku dengan pandangan menjijikkan, jadi aku bertekad untuk tidak pernah mempercayai laki-laki.
Jujur saja, aku tertarik pada cinta seperti orang lain. Aku membaca habis manga romansa milik Shizuku, dan kadang berpikir ingin mengalami cinta seperti itu. Tapi aku belum pernah jatuh cinta. Yah, mungkin karena aku selalu waspada terhadap laki-laki selain keluargaku. Sejujurnya, aku merasa tidak perlu berpacaran di SMA. Hanya sedikit pasangan yang menikah setelah pacaran di SMA. Jadi menurutku, cukup mulai berpacaran saat kuliah, atau lebih baik lagi saat sudah bekerja. Maaf jadi memuji diri sendiri, tapi aku cukup percaya diri dengan latar belakang keluarga dan penampilanku. Aku bisa memilih laki-laki yang lebih baik saat sudah dewasa nanti. Tapi aku heran kenapa aku bisa begitu santai dengan Kogure-kun. Padahal aku sudah bertekad untuk tidak pernah memberi kesempatan pada laki-laki... Mungkin karena dia menyukai Shizuku, dan aku tahu dia tidak tertarik padaku, makanya aku merasa aman.
"Kalau Alisa sampai memberi kesempatan, berarti dia memang bukan orang jahat ya. Awalnya aku juga mengira dia mendekati Alisa, tapi sepertinya bukan begitu."
"Aku juga sempat berpikir begitu."
Selama ini memang ada laki-laki yang mencoba mendekati Shizuku. Dan tujuan mereka semua adalah memanfaatkan Shizuku untuk mendekatiku. Karena itu aku selalu memberi pelajaran pada laki-laki yang mencoba melibatkan Shizuku... Tapi Kogure-kun sepertinya merasa tidak nyaman denganku.
“Terakhir, ada sesuatu yang membuatku kesal karena merasa diremehkan.”
“Eh?”
“Bukan apa-apa. Kayaknya alasan dia bicara dengan Shizuku cuman karena iseng. Tapi mungkin dia suka karena Shizuku adalah gadis paling imut di dunia.”
“Aduh! Cuman Alisa dan Kokoro yang bilang begitu. Aku bukan apa-apa di bandingkan kalian berdua...”
Aku belum bisa memberitahu bahwa Kogure-kun tertarik pada Shizuku. Pertama-tama, hubungan mereka harus lebih dari sekedar teman. Karena... Tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi dari ponsel-ku. Saat aku melihatnya, ada pesan masuk.
“Kakak, ah, dari Shizuru.”
“Eh, Shizuru-san!?”
Wajah Shizuku langsung berseri-seri. Ah, sangat manis. Aku suka sekali melihat ekspresi Shizuku yang menggemaskan seperti ini. Shizuru adalah kakak laki-lakiku yang setahun lebih tua, dan karena tinggal di asrama, tentu saja jarang pulang. Kami bertiga teman masa kecil sudah lama berteman dan tanpa pandangan subjektif sebagai adik... kakakku mungkin sangat populer. Mungkin tidak ada murid di sekolah kami yang bisa menandinginya. Kalau hanya penampilan luar, mungkin hanya Hirasawa Leo yang bisa menyaingi. Aku melihat pesan dari kakak.
“Shizuru bilang besok bakal mampir ke rumah. Mau mengajaknya makan malam?”
“Oh begitu! Hehe, kalau begitu... aku harus masak yang enak nih. Sudah lama tidak bertemu Shizuru-san.”
Wajah Shizuku memerah dan dia memegang dadanya. Shizuku sudah menyukai kakakku sejak sepuluh tahun yang lalu. Dia terus mencintainya dengan setia. Tapi cinta itu terlalu berbahaya. Kalau tidak cepat-cepat, kalau tidak cepat-cepat... Shizuku akan tahu. Kalau dia tahu, ikatan kami bertiga sebagai teman masa kecil mungkin akan hancur. Untuk mencegah itu, aku harus memancing dia. Masih ada pesan LINE yang belum dibaca. Oh iya, percakapanku dengan Kogure-kun tadi belum selesai. Yang bisa kulihat hanya satu pesan.
Kogure Ryouma: “Aku lampirkan resep saus karamel yang dipakai untuk pancake. Silakan dimakan bersama Otsuki-san kalau berkenan.”
“Hei Shizuku.”
“Apa?”
“Besok pagi, ada yang pengen kumakan.”
Aku harus berusaha... Aku akan memancing Kogure-kun dan mencoba menggoyahkan perasaan Shizuku.
“Pancake! Dan untuk makan malam, aku pemgen chicken katsu.”
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.