Sukina ko no shinyu ni hisoka ni semararete iru Chapter 6

Ndrii
0

 Bab 6

Misa Yosaki?


Pov Misa Yosaki

 

Sejak kecil, aku tidak pernah bisa menyukai diri sendiri. Meskipun keluarga ku bukan dari latar belakang keluarga terhormat, mereka cukup berada dan memberi ku kesempatan untuk bersekolah di SD swasta yang terkenal hingga SMA.

 

Ketika dijanjikan bahwa di sana akan ada anak-anak yang berbakat, aku merasa senang. Namun, kenyataannya tidak seperti itu.

 

Apa yang aku lihat di sana adalah teman sekelas yang merendahkan orang lain dengan mengabaikan kekurangan dirinya sendiri. Aku merasa jijik dengan sikap sok tahu mereka yang tidak melihat kekurangan mereka sendiri dan sikap mereka yang agresif terhadap orang lain.

 

Namun, teman-teman sekelas itu tampak bahagia dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hanya aku yang tidak bahagia.

 

Aku mulai berpikir bahwa mungkin masalahnya ada pada diriku sendiri. Aku juga mulai membenci diri sendiri karena hanya bisa melihat teman sekelas dengan pandangan yang dingin.

 

Aku merasa bahwa aku harus mengubah keadaan ini, jadi aku memohon kepada ayah dan ibu untuk pindah ke SMP negeri setempat. Tanpa terduga, orang tua ku tidak menentang dan mereka mengabulkan permohonanku.

 

Ketika aku  berpikir kembali, sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Mereka selalu memikirkanku dengan baik. Aku hanya bisa berterima kasih kepada mereka.

 

Aku berpikir bahwa jika lingkungan berubah, orang-orang di sekitar juga akan berubah. Manusia merupakan produk dari lingkungan. Jadi, aku berpikir bahwa aku juga bisa berubah. Namun, pada akhirnya, harapanku terkhianati dan dasar manusiawi orang-orang tetap tidak berubah, meskipun topik pembicaraan dengan teman sekelas berubah secara drastis. Aku tetap menjadi orang yang terlalu lembut pada diri sendiri dan terlalu keras pada orang lain.

 

Meskipun aku berbicara dengan teman sekelas, aku tidak dapat memiliki teman yang benar-benar dekat hingga aku menjadi siswa kelas 3. Aku menyesal bahwa segala sesuatunya menjadi seperti ini dan berpikir bahwa aki seharusnya tetap melanjutkan ke sekolah yang sama seperti sebelumnya.

 

“Hei, Yosaki-san, kan?”

 

Ketika aku masuk ke ruangan kelas yang baru, seorang anak laki-laki di kelas itu mendekatiku. Aku tidak mengenalnya dan tidak pernah berbicara dengannya sebelumnya.

 

“Ya. Kamu siapa?”

 

“Aku ...”

 

Siapa namanya ya? Aku bahkan tidak bisa mengingat satu huruf pun dari namanya.

 

Dia terlihat seperti anak yang suka berlebihan dan mengumpulkan banyak teman sekelas untuk tertawa dengan suara keras.

 

“Hei, ke sini!”

 

Dia berkata begitu dan mengajakku dengan isyarat tangannya. Di tempat yang dia tunjukkan, ada seorang anak laki-laki yang tampak tidak bersemangat. Anak laki-laki itu datang ke sini sesuai dengan permintaannya dan dia dipaksa untuk melakukan tiruan yang terlihat konyol.

 

Orang-orang di sekitar menertawakannya karena kualitas tiruannya yang rendah.

 

“Membosankan.”

 

Tiba-tiba, kata-kata tulus keluar dari mulutku.

 

Bukan hanya tiruannya yang membosankan, tetapi juga teman sekelas yang tertawa bersama dengannya tanpa menunjukkan perlawanan apa pun dan anak laki-laki ini yang hanya ikut-ikutan. Semua itu membuat ku merasa bosan.

 

Anak laki-laki yang suka berlebihan itu berubah sikap menjadi mencoba mengambil hatiku. Perubahan sikapnya sangat bertolak belakang dengan sikap sebelumnya. Sungguh membosankan.

