Chapter 2
Aku, Malaikat Dan Gadis Cantik Yang ceroboh
"Alisa sudah makan empat pancake sejak pagi, dan sekarang dia bilang tidak bisa bergerak lagi."
"Dia benar-benar seorang pemukbang handal ya."
"Tapi saus itu luar biasa. Aku juga belajar banyak."
Seperti biasa, pagi ini aku duduk bersebelahan dan berbincang dengan Otsuki Shizuku, orang yang disukai sahabatku. Mungkin efek dari pembicaraanku dengan Asahina-san kemarin, aku merasa jarak antara aku dan Otsuki-san sedikit berkurang. Memiliki topik pembicaraan yang sama tentang Asahina-san sangat membantu.
"Tapi hebat ya, kamu bisa akrab dengan Alisa kayak gitu. Aku terkejut lho."
"Mizuhara-san juga bilang gitu, tapi apakah itu hal yang aneh?"
"Ya. Alisa kan biasanya bersikap dingin terhadap anak laki-laki. Menurutku, itu bukan Alisa yang sebenarnya."
Mungkin itu semacam kewaspadaan karena dia populer. Nada bicaranya yang dingin dan ketus terasa seperti sebuah dinding. Wajar saja kalau dia bersikap seperti itu, mengingat Asahina-san memiliki penampilan yang sangat menarik.
"Tapi sebenarnya dia ceria... Dan agak ramah ya?"
"Oh! Kamu baru mengobrol banyak dengannya kemarin kan? Kamu sudah bisa memahaminya sejauh itu."
Aku tidak punya bukti pasti. Tapi Otsuki-san yang teman masa kecilnya bilang begitu, jadi pasti benar. Namun...
"...Menurutku dia agak ceroboh."
"Ah..."
"Padahal dia begitu waspada, tapi malah memberikan kontak dan alamat rumahnya dengan mudah. Itu agak aneh menurutku."
"Aku bakal menasihati Alisa nanti..."
Dasar, benar-benar seperti ibu ya.
"Soal Alisa ini, tolong jangan bilang-bilang ke anak laki-laki lain ya."
"Tentu saja tidak. Lagian kalau sampai ketahuan, aku merasa bisa dibunuh cuman dengan tatapannya."
"Benar juga. Kalau Alisa sudah menganggap seseorang sebagai musuh, dia tidak bakal mengampuninya."
Sepertinya dia juga menyerang orang-orang yang menyusahkan Otsuki-san. Lebih baik aku berhati-hati. Otsuki-san menatap wajahku lekat-lekat, lalu tersenyum kecil.
"Tapi kenapa ya Alisa bisa mempercayai Kogure-kun?"
Yang utama mungkin karena dia mengira aku menyukai Otsuki-san. Tapi aku tidak bisa mengatakan itu. Kalau kukatakan, itu sama saja dengan menyatakan cinta! Tapi aneh juga, dia sampai memberikan kontaknya padaku yang laki-laki ini hanya setelah sekali bertemu. Alasannya... mungkin satu.
"Mungkin karena aku tidak dianggap sebagai laki-laki."
"Eeeh?"
"Sejak dulu aku pandai mengurus rumah dan hobi menjahit, jadi sering diejek."
"Menjahit? Maksudnya membuat baju?"
"Tidak sebagus itu sih."
Aku menunjukkan folder foto di ponselku. Di sana ada banyak gambar malaikat kecilku.
"Lucunya! Jangan-jangan ini adikmu?"
"Iya, adikku suka anime jadi aku membuatkan kostum untuknya. Kalau beli kan mahal."
"Wah... Hebat ya. Yang ini cocok banget lho."
Aku membuat kostum penyihir kecil dengan menggabungkan beberapa kain untuk Hiyori yang suka anime mahou shoujo, lalu membuatnya memakainya. Orang tuaku senang, Hiyori tersenyum... sungguh luar biasa.
"Benar-benar kayak malaikat ya. Astaga... sungguh menggemaskan."
"Katanya kalau jarak umurnya jauh, kita jadi lebih sayang ya. Aku anak tunggal, jadi iri deh."
"Memangnya kamu memang mendambakan punya saudara?"
"Iya sih, tapi..."
Ekspresi Otsuki-san yang tadinya ceria sedikit muram.
"Alisa itu lho. Dia suka memelukku dan memperlakukanku kayak adik, itu agak..."
"Oh gitu. Tapi..."
Asahina-san yang tingginya mungkin lebih dari 160 cm, dan Otsuki-san yang sekitar 150 cm. Dengan perbedaan tinggi seperti itu, wajar saja. Asahina-san sangat menyayangi Otsuki-san. Mungkin perasaannya seperti keluarga, atau kalau dibilang buruk, seperti peliharaan. Aku terkejut Otsuki-san merasa agak tidak nyaman dengan itu.
"Menurutku hebat lho bisa disukai Asahina-san kayak gitu. Mizuhara-san juga sama."
"Begitu ya... Mungkin memang gitu."
Ekspresi Otsuki-san terlihat muram.
"Kami bertiga teman masa kecil sejak TK. Kami selalu bersama-sama setiap hari."
Di bawah langit pagi yang cerah, aku menunggu kata-kata Otsuki-san di bangku belakang gedung sekolah.
"Mungkin mengejutkan, tapi dulu waktu kecil akulah yang paling tinggi di antara kami bertiga. Meski seumuran, orang tua kami bilang aku kayak kakak perempuan mereka. Alisa yang penakut dan selalu menempel padaku, dan Kokoro yang polos dan santai. Meski aku sendiri yang bilang, tapi kupikir aku adalah anak yang bisa diandalkan."
"Melihat Asahina-san sekarang, aku bisa memahaminya. Otsuki-san juga terlihat bisa diandalkan."
"Ya, terima kasih."
Sepertinya dia datang pagi-pagi setiap hari untuk berkebun dan membersihkan sekolah. Di belakang bangku ada kantong sampah berisi sampah yang dikumpulkan dari sekolah. Mungkin memang pada dasarnya dia memiliki karakter yang rapi dan teratur.
"Karena itu kupikir bakal terus kayak gitu... Tapi pertumbuhan itu kejam ya."
"Ya."
"Kayak yang kamu lihat, Alisa tumbuh pesat sejak kelas atas SD dan menjadi yang paling cantik dan elegan. Dia pintar, jago olahraga... banyak hal yang tidak berubah, tapi dia tumbuh menjadi gadis yang sangat populer di kalangan anak laki-laki."
"Dia memang disukai semua anak laki-laki di sekolah ya."
"Kokoro juga mulai menunjukkan hasil di renang yang dia mulai di SD. Dia menjadi juara nasional tingkat SD... Sungguh luar biasa. Dia berkembang pesat dan menjadi calon atlet Olimpiade di masa depan. Ditambah lagi, dia juga menjadi secantik Alisa."
"Benar-benar bintang lokal ya."
"Dan... Aku yang tidak punya apa-apa. Padahal kami bertiga adalah teman masa kecil yang akrab, tapi cuman aku yang biasa-biasa aja. Aku menjadi bayangan di balik cahaya mereka berdua."
"Tidak begitu kok."
"Sudahlah, tidak usah berbaik hati. Siapapun yang melihat pasti tahu ini cuman rasa iri dari orang biasa yang jelek. Perasaan tidak suka saat diperlakukan kayak adik oleh Alisa juga merupakan bentuk kecemburuan."
"Tapi kamu tidak membenci mereka berdua kan? Malah sangat menyayangi mereka."
"...Eh?"
Otsuki-san mengubah ekspresinya seolah terkejut. Mungkin dia bisa mengabaikan kata-kata yang sudah dia perkirakan, tapi tidak bisa mengabaikan kata-kata yang tidak dia duga.
"Karena sayang, kamu pengen bersama mereka. Dan diam-diam merasa bangga bisa diandalkan oleh mereka berdua yang luar biasa. Benar kan?"
"Gimana kamu tahu?"
Kupikir kalau benar-benar cemburu dan tidak suka, seseorang akan menjauh. Mereka akan merasa tidak ingin melihat prestasi cemerlang itu. Tapi Otsuki-san sangat menyayangi Asahina-san dan Mizuhara-san. Meski cemburu, dia tetap menyayangi mereka. Dia senang karena mereka berdua mengandalkannya, makanya dia tetap berada di sisi mereka. Kurasa itu bentuk kasih sayang.
"Aku juga begitu. Aku punya teman masa kecil, dan sampai pertengahan SD akulah yang tumbuh paling cepat. Tapi sekitar kelas atas, teman masa kecilku mulai tumbuh tinggi dan menunjukkan bakatnya."
"...Begitu ya. Hirasawa-kun selalu ada di sisi Kogure-kun ya."
"Sejak SMP dia sangat populer di kalangan anak perempuan. Meski cemburu pada Leo yang kayak gitu, aku tetap berteman dengannya sebagai teman masa kecil."
"Entah kenapa, aku dan Kogure-kun mirip ya."
Ya, aku dan Otsuki-san memang mirip. Sama-sama punya teman masa kecil yang paling populer di sekolah. Posisi dan kemampuan kami juga mirip. Tapi...
"Meski begitu, menurutku Otsuki-san lebih hebat."
"Eh? Itu karena aku punya dua teman masa kecil?"
Itu juga benar, tapi menurutku Otsuki-san hebat karena disukai oleh anak laki-laki paling populer di sekolah. Itu saja sudah sangat berbeda. Menurutku Otsuki-san adalah gadis yang cukup menarik hanya karena disukai oleh Leo. Karena itu, meski mirip, aku yang biasa-biasa saja dan Otsuki-san sebenarnya berbeda.
"Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi, ayo kembali?"
Aku benar-benar ingin membantu cinta ini berhasil. Dengan begitu, Otsuki-san pasti akan merasa setara dengan kedua teman masa kecilnya.
Kelompok lima anak laki-laki dengan Leo sebagai pusatnya. Saat istirahat mereka mengobrol di dekat kursiku, tapi saat makan siang mereka sering pergi ke kantin. Aku kadang membuat bekal, tapi karena waktu pagi yang terbatas, aku lebih sering menerima uang dan makan di kantin sekolah. Percakapan mereka seperti biasa, Leo berbicara dan tiga orang lainnya menanggapi dan mengembangkan pembicaraan. Hari ini, Leo yang selesai makan lebih dulu berdiri dari kursi kantin.
"Maaf. Perutku mulai sakit, jadi aku pergi duluan ke toilet ya."
"Hati-hati~"
Pantas saja dia makan cepat di akhir. Sakit perut saat makan itu benar-benar menyiksa ya. Kalau bisa, aku ingin itu terjadi setelah selesai makan. Setelah itu, tiga orang yang makan bersamanya segera berdiri begitu selesai makan. Tapi aku masih menyeruput udon. Nah... aku sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Aku duluan ya."
Tiga orang itu pergi ke kelas dengan cepat tanpa menungguku. Mereka bertiga hanya mengagumi dan mendekati Leo, mereka tidak peduli padaku. Jadi ketika Leo ada, mereka menunggu sampai Leo berdiri, tapi ketika Leo tidak ada, mereka meninggalkanku dan kembali ke kelas. Bagi mereka, aku mungkin kurang dari teman... Bahkan mungkin hanya sebatas kenalan. Yah, sebenarnya... Aku memang karakter pendiam yang tidak menonjol. Mungkin mereka hanya menganggapku orang biasa yang mendapat keuntungan dari Leo.
"Hahh..."
Karena itu, selain Leo, aku tidak punya teman yang bisa kusebut sahabat di sekolah. Karena termasuk kelompok populer, aku dijauhi oleh siswa lain, tapi diperlakukan seperti udara oleh anggota kelompok populer itu sendiri. Di klub juga hampir sama. Aku benar-benar tidak punya hawa kehadiran. Aku harus cepat menghabiskan makan siang dan kembali ke kelas.
“Kogure-kun sendirian?”
Mendengar suara tegas seorang gadis, aku mengalihkan pandangan dari udon yang sedang kusedot dan mengangkat wajah. Di sana berdiri seorang gadis cantik dengan rambut pirang platinum.
“Asahina-san.”
“Kogure-kun juga makan di kantin ya.”
Ya, gadis paling populer di sekolah, Asahina Alisa, sedang berdiri di sana. Memang benar-benar gadis tercantik di sekolah. Tiba-tiba pandangan siswa di sekitar mulai tertuju padanya. Wajahnya memang setara artis... Wajar saja kalau orang-orang menatapnya. Dia juga memilih menu paling populer di kalangan anak laki-laki, ramen porsi besar. Benar-benar hebat.
“Iya. Aku juga tidak menyangka Asahina-san makan di kantin.”
“Biasanya aku bawa bekal, tapi sekitar sebulan sekali aku makan di kantin. Kadang-kadang aku pengen makan makanan hangat juga.”
Asahina-san meletakkan makanannya di meja yang sama denganku. Kenapa dia meletakkannya di sini?
“Ah, Alisa... Ternyata di sini.”
Yang mendekat adalah Otsuki-san. Memang teman masa kecil yang akrab. Tentu saja mereka makan bersama.
“Selamat siang, Kogure-kun.”
“Ya, selamat siang.”
Otsuki-san duduk di sebelah Asahina-san. Kukira aku akan makan sendirian, tapi ternyata dua gadis dari kelasku malah mendekat. Sungguh perkembangan yang tak terduga. Otsuki-san memesan soba porsi kecil.
“Otsuki-san porsinya sedikit ya... Beda banget ukurannya.”
“Ini normal kok. Kalau menggunakan porsi makan Alisa sebagai standar, semua orang bakal jadi gemuk.”
“Hei! Aku sudah menahan diri untuk makan siang tahu!”
Menahan diri tapi tetap makan ramen porsi besar. Orang ini benar-benar suka mukbang ya. Katanya tadi pagi juga sudah makan pancake. Aku yang sudah selesai makan sebenarnya bisa berdiri kapan saja... Tapi karena mereka sedang asyik mengobrol, rasanya tidak enak untuk pergi begitu saja.
“Fuuh fuuh.”
Otsuki-san yang makan dengan mulut kecilnya terlihat seperti tupai, sungguh menggemaskan. Hal-hal seperti ini mengingatkanku pada adikku Hiyori. Aku ingin cepat pulang dan memanjakan Hiyori. Saat aku mengalihkan pandangan, Asahina-san sedang menyeringai. Dia berdiri, pindah meja, dan duduk di sebelahku.
“Hei, Kogure-kun.”
Asahina-san mendekatkan wajahnya.
“Fufu, kamu sedang memperhatikan Shizuku kesayanganku kan? Mau kubiarkan kalian berduaan aja?”
Dia pasti sedang menggodaku. Tapi wajahnya terlalu dekat. Kalau didekati seperti ini aku jadi malu.
“Tidak, bukan begitu...”
“Sudah, tidak usah malu-malu.”
Bukan. Alasan aku malu adalah karena kamu berbicara dari jarak yang sangat dekat. Apa dia melakukan ini karena mengira aku punya perasaan romantis pada Otsuki-san? Dan lagi, baunya harum. Gadis itu benar-benar hebat!
“Alisa akrab banget ya sama Kogure-kun. Aku baru pertama kali melihatmu mendekat ke anak laki-laki kayak gini.”
Saat itu Asahina-san menyadari bahwa aku, seorang laki-laki, berada sangat dekat dengannya, dan wajahnya langsung memerah. Perubahan itu terlihat jelas, tapi... Aku juga tidak dalam posisi yang nyaman. Asahina-san langsung menjauh dariku.
“Wa-wa-wa!”
“Kalau mau menggoda, jangan mendekat, lakukan lewat chat aja.”
“Ma-maaf.”
Otsuki-san yang tidak mengerti apa yang terjadi hanya memiringkan kepalanya.
Kami bertiga keluar dari kantin setelah selesai makan. Pada akhirnya suasananya tetap aneh. Yah... Asahina-san dan Otsuki-san. Asal mereka berdua tidak membenciku, kurasa tidak apa-apa. Masih ada waktu sebelum istirahat siang berakhir.
“Kalau gitu aku... Mau ke kebun bunga. Kalian berdua kembali ke kelas?”
Oh iya, Otsuki-san bilang dia juga berkebun saat istirahat siang. Dia benar-benar suka berkebun ya. Mungkin nanti aku akan memberitahu Leo dan mengatur agar mereka bisa bertemu dengan baik.
“Hei.”
Asahina-san menusuk-nusuk punggungku.
“Kogure-kun juga ikut, dan bantu Shizuku.”
“Eh?”
“Pasti dia bakal meningkatkan kesan baiknya padamu. Kalau kalian sering bekerja sama kayak gitu, kupikir Shizuku juga akan melihatmu dengan pandangan berbeda.”
“Ya-yah... Mungkin begitu.”
“Lalu... Ajak dia kencan.”
“Hah?”
Mengajak kencan? Mana mungkin aku bisa melakukan itu. Lagian, aku tidak benar-benar menyukai Otsuki-san. Aku hanya mengumpulkan informasi tentangnya untuk sahabatku, tidak berniat untuk menjadi terlalu akrab dengannya.
“Baru bisa mengobrol aja sudah mau mengajak kencan, itu terlalu terburu-buru kan!”
“Tidak kok. Kalau kamu punya perasaan pada Shizuku, kamu harus agresif.”
“Tidak, itu terlalu cepat. Aku harus lebih mengenal dia dulu.”
“Ini tidak terlalu cepat. Kita tidak punya waktu untuk santai-santai.”
“...”
“Kogure-kun!”
Kenapa tiba-tiba dia mendesakku seperti ini? Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dipikirkan Asahina-san. Kalau aku mengajaknya, pasti akan ditolak. Setidaknya, aku harus bisa melewati situasi ini.
Saat aku mengangkat kedua tangan dan perlahan mundur, Asahina-san mendesakku lebih jauh.
“Dengar tidak! Hei!”
“Oi, apa yang kamu lakukan!”
Suara lelaki yang familiar menggema di lorong yang sepi. Suara itu milik Hirasawa Leo, sahabatku.
Dengan wajah serius, Leo meraih lenganku dan menarikku ke belakangnya.
“Jangan mendesak Ryouma kayak gitu, Asahina.”
“Itu bukan urusanmu, Hirasawa-kun.”
“Ini urusanku. Aku tidak bisa membiarkan Ryouma yang sedang kesulitan begitu aja. Hah?”
Leo menatap tajam ke arah Asahina-san, kemudian mengarahkan pandangannya ke Otsuki-san yang berada di dekatnya.
“Hiik!”
Otsuki-san menunjukkan ekspresi ketakutan, mungkin karena wajah serius Leo.
“Jangan menakut-nakuti Shizuku!”
Asahina-san yang sangat menyayangi Otsuki-san tentu tidak bisa membiarkan hal itu, dia segera berdiri di depan Otsuki-san. Leo dan Asahina-san saling menatap tajam.
Aku berbisik ke telinga Leo agar tidak terdengar oleh kedua gadis itu.
"Aku tidak apa-apa. Tidak baik memberi kesan buruk pada Otsuki-san."
"Tapi..."
"Kamu benar-benar tidak sopan ya. Aku tidak suka sikapmu yang sok berkuasa. Kamu mengabaikan perasaan para gadis dengan sombong!"
"Hah. Kita sama aja. Aku dari awal tidak suka sifatmu yang dingin. Kamu selalu bersikap dingin pada Suzuki, Sato, dan Tanaka kan!"
Hubungan mereka seperti air dan minyak. Hubungan kedua orang yang awalnya sudah tidak punya kesan baik ini menjadi semakin buruk.
"Jangan pernah bicara padaku lagi. Shizuku, ayo pergi."
"I-iya..."
"Ryouma, ayo pergi."
"A-ah..."
Leo dan Asahina-san berbalik dan mulai berjalan. Perpisahan total, Otsuki-san mengikuti Asahina-san, dan aku hanya bisa mengikuti Leo. Kami berpisah dengan para gadis dan masuk ke gedung sekolah. Leo yang berjalan cepat tiba-tiba berhenti.
"Arrrgghhh!"
Tiba-tiba Leo berteriak dan tubuhnya yang tinggi 180 cm itu meringkuk. Gadis-gadis yang menyukainya pasti tidak bisa melihatnya dalam keadaan seperti ini. Aku berpindah ke depan Leo.
"Ada apa?"
"Hei Ryouma... Apa aku dibenci Otsuki ya?"
Orang paling populer di sekolah yang tadi begitu bersemangat kini menangis dan terlihat depresi.
"Dia mungkin tidak punya kesan baik padamu."
"Begitu ya..."
"Kenapa kamu melakukan hal kayak gitu? Kamu tahu kan aku mendekati Otsuki-san untukmu. Kamu seharusnya menghindari hubungan dengan Asahina-san. Kemarin aku juga sudah bilang kalau Asahina-san salah paham."
Leo menundukkan kepalanya lesu. Pada dasarnya dia keren... Tapi ternyata sensitif dan ceroboh. Aku sangat memahami karakter Leo. Tadi malam juga, ketika kuberitahu bahwa Asahina-san salah paham mengira aku menyukai Otsuki-san, dia mulai berkata, "Kalau itu Ryouma, meski menyakitkan aku bakal mundur... Hiks, tolong bahagiakan orang yang kusukai," dan itu sangat merepotkan. Sungguh situasi yang menyebalkan.
"Harusnya kamu biarin aku aja."
"Mana bisa aku melakukan itu!"
Leo berkata dengan nada keras.
"Mana bisa aku membiarkanmu kesulitan!"
"Tidak ada artinya kalau kamu dibenci oleh orang yang kamu sukai."
"Tapi... Aku tidak bisa membiarkan Ryouma!"
Hahh... Aku merasa sangat senang dengan tindakan teman masa kecilku ini yang mau membantuku meski harus dibenci oleh orang yang dia sukai. Karena dia selalu ada di sisiku seperti ini, aku merasa tidak apa-apa meski tidak punya sahabat selain Leo. Aku menyentuh bahu Leo yang meringkuk.
"Terima kasih, Leo. Ayo kita mulai lagi dari awal."
Nah... Membuat Asahina-san marah itu tidak baik. Aku harus mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki nama baikku, kalau tidak aku bisa dilarang berbicara dengan Otsuki-san. Aku agak enggan untuk memulai pembicaraan. Saat aku sedang bingung di tengah pelajaran sore, ponselku berbunyi dan ada satu pesan masuk.
ALISA: "Kamu ada waktu sepulang sekolah hari ini? Ada yang pengen kubicarakan di sana."
Itu adalah pesan dari Asahina-san yang lebih tenang dari yang kukira. Saat aku berpikir mungkin dia tidak terlalu marah, pesan berikutnya masuk.
ALISA: "Shizuku memarahiku karena sudah memojokkan Kogure-kun. Hiks."
Oh, rupanya dia juga dapat ceramah di sana. Kalau begini... Mungkin bisa. Aku mengirim pesan persetujuan.
Sepulang sekolah, setelah memastikan Asahina-san keluar dari kelas, aku keluar beberapa saat kemudian. Untuk berjaga-jaga, aku memeriksa sekeliling sebelum masuk ke kafe langganan Asahina-san.
"Uwah."
Aku melihat Asahina-san duduk di tempat biasa. Dia menunjukkan ekspresi campuran antara marah, menyesal, dan sayang. Sepertinya dia sudah memesan begitu masuk, karena di meja sudah ada beberapa pancake.
"Apa-apaan suaramu itu."
Dia memelototiku, tapi aku tidak bereaksi dan duduk di kursi di depannya. Kulihat ada pancake di kursiku juga.
"Asahina-san... Inl..."
"Aku juga, yah, mungkin terlalu memaksa. Ini bukan permintaan maaf, tapi... Yah..."
Mungkin dia merenung setelah dimarahi Otsuki-san. Karena sudah diberi, aku memutuskan untuk memakannya. Saus spesial itu terlalu manis untukku, jadi aku memakai saus madu biasa.
"Aku juga minta maaf sudah membuat Otsuki-san takut. Aku sudah bicara pada Leo."
"Aku memaafkanmu, tapi aku tetap tidak suka laki-laki itu."
Asahina-san menggelengkan kepalanya. Sepertinya mereka memang tidak cocok. Mungkin akan sangat sulit untuk menyampaikan kebaikan Leo pada Asahina-san. Mari kita singkirkan dulu masalah Leo. Ada satu hal yang ingin kutanyakan.
"Gimana keadaan Otsuki-san setelah itu?"
"Ginana apanya, dia tetap manis kayak biasa."
"Bukan itu maksudku."
"Aku mengerti. Mentalnya cukup kuat, jadi dia bakal baik-baik aja. Dia tidak akan menghindarimu cuman karena hal kayak gitu."
Sejujurnya, aku tidak terlalu peduli tentang diriku sendiri. Mungkin agak sensitif untuk menanyakan pendapatnya tentang Leo. Pokoknya, mungkin aku harus bersyukur karena setidaknya aku tidak dilarang mendekati Otsuki-san.
“Tapi aku belum menyerah untuk membuat kalian kencan.”
“Tu-tunggu, kencan? Aku tidak punya keberanian untuk mengajaknya.”
Ternyata dia belum menyerah. Aku hanya mendekati Otsuki-san demi Leo, bukan karena aku ingin berkencan dengannya. Terlepas dari ada tidaknya perasaan, mengajak seorang gadis pergi bermain terlalu sulit bagi aku yang introvert ini.
“Aku mengerti. Yang tadi memang terlalu memaksa. Aku juga tidak tenang.”
“Jadi...”
“Ayo kita pergi bertiga. Aku bakal mengajak Shizuku, dan kamu bergabung di sana. Dengan begini kamu tidak perlu merasa sungkan kan?”
Dia memberi usulan yang sulit ditolak. Dengan begitu aku tidak perlu melakukan hal yang paling tidak kusukai, yaitu mengajak seorang gadis pergi. Tapi kenapa Asahina-san begitu memaksa ya? Yah... Ini kesempatan bagus bagiku untuk mempererat hubungan dengan Otsuki-san.
“Lalu untuk kencan ini, kita mau pergi ke mana? Bertiga kan?”
“Ya, ini.”
“Tiket masuk Amazing Land, taman hiburan ya?”
Asahina-san mengeluarkan amplop tiket dari tas sekolahnya. Amazing Land adalah taman hiburan terbesar di daerah ini di luar kota. Aku pernah pergi ke sana dengan teman-temanku waktu kecil, tapi tidak pernah lagi sejak saat itu.
“Memperdalam hubungan dengan Shizuku melalui interaksi di taman hiburan. Bagus kan?”
“Hmm, yah. Ah.”
Aku melihat tiket yang ditunjukkan Asahina-san dengan lebih seksama.
“Ada pertunjukan Magical Girl Cure Cure ya.”
“Kogure-kun. Aku tidak menolak hobi otaku-mu, tapi menurutku tidak baik pergi ke sana pas kencan.”
“Bu-bukan gitu.”
Asahina-san terlihat sangat kecewa. Uh, memalukan.
“Adikku yang suka Cure Cure. Beberapa waktu lalu, aku bermaksud mengajaknya ke pertunjukan Cure Cure, tapi dia demam jadi tidak bisa pergi. Eh? Asahina-san?”
“Hei, Kogure-kun.”
Terdengar suara ‘gogogogo’ dan aura aneh keluar dari Asahina-san.
“Kamu... Punya adik perempuan?”
“Ya, baru aja berusia lima tahun.”
“Tunjukkan padaku.”
Apa dia tidak percaya? Tanpa peduli, aku menunjukkan banyak foto Hiyori di ponselku. Ya, memang manis. Aku ingin cepat pulang dan bermain dengan Hiyori.
“Ah! Ma-manis banget.”
“Ya, dia manis. Benar-benar seperti malaikat kan?”
“Enak ya... Aku selalu ingin punya adik perempuan. Aku iri.”
“Adik yang usianya jauh memang sangat manis.”
Saat usiaku sepuluh tahun dan orang tuaku bilang akan punya adik, aku merasa belum siap, tapi begitu dia lahir, dia benar-benar manis. Mungkin lebih baik punya adik yang usianya jauh daripada yang terpaut sedikit.
“Oh iya! Kogure-kun, bawa adikmu juga ya!”
“Hah?”
“Kita berempat pergi ke taman hiburan. Terus pas ada kesempatan bagus, aku bakal mengajak adikmu pergi, dan selama itu Kogure-kun bisa lebih akrab dengan Shizuku.”
“Jangan menculik adikku ya.”
“Tidak akan! Aku bakal mengajaknya ke pertunjukan Cure Cure. Pertunjukannya baru mulai setelah siang hari.”
“Hmm.”
Untungnya tiket ini bisa digunakan untuk empat orang secara gratis, jadi usulan itu sangat membantu. Akhir-akhir ini aku juga tidak bisa meluangkan waktu untuk Hiyori... Dia pasti sangat ingin menonton pertunjukan Cure Cure. Meski agak khawatir ditinggal berdua dengan Otsuki-san, yah... Mungkin bisa diatur.
“Baiklah. Kalau gitu, Sabtu depan terlalu dekat, jadi gimana kalau Sabtu berikutnya?”
“Ya, ayo kita lakukan.”
Aku merasa hubungan kami berkembang lebih baik dari yang kuduga. Tapi... Suatu saat aku harus memberitahu bahwa aku berbohong soal menyukai Otsuki-san. Apakah aku bisa selamat saat itu tiba?
“Hahhh... Namanya Hiyori-chan ya. Manisnya...”
Saat ini, aku hanya bisa mengangkat bahu melihat gadis tercantik di sekolah yang wajahnya memerah sambil menggenggam erat ponselku. Yah... Biar saja mengalir apa adanya.
“Nii-nii! Aku sangat menantikannya! Cure Cure!”
“Ya. Jangan lupa berterima kasih pada kedua Onee-san yang mengajak kita ya.”
Waktu berlalu begitu cepat, dan tibalah hari kami berempat pergi bermain. Malam saat Asahina-san mengajak, aku memberitahu Hiyori dan dia sangat senang, berkata bahwa dia pasti akan ikut. Aku harus berterima kasih pada Asahina-san nanti. Aku berjalan pelan-pelan sambil bergandengan tangan dengan Hiyori menuju stasiun, tempat kami janjian bertemu.
Amazing Land berjarak sekitar 20 menit dengan kereta, dan transportasinya cukup mudah. Aku juga khawatir karena situasinya aku sendiri yang laki-laki, jadi membawa adik perempuanku benar-benar membantu.
“Apa mereka berdua sudah datang ya?”
Tiba di tempat pertemuan di depan stasiun. Meskipun baru jam sepuluh, sudah cukup ramai. Sosok Asahina-san tidak terlihat. Karena datang lima belas menit lebih awal dari waktu janjian, mungkin dia belum tiba.
“Nii-nii. Hari ini tidak bersama Leo?”
“Ya. Bersama orang lain.”
“Teman Nii-nii?”
Apakah bisa disebut teman ya. Dia lawan jenis, dan rasanya hubungan kami belum cukup dekat untuk disebut teman. Kami memang bertukar kontak, tapi tidak banyak berkomunikasi. Asahina-san juga bilang dia tidak pandai bergaul dengan laki-laki, jadi aku tidak bisa memaksakan persahabatan. Lebih baik aku menjawab secara ambigu.
“Yah, begitulah.”
“Nii-nii, ternyata punya teman selain Leo ya. Aku kaget.”
“Tolong hentikan, itu menyakitkan hatiku.”
Mana mungkin orang tak kasat mata sepertiku punya teman... Ini pasti karena Leo selalu ada di sisiku. Ikemen yang kelihatan populer itu mengambil kemampuan berteman dariku. Yah, sudahlah. Sebentar lagi waktu janjian tapi masih belum ketemu. Kalau Otsuki-san sih wajar, tapi Asahina-san harusnya mencolok dengan penampilannya itu.
“Permisi.”
Tiba-tiba ada yang menyapa. Aku berbalik dan terkejut. Seorang wanita yang menutupi wajahnya dengan topi, kacamata hitam, dan masker. Dari suara dan lebar bahunya aku tahu dia wanita, tapi tetap waspada karena penampilannya mencurigakan. Aku menyembunyikan Hiyori di belakangku, tapi suaranya terdengar familiar.
“Apakah kamu Asahina-san?”
Ternyata memang Asahina-san. Dia perlahan melepas topinya, dan rambut platinum blonde indahnya yang panjang hingga punggung terurai. Padahal tadi penampilannya sangat mencurigakan, tapi hanya dengan melepas topi itu, seolah-olah muncul gadis cantik yang luar biasa.
“...Glek.”
Suara menelan ludah terdengar sampai ke telingaku. Karena selama ini aku hanya melihatnya dalam seragam sekolah, penampilannya dengan pakaian casual terasa sangat baru.
Kemeja putih polos dilapisi kardigan warna lembut, ditambah jepit rambut warna pastel yang biasanya tidak dia pakai, memberikan kesan kelembutan. Dengan pakaian casual, ternyata levelnya setinggi ini. Aku jadi paham satu alasan lagi mengapa lebih dari setengah anak laki-laki di sekolah jatuh cinta padanya. Untung saja aku sudah kebal terhadap wanita cantik karena berbagai pengalaman di SD dan SMP. Kalau tidak, mungkin aku akan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
“Halo~”
Suara dan lambaian tangan kecilnya juga mempesona. Pandangan para pria di sekitar langsung tertuju pada Asahina-san. Dengan kecantikan seperti itu, wajar saja. Mungkin dia menutupi wajahnya untuk menghindari perhatian pria. Padahal bukan selebriti tapi pasti merepotkan ya.
“Wah... Kayak seorang putri.”
(Tln : putri di sini bukan ojou-sama, tapi hime)
Hiyori yang hanya mengenal saudara laki-laki pun terpesona melihatnya.
“Hi-Hiyori-chan! Ka-kamu imut banget!”
Gadis cantik pun bisa berubah kalau berteriak keras. Melihat senyum mesumnya saat melihat Hiyori, perasaan hormat yang tadi muncul langsung menguap.
“Hau.”
“Aku selalu pengen bertemu denganmu! Benar-benar imut, kayak malaikat.”
“Bukan “kayak” malaikat, tapi memang malaikat.”
“Se-sesak.”
“Ah, maafkan aku!”
Asahina-san yang memeluk Hiyori erat-erat akhirnya sadar diri dan melepaskannya. Hiyori menarik lengan bajuku.
“Nii-nii.”
“Ada apa Hiyori?”
“Dada Onee-sannya besar banget. Lebih besar dari Mama.”
“Hentikan.”
Aku bingung harus menanggapi apa. Tapi sedikit iri sih.
“Hiyori, ini Asahina-san. Dia yang mengundang kita ke taman hiburan hari ini. Ucapkan terima kasih.”
“Mm! Onee-san, terima kasih untuk hari ini.”
“Wah, sopan banget ya. Senang bertemu denganmu hari ini.”
Asahina-san terlihat senang mengelus kepala Hiyori berulang kali. Dia suka anak-anak ya. Nada suaranya juga lembut, rasanya aku bisa melihat sisi lain darinya.
“Ngomong-ngomong, Otsuki-san mana? Apakah dia terlambat?”
“Um, sebenarnya... Shizuku terkena flu dan demam sejak semalam...”
“Eh, apakah dia baik-baik aja? Benar juga, kemarin malam memang agak dingin ya. Aku khawatir, apa sebaiknya kita menjenguknya?”
“Demamnya cuman sekitar 37 derajat, dan keluarganya sedang merawatnya, jadi tidak apa-apa kok.”
“Begitu ya, syukurlah.”
“Ternyata kamu benar-benar mengkhawatirkannya ya.”
“Eh?”
“Aku sempat berpikir untuk menamparmu kalau kamu bilang ‘Terus gimana dengan rencana hari ini?’”
“Aku tidak sedingin itu.”
Aku memang berbicara dengan Otsuki-san kemarin pagi, jadi wajar kalau aku khawatir.
“Tapi kalau gitu, tujuan awal kita tidak tercapai ya. Asahina-san juga pasti khawatir dengan Otsuki-san, gimana kalau kita batalkan aja hari ini?”
“Eh... Jadi tidak nonton pertunjukan Cure Cure?”
Hiyori sepertinya juga menyadari bahwa Otsuki-san tidak bisa datang, dan mengeluarkan suara kecewa. Asahina-san yang menyiapkan tiketnya, jadi aku tidak bisa memaksakan kehendak. Yah, mungkin aku bisa pergi berdua saja dengan Hiyori dengan uangku sendiri. Asahina-san membungkuk dan menurunkan tubuhnya hingga sejajar dengan mata Hiyori.
“Tidak apa-apa. Ayo kita pergi bertiga ke taman hiburan. Kita bakal menonton pertunjukan Cure Cure!”
“Apakah tidak apa-apa?”
“Hiyori-chan sudah menantikannya kan? Kogure-kun juga bilang belakangan ini tidak bisa menemanimu, jadi aku tidak pengen membuatmu sedih.”
“Tapi... Rasanya tidak enak pada Asahina-san...”
“Sejak awal aku datang buat bermain dengan Hiyori-chan kok. Ayo pergi!”
Kalau begitu, seharusnya tidak masalah jika ditunda sampai minggu depan. Tapi Asahina-san datang karena tidak ingin Hiyori sedih. Dia benar-benar orang yang baik. Aku malu mengingat awalnya aku berpikir tidak cocok dengannya.
“Ngomong-ngomong Kogure-kun. Boleh aku bertanya satu hal?”
“Ya?”
“Kamu berniat pergi kencan dengan Shizuku dengan penampilan super norak ini?”
Asahina-san berkacak pinggang dan memandangiku dari atas sampai bawah. Aku memadukan jeans dengan kemeja kotak-kotak, tapi sepertinya itu tidak bagus ya. Padahal ini satu-satunya baju untuk keluar yang aku punya... Tatapan dinginnya memang menakutkan.
“Lain kali kita harus memperbarui gaya berpakaianmu. Untung aja Shizuku belum melihatnya.”
“Ah... Maafkan aku.”
“Lain kali aku bakal menemanimu belanja... Jangan pasang wajah tidak suka begitu!”
Ugh, sepertinya ekspresi wajahku ketahuan. Tapi ekspresi Asahina-san tetap tenang.
“Keretanya sudah datang, ayo kita berangkat.”
Kemudian kami naik kereta menuju Amazing Land. Di dalam kereta, Asahina-san terus bergandengan tangan dengan Hiyori dan berbicara dengan ceria. Hiyori juga terlihat akrab dengannya, suasananya bagus. Tapi... Rasanya ironis bahwa aku yang sama sekali tidak punya perasaan pada Asahinq-san malah bisa pergi bermain dengannya, padahal dia adalah gadis yang sangat diinginkan semua orang. Aku tidak mungkin memberitahu teman-teman sekelas yang menyukainya. Asahina-san yang anggun di kelas memang cantik, tapi menurutku dia lebih baik saat bersikap lembut seperti saat bersama Hiyori dan Otsuki-san. Bagi dia, aku mungkin hanya seperti rumput liar yang tumbuh di pinggir jalan, jadi aku harus berhati-hati agar tidak membuatnya tidak nyaman.
“Hei, Onee-san. Apakah Onee-san yang satu lagi demam?”
“Iya, benar. Namanya Shizuku. Dia anak yang sama imutnya dengan Hiyori-chan lho.”
Rasanya agak tidak sopan menyamakan Otsuki-san dengan anak berumur lima tahun. Yah, menurutku jarang ada anak yang seimut Hiyori si malaikat sih.
“Dia orang yang seperti apa?”
“Hmm, mungkin kamu tidak bakal mengerti kalau kubilang dia pandai memperhatikan orang lain ya. Shizuku adalah orang yang baik yang selalu membantu saat ada masalah. Dia selalu datang dengan cepat saat sesuatu terjadi dan membuatku merasa tenang. Dia adalah sahabat terbaik Onee-chan.”
“Wah, kayak Nii-nii!”
“Kayak Kogure-kun?”
“Iya! Dia selalu ada di sisi Hi! Nii-nii juga baik!”
(Tln : “Hi” di sini panggilan Hiyori-cwan ke dirinya sendiri, misal kayak “Hi-chan”)
“Begitu ya. Hiyori-chan sangat menyukai Onii-chan ya.”
“Iya!”
Gawat, aku hampir menangis karena terharu. Aku senang Hiyori tumbuh menjadi anak yang baik.
“Dan kamu tahu, Hiyori-chan? Onii-chan menyukai Shizuku lho.”
“Heh?”
“Tu-tunggu, Asahina-san!?”
“Kenapa? Itu benar kan?”
Aku harap dia tidak menanamkan hal itu ke adikku.
Sebenarnya tidak masalah, tapi aku khawatir akan terjadi kesalahpahaman.
“Apakah Hi bakal punya Onee-chan?”
“Betul! Kalau Onii-chan bisa menunjukkan sisi prianya!”
“Jangan meminta hal yang mustahil...”
Aku harus menjelaskan dengan baik pada Hiyori saat pulang nanti... Percakapan kami berlanjut dengan riuh, dan akhirnya kami tiba di Amazing Land. Kami memberikan tiket di gerbang masuk dan segera melangkah ke dalam. Karena hari Sabtu, pengunjungnya cukup ramai.
“Hari ini kita bakal bersenang-senang!”
“Ayo main~!”
“Asahina-san juga bersemangat ya.”
“Sudah lama aku tidak ke taman hiburan. Dulu aku sering pergi bareng Shizuku dan Kokoro... tapi belakangan ini jarang.”
“Wajar sih karena sudah SMA, tapi waktu SMP kalian tidak pergi bersama?”
"Ada faktor Kokoro yang lebih memprioritaskan kegiatan klubnya, tapi juga karena pas kami bertiga bermain bersama, kami sering menghadapi situasi berbahaya. Setiap melangkah, kami selalu dipanggil orang."
Begitu ya... Memang Asahinq-san, Otsuki-san, dan Mizuhara-san semuanya punya penampilan yang menarik. Kalau masih SMP, pasti lebih sering dipanggil orang. Mungkin mereka tidak pergi bersama karena tidak ingin Otsuki-san menghadapi situasi berbahaya.
"Mungkin karena hari ini Kogure-kun bersama kita, makanya tidak ada yang memanggil kita."
"Kalau bisa dianggap sebagai laki-laki, kedatanganku hari ini tidak sia-sia."
"Hari ini kamu harus melindungi aku dan Hiyori-chan ya."
"Nii-nii, semangat!"
Yah yah... Aku memang bukan orang yang punya kekuatan besar, tapi setidaknya aku punya tinggi badan dan otot minimal karena ikut klub olahraga. Kalau Leo yang ada di sini, mungkin dia akan terlihat lebih seperti pengawal sungguhan.
"Nii-nii, aku mau foto, boleh pinjam ponselmu?"
"Oke. Ngomong-ngomong, pertunjukan Cure Cure baru mulai jam 1:30, ginana kalau kita naik sesuatu dulu?"
"Hiyori-chan mau pergi ke mana? Onee-chan akan mengantarmu ke mana aja!"
"Ke sana!"
Hiyori langsung menunjuk ke suatu arah. Di sana ada wahana paling terkenal di Amazing Land. Aku tentu saja tahu selera Hiyori jadi tidak terkejut, tapi... Wajah Asahina-san langsung pucat pasi melihat ke arah itu.
"Umm... Itu kafe ya?"
"Mana mungkin, itu Horor World. Rumah hantu kan?"
Bangunan yang 100 dari 100 orang pasti akan mengenalinya sebagai rumah hantu. Di luarnya ditempel gambar tengkorak dan mumi.
"Hi sudah menantikan ini sama kayak pertunjukan Cure Cure!"
"Hiyori memang suka hantu ya. Asahina-san, kamu tidak apa-apa?"
"Hi-hiih, a-aku tidak apa-apa kok. Sungguh."
Sangat jelas dia tidak baik-baik saja. Wajahnya pucat dan kakinya gemetar. Jelas sekali dia tidak suka hal-hal yang menakutkan.
"Kalau kamu tidak suka yang menakutkan, tidak apa-apa menunggu di luar."
"Ya, aku..."
"Onee-san tidak ikut? Hi jadi sedih."
Hiyori meringkuk dengan sedih. Tapi aku tidak bisa memaksa orang yang tidak suka untuk ikut. Sebagai kakak, tugasku untuk menghentikan Hiyori. Aku baru saja akan membujuknya, saat itu...
"Ayo pergi! Demi Hiyori-chan, aku bakal berusaha!"
Cintanya pada Hiyori mengalahkan rasa takutnya! Asahina-san yang tiba-tiba bersemangat langsung berjalan menuju Horor World sambil menggandeng tangan Hiyori.
"Apakah dia benar-benar bakal baik-baik aja?"
Yah, mungkin tidak apa-apa. Saat mengantri dan di loket pun, Asahina-san masih berbicara dengan riang bersama Hiyori. Mungkin saja rasa takutnya tidak seberapa. Aku berpikir begitu sampai kami melangkah masuk ke Horor World.
"Ternyata aku tidak bisa."
Dia langsung berjongkok. Baru masuk saja sudah begini... Ternyata memang tidak bisa ya.
"Separah itukah?"
"Aku tidak tahan dengan hal yang menakutkan dan gelap. Suara ini juga."
Memang ada suara 'kiiing' khas horor ya.
"Hiyori, jangan jalan duluan ya."
"Iya! Nii-nii, ayo cepat!"
Meskipun tidak bisa dipaksakan, tapi anak 5 tahun bersemangat sementara gadis 15 tahun berjongkok gemetar. Perbedaan ini benar-benar...
"Onee-san, takut?"
"Iya, takut."
Ucapannya jadi seperti anak 5 tahun... Hiyori menepuk-nepuk punggung Alisa-san.
"Ada cara supaya tidak takut lho."
"Benarkah?"
"Peluk aja Nii-nii. Kalau Hi takut, Hi juga sering peluk Nii-nii. Rasanya hangat banget."
"Tidak, itu agak..."
"Tidak boleh ya. Hiks... Kogure-kun..."
"Jangan menatapku dengan mata berkaca-kaca begitu!"
Kalau pasangan kekasih sih tidak apa-apa, tapi aku dan Asahina-san hanya teman sekelas... Tapi kalau begini terus kita tidak bisa maju.
"Baiklah. Pegang tanganku."
"Iya, jangan dilepas ya."
"Tidak bakal kulepas."
Aku menggenggam tangan Asahina-san dan membantunya berdiri. Aku hampir terbawa suasana merasakan kelembutan telapak tangan seorang gadis.
"Kita jalan pelan-pelan aja."
"I-iya."
Begitu kami melangkah maju, terdengar suara keras dan boneka hantu muncul dari dinding.
"Kyaaaaaaa!"
"Ugh!"
Bukan hanya bergandengan tangan, tapi dia memelukku dengan seluruh tubuhnya. Sudah lama aku tidak didekati gadis seperti ini, jadi jantungku berdebar karena alasan lain. Ada sesuatu yang sangat lembut menempel di lenganku... Asahina-san benar-benar tidak bisa santai ya.
"Umm... bi-bisakah kamu melepaskanku sedikit?"
"Tidak bisa! Kumohon, jangan lepaskan aku! Jangan tinggalkan aku! Kalau Kogure-kun meninggalkanku... aku bakal mati!"
"Tolong jangan bicara dengan cara yang bisa menimbulkan kesalahpahaman!?"
Apakah dampak dari pukulan pertama itu sangat mengejutkan? Asahina-san terus-menerus memeluk lenganku.
“Hi bakal melindungi Onee-san!”
Hiyori memang bisa diandalkan.
Tidak hanya sebagai malaikat, tapi juga tumbuh sebesar ini membuat kakak sangat senang. Sebaliknya, orang ini...
“Ugh... ugh...”
Menarik Asahina-san yang menangis dan berteriak saat kami melanjutkan perjalanan di dalam Rumah Hantu. Jika aku adalah pacarnya, mungkin aku bisa memeluknya dengan lebih erat, tetapi tentu saja aku tidak memiliki keberanian sebesar itu. Nafas Asahina-san jauh lebih membuat jantung berdebar dibandingkan dengan hantu. Seorang gadis tercantik di sekolah berada pada jarak di mana aku bisa mendengar nafasnya, dan saat ini dia memelukku dengan erat. Tidak bisa, jika aku menyadarinya, wajahku akan memerah. Aku harus berjalan tanpa berpikir.
“Ini menyenangkan~”
Setelah menghabiskan cukup banyak waktu, kami berhasil keluar dari Horor World. Hiyori merasa puas, tetapi aku hampir tidak menyadari apa yang terjadi karena pikiranku melayang kemana-mana. Aku mendudukkan Asahina-san yang masih memelukku di bangku.
“Kita sudah keluar. Sekarang aman.”
“Aku bakal dirasuki hantu... Bakal dirasuki.”
Wajahnya pucat. Aku mencoba melepaskan pelukan Asahina-san, tetapi dia memelukku dengan sangat erat sehingga sulit untuk melepaskannya.
“Asahina-san, sudah... Kita sudah keluar jadi tolong lepaskan.”
“Bohong, hantunya masih di sini. Kamu pengen menjadikanku penghuni kegelapan.”
“Apa yang kamu bicarakan?”
Sepertinya dia benar-benar kacau. Dengan keberanian yang sebesar ini, bagaimana dia bisa memaksa dirinya melewati Horror World? Mungkin aku harus menunggunya sampai dia tenang.
“Onee-san,” Hiyori dengan ringan memeluk tubuh Asahina-san.
“Aku takut aku takut, terbang pergi sana~!”
"Ah!"
"Dengan begini tidak apa-apa."
"Apakah kamu malaikat!?"
Ya, dia memang malaikat. Sebagai kakak, aku senang dia tumbuh dengan begitu baik. Mendengar kata-kata Hiyori, Asahina-san akhirnya bisa mengendalikan diri.
"Waktu SD pun aku sangat tidak tahan... Ternyata meski sudah dewasa, ada hal yang tidak bisa diatasi ya."
Asahina-san yang sudah tenang menghela napas panjang.
"Kogure-kun... Teruma kasih. Pasti sakit ya karena aku terus bergelayut padamu."
Sejujurnya itu terasa enak... Tapi aku tidak bisa mengatakannya. Aku hanya tersenyum canggung.
"Onee-san sudah baikan?"
"Iya, berkat Hiyori-chan! Terima kasih ya."
Asahina-san memeluk Hiyori erat-erat. Aku benar-benar senang membawa Hiyori. Ah tidak, kalau tidak ada Hiyori, kita tidak akan masuk rumah hantu ya. Baiklah, masih terlalu awal untuk makan siang.
"Jadi, kita naik wahana apa berikutnya? Hiyori, ada yang pengen kamu naiki?"
"Itu!"
Hiyori menunjuk ke arah roller coaster. Tentu saja Hiyori tidak bisa naik karena tinggi badannya, jadi kita perlu memilih wahana yang sesuai untuk anak kecil dan tidak terkendala batasan tinggi badan.
"..."
Aku punya firasat buruk dan menoleh ke arah Asahina-san. Wajahnya sangat pucat.
"Jangan-jangan... Kamu juga tidak tahan tempat tinggi?"
"...Sangat tidak tahan."
"Mau menunggu di sini aja?"
"Jangan! Ja-jangan tinggalkan aku sendiri, nanti hantu datang dari belakang!"
"Kalau hantu keluar, pasti bakalan heboh."
Ternyata dia masih takut ya. Akhirnya kami tidak bisa meninggalkannya sendiri, dan memutuskan untuk naik roller coaster yang bisa dinaiki anak kecil bersama Asahina-san. Orang ini, kelemahannya terlalu banyak ya. Dan terlalu spontan juga. Aku jadi khawatir dengan gaya hidupnya.
"Hiyori-chan tidak takut tempat tinggi ya."
"Iya, Hi suka tempat tinggi!"
"Hebat. Hiyori-chan memang benar-benar malaikat ya."
Percakapan macam apa ini. Roller coaster untuk anak kecil yang bisa dinaiki Hiyori. Tentu saja ketinggian dan kecepatannya tidak seberapa. Bagi kami yang sudah SMA, pasti kurang menantang. Tapi mungkin ini pas untuk orang ini.
"Kayaknya roller coaster-nya buat tiga orang, siapa yang bakal duduk di tengah?"
"A-aku! Kogure-kun, Hiyori-chan, lindungi aku!"
"Aku bakal melindungi Onee-san!"
Gadis 15 tahun yang menangis dan bergantung pada anak 5 tahun. Mungkin pandanganku terhadapnya akan berubah, tapi apa boleh buat. Giliran kami tiba, dan kami duduk di roller coaster tiga tempat.
"Hiyori, jangan pernah melepas sabuk pengamannya ya."
"Iya, aku mengerti."
"Asahina-san... Tenanglah."
"Seenggaknya ini lebih baik daripada hantu karena terang, lebih baik daripada hantu... Kyaa!"
Roller coaster mulai bergerak dengan suara berderit. Mulai melaju lurus dengan lancar. Ya. Kecepatannya cukup lambat, dan melihat rel di depan sepertinya tidak ada putaran yang ekstrem.
"Hmm."
Hiyori terlihat sedikit bosan. Nanti kalau sudah lebih tinggi baru bisa naik yang lebih seru ya. Masalahnya orang ini.
"Tinggi tinggi tinggi!"
"Eh..."
Kenapa dia berteriak-teriak di ketinggian seperti ini sih. Asahina-san berteriak dan bergelayut di tubuhku. Kalau rumah hantu sih masih bisa dimengerti, tapi roller coaster ini tidak menakutkan sama sekali.
"Asahina-san, tenanglah. Kalau dilihat baik-baik, ini tidak menakutkan kok."
"Aku tidak tahan kalau kakiku tidak menyentuh tanah! Kogure-kun... Hiks, jangan lepaskan tanganku."
Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca. Keimutannya itu membuat jantungku berdebar. Tadi di rumah hantu gelap jadi tidak terlihat jelas, tapi sekarang di luar ruangan aku bisa melihat dengan jelas wajah ketakutannya Asahina-san, jadi perasaanku lebih terguncang. Keimutannya itu curang. Kalau dimohon dengan wajah seperti itu, mana bisa aku menolak.
Saat melewati tikungan, Asahina-san semakin erat memeluk tubuhku. Rambut platinum blonde-nya menyentuh hidungku, dan aku hampir terpesona dengan teksturnya yang halus. Berbeda dengan rumah hantu, ini tidak berlangsung berjam-jam. Sebentar lagi akan selesai.
"..."
Tiba-tiba, aku memperhatikan Asahina-san yang gemetaran memelukku. Saat itulah aku baru menyadari. Pakaian Asahina-san hari ini agak longgar di bagian dada.
Karena dia memelukku, dadanya yang besar berubah bentuk, membuatku bisa mengintip belahan dadanya. Tentu saja, aku juga remaja. Mana mungkin aku tidak suka tobrut. Bahkan di Horor World tadi, aku menikmati kelembutan dada yang menempel padaku. Meskipun dia gemetaran ketakutan, maafkan aku tapi aku akan mengingat pemandangan ini baik-baik. Cantik dan tobrut... Orang ini benar-benar sempurna dari segi penampilan. Hanya banyaknya kelemahan yang menjadi cacatnya.
Tanpa sadar, kami sudah sampai di garis finish. Karena terlalu fokus memperhatikan, waktu berlalu begitu cepat. Aku menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran buruk, dan kakiku yang tadi menggantung akhirnya menyentuh tanah. Sabuk pengaman dilepas, jadi aku menyentuh lengan Asahina-san.
“Sudah selesai.”
“Aah...”
Meskipun lebih baik daripada rumah hantu tadi, kaki Asahina-san masih gemetar.
“Onee-san tidak apa-apa?”
“Terima kasih Hiyori-chan... Sebentar lagi.”
“Rasanya enak kalau Nii-nii mengelus kepalamu. Hi-chan suka dielus-elus Nii-nii.”
“Oh begitu. Kogure-kun tolong... elus-elus aku.”
“Tidak mungkin!?”
Aku terkejut karena dia meminta dielus seolah itu hal yang wajar. Hiyori mendorongku untuk segera melakukannya. Asahina-san mungkin hanya tidak berpikir jernih saat ini. Tapi aku juga tidak bisa diam saja. Anggap saja ini kesempatan untuk mengelus kepala gadis secara legal. Aku menyentuh rambut platinum blonde Asahina-san seperti yang kulakukan pada Hiyori.
“...”
Wah, terlalu halus. Mungkin lebih halus dari rambut malaikat Hiyori. Yah, treatment rambut yang kami gunakan memang murah sih... Ini adalah tindakan menolong orang. Aku tidak boleh mengelus dengan pikiran buruk.
“Hafu.”
Suara aneh keluar dari mulut Asahina-san.
“Terima kasih... Aku sudah jauh lebih tenang.”
“Syukurlah.”
Aku ingin menikmatinya lebih lama... Tapi kalau dipikir secara normal, menyentuh rambut gadis yang bukan pacarmu saja sudah salah. Lebih baik tidak berharap lebih.
“Terima kasih atas kunjungannya!”
Mendengar ucapan petugas, kami berdiri. Tapi... Asahina-san kehilangan keseimbangan dan kembali duduk. Sepertinya kakinya masih lemas. Dia memegang tanganku yang terulur dan perlahan berdiri. Kali ini sepertinya dia bisa berdiri dengan baik. Asahina-san tersenyum lebar.
“Berkat Kogure-kun yang membuatku merasa nyaman, pingganggku jadi lemas, tapi aku merasa segar.”
Dia mengatakannya dengan begitu lancar sehingga aku dan petugas sempat terdiam.
“Eh, apa yang kalian lakukan di sini!?”
“Kami tidak melakukan apa-apa! Asahina-san, tolong berhenti bicara dengan cara yang bisa menimbulkan kesalahpahaman!”
“Heh?”
Sambil ditatap curiga, kami meninggalkan wahana roller coaster. Waktu sudah lewat jam 12. Mungkin ini waktu yang tepat.
“Nii-nii, aku lapar.”
“Ayo kita makan. Asahina-san, kamu tidak keberatan?”
“Kayaknya aku jadi laper banget setelah berteriak-teriak.”
“Yah, wajar aja setelah berteriak sebanyak itu.”
Kami pergi ke food court Amazing Land. Meskipun ramai karena waktu makan siang, untungnya ada beberapa meja yang kosong. Kami bergantian menjaga meja dan membeli makanan. Aku membeli set hamburger, untuk Hiyori kubeli sandwich sesuai keinginannya. Dan yang paling ditunggu-tunggu adalah...
“Oyakodon, udon, dan banyak banget karaage. Kayak biasa, kamu memang banyak makan ya.”
“Bukannya ini normal kalau dianggap ada nasi, sup miso, dan makanan utama?”
“Itu terlalu banyak!”
Seperti biasa, porsi makanan Asahina-san lebih banyak dari orang normal. Aku sudah tahu tapi tetap saja dia makan banyak ya. Dengan tubuh seramping itu, ke mana semua makanan itu pergi?
“Nii-nii juga harus makan yang banyak biar bisa tumbuh besar.”
“Aku sudah lebih dari 170 cm lho.”
Meskipun tidak bisa dipungkiri aku terlihat lemah dibandingkan Leo yang tingginya lebih dari 180 cm.
“Hiyori-chan, sandwichnya enak?”
“Mm, enak! Sebenarnya aku pengen makan kari, tapi karena kemarin sudah makan jadi aku mengalah. Onee-san suka kari?”
“Iya, aku suka bangey kari. Manis dan enak ya.”
“Manis? Ah... Asahina-san, jangan-jangan kamu tidak tahan pedas ya?”
“Kok tahu!?”
Kalau dipikir-pikir, dia juga menuangkan banyak sirup manis ke pancake-nya waktu itu. Tidak tahan pedas, takut ketinggian, takut hal menakutkan, takut gelap. Daftar kelemahannya terus bertambah.
“Kari yang paling enak adalah yang tidak pedas. Kari manis buatan Shizuku benar-benar lezat lho.”
“Kari buatan Nii-nii juga tidak pedas dan enak! Hi juga suka banget.”
“Wah, Kogure-kun ternyata cukup pandai pekerjaan rumah ya.”
“Yah, situasi memaksaku untuk menjadi kayak gitu.”
Bukan hanya karena orang tua yang sama-sama bekerja dan adik yang sedang masa pertumbuhan, tapi teman masa kecilku juga manja. Kalau tidak kuperhatikan, aku jadi khawatir.
Setelah makan siang, kami bersantai sambil menunggu waktu CureCure Show. Aku berencana untuk mencari tempat duduk sekitar 15 menit sebelum acara dimulai, tapi... Mungkin masih terlalu awal.
“Hiyori-chan benar-benar imut ya.”
Saat ini, Hiyori sedang duduk di pangkuan Asahina-san dan dipeluk erat. Dia benar-benar suka anak-anak ya. Tapi jujur saja, aku iri dipeluk oleh tubuh seperti itu.
“Onee-san tidak punya saudara?”
“Aku punya kakak laki-laki.”
“Mana yang lebih keren, Nii-nii atau kakaknya Onee-san?”
“... Yah, Onii-channya Hiyori-chan juga punya sisi yang keren kok.”
Apa yang terjadi selama waktu itu ya? Aku merasa sedikit diperhatikan. Apakah itu kakak laki-laki Asahina-san? Pasti dia sangat tampan. Selain itu, melihat tas dan sapu tangan yang dibawa Asahina-san, sepertinya semuanya barang bermerek... Dia bilang dia bekerja sambilan sebagai guru les, tapi kurasa cerita tentang putri CEO itu benar. Aku meneguk air dari gelas sambil merasa iri.
“Aku juga pengen punya adik perempuan kayak Hiyori-chan.”
“Hm? Onee-san, ada cara untuk menjadikan Hi sebagai adikmu lho.”
“Eh, apa itu? Beritahu aku.”
“Kamu bisa jadi istri Nii-nii.”
“Buuhhh!”
Karena adikku mengatakan hal yang luar biasa, aku menyemburkan semua air di mulutku.
“Eh, aah... aa~”
Asahina-san juga terlihat bingung dan melirik ke sana kemari.
“Hei hei, jangan membuat Asahina-san bingung.”
“La-lagian Kogure-kun juga sudah punya orang yang disukai kan.”
Dari awal, perbedaan penampilan antara Asahina-san dan aku sangat mencolok. Hari ini karena ada Hiyori, tidak terlalu terlihat, tapi kalau hanya berdua pasti akan banyak komentar. Di food court ini pun, Asahina-san menjadi pusat perhatian. Secara sekilas, dia adalah gadis tercantik di antara ratusan pengunjung di sini.
“Tapi Onee-san dan Nii-nii akrab banget lho.”
Hiyori mengambil ponsel yang kupinjamkan, mengoperasikannya, lalu menyerahkannya pada Asahina-san. Begitu melihat layar pomsel, wajah Asahina-san langsung memerah. Layar apa yang dia lihat...
“Gawat!”
Ternyata ada deretan foto dimana aku dipeluk erat-erat oleh Asahina-san di Horror World dan Roller Coaster. Rupanya Hiyori bukan hanya memotret pemandangan, tapi juga mengambil foto-foto seperti ini. Karena terlalu fokus pada tubuh Asahina-san, aku sama sekali tidak menyadarinya.
“A-aku... Me-memeluk kayak gitu ya.”
“Itu karena kamu gemetar, tidak apa-apa kok! Walau bukan aku... Pasti kamu akan melakukan hal yang sama dengan orang lain.”
“...Tidak akan.”
“Eh?”
“Aku tidak pernah melakukannya selain dengan Shizuku dan Kokoro. ...Kogure-kun ini apa sih.”
“Mana aku tahu. Hiii!”
Di foto paling bawah folder foto di layar, ada fotoku yang sedang menatap lekat-lekat belahan dada Asahina-san. Untungnya sepertinya Asahina-san belum menyadarinya. I-ini gawat. Harus segera dihapus!
“To-tolong kembalikan ponselnya!”
“Eh, kyaa!”
Ini salahku juga. Karena panik ingin merebut ponsel, aku jadi seperti menindih Asahina-san. Kakiku tersandung dan wajahku terbenam di dada Asahina-san. Kedua tanganku memeluk punggungnya, wajahku diselimuti kehangatan dan kelembutan kulit halusnya. Tapi hatiku terasa dingin.
“Hee... Tadi aku yang memelukmu berkali-kali, sekarang giliranmu yang memelukku ya.”
“Maaf...”
“Ahh, ja-jangan menghembuskan napas di tempat aneh. Mou!”
“Aduh!”
Suara tamparan yang nyaring dan rasa sakit yang menusuk pipi mengembalikanku ke kenyataan.
“Benar-benar deh... Kamu kan sudah punya Shizuku!”
Asahina-san masih sedikit marah, tapi untungnya bukan kemarahan yang fatal. Sepertinya dia menganggapnya sebagai kecelakaan yang tidak disengaja. Dan foto penyebabnya berhasil dihapus tanpa ketahuan. Untung saja aku menyadarinya lebih dulu, karena kalau ketahuan bisa sangat gawat.
“Nii-nii, pipimu sakit?”
“Lumayan.”
“Punya Onee-san sangat lembut ya. Nii-nii juga berpikir begitu?”
“Yah...”
“(Di tatap tajam)”
“Tidak ada apa-apa.”
Meskipun ada hukuman tamparan, tapi ini sangat luar biasa. Mungkin karena kejadian tadi pagi, suasana tidak menjadi buruk meski aku melakukan hal seperti ini. Karena sudah menghabiskan waktu yang menyenangkan, kami pun pindah ke tempat pertunjukan Cure Cure. Kami duduk di kursi dekat panggung.
“Hiyori, ayo ganti baju.”
“Mm.”
“Eh, di sini? Ah.”
Aku mengeluarkan pakaian dari tas dan memakaikannya pada Hiyori. Ini kostum Cure Cure buatan sendiri. Tentu saja, karena dibuat dengan kain murah, hasilnya tidak terlalu bagus.
“Wah, imut banget! Kayak ada Cure Cure yang asli!”
“Nii-nii yang membuatkannya lho.”
“Oh iya, Shizuku juga bilang pernah melihatnya. Hebat ya bisa menjahit juga.”
“Ini cuman level hobi amatir kok. Aku cuman berpikir gimana cara membuat Hiyori yang kayak malaikat menjadi lebih mirip malaikat lagi.”
“Siscon Kogure-kun juga luar biasa ya.”
“Kuanggap itu pujian.”
Pengunjung mulai berdatangan dan kursi-kursi semakin penuh. Aku dan Asahina-san duduk mengapit Hiyori, menunggu pertunjukan dimulai.
“Kostum anak di depan bagus banget ya.”
“Pasangan di depan itu... Jangan-jangan itu putri mereka? Ah, tidak mungkin ya.”
Berkat Hiyori yang mencolok, aku bisa mendengar orang-orang berbicara tentang aku dan Asahina-san, membuatku merasa agak canggung. Mungkin memang kalau laki-laki dan perempuan pergi bermain bersama, mereka akan dianggap sebagai pasangan ya. Tapi rasanya agak mustahil punya anak berusia 5 tahun. Kuharap Asahina-san tidak terlalu memikirkannya... Aku melirik ke arah Asahina-san.
“Hau!”
Mataku bertemu dengan Asahina-san yang terlihat sedikit malu! Merasa canggung, aku mengalihkan pandangan. Sepertinya Asahina-san juga jadi aneh memikirkannya. Karena dia sangat cantik, aku lupa kalau dia bilang tidak terbiasa dengan laki-laki. Kalau bukan Otsuki-san, tapi Asahina-san yang kusukai, mungkin situasinya akan lebih mirip pasangan ya. Tapi... Kalau begitu, mungkin kami tidak akan bisa pergi bermain seperti ini. Karena tidak ada perasaan suka di antara kami, kami bisa santai. Sebaiknya aku berhenti memikirkannya terlalu jauh. Dia pasti juga berpikir begitu.
“Pertunjukan Cure Cure akan dimulai!”
“Waaaa! Waaaa!”
Mahou Shoujo Cure Cure. Belakangan ini, mahou shoujo yang cukup populer dengan unsur fisika. Menggunakan kekuatan sihir untuk memberi buff, lalu menghajar musuh secara fisik. Saat pertama kali menontonnya bersama Hiyori, aku berpikir ‘Apa-apaan ini’, tapi ternyata cukup dalam. Di panggung ini, karakter Cure Cure dalam kostum besar bertarung melawan organisasi jahat.
“Howaa”
Hiyori menonton anime TV “Cure Cure” setiap minggu, sekali saat siaran langsung dan dua kali dari rekaman. Karena sering menemaninya, aku juga cukup tahu tentang Cure Cure. Menurutku, pertunjukan ini cukup bagus. Naskahnya solid. Pasti ditulis oleh orang yang sangat mengenal Cure Cure.
“Aku juga sering menonton Cure Cure waktu kecil, tapi sekarang settingnya lebih mantap dan menarik ya. Kupikir tadinya lebih ditujukan untuk anak-anak.”
“Ya, memang menarik. Tidak bisa diremehkan cuman karena targetnya anak-anak.”
“Tayangnya minggu pagi ya? Aku pengen nonton tapi tidak bisa bangun.”
“Mau kupinjamkan Blu-ray yang dijual di toko? Aku punya koleksi lengkapnya.”
“Oh, kamu mengoleksinya.”
“Fufu, demi melihat senyum Hiyori. Aku bahkan tidak ragu untuk membelinya di toko pas hari rilis.”
“Benar-benar kakak teladan. Tapi sikapmu yang terlalu bangga itu agak menyeramkan.”
“Tolong jangan berbisik-bisik gitu!”
Pertunjukan sudah mendekati akhir. Para Cure Cure kesulitan menghadapi monster original.
“Ayo semuanya dukung Cure Cure!”
Bagian ini sudah bisa ditebak. MC wanita mengajak penonton untuk bersorak. Anak-anak, termasuk Hiyori, berteriak keras mendukung Cure Cure.
“Permisi...”
Tiba-tiba ada suara dari belakang kursi, membuatku terkejut. Ternyata seorang staf laki-laki.
“Kalau boleh, bisakah nona ini berperan sebagai sandera monster?”
“Eh, aku?”
Asahina-san juga menyadarinya dan menoleh ke arah kami. Rupanya mereka ingin menggunakan penonton sebagai sandera untuk memeriahkan pertunjukan. Mereka sengaja memilih Asahina-san... Yah, pasti sudah menargetkannya dari awal.
“Boleh saya tahu hubungan kalian?”
“Eh, kami kakak beradik.”
“Oh begitu. Kalau begitu... Kita bisa pakai pola itu.”
Kukira dia menanyakan hubunganku dengan Hiyori, tapi mungkin bukan ya? Yah, sudahlah. Asahina-san berdiri.
“Kalau ada yang bisa kulakukan untuk anak-anak...”
Asahina-san juga terlihat cukup bersemangat. Dia diberi tahu hanya perlu berdiri saja, lalu staf memberi isyarat pada staf lainnya.
“Ternyata ada hal kayak gini ya.”
“Mungkin ada masalah mendadak atau semacamnya.”
“Mungkin karena kostum Hiyori-chan ya.”
Itu mungkin salah satu alasannya, tapi kurasa sebagian besar karena kecantikanmu. Tak lama kemudian, monster yang terdesak turun ke area penonton dan menghampiri Asahina-san.
“Guhihihi, kamu ikut denganku!”
“Kyaa~ tasukete~”
Dan aktingnya kaku sekali!
“Nii-nii, Onee-san dibawa pergi!”
“Tenang aja. Cure Cure pasti bakal menolongnya.”
“Adik laki-lakinya juga mohon ikut berperan ya.”
“Eh? Aku. Tunggu, adik laki-laki?”
Mungkinkah mereka salah paham menganggap aku dan Asahina-san sebagai kakak beradik? Jadi itu maksud pertanyaan tentang hubungan kami tadi. Aku berniat menolak, tapi...
“Nii-nii, tolong selamatkan Onee-san!”
“Serahkan padaku!”
Aku tidak bisa menolak permintaan Hiyori tersayang. Aku dibawa naik ke atas panggung oleh staf. Tapi ini tetap pertunjukan Cure Cure. Pemeran tambahan tidak boleh terlalu menonjol.
Asahina-san yang ditangkap monster menghadap ke arah penonton. Dia berteriak seperti berdoa.
“Tolong aku, Cure Cure!”
“Uwooooooooooh!”
Terdengar suara berat dari om-om penonton. Yah, wajar saja mereka bersemangat kalau gadis secantik idola yang meminta tolong. Asahina-san juga berakting dengan baik. Nah, apa yang harus kulakukan? Staf berbisik dari belakungku.
“Tolong selamatkan sandera setelah Cure Cure mengalahkan monsternya.”
“Baik, baik.”
“Tolong gendong Onee-sannya ya."
“Aku mengerti. Eh? Menggendongnya!?”
“Tunggu sebentar. Apa maksudnya dengan menggendong? Memang benar, kalau kami adalah saudara, tidak ada masalah kalau saling menggendong. Tapi aku dan Asahina-san sebenarnya tidak memiliki hubungan kayak gitu, dan kami juga bukan pasangan kekasih. Mana mungkin bisa melakukan hal kayak gitu.”
“Eh!?”
Dari dalam, terdengar suara Asahina-san, sambil melirik ke arahku. Mungkinkah... Staf telah menanyakan padanya apakah dia ingin digendong olehku. Saat aku masih ragu-ragu, Cure Cure sudah menendang monster tersebut.
“Baiklah, adik kecil! Sekaranglah saatnya, selamatkan kakakmu!”
Aku bukan adiknya. Tapi aku harus melakukannya. Aku segera berlari menuju Asahina-san.
“Kamu baik-baik aja?”
“Ya... hanya saja diminta untuk digendong.”
“Lakukan kayak yang diminta dan ayo kita pergi dari sini.”
“Baiklah, Ototo-kun, gendonglah Onee-sanmu kayak seorang putri dan selamatkan dia!”
“Gendongan seorang putri!!?”
(Tln : hime-sama dako)
Para staf yang mengira kami adalah saudara semakin bersemangat. Ini bisa jadi masalah keluhan!
“Ayo, Ototo-kun, tunjukkan kehebatanmu!”
“Aku pengen punya kakak kayak dia, iri banget!”
“Semangat!”
Penonton juga mulai ikut-ikutan. Dalam situasi ini, lebih baik jika kami dianggap sebagai pasangan.
Saat aku masih bingung harus bagaimana.
“Nii-nii! Gendong Onee-san!”
Suara manis Hiyori terdengar. Kemudian Asahina-san mendekatiku.
“Aku baik-baik aja. Ayo kita akhiri dengan suasana yang baik.”
“Benarkah?”
“Memalukan, tapi... Kalau itu Kogure-kun...”
Dengan pipi yang memerah, Asahina-san membuatku berdebar. Jika dia sudah memutuskan, maka aku harus mengikutinya. Aku meminta maaf dengan pelan, lalu mengarahkan tanganku ke punggung dan bawah lutut Asahina-san.
“Hup.....!”
Tak kusangka akan jadi begini... Hari dimana aku bisa menggendong Asahina Alisa yang kecantikannya membuat semua orang iri. Aku malu sekali sampai tidak bisa melihat wajahnya.
“Onee-san juga tolong peluk erat-erat, kalau tidak Ototo-kun bakal kelelahan.”
“B-baik.”
Uwaa! Asahina-san memelukku dari depan. Sesuatu yang lembut menekan dadaku. Kalau aku melihat wajah Asahina-san pasti gawat. Aku tidak akan tahan...
“M-malu banget.”
“Aku juga...”
“Nanti bakal kami ambil fotonya, jadi tolong tetap kayak gitu sebentar.”
“Serius?!”
Tak terasa pertunjukan pun berakhir dengan happy ending. Selama itu, aku terus menggendong Asahina-san. Aku mencoba berbicara pada Asahina-san yang memalingkan wajahnya.
“Ano, Asahina-san, apa kamu tidak merasa tidak enak?”
“Lumayan. Tapi entah kenapa aku mulai terbiasa.”
“Uweh.”
“Jangan pegang-pegang tempat aneh ya. Aku bisa tahu lho kalau kamu menyentuhnya.”
“Aku mengerti kok. Huff.”
“Jangan-jangan... Ano... Itu...”
Asahina-san terbata-bata. Karena hampir kehilangan keseimbangan, aku sedikit mengangkatnya untuk memperbaiki posisi.
“Dari tadi kamu kelihatan kesulitan, apa aku berat?”
“Tidak, menurutku kamu ringan untuk ukuran tubuhmu.”
“...!”
“Aduh aduh aduh, kenapa mencubit pipiku!”
Pipiku dicubit keras sekali dan sakit. Padahal aku bilang ringan karena tidak sopan kalau bilang berat, tapi kenapa malah dimarahi.
“Pokoknya aku ini (tubuhnya) besar.”
“Yah... (dadamu) memang besar sih. Aduduh!”
“Huh!”
Aku benar-benar tidak mengerti perempuan! Akhirnya selesai juga setelah staf membawa Hiyori yang mengenakan kostum Cure Cure dan berfoto bersama karakter berkostum. Aku menurunkan Asahina-san ke lantai, kami saling bertatapan... Dan bertukar tawa kering seolah sepakat untuk melupakan kejadian hari ini. Pertunjukan Cure Cure yang ternyata lebih melelahkan dari dugaan pun berakhir. Setelah melihat-lihat oleh-oleh di toko suvenir sebentar, waktu sudah menjelang sore.
“Katanya malam nanti bakal hujan. Gimana kalau kita naik satu wahana lagi terus pulang?”
“Benar juga. Hiyori-chan mau naik apa?”
“Bianglala!”
Memang cocok untuk wahana terakhir. Tapi bianglala naik lebih tinggi daripada roller coaster. Asahina-san yang takut ketinggian pasti...
“Kalau bianglala aku tidak apa-apa kok.”
“Tapi tinggi lho!”
“Iya, memang. Tapi di bianglala kakiku bisa menginjak lantai.”
Asahina-san menggenggam tangan Hiyori.
“Ayo pergi. Kalau tidak cepat nanti keburu gelap.”
Asahina Alisa berjalan menuju bianglala dengan rambut platinum blondenya berkibar. Aku jadi berpikir, andai saja aku bisa melihat sosoknya yang penuh percaya diri seperti ini sejak pagi tadi. Mungkin aku sudah mengenal orang ini lebih dari yang kusadari, sampai-sampai tidak berpikir “Apa-apaan orang ini” lagi.
Kami naik bianglala dan duduk di tempat. Hiyori dan Asahina-san duduk bersebelahan, aku duduk di hadapan mereka. Terdengar suara “gatan” dan gondola perlahan naik. Kebetulan waktu yang pas untuk melihat matahari terbenam, pemandangan dari ketinggian sungguh menakjubkan.
“Ara ara.”
Mendengar suara Asahina-san, aku mengalihkan pandangan ke depan dan melihat Hiyori mulai mengantuk.
“Dia melompat-lompat pas pertunjukan tadi, pasti kelelahan ya.”
“Fufu, lucunya. Biarkan dia tidur sampai kita turun ya?”
Asahina-san perlahan menggendong Hiyori. Gerakannya lembut, membuatku merasa tenang melihatnya.
“Berkat Asahina-san, Hiyori juga bisa bersenang-senang. Terima kasih banyak.”
“Iya. Aku juga senang banget. Sampai-sampai aku pengen menjadikan Hiyori-chan adik sungguhan. Berikan dia padaku dong.”
“Ahaha. Tidak bakal kuserahkan.”
Bagian ini terasa menyenangkan sebagai candaan. Aku sendiri belum pernah pergi bermain seperti ini dengan perempuan selain Leo. Dalam arti itu...
“Andai Otsuki-san juga bisa ikut ya.”
“Benar. Itu tujuan awalmu kan, Kogure-kun.”
“Yah, itu salah satunya sih... Tapi aku juga berpikir kalau Otsuki-san ada, Asahina-san mungkin bisa lebih tenang di Horror World dan roller coaster. Ginanapun aku ini laki-laki.”
Aku berpikir mungkin dia tidak perlu merasa takut jika sahabatnya ada di sisinya. Tentu saja Asahina-san sendiri yang memilih, jadi bukan salahku...
“Ngomong-ngomong, apa flu Otsuki-san sudah sembuh?”
“Iya, katanya demamnya sudah turun dan dia sudah bisa bergerak.”
“Syukurlah...”
“Hee, ternyata kamu sangat menyukai Shizuku ya. Aku melihat ekspresimu bagus.”
“Tidak, bukan gitu. Aku tidak punya perasaan khusus pada Otsuki-san, sungguh.”
“Malu-malu?”
“Aku tidak malu-malu.”
“Kalau gitu... apa kamu bakal mengkhawatirkanku juga kalau aku demam?”
“Tentu saja. Bukannya itu hal yang wajar?”
“Heh?”
Asahina-san mengeluarkan suara terkejut, sepertinya dia tidak menyangka jawabanku. Sejak awal aku bukan orang yang tidak berperasaan. Kalau orang yang sama sekali tidak kukenal mungkin lain cerita, tapi jujur saja Asahina-san dan Otsuki-san adalah orang yang paling sering kuajak bicara setelah Leo, jadi wajar saja kalau aku khawatir jika terjadi sesuatu pada mereka.
“Kalau terjadi sesuatu pada Asahina-san, Hiyori yang sedang tidur dengan nyenyak di sana pasti bakal sedih.”
“Oh, jadi gitu. Kogure-kun benar-benar siscon ya.”
“Mungkin Otsuki-san bisa menanganinya, tapi kalau ada masalah serius, tolong beritahu aku. Kalau ada yang bisa kulakukan, aku bakal membantu.”
“...Baiklah, kalau gitu aku bakal minta bantuanmu saat itu.”
Setelah itu, aku dan Asahina-san terdiam. Gondola yang kami naiki mulai turun. Sebentar lagi akan berakhir.
“Kalau dipikir-pikir, tadi pagi aku melakukan hal yang sedikit memalukan ya.”
“Bukan cuman sedikit, tapi memalukan banget.”
“Grrr.”
Tatapan tajam dari wanita cantik! Aku menjerit pelan.
“Tapi terima kasih sudah tidak meninggalkanku pas aku kebingungan. Meskipun tujuan awalnya untuk Hiyori-chan, aku senang bisa bermain bersama Kogure-kun.”
Senyum Asahina-san yang diterangi sinar matahari terbenam sangat indah... Bahkan jika aku tidak jatuh cinta padanya, aku tetap merasa malu karena senyumnya yang begitu menyilaukan.
“Lho, Kogure-kun malu-malu?”
“Aku tidak malu-malu.”
“Fufu, aku juga jadi bisa berlatih berinteraksi dengan anak laki-laki, jadi itu bagus.”
“Kalau gitu... lain kali pergilah bareng anak laki-laki lain, berteriak-teriak dan peluk mereka ya.”
“Aku tidak bakal melakukannya lagi! Hmph, aku tidak bakal menunjukkan sikap memalukan kayak gitu pada siapa pun lagi.”
Dia bicara besar sekali. Apa benar-benar tidak apa-apa ya. Dengan sedikit iseng, aku menyuruh Asahina-san untuk melihat ke tanah di bawah bianglala, bukan pemandangan jauh.
“Boleh aja sih... Eh, apa ini! Menakutkan!”
“Kalau begini, kita bisa menyadari lagi ketinggiannya ya.”
“Hyaaaa, bodoh bodoh! Tidaaak!”
Asahina-san yang cantik memang menawan, tapi Asahina-san yang ketakutan dengan mata berkaca-kaca juga manis. Mungkin nanti aku akan dipukul... Tapi ya sudahlah, ini yang terakhir. Namun, agak canggung juga saat Asahina-san tidak mengalihkan pandangannya sama sekali dan hanya menatapku.
Matahari terbenam, dan gondola perlahan bergerak menuju tujuan.
“Hoahm... Nii-nii. Ada apa dengan Onee-san?”
Tepat saat Hiyori terbangun dan suara petugas terdengar... hari bermain kami pun berakhir. Setelah itu, aku dimarahi oleh Asahina-san.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.