Suman! Kurasu de ninki no bungaku chap 2

Ndrii
0

Bab 2

Yang Kumaksud adalah Celana Dalam




Dalam benak yang masih melayang-layang di antara mimpi, kenangan lama yang tak terduga namun menyebalkan kembali terlintas dengan jelas.


Itu adalah—ingatan dari hari upacara masuk sekolah, dengan bunga sakura yang melayang-layang secara mencolok.


Pada hari itu, meskipun seharusnya menjadi momen gemilang saat memasuki SMA, aku malah bertingkah lebih kikuk dari biasanya. 


Aku berjalan dengan hati-hati menuju aula upacara, berusaha menghindari kenalan dari SMP dan memastikan tidak langsung dibenci oleh orang-orang di hari pertama.


Namun, karena terlalu berusaha menghindari kerumunan, aku malah mengambil jalan yang salah dan akhirnya tiba di belakang gedung olahraga yang penuh dengan rumput liar.


‘Tersesat di hari upacara masuk? Ini pertanda buruk,’ pikirku sambil menghela napas. 


Tapi saat itu juga, aku melihat seorang siswi yang tersangkut di pagar belakang gedung olahraga.


Apa-apaan ini...?


Setelah mengamatinya lebih teliti, ternyata roknya tersangkut pada kawat pagar yang mencuat, membuatnya tidak bisa bergerak. Pemandangan itu begitu aneh, seolah-olah seperti di adegan dari komik komedi.


Bagaimana bisa hal seperti ini terjadi? Apa yang dia lakukan di sini? Upacara masuk akan segera dimulai! Pertanyaan-pertanyaan bermunculan di kepalaku.


Dari ekspresi wajahnya yang panik, sepertinya dia benar-benar kesulitan dan sudah setengah menyerah.


“…Sial.”


Aku tahu, berdasarkan pengalaman, menolong orang yang kesusahan sering kali berakhir buruk bagiku. 


Dari SD hingga SMP, berkali-kali aku mengalami kejadian buruk yang tak masuk akal dan dibenci karenanya. Jadi, berpura-pura tidak melihat dan kabur mungkin adalah pilihan yang tepat.


Namun.


Jika aku kabur, hanya aku yang terhindar dari masalah.


Jika aku meninggalkannya, bagaimana nasib gadis yang tersangkut di pagar itu? Di tempat terpencil ini, kecil kemungkinan ada orang lain yang akan membantunya. Dan kalau begini terus, dia akan terlambat untuk upacara masuk.


Menghabiskan hari pertama di SMA dengan tersangkut di pagar? Itu terlalu menyedihkan.


Setelah berpikir panjang, aku pun akhirnya mengambil satu kesimpulan.


Jika aku meninggalkannya begitu saja, aku pasti akan menyesal. Dan akan menjalani hari pertama upacara dengan perasaan buruk. Jadi, lebih baik langsung menerima risiko dicap sebagai orang yang dibenci. Toh, aku sudah terbiasa dibenci.


“…Kau baik-baik saja?”


Akhirnya, aku memberanikan diri untuk menyapa gadis yang tersangkut di pagar itu. Aku menundukkan kepala, berusaha tidak menatapnya langsung, agar tidak disangka sebagai tipe cowok yang suka melakukan kekerasan pada perempuan. Meskipun aku tahu usahaku ini mungkin sia-sia, ini adalah bentuk perlawanan kecil dariku.


“Aku akan membantu, jadi tetaplah diam di tempat.”


Setelah gadis itu mengangguk tanda setuju, dengan tangan yang gemetar, aku menyentuh roknya.


Menyentuh rok seorang gadis? Ini adalah pengalaman pertamaku. Sebagai seseorang yang selalu menjalani masa remaja yang kelabu, ini adalah momen terbesar dalam hidupku. 


Namun, justru karena itulah, aku harus menjaga pikiranku tetap tenang agar tidak tergoda dan bertindak gegabah. Dengan perasaan dingin, aku mulai menarik roknya perlahan, seperti robot yang hanya tahu satu perintah.


Pada saat itu, aku hanyalah sebuah robot yang khusus diciptakan untuk melepas rok dari pagar.


Dengan sekuat tenaga, aku mencoba untuk tidak menyadari bahwa aku sedang mengangkat roknya, tidak melihat celana dalamnya, tidak membiarkan pahanya masuk ke dalam pandanganku, dan berhati-hati agar tidak menyentuh tubuhnya, tidak melukainya, serta tidak merusak roknya. Dengan hati-hati, aku terus menarik kawat yang menyangkut pada roknya.


“Maaf... maaf...”


Meski situasinya seperti ini, rasa bersalah karena mengangkat rok seorang gadis membuatku tak sanggup menatap wajahnya. Keringat di tanganku yang menempel pada roknya membuatku semakin merasa tidak enak. Aku hanya ingin segera menyelesaikan ini dan melarikan diri. Dengan semangat itu, aku melanjutkan usahaku melepaskan roknya dari kawat pagar.


Meskipun kejadian ini mungkin hanya berlangsung sekitar lima menit, bagiku rasanya seperti waktu yang tak berujung.


Akhirnya, setelah usaha keras dan penuh ketegangan, aku berhasil melepaskan rok yang tersangkut pada kawat besi tersebut.


Dan saat itulah, insiden sebenarnya terjadi.


Beberapa siswi datang ke belakang gedung olahraga. Belakangan aku mengetahui bahwa teman-teman sekelas kami datang dengan niat baik untuk mencari kami yang belum tiba di upacara. Namun, waktunya sangat buruk.


Mereka melihatku, tepat pada saat aku sedang memegang rok seorang gadis. Tak perlu dikatakan lagi, wajah para siswi itu langsung dipenuhi dengan ekspresi jijik dan penghinaan.


Seperti biasa, semuanya berjalan sesuai dengan skenario terburuk.


Aku—yang dianggap sebagai cowok yang tampak berbahaya—ketahuan sedang menarik rok seorang gadis yang tampak lemah. Dan tentu saja, gosip buruk menyebar ke seluruh kelas dalam sekejap mata.


Meskipun guru akhirnya menengahi dan aku dapat menjelaskan bahwa ada alasan di balik insiden ini, citra buruk yang sudah terlanjur tertanam dalam benak teman-temanku tak bisa dihapus begitu saja. Akhirnya, aku menjadi orang yang dibenci oleh seluruh teman seangkatan sejak hari pertama upacara.


◆   ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧   ◆


“Kakei! Oi, Kakei!”


Tubuhku diguncang dengan kuat, membangunkanku dari mimpi buruk yang dipenuhi bunga sakura yang beterbangan.


“Kamu kelihatan seperti mimpi buruk, kamu baik-baik saja?”


Aku melihat ke arah teman sebangkuku, Zaizen, seorang anak berkacamata dengan gaya rambut klimis. 


Aku menguap kecil, menyadari bahwa aku benar-benar tertidur saat berpura-pura tidur selama istirahat.


“Ah... aku baru saja mengalami mimpi buruk. Tapi, sekarang sudah tidak apa-apa.”


Aku tersenyum pahit mengingat mimpi yang begitu nyata tentang traumaku di masa lalu. Pandanganku kemudian beralih ke arah belakang kelas, di mana Hazakura sedang berbincang dengan beberapa siswi dengan gembira. 


Aku merasa lega.


Sudah tiga hari sejak Hazakura berhenti menjadi gadis kutu buku dan diterima oleh semua orang.


Tanpa kacamata, tanpa rambut dikepang, dan dengan rok yang dipendekkan, penampilannya kini sudah biasa terlihat. 


Meskipun, aku masih belum terbiasa dengan paha putihnya yang mulus dan rok yang sesekali memperlihatkan celana dalamnya.


Hubungan aneh kami sebagai Master dan murid juga berjalan dengan baik. Kami bahkan telah menikmati kencan sepulang sekolah selama tiga hari berturut-turut. 


Meski aku tidak yakin apakah saran-saranku benar-benar membantu, atau apakah kencan sepulang sekolah ini membuatnya “dewasa” seperti yang dia inginkan, semuanya masih menjadi misteri bagiku.


Tapi begitulah adanya.


Apa pun itu, selama Hazakura bisa bersenang-senang, aku juga tidak keberatan sama sekali. 


Yang terpenting, aku sendiri merasa senang dan puas. Ini hubungan yang saling menguntungkan, setidaknya menurutku.


“Ngomong-ngomong, bahkan saat tidur siang pun kamu tetap terlihat keren.”


“…Ugh.”


Aku baru menyadari bahwa tanpa sadar aku bertumpu pada tangan dan menyilangkan kaki ketika Zaizen menunjukkannya padaku. Cepat-cepat aku memperbaiki posisi duduk ku. Aku tidak bermaksud bergaya, tapi hal-hal seperti ini sering membuatku tampak seperti orang yang narsis. Akibatnya, orang berpikir aku tipe lelaki yang suka memukul perempuan.


Saat aku sedang menyesali tindakanku, tiba-tiba aku merasakan tatapan tajam yang membuat tubuhku bergetar. Sekilas, aku melihat beberapa anak laki-laki yang berkumpul di sudut kelas sedang berbisik-bisik, membicarakan diriku.


“Hei, dengar-dengar dia pernah menjatuhkan anak kecil dari pohon dan membuatnya menangis,” kata salah satu dari mereka.


“Serem, nggak pandang bulu, bahkan sama anak kecil juga,” tambah yang lain.


Meskipun sebagian dari cerita itu ada benarnya, mendengarnya disampaikan dengan cara seperti itu membuatku merasa tak berdaya.


“Sebenarnya, pidato yang dia berikan kemarin sedikit menyentuh, sih.”


“Iya, tapi kalau dipikir-pikir lagi, pidato di kelas gitu kan agak aneh. Kayak dia merasa dirinya pemeran utama di film remaja.”


Setiap komentar mereka menusuk langsung ke hatiku. Tolong, berhenti mengomentari bagian paling sensitif dalam diriku.


“Jangan hiraukan mereka, Kakei,” kata Zaizen sambil melirik tajam ke arah para penggosip sebelum berbalik padaku dengan senyum tenang. Apa dia ini seorang malaikat?


“Tenang saja, aku sudah terbiasa dibenci,” jawabku sambil menghela napas. Sudah makanan sehari-hariku untuk mendengar komentar buruk tentang diriku.


Zaizen mengangguk pelan, “Begitu ya,” katanya, lalu mengangkat bahunya dengan ringan.


“Aku sudah mencoba untuk memberi tahu teman-teman kita tentang sisi baikmu.”


“Apa?”


“Aku sedang melakukan kampanye positif. Meski saat ini belum banyak hasilnya, percayalah, dengan ketekunan, pasti akan ada perubahan!” katanya sambil tersenyum cerah, memperlihatkan giginya yang putih.


Aku hanya bisa memandangnya dengan tatapan datar. Aku tahu Zaizen orang yang baik dan bukan seorang yang berpura-pura baik. Tapi justru karena itulah aku merasa tidak enak.


“Tapi, melakukan itu hanya akan memperburuk keadaan. Kamu juga bisa ikut dibenci kalau terus seperti ini.”


“Kalau aku sampai dibenci karenanya, berarti persahabatan kita memang hanya sebatas itu. Kamu nggak usah terlalu mikirin.”


Zaizen tersenyum tulus, membuatku merasa bersalah. Namun, aku tahu, dengan sifatnya yang tegas seperti gaya rambutnya yang selalu rapi, tidak ada gunanya membantah. Aku memutuskan untuk mengganti topik.


“Hei, Zaizen. Kamu tahu soal gadis populer di kelas sebelah?”


“Maksudmu HimeMayu?”


“Ya, dia.”


Aku meringis saat mengingat wajah HimeMayu, gadis gal dengan rambut emas dan biru yang tiga hari lalu menyatakan permusuhannya terhadapku. Tepat ketika aku berpikir teman-teman sekelas akhirnya bisa menerima perubahan Hazakura, kini gadis dari kelas sebelah muncul dengan kritiknya.


“Kamu mau mendekati HimeMayu juga setelah Furukawa-san?”


“Jangan ngaco! Nggak ada urusan seperti itu!”


Lagipula, aku juga tidak pernah berniat mendekati Hazakura.


“Hahaha! Aku tahu kok. Kamu sebenarnya orang yang cukup tulus.”


'Tulus apanya, aku ini bahkan masih seorang perjaka.’ Kataku dalam hati, sambil menahan diri untuk tidak mengutarakan protesku secara langsung.


Meskipun Zaizen adalah teman baikku, atau mungkin justru karena itu, aku belum pernah mengakui bahwa aku masih perjaka. 


Dengan penampilan yang terlihat seperti tipe cowok yang suka memukul perempuan, jika mereka tahu aku sebenarnya masih perjaka, aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksi mereka. Tentu saja, aku tahu Zaizen adalah orang baik, tapi masalah ini sudah tertanam dalam diriku sejak dulu, seperti kebiasaan yang sulit dihilangkan.


“Himegaki Mayui, atau biasa dipanggil HimeMayu. Dia adalah tipe gal yang baik hati kepada otaku,” Zaizen mulai menjelaskan tentang HimeMayu dengan penuh semangat, matanya yang berkacamata tampak berkilauan.


“Dia tipe orang yang bisa berbicara dengan siapa saja, tanpa membeda-bedakan, baik itu otaku, orang yang pendiam, atau siapa pun. Dia adalah gal yang ramah dan ceria, seperti tokoh ideal yang keluar dari buku komik! Itulah HimeMayu!” katanya dengan semangat.


Aku hanya bisa menghela napas. Jadi, orang seperti itu yang menantangku? Kenapa bisa orang yang baik hati padaku justru mendeklarasikan permusuhan?


“HimeMayu sangat populer di kalangan teman-temannya, sama seperti Furukawa-san dulu. Selain populer di kalangan otaku, dia lebih populer di kalangan para gadis,” tambah Zaizen.


Pernyataan Zaizen tentang “seperti Furukawa-san dulu” membuatku merasa tidak nyaman. Ada sesuatu yang mengganggu, tetapi aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya saat ini.


“Perbedaan besar antara Furukawa-san dan HimeMayu adalah dalam hal pengalaman cinta. Jika Furukawa-san populer karena tidak punya pengalaman cinta dan terlihat polos, HimeMayu justru populer karena dia berpengalaman dan terlihat dewasa.”


“Dewasa?”


Dengan rambut emas dan biru yang mengingatkanku pada Alice in Wonderland, serta sikapnya yang kekanak-kanakan, sulit untuk membayangkan bahwa HimeMayu adalah sosok yang dewasa. Dia lebih terlihat seperti anak kecil daripada orang dewasa.


“HimeMayu memang bertubuh mungil dan terlihat imut, tapi pesona utamanya adalah kontrasnya yang dewasa. Dia sering memberikan nasihat cinta berkat pengalamannya, dan selalu mengikuti tren terbaru, sehingga membuatnya menjadi seperti kakak bagi teman-temannya,” Zaizen terus menjelaskan dengan penuh semangat.


Lalu, dengan suara lantang, dia berdiri dan berteriak, “Dan yang paling penting! Payudara besarnya adalah ciri kedewasaannya!”


Suara keras Zaizen menggema di seluruh kelas, dan untuk alasan yang tak kumengerti, aku juga ikut mendapat tatapan tajam dari para gadis di kelas. Meskipun aku sudah terbiasa dibenci, melihat Hazakura juga menatapku dengan pandangan sinis membuat hatiku terasa seperti ditusuk.


◆   ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧   ◆


Pagi itu, pukul 08:00 pada hari Minggu, aku berdiri sendirian di depan Stasiun Rokuroku-zaka.


Hari ini, aku akan pergi ke pusat perbelanjaan bersama Hazakura untuk membantunya memilih pakaian yang lebih dewasa. 


Menghabiskan waktu di hari Minggu pagi dengan berbelanja, ini bisa dikatakan sebagai kencan di hari libur. Meski kami bukan sepasang kekasih, aktivitas ini hanyalah kelanjutan dari kegiatan yang biasa kami lakukan setelah pulang sekolah.


Namun, tidak ada gunanya terus-menerus mencari alasan dan berusaha menghindari kenyataan, jadi aku memutuskan untuk menenangkan diri dengan mengeluarkan ponselku.


Aku sempat berpikir untuk memainkan game buruk yang sering dimainkan oleh streamer favoritku untuk menghabiskan waktu, tetapi segera kubatalkan niat itu. 


Rasanya tidak pantas memainkan game tersebut di pagi hari yang cerah seperti ini.


Sebagai gantinya, aku memutuskan untuk mengecek jadwal kereta dan peta pusat perbelanjaan sekali lagi. Meski semalam aku sudah mengeceknya berulang kali, tidak ada salahnya untuk memeriksa semuanya lagi demi memastikan tidak ada kesalahan.


Ini adalah kesempatan besar bagi Hazakura untuk menikmati hari libur bersama. Aku tidak ingin membuatnya kecewa karena kesalahanku.


Karena datang terlalu cepat agar tidak terlambat, aku jadi punya waktu luang hampir satu jam sebelum waktu yang dijanjikan. Ini waktu yang tepat untuk mempersiapkan diri dan menenangkan hati.


Namun, saat aku lengah—


“Rihito-kun!”


Sebuah suara ceria terdengar dari belakang, membuatku kaget hingga melompat.


“Selamat pagi!”


Sambil menenangkan jantung ku yang berdebar kencang, aku berbalik dan melihat Hazakura berdiri di sana, tersenyum lebih cerah dari langit yang berwarna biru cerah.


“Ah, oh... selamat pagi.”


Aku terjebak oleh energi Hazakura sejak awal, dan hanya bisa membalas salam dengan canggung.


Meskipun ini hari Minggu, Hazakura masih mengenakan seragamnya, dengan rok yang membuatku tersentak. 


Aku teringat bahwa dia pernah mengatakan hanya memiliki pakaian kasual yang terlihat seperti gadis sastra, jadi aku bisa memahaminya. Meski begitu, aku tetap penasaran ingin melihatnya dalam pakaian kasualnya itu suatu saat nanti.


“Wah!”


Hazakura tampak terkejut saat memandangiku dari ujung kaki hingga kepala, rok pendeknya berkibar.


“Pakaian kasualmu sangat keren, Rihito-kun! Desainnya kasual dan sederhana, tapi setiap inci nya terasa seperti dipilih dengan cermat! Dan jumlah aksesori yang lebih banyak dari biasanya juga membuatnya spesial! Kamu benar-benar definisi dari stylish! Sangat stylish!”


Dia berhasil mengenali semua poin dari penampilanku hari ini—kaos oversized favoritku yang kubeli di toko baju bekas, celana skinny dengan sulaman kecil, serta aksesori sederhana seperti anting dan cincin yang biasa kugunakan, ditambah kalung yang minimalis. 


Cara dia memujiku dengan antusias membuatku tersipu malu.


“Ah, ah...”


Antara perasaan senang dan malu karena dipuji, aku hanya bisa mengangguk kaku dengan kikuk, tanpa mampu mengucapkan terima kasih dengan baik.


“Ngomong-ngomong... bukannya kita belum waktunya bertemu, kenapa kau sudah di sini?”


“Aku sangat bersemangat, jadi aku datang lebih awal! Ehehe. Eh! Rihito-kun juga datang lebih awal, ya?”


“Eh, ah, iya... begitulah, mungkin.”


Dengan gagap, aku mencoba menjawab seadanya. Mengakui bahwa aku datang terlalu awal karena takut terlambat rasanya tidak terlalu keren, jadi aku memilih alasan ini.


“Fufu, senang rasanya kita punya perasaan yang sama!”


...Aduh. Karena kebohonganku, rasa bersalah mulai menghantui. Senyuman Hazakura yang penuh cahaya di pagi hari ini terasa terlalu menyilaukan hingga membuat hatiku meleleh.


“Tiba-tiba aku dapat ide bagus!”


Dia bertepuk tangan dengan semangat, lalu melompat dengan kegirangan. 


Ah, lagi-lagi roknya berkibar, membuatku khawatir celana dalamnya akan terlihat.


“Mau makan ramen?”


Sebuah usulan yang begitu dadakan membuat pikiranku terhenti sejenak.


“Mau makan ramen?” Benarkah aku mendengarnya dengan benar? Walau Hazakura memang dikenal sebagai orang yang unik, rasanya sulit dipercaya dia mengusulkan makan ramen di pagi hari pada awal kencan di akhir pekan.


“...”


Dengan rasa curiga, aku melirik wajah Hazakura, dan di sana dia berdiri dengan senyum cerah yang mengejutkan. Ah, ternyata aku tidak salah dengar. Aku menyadari bahwa aku telah meremehkan keanehan Hazakura.


“Sebenarnya, ada kedai ramen dekat stasiun yang buka dari pagi!”


“Oh, Rokkutei, ya?”


“Seperti yang kuduga, Rihito-kun memang ensiklopedia berjalan!”


Aku hanya bisa tersenyum getir saat teringat masa SMP, di mana karena terlalu mengenal daerah setempat, aku pernah dijuluki seperti preman kampung dengan cinta yang berlebihan pada kotanya.


“Tapi, ramen di pagi hari, ya...”


“Tak ada perang yang bisa dimenangkan dengan perut kosong!”


Dengan semangat bak seorang jenderal yang hendak berperang, Hazakura menyuarakan pendapatnya.


“Kita akan menikmati hari ini dengan maksimal, jadi kita harus mengisi energi dengan ramen pagi untuk menambah stamina!”


“…Benar juga, ada logikanya.”


Mendengar alasan Hazakura, aku hanya bisa mengangguk setuju.


Hari ini akan menjadi kencan seharian penuh. Itu berarti aku akan bersama Hazakura sepanjang hari. 


Meskipun hubungan kami bukan hubungan romantis melainkan seperti master dan murid, aku tahu pasti bahwa aku akan merasa gugup dan canggung karena sifatku yang masih sangat polos. Bahkan saat ini, aku sudah terombang-ambing oleh ucapan dan tindakan Hazakura yang blak-blakan.


Makan banyak dari pagi untuk mengisi energi tidak terdengar seperti ide yang buruk.


“Baiklah. Kita masih punya waktu sebelum kereta datang, jadi mari kita makan ramen.”


“Yay!”


Hazakura melompat-lompat dengan lebih bersemangat daripada sebelumnya, dengan irama yang aneh.


“H-hey! Rokmu! Rokmu hampir tersingkap!”


“Aduh!”


Mendengar peringatanku yang mendesak, Hazakura segera memegang ujung roknya dengan wajah yang memerah. Dia tidak memakai celana pendek di bawah roknya karena, entah kenapa, dia terlalu menghargai semacam kode etik samurai. Aku berharap dia bisa lebih berhati-hati.


Kain itu memiliki daya magis yang dengan mudah menjerumuskan hati seorang pria ke dalam hasrat terlarang. Jika sampai terlihat langsung di depanku, aku tak tahu apakah bisa menahannya.


...Meskipun pemandangannya cukup mempesona.


“Ehm... apakah kamu melihatnya?”


“Ugh... um, kurasa... nyaris... tidak terlihat... mungkin.”


Aku merasa sempat melihat sekelebat warna putih, tapi demi kebaikan kami berdua, aku memutuskan untuk menganggapnya sebagai kesalahan penglihatan.


“Syukurlah! Aku merasa lega sekarang!”


Begitu dia selesai merapikan roknya, terdengar suara perut Hazakura yang berbunyi nyaring, mengisi keheningan.


“Setelah merasa lega, perutku langsung berbunyi. Hehe.”


Melihat wajah Hazakura yang tersenyum malu-malu, aku tak bisa lagi menahan senyumku. Aku segera menutup mulutku dengan tangan agar Hazakura tidak menyadari wajahku yang tiba-tiba merona.


“Aku membaca di majalah, katanya rekomendasi di Rokkutei adalah ramen kuah garam yang ringan. Aku jarang makan ramen garam, jadi aku sangat penasaran!”


“Ramen garam di sana memang luar biasa... Oh, ngomong-ngomong, kalau kita kesana sekarang, akan di kasih nasia gratis. Mau pesan juga?”


Sejak kencan pertama kami sepulang sekolah di restoran ramen, Hazakura menjadi penggemar berat ramen dengan nasi. 


Sekarang, pergi ke restoran ramen sudah menjadi rutinitas dalam setiap kencan kami. Namun, kali ini aku bertanya-tanya, apakah Hazakura benar-benar ingin makan ramen dengan nasi sejak pagi?


“Tentu saja, ramen dengan nasi porsi besar!”


── Ternyata pertanyaanku tadi adalah hal yang sia-sia.


◆   ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧   ◆


Setelah kami mengisi energi dengan makan ramen pagi di Rokkutei, kami pun naik kereta sesuai rencana awal dan menuju tempat tujuan kami.


Sebagai tambahan, Hazakura memesan ramen garam porsi besar, mengambil tambahan mie sekali, dan menambah nasi porsi besar sebanyak dua kali. Porsi makannya yang besar tetap tidak berubah, bahkan di pagi hari.


Aku jadi bertanya-tanya, bagaimana mungkin dia bisa makan sebanyak itu setiap hari tanpa bertambah gemuk? Dia pernah bilang bahwa dia buruk dalam olahraga, jadi kurasa dia tidak banyak membakar kalori. Ketika aku melirik ke arahnya, aku terkejut melihat dadanya yang besar bergerak lembut mengikuti getaran kereta, bahkan dari balik seragamnya.


Mungkinkah semua lemak yang dimakannya diserap oleh dadanya? Kalau benar, dan setiap kali dia makan, dadanya semakin besar, bukankah itu adalah impian semua orang?


── Apa yang sebenarnya kupikirkan? Sungguh memalukan.


Sambil tetap berbincang santai dengan Hazakura, di dalam hati aku merasa bersalah karena sempat tenggelam dalam pikiran yang tidak senonoh. Ketika aku sadar, kami sudah tiba di tujuan.


Kami tiba di VIVI, sebuah pusat perbelanjaan yang terletak 15 menit naik kereta dari Stasiun Rokurozaka dan hanya lima menit berjalan kaki dari sana.


VIVI adalah mall tiga lantai yang memiliki berbagai jenis toko pakaian, restoran, dan tempat hiburan seperti bioskop dan pusat permainan. 


Tempat ini sangat luas sehingga bahkan sehari penuh pun tidak akan cukup untuk menjelajahi keseluruhan gedung. 


Tidak heran, tempat ini sangat disukai oleh orang-orang dari segala usia.


“Wow! Ramai sekali! Seperti festival!”


Begitu memasuki VIVI, Hazakura segera melihat sekeliling dengan mata yang bersinar-sinar penuh kegembiraan. Wajahnya terlihat sangat polos, seperti anak kecil yang baru pertama kali mengunjungi festival. Aku hampir khawatir dia akan tersesat.


“Memang, keramaian di sini hampir seperti festival kecil di desa...”


Aku mengangkat bahu, merasa sedikit kewalahan dengan keramaian yang lebih padat dari yang aku bayangkan. Aku tidak terlalu suka keramaian, dan lebih buruk lagi, semua orang di sekitarku adalah pasangan yang terlihat bahagia. Di mana pun aku memandang, yang terlihat hanyalah pasangan-pasangan yang memancarkan aura kebahagiaan.


Namun, jika dipikir-pikir, hari ini aku juga berada di sini bersama Hazakura, sebagai sepasang laki-laki dan perempuan. 


Mungkinkah orang-orang melihat kami sebagai pasangan juga? Apakah kami juga memancarkan aura yang membuat orang lain iri?


Meskipun aku tahu aku hanya terlalu memikirkan semuanya, rasa cemas dan tegang membuat napasku menjadi tidak teratur.


“Huh...”


Aku menghela napas panjang, berusaha mengeluarkan semua perasaan negatif yang mulai menumpuk. Hari kencan ini baru saja dimulai, dan aku harus tetap semangat dengan energi ramen pagi yang sudah kumakan.


“Jadi, kita mau ke mana?”


Aku bertanya pada Hazakura yang masih sibuk melihat-lihat sekeliling sambil berusaha untuk tetap tenang. 


“Hmm... Ada banyak toko menarik sampai-sampai aku bingung mau ke mana dulu.”


Memang benar bahwa di VIVI ada banyak toko unik yang tidak ditemukan di pusat perbelanjaan Rokurozaka, jadi aku bisa sangat memahami perasaan Hazakura yang kebingungan memilih. 


Aku berniat untuk mengusulkan agar kami berjalan-jalan saja dan masuk ke toko yang terlihat menarik, tetapi sebelum aku sempat berbicara, Hazakura tiba-tiba tersenyum cerah seperti matahari dan berkata:


“Aku ingin pergi ke toko yang direkomendasikan oleh Rihito-kun!”


“Apa...?!”


Toko yang aku rekomendasikan...?


Meski ingin menyangkal karena aku tidak punya toko yang bisa kusarankan seketika, kenyataannya adalah... aku punya saran! Banyak sekali! Itu karena, semalam aku menghabiskan waktu yang lama untuk riset, mencari tahu toko-toko yang menarik! Bahkan, aku sudah menunggu momen seperti ini!


Namun, jika aku langsung mengatakan, “Aku sudah riset sebelumnya!” dengan penuh percaya diri, itu akan terdengar kurang keren. Bisa-bisa aku terlihat terlalu bersemangat, dan dalam skenario terburuk, Hazakura malah merasa tidak nyaman. 


Meski aku yakin Hazakura tidak akan bereaksi seperti itu, aku tetap tidak ingin merusak momen dengan kepanikan atau tingkah yang aneh.


Karena itu, aku mencoba untuk tetap tenang dan acuh tak acuh. 


Dengan sikap biasa, aku menunjuk ke arah eskalator terdekat.


“Yah... bagaimana kalau kita ke lantai dua dulu? Bukan berarti aku sudah riset, tapi... aku merasa ada toko bagus di sana.”


“Ok! Aku tak sabar melihat toko yang direkomendasikan oleh Rihito-kun!”


“Eh, bukan rekomendasi, sih... hanya perasaanku saja kalau ada yang bagus di sana...”


Meskipun aku berusaha memberikan alasan, akhirnya aku mengangkat bahu dan berpikir, tak masalah selama Hazakura senang. 


◆   ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧   ◆


Aku berdiri diam dengan ekspresi seperti baru saja menelan sesuatu yang sangat pahit.


Lebih tepatnya, aku berdiri di tengah-tengah lantai yang bersih dengan ubin putih, dikelilingi rak-rak penuh pakaian feminin, di sebuah toko dengan aroma manis yang menyebar di udara. 


Dan di toko yang penuh dengan wanita muda yang berpenampilan modis itu, aku, seorang pria yang terlihat kasar (dan seorang perjaka), berdiri sendirian seperti orang aneh.


Mungkin ini hanya khayalanku, tetapi aku merasa seolah-olah mereka sedang membicarakanku, dan perutku terasa sakit karena serangan kecemasan. 


Ini bukan sekadar perasaan tidak nyaman, melainkan sebuah mimpi buruk bagi pria yang tidak terbiasa berinteraksi dengan wanita, apalagi berada di toko khusus pakaian wanita seperti ini.


“Ka-kapan selesainya ini… Hazakura!”


Dengan suara gemetar penuh harap, aku bertanya kepada Hazakura yang sedang berada di ruang ganti di belakangku.


“Maaf!”


Dari balik tirai ruang ganti, terdengar suara Hazakura yang terdengar terburu-buru.


Begitulah. Saat ini, Hazakura sedang berganti pakaian di ruang ganti di belakangku.


Karena itulah aku berdiri sendirian di sini dengan perasaan canggung. Hanya dengan kehadiranku di toko ini saja aku sudah dianggap mencurigakan, apalagi jika aku terlihat mondar-mandir di depan ruang ganti dengan gelisah, bisa-bisa aku dianggap sebagai orang aneh dan dilaporkan ke keamanan.


“Maaf, tunggu sebentar lagi! Aku tadi salah... eh, salah lepas bra sebelum pakai baju!”


“Bagaimana bisa salah begitu...!”


Secara refleks, aku memberikan tanggapan, namun dalam benakku, tanpa sengaja aku membayangkan Hazakura di balik tirai, tanpa bra, yang membuat seluruh tubuhku tiba-tiba terasa panas. 


PHanya berpikir bahwa dia sedang berganti pakaian begitu dekat denganku sudah cukup membuat situasinya sangat menggoda... Ugh, pikiranku mulai kacau.


“Maaf membuatmu menunggu!”


Saat aku sedang berusaha menekan godaan dengan membayangkan wajah Zaizen, aku mendengar suara tirai yang terbuka lebar dari belakang.


“Bagaimana menurutmu...?”


Dengan ragu-ragu aku berbalik, dan di sana Hazakura berdiri dengan malu-malu, mengenakan pakaian yang belum pernah kulihat sebelumnya. Suara gemeretak aneh terdengar saat aku menelan ludah.


“.....ya.”


Aku hanya mampu mengangguk pelan, dengan suara kecil yang terdengar sangat lemah.


Hazakura mengenakan sebuah gaun rajut mini. Gaun itu adalah pilihan yang kupikir akan cocok untuknya, terutama karena dia sering mengatakan ingin terlihat lebih dewasa.


Warna merah muda pucat yang tidak terlalu mencolok memberikan kesan manis sekaligus sedikit sensual. Karena ukurannya yang pas dan ketat, lekukan tubuh Hazakura terlihat sangat jelas, mulai dari dada, perut, hingga pahanya. Singkatnya, gaun itu sangat menggoda.


Tapi, tunggu! Jangan salah paham! Menggoda di sini bukan dalam arti yang negatif! Ini adalah daya tarik yang positif! Sifat menggoda yang sehat, begitu! Bukan berarti aku ingin Hazakura mengenakan pakaian seperti itu demi kesenanganku sendiri...! 


Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri, meskipun aku tidak tahu kepada siapa aku sebenarnya sedang beralasan.


“Eh... um... itu... kamu terlihat sangat cocok... ya, begitulah.”


Aku tergagap saat berusaha memberikan pujian. Hazakura hanya tersenyum malu-malu, “Ehehe,” dengan wajah yang menunjukkan perpaduan antara kebahagiaan dan rasa malu.


“Aku sangat suka gaun ini! Sangat imut dan... sangat imut sekali!”


Karena terlalu senang, dia bahkan mengulang kata-kata yang sama. Tapi melihat Hazakura begitu bahagia membuatku merasa lega. Seandainya aku adalah arwah penasaran, aku mungkin akan “terlepas” dari dunia ini sekarang juga.


“Karena ini dirajut tipis agar memudahkan  untuk bernapas, rasanya cocok untuk musim yang akan datang.”


“Benar, dengan sedikit tambahan lapisan, kamu masih bisa memakainya di awal musim gugur.”


“Pakaian serbaguna yang bisa dipakai sepanjang musim, seperti nasi putih! Aku semakin menyukainya!”


Memang, penampilan Hazakura dengan gaun mini ini memberikan kesan kuat, sama seperti seporsi ramen dengan nasi... dalam segala aspek.


“Oh ya, lihat juga pita kecil berbentuk bunga di pinggang ini! Imut sekali, kan!”


Saat dia berbicara dan tanpa sadar berbalik untuk menunjukkan pita tersebut, pemandangan yang mengejutkan langsung menyerang pikiranku.


Betapa terkejutnya aku!


Bagian belakang Hazakura—lebih tepatnya, pinggangnya. Lebih spesifik lagi, bokongnya. Ya! Gaun tersebut begitu ketat hingga bentuk celana dalamnya terlihat jelas di area bokong! Tidak hanya bentuknya, bahkan pola bunga yang samar-samar juga tampak terlihat...! Terlebih lagi, karena gaun ini sangat ketat, lekukan bulat bokongnya pun ikut terbentuk! Dalam beberapa hal, ini bahkan lebih menggoda daripada melihatnya hanya dengan celana dalam.


“Pita ini sangat imut, kan! Rasanya mirip dengan kelopak bunga sakura, aku benar-benar menyukainya!”


Dengan penuh semangat, Hazakura menunjuk pita berbentuk bunga di pinggang gaunnya, namun di dalam pandanganku, hanya celana dalam bergambar bunga yang terlihat. 


Aku sudah berusaha beberapa kali untuk mengalihkan pandanganku, tetapi sekuat apapun aku berusaha, mataku tetap tertuju pada celana dalam itu.


Rasionalitasku terancam hancur... Seolah-olah aku berada di dalam sebuah zona berbahaya.


Namun, aku tidak bisa tenggelam dalam situasi ini! Dengan tekad yang kuat, aku memaksa diriku untuk membayangkan wajah Zaizen di dalam pikiranku, berjuang untuk tetap menjaga kewarasanku.


Entah beruntung atau tidak, tampaknya Hazakura tidak menyadari bahwa celana dalamnya terlihat jelas. 


Haruskah aku memberitahunya secara langsung bahwa celana dalamnya terlihat? Tidak, jika seorang pria sepertiku yang memberitahunya, pasti Hazakura akan sangat terkejut. Paling buruk, bisa jadi ini akan meninggalkan trauma seumur hidup terhadap pria di benaknya...


“Rihito-kun, ada apa?”


Melihatku yang berkeringat dingin dan tampak panik, Hazakura menatapku dengan bingung.


“C-Coba tunggu sebentar!”


Sebelum Hazakura menyadari situasinya di depan cermin, aku berpikir keras dalam kepalaku.


Hal pertama yang terlintas dalam pikiranku adalah membelikannya petticoat untuk dipakai di bawah gaun, agar celana dalamnya tidak terlihat. 


Namun, menyarankan petticoat berarti sama saja dengan menunjukkan bahwa celana dalamnya terlihat, yang pada akhirnya akan melukainya.


Kalau begitu!


Dengan cepat, aku mengambil gaun oranye yang terletak di rak terdekat dan menyodorkannya ke Hazakura dengan gesit.


“Bagaimana kalau mencoba gaun yang satu ini...?”


“Eh?”


Meskipun gaun oranye ini mungkin kurang memberikan kesan dewasa, tetapi pasti tetap imut. Lagipula, bagian rok gaun ini memiliki lapisan sehingga celana dalam tidak terlihat!


Artinya! Jika Hazakura mau mengganti gaun dengan yang oranye ini, semua akan terselesaikan tanpa harus menyinggung celana dalamnya yang terlihat... tetapi!


“Hmm. Tapi, sepertinya gaun merah muda ini lebih indah dan...”


“Begitukah...?”


Tampaknya dia tidak mudah melepaskan gaun itu...


Dalam keadaan terdesak, haruskah aku mengatakan langsung bahwa celana dalamnya terlihat? Meskipun itu akan membuatnya terkejut dan mungkin dianggap sebagai pelecehan, namun lebih baik daripada Hazakura menghadapi situasi yang memalukan setelah membeli gaun ini.


Namun, saat memikirkan hal itu, aku merasakan bahwa Hazakura mungkin akan menjawab, “Jika itu untuk terlihat lebih dewasa, aku tidak masalah dengan celana dalam yang terlihat. Itulah bushido ku!” dan membuatku putus asa.


Apakah sampai di sini... harapan sudah sirna?


“...Apakah kamu benar-benar merasa itu baik-baik saja?”


“Ya!”


Meskipun aku bertanya dengan penuh harapan, ketidakpastianku seketika lenyap melihat senyuman cerah Hazakura.


“Karena ini adalah pilihan favorit yang kamu pikirkan dengan baik!”


“Hazakura...”


Baiklah.


Jika dia sudah mengatakannya sampai sejauh itu, aku juga harus bertekad untuk benar-benar menerima keadaan ini.


Jika celana dalam Hazakura terlihat—dan jika dia tidak mempermasalahkannya—maka aku hanya perlu melindunginya. Aku akan berdiri di belakang Hazakura seperti bodyguard, melindunginya agar orang-orang di sekitarnya tidak melihat celana dalam yang terlihat! Dengan begitu, Hazakura tidak akan terluka, dan dia tidak akan menerima penghinaan!


Dengan tekad melindungi celana dalam itu, aku berjalan dengan percaya diri menuju kasir bersama Hazakura.


“Selamat datang! ...Oh! Gaun ini, saya akan tambahkan petticoat yang terlepas, ya!”


Dengan cepat, petugas kasir mengeluarkan petticoat tersebut. Berkat respons yang cepat, Hazakura tidak punya waktu untuk mengusung semangat aneh tentang samurai, dan tekadku pun padam, menjadikan gaun yang tidak terlihat celana dalamnya.


Ternyata, hanya petticoat yang terlepas saja...!


Aku terkejut menghadapi kenyataan yang mengecewakan ini, berpikir, semua kegelisahan sebelumnya itu sebenarnya untuk apa... hingga aku terjatuh ke tanah dengan kekesalan.


◆   ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧   ◆


Setelah bertarung dalam berbagai makna untuk membeli pakaian, Hazakura berkata, “Aku ingin mencoba aksesoris yang stylish seperti Rihito-kun!” maka aku membawanya ke toko aksesori yang direkomendasikan, Black Pendant.


Berbeda dengan toko pakaian sebelumnya, di sini pelayan dan pelanggan dari berbagai usia dan jenis kelamin bercampur, memberikan suasana yang terasa sangat nyaman dengan sentuhan subkultur. Produk yang dijual pun adalah aksesoris yang sangat aku sukai, sehingga bisa dibilang ini adalah tanah airku.


Bisa dibilang, rasa nyamannya seperti berada di rumah sendiri.


...Oleh karena itu, aku harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam perasaan santai ini.


“Wow! Banyak aksesoris yang indah dan keren!”


Hazakura yang sudah berganti dengan gaun mini, berjalan ceria di dalam toko dengan senyum yang sangat bahagia. 


Meskipun dia sudah mengenakan petticoat sehingga tidak perlu khawatir tentang celana dalam yang terlihat, keadaannya tetap menarik dan membuatku deg-degan hanya dengan berjalan bersamanya...


“Oh! Aku menemukan yang sangat imut!”


Hazakura berhenti di bagian anting dan berseru kegirangan. Di hadapannya ada berbagai anting dengan desain punk seperti anting berbentuk peniti, anting berbentuk gembok, dan anting berbentuk kadal, berjejer rapat.


“Oh, ini anting ya... Mungkin sedikit menakutkan untuk membuat lubang di telinga,” katanya.


“Bisa juga mengganti bagian untuk menjadikannya anting clip-on,” balasku.


“Wow! Terima kasih untuk informasinya yang sangat berguna!”


Setelah mendengar saranku, Hazakura terlihat sangat antusias, seperti ikan yang kembali ke air, dan mulai memilih anting. Sembari memperhatikan dirinya dari belakang, aku menjelajahi toko... lalu menemukan logo yang sangat familiar di sudut ruangan, membuat mataku terbelalak.


“Hmm? Ada apa?”


Melihatku yang gelisah, Hazakura mendekat dengan rasa ingin tahu.


“Eh? Ah, tidak... Tidak ada apa-apa. A-abaikan saja!”


Aku berusaha berpura-pura tidak tertarik sambil melengkingkan peluit yang buruk. 


Meskipun terasa menyedihkan, tujuan hari ini adalah aksesoris untuk Hazakura. Aku tidak bisa mengutamakan hobiku sendiri, jadi aku berusaha menegaskan tekadku dalam hati.


Namun, mungkin karena tatapanku terlalu penuh nostalgia terhadap aksesoris, Hazakura akhirnya menyadarinya...


“Ah! Cincin ini! Desainnya mirip dengan cincin yang selalu dikenakan Rihito-kun!”


Aku mendengar suara paku yang seharusnya tertancap dalam hati, dengan mudahnya tercabut.


“Bagus sekali kau menyadarinya!”


Emosiku yang tadi terpendam kini aku lepaskan, dan aku mulai berbicara dengan penuh semangat.


“Semua barang yang ada di sudut ini adalah produk dari merek aksesoris stainless steel yang sangat aku cintai, TurquoiseDevilfish! Disebut juga TakoDevi! Lihatlah! Ada koleksi baru yang baru saja dirilis, item-item populer yang jadi favorit, dan bahkan barang langka yang terus terjual habis!”


Aku berbicara dengan kecepatan luar biasa hingga lupa untuk bernapas, dan segera menyadari apa yang baru saja kulakukan, membuat darahku seolah mengalir kembali.


“Ma-maaf!”


Saat aku meminta maaf dengan penuh keringat dingin, Hazakura mengangkat kepalanya dengan ekspresi yang tidak berubah.


“Kenapa kau minta maaf?”


“Eh... tidak, aku hanya terlalu banyak berbicara tentang hal yang mungkin tidak kau minati—”


“Aku justru sangat tertarik!”


Hazakura menatapku dengan mata yang berkilau lebih cerah dari aksesori baru, sambil tersenyum lembut.


“Karena itu adalah sesuatu yang sangat kau cintai, bukan? Tentu saja aku ingin tahu! ...Oh, dan aku juga ingin membelinya. Aku ingin aksesoris TakoDevi yang dapat membakar semangatmu!”


Aku terkejut mendengar kata-kata tak terduga dari Hazakura. Dia bukanlah orang yang sekadar memberi pujian. Setelah berhenti menjadi gadis sastra, dia selalu blak-blakan dan penuh semangat. Artinya, dia benar-benar tertarik pada TakoDevi yang sangat aku sukai...!


“Bo-bolehkah ini? Sekali aku mulai berbicara, aku tidak akan berhenti, Kau tahu.”


“Aku siap mendengarkan!”


Dengan senyuman dan jari jempol yang terangkat, aku berterima kasih dari lubuk hati yang paling dalam, dan aku pun mulai berbicara dengan penuh semangat.


“Daya tarik TakoDevi terletak pada desainnya yang stylish meskipun tampak kasar! Dan harganya yang terjangkau, bahkan bagi pelajar yang sedikit berani untuk berbelanja!”


“Begitu ya... Memang, harga yang sangat terjangkau. Desainnya juga menawan.”


Hazakura memperhatikan aksesoris TakoDevi dengan wajah penuh rasa ingin tahu, mengangguk-angguk sambil berkata “Hmm-hmm.”


“Ngomong-ngomong, apa perbedaan antara aksesoris stainless steel dan perak? Dari sekilas pandang, aku tidak bisa melihat perbedaannya...”


Pertanyaannya membuatku berseru, “Pertanyaan yang bagus!”


“Sejujurnya, perbedaan penampilan antara stainless steel dan perak itu hampir tidak ada!”


Dengan pernyataan yang tegas, aku melanjutkan.


“Tapi, perbedaan materialnya jelas ada. Stainless steel itu tahan lama dan tidak mudah berkarat, tidak perlu perawatan rutin seperti perak. Namun, karena keras, sulit untuk diproses dengan rumit, sehingga desainnya lebih terbatas dibandingkan perak. ...Tetapi, ada juga merek seperti TakoDevi yang memanfaatkan kekasaran itu, jadi aku tidak terlalu mempermasalahkannya.”


Setelah menyelesaikan penjelasanku, aku menunjukkan cincin hitam yang terpasang di jari telunjuk kanan. Cincin dengan finishing matte yang kasar. Ini adalah cincin TakoDevi favoritku yang diberikan oleh ayah sebagai hadiah atas kelulusan SMA.


“Cincin itu sangat keren! Aku sering melihatmu memakainya di sekolah, dan aku selalu berpikir itu sangat menarik!”


“Benar kan! Benar kan!”


Dengan pujian dari Hazakura, aku merasa senang dan mengangguk berulang kali.


“Aksesoris itu luar biasa! Bukan hanya TakoDevi, semua aksesoris itu bagus! Saat mengenakan aksesoris favorit, semangatku meningkat, dan sebaliknya, saat menggunakan aksesoris yang berbeda, itu bisa jadi penyegaran. Kita dapat mengkustomisasi perasaan kita dengan berbagai cara.”


“Jadi, itu berarti, kustomisasi aksesoris itu tak terbatas! Begitu kan?”


Kata-kata itu terdengar seperti slogan dari anime...


“Aku juga harus segera menjadi wanita dewasa yang memiliki kustomisasi tinggi!”


Hazakura mengumumkan tekadnya yang misterius dan langsung tertarik pada sudut TakoDevi. Melihatnya memilih cincin dengan tatapan polos, kenangan saat pertama kali membeli aksesoris di kelas dua SMP muncul kembali. Ternyata, aku juga pernah memiliki masa yang begitu polos, membuat hatiku terasa hangat.


“Ah! Cincin ini keren! Dan sekarang, ada ukuran untuk pria dan wanita, jadi kita bisa serasi memakainya!”


Mengambil dua cincin dengan ukuran berbeda, Hazakura tersenyum gembira dan menyerahkannya padaku.


Cincin stainless steel itu dilapisi dengan warna hitam dan biru metalik. Gabungan antara kekasaran dan keanggunan yang stylish membuatku sangat tertarik...! Rasanya ingin segera melompat dan mengambilnya, tapi—


“S-serasi...?”


Aku merenungkan kata-kata mengejutkan Hazakura itu dan terkejut. Sehari ini saja sudah berapa kali aku terkejut oleh Hazakura...


“Sebagai kenang-kenangan untuk kencan pertama kita di akhir pekan, bagaimana? Apa ini tidak masalah?”


Tatapan matanya yang mengarah ke atas membuat hatiku yang lugu hancur berantakan.


“T-tidak ada yang salah, tetapi...!”


Saat mendengar kata “cocok,” otomatis aku membayangkan hubungan antara pria dan wanita, tetapi kami hanyalah mentor dan murid. Artinya, ini adalah simbol ikatan antara kami. Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri untuk tidak salah paham dan tidak berharap berlebihan.


“...B-bagaimana dengan ukurannya? Menemukan ukuran cincin yang tepat Itu cukup sulit, bukan? Terutama, untuk stainless steel, hampir tidak ada penyesuaian ukuran yang bisa dilakukan...”


Saat aku mengungkapkan kekhawatiran ini, Hazakura sudah mengenakan cincin itu di jari tengah tangan kanannya.


“Wah! Lihatlah! Ukurannya pas, sangat cocok! Ehehe!”


“Bisa langsung cocok begitu, sungguh beruntung... eh, aku juga pas.”


Melihat cincin yang terpasang di jari tengah kananku dengan pas seperti Hazakura, aku tak bisa menahan senyum. Cincin itu tidak terlalu longgar, juga tidak terlalu ketat, sangat nyaman untuk dipakai. Dari segi desain, cincin ini sangat cocok dengan cincin lain yang aku pakai, dan terasa sangat pas di tanganku.


Ini seperti takdir... hingga aku tidak bisa menahan perasaan klise itu.


“Wah! Ri...Rihito-kun, kau jadi terlihat lebih menarik tiga kali lipat!”


“...Ha-Hazakura juga... c-cantik... ya. I-tu terlihat bagus, kok.”


Dengan campuran kebahagiaan karena dipuji dan rasa malu karena membalas pujian, emosiku terasa campur aduk. Aku memperhatikan Hazakura dengan saksama.


Gaun mini berwarna merah muda lembut yang dia kenakan menciptakan kesan manis, sementara cincin stylish berwarna biru-hitam memberi aksen yang tegas pada penampilannya. Dan yang tak kalah penting, senyum cerahnya bersinar seperti matahari.


Dari sudut mana pun, dia terlihat sempurna... hanya bisa diungkapkan dengan kata “imut.” Meskipun aku tidak memiliki keberanian untuk mengucapkan kata-kata langsung seperti itu sekarang.


Karena itu, alih-alih mengucapkan hal langsung, aku mengumpulkan keberanian dalam bentuk yang berbeda dan melangkah maju.


“Ini... apakah aku bisa membelinya untukmu?”


“Eh?”


“J-justru, sebagai kenang-kenangan, semacam hadiah atau apa gitu...”


Sebenarnya, aku berpikir seharusnya aku bisa membayar untuk pakaian, makanan, dan biaya transportasi, agar terlihat keren. 


Namun, jika terlalu berlebihan, itu akan terasa seperti berlagak menjadi pacar dan sangat tidak nyaman. Lagipula, kenyataannya adalah bahwa uang saku seorang pelajar SMA cukup terbatas.


Oleh karena itu, aku ingin setidaknya membayar untuk cincin kenang-kenangan ini...


“T-tapi... ini cukup mahal, dan aku merasa tidak enak... Meskipun aku sudah banyak dibantu dan diajari olehmu sebagai  guruku...”


Setelah sejenak merenung dengan bibir yang menyusut, Hazakura tiba-tiba menjentikkan kedua tangannya dan tersenyum lebar.


“Baiklah! Jadi, aku akan membiarkanmu membeli cincinku! Tapi, sebagai gantinya...”


Dia menunjuk cincin yang berkilauan di jari tengah tangan kananku dan dengan semangat menyatakan.


“Biarkan aku yang membelikan cincin untukmu!”


“T-tidak, tidak! Jika itu terjadi, jumlah uang yang dibayar tidak akan berubah!”


“Benar!”


Menanggapi kepanikanku, Hazakura mengangguk dengan tegas.


“Dengan cara ini, keinginanmu untuk memberiku cincin dan rasa tidak enak yang aku rasakan karena dibeli olehmu bisa teratasi secara bersamaan! Selain itu! Kita bisa saling memberi cincin satu sama lain, jadi ini adalah ide yang sangat bagus!”


“...Ya, meskipun memang begitu.”


Aku merasa seolah terpengaruh oleh argumennya, tetapi tidak bisa membantah dan akhirnya hanya bisa mengangguk dengan lemah.


“Selain itu, sebenarnya... agak memalukan, tapi aku ingin sekali Rihito-kun membelikanku sesuatu.”


“Apa yang Hazakura ingin beli?”


“Y-ya. Meskipun terasa mengganggu... tapi ini tidak semahal cincin itu...”


Aku merasa sedikit khawatir saat melihat Hazakura memilih kata-katanya dengan canggung, tetapi aku langsung mengangguk dan menjawab, “Tentu saja, aku akan membelikannya untukmu!”


“Benarkah?”


“Ya. Aku ingin terlihat keren sedikit. ”


Mendengar jawabanku, Hazakura sedikit memerah, lalu tersenyum malu-malu.


“Jika begitu, aku akan menerima tawaran itu. Ehehe. Rasanya seperti orang dewasa karena bisa mendapatkan celana dalam dari seorang pria.”


“Hah?”


Tunggu, apa yang baru saja dia katakan?


◆   ✧ ₊▼ ▼ ▼₊ ✧   ◆


“Ehehe.”


Dia duduk di bangku tempat istirahat yang terletak di samping area mesin kapsul, memandang cincin di jari tengah tangan kanannya dengan senyum bahagia yang tulus. 


Dia melirik cincin yang ada di jari tengah tanganku dan semakin memperlihatkan senyuman yang lebih cerah.


“Kita samaan, Rihito-kun!”


“A-ah...”


Kebahagiaan karena memiliki cincin yang cocok dengan Takodevi kesukaanku sangatlah besar. 


Biasanya, aku tidak bisa menahan senyum yang terus menerus menghiasi wajahku dan pasti akan bersikap canggung. Namun, saat ini, keinginan untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa yang dikatakan Hazakura barusan membuatku tidak bisa merayakan kebahagiaan ini dengan sepenuhnya.


“Ngomong-ngomong, bolehkah kita melanjutkan pembicaraan sebelumnya? E-eh, barang apa yang Hazakura ingin aku beli—”


Setelah mendengar pertanyaanku, Hazakura tampak memerah, menundukkan kepala, dan menggerak-gerakkan kakinya dengan gelisah.


“Ce-ce-celana dalam...”


Dengan kata-kata itu, aku menelan ludah dengan susah payah dan menggelengkan kepala.


“M-maaf. Bisa tolong ulang sekali lagi?”


Tadi jelas sekali aku mendengar kata “celana dalam,” tetapi... ini pasti salah dengar. Meskipun Hazakura adalah tipe yang tidak mengenakan spandeks dan makan nasi dengan ramen di pagi hari, dia tidak mungkin ingin meminta seorang pria seperti aku untuk membelikan celana dalam.


Aku menarik napas dalam-dalam dan menunggu penjelasan dari Hazakura, berharap semoga yang dia maksud bukanlah celana dalam.


Namun...


“Celana dalam, maksudku.”


Ternyata celana dalam yang dimaksud.


“E-eh, maksudku... celana dalam yang dimaksud adalah... bukan celana panjang, kan?”


“Ya... itu... celana dalam yang dimaksud.”


“Jadi... celana dalam pria, maksudnya?”


“T-tidak, itu celana dalam wanita... yang akan aku pakai.”


Mengerti.


Ini jelas bukan salah paham atau salah pengertian dariku. Hazakura benar-benar meminta agar aku membelikan celana dalam. 


Aku mulai menyadari betapa aku meremehkan sifat anehnya. Rasanya, aku terlalu naif terhadapnya.


“Bisa jelaskan alasannya?”


“Karena pakaian yang bagus! Aksesoris yang cocok! Lalu, apa yang tersisa jika bukan celana dalam?”


“Pemikiran seperti apa ini?”


Hazakura menatapku dengan tatapan polos dan melanjutkan dengan serius.


“Orang bilang bahwa keindahan terletak pada hal-hal yang tersembunyi... Dan aku, karena sering mengenakan rok pendek, ingin memiliki celana dalam yang dapat kutunjukkan dengan bangga agar tidak terlihat norak jika sampai terlihat!”


Meskipun memakai celana dalam yang modis, tidak perlu menunjukkan dengan bangga.


“Celana dalam itu memiliki lebih banyak variasi daripada yang dibayangkan, dan aku tidak tahu harus memilih yang mana...”


Saat ini, aku sendiri juga merasa bingung dengan situasi ini.


Namun, aku bisa melihat bahwa Hazakura tidak sedang bercanda atau menggoda. Dia meminta dengan serius, sama seperti ketika dia mengajakku untuk menjadi muridnya atau saat dia memutuskan untuk memotong rok. Hazakura benar-benar ingin agar aku membelikannya celana dalam.


Itulah sebabnya, aku juga merasa bingung dalam situasi ini.


“T-tapi, aku kan pria? Apakah tidak aneh jika pria yang memilihkan celana dalam?”


“Ya!”


Dia mengangguk dengan semangat dan tersenyum ceria.


“Rihito-kun memiliki gaya dan selera yang sangat baik! Selain itu, bisa mendapatkan celana dalam dari seorang pria itu terasa sangat terlarang dan sangat dewasa, bukan?”


Dengan wajah merah padam yang dipenuhi rasa malu dan rasa ingin tahu, Hazakura dengan penuh kagum menyuarakan pendapatnya. Memang, aku memahami argumennya. 


Memang benar, hubungan yang saling memberikan celana dalam adalah sesuatu yang tidak terpikirkan oleh anak-anak; itu adalah dunia orang dewasa.


“Namun, sepertinya aku tidak bisa ikut bersamamu ke toko celana dalam.”


“Tenang saja!”


Dengan semangat yang tinggi, Hazakura mengangkat ponselnya dan berkata, “Tadaa!” Di layar terlihat situs belanja online untuk celana dalam wanita. Dengan belanja online, dia bisa memilih tanpa khawatir orang lain melihatnya... aku sadar, semua alasan untuk menghindar kini telah sirna, dan aku pun menyerah.


“Baiklah.”


Setelah menerima ponselnya, aku menatap layar dengan penuh perhatian.


Celana dalam. Celana dalam. Celana dalam.


Di atas, di bawah, kanan, dan kiri, semuanya dipenuhi dengan berbagai macam celana dalam yang berwarna-warni. Meskipun ini mungkin pemandangan sehari-hari bagi perempuan, bagiku ini adalah dunia yang sangat tidak biasa. Jantungku berdegup kencang dan pikiranku kacau, dipenuhi dengan perasaan tegang dan bersemangat.


Aku akan memilihkan celana dalam yang akan dipakai oleh Hazakura.


Ini adalah perkembangan mengejutkan yang layak untuk mengakhiri kencan di hari yang penuh kejutan ini.


Hazakura memiliki kepercayaan yang luar biasa terhadap seleraku. Jika aku memilih celana dalam yang buruk, semua kepercayaan yang telah dibangun akan hancur dalam sekejap, dan mungkin hubungan kami yang sekarang juga bisa hancur bersamanya.


Benar. Ada kemungkinan besar bahwa aku akan ditolak dan dihina hanya karena pilihan celana dalam yang tidak sesuai.


Ketika membayangkan Hazakura menghinaku, hatiku seolah tertekan sakit. Rasanya lebih menyakitkan daripada saat diperhatikan dengan pandangan sinis setelah pernyataanku tentang Zaizen. Hatiku benar-benar menderita...


Oleh karena itu, aku harus memilih dengan hati-hati! Dengan penuh perhatian! Menggunakan seluruh indra dan konsentrasi untuk memilih celana dalam!


“Suuhh... haah... suuhh... haah...”


Dengan mengulangi menarik dan menghebuskan napas dalam-dalam, aku mengaktifkan sel-sel otakku dan bersiap untuk memilih celana dalam.


Pertama, aku memeriksa satu per satu celana dalam putih bersih yang sederhana, celana dalam biru yang segar, dan celana dalam abu-abu yang terlihat sehari-hari. Sambil membayangkan Hazakura memakainya, aku menilai dengan cermat.


Meskipun tidak ada yang salah dengan pilihan yang biasa, aku mulai bertanya-tanya apakah aku benar-benar perlu memilih. Selain itu, jika aku memilih aman, itu sama dengan melarikan diri. Jika begitu, pada akhirnya, aku akan mengecewakannya. Jadi, pilihan yang biasa tidak bisa dipilih.


Lalu... bagaimana jika aku mencocokkan dengan cincin yang serasi dan memilih celana dalam satin biru dan hitam? Celana dalam satin terasa dewasa, dan menyamakan warna cincin dengan celana dalam terasa seperti pilihan yang stylish!


Ketika aku berpikir sejauh itu, aku kembali sadar. Menyamakan warna pakaian dan sepatu adalah hal yang biasa, tetapi menyamakan warna cincin dengan celana dalam adalah hal yang terlalu jauh. Itu bukan hanya tidak stylish, tetapi juga sangat konyol!


Pilihan yang biasa dan pilihan yang aneh keduanya tidak bisa dipilih. Tapi, aku juga tidak bisa memilih celana dalam yang membosankan. Dengan kepala yang mulai pusing karena kebingungan memilih, aku merangkul kepalaku.


“Celana dalam yang dewasa pasti adalah yang desain nya seksi...”


Dengan perkataan Hazakura, cahaya pencerahan muncul di benakku yang gelap.


Alih-alih melarikan diri ke pilihan yang biasa, atau tersesat dalam pilihan yang aneh, aku seharusnya melangkah maju dengan percaya diri!


Setelah menemukan jalan yang harus ditempuh, aku dengan cermat memeriksa halaman untuk celana dalam yang seksi—seperti yang akan dikatakan Zaizen, “celana dalam yang dewasa.” Pola yang mencolok, bentuk yang berani, dan aroma feromon yang menggoda! Ini pasti adalah jalan kemenangan dalam memilih celana dalam! Dari lautan celana dalam, aku memilih satu helai.


Itu adalah—celana dalam T-back bergambar pola macan tutul yang mencolok.


“Wow... s-sungguh luar biasa... ini sangat... seksi,” ucap Hazakura dengan terkejut.


Dengan pola hewan buas yang mengesankan, celana dalam ini memiliki area kain yang meragukan kemampuannya untuk memberikan perlindungan, dan meski hanya dilihat melalui layar, ia memancarkan daya tarik yang ganas. 


Wajah Hazakura memerah saat ia menatap celana dalam yang terlalu dewasa ini, dan ia bergetar seolah ketakutan.


“Jadi, ini yang akan aku... pakai, ya...”


Aku menyadari matanya yang sedikit berair, dan hatiku terkejut.


...Apa yang sebenarnya aku lakukan? Meskipun ini untuk membuat Hazakura terlihat dewasa, memilih ini hanya akan dianggap sebagai pelecehan seksual. Ini jauh lebih buruk daripada hanya kehilangan selera. Saat pikiranku mulai mendingin, aku menyadari bahwa hatiku sudah tersesat dari jalan kemenangan dalam memilih celana dalam.


Pilihan yang biasa tidak akan berarti apa-apa.


Pilihan yang aneh hanya akan membuatku merasa geli.


Pilihan yang berlebihan hanya akan mempermalukan Hazakura.


Lalu, apa yang harus kulakukan?


“...Hah.”


Aku menghela napas dalam-dalam dan meneguk soda melon yang kubeli dari mesin penjual otomatis. Gula manis menyebar ke dalam otakku yang kelelahan, dan seiring dengan bunyi gemericik gas karbonasi, kabut di kepalaku mulai menghilang.


Meskipun mungkin ini hanya efek plasebo, saat ini aku sangat membutuhkannya.


Sekali lagi, aku menatap layar ponsel.


Berbeda dari pilihan warna yang biasa, tanpa tersesat dalam pilihan yang aneh, dan tetap berpegang pada jalan yang benar. Itulah jawaban yang kutemukan. Tentu saja, mencari celana dalam yang memenuhi semua kriteria itu akan sangat sulit. Satu langkah saja ke arah yang salah, dan semuanya akan berantakan.



Aku terus mencari dengan gigih, menelusuri situs belanja online yang tampak tak berujung, menyaring berbagai pilihan celana dalam demi menemukan satu yang sesuai dengan harapanku...!


Dan akhirnya—aku sampai pada jawabannya.


“...Ini dia.”


Dengan jari telunjuk yang hampir lecet karena terlalu banyak menggeser layar, aku menunjuk sebuah celana dalam.


Itu adalah celana dalam sederhana berwarna hijau mint. Bentuknya full-back, yang lembut membungkus bagian belakang. Hanya ada sedikit hiasan renda, nyaris tidak ada ciri khas yang menonjol. Dari berbagai sudut, pakaian ini tampak sederhana. Bahkan, mungkin bisa dikategorikan sebagai pilihan yang aman. Namun, justru kesederhanaan ini yang membuatku yakin bahwa inilah jawabannya.


Bukan karena logika.


Bukan karena alasan yang jelas.


Hanya satu hal yang pasti.


Aku percaya bahwa celana dalam ini akan cocok untuk Hazakura.


“Wah! Ini celana dalam yang indah dan imut!” seru Hazakura dengan senyum cerah.


Melihat senyumannya yang polos, aku merasakan tusukan halus di dadaku.


“Warna yang kalem ini terasa elegan dan memancarkan kesan dewasa yang segar! Aku juga sangat senang kamu memilih warna hijau, sesuai dengan namaku! Apalagi, ini bukan hijau biasa, tapi hijau mint—benar-benar menunjukkan selera estetikamu, Rihito-kun! Kamu memang hebat!”


Aku hanya mencari celana yang cocok untuk Hazakura—sejujurnya, aku hanya mencari celana yang aku ingin Hazakura pakai. Tapi aku tidak menyangka dia akan memberikan interpretasi yang begitu positif.


Walaupun aku senang dia menyukainya, ada perasaan campur aduk yang sulit diungkapkan.


Maafkan aku...!


Pikiran yang dipenuhi oleh gambaran celana dalam itu mulai dipenuhi rasa bersalah, dan aku diam-diam menyesali tindakanku.


“Rihito-kun! Terima kasih banyak sudah memilihkan pakaian yang indah ini!”


Setelah kami berhasil memesan celana dalam itu, Hazakura tetap tersenyum polos, sementara aku terus merasa gelisah dan penuh penyesalan. Setiap kali aku melihat senyum cerianya, perasaanku menjadi sangat tidak menentu—terasa dingin satu saat, dan panas di saat lain.


Populer dan tidak populer. Jujur dan penuh keraguan. Cahaya dan kegelapan. Aku mulai berpikir, betapa kontrasnya Hazakura dan diriku... Entah ini hal yang baik atau buruk, rasanya aku belum siap untuk memutuskan.


“...Sudah sore. Bagaimana kalau kita makan malam? Di food court sini, mi chashu-nya terkenal enak.”


“Mi chashu! Yay! Mi chashu!” sorak Hazakura, melonjak-lonjak kegirangan seperti anak kecil.


Melihatnya begitu bersemangat, aku tersenyum tanpa sadar.


Kami sudah membeli pakaian, aksesori, bahkan celana dalam. Sekarang, makan malam adalah langkah terakhir untuk menutup kencan akhir pekan yang tenang ini. Atau setidaknya itulah yang kupikirkan—sampai seseorang muncul.


“Geh!”


Rambut pirang lembut dengan highlight biru muda. Mata besar yang bersemangat. Riasan tebal. Mengenakan kardigan biru muda dan celana pendek denim—ya, ini dia. Gadis populer dari kelas sebelah, HimeMayu, seorang gyaru mungil yang terkenal.


Dia tampak menikmati belanja dengan membawa banyak tas dari toko pakaian di kedua tangannya. Meskipun aku tidak melihat teman-teman atau pacarnya di sekitarnya, sepertinya dia datang berbelanja sendirian.


“Ke-keluar juga kau! Kakei Rihito!”


Begitu melihat wajahku, HimeMayu mengeluarkan suara penuh jijik dan mundur selangkah. ... Seperti melihat kecoa, sepertinya.


“Eh? ...Hazakura-chan? Apa-apaan pakaianmu itu!”


HimeMayu memandang Hazakura yang mengenakan gaun rajut mini dengan tatapan tercengang, suaranya terdengar terkejut.


“Pakaian itu memang cocok, dan kamu terlihat manis... tapi... gu-gigigi. Tunggu! Kalian pakai cincin yang sama! Ja-jangan-jangan—”


“Benar! Kami pakai cincin yang sama!”


Dengan bangga, Hazakura mengangkat tangannya, memperlihatkan cincin TakoDevi di jari tengahnya, sambil memasang wajah puas. Sebaliknya, HimeMayu tampak terkejut hingga hampir pingsan, matanya melotot dan dia mendongak ke langit.


“Ti-tidak mungkin...”


HimeMayu hampir jatuh tersungkur, tetapi berhasil menahan diri pada detik terakhir, lalu menatapku dengan wajah penuh kebencian.


“Kakei Rihito! Aku takkan pernah memaafkanmu!”


Setelah mengucapkan ancaman itu, HimeMayu berlari pergi dengan terburu-buru. ... Setelah pernyataan perang, kini dia mengeluarkan ancaman tak termaafkan. Seperti biasanya, gadis ini benar-benar berbahaya. Yah, aku sudah terbiasa dibenci, jadi hal ini tidak terlalu menggangguku.


“Sepertinya dia marah sekali ya...”


Hazakura terlihat murung, alisnya mengerut. “Jangan pikirkan,” jawabku dengan ringan.


“Dia cuma dari kelas sebelah, kita juga jarang berurusan langsung dengannya.”


Meskipun begitu, aku penasaran mengapa dia begitu terobsesi dengan Hazakura dan menganggapku sebagai musuh. Jangan-jangan, dia adalah penggemar rahasia Hazakura yang dulunya seorang gadis sastra?


“Aku sebenarnya ingin bisa berteman baik dengan HimeMayu-chan, tapi... melihat reaksinya tadi, sepertinya sulit ya.”


Tiba-tiba aku teringat bahwa Zaizen pernah berkata, “HimeMayu sebenarnya dewasa di dalam.” Meski di depanku dia selalu tampak kekanak-kanakan, jika perkataan Zaizen benar...


“Bagaimana kalau kamu coba jadi murid HimeMayu?”


Perkataanku yang keluar tanpa berpikir itu membuat Hazakura terkejut, matanya membelalak.


“Eh?”


Tidak jelas apakah HimeMayu akan menerima hubungan guru-murid ini, tapi... jika Hazakura bisa menjadi muridnya, itu pasti lebih baik untuknya. HimeMayu adalah gyaru yang diidolakan banyak orang, dengan selera fashion yang tinggi, cantik, dan memancarkan pesona dewasa.


Meskipun aku senang Hazakura bergantung padaku, aku harus mengakui bahwa HimeMayu mungkin bisa membantu Hazakura lebih baik daripada aku. Setidaknya, dia tidak akan kebingungan saat harus memilih pakaian atau memberikan cincin tanpa membuat suasana jadi canggung, dan dia pasti tidak akan mengalami hal seperti aku, yang kepalanya dipenuhi dengan pikiran tentang celana dalam.


HimeMayu pasti bisa membimbing Hazakura menjadi wanita dewasa yang sebenarnya.


“Tidak, aku hanya mau Rihito-kun.”


Hazakura berkata dengan tegas menjawab pertanyaanku,


“Tentu saja, HimeMayu-chan sangat menarik. Dia modis, cantik, dan tampak dewasa, aku sangat mengaguminya sebagai sesama perempuan. Apalagi, aku suka caranya berbicara dengan lantang dan tidak pernah mengorbankan prinsipnya. Itu sangat keren! ... Tapi, Master yang ingin aku ikuti hanya Rihito-kun.”


Hazakura menatapku dengan sorot mata yang tegas dan senyum tak terkalahkan yang terpancar dari wajahnya.


“Hanya Rihito-kun yang bisa!”


“Hanya aku... yang bisa?”


“Ya!”


Kata-kata itu, yang pertama kali aku dengar sepanjang hidupku, meresap perlahan ke dalam dadaku, dan dengan ragu-ragu, aku menatap Hazakura. Matanya tetap memancarkan cahaya polos yang begitu terang hingga aku hampir ingin memalingkan wajahku karena tak sanggup menatap langsung.


“Setelah menghabiskan hari ini bersamamu, aku menyadari betapa beruntungnya diriku. Rihito-kun memilihkan gaun untukku dengan penuh pertimbangan, memperlihatkan sisi baru saat bercerita dengan antusias tentang TakoDevi, dan bahkan meski aku memaksamu, kamu memilihkan celana dalam untukku dengan serius dan memberikannya sebagai hadiah. Semua itu membuatku merasa sangat bahagia, sangat bersyukur, dan sangat menikmati setiap momennya. Jadi, aku tak bisa memikirkan orang lain sebagai mentorku selain kamu, Rihito-kun!”


Kata-kata Hazakura tak bisa ditolak.


Ucapannya dipenuhi dengan kekuatan yang sanggup menghapus segala kegelapan kotor yang menyelimuti hatiku.


“…Hazakura. Terima kasih.”


Tepat setelah aku mengucapkan kata-kata terima kasih itu, terdengar bunyi keras dari perut Hazakura.


“Sepertinya aku terlalu bersemangat sampai perutku bunyi, hehe.”


Aku merasakan senyum muncul di wajahku tanpa sadar saat menatap Hazakura yang tersipu malu.
















Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !