Gakkkou ichi no bishoujo to shin'yū dōshi no ren'ai sōdan ni notte itara Chapter 4

Ndrii
0

Chapter 4

Memulai Kembali Konseling cinta 




"Bisakah kamu mengulanginya sekali lagi?"


"Maaf. Aku berbohong pada Asahina-san. Aku tidak punya perasaan apa-apa pada Otsuki-san selain persahabatan... tidak, bahkan tidak lebih dari sekedar kenalan."


Asahina-san memukul meja dengan keras dan mencondongkan tubuhnya. Sejenak aku pikir dia akan memukulku, tapi Asahina-san gemetar, lalu tenang dan duduk kembali. Kemudian dia menundukkan kepalanya seolah-olah telah kehabisan tenaga.


"Um... Itu..."


"Kalau bukan karena kejadian sebelumnya, aku pasti sudah berteriak-teriak sekarang."


"Tentu saja. Bukannya aku bicara sekarang karena kejadian sebelumnya?"


Asahina-san menatapku tajam. Sama seperti berbaikan yang menjadi sulit seiring berjalannya waktu, kebohongan juga menjadi rumit seiring waktu. Alasan aku mengungkapkannya sekarang adalah karena aku tidak perlu lagi berbohong bahwa aku menyukai Otsuki-san.


"Jadi Kogure-kun benar-benar tidak menyukai Shizuku ya. Entah kenapa... Aku merasa kecewa."


Asahina-san memasukkan jarinya ke rambut pirang platinanya, memutarnya seperti menggulung.


"Aku minta maaf sudah berbohong, tapi..."


"Kamu benar-benar tidak menyukainya... Jadi sekarang kamu tidak menyukai siapa pun?"


"Benar. Tidak ada wanita tertentu yang kusukai."


"Oh, gitu ya."


"Kamu terlihat sangat senang, apa aneh kalau aku tidak sedang jatuh cinta?"


"Ti-tidak, bukan gitu. Ya, aku cuman merasa lega aja."


Aku sama sekali tidak mengerti apa yang membuatnya lega. Cinta sepihak ya... Mungkin aku memang aneh karena tidak memiliki perasaan romantis pada gadis di depanku ini, yang konon disukai oleh lebih dari setengah anak laki-laki di sekolah.


"Tapi ada anak laki-laki yang benar-benar menyukai Otsuki-san. Aku bertindak demi dia."


"Oh, gitu. Jadi cuman buat itu kamu pergi ke taman hiburan denganku dan terlibat dalam pertengkaranku dengan Shizuku? Kogure-kun baik banget ya."


Aku ingin mengatakan 'Kalau saja aku tidak diperhatikan olehmu, hal ini tidak bakalan terjadi...', tapi aku tidak mengatakannya karena mungkin akan membuatnya marah.


"Kalau gitu, panggil anak laki-laki itu."


"Bolehkah? Kukira kamu bakal menolak, mengatakan bahwa anak laki-laki yang tidak kamu kenal tidak pantas untuk Shizuku."


"Tergantung orangnya. Tapi kalau anak laki-laki itu dan Shizuku bisa bersama... Tidak bakal ada gadis lain di sisi Kogure-kun selain aku."


"Um, aku tidak bisa mendengar apa yang kamu katakan setelah 'bisa bersama', bisakah kamu mengatakannya lebih keras?"


"Sudah, panggil aja dia!"


"Baik!"


Asahina-san yang lemah memiliki kemanisan seperti anak manja, tapi Asahina-san yang penuh energi memang memiliki kekuatan seperti seorang ratu. Memang pantas disebut gadis karismatik nomor satu di sekolah. Saat pertama bertemu dulu juga seperti ini ya. Tapi sekarang wajahnya sedikit memerah, dan dia tidak menatap mataku langsung, rasanya cara dia memandangku telah berubah. Yah, tidak apa-apa. Aku memutuskan untuk memanggil orang itu seperti yang dia minta. Saat kuhubungi, dia bilang bisa datang segera. Aku menunggu kedatangan sahabat masa kecilku itu.


"Maaf, aku terlambat." Melihat wajah sahabatku, Hirasawa Leo, ekspresi Asahina-san berubah drastis.


"Hah, orang ini!? Tidak mungkin kamu menyukai Shizuku, pasti bohong."


"Ryouma! Kenapa ada Asahina di sini? Kamu tidak pernah bilang apa-apa tentang..."


"Leo, duduklah dulu."


"Tapi!"


"Leo."


Seperti biasa, aku menatap mata Leo dan berbicara dengan tegas.


"...Baiklah."


Biasanya Leo akan mengerti dan tenang jika aku melakukan itu. Akhirnya semua pihak yang terlibat sudah berkumpul. Rasanya perlu waktu yang lama untuk sampai ke titik ini, dan sepertinya kami melalui rute yang tidak perlu. Tapi hanya ini cara untuk mewujudkan cinta Leo.


"Sebagai sahabat, aku pengen menciptakan kesempatan bagi Leo buat menyatakan perasaannya pada Otsuki-san, orang yang dia sukai secara sepihak. Mungkin kalau dia menyatakan perasaannya sekarang, Leo pasti bakal ditolak oleh Otsuki-san."


"Benar. Kayaknya Shizuku agak tidak nyaman dengan Hirasawa-kun, dan sejujurnya aku juga tidak punya kesan yang baik tentangmu. Kalau Shizuku berkonsultasi denganku tentang pernyataan cinta dari Hirasawa-kun, aku bakal menyarankannya untuk menolak."


"Cih."


"Lagian, apa kamu benar-benar menyukai Shizuku? Aku tidak bisa mempercayaimu."


"Semua hal menarik tentang Otsuki-san yang kuceritakan pada Asahina-san sebelumnya, semuanya berasal dari Leo. Iya kan?"


"Ya. Aku menyukai Otsuki. Yang paling kusukai adalah senyum Otsuki saat dia berbicara dengan Asahina."


Asahina-san membelalakkan matanya terkejut. Jujur, aku juga terkejut mendengar kata-kata itu.


“Aku pemgen tahu alasan di balik senyuman itu... Jadi aku berusaha mengenal Otsuki. Dan semakin aku mengenalnya, semakin aku menyukainya.”


Leo mulai mengalihkan pandangannya dengan malu-malu, seolah-olah merasa canggung untuk berbicara secara langsung kepada gadis itu. Sebaliknya, itu bisa diartikan bahwa dia benar-benar serius. Asahina-san pasti juga menyadarinya.


“Aku menyukai semuanya – suaranya, wajahnya, gerak-geriknya, caranya memberi nama pada tanaman, dan sifatnya yang suka merawat orang lain, selalu membuatkan dua bekal buat Asahina.”


“...Hmm”


“Begitu aku menyukai seseorang, aku benar-benar menyukai segala hal tentang mereka. Ini pertama kalinya aku jatuh cinta, jadi aku terkejut.”


“Entah mengapa aku bisa memahaminya.”


Kata-kata lembut Asahina-san terdengar tulus. Asahina-san pernah bilang dia belum pernah punya pacar, tapi apakah dia pernah menyukai seseorang? Kalau begitu, bukankah tidak baik membawaku ke rumahnya...? Ah, mungkin itu cerita lama. Meskipun belum pernah pacaran, orang tetap bisa jatuh cinta ya.


Tapi kenapa aku merasa sedikit gelisah? Bagaimana jika dia masih menyukai orang itu sekarang. Tidak, tidak, itu bukan urusanku.


“Aku pengen mengenal Otsuki lebih dalam lagi. Karena itu... Tolong bantu aku!”


Leo membungkuk dalam-dalam kepada Asahina-san. Mungkin ini terlihat seperti tindakan yang tidak terduga bagi Asahina-san, tapi Leo memang akan membungkuk dan meminta bantuan jika ada sesuatu yang benar-benar ingin dia capai. Itulah mengapa dia telah berhasil di berbagai bidang selama ini.


“Hahh... Baiklah. Kayaknya perasaan Hirasawa-kun pada Shizuku tulus. Aku bisa menjadi penghubung antara kamu dan Shizuku”


“Benarkah?”


“Yang memutuskan bukan aku, tapi Shizuku. Kalau Shizuku bilang dia tidak suka kamu mendekatinya, maka semuanya berakhir. Aku bakal selalu melindungi sahabatku apapun yang terjadi. Jadi, semua tergantung padanya.”


“...Terima kasih.”


“Kalau gitu, tugasku sudah selesai ya.”


“Hah?”


Aku terkejut mendengar suara Asahina-san yang terdengar tajam.


“Mulai sekarang, bakal lebih lancar kalau Leo dan Asahina-san berkomunikasi langsung buat mendekati Otsuki-san. Kupikir tidak ada gunanya melibatkan aku.”


“Hei, Kogure-kun.”


Mata Asahina-san terlihat tidak tersenyum. Apakah aku mengatakan sesuatu yang aneh?


“Itu tidak boleh. Saat Hirasawa-kun berdiskusi denganku, kamu harus selalu ikut serta. Itu satu-satunya syarat.”


“Eh!? Bukannya itu tidak ada gunanya?”


“Ada gunanya kok.”


“Apa gunanya?”


“...Tidak bisa kukatakan.”


Asahina-san memalingkan wajahnya yang memerah dengan cemberut. Manis, tapi aku benar-benar tidak mengerti.


“Ryouma, aku juga merasa bakal bertengkar dengan Asahina kalau cuman berdua, jadi tolong tetaplah bersama kami kalau bisa”


“I-iya! Begitulah. Bertengkar itu tidak baik.”


“Itu pasti bukan alasan sebenarnya. Hahh, baiklah. Ayo kita berusaha bersama-sama.”


“...Aku juga pengen mengenalmu lebih dalam. Jangan menghilang begitu saja sekarang.”


Gumaman Asahina-san tentu saja tidak terdengar olehku, dan aku berhenti memikirkan maksud tersembunyinya.


Beberapa hari setelah Asahina-san dan Leo bekerja sama, mereka melakukan beberapa persiapan dan strategi cinta besar Leo pun dimulai. Karena Asahina-san mulai membantu secara serius, koordinasi antara tim pria dan wanita menjadi lebih baik. Langkah pertama adalah memanfaatkan kegiatan klub berkebun Otsuki-san yang dilakukannya setiap hari di belakang gedung sekolah. Di pagi hari, aku akan berbicara dengan Otsuki-san seperti biasa. Setelah pembicaraan berjalan lancar, Asahina-san akan bergabung dalam percakapan aku dan Otsuki-san, lalu Leo akan masuk menggunakan aku sebagai umpan, sehingga kami berempat bisa akrab. Ini adalah strategi yang diusulkan oleh Asahina-san, tapi...


“Apakah ada gunanya Asahina-san ikut dalam hal ini?”


“Tentu saja ada.”


“Bukannya dalam situasi ini kita bisa melewatkan bagian Asahina-san tanpa masalah?”


“Aku penasaran apa yang akan kalian bicarakan berdua aja dengan Shizuku.”


“Hah?”


Saat aku berbisik-bisik dengan Asahina-san, tiba-tiba Otsuki-san mendekatkan wajahnya.


“Akhir-akhir ini Alisa dan Kogure-kun terlihat akrab ya. Apa mungkin karena kalian pergi main bareng, meskipun ada adikmu juga, hubungan kalian jadi berubah?”


“Eh~ Shizuku, bukan begitu kok, hehehe.”


“Ya, sama sekali tidak seperti itu.”


Aku merasakan cubitan keras di pahaku.


“Aduh!”


“Kenapa kamu berkata kayak gitu.”


“Tu-tunggu, sekarang bukan saatnya membicarakan kita, lihat, Leo kesulitan bergabung dalam pembicaraan kan!”



Dengan rasa takut pada Asahina-san yang berwajah serius, aku tetap memberitahunya bahwa kami sedang menjalankan strategi. Tidak ada gunanya jika kami terlalu asyik dengan pembicaraan kami sendiri. Tujuan utamanya adalah membuat Leo dan Otsuki-san berbicara. Aku mengirim pesan ke Leo melalui ponsel. Tak lama kemudian, Leo yang sudah siap pun datang.


“Oh, hei... Ryouma, kamu ada di sini rupanya.”


“Leo, selamat pagi.”


“Hmph, Hirasawa-kun. Maaf, tapi bisakah kamu tidak mendekat lagi? Kamu berteriak padaku di kantin tempo hari. Aku belum memaafkanmu.”


Asahina-san memang hebat, masuk ke dalam pembicaraan dengan lancar. Tapi sepertinya dia benar-benar memarahi Leo. Leo berpura-pura ragu sejenak, lalu membungkuk dalam-dalam.


“Maafkan aku.”


“...Minta maaf juga pada Shizuku. Kamu membuatnya takut.”


“Alisa! Aku tidak apa-apa kok!”


“Tidak, aku minta maaf. Aku juga berbuat salah pada Otsuki... Aku benar-benar minta maaf.”


“Ah... Ya.”


Otsuki-san menerima permintaan maaf itu dengan ragu-ragu. Sepertinya berjalan lebih baik dari yang kuduga. Mungkin karena Asahina-san menghentikan Leo di saat yang tepat. Apakah dia sudah memperhitungkan ini? Aku berbisik pelan agar hanya Asahina-san yang bisa mendengar.


“Jadi ini alasan Asahina-san datang ke sini ya. Awalnya rencananya Leo bakalan langsung minta maaf pada Otsuki-san, tapi dengan melalui Asahina-san, kita bisa mendorong hubungan mereka sedikit lebih jauh.”


“Eh? Aku tidak berpikir sejauh itu sih.”


“Di sini, kalau Asahina-san dengan sombong menyuruh Leo mentraktir pancake sebagai hukuman, Leo tidak punya pilihan selain melakukannya. Dengan begitu tercipta titik kontak, kan? Ayo, Asahina-san, bicaralah pada Leo dengan gaya sombong kayak biasanya.”


“Kogure-kun, ternyata kamu berpikir begitu tentangku ya. Aku... Sedikit terluka.”


“Bukannya dulu kamu menyuruhku berjalan lima meter di belakangmu pas pertama kali bertemu?”


“Hmm...”


Ngomong-ngomong, Asahina-san jadi lebih aktif mengajakku bicara ya. Rasanya percakapanku dengan Asahina-san belakangan ini dua kali lipat lebih banyak dari sebelumnya.


“Baiklah, Hirasawa-kun, sebagai hukuman traktir aku dan Shizuku crepe. Dengan begitu kita impas.”


“Eh, tunggu Alisa. Itu keterlaluan!”


“Tidak apa-apa. Aku juga merasa sikapku waktu itu kekanakan...”


“Tapi...”


“Otsuki-san, tolong biarkan Leo mentraktir kalian. Leo tipe orang yang melakukan hal kayak gini dengan sungguh-sungguh. Dengan begitu semuanya bakal selesai dengan bersih... Tolong ya.”


“Baiklah, tapi kamu tidak perlu merasa begitu bersalah.”


“Kalau gitu, setelah kegiatan klub selesai nanti sore ya.”


Bagus, berhasil. Dengan ini, sudah dipastikan Leo akan pulang bersama Otsuki-san hari ini. Mereka bisa mengobrol banyak dalam perjalanan ke toko crepe, saat makan... Berjuanglah, Leo. Aku akan pulang sendiri.


“Kogure-kun juga ikut sepulang sekolah kan?”


“Eh? Bukannya aku tidak diperlukan untuk ini?”


“Sudah kubilang kan, kamu harus ikut setiap kali aku terlibat.”


“Ini... Masalah Leo dan Otsuki-san, bukannya lebih baik kalau Asahina-san juga tidak ikut?”


“Tidak mau, aku pengen makan crepe.”


“Jadi itu tujuanmu...”


“Lagian, aku pengen melihat apakah Hirasawa Leo layak diakui atau tidak. Apakah dia bakal menjadi pengaruh positif bagi Shizuku.”


“Dia pasti bakal jadi pengaruh positif. Leo adalah sahabat terbaikku.”


Singkatnya, operasi crepe berjalan sukses. Mengabaikan fakta bahwa Asahina-san memesan crepe porsi besar dan memberi pukulan besar pada dompet Leo, aku dan Asahina-san berusaha membuat Leo dan Otsuki-san berbicara berdua sebanyak mungkin. Berkat itu, ketika mereka selesai makan crepe, Otsuki-san mulai tersenyum saat berbicara dengan Leo. Dari luar, mereka terlihat cocok, dan karena Asahina-san juga tidak mengatakan apa-apa... Rencana cinta Leo dan Otsuki-san disetujui untuk dilanjutkan secara serius.


Suatu hari saat istirahat makan siang. Kami telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan situasi ini. Setelah operasi crepe, kini saatnya operasi makan siang. Rencananya, aku dan Otsuki-san akan membuat bekal untuk sahabat kami masing-masing, dan dengan cara yang tepat membuat Leo memakan bekal buatan Otsuki-san. Di taman dalam sekolah. Kebanyakan orang makan di kantin atau kelas, jadi tidak banyak yang makan di sini. Mungkin hanya pasangan yang sedang pacaran yang kadang datang. Di taman seperti itu, kami menggelar tikar dan makan bersama berempat dengan akrab. Betapa tingginya standar wajah di sini. Ada Asahina-san yang disebut-sebut sebagai gadis tercantik di sekolah, Leo yang paling populer di sekolah. Otsuki-san juga punya wajah manis meski terkesan sederhana, dan aku yang biasa-biasa saja jadi merasa sedikit tidak nyaman.


“Ini, silakan.”


Bekal Otsuki-san adalah kotak makan bertingkat dua. Volumenya cukup besar untuk Asahina-san yang doyan makan. Saat tutupnya dibuka, terlihat berbagai lauk yang tersusun rapi seperti kotak perhiasan.


“Wow, hebat. Masakan Otsuki seperti level profesional ya.”


“Ah, tidak kok. Masih jauh.”


“Masakan Shizuku nomor satu di Jepang! Benar-benar enak lho!”


Tapi sungguh, bagaimana dia bisa membuat sebanyak ini di pagi hari? Mungkin sebagian besar disiapkan di malam hari, tapi tetap saja butuh waktu untuk menyiapkannya. Ini pasti tidak bisa dilakukan kecuali memang sangat menyukai memasak. Mungkin juga dia tidak suka berkompromi. Sepertinya dia juga serius dalam berkebun. Aku mengeluarkan bekal sederhana dan memberikannya pada Leo. Aku dengan jujur membuat dua porsi bekal yang sama untuk diriku sendiri. Bekal utamanya adalah milik Otsuki-san, jadi bekalku hanya perlu ada saja. Tentu saja, aku percaya diri dengan rasanya. Sekarang tinggal mengatur agar Leo bisa memakan bekal Otsuki-san... Eh.


"Bakso daging manis pedas yang bisa dimakan oleh orang yang tidak tahan pedas sepertiku, sosis gurita yang bumbunya meresap dengan baik, sayuran rebus yang nilai gizinya ditingkatkan, dan katsu dengan saus kental berisi keju!"


Asahina-san mulai melaporkan makanannya. Lalu dia makan bekal Otsuki-san dengan lahap dan terus menghabiskan makanannya. Bagian Leo akan habis nih.


"Bekal Otsuki kelihatannya enak ya."


"... Hirasawa-kun mau mencoba? Hei Alisa, pinjam kotak bekalnya."


"Eh..."


Eh apanya. Orang ini, apa dia lupa tujuan aslinya? Asahina-san dengan berat hati menyerahkan kotak bekal pada Otsuki-san. Kupikir Otsuki-san akan langsung memberikannya pada Leo, tapi dia malah mengatur ulang makanan di kotak bekal dan mulai membersihkan noda dengan tisu. Setelah itu, dia mengeluarkan piring kertas dan sumpit baru, lalu memberikannya pada Leo dengan lembut. Dia benar-benar memiliki kepribadian yang teliti... Ini benar-benar patut dihormati. Lalu Otsuki-san meletakkan kotak bekal di depan Leo.


"Ini, silakan."


"Terima kasih. Kalau gitu, itadakimasu."


Leo membelah sumpitnya dan melahap sebuah bakso daging. Saat itu, ekspresinya berubah menjadi senyuman lebar.


"Ini enak banget! Bukan cuman penampilannya, rasanya juga luar biasa!"


"Te-terima kasih. Rasanya agak malu kalau dipuji oleh anak laki-laki."


Otsuki-san tersipu dan senang dipuji oleh Leo. Kata-kata tulus memang tulus membahagiakan. Leo terus mengambil dan memakan bekalnya. Leo memiliki postur tubuh yang bagus, jadi nafsu makannya juga besar. Dia juga tidak pilih-pilih makanan karena aku sudah memperbaikinya sejak kecil. Dia bisa menikmati semua jenis makanan.


"Aku iri pada Asahina. Kamu bisa makan masakan Otsuki setiap hari ya."


"Enak kan? Masakan Shizuku adalah yang terbaik."


"Apa tidak merepotkan membuatnya setiap hari?"


"Hmm, karena aku suka memasak, jadi tidak terlalu. Membuat bekal sudah kayak hobiku."


"Aku juga pengen makan."


Mendengar gumaman pelan Leo, mata Otsuki-san membelalak.


"Hirasawa-kun selalu makan di kantin kan? Orang tuamu masih bekerja terus ya?"


"Mereka di luar negeri. Mereka mengirimkan uang buat biaya hidup, jadi tidak ada masalah khusus dalam kehidupanku."


"Tapi itu bisa jadi tidak seimbang lho. Kalau gitu, mau kubuatkan bekal?"


"Eh! Tidak, itu pasti merepotkan."


"Aku biasa membuatnya dengan cepat, dan karena aku juga membuat untuk Alisa dan diriku sendiri, tidak ada bedanya membuat untuk dua atau tiga orang, jadi tidak apa-apa."


"Kalau kamu mau membuatkannya, itu akan sangat membantu... Ah, tentu saja aku akan membayar untuk bekalnya."


"Hirasawa-kun juga anggota klub olahraga kan. Lebih baik makan makanan yang lebih bergizi daripada di kantin."


"Shizuku memang selalu cerewet soal makanan sejak dulu. Dia pengen orang-orang makan makanan enak sampai kenyang."


"Kayak nenek-nenek ya."


"Kogure-kun, kamu bilang apa?"


"Bukan apa-apa..."


Aku merasa Otsuki-san memelototiku, jadi aku memalingkan wajah untuk menghindar.


Saat itu, Asahina-san tiba-tiba berdiri seolah-olah dia telah menunggu sesuatu.


"Aku juga pengen makan bekal Kogure-kun!"


"Hah?"


Bekalku? Bekalku hanya disiapkan untuk acara makan siang ini dan tidak terlalu istimewa. Aku juga suka memasak, tapi tidak terlalu bersemangat untuk membuat bekal di pagi hari. Jujur saja, aku ingin tidur lebih lama, dan tidak mungkin bangun pagi-pagi untuk melakukan sesuatu seperti Otsuki-san. Karena itu, sama seperti Leo, aku sering makan siang di kantin.


"Dibandingkan dengan bekal Otsuki-san... Ini tidak seberapa."


"Tidak apa-apa! Itu memang tujuanku."


Aku benar-benar tidak mengerti Asahina-san belakangan ini. Yah, kalau diminta, aku tidak bisa menolak memberikannya.


"Karaage ini benar-benar enak. Mungkin yang terenak yang pernah kumakan!"


Leo terus makan bekal Otsuki-san dengan senyum lebar di wajahnya. Tapi karaage yang paling enak? Bukankah dia bilang karaage yang kugoreng tempo hari adalah yang terenak di dunia? Aku merasa sedikit kesal.


"Bolehkah aku juga mencoba satu potong dari bekal Otsuki-san?"


Aku mengambil sepotong karaage dari kotak bekal dan memakannya, menikmati rasanya.


"Ya, ini enak. Memang hebat."


"Terima kasih."


"Tapi... Kalau boleh berkomentar, kalau berbasis kecap, mungkin lebih baik diperam sedikit lebih lama menurut seleraku. Yah, tapi ini sudah cukup bagus."


“Hah?”


Ketika aku menyampaikan pendapat jujur sebagai seseorang yang suka memasak, suara Otsuki-san berubah menjadi kasar, sangat berbeda dari suara lembutnya sebelumnya.


“Hmm, enak! Kare waktu itu juga enak, tapi tamagoyaki ini juga enak.”


Aku senang Asahina-san menikmati bekalku. Otsuki-san merebut bekal yang sedang dilahap Asahina-san. Lalu dia memakan sepotong tamagoyaki dari dalamnya.


“Ya, ini enak. Kogure-kun juga pintar memasak ya.”


“Ha... Hah.”


“Tamagoyaki ini juga manis dan enak. Tapi aku tidak akan membuatnya semanis ini. Selain itu, tingkat kematangannya agak tidak merata. Kalau aku, tidak akan membuatnya kayak begini.”


“Hah?”


Perempuan ini. Dia pasti sengaja memancingku. Aku menghormati Otsuki-san. Dia memiliki pengetahuan luas tentang berkebun dan menyenangkan untuk diajak bicara. Namun, karena memasak adalah keahlian kami berdua... Tanpa sadar kami jadi saling bersaing. Mungkin dia sedikit tidak senang melihat sahabat yang selama ini dia urus menjadi dekat dengan orang lain. Karena itu, aku tersenyum.


“Baiklah. Aku bakal lebih hati-hati lain kali. Jadi? Apakah kamu juga akan membuatkan bekal untukku?”


“Ahaha...”


Otsuki-san memasang wajah serius.


“Mana mungkin aku membuatkannya. Apa yang kamu bicarakan?”


Sementara Leo dan Otsuki-san semakin dekat, entah sejak kapan hubunganku dengan Otsuki-san menjadi sedikit tegang. Akhir-akhir ini aku merasa ini adalah hubungan yang aneh. Mungkin ini fenomena yang sama seperti hubungan Leo dan Asahina-san yang tidak terlalu baik. Mungkin ini yang disebut antipati terhadap sesama jenis.


Makan siang bersama, pulang bersama di sore hari. Perlahan-lahan, Leo dan Otsuki-san semakin dekat. Aku dan Asahina-san berusaha memberi mereka kesempatan, bahkan membiarkan mereka pulang berdua. Sepertinya sudah waktunya untuk melangkah ke tahap berikutnya.


Malam hari, aku berbicara dengan Asahina-san melalui ponsel di kamar pribadiku.


“Taman hiburan?”


[“Ya, Amazing Land yang pernah kita kunjungi. Aku mendapat tiket lagi, gimana kalau kita pergi berempat?”]


“Boleh juga. Kita sudah melakukan semua yang bisa dilakukan di sekolah, jadi tidak apa-apa melangkah ke tahap selanjutnya.”


[“Aku sudah bicara dengan Shizuku dan dia setuju. Tinggal menentukan tanggalnya.”]


“Sabtu depan tidak ada kegiatan klub, jadi Leo dan aku bisa. Gimana kalau hari itu?”


Meskipun alasannya untuk melaporkan perkembangan hubungan mereka berdua, belakangan ini aku hampir setiap hari melakukan panggilan pribadi dengan Asahina-san. Bersamaan dengan semakin dekatnya Leo dan Otsuki-san, frekuensi percakapanku dengan Asahina-san juga meningkat drastis. Sekarang kami sering membicarakan hal-hal pribadi. Aku masih tidak percaya bisa berbicara sebanyak ini dengan gadis tercantik di sekolah... Aku benar-benar merasa kami sudah menjadi dekat.


[“Kamu mendengarkan?”]


“Iya, aku dengar. Kita bakal mencari waktu yang tepat buat membiarkan mereka berduaan.”


[“Shizuku bilang dia bakal berusaha keras membuat makan siang, jadi kamu bisa menantikannya.”]


“Wow! Aku tidak sabar.”


[“Dia bilang bakal membuatmu bertekuk lutut. Rasanya kayak melihat Shizuku yang berbeda dari biasanya... Agak rumit.”]


“Itu jelas permusuhan, jadi tidak perlu dipikirkan.”


“Itu... um...”


Tiba-tiba suara Asahina-san mengecil. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang ingin dia katakan. Aku menempelkan ponsel erat-erat ke telingaku.


[“A-aku juga berencana membantu membuat bekal!”]


“Hah?”


[“Aku payah dalam memasak dan selalu mengandalkan Shizuku... Tapi aku bakal berusaha sedikit... Kalau...”]


“Aku menantikan masakan Asahina-san.”


[“Wah! Ya, aku bakal berusaha!”]


Suaranya yang biasanya tegas memang bagus, tapi suaranya di telepon terdengar manis. Kalau dia mengatakan ini langsung di depanku, pasti akan sangat imut. Bahkan tanpa perasaan suka pun, aku mungkin akan memerah. Sebenarnya, aku sudah sedikit memerah.


“Jadi pada hari H kita berempat... Kalau kita membiarkan Leo dan Otsuki-san berdua, berarti kita juga bakalan berdua ya.”


[“Hyo, i-iya benar.”]


Kenapa suaranya jadi melengking?


[“Ahaha... Kita mau ngapain?”]


“Kalau boleh, gimana kalau kita ajak Hiyori? Kayak sebelumnya, kalau bertiga kita tidak perlu merasa canggung, gimana?”


[“Jangan!”]


Itu adalah suara penolakan yang kuat.


[“Maaf. Bukan berarti aku tidak suka Hiyori-chan. Dia malaikat yang imut dan aku sangat menyukainya. Um... Kalau kita mengajak Hiyori-chan, Shizuku mungkin bakal masuk ke mode super Onee-san.”


Aku berpikir “apa itu?”, tapi aku bisa dengan mudah membayangkan bagaimana Otsuki-san yang suka mengurus orang akan bereaksi ketika melihat Hiyori. Dulu itu memang tujuannya, tapi situasinya berbeda sekarang. Lagipula, Hiyori baru berumur lima tahun, jadi mungkin akan mengganggu rencana. Ternyata Asahina-san juga berpikir dengan baik. Aku akan membelikan oleh-oleh untuk Hiyori.


[“Jadi um... Kali ini kita pergi berempat aja!”]


“Baiklah, aku mengerti. Kalau gitu... Ini sudah larut, kita lanjutkan besok.”


[“Ya, sampai besok. Selamat malam.”]


Dan begitulah hari Sabtu yang ditakdirkan pun tiba. Seperti sebelumnya, kami bertemu di alun-alun depan stasiun. Aku dan Leo sudah tiba 15 menit sebelum waktu yang dijanjikan. Kami telah memberitahu para gadis untuk datang tepat waktu, karena akan merepotkan jika terjadi sesuatu saat menunggu mereka. Leo sedang menguap.


“Hoam... Ngantuk.”


“Bukannya kemarin kamu tidur lebih awal?”


“Aku terlalu bersemangat untuk hari ini, jadi sulit tidur.”


“Sebegitu semangatnya kah kamu?”


“Tentu saja. Otsuki juga sudah menyiapkan bekal kan? Aku benar-benar tidak sabar!”


Leo mengekspresikan kegembiraan dengan seluruh tubuhnya. Mungkin karena itu, dia menarik perhatian para gadis di sekitar. Memang Leo, dengan tinggi lebih dari 180 cm dan kaki panjang, ditambah wajah yang tampan, wajar saja jika dia menarik perhatian. Bahkan ada yang bertanya-tanya apakah dia seorang idol. Sedangkan aku, mungkin hanya karakter figuran biasa.


“Maaf membuat kalian menunggu.”


Mendengar suara Otsuki-san, tubuh Leo sedikit tersentak. Dasar mudah ditebak...


“Selamat pagi, Hirasawa-kun, Kogure-kun.”


Wah. Otsyki-san sangat cocok mengenakan one piece yang anggun. Seperti biasa, dia mengikat rambut cokelat madunya dengan pita merah muda menjadi ekor kuda. Suaranya yang lembut dan wajahnya yang halus tetap sama... Menurutku itu sudah cukup manis. Aku bertanya-tanya apakah ada bekal di dalam tas selempangnya.


“Selamat pagi, Otsuki-san.”


“Se-selamat pagi.”


Aku mendorong punggung Leo. Ayolah, dia sudah berdandan semanis ini, kamu harus memujinya.


“Um... Itu sangat cocok untukmu. Aku terkejut.”


“Eh? Ah... Terima kasih. Aku tidak terbiasa dipuji... Ahaha, aku jadi malu.”