 

Orang-orang di sekitar juga terlihat bingung tentang apa yang seharusnya mereka lakukan. Beberapa gadis meliriknya dengan tatapan “Jangan sombong.” Siapa sebenarnya yang sombong?

 

Di tengah kebingungan itu, matanya terus menatapku dengan tulus. Matanya yang tadinya buram, perlahan-lahan memancarkan cahaya.

 

Dia berubah sejak hari itu. Tentu saja, aku tidak tahu banyak tentang dirinya sebelumnya, tetapi dia berubah menjadi sosok yang berbeda dari kesan pertama yang aku dapatkan. Pertama-tama, dia mengajak dua orang teman laki-laki sekelas untuk berbicara dengannya. Aku melihat kejadian itu dari jauh. Awalnya mereka terlihat canggung satu sama lain, tetapi mereka mulai tertawa bersama secara alami.

 

Melihat itu, senyum tak terhindarkan muncul di wajahku.

 

Aku yang pertama kali tertarik pada teman sekelas, meskipun aku bahkan tidak mengingat nama anak-anak yang berada di kelas yang sama tahun lalu, aku hanya mengingat nama dia.

 

Rento Seko-kun. Itu namanya.

 

Seko-kun, yang awalnya berbicara dengan anak laki-laki lain dengan sukarela, suatu hari, akhirnya mengajakku bicara.

 

"Ya, Yajaki!"

 

Meski itu hanya kata-kata pendek, dia masih tergagap, dan jelas dia sangat gugup. Hal itu entah bagaimana tampak menggemaskan. Aku belum pernah merasakan emosi seperti itu terhadap seorang teman sekelas sebelumnya.

 

Sejak hari itu, kami mulai berbicara. Awalnya, percakapan itu kaku, tapi perlahan-lahan tawa alami terdengar di antara kami.

 

Pada suatu saat, aku menyadari bahwa aku mulai menantikan pergi ke sekolah dan menyadari bahwa aku telah berubah sedikit.

 

Seko-kun yang bisa berubah. Dengan berada di dekatnya, aku yakin, aku juga bisa berubah. Inilah waktunya.

 

Dan, secara pribadi, aku menyukai waktu yang kuhabiskan dengannya. Namun, itu adalah sesuatu yang tidak bisa aku beritahukan kepadanya. Ini bukan soal 'tidak ingin', tapi 'tidak bisa' memberitahu - sebuah pengalaman baru yang membuatku senang secara rahasia.

 

Waktu kami di SMP bersama memang singkat. Namun, jika kami bersekolah di SMA yang sama, kami akan mendapatkan tambahan tiga tahun lagi.

 

Selama konsultasi tiga arah sebelum ujian masuk, aku mengecek arah kariernya. Kemudian aku memberi tahu guru pembimbing dan orang tua ku bahwa aku ingin bersekolah di SMA yang sama dengannya.

 

Namun, aku tidak memberi tahukan itu kepada Seko-kun. Aku takut karena malu tetapi aku juga ingin melihat bagaimana dia akan terkejut ketika aku memberi tahu dia setelah ujian, bahwa kami akan bersekolah di SMA yang sama.

 

Pada akhirnya, dia memberikan tanggapan paling keras di tempat pengumuman hasil kelulusan. Aku mendapati diriku menghargai dia karena itu.

 

Dan pada hari pertama masuk SMA, aku, yang telah diakui perasaannya olehnya, sangat terkejut atas dua hal.

 

Pertama, aku sama sekali tidak menyadari bahwa dia menyimpan perasaan terhadapku. Aku pikir ini karena aku tidak tahu banyak tentang cinta, tapi aku pikir juga karena aku tidak baik dalam memahami orang lain.

 

Kedua, aku terkejut karena dia telah berubah hingga mampu mengungkapkan perasaannya kepada orang lain. Aku mendengar bahwa mengaku membutuhkan keberanian. Aku terinspirasi oleh pertumbuhan yang ia perlihatkan bisa menghadapi itu.

 

Namun, jawabanku sudah pasti.

 

"Aku minta maaf."

 

Perasaan Seko-kun sangat menyenangkan bagiku. Tapi, aku tidak bisa membalas perasaannya.

 

Aku, yang bahkan tidak bisa mencintai diri sendiri, tidak memiliki hak untuk jatuh cinta.

 

✧ ₊ ✦ ₊ ✧

 

Seko-kun mengungkapkan perasaannya kepadaku sejak hari upacara masuk sekolah, dan sejak itu dia terus mengatakan bahwa dia menyukai saya hampir setiap hari.

 

“Yosaki-san! Aku menyukaimu, maukah kau jadi pacarku?”

 

“Harinya bagus banget kan. Lihat deh langit biru itu, cantik kayak Yosaki-san. Aku menyukaimu, maukah kau jadi pacarku?”

 

“Aku beli teh baru favoritnya Yosaki-san lho. Enak banget! Ngomong-ngomong, kenapa ya kata ‘enak’ ada huruf ‘cantik di dalamnya? Kamu juga cantik hari ini Yosaki-san, Aku menyukaimu, maukah kau jadi pacarku?”

 

Untuk semua itu, meski di dalam hati aku senang, aku tetap mempertahankan image dingin. Aku malu kalau harus menunjukkan sukacita secara terus terang, tapi pada akhirnya, karena aku tidak bisa menerima perasaannya, sikapku menjadi tidak karuan. Jadi, aku memberi tahu diriku sendiri bahwa itu tidak bisa dihindari.

 

Namun, tekadnya tidak pernah patah, dia terus berbicara tentang pesonaku, dan selalu menutupi dengan menyatakan perasaannya. Hanya berkat itu, aku merasa bersemangat untuk pergi ke sekolah.

 

Dan sekarang, ada satu hal lagi yang membuatku senang pergi ke sekolah.

“Seko. Berhentilah bersikap seperti itu. Jangan bikin Misa kesulitan lagi,” kata teman baikku, Haru Hinata, yang setiap kali Seko-kun mengaku, dia akan datang dan merengek.

 

Interaksi mereka berdua ini sudah menjadi rutinitas, pengakuan Seko-kun akan dihentikan oleh Haru. Seko-kun tidak akan melanjutkan lebih dari itu, dan Haru pun akan asyik mengobrol biasa saja.

 

Haru adalah orang yang sangat ceria dan ramah, dia bisa berbicara dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan. Dia sering mengobrol bercanda dengan Seko-kun, yang tidak pernah dia lakukan denganku.

 

Aku merasa iri kepada temanku itu. Dia memang sosok yang kuinginkan. Jadi, sangat menyenangkan kalau dia mau menjadi teman baikku.

 

Dia sedikit ceroboh, yang menambah keunikan dan kecantikannya. Sepertinya aku tidak memiliki kelebihan, dan itu adalah salah satu perbedaan antara kami.

 

Memiliki Haru sebagai sahabat memang merupakan perubahan besar bagiku, tapi itu hanya karena kita bisa baik-baik saja berkat dia, dan bukan berarti aku sendiri berubah.

 

Suatu waktu, dia menasehatiku untuk tegas menolak pengakuan cinta dari Seko-kun.

 

“Dengan cara Seko selama ini, dia tidak akan berhenti sampai kamu bilang ‘iya’. Kalau kamu merasa terganggu, lebih baik sekali-kali kamu tolak dengan tegas.”

 

“...Iya, kamu benar. Tapi, aku tidak terganggu kok. Aku pikir baik-baik saja seperti ini.”

 

“Ya sudah. Kalau Misa bilang begitu, ya tidak masalah.”

 

Dia sepertinya mengerti, dan tidak membahasnya lagi setelah itu, tapi tetap saja, setiap kali Seko-kun berteriak cinta, dia akan segera menghentikannya.

 

Sebenarnya, aku tidak terganggu. Malah, aku menantikannya. Tapi, aku tidak berniat membalas perasaannya. Aku memang merasa bersalah kepada Seko-kun. Namun, pikiran tentang kehilangan pengakuannya itu membuatku sedih. Jadi, aku tidak akan menolaknya.

 

Apakah aku selalu menjadi wanita yang begitu licik? Aku menertawakan diriku sendiri di dalam hati.

 

 

 

 

✧ ₊ ✦ ₊ ✧

 

Sejak masuk SMA, aku selalu bersama mereka. Baik di sekolah maupun di hari libur, kami selalu bersama. Itu adalah hal yang paling membuat ku senang.

 

Waktu di SMP, aku pernah berbicara dengan Seko-kun, tetapi tidak sebanyak sekarang. Karena dia juga menghabiskan waktu dengan Oda-kun dan yang lainnya. Tetapi ketika Oda-kun juga masuk SMA bersama kami, dia mulai membuat teman baru di klub dan akhirnya waktu yang dihabiskan Seko-kun bersamaku semakin banyak.

 

Mereka berdua tampaknya menganggapnya sebagai “hal yang wajar” dan tetap berbicara dengan penuh kegembiraan ketika kami berdua bersama.

 

Jadi, siapa teman baru Seko-kun sebenarnya? Jawabannya jelas, itu adalah Haru.

 

Seko-kun dan Haru saling mengatakan bahwa mereka “tidak akrab”. Tetapi aku iri dengan atmosfer yang ada di antara mereka berdua.

 

Apakah itu hanya hubungan sebagai teman? Atau mungkin ada perasaan lain di antara mereka? Aku tidak tahu.

 

Tetapi seiring berjalannya waktu dan semakin banyaknya waktu yang aki habiskan bersama mereka, perasaan misterius dalam diriku semakin besar.

 

Ketika mereka sedang bertengkar, tetapi saling bercanda dengan akrab.

 

Ketika mereka saling melekatkan plester karena terluka.

 

Ketika mereka menempelkan meja karena salah satu dari mereka lupa membawa buku pelajaran dan terkadang berbisik-bisik selama pelajaran.

 

Hatiku menjadi gelisah. Tetapi aku tidak tahu alasannya.

 

Saat kami pergi membeli hadiah ulang tahun untuk Haru, hatiku tidak tenang.

 

Awalnya, aku merasa sedikit tegang pergi berbelanja dengan Seko-kun sendirian. Aku yakin dia juga merasakannya. Tetapi dia tidak terlihat tegang sepertiku dan berinteraksi denganku seperti biasa.

 

Seperti ada Haru di antara kami. Seperti ketika kami bertiga bersama-sama melewati hari libur.

 

Dari situ, aku bisa melihat bahwa keberadaan Haru semakin besar dalam pikiran Seko-kun.

 

Meskipun Seko-kun juga bersahabat dengan teman-temanku, sebenarnya itu adalah hal yang menyenangkan. Tetapi entah mengapa, ada sesuatu yang hitam dan berat tergantung di dalam dada ku.

 

Tapi pada saat yang sama, ada hal aneh lainnya. Ketika dia fokus padaku dan memberi perhatian, perasaan di dada ku menjadi lebih ringan.

 

Itulah mengapa, meskipun waktu kami terbatas, aku memilih cara yang tidak efisien. Aku tidak bisa membayangkan berpisah dengan Seko-kun dan memilih untuk berbelanja bersamanya.

 

Ketika aku mengusulkan itu, dia terlihat sedikit bingung. Mungkin karena itu tidak sesuai dengan tindakan yang aku lakukan sebelumnya. Memang, sejauh ini, aki selalu membuat pilihan yang logis. Tetapi ketika aku tahu bahwa dia mengerti diriku, aki merasakan kehangatan di hatiku.

 

Jika aku memikirkannya, aku merasa bahwa akhir-akhir ini aku lebih memilih pilihan berdasarkan emosi dan insting ketika berkaitan dengan dia. Termasuk saat memilih SMA yang akan aku ikuti. Aku juga memilih jurusan IPA ketika aku mendengar bahwa dia akan memilih jurusan IPA

 

Apakah aku berubah karena dia? Apakah aku merasa senang karena aku bisa berubah? Ataukah aku diubah olehnya?

 

Meskipun belum ada kesimpulan pasti, aku pikir ketika aku bisa memahaminya, itu berarti aku benar-benar bisa berubah.

 

Betapa tidak rasionalnya, tetapi entah mengapa aku yakin dengan itu.

 

Selanjutnya, perasaan yang muncul di dalam diriku adalah perasaan yang sama sekali tidak ada padaku sebelumnya, setidaknya sejak musim semi tahun lalu.

 

Ketika aku tahu bahwa Haru adalah wanita pertama yang dia berikan hadiah, aku menyesal mengapa kami tidak saling memberi hadiah ulang tahun tahun lalu.

 

Ketika dia memilih pakaian yang terlihat seperti dia mengerti Haru tanpa terpaku pada citra yang ada tentangnya, aku merasakan perasaan kuat dari dia terhadap Haru dan hatiku sakit.

 

Ketika aku bertanya apakah dia lebih suka kucing atau anjing, dan dia menjawab keduanya, aku merasa terkhianati, meskipun tidak tahu alasannya.

 

Saat jantungku berdebar-debar, aku berusaha menutupi dengan tetap tenang, sambil memilih hadiah ulang tahun untuk Haru.

 

Aku memilih sepasang sepatu olahraga yang tampaknya cocok untuknya. Meskipun harganya sedikit mahal, jika kami berdua membeli secara bersamaan, maka harganya tepat dan Seko-kun pun setuju.

 

Itu bukan pilihan yang dia buat. Hanya itu saja sudah membuat hatiku terasa lebih ringan.

 

Meski merasa sedih karena waktu berjalan-jalan bersama dengannya akan berakhir, di dalam hatiku ada rasa lega yang menenangkan.

 

Namun, sejak hari itu, emosiku seringkali menjadi kacau.

 

Ketika keduanya memakai pakaian renang dan dia terpeleset lalu terjatuh, dan dia menahannya dalam pelukan.

 

Ketika tanpa perlu diminta, dia mencoba permainan menembak untuknya.

 

Setiap kali mereka berdua menciptakan ruang hanya untuk mereka berdua, hatiku menjadi sangat gelisah dan merasakan sakit yang seakan-akan ingin meledak.

 

Di sisi lain, ketika dia menyadari kehadiranku dan mengirimkan kata-kata yang memujiku, hatiku pun merasakan kehangatan yang mendalam.

 

Itulah mengapa, ketika pergi ke kolam renang, aku memilih baju renang yang menurutku dia suka. Karena aku pikir dia akan memujinya. Sama halnya dengan alasanku menyewa yukata.

 

Dan saat itu, setelah menonton kembang api, dan Haru tiba-tiba berlari pergi, membuatku dan dia sendirian. Aku menginginkannya. Tanpa tahu kapan atau bagaimana aku bisa terluka, aku mendambakan kata-katanya untuk menyembuhkan hatiku yang terluka.

 

Seperti mengisi kekosongan yang terbentang lebar, aku beraksi.

 

Kemudian, dia menyampaikan pesonaku. Karena aku memintanya, lebih dari biasanya, dia meluncurkan kata demi kata.

 

Mendengarnya membuat hatiku terisi. Namun, aku merasa ada sesuatu yang masih kurang. Ada kata-kata yang tidak bisa aku minta dari diri sendiri.

 

Pada akhirnya, karena Haru kembali, aku tidak bisa mendengar kata-kata tersebut. Jadi hatiku tetap hampa.

 

Beberapa hari setelah hari itu, kami berencana untuk pergi bermain bertiga lagi besok.

 

Setelah liburan musim panas dimulai, kami bermain bahkan di hari sekolah, dan aku tidak bisa selalu meminta orang tua ku untuk mengantarkanku dengan mobil setiap saat. Dan karena naik kereta aku bisa bertemu Seko-kun lebih cepat, aku mulai menggunakan kereta.

 

Jadi belakangan ini, hanya Seko-kun yang datang menjemputku yang sedang menunggu di stasiun dekat rumah ku.

 

Saat dia melihatku, dia langsung berlari ke arah ku.

 

Namun, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun di tempat itu, mungkin dalam benaknya Haru adalah bagian tak terpisahkan dari moment tersebut, dan baru setelah kami bertemu dengan Haru, dia membiarkan aku mendengar kata-katanya.

 

Aku ingin mendengarnya saat kami berdua saja, tapi aku tidak bisa mengucapkannya.

 

Hingga sekarang, aku ingin mendengar pujian dari dia tentangku, dan meski aku tidak menerima perasaan yang mengikuti, aku tidak menolaknya, tindakan yang tidak adil.

 

Namun, sekarang, aku ingin mendengar kata-kata yang mengikuti itu.

 

Aku tahu, aku sedang meminta sesuatu yang egois.

 

Tolong.

 

Berikan Seko-kun padaku!




BAB SEBELUMNYA=DAFTAR ISI=BAB SELANJUTNYA



Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !