Kurasu de Nibanme ni Kawaii Onnanoko to Tomodachi ni Natta Prolog V5

Ndrii
0

 Prolog




Sudah sebulan sejak semester baru dimulai. Saat aku dan Umi mulai terbiasa dengan lingkungan baru, sejenak waktu istirahat pun datang.

 

Golden Week—yang berlangsung dari akhir April hingga awal Mei—memberi kami waktu untuk beristirahat, meski ada beberapa hari kerja di tengahnya, tetap saja rasanya lebih ringan.

 

Dan hari ini, adalah waktu setelah jam sekolah di hari terakhir sebelum libur panjang di akhir bulan, menjelang Golden Week. Waktu yang benar-benar tanpa beban, di mana tak perlu memikirkan esok hari, benar-benar momen yang tak terkalahkan.

 

“──Umi, bagaimana? Sudah memutuskan mau membeli yang mana?”

 

“Maki──hmm, aku sudah mengurangi pilihan menjadi dua, tapi masih bingung mau pilih yang mana.”

 

“Begitu ya. Tapi kalau begitu, kenapa tidak beli keduanya saja? Lagipula, kita tidak menetapkan anggaran khusus, kan?”

 

Tidak, tidak boleh. Kalau aku membeli keduanya, nanti aku harus memakan keduanya juga. Oh, atau mungkin kamu punya hobi aneh dan ingin melihatku menjadi gemuk setelah liburan?”

 

“Tidak, aku tidak punya hobi aneh seperti itu…”

 

Di sebuah minimarket dekat rumah, aku dan Umi sedang memilih camilan untuk menemani film yang baru saja kami sewa. Pilihannya antara keripik kentang atau pretzel dengan cokelat yang melimpah... Memang keduanya cukup tinggi kalori, tapi aku merasa tidak dalam posisi untuk menyarankan agar dia mengurangi camilan. Yah, seperti yang dia bilang, meskipun Umi jadi gemuk, dia tetap imut di mataku.

 

“Ngomong-ngomong, kamu sudah pilih minuman? Kamu kan baru saja diangkat jadi Menteri Minuman.”

 

“Ya, ini.”

 

“Craft cola, ya. Pilihan yang menarik... meskipun kadang-kadang memang ada saat-saat di mana aku sangat ingin meminumnya. Baiklah, kalau begitu, biar seimbang, aku pilih keripik kentang saja. Sungguh, aku pacar yang luar biasa bisa menoleransi kebebasanmu ini, bukan begitu, Maki?”

 

“...Itu kalimat yang tidak bisa aku sangkal, kan?”

 

Meskipun begitu, tak bisa dipungkiri kalau Umi adalah pacar yang luar biasa bagiku. Selera kami dalam makanan sangatlah cocok, cara berpikir kami mirip, dan aku merasa nyaman bersamanya. Dan dia sangat cantik.

 

Ketika kami baru mulai berpacaran, aku tidak terlalu merasakan hal ini, tapi semakin banyak waktu yang kami habiskan bersama, semakin aku menyadari betapa beruntungnya diriku bisa menjalin hubungan dengan Umi. Sulit menemukan gadis seperti dia di sekitar sini.

 

Saat aku memikirkan hal itu, tiba-tiba muncul keinginan untuk lebih dekat dengannya. Sekarang kami sedang di dalam toko, dan kebetulan tidak ada pelanggan lain. Sedikit tidak masalah, kan?

 

“...Umi, bolehkah aku menggenggam tanganmu?”

 

“…”

 

Umi terdiam sejenak, tampak bingung, tapi kemudian senyum mulai muncul di wajahnya ketika dia memahami maksudku.

 

“…Hihihi~”

 

“Apa sih? Ini wajar. Karena kita pacaran.”

 

“Ya, boleh kok. Tapi hari ini kamu jadi manja banget, ya~ Mau sekalian aku elus-elus kepalamu?”

 

“Yang itu… tidak perlu, deh.”

 

“Fufu, tidak usah sungkan.”

 

Dengan senyum usil, Umi memeluk lenganku erat, hingga aku bisa merasakan kehangatan tubuhnya melalui seragamnya, membuat jantungku berdebar sedikit lebih kencang.

 

“...Sebenarnya aku hanya ingin menggenggam tanganmu saja.”

 

“Benarkah? Tapi aku pikir kamu lebih suka seperti ini. Kalau tidak suka, aku bisa berhenti.”

 

“Tidak, seperti ini juga tidak masalah.”

 

Baru setelah itu aku menyadari ada pegawai toko yang berada tak jauh dari kami. Tapi, sudah terlanjur begini, baik aku maupun Umi tak bisa berhenti bercanda satu sama lain.

 

Aku mendengar suara desahan dan mungkin gumaman dari pegawai muda itu, membuatku merasa sedikit bersalah di dalam hati.

 

...Maaf, kami memang pasangan yang bodoh.

 

Setelah puas dengan bercanda dan bermesraan, kami menyelesaikan pembayaran dan menuju ruang tamu kediaman keluarga Maehara, tempat biasa kami berkumpul.

 

Seperti yang sudah dijanjikan saat pertandingan kelas beberapa hari lalu, semua waktu luangku selama liburan ini akan aku dedikasikan untuk Umi seorang. Jika Umi ingin bersantai di rumahku seperti biasa, aku akan menemaninya. Jika dia ingin berdandan dan pergi berkencan di pusat kota, aku akan dengan senang hati menemaninya berkeliling hingga dia puas.

 

Hari ini adalah waktu yang kami gunakan untuk mendiskusikan detail rencana itu.

 

“Umi, selama dengan liburan ini, Apakah kamu punya rencana dengan orang lain? Mungkin dengan Amami-san, Nitta-san, atau ada urusan keluarga?”

 

“Semua aman. Aku sudah bertanya, dan ternyata Yuu akan pergi ke rumah neneknya. Dia bahkan akan absen pada hari-hari kerja di tengah liburan. Karena Yuu sibuk seperti itu, Nina juga bilang dia akan bermain dengan teman-teman lainnya.”

 

“Oh, begitu. Neneknya Amami-san itu yang tinggal di luar negeri, kan?”

 

“Benar, dari pihak ibunya. Sebenarnya, rencana pergi ke sana sudah ditetapkan sejak tahun lalu. Yuu juga sudah menantikannya. Mungkin sekarang dia sedang sibuk menyiapkan barang-barang.”

 

Mendengar tentang luar negeri, yang merupakan tempat yang terasa asing dan jauh bagiku, membuatku merasa cemas. Namun, aku yakin Amami-san bisa mengatasi itu dengan bahasa tubuh dan cara lain.

 

Luar negeri memang bukan tempat yang akrab bagiku, tapi siapa tahu suatu saat nanti aku punya kesempatan untuk pergi ke sana. Mungkin karena pekerjaan di masa depan, atau bahkan, untuk sesuatu yang lebih… Tapi, itu mungkin terlalu jauh untuk dipikirkan sekarang.

 

“Tapi ya, liburan memang waktunya begitu, kan?”

 

“Ah… maaf, Maki. Jadi mengingatkanmu pada hal-hal yang aneh, ya?”

 

“Tidak apa-apa. Orang tuaku tidak membenciku, hanya saja belum ada kesempatan yang tepat. Lagipula, kamu sendiri juga jarang cerita soal keluargamu, kan?”

 

“Ah… ya. Aku mengatakannya karena kamu pacarku, tapi hubungan di rumahku juga tidak terlalu baik. Kamu mungkin sudah sedikit mendengarnya; orang tuaku menikah sangat muda, bukan? Nah, itulah yang menjadi masalah.”

 

“Oh… iya, aku ingat.”

 

Kalau tidak salah, dalam ingatanku, Daichi-san menikah saat masih muda, mungkin saat masih sekolah, dan Sora-san juga mengalami kehamilan dan melahirkan dalam waktu singkat, jadi mungkin itu yang menjadi penyebab masalahnya. Kadang-kadang, aku ingat pernah mendengar Sora-san mengeluh tentang masalah dengan mertuanya.

 

“Jadi, ayah masih sibuk dengan pekerjaannya, dan ibu juga tidak mengatakan apa-apa, jadi selama liburan aku bebas. Maki, kamu pasti senang, kan, bisa terus bersama pacar yang imut? Senang, kan? Kalau tidak senang, aku tonjok kamu!”

 

“Kenapa tiba-tiba jadi mengancam, sih…”

 

Sebenarnya, aku hanya berpikir, ‘Apa aku terlalu egois dengan memonopoli waktu Umi dan mengabaikan orang lain…?’ Tapi kalau itu sudah jelas tidak masalah, maka tidak ada masalah lain.

 

Sejak kami masuk ke tahun kedua dan berada di kelas yang berbeda, kami harus mengimbanginya dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersama di tempat lain. Memang, pekerjaanku di paruh waktu akan lebih sibuk selama liburan, jadi aku harus masuk beberapa shift. Namun, di luar itu, aku ingin menghabiskan sebanyak mungkin waktu bersama Umi.

 

“Hmm, jadi sementara ini, kita berdua aman soal rencana Golden Week... Jadi, yang tersisa hanyalah ‘itu’…”

 

“Iya. Sepertinya, itu yang paling menantang.”

 

Rencana liburan musim semi kami memang sudah dipastikan akan dipenuhi dengan kebersamaan bersama Umi, tetapi masih ada satu hal yang harus kami putuskan. Aku mengambil majalah perjalanan yang ada di dalam kantong plastik bersama camilan dan minuman yang kami beli tadi, dan meletakkannya di atas meja.

 

Rencana untuk pergi berlibur berdua, tanpa gangguan siapa pun.

 

Satu bulan yang lalu, saat pergantian kelas, aku berjanji pada Umi yang merasa sedih karena kami terpisah. Rencana ini muncul secara spontan, namun persiapannya sudah berjalan dengan lancar.














Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !