Kurasu de Nibanme ni Kawaii Onnanoko to Tomodachi ni Natta Prolog V6

Ndrii
0

Prolog




“Kakiiin!” 


Suara pukulan keras itu menggema di bawah langit cerah.


Hari Minggu pertama di bulan Juli, kami pergi ke sebuah stadion daerah sekitar untuk satu tujuan—mendukung teman kami, Nozomi, yang sedang bertanding. 


Pertandingan ini adalah babak pertama kualifikasi menuju turnamen nasional musim panas. Dari tribun penonton, kami berempat melihat Nozomi yang mengenakan seragam bernomor punggung 10, menaiki gundukan pitcher. Meski bukan pemilik nomor punggung 1, dia tetaplah seorang ace sejati di tim ini, meskipun ia baru duduk di kelas 2.


“Semangat, Seki-kun! Ayo pukul bolanya!”


“Yuu, kita lagi main bertahan sekarang, bukan giliran memukul.”


“Eh, iya, ya? Tapi pokoknya, semangat semuanya!”


“Oi, Seki! Jangan bikin malu di depan Yuu!”


Dari tribun penonton, teriakan dukungan terus terdengar, tapi Nozomi tetap fokus pada lawannya di lapangan. Dengan wajah serius, dia masuk ke posisi pelempar.


“Ayo, Nozomi!” Aku juga ikut berseru.


Hampir bersamaan dengan teriakanku, Nozomi melontarkan lemparan pertamanya. Bunyi mit yang menangkap bola terdengar jelas—itu strike. 


Meski aku tidak terlalu paham tentang baseball, aku bisa merasakan kekuatan lemparannya berbeda. Jauh lebih kencang dibanding bola-bola di batting center tempatku biasa berlatih. Dari arah pendukung tim lawan, terdengar suara kagum.


“Nozomi memang hebat... Meski kalau lagi bareng kita, dia lebih sering jadi bahan bercandaan,”


Ini pertama kalinya aku melihat Nozomi bertanding langsung, dan dia terlihat sangat keren di lapangan. Tubuhnya tinggi dan atletis, setiap gerakannya saat melempar tampak sempurna.


Selama ini, Nozomi selalu terlalu fokus pada baseball, dan karena sifatnya yang canggung soal cinta, dia belum pernah punya pacar. 


Tapi, kurasa, kalau serius mencarinya, pasti ada banyak gadis di sekolah yang menyukainya. Hanya saja... mereka bukan Amami-san.


“Kenapa mendadak melamun, Maki? Ada yang kamu pikirkan?” tanya Umi di sebelahku.


“Ah, iya... Aku cuma kepikiran, kadang cinta enggak berjalan semulus yang kita kira. Lihat Nozomi, dia sehebat ini, tapi...”


“Yah, begitulah. Nozomi memang hebat, tapi ‘sang putri’ kita itu tantangan yang jauh lebih besar.”


“Benar juga.”


Amami-san ikut memberi dukungan dengan ceria dari dekat kami, tapi sejauh ini dia hanya melihat Nozomi sebagai teman. Bahkan, jika dipikir-pikir, sudah cukup bagus bisa sampai di titik ini—dan itu pun berkat dorongan kami bertiga. Jika itu Nozomi sendiri, Nozomi mungkin tidak akan pernah bisa mendekat sejauh ini.


Amami-san juga, katanya belum tertarik pada siapa pun sebagai pasangan. Bukan berarti dia tak bisa mengagumi atau menghormati orang, tapi itu berbeda dari perasaan cinta. 


Bahkan Umi, sahabat terdekatnya, tak tahu kapan Amami-san akan merasakan cinta pertamanya.


Tapi mungkin, aku harus berhenti mengkhawatirkan orang lain. Yang lebih penting adalah bagaimana aku bisa membuat gadis di sebelahku ini bahagia.


“Umi, sebenarnya...”


“Hm? Ada apa?”


“Aku ingin bilang sesuatu... tapi, mungkin nanti saja, saat kita sudah di rumah.”


“Maki!!” Suaranya terdengar sedikit mengancam.


“Iya...”


Baik itu musim dingin ataupun musim panas, kami berdua tetap sama—atau mungkin, sedikit lebih dekat. Meski butuh waktu sebelum kami benar-benar menjadi pasangan, aku tahu perasaan kami satu sama lain kini lebih kuat daripada sebelumnya.


“Umi... Sebenarnya...”


“Ya?”


“Sebelum aku mengatakannya, ada apa dengan dua orang di sebelah kamu berbisik-bisik terus?”


Mendengar ucapanku, Amami-san dan Nitta-san yang duduk di sebelah Umi langsung terdiam kaku.


“Jangan hiraukan kami! Teruskan saja percakapan kalian,” kata Nitta-san cepat.


“Be-benar, lanjutkan saja,” sambung Amami-san terbata-bata.


“Kenapa bahasa kalian jadi aneh gitu?” Umi menghela napas. 


“Ayo, kita di sini buat dukung Seki, kan? Kembali fokus ke pertandingan.”


“…Kamu sendiri enggak pantas bilang begitu, Asanagi. Pokoknya, kalian berdua juga cepat selesaikan urusan kalian dan balik dukung Nozomi-chin. Ingat, tujuan kita hari ini buat dukung teman kita, bukan buat pacaran,” ujar Nitta-san dengan nada tajam.


“Nitta-san, cara bicaramu kejam seperti biasa, ya...” keluhku.


Sementara Nozomi terus bekerja keras menambah out untuk timnya, aku malah sibuk menggoda pacarku alih-alih fokus memberi dukungan. Kalau dipikir-pikir, sikap ini jelas terlihat buruk. Sepertinya aku harus menahan diri sampai kami pulang nanti.


Tapi bagaimanapun, hari ini aku ingin jujur dengan perasaanku pada Umi.


“Umi,” panggilku.


“Ya?”


“Kamu hari ini… kelihatan sangat cantik.”


“katakan lagi dong.”


“Eh? lagi? Umm... Uhh...”


“Haha, bercanda kok. Tapi, makasih ya, Maki... Hehe.”


Musim panas baru saja dimulai, tapi kami berdua sudah dalam kondisi puncak—setidaknya dalam urusan perasaan.















Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !