Bab 4
Hanya Kehidupan Sehari-hari
Setelah selesai tamasya yang
menyenangkan, Golden Week tiba dengan cepat. Namun, karena masing-masing dari
kami memiliki urusan keluarga, kami bertiga tidak bisa pergi ke mana pun. Aku
juga sangat kecewa, tetapi tidak menyangka Misa akan terlihat begitu menyesal.
Setelah Golden Week berakhir,
terjadi pertukaran tempat duduk.
Dan ternyata, aku duduk di
sebelah Seko. Lagipula, karena tempat duduk Seko berada di sudut kelas, aku
satu-satunya yang duduk di sebelahnya. Rasanya seperti aku memiliki Seko hanya
untuk diriku sendiri, dan aku diam-diam merasa senang.
Namun, pandangan Seko selalu
terarah ke depan. Bukan pada papan tulis, tapi aku tahu tanpa harus mengikuti
tatapannya bahwa dia sedang melihat Misa yang ada di depannya.
Meskipun biasanya kami tidak
sering berbicara berdua, aku pikir akan lebih baik jika kami berbicara lebih
banyak karena kami duduk bersebelahan... tetapi, untuk memulai percakapan
sendiri itu membuatku malu.
Namun jika terus seperti ini,
tidak akan ada yang terjadi hingga pertukaran tempat duduk berikutnya. Aku
tidak ingin itu terjadi.
Tapi untuk memulai
percakapan... ya, aku harus merubah situasi ini. Aku harus bersikap seolah-olah
aku lupa membawa buku pelajaran dan meminta Seko untuk meminjamkannya. Untuk
itu, aku harus mendekatkan mejaku, dan itu akan membuat jarak antara kami
semakin dekat.
Aku mungkin seorang jenius.
Aku melakukan strategi itu
hampir setiap hari. Awalnya aku berusaha tidak berlebihan, tetapi saat hatiku
mulai terisi dengan kebahagiaan, tanpa sadar aku mulai melakukannya lebih
sering. Hasilnya,
"Kamu terlalu sering
lupa. Bodoh, ya?"
Aku bukan jenius, tapi malah
diperlakukan seperti orang bodoh.
Meskipun dilecehkan, aku
ingin waktu itu menjadi lebih lama, jadi aku terus melanjutkan strategiku.
Sebulan kemudian, pertukaran
tempat duduk kedua akan dilakukan.
Meskipun aku tidak tahu
apakah kami bisa berbicara dengan menyenangkan karena berada di sebelah Seko,
aku senang dengan peningkatan kesempatan untuk berbicara. Aku merasa bahagia.
Namun. Matsui-sensei berkata
bahwa dia akan memindahkanku dari tempat ini. Itu kejam, Matsui-sensei.
Tapi aku hanya perlu
mendapatkan tempat duduk di sebelah Seko lagi. Maka waktu bahagia ini akan
terus berlanjut.
Aku menarik undian yang
diletakkan di meja guru untuk menentukan tempat duduk berikutnya. Aku berharap
dengan sangat!
Namun, hasil undian yang
kutarik adalah kegagalan total.
Aku tidak duduk di sebelah Seko
atau Misa. Sebaliknya, keduanya berakhir duduk di sebelah satu sama lain. Aku
bisa melihat wajah bahagia Seko dari tempat dudukku... sulit untuk bernapas.
Aku memalingkan pandangan dan
memeriksa siapa yang duduk di sebelahku. Itu teman Seko, Ota-kun. Nama aslinya
adalah Oda-kun, tapi dia orang baik yang suka dengan kesalahanku dalam membaca
namanya.
Itu mengecewakan karena aku
tidak bisa duduk di sebelah Seko, tetapi mungkin ini adalah kesempatan yang
baik? Jika dia adalah teman Seko, mungkin aku bisa mendengar tentang Seko dari
sudut pandang yang tidak kuketahui sebelumnya.
Aku memutuskan untuk langsung
berbicara dengannya.
"Ota-kun, senang
berkenalan denganmu."
"Uh. Aku juga senang
berkenalan denganmu, Hinata-san."
"Ada sesuatu yang ingin
kutanyakan padamu, Ota-kun."
"Hmm? Apa yang ingin kau
tanyakan kepadaku?"
"Ini tentang Seko."
"... Tentang Seko-kun?
Fum... Mari kita dengarkan lanjutannya."
Hmm, apa yang harus aku
tanyakan? Tentang Swko yang tidak aku ketahui...
"Bagaimana Seko di
SMP?"
"Seko-kun di masa SMP,
ya. Hmm... Aku bertemu dengannya saat kami naik ke kelas tiga yang sama, jadi
aku tidak tahu tentang dia sebelum itu, tetapi awalnya... jujur, aku tidak
menyukainya."
"Eh, benarkah?
Kenapa?"
Ota-kun menjelaskan secara
singkat. Ternyata, awalnya Seko adalah objek bullying di kelas mereka. Walaupun
begitu sampai sekarang, saat itu itu tidak sesuai dengan keinginannya. Namun,
penyebab itu adalah karena Seko tidak melakukan apa-apa dari dirinya sendiri. Ota-kun
rupanya tidak terlalu menyukainya saat itu.
Perubahan Seko dimulai karena
Misa. Bukan karena Misa secara langsung melakukan sesuatu, tetapi berkat dia
lah Seko menjadi seperti sekarang. Ota-kun menjadi berteman baik dengan Seko diawal
perubahannya.
"......Hee, jadi ada
cerita seperti itu ya?"
"Kamu tidak mendengarnya
dari mereka sendiri?"
"Kedua orang itu tidak
suka membicarakan tentang masa SMP mereka. Jadi, aku tidak bisa mendengarnya
dari mereka."
"Nn... mungkin tidak
baik aku membicarakannya?"
"Tidak apa-apa. Aku
bersyukur kamu berbicara padaku tentang itu. Tapi mungkin akan buruk jika
mereka tahu tentang ini, jadi ini adalah rahasia antara kita saja, ya?"
"R-rahasia!? S-suaranya
terdengar manis..."
Sepertinya Ota-kun memiliki
informasi penting tentang Seko. Hasil penukaran tempat duduk ini mungkin tidak
buruk seperti yang kulihat.
"Ngomong-ngomong, kamu
tahu apa yang Seko suka?"
"Itu pasti berhubungan
dengan Yosaki-san──"
"Bukan itu,"
"Ah, ma-maaf. Sepertinya
dia tidak memiliki hobi khusus, dan sepertinya dia tidak menonton TV kecuali
untuk mengumpulkan informasi... tapi kami sering berbicara tentang manga."
"Manga jenis apa? Jump?"
"Benar, itu berupa Jump...
u-umm. Ini agak sulit untuk dibicarakan, dan sebaiknya tidak dibicarakan secara
terbuka."
"Tidak apa-apa,
ceritakan padaku. Tolong, Ota-kun."
"Seko sangat menyukai
manga yang berjudul 'Tornado Panic'."
'Tornado Panic'...? Aku belum
pernah mendengarnya.
"Apa itu? Manga seperti
apa itu?"
"N-nn. Tolong jangan
tanya lebih lanjut!"
"Kenapa kamu menggunakan
bahasa formal? Aku tidak akan mengatakannya kepada Seko."
"Bukan tentang
memberitahunya kepada Seko atau tidak... demi kehormatan aku juga! Mohon
maafkan!"
"......Hmm? Oh, aku
mengerti. Terima kasih sudah memberitahuku!"
"Terima kasih
juga!"
Untuk apa terima kasih, aku
tidak yakin. Tapi aku bisa mencarinya di ponsel nanti.
Segera aku mengeluarkan
ponselku dan mencari 'Tornado Panic'.
"Ini......"
Ternyata itu adalah manga
yang sedikit nakal. Aku mengerti maksud Ota-kun tentang kehormatan, dan aku
juga mengerti jika Seko itu nakal.
Jadi, Seko suka hal seperti
ini. Aku bertanya-tanya jika dia melihat ini sambil... melakukannya. Atau
mungkin dia tidak melakukannya dan itu... menumpuk... atau apa. Tapi jika itu
benar, mungkin suatu saat dia akan meledak atau begitulah. Aku tidak begitu
mengerti tentang tubuh laki-laki, tapi aku pernah mendengarnya.
