Chapter 1 — Kedatangan Seorang Teman Masa Kecil
Hari itu masih sama seperti hari-hari biasanya.
Sama seperti biasa, aku terlalu lama begadang main game dan pergi ke sekolah dengan mata yang mengantuk, mengikuti pelajaran pagi dengan mata setengah terpejam──
“Baiklah, kalau begitu, Kurokawa-san. Coba bacakan dan terjemahkan kalimat bahasa Inggris ini.”
“Baik, sensei.”
...Barulah ketika aku mendengar suara indah Kurokawa yang terdengar seperti lonceng saat dia membacakan kalimat itu dengan tenang, otakku yang masih setengah tertidur langsung terbangun.
Itulah awal dari hari-hari biasaku. Kurokawa Svetlana, yang berdiri dengan tenang dan membaca kalimat dengan lancar tanpa ragu-ragu, langsung berdiri dari tempat duduknya setelah ditunjuk oleh guru dan membacakan kalimat yang dibahas.
“I am japanese 'YAKUZA', so I'll never forget my boss's favor.『Karena aku seorang ksatria, jadi aku takkan pernah melupakan bantuan yang aku terima dari bosku.』.”
“Ya, benar sekali. Penggantian kata 'YAKUZA' dengan ungkapan yang lebih lembut seperti ‘Ksatria’* daripada menerjemahkan kata itu secara langsung adalah tindakan yang sangat baik——Kurokawa-san memang cerdas.” (TN: Kanjiä»»ä¿ mempunyai arti Ksatria dan Yakuza, jadi bisa dibilang kanji itu adalah cara pengucapan halus ketimbang langsung dengan kata Yakuza yang pakai Katakana)
Walaupun sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang, aku masih belum memahami arti terjemahan dari kalimat tersebut, tapi suara Kurokawa-san membuat otakku menjadi jernih dan membantu untuk kembali fokus pada pelajaran.
Efek penyegarannya membuatku terjaga dari kantuk dan dapat menyerap pelajaran selanjutnya dengan baik. Setelah waktu istirahat tiba, temanku di sebelah kiriku, Narumiya Masahito, langsung berkata padaku dengan semangat “Akhirnya selesai juga!”.
“Hari ini juga, suara merdu sang 'putri' sangat membantu sekali untuk kepalaku di pagi hari begini. Rasanya tidak mungkin memulai hari tanpa itu.”
“Benar juga.”
Ketika aku menimpali dengan setuju, aku melirik ke arah Kurokawa.
Dia sedang bercanda dan sesekali tertawa kecil dengan teman-temannya sambil bersiap untuk pelajaran berikutnya. Senyumnya yang dewasa dan dipadukan penampilannya yang mempesona, membuatnya terlihat seperti lukisan yang indah di sudut ruangan.
Seperti yang Narumiya sebutkan tadi, julukan yang terkesan berlebihan seperti sang “putri” mungkin memang terdengar cocok untuknya setelah melihat penampilannya.
Saat aku terus menatapnya secara tidak sengaja— sepertinya tatapan matanya yang berwarna biru tua melirik ke arahku sesaat.
Bukan, kurasa memang bukan “sepertinya” lagi. Matanya sepenuhnya menatapku. Dia bahkan menghentikan pembicaraannya dengan teman perempuannya, bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arahku.
Gawat…..Tidak, bukannya karena aku melakukan sesuatu yang salah, tapi aku dengan panik mengalihkan pandanganku—— lalu Kurokawa, yang sudah berdiri di depanku, berkata sambil menundukkan kepalanya.
“Hey.”
Apa? Apa yang dia inginkan? Saat aku mengangkat wajahku...tangan Kurokawa justru menyentuh rambutku.
Tangannya yang ramping, putih dan cantik. Di depan Narumiya yang menatap dengan penuh perhatian, Kurokawa mengelus-ngelus rambutku beberapa kali dan mengangguk seolah-olah dia mengerti sesuatu.
“....Uhmm?”
Aku bertanya dengan ragu-ragu, lalu Kurokawa tersenyum lembut dan berkata,
“Kusut rambutmu. Kamu harus lebih berhati-hati, kalau enggak guru akan memperingatkanmu.”
Setelah mengatakan hal itu dengan suara lembut, dia kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan pembicaraannya dengan temannya.
...Apa yang baru saja terjadi?
Dengan keadaan setengah berdebar-debar dan setengah bingung. Narumiya sepertinya tidak tahu apa yang terjadi di hatiku, dan menghela nafas terpesona.
“Tidak salah memanggilnya 'putri'. Dia bahkan masih bersikap baik pada cowok-cowok macam kita….. Tapi dia bukan putri lagi, dia sudah jadi bidadari, ‘kan? Tidak, dia bahkan mungkin seorang dewi?”
“Upgrade level-nya terlalu jauh oi...”
Ketika menanggapi perkataannya yang terlalu berlebihan, Narumiya menatapku dengan tatapan tajam dan melanjutkan pembicaraannya.
“Hey, Tanoji. Kamu dan 'putri' sudah berteman dari masa kecil sejak TK, bukan? Aku iri banget deh, atau bahkan bisa dibilang aku sangat iri dan mendingan mati saja sana.”
“Jangan langsung menunjukkan niat membunuh seperti itu.”
Aku menggelengkan kepala sambil mengangkat bahu atas kata-kata kasar temanku yang satu ini. Ngomong-ngomong, panggilan “Tanoji” adalah nama julukanku.
“Memang benar kalau kami sudah saling mengenal sejak masa kecil. Tapi itu hanya cerita lama. ...Sejak sekitar kelas lima atau enam SD, kami bahkan hampir tidak pernah berbicara satu sama lain.”
“Lantas, tadi itu apaan?”
“Karena Kurokawa baik pada semua orang ── hal seperti ini sering terjadi, ‘kan?”
Setelah aku memberikan jawaban itu, Narumiya mengangguk, “Iya juga” dan mulai merapikan rambut pirangnya (meskipun warna rambutnya lebih mirip dengan puding karena dirinya sudah bosan saat mewarnainya).
“Ahh, aku juga ingin memiliki rambut yang berantakan. Aku ingin disentuh oleh sang 'putri' juga.”
Sambil tersenyum kecut kepadanya yang tampak serius, aku melihat Kurokawa di sudut pandangku lagi.
Memang benar bahwa dia adalah teman masa kecilku. Kami sering bermain bersama setiap hari di TK dan bahkan keluarga kami saling mengenal ── orang tua kami masih berteman sampai sekarang.
Namun, itu hanya terjadi di masa lalu. Seiring bertambahnya usia, kami berhenti berbicara satu sama lain secara alami. Bahkan sekarang, meskipun kami di kelas yang sama, hubungan kami berdua hanya sebatas teman sekelas.
Dia sangat berbeda dari dulu, yang sangat penakut dan selalu khawatiran.
Jadi, aku merasa bahwa aku sering menjaganya pada saat itu── meskipun sekarang mungkin tidak ada yang mempercayaiku jika aku mengatakan hal itu.
Ketika aku sedang bernostalgia oleh kenangan itu…aku merasa ada beban di belakangku dan berbalik untuk melihat.
Dan kemudian di belakangku, ada seorang siswi yang sedang bersandar padaku.
“Ta-kun memang cowok yang tidak bisa diremehkan ya karena bisa mendapat perhatian Kurokawa-san setelah kepalamu dielus-elusnya.”
“….Kasumino.”
Dia adalah teman keduaku, Kasumino Matsuri, yang tersenyum saat mengatakan itu.
Sejak kami menjadi teman sekelas ketika kelas 1 SMA dan duduk di kursi yang berdekatan, aku jadi sering bicara dengannya.
“Lagian juga, siapa yang sudah berteman sejak kecil dengan siapa?”
“Anak ini dengan sang putri.”
Narumiya menunjuk ke arahku dan memberi tahu Kasumino, yang mengayunkan rambutnya dua sisi ke atas dan menggerakkan dagunya di atas kepalaku. Lalu, Kasumino menatapku dan bertanya sambil membuat ekspresi kaget yang sedikit berlebihan.
“Eh, yang bener?”
“..Seenggaknya begitu, sih.”
Kasumino memasang ekspresi aneh setelah mendengar jawabanku.
“Jika kalian berdua teman masa kecil, apa jangan-jangan kalian juga begitu? Apa kalian berdua berjanji untuk menikah saat masih anak-anak? Bagaimana dengan itu, Ta-kun?”
“Tidak ada janji-janji manis yang seperti itu. Jadi jangan berpikir aneh-aneh.”
“Ahh, membosankan sekali.”
Dengan kesan yang ceria— terutama dengan mata besar yang bergerak dengan lincah— dia memiliki suasana yang sedikit mengingatkan pada seekor kucing.
Meskipun dia sebenarnya cukup cantik jika dilihat dengan tenang, tetapi mungkin itu semua tidak terlalu terasa karena sifat blak-blakannya yang mirip dengan teman laki-laki.
Sambil menjauhkan dagunya dari kepalaku, Kasumino duduk di meja sebelah dan membuka mulutnya.
“Tapi aku tidak pernah menyangka kalau kamu dan Kurokawa-san adalah teman masa kecil. Kalian bahkan tidak terlalu sering berbicara di kelas, kan?”
“Yah begitulah. ... Tapi yang namanya teman masa kecil itu biasanya seperti itu, ‘kan?”
“Hmm, mungkin saja begitu.”
“Ya, begitulah adanya.”
Setelah memberitahu Kasumino dengan tegas dan sekali lagi melirik ke arah Kurokawa.
“Kurokawa-san, tolong periksa jawaban PR-ku untuk pelajaran berikutnya! Aku mungkin akan ditanyai tentang itu hari ini──”
“Ya, aku tidak keberatan. ... Jawaban untuk pertanyaan ini sudah benar, tetapi ada beberapa hal yang terlewatkan, jadi….”
“Maaf mengganggu pembicaraanmu, Kurokawa-san! Aku akan memberikan materi untuk rapat setelah sekolah hari ini, tolong dibaca nanti ya!"
“Oh, baiklah, senpai. Aku mengerti.”
Meskipun baru pagi hari, orang-orang sudah berkerumun di sekitar Kurokawa karena mereka memiliki beberapa urusan dengannya. Di sisi lain, aku──aku hanya bisa memandanginya dari kejauhan seperti ini.
Dia adalah gadis yang aku kenal sejak kami berdua masih TK, tetapi hubungan kami hanya berhenti sampai di situ saja.
Tanpa kusadari, dia sudah menjadi siswa yang berprestasi dengan kepercayaan yang tinggi dari para guru, menjadi ketua kelas... dan juga aktif sebagai anggota komite kedisiplinan OSIS.
Oleh karena itu, bagi seorang siswa SMA seperti diriku yang tidak memiliki keahlian atau prestasi apa pun, keberadaannya telah menjadi terlalu jauh untuk dijangkau.
'Karena kami adalah teman masa kecil' sudah tidak bisa menjadi alasan untuk menutup jarak di antara kami.
Mulai sekarang, mungkin tidak akan ada kesempatan bagi kami untuk bersama lagi di masa depan.
Rasanya memang sedikit menyedihkan, tapi begitulah kehidupan.
Setidaknya pada saat itu, aku sudah menerima kenyataan tersebut.
Atau mungkin aku hanya menyerah dan mengalihkan pandangan dari Kurokawa.
...Makanya, aku sama sekali tidak pernah menyangka hal seperti itu akan terjadi.
■■■■
Aku menerima pesan dari ibuku setelah sepulang sekolah.
“Kamu masih ingat Kurokawa-san, ‘kan? Dulu kamu berteman baik dengannya. Ibunya Kurokawa menghubungiku melalui pesan. Katanya dia ingin bertemu denganmu.”
Bersamaan dengan pesan tersebut, tempat pertemuan yang ditentukan adalah sebuah kedai kopi dekat rumah.
...Mengapa ibu Kurokawa ingin bertemu denganku?
Meskipun aku agak terkejut dengan kabar mendadak ini, aku tidak punya alasan untuk menolak. Oleh karena itu, saat pulang ke rumah, aku memutuskan untuk mampir ke kedai kopi yang ditentukan.
Sebuah kedai kopi dengan suasana yang klasik di lingkungan perumahan yang tenang seperti ini. Aku jadi teringat, dulu sering makan kue di sini bersama Kurokawa. Sambil memikirkan hal-hal yang tidak penting seperti itu, aku melangkah masuk ke dalam kedai.
Lonceng pintu kedai kopi berdering ketika aku masuk dan seorang wanita yang duduk di kursi sofa di dekat jendela menoleh ke arahku.
Seorang wanita yang mengenakan setelan bisnis dengan rambut pirang platinum yang hampir perak, sama seperti Kurokawa. Wanita itu memiliki kulit yang segar dan wajah yang cantik seperti aktris film.
Itulah ibu Kurokawa, yang anehnya tidak berubah sedikit pun sejak aku mengenalnya saat masih kecil. Dia segera menyadari kehadiranku dan tersenyum sambil melambaikan tangannya.
“Oh, Takkun. Sudah lama sekali~. Kamu sudah besar ya.”
Takkun adalah panggilan akrabku seperti biasa, yang dulu dipanggil oleh Kurokawa saat masih kecil— tapi akhir-akhir ini orang-orang di sekitarku memanggilku dengan panggilan “Tanoji” atau “Ta-kun” atau bahkan “Ta-gyou” tergantung pada orangnya. Mendengar panggilan yang akrab dan penuh kenangan seperti ini membuatku sedikit geli.
“Terima kasih... Tante sama sekali tidak berubah, ya.”
“Ara, kamu pintar menyanjung juga sampai membuatku senang~.”
Dia mengatakan itu sambil tersenyum dan memanggil pelayan untuk memesan kopi untukku.
Setelah beberapa menit, kopi yang aku pesan tiba dan dia mulai berbicara dengan santai.
“Maaf ya, Takkun. Aku memanggilmu secara mendadak hari ini.”
“Tidak apa-apa... Aku kaget karena sudah lama tidak bertemu dengan tante.”
“Ya, dulu kamu sering bermain dengan Vetochka, tapi akhir-akhir ini kamu jarang datang.”
Vetochka adalah nama panggilan Kurokawa sendiri.
“Aku harap kita bisa bermain bersama keluargamu seperti dulu lagi, tapi kami juga sibuk jadi sulit untuk melakukannya.”
Orang tua Kurokawa adalah eksekutif dari perusahaan elit yang berafiliasi dengan “Hanaya Group”, perusahaan multinasional besar.
Itulah sebabnya, karena kesibukannya yang membuatnya sering meninggalkan rumah, dulu aku sering menjaga Kurokawa di rumahku yang berdekatan dengan mereka.
“Dulu, Takkun sangat membantuku. Anak itu sangat penakut, dia bahkan sampai menangis jika hanya melihat sumpit terjatuh── oh ya, apa kamu masih ingat ketika kalian berdua masih berusia lima tahun dan pergi ke rumah berhantu di taman bermain? Anak itu pingsan di dalam dan kamu membawanya keluar. Terima kasih banyak ya.”
“Tidak, itu──itu bukan masalah besar, kok.”
“Benarkah? Fufu. Tapi aku benar-benar berterima kasih.”
Kata-kata itu diucapkan dengan suara tawa kekanak-kanakan ibu Kurokawa. Ketika aku mengingat senyum dewasa yang ditunjukkan oleh Kurokawa, aku merasa sulit untuk membedakan siapa yang lebih tua di antara mereka berdua.
Selagi aku memikirkan hal itu, ibu Kurokawa menyesap sejumput tehnya dan duduk dengan tegak sebelum membuka mulutnya dengan serius.
“... Ah, maaf maaf, aku tidak ingin mengganggu Takkun dengan omong kosong dari Tente. Jadi, mari kita masuk ke topik utama.”
“Topik utama?”
Aku bertanya-tanya apa yang ingin dikatakan oleh ibu Kurokawa yang sudah lama tidak bertemu denganku. Sambil memperhatikan kebingungan di wajahku, dia dengan serius melanjutkan pembicaraannya.
“Sebenarnya, aku memiliki satu permintaan untukmu, Takkun ... Bisakah kamu menjaga Vetochka selama setahun di rumahmu?”
.....
....?
Aku membeku karena tidak bisa memahami apa yang dia katakan padaku. Ketika melihat reaksiku, ibu Kurokawa terkejut dan berkata,
“Maafkan aku, kadang-kadang bahasa Jepangku masih aneh ... Jadi, maksudku adalah aku ingin Vetochika tinggal bersama denganmu.”
“Tinggal bersama ... tinggal bersama!?”
“Ya, tinggal bersama——hidup bersama dan berbagi tempat tinggal.”
Pesannya sudah tersampaikan dengan benar, dia memang ingin Vetochika tinggal bersamaku. Tapi itulah sebabnya aku semakin bingung bukan karena dia salah dalam berbicara bahasa Jepang, tetapi karena dia benar-benar ingin memintaku untuk itu.
“Uhmm ... jadi Tante ingin putri tante tinggal di rumahku? Bukan hanya sekedar makan malam bersama, bukan?”
“Ya. Selama dua puluh empat jam sehari. Kalian akan pergi ke sekolah bersama di pagi hari dan pulang bersama. Dari pagi hingga malam.”
Dengan bahasa Jepang yang sangat lancar dan alami, dia mengatakan itu dengan pasti, dan aku membeku selama beberapa saat sebelum menggelengkan kepala.
“....Enggak, enggak, Tunggu sebentar! Tinggal bersama? Mengapa Tante tiba-tiba meminta itu?”
“Sebenarnya, kami berdua akan melakukan perjalanan bisnis selama sekitar satu tahun di luar negeri ... Namun, kupikir tidak baik jika membawa anak kamu bersama kami, jadi itulah sebabnya aku meminta bantuanmu.”
Perjalanan bisnis. Sejak dulu, orang tua Kurokawa sering meninggalkan rumah karena perjalanan bisnis.
Jika hanya satu dari mereka yang pergi, itu mungkin tidak masalah, tetapi kadang-kadang keduanya harus pergi— dan aku ingat bahwa mereka pernah meminta bantuan untuk menjaga putrinya di rumahku untuk sementara waktu.
“... Aku mengerti situasinya. Namun, aku harus berkonsultasi dengan orang tuaku tentang ini.”
“Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Orangtuamu sudah menyetujuinya dengan senang hati!”
Ibu Kurokawa berkata sambil membuat tanda V dengan tangannya. Aku merasa bahwa itu pasti akan terjadi karena keluarga Kurokawa dan keluargaku sudah saling mengenal selama bertahun-tahun. Namun ...
“... Bagaimana dengan Kurokawa-nya sendiri? Apakah dia juga setuju? Kami berdua sudah menjadi siswa SMA sekarang, dan Kurokawa adalah seorang gadis, sedangkan aku adalah laki-laki ...”
Begitu mendengar kata-kataku, ibu Kurokawa tersenyum nakal.
“Ara? Ara~ ara~ apa-apaan ini? Apa Takkun menyukai Vetochika?”
“Tidak, bukan begitu masalahnya ... Memang benar, Kurokawa itu sangat cantik dan manis”
“Ara~”
Mendengar kata-kataku yang keceplosan, ibu Kurokawa semakin bersemangat dan melanjutkan dengan senang hati.
“Kamu tidak perlu khawatir, baik aku maupun suamiku mempercayaimu. Vetochika juga mengatakan bahwa dia tidak keberatan dengan itu.”
“Kurokawa ...bilang begitu?”
“Oh, apa kamu senang? Apa kamu merasa senang?”
“Aku tidak senang.”
Ketika aku menolak dengan wajah merah merona, ibu Kurokawa mengatakan, “Begitu ya” dengan senyum kecil, lalu meminum teh lagi.
Setelah beberapa saat keheningan, dia menatapku langsung ke arahku dan dengan senyum tenang yang berbeda dari sebelumnya, dia berkata perlahan.
“... Yah, mari kita kesampingkan lelucon itu. Anak itu mengatakan bahwa dia tidak keberatan dengan itu. Meskipun aku merasa seperti orang tua yang buruk karena memaksa anakku untuk melakukan ini karena kepentingan kami sendiri ...meski demikian, dia tetap setuju.”
Dia mengungkapkan dengan sedikit ekspresi sedih. Kemudian dia membungkuk ke arahku.
“Itulah sebabnya, demi dirinya, setidaknya aku ingin meminta Takkun untuk membantunya. Menurutku tidak baik bagi anak itu untuk meninggalkan teman-temannya dan pergi ke luar negeri bersama kami…..Aku yakin itu tidak akan baik untuknya.”
“……”
Usai mendengar kata-kata ibu Kurokawa yang tulus, aku hanya bisa terdiam.
... Aku sudah lama tidak berbicara dengan Kurokawa selama bertahun-tahun. Lagipula, dia menjadi keberadaan yang sangat jauh bagiku.
Namun── meskipun begitu, aku selalu melihat dan tahu tentang dirinya.
Dia selalu berusaha keras, baik sekarang maupun dulu. Dan ada banyak teman di sekitarnya yang mempercayainya..
... Untuk membuatnya membuang semua itu, hal semacam itu tidak boleh terjadi.
Dan yang lebih penting ── tidak peduli seberapa jauh dia berada, bagiku, dia adalah teman masa kecil yang berharga.
Aku tidak ingin semakin menjauh darinya.
“... Baiklah. Aku juga baik-baik saja dengan itu.”
“Benarkah? Kamu benar-benar tidak keberatan?”
“Ya, tidak masalah sama sekali. Hanya karena kami tinggal bersama, bukannya berarti itu memiliki arti yang lebih mendalam.”
Aku berkata demikian serayamengingatkan diriku sendiri. Ibu Kurokawa meraih tanganku dan membungkukkan kepala berkali-kali.
“Terima kasih, terima kasih banyak! Takkun~~~!”
“Jangan berteriak begitu keras! Orang-orang di sekitar melihat kita dengan tatapan aneh!”
Aku mencoba menenangkannya dengan panik, lalu ibu Kurokawa melepaskan tanganku sambil menitikkan air mata seperti anak kecil, dan tiba-tiba tersenyum lebar.
Dia benar-benar mirip seperti anak kecil dibandingkan dengan Kurokawa. Meskipun aku merasa sedikit kesulitan, aku melanjutkan dengan kata-kata “Tapi…”.
“... Aku memang tidak keberatan, tapi bukannya Kurokawa bisa hidup sendiri tanpa harus tinggal di rumahku? Dia sudah menjadi siswa SMA dan ── sangat mandiri...”
Mendengar kata-kataku, ibu Kurokawa mengedipkan matanya beberapa kali dengan ekspresi heran, lalu menggelengkan kepala dengan senyum pahit.
“Itu sama sekali tidak benar. Meski dia terlihat lebih dewasa di luar dibandingkan dulu... tapi di dalam, dia sama sekali tidak berubah.”
Aku yang merasa keheranan dan berpikir, “Mana mungkinlah”, tapi entah dia tahu atau tidak, ibu Kurokawa melirik jam tangannya dan berseru.
“Maafkan aku, Takkun. Aku harus pergi sekarang. ... Aku akan meninggalkan sedikit uang ekstra, jadi nikmatilah kue dengan tenang!”
“Ah, ya, baiklah... Terima kasih.”
“Baiklah, kalau begitu besok aku akan pergi dengan Vetochika ke rumahmu nanti. Mohon bantuannya, ya!”
“Baiklah... Tunggu sebentar, hahhh?!”
Besok?! Aku mendengar bahwa aku harus menjaga Kurokawa, tapi aku tidak pernah mendengar bahwa aku harus bertemu dengannya besok.
Sebelum aku bisa menanyakan kejelasan tentang situasi tersebut, ibu Kurokawa— seperti seorang wanita bisnis yang tangkas— sudah pergi dari toko dengan kecepatan yang menakjubkan.
Setelah mengantarkan ibu Kurokawa yang pergi seperti badai, aku memesan kue shortcake yang pernah kumakan di masa lalu dan memakannya setelah sekian lama.
Aku terlalu terkejut sehingga tidak bisa menikmati rasa kue sepenuhnya.
──.
... Dan pada hari Minggu keesokan harinya, ibuku membangunkanku dengan langka karena aku tidak bisa tidur nyenyak karena kejadian kemarin. Ibuku yang biasanya selalu cuek dengan kemalasan putranya tiba-tiba membangunkanku hari ini.
Ibuku memintaku untuk segera berpakaian dan datang ke ruang tamu. Ketika aku memandangnya sekilas, ibu terlihat seperti akan pergi ke tempat penting dengan riasan yang lebih menor dari biasanya.
Mungkin ada kerabat yang datang? Tapi seharusnya tidak ada rencana seperti itu pada saat ini. Sambil memikirkan hal-hal semacam itu, aku mengenakan kaos dan celana santai yang bisa kutemukan dan turun ke lantai bawah dengan menguap.
Lalu di sana, ada Kurokawa.
“Selamat pagi, Takkun.”
Suara yang selalu kudengar dari kejauhan di sekolah, dengan nada yang sejuk, memanggil namaku seperti dulu ketika kami masih kecil. Setelah mendengar suaranya, rasa kantukku lenyap seketika. Aku langsung merapikan diri dan memeriksa situasi dengan cemas.
Di ruang tamu yang juga berguna sebagai kamar Jepang, Kurokawa dan kedua orang tuanya duduk berhadapan dengan orang tuaku. Semua orang di sana sepertinya sudah mengetahui situasi, dan Kurokawa dengan sopan membungkuk di atas tatami.
“Mulai sekarang, aku akan tinggal di sini selama setahun dan memohon bantuan. Mungkin aku akan merepotkan kalian dengan berbagai hal, tapi tolong jaga saya dengan baik. Ayah, Ibu, dan... Takkun.”
Dengan sangat cepat, terlalu mendadak, dan mengguncang, Kurokawa Svetlana datang ke rumahku.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.