Di Antara Tirai 3
[Chiaki : Fotonya bagus!]
[Yuno : Keren banget! Bisa
disimpan selamanya?]
[Kakeru : Bisa milih
bingkainya juga ya. Aplikasinya lumayan juga.]
Pesan-pesan itu muncul di
ponsel Chiaki.
Selain pesan, hanya ada
foto perosotan dengan semua orang tersenyum lebar.
(Mungkin sudah lama sekali
sejak Seiji-kun tersenyum seperti itu...)
Jika T&N yang
kuusulkan dapat membuat senyum itu, aku merasa senang.
Ada hal yang ingin
kukatakan tentang pemilihan ketua OSIS, tapi untuk saat ini akan kulupakan
saja.
“Fuuh”
Bersandar di kursi putar
dengan pakaian rumah.
Kamarnya—jujur saja
berantakan. Komik, game, pakaian, dan perlengkapan make up yang berserakan membuat
kamarnya sangat tidak rapi.
Baru-baru ini setelah
melihat kamar Seiji, aku menyadari bahwa aku cukup jorok.
Meja di depanku sama
berantakannya.
Berserakan buku yang baru
di baca, dokumen sekolah, bungkus makanan, suplemen, mengitari komputer yang
berada di tengah.
Ditambah lagi dengan
tumpukan foto yang baru kudapatkan.
(Mari lihat lagi apakah
ada foto yang bisa digunakan)
Setelah meletakkan ponsel,
aku mengoperasikan komputer dan menampilkan beberapa foto.
Foto masa kecilku yang
diminta dari orangtua untuk T&N.
Memang kebanyakan hanya
fotoku sendiri, tidak banyak yang bersama Seiji dan lainnya.
Foto perosotan sangat
cocok untuk T&N, tapi sepertinya tidak ada bahan lain selain itu.
Setelah mengalihkan data
ke folder lain, kutelusuri tumpukan foto yang sudah dicetak.
(Kalau tidak salah,
Yuu-chan pindah sekolah tak lama setelahnya. Kami mulai berpisah antara anak
laki-laki dan perempuan, lalu masuk SMP...)
Melihat foto-foto ini
membuatku mengingat masa itu secara alami.
Meski kami teman masa
kecil, ada masanya kami tidak seakrab itu.
Bukan karena Yuno pergi,
tapi karena perubahan jarak yang alami akibat bertumbuh dewasa.
(Waktu itu ayah Seiji-kun
baru meninggal, jadi dia agak sulit didekati...)
Dengan situasi seperti
itu, tidak ada fotoku bersama Seiji atau Kakeru dari masa SMP.
“...”
Tiba-tiba tanganku
berhenti.
Jariku yang membuka
tumpukan foto cetak terhenti di satu foto.
[Kakeru : Senpai, ada tips
untuk mengambil foto seperti ini?]
[Aya : Ada dong. Nanti aku
ajarin]
[Yuno : Aku juga mau
diajarin!]
[Seiji/Hati-hati, nanti
kalau terlalu jago malah direkrut jadi pengurus klub fotografi lho]
[Aya : Aduh, kamu ngebongkar
rahasianya!]
Pesan-pesan bermunculan di
layar ponsel di meja.
Seperti waktu yang mulai
bergerak lagi setelah terhenti, jariku meraih satu foto dari tumpukan itu.
"..."
Aku bangkit dari kursi
tanpa berkata apa-apa.
Menuju ke sudut kamar,
menyingkirkan pakaian yang berserakan dengan kaki, lalu menarik kotak dari rak.
—Sekotak obat nyamuk
bakar.
Kotak berisikan spiral
yang biasa dimasukkan ke dalam patung babi khas musim panas di Jepang.
Di dalamnya ada sisa obat
nyamuk dari musim panas lalu, juga alas abu dan korek api untuk menyalakannya.
Aku letakkan alas di
lantai dan mengambil korek api—
Lalu membakar foto itu.
Sebuah foto dua
gadis.
Seorang gadis berambut dengan
warna mencolok dan seorang gadis berambut hitam biasa.
Bagian tepi foto mulai
kehitaman dan terbakar, api kemerahan merayap melahapnya.
Kubiarkan foto itu di alas
batu untuk mencegah kebakaran, lalu membuka jendela untuk mengeluarkan bau
hangus.
Foto yang telah berubah
menjadi lilin yang cacat itu dengan cepat mulai mengecil ukurannya.
Sudah tidak ada jalan
untuk mengembalikannya. Satu bukti kenangan lagi berubah menjadi abu yang tak
terbalikkan.
Dan Chiaki terus
memandangnya dengan tenang sepanjang proses itu.
Nyala api yang tersisa
memantul di matanya yang meredup dan gelap, hingga akhirnya padam tanpa suara.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.