... Semua karakternya lucu.
Aku bertanya-tanya siapa yang paling disukai Seko. Mungkin dia suka gadis
seperti Misa.
Ada beberapa hal yang ingin
kupastikan, jadi aku akan membeli dan membacanya lain waktu.
✧
₊ ✦ ₊ ✧
Pov Rento Seko
Musim hujan telah berlalu dan
cuaca mulai terasa sangat panas. Liburan musim panas yang ditunggu-tunggu oleh
kami para siswa sudah di depan mata. Saat aku mulai bersemangat untuk menikmati
berbagai acara seru yang sebentar lagi akan dat, Hinata-san datang dengan cepat
ke tempat duduk Yosaki-san di sebelahku.
Misa~ tolong~”
Hinata-san memeluk Yosaki
sambil menangis.
Sambil mengelus kepala
hinata-san yang seperti itu, Yosaki-san tersenyum dengan lembut.
“Tentang ujian akhir semester?”
”Iya... aku tidak yakin
dengan diriku sendirian.”
Kami baru saja diberitahu
oleh wali kelas kami, Matsui-sensei, tentang aturan tertentu. Itu adalah aturan
yang mengharuskan datang ke sekolah selama liburan musim panas untuk mengikuti pelajaran
tambahan jika mendapatkan merah pada ujian akhir semester yang akan diadakan
minggu depan. Dan itu merupakan pertarungan satu pukulan tanpa adanya
kesempatan untuk susulan.
Aku rasa Hinata-san hampir
mendapatkan nilai merah pada mata pelajaran sains saat ujian tengah semester.
Mengingat lingkup ujian akhir juga termasuk materi dari tengah semester, jadi
dia menang benar-benar beresiko tidak akan bisa lulus dalam ujian kali ini.
“Mungkin kita harus mengadakan
sesi belajar bersama. Akan sangat disayangkan jika Haru mendapat nilai merah
dan tidak bisa bermain selama liburan.”
“Misa~”
Hinata tersenyum lebar dengan
penuh kegembiraan atas usul Yosaki. Aku juga setuju dengan ide tersebut.
“Sesi belajar, ya? Ke
perpustakaan bagaimana?”
“Itu aman. Tapi, bukankah di
perpustakaan agak sulit untuk berbicara dengan suara keras? Itu bisa menjadi
masalah saat mengajar.”
“Um, memang benar. Selain
itu, mungkin akan ramai dengan siswa lain juga.”
Aku terkejut karena tidak
bisa menentukan tempat yang tepat, aku menyilangkan kedua tangan ku dan
bergumam dalam kebingungan.
Kemudian, Hinata-san dengan
tiba-tiba mengangkat tangannya dengan semangat.
“Bagaimana kalau di rumahku!”
Dia memberikan usulan dengan
suara yang sedikit melengking.
“Kami sangat berterima kasih
kalau kamu bersedia menyediakan tempat, tapi apakah tidak akan mengganggu?”
“Tentu saja tidak! Lagipula,
ini juga untuk kebaikanku, jadi biar aku yang menyediakan tempatnya. Eh, tapi
harus konfirmasi dengan mama dulu!”
“Jika itu masalahnya, mari
kita meminta izin.”
Yosaki-san setuju dengan
rencana Hinata-san, tetapi ekspresi wajahku masih kelihatan ragu.
“Ke rumah Hinata-san, ya...”
“....Apa? Kamu keberatan?”
“Bukan itu, tapi kau tahu
kan, rasanya canggung kalau seorang laki-laki berkunjung ke rumah seorang
perempuan.”
“....Tidak masalah. Tidak
perlu merasa canggung. Itu lebih aneh lagi jika kamu terlalu sadar tentang
itu.”
“Uh. ...Oke, aku akan
berusaha untuk tidak sadar akan itu. Aku Cuma akan ke rumah teman. Hanya itu
saja. Ya, hanya itu.”
Aku mengulang kata-kata
“hanya itu” seolah-olah untuk meyakinkan diri sendiri.
Hinata-san tidak diragukan
lagi adalah seorang gadis. Tapi dia hanya teman. Jika aku terlalu memikirkannya
secara berlebihan, itu akan menjadi seperti yang Hinata-san katakan.
....Namun, tidak peduli
seberapa keras aku mencoba untuk tidak menyadarinya, degupan jantung di dadaku
tidak bisa tenang.
“Kapan kita akan menjadwalkan
ini?”
“Bagaimana dengan hari Sabtu
minggu ini? Tapi aku harus konfirmasi dengan mama dulu.”
“Aku tidak keberatan.”
“Aku juga oke.”
Sabtu, ya. Semoga saja aku
bisa siap secara mental sebelum akhir pekan tiba. Bel untuk istirahat berbunyi
dan Hinata-san kembali ke tempat duduknya.
Saat aku sedang mempersiapkan
pelajaran berikutnya, Yosaki-san berbicara kepadaku dari sebelah.
“Seko-kun, minggu depan juga adalah
ulang tahun Haru kan? Kamu sudah menyiapkan sesuatu?”
“Tidak, aku belum menyiapkan
apa-apa.”
Aku menjawab sambil mataku
tertuju pada kotak pena di atas meja. Bulan lalu, Hinata-san merayakan ulang
tahunku dan memberiku itu. Entah itu disesuaikan atau tidak, Yosaki-san
memberiku sebuah pena. Keduanya adalah merk yang terkenal, dan aku sering
menggunakannya hampir setiap hari, itu sangat berguna.
Tujuannya bukan untuk memberikan
imbalan. Tapi aku juga ingin memilih hadiah yang bisa membuat Hinata-san
senang.
“Itu bagus. Minggu depan ada
ujian juga, jadi kamu pasti akan sibuk kan? Makanya, bagaimana kalau kita pergi
memilih hadiah bersama setelah sekolah hari ini?”
“Oh, ide bagus. Ayo ayo.”
“Baiklah, sudah disepakati.
Tentang detailnya nanti sepulang sekolah...”
Pada saat itu, guru masuk ke
dalam kelas, jadi kami menghentikan percakapan kami. Dengan kontak mata yang
berarti ‘sampai nanti’, aku mengangguk sebagai respon.
✧
₊ ✦ ₊ ✧
Setelah sekolah. Hari ini,
seperti biasa, kami bertiga berjalan pulang bersama-sama.
"Aah, aku ingin segera
menyelesaikan ujian akhir semester dan menyambut liburan musim panas! Aku ingin
bebas dari belajar~"
"Rasanya ironis kalau
yang ditunggu-tunggu siswa SMA dari kegiatan sekolah adalah liburan musim
panas."
"Hihi. Itu juga benar.
Tapi, aku benar-benar menikmati piknik."
"Piknik... Ya, itu
menyenangkan. Oh iya, setelah liburan musim panas nanti akan ada festival
olahraga dan festival budaya, kan?"
"Ya. Sepertinya semuanya
dikumpulkan di musim gugur."
"Musim gugur untuk
olahraga, musim gugur untuk budaya. Kalau begitu, semuanya sebaiknya dilakukan
di musim gugur. Itu adalah kata-kata dari kepala sekolah sebelumnya saat dia
menentukan jadwal ini. Sumbernya adalah Oda."
"Alasan kepala menjadi
pusing..."
"Ah, tapi apa salahnya.
Akan ada banyak acara!"
"Kalau cuma menikmati
hari itu sih tak masalah, tapi persiapannya itu yang berat."
"Yosaki-san menjadi
anggota komite pelaksana festival budaya. Nah, aku juga akan membantu."
"Terima kasih, Seko-kun.
Aku akan menerima bantuanmu."
"Aku juga akan membantu,
jangan hanya menggantungkan semuanya pada Seko."
"Apa katamu?"
"Apa?."
Berjalan sambil membuat
percakapan yang tidak penting seperti biasa. Setelah beberapa saat, kami sampai
di persimpangan dimana ada taman kecil di samping jalan.
"Baiklah, aku akan pergi
lewat. Sampai jumpa."
"Ya. Sampai jumpa lagi,
Seko-kun."
"...Ya, sampai jumpa,
Seko."
Setelah berpisah dengan kedua
orang itu dan memastikan mereka melanjutkan perjalanan lurus ke depan, aku
berbelok ke arah yang berlawanan dengan rumahku dan masuk ke dalam taman.
Ada sebuah bangku yang tepat,
jadi aku duduk di sana, mengeluarkan ponselku dan bermain-main dengannya untuk
sementara waktu, sampai akhirnya sebuah pesan datang dan aku bangkit dari
bangku.
Aku keluar dari taman dan
berbelok ke jalan dimana dua orang tadi menghilang.
Di depan ada stasiun, dan ada
orang yang sedang menunggu.
"Yosaki-san. Maaf
membuatmu menunggu."
Aku menghampiri Yosaki-san
yang baru saja berpisah di stasiun dan memanggilnya.
"Tidak masalah.
Lagipula, usulan ini datang dariku."
Yosaki-san berkata sambil
tersenyum lembut.
Kami sekarang akan pergi
untuk membeli hadiah ulang tahun Hinata-san.
Orang utama, Hinata-san,
tidak ada di sini. Rupanya dia ingin menyenangkan diri dengan kejutan. Aku bisa
melihat sisi yang sedikit nakal dari Yosaki-san, dan itu membuatku berpikir ia
lucu.
Tapi, agar bisa menjadikan
ini sebuah kejutan, Hinata-san tidak boleh tahu bahwa kami akan pergi
berbelanja setelah sekolah. Oleh karena itu, Yosaki-san menyusun rencana untuk
berpisah terlebih dahulu dan kemudian bertemu kembali, seperti tadi.
Hinata-san mungkin sudah naik
kereta dari sini dan pergi ke rumah. Betapa sempurna rencananya. Seperti biasa,
Yosaki-san memang hebat.
"Apakah kita akan ke
tempat biasa?"
"Ya. Di sana kita bisa
melihat-lihat banyak hal sambil memilih. Baiklah, mari kita pergi."
Setelah menentukan tujuan, Yosaki-san
melalui pintu masuk dan menuju platform... namun ke arah kereta yang menuju ke
arah yang berlawanan dari tujuan kami.
"Err, Yosaki-san. Itu
bukan arahnya."
"Ah, aku keliru. Ya,
tentu saja, arahnya seharusnya di sini."
Wajahnya memerah, dan dengan
tergesa-gesa Yosaki-san berbalik.
Biasanya, ketika pergi
bermain, orang tua Yosaki-san akan mengantarnya dengan mobil. Itulah sebabnya,
aku belum pernah melihatnya naik kereta dari stasiun ini.
...Apakah mungkin Yosaki-san
itu penunjuk arah yang buruk? Jika orang tuanya juga khawatir tentang itu, maka
akan masuk akal jika mereka selalu mengantarnya.
Yosaki-san, yang diakui oleh
semua orang sebagai orang yang berbakat dan cantik, jika sebenarnya dia
memiliki elemen yang kikuk seperti itu... jujur, aku pikir itu lucu.
Namun, mengatakan itu
kepadanya akan membuatnya tidak mau mengakui. Jika itu sesuatu yang mungkin
diakui hanya jika dikatakan, maka dia pasti sudah berkata lebih dulu. Karena
itu, aku tidak akan menyinggungnya secara tidak perlu.
Setelah itu, Yosaki-san
selalu berjalan di sampingku. Namun, jika aku perhatikan, aku bisa melihat
bahwa dia berjalan setengah langkah di belakangku agar tidak salah jalan lagi,
mungkin dia sedang mengikuti langkahku.
Meskipun selalu terlihat
dewasa, kali ini dia terasa seperti teman sekelas atau bahkan lebih mmuda Sekali
lagi, aku menemukan sisi imut Yosaki-san. Dan sedikit demi sedikit, aku
terlihat semakin mirip dengannya.
“Ngomong-ngomong. Ini pertama
kalinya kita pergi berdua seperti ini, kan, Seko-kun?”
Di tengah perjalanan ke pusat
perbelanjaan dari stasiun tujuan, Yosaki-san tiba-tiba berkata seperti itu.
“Ah, benar juga.”
“Haha. Bahkan di tempat yang
biasa, terasa seperti pengalaman baru dan membuatku senang.”
Sambil menyetujui kata-kata Yosaki-san
dengan “aku paham,” aku bertanya-tanya tentang perasaanku sendiri.
Meskipun aku sedang dalam
kencan berduaan dengan gadis yang aku suka, aku tidak begitu merasa gugup.
Tentu saja, aku sangat gembira dengan situasi ini di dalam hatiku, tetapi entah
bagaimana aku tidak merasa se-gugup yang kubayangkan. Aku seharusnya bukan pria
yang begitu berani.
...Ah benar. Kami datang ke
sini untuk membeli hadiah ulang tahun Hinata-san. Biasanya Hinata-san selalu
ada di antara kami, yang menciptakan ruang nyaman bagi kami bertiga.
Meskipun Hinata-san tidak ada
di sini sekarang, ada ruang di antara aku dan Yosaki-san yang kosong. Dan
karena tujuan kunjungan kali ini, aku merasa seakan-akan Hinata-san juga ada di
sini.
Itu hanya aku dan Yosaki-san
berduaan, namun tidak sendirian. Alasan ambigu inilah yang meyakinkan hatiku,
dan dengan pemikiran ini, kami tiba di pusat perbelanjaan.
Hari ini, karena setelah
sekolah kami tidak memiliki banyak waktu. Jadi, jika aku mengikuti pemikiran Yosaki-san,
akan lebih efisien jika kami berpisah untuk menemukan hadiah masing-masing.
“Kalau begitu, Seko-kun.
Pertama-tama, mau ke mana?”
Namun, bertentangan dengan
perkiraanku, Yosaki-san menunjukkan keinginan untuk bergerak bersama.
“Ah, yah. Bagaimana ya?”
Sambil bingung, aku mencoba
menjawab. Aku merasa malu karena mengira telah memahaminya.
“Apakah Seko-kun punya ide?”
“Tidak sama sekali. Aku sama
sekali tidak punya bayangan karena tidak pernah memberi hadiah kepada seorang
gadis.”
“...Begitu. Jadi bagi
Seko-kun, Haru adalah orang pertama ya.”
“Ermm, cara bicaramu itu.
Yaa, karena itulah aku sungguh bersyukur Yosaki-san bersedia memilih bersama.”
“Itu bagus. ...Ah, bagaimana
dengan tempat ini?”
Yosaki-san menunjuk ke toko
pakaian wanita di depan. Tanpa alasan untuk menolak karena aku tidak memiliki
ide, aku mengangguk dan masuk ke toko.
Sambil merasakan keanehan
yang tidak jelas karena seorang pria berada di toko wanita, aku mengikuti Yosaki-san
yang melihat-lihat di dalam toko. Aku senang kami akhirnya berduaan.
“Ini, sepertinya akan cocok
untuk Haru ya.”
Yosaki-san mengatakan ini
sambil mengambil hoodie polos. Memang, Hinata-san sering memakai pakaian
tersebut dan entah bagaimana itu sangat cocok dengan imagennya.
“Bebar. Pasti akan cocok
dengannya.”
Jadi, pilihan itu bukanlah
salah. Tapi...
“Ini juga bagus, kan?”
Aku mengambil dress jumper
yang menarik perhatianku. Melihat ini, wajah Yosaki-san sedikit dibanjiri warna
kebingungan.
Tentu saja. Pakaian ini bukan
bagian dari citra Hinata-san yang telah kami kembangkan selama beberapa bulan
terakhir. Kami hanya pernah melihatnya mengenakan rok dalam seragam sekolah.
Tapi, aku berpikir ini akan
cocok untuknya... membayangkannya dengan pakaian itu dan merasa itu imut.
“Ya, mereka bilang senang
menerima sesuatu yang tidak akan dibeli sendiri sebagai hadiah.”
“....Itu benar. Aku tahu ada
pola pikir seperti itu.”
Yosaki-san memahami apa yang
kukatakan, tetapi ekspresinya sedikit tidak cerah.
“Seko-kun...”
Yosaki-san mencoba mengatakan
sesuatu, tetapi kata-katanya tidak keluar dan dia diam saja. Kemudian, dia
meletakkan hoodie yang dipegangnya kembali ke rak.
“Mungkin sebaiknya kita tidak
membeli pakaian. Pakaian yang biasa dipakai pasti memiliki preferensi khusus.”
“Eh? Ah, kalau dipikir-pikir,
memang benar.”
Mendapat hadiah yang tidak
bisa kita gunakan bisa jadi memberikan tekanan, dan kalau preferensinya tidak
cocok, itu bisa jadi menyedihkan. Baguslah kami menyadarinya sebelum membeli.
Setelah meninggalkan toko
pakaian, kami berdua menuju ke toko Aksesoris.
Di sini ada berbagai macam barang, dan sepertinya kita bisa menemukan
sesuatu yang bagus.
Begitu masuk, yang pertama
kali menarik perhatian kami adalah sudut peralatan tulis. Tidak ada produk yang
terlalu menarik perhatian, tapi entah mengapa kami berhenti dan melihat-lihat
rak barang.
Mungkin karena ini yang
terasosiasi dengan Hinata-san. Impresi pertama yang kita miliki tentangnya
adalah yang seperti ini. Itu adalah salah satu kenangan yang tidak bisa
dilepaskan.
“imut...”
Aku mendengar suara Yosaki-san
yang seperti terkagum-kagum, dan ketika aki menoleh, dia sedang memandangi
bantal berbentuk kucing yang dia pegang di kedua tangannya.
“Bagaimana bisa tampak begitu
menggemaskan. Seko-kun, mari kita pilih ini.”
“Keputusan dadakan. Tidak
disangka Yosaki-san suka kucing?”
“Suka kucing, ya, mungkin.
Kalau harus diungkapkan, ya itu. Eh, Seko-kun. Tidakkah kamu berpikir bahwa
kucing adalah ciptaan terindah di dunia ini yang diberikan Tuhan kepada kita.
Bulu yang lembut, mata yang bulat, tangan yang menggemaskan. Tidak hanya bentuknya
yang menarik hati, tetapi menurutku esensi dari kecintaan pada kucing ada pada
sifat-sifat mereka. Kucing-kucing itu, meski mereka memancarkan aura dingin
yang seolah-olah tidak mengizinkan siapapun mendekat, ketika mereka merasa
nyaman dengan seseorang, mereka akan menghancurkan dinding itu dan mendekat.
Namun, mereka juga tidak sesederhana itu, terkadang mereka manja, dan
kadang-kadang sedikit keras kepala, tetapi itu karena mereka memiliki karakter
mereka sendiri, dan itu juga menarik. Dan, kucing-kucing itu juga dikatakan
sangat cerdas...”
Yosaki-san, yang sudah
memulai memanggil mereka “Neko-san” itu, tampaknya tidak dapat menghentikan
cintanya pada kucing.
Aku terkejut, tapi juga
senang mengetahui sisi baru darinya. Selain itu, Yosaki-san yang berbicara
tentang kucing dengan ekspresi berbinar-binar itu sangat menggemaskan.
Mendengarnya berbicara, aku
mulai berpikir bahwa Yosaki-san sendiri memiliki unsur seperti kucing, dan itu
membuat ku tersenyum.
Aku ingin terus mendengarkan
cerita kucing darinya, tapi karena kami memiliki tujuan hari ini, dengan hati
yang berat aku harus menghentikannya.
“Daya tarik kucing sudah
cukup sampai kepadaku. Tapi, Hinata-san itu bukan tipe kucing, dia lebih mirip
anjing. Lihat saja, dia suka berpelukan dengan Yosaki-san dan suka manja.
Selain itu, dia ceria, ramah, dan orang-orang suka padanya, itu benar-benar
seperti anjing kan?”
Aku merenung untuk sejenak
bahwa sifat terbuka Hinata-san juga hampir mirip dengan anjing, dan aku tidak
bisa menahan tawa sendiri.
Dengan alasan itu, aku
menyatakan bahwa Hinata-san lebih mirip anjing daripada kucing, dan Yosaki-san,
setelah menundukkan kepala sejenak, menanggapi dengan “Memang benar,” lalu
mengembalikan bantal itu ke rak.
“Mau kita cari barang-barang
bertema anjing? Sepertinya tempat ini juga memiliki itu.”
Aku memberikan saran sambil
melihat sekeliling. Segera, sesuatu yang menarik perhatian ku masuk ke dalam
pandangan ku.
Tetapi, setelah sejenak
ragu-ragu, Yosaki-san berkata,
"Karena sudah jauh-jauh
datang kesini, mari kita lihat tempat lain juga. Kita masih punya waktu, kan,
Seko-kun?"
Dengan jawaban itu, aku
setuju dengan mengatakan, "Oke," dan kami beranjak meninggalkan toko
barang-barang kecil untuk pindah ke toko berikutnya.
"Nah, Seko-kun,"
Di tengah jalan, sambil
melihat ke depan, Yosaki-san memanggil namaku dan bertanya,
"Menurut Seko-kun, kamu
lebih suka kucing atau anjing?"
Dia melempar pertanyaan itu
padaku.
"Hmm. Ini mungkin
jawaban yang sedikit sulit, tapi aku suka keduanya. Aku menyukai mereka berdua
sama rata."
Aku menjawab dengan jujur,
dan Yosaki-san menggumamkan "begitu ya" dengan nada yang sedikit
kecewa. Dia telah berbicara dengan semangat tentang daya tarik kucing. Mungkin
dia berharap aku akan menjawab bahwa aku termasuk tim kucing.
Sejenak, pikiran untuk
menjawab sesuai dengan keinginan Yosaki-san demi membuatnya bahagia sempat
melintasi pikiranku.
Tetapi entah mengapa, aku
tidak bisa melakukannya, dan pada akhirnya memberikan jawaban yang cenderung
tidak memihak. Itu membuatku merasa seperti pengecut.
Lalu, ketika aku meminta Yosaki-san
untuk melanjutkan tentang daya tarik kucing, dia berkata, "Baiklah. Akan kuceritakan
pada Seko-kun tentanh keindahan kucing-kucing ini," dan begitulah, waktu
yang luar biasa tiba dimana aku bisa terus mendengarkan suara ceria dan jarang
terdengar dari Yosaki-san.
✧
₊ ✦ ₊ ✧
Pov Haru Hinata
Hari ini adalah hari
pertemuan belajar bersama.
Sudah beberapa kali
teman-temanku datang ke rumahku, tapi tidak pernah aku merasa secemas ini.
Karena, orang yang aku suka akan datang.
Dan, meskipun tidak ada arti
khusus. Hari ini, tidak ada ibu atau ayah di rumah.
Ayah sedang dalam perjalanan
bisnis, dan ibu pergi bermain dengan teman-temannya.
Aku berpikir bahwa akan
ditolak jika mengundang anak laki-laki ke rumah saat orang tua tidak ada,
tetapi secara mengejutkan ibu dengan mudah menyetujui. Tapi sebagai gantinya,
dia sangat gigih meminta untuk diberi tahu secara detail tentang Seko.
Dengan enggan, aku bercerita
sedikit tentang Seko seperti yang diinginkan ibu. Bahwa kami bertemu di tempat
ujian masuk sekolah menengah atas.
Setelah diterima di SMA, kami
menjadi teman sekelas. Bahwa dia tidak sehebat aku dalam olahraga tapi jago
dalam pelajaran. Bahwa dia memiliki seorang sahabat sejak SMP bernama Ota-kun,
dan Seko tampak agak kekanak-kanakan ketika dia berbicara dengan dia. Dan,
bahwa dia sebenarnya cukup baik hati.
Ketika aku berbicara tentang
Seko, ekspresi ibu menjadi semakin terlihat gembira, aku merasakan pipiku
memanas sambil menghentikan pembicaraanku. Namun, ibu meminta maaf, tetapi
terlihat bahwa dia sebenarnya menikmati percakapan itu.
Aku tidak membicarakan
tentang hubungan antara Seko dan Misa. Mungkin secara tidak sengaja. Mungkin,
aku tidak ingin mengungkapkannya sendiri.
Ketika aku mengingat
interaksi dengan ibuku beberapa hari yang lalu, waktu kedatangan mereka semakin
dekat. Aku mulai panik, bertanya-tanya apakah ada hal lain yang harus aku
lakukan, ketika bel pintu rumah berbunyi.
“Se... selamat datang!”
Aku membuka pintu dan
menyambut mereka berdua. Kemudian, mereka berdua tertegun sejenak sebelum
terkekeh bersama.
“Hehe. Itu lucu, Haru.”
“Itu terdengar seperti
pelayan toko ya.”
Dengan dua temanku yang terus
tertawa kecil, aku, dengan wajah memerah, berkata dengan sedikit kesal, “Ayo
cepat masuk!”
Setelah melepas sepatu dan
masuk ke dalam rumah, Misa bertanya sambil mengangkat tas kertas di tangannya.
“Haru, aku ingin menyapa
orang tuamu, bolehkah?”
“Eh? Ah, apakah aku belum
memberitahumu? Hari ini ibu dan ayah tidak ada di rumah. Jadi tidak usah
khawatir.”
“Eh!?”
Dengan suara keheranan, Seko
membalikkan tubuhnya, menatap ke arah pintu.
“Itu tidak baik kan.
Sebaiknya aku pulang?”
“Tidak, tidak masalah. Kamu
sudah datang sejauh ini, jadi mari kita belajar bersama saja.”
“Tidak, tapi kau tahu...”
“Apa? Kamu memikirkan hal
aneh lagi? Seko itu memang mesum ya. .”
“Mmph...”
Dia menunjukkan reaksi kesal
setelah aku menggoda. Meski begitu, aku tidak bisa memaksanya untuk mengatakan
“jangan pergi”.
“Kedua orang tuamu sudah
memberikan izin, jadi Seko-kun tidak perlu terlalu khawatir. ... Dan juga, aku
ingin belajar bersama Seko-kun di sesi belajar kita,”
Misa bilang dengan pandangan
yang penuh harapan namun tetap lurus kepada Seko.
Kemudian Seko, wajahnya
memerah, mengalihkan pandangannya dari Misa dan berkata, “Kalau begitu, mungkin
akan aku lakukan.” Misa tersenyum dengan puas.
...Itu tidak adil. Hal yang
tidak bisa kulakukan, Misa melakukannya dengan begitu mudah. Di tangan Misa,
keinginan Seko bisa dengan mudah berubah.
“Aku akan memperlihatkan
kamarku ya.”
Aku berjalan lebih dulu dan
memandu mereka ke kamarku. Ini bagus karena aku tidak perlu menunjukkan wajahku
saat ini.
Sampai kami tiba di kamar,
aku pasti akan kembali seperti biasa.
“Ini dia.”
“Wah, kamar mu benar-benar
rapi sekali ya.”
“Aduh. Misa kejam ya. Padahal
aku ini orang yang suka kebersihan lho!”
Sebenarnya aku tidak terlalu
suka kebersihan. Aku hanya bekerja keras membersihkan waktu malam sebelumnya
karena mereka akan datang, karena Seko akan datang.
Setelah Memberikan pendapat
tentang kamarku, kami duduk mengelilingi meja di tengah ruangan dan memulai
sesi belajar untuk ujian akhir.
Ujian reguler di SMA kami
pada dasarnya mengeluarkan soal yang mirip dari kumpulan soal yang telah
ditentukan untuk setiap mata pelajaran. Oleh karena itu, strategi belajar untuk
ujian itu berarti berlatih tanpa henti dari kumpulan soal tersebut.
Aku memutuskan untuk mulai daei
matematika, subjek yang paling tidak aku kuasai. Jika sendirian, aku pasti akan
menghindarinya, jadi aku ingin menyelesaikannya selagi masih ada dua orang ini.
Lagipula, matematika adalah
subjek yang menjadi keahlian Seko.
“......Hmm?”
Aku langsung terpaku pada
soal yang tidak bisa aku pahami meskipun sudah melihat jawabannya. Dalam kasus
ini, aku bisa meminta bantuan dari salah satu dari mereka... Aku ingin meminta
bantuan dari Seko. Tapi aku malu untuk meminta secara langsung, jadi alih-alih
meminta bantuan dari seseorang secara khusus, aku sengaja mengeluarkan suara
kecil yang menyiratkan bahwa aku membutuhkan bantuan dengan mengatakan “Aku
tidak mengerti ini.”
“Bagian mana?”
Yang langsung bereaksi adalah
Misa. Untuk memeriksa soal yang membuatku tersandung, dia mendekatkan diri dan
mengintip ke dalam kumpulan soal.
Aku merasa sedikit tidak
sopan berpikir bahwa seharusnya itu adalah Seko.
Aku melirik ke arah Seko, dia
mengangkat wajahnya, memeriksa situasi, lalu menundukkan pandangannya kembali
ke kumpulan soalnya. Namun, aku merasa senang karena dia menunjukkan reaksi
atas kata-kataku.
Penjelasan Misa sangatlah
mudah dimengerti, dan soal yang tidak bisa aki pahami tiba-tiba menjadi bisa aku
selesaikan. Misa memang hebat, dan aku tahu itu benar bahwa dia yang seharusnya
mengajar. Tapi, di suatu tempat di hati ku, aku masih mencari orang lain.
“Terima kasih, Misa! Aku
langsung mengerti~”
“Itu bagus. Jika ada lagi
yang tidak kamu mengerti, silakan katakan padaku.”
Misa berkata itu dengan
senyum yang lembut.
“Maaf, Yozaki-san. Aku
sungguh minta maaf, tapi bolehkah aku juga minta diajarkan?” tanya Seko dengan
terkesan malu sambil mengangkat tangannya.
“Ya, tidak apa-apa. Mata
pelajaran apa yang kamu kerjakan, Seko-kun?”
“Jepang Klasik. Sebenarnya
ini yang paling aku tidak bisa. Aku bahkan tidak tahu cara membacanya.”
“Pada dasarnya sama seperti
metode belajar bahasa Inggris. Jika kamu memahami dasar-dasar seperti kosakata
dan tata bahasa, selanjutnya hanya soal terbiasa.”
“Benarkah. Oh, tapi tentang
soal ini...”
Dua orang yang berhadapan itu
mungkin tidak terlalu dekat secara fisik, tapi ada kesan bahwa mereka telah
menciptakan ruang mereka sendiri.
Seko tampak meyakinkan saat
dia diajari oleh Misa, sambil sesekali melirik ke arahnya.
Aku bisa mengajar tentang
bahasa, karena itu adalah salah satu dari sedikit subjek yang aku kuasai.
Namun, aku pikir mungkin masih kalah dengan Misa. Bahkan dalam hal yang aku
kuasai, aku tidak bisa mengalahkan Misa.
Aku tahu dalam pikiranku
bahwa Misa yang harusnua mengajar. Tapi di dalam hati, aku merasa “Itu tidak
adil. Kenapa harus Misa? Bertanyalah padaku, Seko”.
“Ahh, aku merasa seperti
semakin paham. Terima kasih, Yosaki-san.”
“Mengajar orang lain juga
bagian dari cara belajarku. Jangan ragu untuk bertanya.”
“Senang mendengarnya darimu.”
Sepertinya mereka selesai belajar,
dan ruang yang terkesan milik berdua itu terasa menghilang. Kegelisahan di
dadaku sedikit mereda.
“Bahasa itu benar-benar bukan
keahlianku. Setelah ujian akhir semester, kita harus memilih antara ilmu
pengetahuan dan sastra, kan? Aku pasti akan memilih ilmu pengetahuan. Aku
tertarik pada teknik.”
“Oh, benarkah? Kebetulan
juga. Aku juga berniat memilih sains.”
“Oh, serius? Kalau begitu,
mungkin kita bisa satu kelas lagi tahun depan!”
“Hehe, iya. Aku akan senang
jika itu terjadi.”
Misa tersenyum, dan Seko juga
tersenyum malu-malu.
Sepertinya kelas akan dibagi
berdasarkan sains dan sastra mulai tahun depan. Jadi, jika aku memilih kelas
yang berbeda dari mereka berdua, aku pasti tidak akan bisa satu kelas dengan
mereka selama dua tahun ke depan.
Aku tidak ingin itu. Aku
tidak ingin berpisah. Aku tidak ingin mereka berdua bersama tanpaku. Aku tidak
bisa. Aku tidak akan tahan.
“Ahh, aku juga berpikir akan
memilih sains.”
Aku langsung mengubah arah
masa depanku. Lalu, Misa menatapku dengan tatapan bingung.
“Haru. Kamu selalu bilang kalau
mata pelajaran sains itu sulit bagimu. Apakah kamu yakin akan baik-baik saja?”
"Memang benar aku tidak
pandai di sana, tapi belum tentu aku tidak akan mengerti dari sekarang, kan?
Mulai dari sekarang, aku akan belajar dengan sangat giat, siapa tahu bakatku
akan mekar! ...Apakah Misa tidak suka kalau aku memilih jurusan sains?"
"Bukan itu maksudku. Aku
tidak ingin ada kesalahpahaman, aku tidak ingin mengkritik pilihanmu, Haru. Aku
hanya khawatir," kata Misa dengan alasan yang masuk akal, dan itu
membuatku tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Harus ada sesuatu yang bisa
kukatakan sebagai balasan. Jika tidak, aku akan terpisah dari mereka berdua,
dari Seko. Tapi, aku tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk
mengatakan.
Tepat ketika aku hampir
menangis, Seko yang telah menonton diam-diam mulai berbicara.
"Yah, tidak apa-apa,
kan? Aku pikir memang ada kemungkinan untuk berpindah jurusan nanti dan ada
tindakan darurat yang bisa diambil. Lagipula, aku bisa membantu dalam mata
pelajaran sains."
Seko telah membantuku. Aku
bisa merasakan bahwa Seko telah melawan Misa demi aku... Aku merasa sangat
serakah, seakan Seko telah memilihku daripada Misa.
Setelah mendengar alasan
Seko, Misa tampak berpikir sejenak sebelum berkata,
"Betul juga. Lagipula,
seharusnya kita menghormati keinginan orang tersebut."
"Maaf, Misa, karena
telah memberimu pertanyaan yang aneh."
"Aku juga minta maaf.
Aku tidak bermaksud kasar, maaf."
"Tidak apa-apa. Aku tahu
kau melakukan itu demi kebaikanku. Dan... terima kasih juga, Seko."
Saat aku mengucapkan terima
kasih, Seko tersenyum dengan sedikit malu.
"Baiklah. Aku akan
menaklukkan hal yang sulit ini dalam ujian kali ini! Tunggu saja!"
Aku menegaskan tekadku dan
mulai mengerjakan set soal di hadapanku. Setelah memulai lagi, sepertinya aku
bisa berkonsentrasi lebih dalam daripada sebelumnya. Tandanya adalah, ketika
aku sadar, sudah sekitar satu jam berlalu.
"Mungkin sebaiknya kita
istirahat sebentar."
Kata-kata Misa membuat
konsentrasiku pudar dan aku menghela napas panjang. Seko juga tampak
meregangkan tubuhnya dan bersantai. Sepertinya Misa adalah alasan kami bisa
berkonsentrasi dengan baik.
Saat sedang istirahat dan
berpikir akan berbincang-bincang, aku menyadari Misa dan Seko saling bertukar
pandang.
Saat aku menunduk bingung, Misa
menyerahkan sebuah kotak besar padaku.
"Meski agak terlalu
cepat. Selamat ulang tahun, Haru."
"Selamat ulang tahun, Hinata-san."
Aku menerima kotak itu dengan
perasaan jujur, namun kata-kata kejutan itu membuatku bingung.
"Eh, apa?"
"Aku tidak menyangka
akan sangat terkejut."
"Haha, tapi itu memang
seperti Haru sekali, kan?"
"Setuju."
Melihat mereka berdua tertawa
bersama, aku akhirnya menyadari bahwa mereka telah merayakan ulang tahunku
.
"Ah... Terima kasih,
kalian berdua! Benar-benar, aku terkejut dengan kejutan ini! Ini hadiah,
kan?"
"Ya. Apakah kamu bisa
membukanya?"
Dihasut oleh Misa, aku
membuka kotak yang terbungkus dengan rapi. Di dalamnya, ada sepasang sepatu
olahraga dari merk terkenal.
"Eh, ini cukup mahal,
kan? Bolehkah aku menerimanya?"
"Malahan kami akan
kesulitan kalau kamu tidak menerimanya. Jadi, tidak perlu sungkan."
"Wah... Terima kasih, Misa!"
"Aku senang kamu suka. Dan
juga, itu hadiah gabungan dari kami berdua dengan Seko, jadi berterima kasihlah
padanya juga."
"Ah, ya... Terima kasih
juga, Seko."
"Eh, yah, padahal ini
pilihan Yozaki-san, tapi..."
"Oh. Tapi karena kami
berdua pergi membelinya bersama, itu juga berarti Seko-kun yang memilihkan untuk
Haru, kan?"
"......Eh."
Apa yang baru saja dikatakan Misa?
Pergi membeli bersama? Dengan siapa? ...Dengan Seko?
Saat aku tidak ada, mereka
pergi bersama untuk berbelanja?
“Hmm, aku tidak yakin apakah
aku benar-benar telah membantu. Ah, tapi aku pastikan membayar bagianku dengan
benar,”
“...Seko. Kamu jadi terlihat
lebih menyedihkan, tahu?”
“Ugh, iya benar. Aku akan
berhenti memberi alasan... baiklah, itu dia. Sekali lagi, selamat ulang tahun, Hinata-san.”
Aku hanya menunduk dan
menjawabnya dengan suara rendah, “Ya.”
Ada banyak hal yang ingin aku
tanyakan, seperti kapan mereka pergi untuk berbelanja, atau ke mana mereka
pergi, dan bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama. Tapi aku tidak bisa
bertanya tentang itu. Jadi, aku hanya bisa menutup mulutku.
Setelah itu, kami melakukan
sedikit obrolan ringan, lalu Misa berkata dia ingin meminjam toilet, jadi aku
menjelaskan lokasi dengan singkat. Misa pun meninggalkan ruangan, memahami arah
yang aku berikan. Tiba-tiba, tersisa aku berdua saja dengan Seko.
Berduaan. Pikiran tentang
pembicaraan sebelumnya terus melayang di kepalaku. Seko pasti merasa senang
saat dia berduaan dengan Misa, mungkin sama tegangnya seperti yang aku rasakan
sekarang ini.
...Bagaimana ini? Apakah dia
merasa berbeda saat hanya berdua denganku? Apakah dia sedikit memperhatikanku?
Sambil menyimpan harapan itu,
aku perlahan-lahan mengangkat kepala untuk melihat ke arah Seko.
Lalu, mata kami bertemu.
“Ah...”
Sebuah suara terlepas dari
mulutku. Jantungku berdetak dengan cepat. Aku ingin mengalihkan pandanganku
secepatnya. Tapi, pada saat yang sama, aku ingin mempertahankan kontak mata
dengannya. Ada keinginan yang bertentangan dalam diriku.
Namun, hanya diam dan saling
menatap tentu sungguh memalukan.
“...Terima kasih. Untuk
hadiah ulang tahunnya. Aku mungkin mengatakan itu tadi, tapi aku sangat
senang,” kataku, mencari-cari kata-kata yang tepat untuk berterimakasih.
Lalu Seko tersenyum pahit.
“Yah, kenyataannya adalah
bahwa apa yang aku pilih itu memang memalukan. Segala sesuatu yang aku pilih
sepertinya tidak memenuhi standar Yosaki-san. Pada akhirnya, aku harus
bergantung padanya... jadi, ini.”
“Eh?”
Dan dia menyerahkan sebuah
kantong kecil padaku.
“Itu hanya sebagai bonus.
Seperti bentuk asuransi, aku memilihnya meskipun terasa kikuk, tapi aku
melakukan semuanya sendiri. Jadi, ini harus tetap menjadi rahasia dari Yosaki-san,”
“...Boleh aku buka?”
Ketika aku bertanya, Seko
mengangguk dan aku dengan hati-hati membuka segelnya.
Di dalam kantong kecil itu,
ada sebuah set handuk dan saputangan dengan desain yang sama, dihiasi dengan bordir
anjing yang dirender deformatif di sudutnya.
“Itu Maru Inu.”
“Maru Inu? Oh, nama anjing
ini?”
“Ya. Aku sudah suka Maru Inu sejak
kecil, aku selalu mengumpulkan barang-barangnya. Lihat.”
Saat aku menunjuk ke rak yang
dipenuhi dengan barang-barang tersebut, Seko juga ikut melihat ke arah itu.
“Benar juga. Eh, jadi
barangkali kamu sudah memiliki handuk ini...?”
“Tidak, aku belum memiliki
ini. Jadi... aku sangat senang. Terima kasih, Seko.”
Aku memeluk hadiah yang baru
diterima dan kata-kata terima kasih secara alami mengalir keluar dari mulutku.
Kemudian Seko menegang
sejenak, dan kemudian dengan senyuman, berkata “Itu bagus,” dan berpaling dari
pandanganku.
“Ah.”
Ketika Seko berpaling,
suaranya terdengar melirih.
“Apa yang salah?”
“Oh, tidak. Hanya saja aku
melihat manga favoritku di sana.”
Aku tahu itu. Karena Seko menyukainya,
jadi aku mengumpulkannya.
“Hehe. Yang mana?”
“Itu... Tornado Panic. Entah
bagaimana, aku terkejut bahwa Hinata-san memiliki itu. Apa yang membuatmu mulai
membacanya?”
“Ehm, secara kebetulan. Aku
melihatnya di toko buku, dan sampulnya lucu, jadi aku membelinya.”
Aku segera menjawab dengan
alasan yang aku temukan, dan nada suara Seko berubah.
“Serius? Sama dong. Aku juga terpikat
sama karakter di sampulnya, tanpa sadar aku udah ngambil bukunya dan langsung
ke kasir. Sekarang karakter itu jadi favoritku.”
Aku merasa bodoh karena
senang saat mengetahui kita memiliki kesamaan, padahal itu hanyalah alasan yang
aku buat-buat.
“Heh, ternyata begitu ya.
Ngomong-ngomong, karakter mana yang Seko lihat waktu itu?”
Aku bertanya dengan harapan
mungkin saja akan tahu kesukaan Seko.
Lalu Seko perlahan menutup
mulutnya yang terbuka dan membuat wajah yang agak serius.
“Aah... Aku memilih untuk
menggunakan hak ku untuk tetap diam.”
“...Kenapa?”
“Karena memalukan.”
“Aku tidak mengerti maksudmu. Kamu hanya perlu
menyebutkan karakter favoritmu.”
“Maksudku itu sulit.”
“……apa maksudnya”
Aku kecewa karena Seko sangat
bersikeras tidak ingin menjawab. Aku ingin tahu tipe kesukaannya. Ternyata di
Tornado Panic ada karakter gadis seperti Misa. Dia adalah ketua kelas, seorang
gadis yang cantik dengan rambut hitam dan berbakat. Seko suka dengan karakter
itu. Apa lagi yang aku harapkan setelah mendapatkan informasi itu? Aku tidak
boleh memiliki harapan yang aneh.
“Aku akan menjawab pertanyaan
lain. Tapi cukup ampuni aku untuk ini.”
“…Jadi jika pertanyaan lain,
Seko pasti akan menjawab?”
“Aku tidak mengatakan pasti…
ah, iya. Aku akan menjawab. Aku akan memberi jawaban.”
Seko tampak seperti telah
menyerah saat aku terus menatapnya. Pertanyaan yang selama ini aku ingin
tanyakan tapi takut untuk terlontar. Dengan penuh keberanian, aku bertanya.
“Seko, kenapa kamu tidak
hanya mengajak Misa, tapi juga mengajakku untuk main?”
Pertanyaan yang tidak terduga
membuat Seko terkejut dan dengan mata membulat dia berkata “ah...” sambil
menggaruk kepala dan mulai menjawab.
“Sebenarnya aneh jika aku
yang berkata, tetapi Yosaki-san selalu tidak memiliki teman dekat sejenis
selama ini. Di SMP hanya berbicara denganku. Aku senang dengan perasaan spesial
itu, tapi aku pikir keberadaan teman dekat yang bisa diajak bicara bebas
penting. Seperti Oda-san yang penting bagiku. Ketika aku memiliki pemikiran
seperti itu, Yosaki-san mendapat teman di SMA.”
“...Aku?”
“Iya, Hinata-san. Melihat
seberapa cepat Hinata-san mendekati Yosaki-san, aku pasti cemburu. Tapi aku
bahagia, karena Yosaki-san akhirnya memiliki seseorang yang bisa dia sebut
sebagai sahabat. Jadi aku tidak mau mengganggu kalian berdua. Tapi, seperti
yang kamu sudah tahu, aku mau berpacaran dengan Yosaki-san. Aku ingin lebih
dekat. ... Karena dua hal egois ini lah alasan aku mengajak Yosaki-san dan Hinata-san
untuk main bersama di hari libur.”
“Jadi, alasan kamu mengajakku
adalah untuk Misa, kan?”
Aku bertanya seperti ingin
konfirmasi, dan Seko dengan tampang bersalah, mengangguk kecil.
Aku menunduk tanpa sadar.
Hatiku rasanya sakit. Ternyata aku hanya teman baik Misa bagi Seko. Aku sudah
tahu itu, tapi mendengarnya langsung dari mulutnya membuat hatiku seolah akan remuk.
“Tapi...”
Suaranya membuatku mengangkat
kepala. Mataku bertemu langsung dengan matanya yang menatapku.
“Sekarang aku mengerti kenapa
Hinata-san bisa akrab dengan Yosaki-san.”
“...Eh?”
“Hinata itu, yah, orang yang
baik. Aku bisa mengerti kenapa Yosaki-san bisa akrab denganmu.”
Alasan yang tidak jelas, tapi
aku bisa merasakan itu berasal dari hatinya melalui ekspresinya.
“Sekarang aku ingin bermain
dengan Hinata-san juga. Aku ingin bersama kalian berdua. Aku ingin mengajak
kalian berdua bermain. ...Itulah jawabanku.”
Hati yang dingin menjadi
hangat dalam sekejap. Ekspresiku yang kaku menjadi lembut.
Seko ternyata memandangku
sebagai diriku sendiri. Tidak sebagai teman dekat Misa, tapi sebagai Haru
Hinata.
Dan Seko berkata kepadaku
bahwa dia juga ingin bersama denganku.
Aku juga! Aku menekan perasaan ingin berteriak. tapi
senyumku tetap terukir di wajah.
“Pfft. Kenapa kamu
menggunakan bahasa hormat di akhir?”
“I..itu tidak apa-apa. Tidak
ada arti khusus.”
“Hmm. Ngomong-ngomong, aku
punya satu pertanyaan lagi.”
“Hei, biasanya cukup satu
kan?”
“Boleh dong. Jangan pelit
ya... Ini, kamu masih ingat?”
Aku mengeluarkan penghapus
yang sudah setengah terpakai dari kotak pensilku dan menunjukkannya kepada
Seko.
“Kamu masih menyimpannya.”
Seko berkata dengan ekspresi
yang tampak merindukan sesuatu.
Saat aku mendengar
jawabannya, perasaan gembira karena dia masih ingat dan rasa lega karena aku tidak
dilupakan melingkupiku.
Dan perasaan bahagia yang
baru saja aku dapatkan bercampur dengan semua itu, membuat emosiku menjadi
kacau balau.
“...Kamu ingat ya.”
“Ya. Itu adalah suatu
kesalahan yang sangat berkesan saat itu. Berkat itu, aku bisa tenang saat
menghadapi ujian.”
“Apa itu? Sarkasme? ...Kenapa
kamu tidak segera memberitahuku kalau kamu ingat?”
“Maksudku, itu karena
pertemuan pertama antara aku dan Hinata-san setelah pendaftaran sekolah itu,
kan? Aku pikir mungkin kamu sudah lupa.”
“Kamu pikir aku orang yang
tidak tau berterimakasih?”
“Aku tidak bermaksud begitu.”
“...Ya, aku tahu.... Aku
selalu ingat. Aku selalu ingin mengucapkan terima kasih.”
“Sama-sama.”
Aku melanjutkan percakapan
sambil menekan perasaanku. Itu sebabnya mungkin terdengar agak dingin, tetapi
dalam hatiku rasanya sangat hangat.
Seko ada di dalam kamarku.
Dia ada di sampingku. Jika aku mendekat sedikit, aku bisa menyentuhnya.
Aku ingin Seko. Aku ingin
menyentuh Seko. Bolehkah aku menyentuhnya? Bolehkah kita saling bersentuhan
sepenuhnya?
Hei, Seko──
“Oh, kamu masih istirahat
ya?”
“...Ah.”
Pintu kamar terbuka, dan saat
aku melihat Misa muncul, aku sadar kembali.
“Aku pikir kamu sudah memulai
belajar lagi karena begitu sunyi.”
“Ah, kita akhirnya
santai-santai saja. Sepertinya aku tidak bisa berkonsentrasi tanpa Yosaki-san.”
“Hehe. Begitu ya? Kalau
begitu, mari kita kumpulkan semangat kita dan berjuang lagi dari sekarang. Ya,
Haru.”
“Eh... ah, ya. Aku akan
berusaha!”
Aku mengambil pena dan
menghadap meja. Namun, pikiranku sedikit melayang.
Kalau misal Misa tidak
kembali, apa yang akan aku lakukan?
Pikiran itu sempat berputar
di kepalaku, tapi aku menggelengkan kepala untuk mengusirnya dan berusaha untuk
fokus pada buku latihan di depanku.
✧
₊ ✦ ₊ ✧
Mungkin karena sesi belajar,
kami berhasil melewati ujian akhir tanpa mendapatkan nilai merah sama sekali,
kami bersemangat mendiskusikan kemana akan pergi bermain selama liburan musim
panas.
Kami ingin pergi ke tempat
yang terasa seperti musim panas, sehingga kami memutuskan untuk berenang di
kolam renang.
Kolam renang, hm... Tunggu,
kolam renang?! Itu berarti, b-bikini!?
Karena selama ini aku hanya
pergi ke kolam renang dengan teman-teman sejenis, aku tidak pernah merasa sadar
akan hal tersebut. Tapi ya, kalau pergi ke kolam renang, artinya aku harus
menunjukkan pakaian renangku kepada Seko... Wah!
Apa yang harus aku lakukan?
Aku punya baju renang yang dibeli saat SMP, tapi apakah itu tidak akan
mengecewakan Seko? Dan apakah ini masih muat? Terakhir kali aku tumbuh di
beberapa bagian...
Setelah mencoba, ternyata
tidak muat, jadi aku memutuskan untuk membeli baju renang yang baru. Meskipun
aku sedikit khawatir tentang pengeluarannya, kegembiraanku tidak bisa
dihentikan.
Saat aku sedang bersemangat
memikirkan tentang baju renang apa yang akan aku beli, ponselku berdering.
Segera aku memeriksa isi pesannya; itu adalah undangan yang tepat waktunya dari
Misa untuk pergi membeli baju renang bersama.
Aku segera membalas pesannya
dan naik kereta ke stasiun yang memiliki sebuah kompleks perbelanjaan besar
tepat di depannya. Setibanya di sana, aku bertemu dengan Misa yang sudah
menungguku di depan pintu masuk.
Misa tampak sangat cantik
mengenakan gaun putih polos dan topi jerami. Dia tampak begitu murni dan indah.
“Maaf membuatmu menunggu.
Topi jeramimu itu cocok sekali!”
“Terima kasih. Ini pilihan
sepupuku.”
“Oh, kamu punya sepupu ya?”
“Ya. Dia empat tahun lebih
muda dari kita, masih anak-anak, tapi dia sangat dewasa. Suatu saat aku akan
memperkenalkannya kepadamu.”
“Tentu saja! Kalau itu sepupu
Misa, aku tidak bisa membayangkan apapun selain sikap dewasa darinya.”
“Jangan membuat harapannya
terlalu tinggi. Dia masih punya sisi anak-anak yang sesuai dengan usianya.”
“Ehehe. Maaf-maaf.”
Aku baru tahu bahwa Misa
memiliki sepupu. Aku merasa sudah banyak tahu tentang Misa sejak kami menjadi
sahabat, tapi nyatanya masih banyak yang belum aku ketahui.
“Tapi, aku rasa dia memang
lebih dewasa dari kebanyakan anak seusianya. Tentu saja, ini adalah pujian dari
keluarga sendiri, tapi dia anak yang memiliki pendapatnya sendiri yang kuat.
Terkadang aku berpikir dia agak angkuh. Namun, itu karena dia memiliki prinsip
yang kuat, dan aku berharap dia bangga akan hal itu. Dia juga sangat
menggemaskan. Sejak dulu dia selalu memanggilku ‘Onee-chan dengan penuh kasih
sayang. Sama seperti bagaimana dia mengagumiku sebagai kakak, aku juga sangat
menyayanginya seperti adik kandung. Baru-baru ini dia datang kerumahku dengan
membawa buku resep dan bahan-bahan, berkata ‘Aku ingin memasak ini.’ Sepertinya
dia punya bakat di dapur karena padahal itu pertama kalinya, tapi dia berhasil
dengan sangat baik. Ah, nanti aku tunjukkan fotonya padamu.”
“Ah, ya. Terima kasih.”
Kayaknya Misa sangat
menyayangi sepupunya itu.
Ini yang disebut ‘siscon’
yah, dalam dunia Torupani? Jadi Misa adalah seorang ‘siscon’?
“Ngomong-ngomong, apakah ada
toko yang menarik? Aku belakangan ini tidak membeli baju renang, jadi aku
kurang tahu.”
“Aku juga tidak terlalu tahu,
tapi aku sudah mencarinya sebelum datang ke sini. Ini beberapa tempat yang kuketahui.”
Sambil mengatakannya, Misa
menunjukkan layar ponselnya kepadaku. Toko yang dimunculkan di layar ternyata
berada dalam kompleks perbelanjaan itu dan harganya terlihat terjangkau.
“Itu bagus! Terima kasih
sudah mencarinya ya, Misa—aku sangat mencintaimu!”
“Ahaha, kamu ini. Sudahlah,
panas ini.”
Ketika aku memeluk Misa, dia
membalas dengan kata-kata itu tapi dia tidak pernah mencoba melepaskan
pelukanku. Ketika aku memikirkannya, aku merasa kesan kakak perempuan dari Misa.
Kami adalah teman sekelas, tapi aku tidak bisa untuk tidak merasa manja
padanya.
Setelah menikmati pesona Misa,
kami menuju tokonya yang khusus menjual baju renang.
Karena sepanjang tahun,
banyak pelanggan selain kami. Itu baik karena mudah untuk masuk.
Seperti yang diharapkan dari
toko khusus, ada berbagai macam baju renang yang dijual.
“Wah, lihat semua ini. Sulit
memilih ya.”
“Ya, bagaimana kalau kita
memilih beberapa dulu?”
Baju renang yang aku beli
waktu SMP adalah model one-piece. Aku masih merasa malu menunjukkan kulit...
Aku pikir one-piece lagi ya. Ya, yang stabil itu yang terbaik.
“Misa— Apa kamu menemuka—!?.”
Aku menoleh ke arah Misa yang
sedang memegang bikini hitam di tangannya.
Bikini!? Dan lagi, warna hitam
itu!?
“Misa, itu yang kamu pilih?”
“...Ya. Apakah itu cocok
denganku?”
“Aku rasa pasti cocok karena
ini Misa... Tapi kamu suka yang seperti itu?”
“...Mungkin aku suka.”
“Wow, serius?”
Aku tidak pernah menyangka Misa
adalah gadis yang begitu berani, si gadis yang merupakan simbol kesucian di
depan mataku ini. Kasir toko pasti akan kewalahan!
...Aku tidak bisa menang ya.
Tentu saja, dia pasti akan menjadi pusat perhatian dengan baju renang seperti
itu. Sementara aku hanya memilih model one-piece...
Aku meninggalkan area yang
tadi aku lihat dan mulai berkeliling toko, mencari sesuatu yang cocok dengan
minatku.
“Ini sepertinya bagus...
Sepertinya mencakup lebih banyak kulit ya. Tapi... apakah aku pantas memakai
semua frilly ini?”
“Haru, kamu akan memilih
itu?”
“Eh!? Ah, umm, aku sedang
berpikir.”
“Bukankah kamu suka bunga
matahari? Lihat, sampai jepit rambutmu juga.”
“Eh.”
Aku baru sadar setelah
diingatkan Misa bahwa yang aku pegang motifnya bunga matahari. Bukan karena aku
tidak sadar, tapi itu tadi memang yang terasa benar bagiku.
...Aku itu sederhana ya. Tapi
entah mengapa... Ini terasa pas.
“Aku akan memilih ini!”
BAB SEBELUMNYA=DAFTAR ISI=BAB SELANJUTNYA
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.