Mendengar kata-kata Lro, Otsuki-san tersipu dan memalingkan wajahnya. Bagus, bagus. Mungkin ini posisi yang enak, bisa melihat dua orang yang masih canggung ini dari sudut pandang ini.


“Hari ini, aku sangat menantikan bekal buatan Otsuki.”


“Benarkah? Aku membuat banyak, jadi makanlah!”


Aku benar-benar merasa mereka sudah akrab. Hubungan mereka berkembang pesat, mungkin aku bisa melihat masa depan di mana mereka bersatu. Saat aku dengan senang hati mengamati perkembangan cinta mereka, seseorang mencolek bahuku.


“Aku juga ada di sini, lho.”


“Asahina-san!?”


Aku bisa kena marah kalau bilang sama sekali tidak menyadarinya. Memang benar mereka datang berdua, dan aku terus memperhatikan Otsuki-san dan Leo, jadi aku benar-benar lupa keberadaan Asahina-san.


“...Padahal aku sudah berdandan habis-habisan.”


Rasanya dia lebih modis daripada saat kita ke taman bermain sebelumnya. Apa ya, mungkin bisa disebut gaya gyaru? Blus off-shoulder dengan perut terbuka... Sepertinya hanya orang yang percaya diri dengan penampilannya yang bisa memakai baju seperti itu. Leher putih yang bersinar dan belahan dada yang menggoda. Aku merasa bersalah karena mataku tertarik ke sana. Bukankah pertahanannya terlalu longgar? Rok pendek dengan sepatu bot yang manis. Kakinya sangat ramping.


“Itu sangat cocok untukmu.”


“Entah kenapa rasanya tidak tulus. Dibuat-buat, tidak membuatku senang. Ayo, coba lagi.”


Apa-apaan itu... Pikirku sambil mencoba menebak mengapa Asahina-san berdandan habis-habisan. Untuk gadis sekelas Asahina-san, hanya dengan bernapas saja sudah bisa menarik perhatian pria. Juga, jika dia hanya bermain dengan teman-teman perempuannya seperti biasa, mungkin akan timbul masalah yang tidak terduga. Tapi hari ini ada Leo, pria tampan yang setara dengannya, jadi tidak akan ada pria yang mendekati.


“Wah, gadis itu manis banget ya.” “Enak ya, pengen pacaran sama dia.”


“Cowok ganteng di sebelahnya itu pacarnya kali ya. Enak banget.”


Terdengar bisikan-bisikan seperti itu. Leo memang cocok sebagai penangkal. Mungkin karena itu Asahina-san menganggap ini sebagai kesempatan dan berdandan semaksimal mungkin. Leo mungkin sudah memuji Otsuki-san habis-habisan, tapi dia sama sekali tidak tertarik pada Asahina-san. Kalau begitu, mungkin lebih baik aku yang memujinya. Aku menunjukkan senyum terbaikku.


“Asahina-san, kamu sangat manis.”


“Hau!?”


“Waktu kita main sebelumnya kamu juga cantik, tapi hari ini benar-benar berbeda. Aku senang banget bisa jalan baremg Asahina-san yang kayak begini.”


“A-aku tidak menyuruhmu memuji sampai segitunya!”


Wajah Asahinq-san memerah, memegang pipinya dengan kedua tangan dan memalingkan wajah. Bukankah kamu yang menyuruhku memuji... Dan memuji itu memalukan, tahu. Apalagi karena kamu benar-benar manis. Oh, waktu kereta sudah dekat.


“Semuanya, ayo kita berangkat!”


“...Aku senang sudah berdandan. Aku dipuji manis.”


Obrolan di dalam kereta pun berlanjut, dan tiba-tiba saja kita sudah sampai di taman bermain. Rasanya seperti baru saja ke sini, tapi sudah cukup lama sejak saat itu ya.


“Hiyori-chan waktu itu manis banget ya.”


“Oh begitu. Aku juga pengen bertemu dengan adik perempuan Kogure-kun.”


“Gimana kalau kita ke rumah Ryouma kapan-kapan? Hiyori pasti senang.”


Sambil membicarakan tentang pertunjukan Cure Cure waktu itu, kami melewati gerbang masuk Amazing Land. Setelah menyelesaikan pembayaran di loket, kami langsung masuk. Di dalam jauh lebih ramai dibandingkan waktu sebelumnya.


“Lebih ramai daripada saat kita datang sebelumnya ya.”


"Benar juga. Mungkin ada event tertentu."


"Ada sesuatu tertulis di spanduk itu."


Seperti yang ditunjukkan Otsuki-san, di spanduk tertulis "Event Baru Amazing Land Sedang Berlangsung". Sepertinya timing kita kurang tepat.


"Dengan jumlah orang sebanyak ini, antreannya pasti bakal panjang bangwt."


Antrean untuk roller coaster mencapai dua jam. Wahana ekstrem lainnya juga rata-rata memiliki antrean satu jam. Jika dilihat dari tujuan bermain di taman hiburan, ini memang merugikan, tapi tujuan utama hari ini adalah untuk mempererat hubungan Leo dan Otsuki-san. Kupikir lebih baik membiarkan mereka berdua mengobrol daripada menaiki wahana populer. Lagi pula kita membawa bekal, jadi tidak bisa naik wahana ekstrem.


Jika dari pagi hanya mengobrol, topik pembicaraan bisa habis sekitar siang hari. Jadi kupikir sebaiknya kita berempat mencoba satu wahana dulu untuk mencairkan suasana.


"Ah, wahana di sana. Waktu tunggunya cuman 10 menit lho."


"Gimana kalau kita ke sana ajap? Ayo."


Sebelum melihat wahana itu, aku terkejut melihat wajah Asahina-san dan Leo yang memucat. Dengan firasat buruk, aku melihat papan nama wahana itu dan tertulis "Horror World". Aku teringat pengalaman sebelumnya... bukan, berbagai kenangan mulai muncul. Aku tahu Asahina-san tidak suka hal-hal menakutkan. Dan sahabatku, Hirasawa Leo, sangat takut pada hantu. Setelah menonton acara seram, dia selalu meminta bantuanku. Belakangan ini aku agak cuek, jadi dia beralih meminta bantuan Hiyori. Hiyori jadi menunjukkan sifat keibuan yang tidak biasa untuk anak berusia 5 tahun, dan itu biasanya karena Leo.


"Tapi bukannya kamu tidak suka hantu dan semacamnya? Mungkin sebaiknya kita tidak masuk?"


Tentu saja Otsuki-san yang memahami teman masa kecilnya memperingatkan Asahina-san. Biasanya pembicaraan akan berakhir dengan keputusan untuk tidak masuk, tapi...


"Hahh, memalukan kalau takut pada hantu. Aku bakal memimpin di depan!"


Leo yang ingin terlihat keren di depan gadis yang disukainya, berusaha mendapat poin di sini. Padahal tidak perlu memaksakan diri.


"Yah, kalau Asahina benar-benar tidak sanggup, kita bisa ganti wahana lain."


Dalam hati dia pasti berharap begitu, tapi sayangnya lawannya bukan orang yang tepat.


"Hah? Siapa bilang aku tidak sanggup! Waktu itu aku sudah melewati Horror World bersama Kogure-kun dan Hiyori-chan, jadi ini mudah! Jangan meremehkanku!"


Padahal waktu itu kamu ketakutan dan menangis, bahkan dihibur oleh Hiyori yang baru berusia 5 tahun. Dan sensasi lembut saat kamu memelukku waktu itu masih terasa luar biasa sampai sekarang. Meskipun hubungan mereka sudah membaik, Leo dan Asahina-san tetap tidak cocok. Asahina-san menerima hubungan romantis antara Leo dan Otsuki-san, tapi dia tidak suka karena perhatian Otsuki-san yang disayanginya berkurang. Sedangkan Leo tidak suka Asahina-san yang selalu berusaha mengambil alih Otsuki-san. Keduanya mengeluhkan hal ini padaku, jadi aku tidak tahu harus berkata apa.


"Kogure-kun, gimana menurutmu?"


"Ayo kita masuk aja. Kali ini mari kita berusaha mendukung sahabat kita masing-masing."


"Baiklah, ayo kita masuk!"


Kami pun memasuki Horror World, tapi rute yang biasanya bisa diselesaikan dalam 30 menit, kali ini membutuhkan waktu satu jam untuk keluar. Aku dan Otsuki-san yang bertubuh kecil kesulitan bergerak karena dipeluk erat oleh sahabat kami yang bertubuh besar.


"Kalau takut, seharusnya tidak usah sok berani."


"A-aku tidak tahu kalau akan seseram ini... Aku benar-benar tidak sanggup lagi masuk rumah hantu."


"Alisa juga... Bukannya kamu bilang tidak apa-apa karena sudah pernah masuk sebelumnya?"


"Eventnya berubah. Ini bukan Horror World yang kukenal. Aku tidak sanggup."


Begitu masuk, Leo dan Asahina-san langsung menjerit ketakutan, sehingga justru mereka yang terasa lebih menyeramkan. Kami beristirahat di bangku setelah keluar dari Horror World. Meninggalkan dua orang yang masih terpuruk, aku dan Otsuki-san pergi membeli minuman.


"Otsuki-san kayaknya tidak terlalu takut ya. Apa kamu suka hal-hal kayak gitu?"


"Sebenarnya aku lebih ke arah tidak suka. Kalau teman masa kecil, mungkin Kokoro yang lebih suka horor."


Mizuhara Kokoro, teman masa kecil mereka yang satu lagi. Aku dengar mereka sudah berbaikan dan bertiga berteman baik lagi... Dari cerita yang kudengar, sepertinya dia memang memiliki kepribadian yang cocok dengan hal-hal berbau hantu.


"Kalau Alisa sampai setakut itu, aku jadi tidak bisa takut."


"Memang katanya kalau ada orang yang lebih takut di sekitar kita, kita jadi lebih tenang."


"Aku tidak tahu kalau Hirasawa-kun sepenakut itu."


"Dia punya banyak kelemahan lho. Takut hal menakutkan, ketinggian, petir, dan makanan pedas. Padahal tubuhnya besar begitu."


"Dalam hal itu dia mirip banget sama Alisa ya. Padahal dia berani menghadapi laki-laki yang tidak kusukai."


"Hahaha, Leo memang punya sisi kayak begitu, tapi dia juga punya sisi keren, jadi tolong jangan kecewa ya."


"Tentu saja tidak. Tapi Hirasawa-kun yang ketakutan tadi manis juga ya. Rasanya aku pengen menghiburnya."


Pada dasarnya, Otsuki-san memang suka merawat orang ya. Mungkin untuk Leo juga, lebih baik menunjukkan sisi aslinya daripada berusaha tampil sempurna. Kami kembali ke tempat dua orang yang masih terpuruk dan memberikan mereka air.


“Jadi... Apa yang bakal kita naiki selanjutnya?”


“Hmm, ah, wahana ekstrem paling menakutkan cumam memiliki antrean 30 menit. Mau naik itu?”


Mendengar kata-kata kejam Otsuki-san, Leo dan Asahina-san bergetar. Apa-apaan dia itu, mengatakan hal seperti itu pada dua orang yang takut ketinggian. Saat aku sedikit terkejut, Leo berdiri.


“O-oh. Wahana ekstrem itu sih gampang!”


Kakinya gemetar tuh. Otsuki-san menyentuh bahu Asahina-san.


“Kalau gitu kami bertiga bakal pergi, Alisa mau menunggu?”


“Ah! Jangan tinggalkan aku sendiri! Nanti aku ditangkap hantu! Shizukuuu!”


“Ah, Alisa yang ketakutan manis banget.”


Hahh, apa boleh buat.


“Gimana kalau kita berkeliling taman hiburan aja, dan meski agak cepat, kita makan siang?”


“Benar juga. Alisa, Hirasawa-kun, ayo kita pergi!”


“...”


“Kogure-kun, ada apa?”


“Otsuki-san punya sisi sadis ya.”


“Hmm, kalau gitu aku juga pengen tahu hal-hal yang tidak disukai Kogure-kun. Akhir-akhir ini aku penasaran banget.”


“Seram! Aku takut pada gadis kayak Otsuki-san. Ah, menakutkan.”


Lapangan tempat kita bisa makan bekal yang dibawa cukup sepi, jadi meskipun agak cepat, kami memutuskan untuk makan siang. Seperti makan di halaman sekolah, kami menggelar tikar, dan Otsuki-san mengeluarkan kotak bekal besar yang dibungkus kain. Karena untuk empat orang, ukurannya jauh lebih besar. Ada piring sekali pakai, sumpit kayu, bahkan botol kecil kecap untuk memudahkan penggunaan, serta tisu basah antibakteri dan kantong sampah. Kali ini juga kami serahkan semuanya padanya, tapi Otsuki-san memang sempurna dalam hal persiapan ya. Aku benar-benar kalah telak. Saat tutup kotak bekal dibuka, tersaji berbagai macam hidangan campuran Jepang, Barat, dan Cina. Karena untuk dimakan bersama, sepertinya dia benar-benar berusaha. Semuanya terlihat enak. Ada satu bagian, gumpalan daging hitam yang bercampur di sana yang membuatku penasaran, tapi mungkin sebaiknya aku tidak mengomentarinya.


“Wah, keren! Kelihatannya enak banget.”


“Terima kasih kepada kalian berdua yang telah menyiapkan ini.”


“Jangan-jangan kamu tahu kalau Alisa ikut membantu?”


“Ya, jadi aku sangat menantikannya.”


“Oh... pantas aja kamu begitu bersemangat.”


Tubuh Asahina-san sedikit bergetar. Otsuki-san memandang Asahina-san dengan senyum lebar, tapi aku tidak bisa membaca maksud percakapan mereka.


“Kalau gitu... Kogure-kun, silakan.”


Aku menerima sumpit dari Otsuki-san dan memutuskan untuk makan pertama. Sebaiknya Leo mencicipi masakan Otsuki-san duluan, jadi aku harus mengincar masakan Asahina-san, tapi... Yang mana ya. Ah, aku tahu. Kalau dibuat oleh orang yang sepertinya tidak terbiasa memasak, pasti gumpalan daging gosong hitam itu. Otsuki-san pasti tidak akan memasukkan sesuatu berwarna seperti itu. Sebagai orang yang juga memasak, aku paham betul. Dengan ragu-ragu aku mengambilnya dan memasukkannya ke mulut.


“Oh.”


Agak pedas, tapi rasanya tidak buruk. Mungkin hanya masalah penampilan.


“Meski penampilannya agak...”


Asahina-san terlihat cemas. Aku tidak tahu apakah ini benar-benar percobaan memasak pertamanya atau tidak, tapi melihat ekspresinya seperti itu, aku tidak cukup jahat untuk memberi komentar pedas. “Enak kok. Aku bakal makan satu lagi.”


“Be-benarkah!?”


“Ya, kamu sudah berusaha keras ya. Aku tidak menyangka dengan warna kayak gini bisa memiliki rasa yang enak.”


“Rasanya aman karena aku sedikit memperbaikinya.”


Aku bisa merasakan berbagai usaha dalam kata “sedikit” itu. Asahina-san tersenyum lega. Menurutku dia bisa lebih santai sih. Toh bukan karena dia ingin orang yang disukainya mencicipi masakannya makanya dia berusaha keras.


“Ini, Hirasawa-kun juga.”


“Terima kasih! Itadakimasu~!”


“Kamu tidak membuat yang lain?”


“Ugh... Cuman ini yang berhasil kubuat dengan benar.”


“Ayo terus berlatih dan tingkatkan kemampuanmi.”


“Wah! Ini enak bang- ugh!”


“Ah, jangan makan terlalu banyak sekaligus. Air, air!”


Otsuki-san memberikan air dan menepuk punggung Leo yang memegangi tenggorokannya. Enak ya. Makan bekal bersama orang-orang yang akrab di lapangan seperti ini benar-benar menyenangkan. Leo, Asahina-san, dan Otsuki-san, semuanya tertawa dengan gembira. Berawal dari cinta satu orang... Rasanya sangat bagus melihat lingkaran pertemanan yang meluas.


“Alisa dan Kogure-kun juga, makanlah yang banyak. Masih banyak kok.”


“Ya, aku bakal makan sebanyak mungkin!”


“Benar juga. Hmm, tempura gobo ini. Kayaknya bisa dibuat lebih lembut lagi.”


“Kogure-kun tidak usah makan. Mati kelaparan aja sana.”


“Sampai bilang segitunya!?”


Sambil bercanda, kami makan bekal dengan suasana akrab dan beristirahat santai. Karena sudah mendekati waktu makan siang dan orang-orang mulai berdatangan, kami memutuskan untuk pergi lebih dulu. Lalu kami mulai bergerak untuk tujuan awal kami.


“Lho? Alisa dan Kogure-kun terpisah ya.”


“Ah, i-iya... Mungkin karena pengunjung mulai bertambah~”


“Hmm, apa sebaiknya kita mencari mereka?”


“Um... Otsuki. Kalau kamu mau, ginana kalau kita naik wahana itu? Kayaknya buat dua orang, Ryouma dan Asahina bisa menyusul nanti.”


“Eh? Ya, boleh.”


Begitulah Leo dan Otsuki-san pergi berdua.


“Kita ngumpet ternyata ada gunanya juga ya.”


“Ya, mulai sekarang mari kita biarkan mereka berdua.”


Sesuai rencana awal, kami memulai operasi membiarkan Leo dan Otsuki-san berduaan. Saat mereka berjalan ke depan, kami diam-diam memisahkan diri dan bersembunyi di rerumputan. Dari arah mereka, posisi kami terhalang pepohonan sehingga meski mereka mencari-cari, kemungkinan besar tidak akan ketahuan. Namun, ada satu hal yang mengganggu pikiranku.


“Menurutmu, apakah Otsuki-san menyadari perasaan Leo?”


“Kurasa dia menyadarinya tapi tidak mau mengakuinya. Dia merasa tidak mungkin disukai. Pasti salah paham, pikirnya.”


“Kenapa gitu?”


“Karena Shizuku tidak berpikir dirinya populer. Penilaian dirinya terlalu rendah. Padahal dia manis dan keibuan gitu.”


“Sebenarnya, apakah Otsuki-san pernah ditembak?”


“Sejauh yang kudengar darinya, kayaknya belum pernah. Hampir semua laki-laki yang mendekati Shizuku sebenarnya mengincar aku.”


Otsuki-san juga pernah bilang begitu ya. Dan aku bisa memahami perasaan Otsuki-san. Kalau sahabat di sebelahmu sangat populer, kamu akan berpikir tidak mungkin ada yang mendatangimu dengan mengabaikan sahabatmu itu. Sebenarnya aku juga pernah beberapa kali didekati, tapi hampir semuanya mengincar Leo. Dalam kasus Otsuki-san, bukan hanya ada Alisa, tapi juga ada atlet cantik seperti Mizuhara-san di sampingnya ya.


“Makanya aku pikir kamu dan Hirasawa-kun yang tertarik pada Shizuku punya mata yang jeli. Meski untuk Kogure-kun itu bohong sih.”


“Ahaha. Tapi menurutku Otsuki-san memang menarik kok. Wajar aja kalau ada yang menyukainya.”


“...”


“Kenapa kamu membuat wajah tidak suka begitu!”


“Tidak apa-apa~”


Rasanya aku dimarahi untuk hal lain. Pokoknya, kalau begitu mungkin Otsuki-san tidak akan mengakui bahwa dirinya disukai sampai Leo benar-benar menyatakan perasaannya ya.


“Tapi syukurlah Otsuki-san kayaknya menyadari perasaan cinta Leo. Kalau sampai tidak menyadari pendekatan sebanyak itu, ketidakpekaan kayak gitu agak keterlaluan menurutku.”

(Tln : cah pekok)


“...”


“Tolong hentikan tatapan ‘Apa yang ka?u bicarakan’ itu.”


“Tidak apa-apa~”


Rasanya Asahina-san jadi dingin sejak tadi. Memang sulit ya cara menghadapi perempuan.


“Kogure-kun suka gadis yang kayak ginana?”


“Kenapa tiba-tiba?”


“Kita sudah membicarakan hal kayak gini... Ini obrolan santai, obrolan santai.”


“Kalau gitu, gimana dengan Asahina-san sendiri? Seharusnya kamu yang cerita duluan... Tipe laki-laki yang disukai Asahina-san, gadis paling populer di sekolah. Pasti semua orang pengen tahu.”


Meski aku sendiri yang bilang, tapi hebat ya ada gadis seperti ini di sampingku. Kami berdua sedang berbicara berdekatan seperti ini. Di ujung rerumputan ada pohon yang cocok untuk bersandar. Sepertinya enak juga kalau santai-santai di sini sambil menghindari sinar matahari siang tanpa naik wahana. Aku bersandar ke pohon itu. “Kogure-kun juga pengen tahu?”


Asahina-san juga bersandar ke pohon, dan bahu kami saling bersentuhan. Meski tidak ada pilihan lain karena hanya di sini tempat yang bisa dipakai bersandar, tapi tetap saja aku jadi malu. Jadi aku memutuskan untuk menyerahkan pohon itu pada Asahina-san dan menjauh.


“Kenapa menjauh?”


“Yah, kita terlalu dekat...”


“Kalau menjauh kita tidak bisa mengobrol kan?”


Aku ditegur. Apa Asahina-san tidak merasa tidak nyaman meski bersentuhan denganku? Mungkinkah dia kedinginan? Gara-gara memakai baju off-shoulder. Dengan terpaksa aku kembali bersandar ke pohon. Bahu kami saling bersentuhan dengan kuat.


“Hyawa!”


“Suara apa itu?”


“Aku cuman kaget karena kamu tiba-tiba kembali... Tidak apa-apa, kok.”


Asahina-san menatapku dengan pandangan ke atas.


“Jangan menjauh lagi ya.”


“Ugh!”


Aku tidak menyangka tatapan ke atas dari gadis yang sangat manis bisa sekuat ini. Karena tidak tahan dengan keheningan, aku melanjutkan pembicaraan sebelumnya.


“Ja-jadi, tipe laki-laki kayak ginana yang kamu suka?”


“... Mungkin aku suka anak laki-laki yang keibuan. Aku sendiri payah dalam urusan rumah tangga sih.”


“Ada Otsuki-san... Oh, bukan itu maksudnya ya.”


“Kalau Shizuku laki-laki, aku pasti sudah pacaran dengannya sejak lama.”


“Jadi maksudnya, orang yang keibuan kayak Otsuki-san, selalu ada di sampingmu, dan baik hati, gitu?”


“Iya! Yang sangat bisa diandalkan, tangannya hangat, membantu saat kesulitan... Laki-laki yang punya adik perempuan yang manis... Ah bukan! Bukan itu maksudku.”


“Orang yang kayak gitu tidak ada kan. Kamu terlalu ngayal.”


“Kogure-kun, boleh aku memukul kepalamu sebentar?”


“Kenapa!?”


Aku tidak mengerti. Memang benar, aku sama sekali tidak mengerti perempuan. Tak ada pilihan selain mengalihkan topik pembicaraan.


“Etto... tipe perempuan yang kusukai adalah.... Kenapa tiba-tiba mengeluarkan ponsel?”


“Yah, aku pengen mencatatnya.”


“Oh, mungkinkah kamu bakal mengenalkanku pada teman perempuanmu? Aduh aduh aduh!”


Kenapa dia mencubit lenganku? Aku benar-benar tidak mengerti! Sepertinya mood Asahina-san sedang buruk, jadi lebih baik kembali ke topik utama.


“Sudahlah, cepat ceritakan.”


“Hahh... Baiklah. Yah, mengatakan suka gadis yang cantik dan berpenampilan bagus itu sudah biasa, jadi... Aku suka gadis yang membuatku pengen merawatnya. Meskipun tidak sebanyak Otsuki-san, aku juga cukup suka merawat orang lain.”


“Hmm hmm.”


“Pada akhirnya, aku suka gadis yang menyenangkan diajak bicara dan membuatku merasa nyaman. Yang bisa takut, marah, tertawa, sedih... Mungkin gadis kayak gitu yang aku suka. Dalam arti tertentu, mungkin kayak gadis yang mirip Leo.”


“Kalau kamu sudah memikirkan sejauh itu, kenapa Kogure-kun tidak jatuh cinta? Padahal semua orang sedang jatuh cinta.”


“Begitu ya. Tapi, selain Leo dan Otsuki-san, apakah Asahina-san juga sedang jatuh cinta?”


“Ceritaku tidak dihitung.”


“Curang!”


“Jadi... Kamu tidak jatuh cinta?”


“Aku sudah memutuskan untuk tidak mudah jatuh cinta. Aku tidak mau jatuh cinta pada wanita cantik gitu aja.”


“Apa-apaan itu, apa kamu pernah ditolak oleh orang yang kamu sukai?”


“Yah, banyak hal yang terjadi. Karena itu aku menggunakan cara bicara kayak gini untuk membuat dinding antara aku dan perempuan, agar tidak mudah menyukai seseorang.”


“Aku penasaran... Tapi tidak bisa memaksa ya.”


 “Ceritanya tidak menarik, jadi tolong jangan tanya. Cuman Leo yang tahu tentang hal ini selain aku.”


“Kalau gitu, kalau cara bicaramu berubah, apakah kamu bisa maju lebih jauh?”


“Entahlah.”


Setidaknya sampai aku bisa berdamai dengan diriku sendiri, aku akan terus menggunakan cara bicara ini. Aku tidak membenci cara bicara ini. Memang benar aku membuat dinding, tapi...


Pembicaraan berakhir, dan keheningan muncul di antara aku dan Asahina-san. Ketika berdua dengan orang yang tidak akrab, keheningan seperti ini terasa menyakitkan... Tapi dengan Asahina-san, keheningan ini tidak terasa menyakitkan sama sekali.


Mungkin aku lebih mempercayai Asahina-san daripada yang kukira.


“Eh!?”


Aku terkejut ketika Asahina-san tiba-tiba menyandarkan kepalanya padaku. Aku hampir berteriak keras, tapi kemudian mendengar suara nafas tidur dari mulut kecil Asahina-san, dan aku menghela nafas. Kehangatan yang pas dan matahari yang terhalang. Mungkin Asahina-san kurang tidur karena membantu membuat bekal semalam. Mungkin sebaiknya kubiarkan dia tidur sebentar. Karena tidur dengan bersandar di bahu sepertinya tidak terlalu menghilangkan rasa lelah, aku meluruskan kakiku dan membaringkan Asahina-san di atas pahaku. Aku menutupi bagian atas tubuh Asahina-san dengan jaket agar dia tidak masuk angin.


"Munya..."


"Fufu, dia tidur nyenyak."


Tidak buruk juga bersantai sambil memandangi wajah tidurnya seperti ini. Saat aku mengelus kepalanya seperti waktu dia tepar karena demam, dia menunjukkan ekspresi bahagia.


Dia benar-benar anak yang emosionalnya meledak-ledak. Setelah itu, kami menghabiskan waktu bersantai di tempat ini sampai sore. Tapi...


"Sampai kapan anak ini mau tidur..."


Sudah hampir empat jam dia tertidur, dan meskipun aku mengguncangnya atau memanggilnya berkali-kali, dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Aku senang dia begitu nyaman, tapi tidak baik tidur di luar seperti ini.


"Oh, ternyata kalian di sini."


"Astaga... Alisa tertidur pulas."


Karena situasi ini tidak baik, meskipun aku minta maaf karena kami berdua saja, aku menghubungi Otsuki-san dan memintanya datang ke sini.


"Dia tidur dengan wajah bahagia ya. Kalau Alisa sudah kayak gini, dia tidak akan mudah bangun."


"Kakiku mulai sakit..."


"Meskipun kamu menutupinya dengan jaket, kamu tidak menyentuh Alisa yang dalam posisi kayak gini. Menyentuh dadanya sedikit aja tidak akan kuampuni lho."


"Apa-apaan itu."


Aku sedikit tergoda, tapi tentu saja tidak baik menyentuh gadis yang sedang tidur. Cukup menyentuh wajah tidur dan rambutnya saja.


"Jadi, gimana cara membangunkannya?"


"Kalau sudah tidur empat jam... Kurasa sedikit rangsangan akan membangunkannya."


Otsuki-san membungkuk di atas Asahina-san yang tertidur, dan memasukkan kedua tangannya ke dekat ketiak. Lalu dia mulai menggerakkan jarinya untuk menggelitik.


"Uwaaa!?" Asahina-san terbangun dengan tiba-tiba.


"Alisa lemah banget di bagian ini, jadi ingat-ingat ya. Kurasa bakal ada saatnya kamu bisa menggunakannya."


"Kapan itu..."


"Ahyahya, Shizuku hentikan! Tidak bisa, aku bisa mati!"


"Padahal kamu tahu bakal jadi begini kalau memperlihatkan ketiak kayak begitu... Hari ini kamu dapat ceramah."


"Maafkan akuuu!"


Interaksi ini menunjukkan permainan seperti apa yang biasa mereka lakukan. Pokoknya, tolong berhenti mengamuk di atasku.


"Ko-Kogure-kun... Tolong aku. Hyaaaan!"


Melihat dia menggeliat seperti itu membuatku merasa tidak baik. Sosoknya yang menggeliat sangat menggoda.


Wajahnya memang seperti dewa, rambut pirang platinumnya sangat indah, bahunya yang terlihat sangat seksi, setiap kali dia menggeliat, bagian dadanya terbuka lebar dan bergoyang, aku ingin sekali menatapnya lekat-lekat.


"Fuwa~"


Leo, sahabat baikku, benar-benar tidak tertarik dengan tingkah memalukan Asahina-san dan malah menguap. Itu juga luar biasa.


"Su-sudah tidak kuat lagi. Hyau~"


"Alisa memang manis ya. Aku pengen membuatnya tersenyum lebih banyak lagi."


"Sudah, hentikan aja."


Aku ingin melihat lebih banyak interaksi kedua gadis ini, tapi aku mulai merasakan nafsu. Begitulah, kami pun meninggalkan taman hiburan.


Kami berpisah dengan Asahina-san dan Otsuki-san di stasiun, dan aku berjalan pulang dengan santai bersama Leo.


"Hari ini menyenangkan ya."


Bukan hanya dengan kedua gadis itu, tapi bisa bermain bersama teman masa kecil seperti ini juga sangat menyenangkan. Kami memang sering bersama di rumah, tapi jarang bisa pergi ke taman hiburan hanya berdua laki-laki. Leo tidak banyak bicara dalam perjalanan pulang. Entah dia sedang memikirkan sesuatu atau... Aku berniat menunggu sampai Leo berbicara. Lalu Leo berhenti.


"Hei, Ryouma."


"Sudah memutuskan?"


"Ya, aku sudah memutuskan."


Karena kami teman masa kecil, aku sudah bisa menebaknya.


"Aku bakal menyatakan perasaanku pada Otsuki setelah pertandingan basket dua minggu lagi."


"Oh, di sana ya. Tapi lebih cepat dari yang kukira. Dan kayak yang kukatakan sebelumnya..."


Aku sudah memberitahu Leo bahwa Otsuki-san dulu menyukai kakak laki-laki Asahina-san. Menurut Asahina-san, meskipun dia bilang sudah melupakannya, perasaan yang sudah bertahun-tahun tidak mudah hilang begitu saja. Karena itulah, menyatakan perasaan dengan memaksa mungkin tidak akan berhasil, dan perlu mengumpulkan poin kesan baik dengan serius.


"Aku mengerti. Hari ini pun kami terus bersama... Dan aku memang menyukainya. Aku menyukainya sampai merasa bersyukur bisa menyukai anak itu."


"Ya."


"Tapi kalau kakak Asahina masih ada di hati Otsuki, aku harus melampaui itu. Kalau gitu, aku harus menyatakan perasaanku dulu dan membuat diriku masuk ke dalam hati Otsuki, atau tidak akan ada artinya."


"Mungkin kamu bakal ditolak."


"Tidak masalah! Aku tidak akan menyerah cumam karena ditolak sekali. Aku yakin dia tidak membenciku. Kalau gitu, aku bakal terus maju sampai dia menyukaiku."


Aku hanya bisa kagum dengan tekad sahabatku. Memang sahabatku adalah yang paling keren... Mungkin sudah waktunya untuk penyelesaian.

















Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !