Muboubi kawaii pajama sugata no bishoujo to heya de futarikiri chap 8 v2

Ndrii
0

Bab 8.

Bolehkah Aku Tidur Bersamamu?




Pov Makura Koiro

Di dalam kamar yang gelap, layar ponsel yang terang menyilaukan wajahku.


Aku menarik napas pelan, lalu mengetuk ikon aplikasi yang sudah lama tidak kulihat. Layar terbuka dengan bunyi khas, memperlihatkan barisan teks yang muncul seolah-olah berhamburan.


Kepalaku terasa sedikit pusing, untung saja aku sudah berbaring di atas tempat tidur.


Sambil meletakkan punggung tangan di dahiku, ibu jariku tanpa sadar terus menggulirkan layar ponsel.


Kapan terakhir kali aku melihat SNS? Semuanya terasa begitu asing, namun jemariku bergerak dengan sendirinya, seakan tubuhku masih mengingat caranya. 


Tak butuh waktu lama, aku sampai pada halaman yang kutuju.


Saat mataku menangkap isi yang ada di halaman tersebut, aku hanya bisa diam terpaku.


...Tidak menyangka, semuanya bisa berubah seperti ini.


Setelah lima menit mengamati dan mendapatkan informasi secukupnya, aku menekan tombol daya untuk mematikan layar ponsel. Kemudian, aku memejamkan mata erat-erat.


Hari ini, sebaiknya aku tidur saja. Tapi meskipun begitu, layar ponsel yang terang masih terbayang di balik kelopak mataku, diiringi oleh arus deras kata-kata yang kembali menghantuiku.


Ah, perasaan ini terasa sangat nostalgia... Aku harusnya bersyukur karena sempat melupakan sensasi ini untuk sementara waktu.


Tapi, sepertinya malam ini, aku tidak akan bisa tidur...


Di tengah malam, saat aku tak lagi bisa menahan diri untuk terus memejamkan mata, tiba-tiba suara dia terngiang di kepalaku.


‘—Kita bisa bersama selamanya. Aku akan selalu berada di sampingmu, Makura-san—’


Bayangan malam di penginapan itu kembali muncul, membuat dadaku terasa ringan dan hangat.


Entah kenapa, aku tiba-tiba ingin menangis, jadi aku menekan wajahku ke bantal.


◆   ✧ ₊ ✦ ₊ ✧   ◆


Pov Gakudou Negoro

“Osu, hari ini kamu masih pakai piyama ya.”


“Oisu! Tentu saja, tubuhku ini sudah kupersembahkan untuk piyama!”


Hari ini, Makura-san mengenakan piyama merah muda dengan hiasan renda di sekitar lehernya.


Setiap hari Sabtu, sebagai hari ‘relaksasi setelah seminggu bekerja keras’, aku selalu mampir ke rumah Makura-san dari siang hari.


“Uyama-san nggak datang hari ini, kan?”


“Iya, aku nggak dengar apa-apa dari dia.”


“Oh, syukurlah. Sabtu depan aku ada ujian simulasi, jadi senang bisa santai-santai hari ini.”


Minggu lalu dan minggu ini, Uyama-san tiba-tiba muncul dan semuanya jadi kacau. Tapi hari ini, kami bisa bermalas-malasan tanpa perlu khawatir, jadi kami mulai bersantai sambil bermain game.


Namun, hari ini ada yang aneh dengan Makura-san.


Saat bermain game, dia terlihat sering membuat kesalahan. Ketika aku mengajaknya bicara, responnya jadi lambat. 


Dia bahkan menguap beberapa kali saat sedang berbicara, dan ketika mencoba minum air, dia malah menabrak cangkir ke dagunya dan menumpahkan air dengan heboh.


Setelah kami selesai beres-beres, aku memandang wajahnya dengan saksama saat dia kembali menatap layar televisi.


“...Hmm? Ada apa?”


“...Seharusnya aku yang bertanya begitu.”


“Eh?”


“Ada apa denganmu? Kamu terlihat beda dari biasanya... Sepertinya kamu tidak terlalu bersemangat. Barusan juga aku lihat kamu menguap lebar.”


“Be-benarkah?”


Dengan kedua tangan menempel di pipinya, Makura-san menggelengkan kepala dengan pelan.


“Aku baik-baik saja. Tidak ada apa-apa, kok.”


“Benarkah? Kalau ada sesuatu yang bisa kubantu, katakan saja.”


Aku berkata dengan nada khawatir.


“Terima kasih, Gakudo-kun.”


“Ah, tidak perlu terima kasih... Aku hanya khawatir. Akhir-akhir ini pasti kamu lelah dengan segala macam hal, kan?”


“Segala macam hal... maksudmu tentang Kuruha-chan?”


Aku mengangguk menanggapi pertanyaannya.


“Iya, kemunculannya yang tiba-tiba pasti cukup mengejutkan.”


Makura-san tertawa kecil.


“Iya, aku senang bisa bertemu dengannya, tapi semangat latihan Kuruha-chan itu benar-benar di luar kendali. Dan, untukmu, Gakudo-kun, waktu santaimu jadi berkurang, kan?”


“Ah, tidak apa-apa. Lagipula, aku jadi bisa melihat hal-hal yang cukup menarik.”


“Menarik?”


Makura-san menoleh dengan rasa penasaran.


“Iya. Melihatmu berbicara dengan akrab bersama juniormu. Dan juga, ketika Uyama-san ada di sini, kamu tidak pakai bahasa formal waktu ngobrol denganku. Kamu ingin terlihat lebih berwibawa di depan juniormu, ya?”


Aku bercanda sedikit saat mengatakan itu.


“B-bukan begitu! Cara bicaraku berubah begitu saja... Soalnya, kalau kami berdua tiba-tiba mulai pakai bahasa formal kepadamu, rasanya aneh, kan? Satu orang dengan karakter junior sudah cukup. Aku hanya berusaha membuat suasana lebih santai.”


Makura-san menjawab sambil mengangkat dagunya dengan penuh percaya diri.


“Oh, begitu... Yah, kalau begitu, kamu boleh saja bicara santai kepadaku setiap saat.”


“Aku tahu itu, tapi entah kenapa, aku sudah merasa nyaman berbicara dengan cara seperti ini kepadamu, Gakudo-kun.”


“Kalau begitu, terserah kamu saja.”


Aku menjawab sambil tersenyum, dan Makura-san pun ikut tersenyum tipis.


Percakapan kami terhenti sejenak. Makura-san kemudian menatapku dengan tajam, seolah ingin mengatakan sesuatu.


“Ada apa?”


Tiba-tiba, dia mulai terlihat canggung, tubuhnya sedikit gelisah.


“Tadi, kamu bilang sesuatu, kan?”


“Bilang apa?”


Makura-san menunduk sedikit, mengalihkan pandangannya ke lantai, sementara jari-jarinya saling menggosok dengan gugup.


“Kamu bilang... apa saja yang bisa kubantu...”


“Apa saja?”


“Ya... Kamu bilang ingin membantuku kalau bisa.”


Aku tidak terlalu ingat jelas, tetapi aku memang mengatakan sesuatu yang bernada seperti itu. Tapi, “apa saja”... apa maksudnya?


“Oh, iya. Ada apa? Kalau ada yang bisa aku lakukan...”


Aku bertanya dengan hati-hati.


Makura-san tetap menunduk, matanya menatap ke samping, dan dengan suara pelan dia berbisik.


“B-bolehkah... tidur bersamamu?”


“Tidur...?”


“Iya...”


“Maksudmu, tidur di kasur... bersama?”


“Iya...”


Makura-san mengangguk pelan.


“Begini, sebenarnya, akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur dengan baik…”


“Tidak bisa tidur?”


“Iya. Ada banyak hal yang terus terlintas di pikiranku. Setiap kali aku menutup mata, semua itu berputar-putar di kepalaku, tanpa henti… Dan, ingat tidak waktu liburan musim panas, kita pernah tidur bersama?”


Tentu saja aku ingat. Tidak mungkin aku melupakannya.


Hari itu, Makura-san menyarankan agar aku tidur di tempat tidurnya. Ketika aku tertidur, tanpa sadar, dia juga sudah berbaring di sampingku. Saat itu, kami tidur bersama, dalam arti sebenarnya.


“Waktu itu juga, sebenarnya aku susah tidur. Tapi, saat kita tidur bersama, aku bisa tidur sangat nyenyak... jadi...”


Aku teringat bahwa Makura-san pernah memberitahuku kalau dia kadang harus minum obat untuk bisa tidur. Namun, ternyata saat dia tidur dengan ditemani seseorang, dia bisa tidur lelap tanpa bantuan obat.


Kalau begitu, jawabannya hanya satu.


Lagi pula, aku tidak punya alasan untuk menolak.


“Baiklah. Tidak masalah. Kita tidur sekarang?”


Saat aku mengatakan itu, Makura-san mendongak kaget, lalu menunduk dengan penuh hormat.


“Terima kasih! Tolong temani aku, ya.”


“Iya, tentu.”


Aku mengarahkan pandanganku ke tempat tidur di belakang kami.


Makura-san berdiri lebih dulu, lalu duduk di pinggir tempat tidur dengan tenang.


“Kemarilah.”


Dengan kata-katanya, aku pun bangkit dari tempat dudukku.


“Kita akan tidur sekarang, kan?”


“Iya, benar. Oh, sebaiknya kamu lepas kaus kakimu. Tapi, apa kamu merasa bisa tidur sekarang? Ini memang waktu tidur siang, sih…”


“Yah, akhir-akhir ini aku memang kurang tidur.”


Belakangan ini, aku sering begadang untuk mempersiapkan ujian. Meskipun begitu, saat ini aku tidak merasa mengantuk. Tapi mungkin nanti.


Makura-san menepuk-nepuk sprei dengan tangannya.


“Gunakan bantal ini, ya.”


Aku naik ke tempat tidur, menggeser diriku hingga ke sisi yang menempel pada dinding. Sambil berbaring telentang, aku mengeluarkan ponsel dari saku dan meletakkannya di sampingku. Begitu kepalaku menyentuh bantal, tercium wangi yang manis menguar.


“Seperti ini?”


“Iya. Sekarang, coba kamu balik badan, menghadap ke sana.”


“Menghadap ke sana?”


Seperti yang diminta, aku memutar tubuhku menghadap dinding. Mungkin lebih nyaman jika kami tidur dengan posisi saling membelakangi, sehingga tidak merasa canggung.


Namun, tiba-tiba aku merasakan kasur bergoyang. Makura-san bergerak di atas kasur, dan tak lama kemudian, aku merasakan lengannya melingkari pinggangku. Sebuah sensasi lembut menekan punggungku, tubuhnya bersandar erat padaku.


“Makura-san!?”


Aku hampir panik saat menyebut namanya.


“A-ada apa?”


“Apakah ini yang kamu maksud dengan ‘tidur bersama’?”


“Iya! Ini yang disebut tidur bersama!”


Sepertinya, bagi dia, ini adalah definisi yang tepat.


Jadi... ini yang disebut tidur bersama...


Sebenarnya, aku pernah mengalami situasi serupa, hanya saja dalam posisi yang terbalik. 


Pada liburan musim panas yang lalu, ketika kami tidur bersama, dalam keadaan setengah tertidur, aku tanpa sadar memeluk Makura-san. Tentu saja, Makura-san yang saat itu tertidur pulas, tidak pernah menyadarinya, dan hal itu akan tetap menjadi rahasia yang aku bawa sampai mati.


Namun, siapa sangka, hari ini aku akan mengalami versi kebalikannya.


Makura-san kini memelukku erat. Aku bisa merasakan kening dan hidungnya menempel pada tulang belikatku.


Tubuhku menegang, aku tak bisa bergerak sedikit pun. Semua fokusku seolah tertuju pada punggungku.


Mengapa tubuh seorang perempuan bisa sehalus dan selembut ini? Terlihat begitu rapuh dan mungil, namun sama sekali tidak terasa keras atau bertulang.


Makura-san kemudian menarik selimut dengan satu tangannya, menutupi kami berdua. Udara di sekitar kami dengan cepat berubah menjadi hangat, berkat panas tubuh kami.


Setelah bergerak-gerak sebentar, akhirnya Makura-san berhenti. Sementara itu, aku tetap kaku, tidak bisa santai sedikit pun.


Di akhir, aku bisa merasakan genggaman kecil dari tangan Makura-san yang mencengkeram bajuku dengan erat.



“…Selamat malam, Gakudou-kun.”


“Ya, selamat malam.”


Diliputi oleh kebahagiaan yang luar biasa, aku memejamkan mata.


◆   ✧ ₊ ✦ ₊ ✧   ◆


Pov Makura Koiro

――Aku benar-benar melakukannya.


Aku benar-benar memintanya, dan kami akhirnya tidur bersama.


Sambil memeluk Gakudou-kun, berbagai pikiran berkecamuk dalam benakku.


Sebenarnya, aku pernah mencoba memintanya sebelumnya. Saat kami berbicara tentang tidur siang di kamarku. 


Namun, rasa malu menghalangiku, dan aku tak tahu apakah pantas untuk memintanya, jadi aku tidak pernah berani mengatakannya.


Namun kali ini, tiba-tiba aku bertindak begitu nekat... 


Apakah aku terlalu berani? 


Gakudou-kun terlihat sangat canggung, bukan?


Waktu itu, saat kami tidur bersama, Gakudou-kun memelukku erat-erat. Dia mungkin tidak ingat karena tertidur, tapi kehangatan dan kedekatan saat itu sangat sulit dilupakan.


Jadi, aku berpura-pura tidak tahu apa-apa tentang tidur berpelukan dan mencoba terlihat seolah-olah ini adalah hal yang biasa dilakukan, lalu aku memeluknya dari belakang.


Aku menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya.


Tenanglah, diriku.


Masih memeluk Gakudou-kun, aku menarik selimut hingga menutupi hidungku. Aku menggeliat sedikit, menyesuaikan tubuhku agar lebih nyaman di atas sprei.


…Hangat sekali.


Apakah Gakudou-kun bisa tidur?


Aku sempat khawatir tak bisa tidur karena gugup, tapi ternyata tidak seburuk yang aku kira.


Mungkin kehangatan selimut membantuku, tetapi yang lebih besar adalah perasaan aman yang luar biasa. Aku bisa mendengar napas Gakudou-kun yang perlahan mulai teratur.


――Selamat malam, terima kasih.


◆   ✧ ₊ ✦ ₊ ✧   ◆


Pov Gakudou Negoro

Saat aku membuka mata, cahaya terang memenuhi pandanganku. Aku menyipitkan mata karena terkejut oleh kecerahan tersebut.


Oh, sepertinya saat tidur, lampu kamar masih menyala.


“…………”


Pikiranku terasa sangat jernih. Berapa lama aku tidur?


Sambil merenungkan hal itu, aku perlahan membuka mata dan menoleh ke samping, dan tiba-tiba――


“Selamat pagi.”


Aku hampir mengalami serangan jantung.


Mata besar dan cerah milik Makura-san sedang menatap wajahku dari jarak yang sangat dekat.


“Se-selamat pagi.”


Saat tidur, aku ingat dia memelukku dari belakang, tetapi entah bagaimana pelukan itu terlepas. Sepertinya dia kini menatap wajahku dengan penuh perhatian.


“Apakah kamu bisa tidur?”


“Ya. Berkat napas seseorang, aku tertidur lelap.”


“Maaf, apakah aku mendengkur keras?”


“Tidak kok? Itu bukan dengkuran, hanya suara napas yang lembut. Sangat menenangkan.”


“Sejak kapan kamu bangun?” tanyaku.


“Beberapa saat sebelum kamu bangun, Gakudou-kun. Terima kasih atas pemandangan wajah tidurmu,” jawab Makura-san sambil tertawa kecil.


Aku merasa sedikit malu, jadi aku kembali berbaring menatap langit-langit. Dengan tangan meraba ke atas, aku mengambil ponsel yang tergeletak di dekat bantal. Layar menunjukkan pukul 18:10.


“Wow, untuk sekedar tidur siang, kita tidur cukup lama ya,” kataku.


“Hehe, ini benar-benar terasa seperti kemalasan total,” jawab Makura-san.


Aku melirik celah tirai dan melihat bahwa di luar sudah gelap. Biasanya, setelah tidur siang, sinar matahari terbenam masuk melalui celah itu.


Tapi ya, setidaknya Makura-san bisa tidur dengan nyenyak, itu yang terpenting.


“Kamu tadi bilang akhir-akhir ini susah tidur, kan?” tanyaku sambil masih menatap langit-langit.


“Iya, benar,” jawab Makura-san.


Dia juga bergeser, mengubah posisinya menjadi terlentang. Kemudian, dia mengangkat kepalanya sedikit dan meletakkannya kembali di bantal.


...Sepertinya jaraknya semakin dekat.


Di bawah selimut, tubuh kami saling bersentuhan. Kalau dipikir-pikir, ini benar-benar situasi yang luar biasa.


Namun, entah kenapa, rasanya sangat nyaman.


Berusaha terlihat tenang, aku melanjutkan percakapan seolah semuanya berjalan normal.


“Jadi, kamu benar-benar tidak bisa tidur sama sekali?”


“Ya. Aku baru bisa tidur saat subuh, dan tak lama kemudian alarm berbunyi. Karena aku harus ke sekolah.”


“Begitu... Tapi kondisi tubuhmu baik-baik saja?”


“Sejauh ini masih baik-baik saja. Saat aku masih menjadi idol, ada banyak hari di mana aku mendapatkan lebih sedikit waktu tidur.”


“Jadi kamu terlatih karenanya?”


“Benar sekali. Aku sudah terbiasa dengan latihan yang keras.”


“Seperti di acara TV: ‘Jangan coba-coba ini di rumah’ gitu?”


“Haha, iya. Oh, dan meskipun sulit tidur di malam hari, aku sering tertidur di ruang kesehatan sendirian.”


“Kamu mengisi kekurangan tidur di sana!? Itu tidak boleh!”


“Tapi itu ruang kesehatan, kan? Tempat untuk tidur.”


“Baiklah, tapi bagimu itu seharusnya tempat untuk belajar, bukan?”


“Hahaha.”


Makura-san tertawa sambil menggerakkan kakinya sedikit. Jari-jari kakinya yang dingin dengan lembut menyentuh punggung kakiku.


“Lalu... apa yang membuatmu sulit tidur itu karena Uyama-san?” tanyaku dengan nada hati-hati, mencoba melanjutkan percakapan tanpa kesan memaksa.


Aku tidak tahu pasti kapan tepatnya “akhir-akhir ini” yang dimaksud oleh Makura-san, tapi sejak semester baru dimulai, sudah cukup banyak waktu yang berlalu. 


Selain kembali ke sekolah, satu-satunya perubahan besar yang terjadi adalah kedatangan Uyama-san.


Makura-san, yang dulu hidup dengan lingkaran sosial yang sangat terbatas, tiba-tiba harus beradaptasi dengan kehadiran seorang gadis baru. Mungkin hal ini menjadi semacam guncangan bagi dirinya.


“Ya, benar. Sebenarnya, sejak sekolah dimulai, ada beberapa hari di mana aku sulit tidur. Tapi belakangan ini, yang membuatku tidak bisa tidur adalah karena memikirkan Kuruha-chan,” jawab Makura-san.


“Seperti yang kuduga...”


“Ya. Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu, Gakudou-kun.”


“Apa itu?” tanyaku sambil mengernyitkan dahi.


Makura-san mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel yang tergeletak di pinggir tempat tidur. Dia mengetuk layar beberapa kali dan menunjukkan ponsel itu kepadaku.


Sepertinya itu aplikasi SNS.


“...Shichininnokobitochan?”


Ternyata, itu adalah akun dari grup idol tempat Makura-san dulu tergabung.


“Iya. Baca ini,” katanya.


Aku menatap layar ponsel yang dipegang Makura-san dengan saksama.


“...Libur?”


Di sana tertulis informasi yang tidak terduga. Diumumkan bahwa salah satu anggota, Momomori Kuruha, tidak bisa hadir di sebuah acara karena masalah kesehatan. Makura-san menggulirkan layar untukku, dan muncul lagi pemberitahuan lain terkait Uyama-san yang serupa.


“Jadi... dia sudah sering absen dari pekerjaannya sejak beberapa waktu lalu?”


“Ya, sepertinya begitu. Tidak semua pekerjaannya, tapi beberapa di antaranya.”


“Jadi, dia sudah absen kerja dan malah sering datang ke kamarmu untuk main?”


“Aku tidak menyadarinya. Aku pernah merasa aneh karena dia sering datang ke sini, jadi aku mencoba bertanya. Waktu itu dia bilang, kalau ada pekerjaan di hari kerja, dia akan memprioritaskannya.”


Sekarang aku ingat, aku pernah menanyakannya juga. Tapi ternyata, kenyataannya adalah dia sering absen dari pekerjaannya.


Makura-san mematikan layar ponselnya dan melanjutkan pembicaraan.


“Sejak aku berhenti jadi idol, aku tidak pernah melihat SNS lagi. Karena itu, aku baru sadar soal ini sekarang. Aku memang sudah merasa ada yang aneh dengan Kuruha-chan, tapi baru tadi malam aku berani membuka akun resmi grup dan mengetahuinya.”


Ternyata, Uyama-san sering absen dari aktivitas idol-nya. Itu adalah fakta. Dan kemungkinan besar, alasannya berkaitan dengan apa yang pernah dia bicarakan saat kami berbincang.


“Andai saja aku bisa mendengarkan dia dengan baik...”


Makura-san bergumam pelan.


“Maksudnya?” tanyaku.


“Kuruha-chan datang menemuiku, sepertinya dia ingin membicarakan sesuatu. Tapi mungkin karena dia melihat aku juga punya masalah, dia tidak jadi mengatakan apa-apa. Dia anak yang sangat pengertian…”


Jadi, dia sebenarnya sudah menyadarinya.


“Aku seharusnya bisa menanyakannya lebih dulu. Tapi aku malah berpikir, bagaimana kalau masalah ini ada hubungannya dengan aku yang keluar dari grup? Atau mungkin aku yang sudah berhenti jadi idol tidak bisa melakukan apa-apa untuknya...”


“Begitu rupanya...”


Sepertinya sejak Uyama-san mulai sering datang ke sini, Makura-san sudah memikirkannya. Sampai-sampai membuatnya sulit tidur di malam hari. Tapi, dia sendiri belum benar-benar mengerti alasan Uyama-san datang menemuinya.


Aku ingin mencoba mencari solusi, jadi aku memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan ini.


“Waktu itu, sepulang dari sini setelah bermain, aku sempat bicara dengan Kuruha,” kataku.


“Eh? Serius?”


“Dia tiba-tiba bicara dari belakang. Kami sempat ngobrol tentang masa lalu. Ternyata, Uyama-san benar-benar mengagumimu, Makura-san.”


“Eh, dia bilang begitu?”


“Iya. Dia bilang awalnya dia adalah penggemar berat dari Kamakura Koyuna.”


“Iya, benar. Awalnya dia memang penggemarku—eh, aku sudah cerita ini kan sebelum kita ketemu Kuruha-chan?”


“Waktu kita beli es krim di minimarket, sebelum ketemu dia.”


“Itu benar-benar mengejutkan, ya.”


Makura-san tertawa kecil, tapi suasana langsung berubah setelah aku melanjutkan kalimatku berikutnya.


“Dia juga cerita soal kenapa dia memutuskan untuk jadi idol. Katanya, itu karena kamu yang bilang ‘Berjuanglah’. Kamu bilang, ‘Orang yang berjuang bisa jadi idol’, dan itu yang memotivasinya.”


“......”


Makura-san terdiam.


Aku menoleh ke arahnya dan melihat ekspresinya berubah serius. Dia menatap langit-langit dengan mata yang menyipit.


“’Berjuanglah', ya...”


Suara lirihnya bergema di dalam ruangan.


“Betapa kata itu terasa sangat tidak bertanggung jawab... Aku ingin meminta maaf…”


Nada suaranya penuh dengan penyesalan yang dalam.


“Maksudmu apa?”


Dari apa yang Uyama-san ceritakan, tidak ada yang tampak salah dari kata-kata yang diucapkan Makura-san. ‘Berjuanglah’—itu hanya ungkapan semangat, kan?


“Gakudou-kun, kamu sudah mendengar banyak dari Kuruha-chan, ya?”


“Uh, ya. Meskipun lebih banyak soal dirinya sendiri.”


“Begitu... Kalau begitu, maukah kamu mendengar ceritaku juga?”


Makura-san menoleh padaku, dan saat pandangan kami bertemu, rambut depannya jatuh mengikuti gravitasi.


“Tentu. Ceritakanlah.”


Saat aku menjawab, Makura-san kembali menatap langit-langit dan mulai bercerita perlahan.


“Aku juga, seperti Kuruha-chan, awalnya hanyalah seorang penggemar idol. Bedanya, aku memutuskan untuk mengejar mimpi menjadi idol sendiri. Aku memang sudah suka menyanyi dan menari sejak kecil, dan aku merasa ini satu-satunya hal yang ingin aku lakukan.”


Makura-san mulai bercerita tentang masa lalunya, sebelum dia menjadi idol. Ini pertama kalinya aku mendengarnya.


“Waktu itu, aku masih kelas tiga SD, mungkin. Keluargaku tidak terlalu mampu secara finansial, jadi aku belajar menari dan menyanyi secara otodidak. Aku menggunakan ponsel orang tuaku untuk menonton video, lalu aku hafalkan gerakannya dan lirik-liriknya.”


“Wah, kamu sudah memulainya sejak kecil, ya?”


“Iya. Aku sering menari di ruang sempit di apartemen, sampai-sampai sering dimarahi. Katanya, debunya beterbangan kemana-mana.”


Makura-san tertawa kecil, mengenang masa lalu dengan gembira.


“Akhirnya, usahaku mulai diakui ketika aku duduk di kelas lima SD. Diakui oleh keluargaku, sih. Sebagai hadiah Natal, aku diizinkan ikut sekolah tari. Aku juga mulai mengikuti pelatihan vokal. Aku belajar dengan giat dan terus mengasah kemampuanku. Aku yakin, semua ini pasti berguna suatu hari nanti. Aku bahkan berhenti menghafalkan koreografi lagu-lagu idol, dan fokus pada dasar-dasar tarian.”


Uyama-san pernah berkata bahwa dalam hal penampilan fisik, suara, dan kemampuan menari, Makura-san adalah idol terbaik.


Itu tampaknya adalah hasil dari kerja kerasnya sejak kecil.


“Setelah masuk SMP, aku bergabung dengan sebuah agensi dan mulai beraktivitas sebagai idol Underground. Pada awalnya, kami tidak menggunakan nama ‘Shichininnokobitochan’, dan anggotanya hanya tiga orang. Namun, saat itu, kami melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk menarik lebih banyak penonton. Jika aku bisa menarik perhatian meskipun hanya seorang diri, itu bisa membantu menambah jumlah penonton grup. Meskipun aku yang termuda, aku memutuskan untuk bekerja lebih keras, jadi aku berusaha untuk menjadi idol yang sesuai dengan harapan setiap penonton. Saat menjadi idol Underground, jarak antara kami dan penonton cukup dekat, jadi aku bisa melakukan hal itu.”


Kehidupan yang dia jalani jauh di luar imajinasiku. Makura-san yang seharusnya tidur di sampingku terasa sangat jauh.


“Sejak saat itu, semakin banyak orang di sekitarku yang bilang untuk berjuang. Aku merasa berjuang adalah hal terpenting. Aku berusaha sebaik mungkin.”


“Kamu menjalani hari-hari yang sangat sulit, ya…”


“Iya, memang. Tapi ya, semua itu juga tidak ada artinya. Karena pada akhirnya, aku berhenti.”


Makura-san mengeluarkan senyuman sinis.


Aku teringat saat Makura-san pernah bilang, “Kamu tidak perlu berjuang.” Ternyata itu adalah suara yang tulus, berdasarkan pengalaman pribadi. Dia benar-benar tidak perlu memaksakan diri untuk berjuang. Dia bisa saja merusak dirinya sendiri. Ada kemungkinan semua usahanya bisa berakhir dengan sia-sia.


Kata-kata ‘berjuanglah’ yang pernah dia ucapkan kepada Uyama-san, yang saat itu adalah penggemarnya, mungkin juga bukan sekadar omong kosong belaka. Makura-san sudah tahu betapa beratnya usaha yang sesungguhnya. 


Kata-kata ‘berjuanglah’ memiliki makna yang sangat dalam. Hanya orang yang telah berjuang hingga batas kemampuannya yang bisa menjadi idol.


Saat ini, Makura-san menyesali kata-kata tersebut sebagai sesuatu yang tidak bertanggung jawab.


Namun, aku berpikir.


Uyama-san telah mampu mengatasi beratnya kata-kata tersebut dan sekarang dia benar-benar menjadi idol.


“...Uyama-san bilang, dia berterima kasih kepadamu.”


Makura-san mengeluarkan suara pendek, “Eh?”


Aku mulai merangkai kata-kata sambil mengingat kembali perbincangan malam itu di tempat parkir yang gelap.


“Dia bilang, dia senang bisa mendengar kata ‘berjuanglah’. Berkat itu, dia bisa melihat pemandangan yang indah.”


Aku mendengar suara napas Makura-san tertahan.


“Seorang penggemarmu berhasil meraih impiannya dan menjadi seorang idol, itu semua berkat Makura-san. Uyama-san bilang, pemandangan yang dia lihat sebagai idol adalah harta paling berharga dalam hidupnya.”


“...Benarkah?”


“Iya.”


“...Begitu, ya. Baiklah… Kalau begitu… aku ikut merasa senang.”


Makura-san perlahan-lahan bangkit dari tempat tidur. Aku pun menyesuaikan diri dan juga duduk.


Sepertinya ekspresinya sedikit melunak, seolah beban di pundaknya berkurang.


“Aku juga berterima kasih kepada Kuruha-chan.”


“Oh?”


“Dulu, saat masih menjadi idol Underground, ada seorang gadis yang sering mengirim pesan dukungan melalui SNS. Setiap kali aku menulis sesuatu, dia selalu merespon, merasa terkejut, senang, dan mendukungku. Aku mengira dia seumuran atau lebih tua dariku, jadi aku tidak menyangka gadis kecil yang datang ke konserku itu adalah dia. Setelah Kuruha-chan debut, aku langsung tahu bahwa akun itu adalah miliknya.”


“Wah, ternyata ada cerita seperti itu antara Uyama-san dan Makura-san, ya.”


“Ya. Karena itu, aku sangat terbantu. Di masa-masa sulit ketika penonton sedikit, ada saat-saat di mana aku berusaha keras untuk mendapatkan dukungan dari gadis itu. Aku ingin dia melihat pemandangan ketika ruangan mulai terisi, jadi aku mengunggah foto dan ingin dia ikut senang. Pada masa itu, itu benar-benar menjadi satu-satunya motivasiku untuk berjuang.”


Makura-san menarik bantalnya, memeluknya, dan menaruh dagunya di atasnya sambil tersenyum nostalgis.


“Ada tanggung jawab karena aku telah menariknya ke dunia ini... Jika Kuruha-chan sekarang sedang merasa bingung dan terhenti di suatu jalan, aku ingin membantu jika ada yang bisa aku lakukan.”


Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Makura-san itu, aku merasakan gelora yang menggebu dalam diriku.


Aku juga ingin melakukan sesuatu untuk mereka.


Dan aku memiliki petunjuk untuk melakukan itu.


Setelah mempertimbangkan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat, aku memberanikan diri untuk membagikannya kepada Makura-san.


“Uyama-san bilang, dia ingin melihat Makura-san bersinar sekali lagi. Dia ingin menjadikan itu sebagai panduan untuk berjuang lagi.”


Aku menjelaskan alasan Uyama-san mengunjungi kamar Makura-san, dan bagaimana perasaannya. Aku menduga, itulah salah satu alasan mengapa dia sering absen dari pekerjaannya.


Aku berpikir untuk menyerahkan keputusan ini kepadanya. Dalam hubungan mereka yang telah terjalin, posisiku terasa seperti orang luar.


Namun, aku ingin membantu.


Ternyata, Makura-san memberikan jawabannya dengan cepat.


“apakah ada cara yang bisa kulakukan untuknya, Gakudou-kun?”


Aku menatap mata Makura-san dan mengangguk.


“Biarkan aku memikirkannya bersamamu—”
















Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !