Episode 6
(POV Ritsuka)
“Aneh ya. Rikka sakit di awal musim semi begini. Biasanya dia gampang sakit pas musim panas.”
“Uu.... Maaf....”
Sambil berbaring di futon, aku meminta maaf pada Yoshino. Kepalaku pusing, badanku panas, tapi ujung tangan dan kakiku sedingin es. Aku menggigil tanpa henti.
“Tidak perlu minta maaf. Biar aku yang menggantikan kuliah, kamu istirahat aja dulu.”
Yoshino menaruh kompres dingin di dahiku. Rasanya sejuk dan nyaman.
“... Yoshino.... Kamu bakal cepet pulang, kan...?”
“Ah... Maaf. Habis kuliah aku langsung kerja paruh waktu, pulangnya bakal malam.”
“Tidak mau....”
Aku tidak mengatakan ingin dia tetap di sisiku. Tapi, aku ingin dia tetap berada di tempat yang sama denganku. Saat sakit seperti ini, aku selalu merasa begitu. Meskipun itu merepotkan Yoshino, aku tidak bisa menahannya.
“Tidak mau gimana lagi~. Pas lagi gini, Tora-nii malah tidak bisa dihubungi. Kerjaannya keluyuran entah kemana.... Pasti lagi sama cewek lain....”
“Tidak mau....”
Aku menarik ujung baju Yoshino. Aku tidak ingin dia pergi. Aku merasa kesepian.
“Kenapa, kenapa? Manja kayak anak kecil. Kamu kan sudah dewasa~?”
“Aku bukan orang dewasa...”
“Rikka cengeng. Udah, tidur dulu. Kamu sakit gini kan karena kurang tidur. Aku akan pulang secepatnya, kok.”
Yoshino menggenggam tanganku dan memasukkannya kembali ke dalam selimut. Dia mengelus kepalaku beberapa kali, tapi karena waktunya mengajar sudah dekat, dia pun berdiri.
“Ya sudah, aku pergi dulu. Selamat tidur, Rikka.”
Terdengar suara pintu tertutup, dan rumah pun menjadi sunyi.
Tidak ada siapa-siapa. Hanya ada aku sendiri. Dan entah kenapa, saat ini aku merasa sangat takut.
(Maaf.... Maaf....)
...Aku telah melakukan hal yang buruk pada Saigawa-kun.
Kakak terus bilang kalau aku tidak salah. Tapi, kata-kataku telah melukainya dengan parah. Aku biasa saja melukai orang lain dengan
《Breath of Blessing》atau senjata, tapi aku tidak tahu kalau melukai seseorang dengan kata-kata bisa semenyakitkan ini. Pasti ada yang salah denganku.... Aku pasti bukan orang normal. Aku aneh, gila.
Aku tidak mengerti. Padahal ini tentang diriku sendiri, tapi aku tidak tahu apa yang kuinginkan.
Sebenarnya aku senang saat Saigawa-kun bilang dia menyukaiku. Aku belum pernah mendengar hal seperti itu dari laki-laki lain, dan terlebih lagi... karena itu Saigawa-kun. Tapi, aku tidak bisa menerimanya. Seharusnya aku bisa menolaknya, tapi aku juga tidak bisa melakukan itu. Entah kenapa, aku hanya berpikir akan baik-baik saja jika bisa terus bersamanya seperti sekarang.
Menyampaikan perasaan dengan jujur pada seseorang membutuhkan keberanian yang besar. Dia sudah berani melakukannya, tapi aku malah menginjak-injaknya. Pada akhirnya, aku hanya memikirkan diriku sendiri... Aku memang yang terburuk.
(Kenapa, harus aku...)
Saigawa-kun adalah orang yang sangat menarik. Dia merepotkan sebagai musuh, tapi bisa diandalkan sebagai teman. Terlepas dari itu, dia baik, pintar, tenang, berani, dan menurutku wajahnya pun tampan. Jadi, dia seharusnya tidak melihatku hanya karena hubungan masa lalu kita, dan melihat orang lain saja. Seharusnya aku tidak pergi ke kencan buta itu. Kalau begitu, pasti Saigawa-kun sudah menemukan orang yang lebih baik dan lebih bahagia sekarang. Tidak akan ada hal yang membuatnya sedih.
......Bohong. Kenapa aku berbohong pada diriku sendiri? Bodoh sekali. Mati saja sana.
(Padahal aku senang dia hanya melihatku...).
Aku pengecut. Aku yang terburuk. Aku sakit begini karena ini hukuman. Semoga saja sakitku makin parah.
Tapi... aku kesepian. Aku ingin ada seseorang di sisiku. Kesepian ini, rasanya sangat menyakitkan sampai ingin menangis.
Bayangan samar muncul di pikiranku. Ada Yoshino dan kakak di antara ‘seseorang’ itu....
Dan saat Saigawa-kun muncul di akhir, kesadaranku pun menghilang.
*
(POV Roushi)
“Haha. Lihat nih, Gorila-senpai. Ada mayat.”
“Nggak lucu, tapi lucu juga~. Saigawa~, sampe kapan kau mau begini terus~?”
Jika harus memberi nama pada mayat yang terbaring di tempat tidur itu, mungkin namanya adalah saigawa Roushi.
Tapi tidak perlu diingat juga tidak apa-apa, kok. Toh aku bakal mati bentar lagi. Sampai jumpa. Sampai jumpa Roushi.
“Masa Cuman ditolak sama Nagira-chan kau jadi selemah ini? Udah lima hari kau tidak makan minum apa pun, kan? Seriusan, kau bisa mati! Minum air dulu.”
“....”
“kau tidak mau jawab, atau tidak bisa jawab? Ya terserah sih~. Tapi yang jelas~, pihak berwenang tidak mau tinggal di tempat angker kayak gini~. Jadi—“
Kerah bajuku ditarik, dan aku dipaksa bangun. Jika harus mendeskripsikan apa yang kulihat, ada seorang pria berambut mohawk merah dengan pipi menggembung seperti hamster sedang mengerucutkan bibirnya, dan di sebelahnya ada seorang pria tampan yang memegang botol air mineral setengah kosong. Ah.... Jangan-jangan aku bakal dicium....
First kiss-ku direnggut dengan cara seperti ini.... Ya sudahlah, toh aku bakal mati....
“Ya tidak begitu juga!! Gila!!”
“Bugh────────────────”
Seperti serangan kabut beracun pegulat, si mohawk merah... eh, Gori-san, menyemburkan air ke wajahku. Dadaku ke atas basah kuyup. Sudah pro nih nyemburin kabut beracun....
“Tidak akan aku cium. Bibir kau~?”
“Tidak butuh...”
“Sudah sadar? Nih, air. Sama handuk. Jangan sedih terus. Semangat lah. Siapa yang kau kira mengumpulkan resume di kelas, hah?”
“Maaf...”
Aku mengelap bagian yang basah dengan handuk, dan langsung menghabiskan air minumku. Selama lima hari ini, aku terus-menerus menangis, berkeringat, dan mengeluarkan cairan lainnya, jadi tubuhku kering seperti tanah tandus.
“Jadi, apa rencanamu selanjutnya? Menurutku, lebih baik kau melupakan wanita itu dan bersenang-senang, itu lebih baik untuk kesehatan mentalmu.”
“Jangan panggil gadis dengan sebutan ‘wanita’...”
“Kami tidak tahu detailnya~. Sepertinya kau ditolak oleh Nagira, tapi ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kalau kau menceritakannya, kau akan merasa sedikit lebih lega. Begitulah curhatan patah hati~.”
“... Baiklah...”
Meskipun aku akan mati, setidaknya aku ingin orang-orang terdekatku tahu apa yang terjadi.
Bagaimana Saigawa Roushi, si pria payah tak laku brengsek sampah tornado penisman, bisa ditolak oleh gadis yang dia sukai, dan akan mati sekarang....
“Hyahahahahahaha!!”
“Ihihihihihi!!”
“Kenapa kalian tertawa?”
Setelah aku menceritakannya secara singkat, mereka berdua menertawakanku. Hei, aku akan mengajak kalian mati bersamaku.
Tanpa sadar, aku meniru cara bicara pria tanah liat itu, dan aku kembali merasa kesal. Nagira itu imut, tapi kakaknya yang berambut emas itu sangat menyebalkan. Calon teman matiku bertambah.
Rasa kesal itu, entah bagaimana, membuat tubuhku kembali bersemangat. Tiba-tiba aku merasa sangat lapar, jadi aku melahap makanan yang mereka bawakan untukku.
“Kalau saja si pria berambut emas bodoh itu tidak ikut campur, Nagira tidak akan tahu perasaanku! Dan lagi, dia memaksa Nagira untuk menjawab, dasar tanah liat sampah!!”
“Meskipun begitu, dia kan kakak dari gadis yang kau sukai, kau tidak boleh bicara seperti itu.”
“Aku tidak mengerti apa maksudmu dengan tanah liat, tapi sepertinya kau sudah kembali bersemangat~.”
“Aku tanya sekali lagi. Apa rencanamu selanjutnya?”
“Aku akan membunuh si pria botak sampah tanah liat itu, lalu aku juga akan mati...!!”
Aku mengatakannya dengan serius. Sepertinya niat membunuh dan dendam bisa sedikit memberiku alasan untuk hidup.
Tapi, Kayama dan Gori-san kembali menertawakanku. Kenapa? Apa aku salah bicara?
“Cara berpikirmu terlalu negatif~. Gunakan semangat itu untuk Nagira~.”
“Eh, tidak, itu.... Aku kan sudah ditolak...”
“Menurutku, kau masih punya kesempatan. Nagira-chan hanya bingung, lagipula, bukankah ada ‘jurang’ di antara kalian? Apa ‘jurang’ itu sudah terisi?”
Ugh, aku terdiam. Satu-satunya hal yang kudapatkan dari si emas bodoh itu adalah aku jadi tahu penyebab ‘jurang’ antara aku dan Nagira.
Dan seperti yang ditanyakan Kayama, aku belum bisa mengisi ‘jurang’ itu. Aku hanya tahu penyebabnya, tapi aku tidak tahu harus berbuat apa. Jadi, wajar kalau aku ditolak.
“Nagira itu~. Wanita yang aneh. Yah... kalian berdua juga sih~.”
“Gori-san juga aneh buat kita.”
“Kau harus berterus terang saja. Perasaanmu sudah diketahui, dan meskipun kakaknya menyebalkan, Nagira-chan sendiri tidak membencimu. Penolakan itu hanyalah sebuah proses, kau harus terus mendekatinya.”
“Mudah sekali kau mengatakannya.... Aku bahkan tidak tahu harus menunjukkan ekspresi apa waktu bertemu dengannya...”
Apa aku harus bersikap biasa saja dan menyapa “Yo”? Atau menunjukkan wajah memelas dan berkata “Hehe”? Atau menunjukkan wajah ketakutan dan berkata “Ah”? Bagaimanapun, aku tidak bisa kembali seperti dulu lagi.
... Ah. Ternyata aku sepayah ini. Aku tidak menyadarinya.
“Kau hanya perlu bertahan. Saigawa~, apa kau pikir kau bisa mendapatkan cinta tanpa rasa sakit~? Itu hanya ada di manga atau drama~. Kenyataan itu berbeda, ekspresi macam apa pun tidak ada gunanya, kau hanya punya wajah itu. Kau hanya bisa maju dengan wajah bodohmu itu.”
Selama kau masih menyukainya──begitulah Gori-san mengakhiri ucapannya.
... Benar juga. Memang benar aku ditolak, tapi perasaanku pada Nagira tidak berubah.
Bisa dibilang aku masih mencintainya, bahkan aku merasa semakin menyukainya.
Setidaknya sekali lagi. Aku ingin bertemu dengan Nagira dan bicara dengannya. Kalau aku ditolak lagi, aku akan menyerah. Kalau dia bilang ingin tetap berteman, aku akan menerimanya.
Aku harus menghindari akhir di mana aku membusuk sendirian. Lagipula, aku masih hidup.
“Maaf, Gori-san. Dan kayama juga. Aku akan maju dengan wajah bodohku.”
“Baguslah. Tapi pria yang masih mencintai mantannya dan terus mengejarnya itu sangat menjijikkan.”
“Jangan sampai berurusan dengan polisi~. Tidak lucu kalau tetanggaku ditangkap karena jadi stalker saat masih kuliah~.”
“Maaf, Gori-san. Dan Kayama juga. Aku akan menghajar kalian berdua sekali, lalu aku akan maju.”
Saat aku mengepalkan tanganku, mereka berdua kembali tertawa. “Itu baru Saigawa”, berisik sekali.
──Dan, tiba-tiba, ponselku bergetar. Ada panggilan masuk. Dari nomor yang tidak dikenal.
“Siapa ini? Tidak mungkin Nagira.... Aku kan punya nomornya. Yah, terserahlah, aku angkat dulu.”
‘Ah, tersambung. Halo, Saigawa-san? Ini Kuri. Apa kau sedang senggang──’
*
(Masa lalu Ritsuka)
Aku tidak ingat detailnya, tapi. Saat aku kecil, aku pernah demam tinggi tanpa sebab yang jelas, dan terbaring di tempat tidur selama lebih dari seminggu. Selama itu, dunia terasa berputar seperti piring, aku bisa mendengar detak jantungku sendiri, dan mataku terasa panas dan sakit.
Aku merasa akan mati, meskipun aku masih kecil. Aku tidak mau mati, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Mulutku kering seperti ditaburi pasir, dan aku membuka mataku yang sayu, entah aku bisa melihat atau tidak.
“... Ka-kak...”
“Hm? Ada apa, Ritsu? Kau haus?”
Kakakku, sebelum dia mengecat rambutnya menjadi hitam. Dialek Kansai-nya yang aneh karena dia meniru seniman yang dia kagumi. Dia pemarah, suka berkelahi, dan karena itu dia selalu terluka, tapi... dia sangat baik, kuat, dan bisa diandalkan, kakakku yang sangat kusayangi.
“... Pa-nas...”
“Tentu saja, kau kan sedang demam. Tunggu sebentar, aku akan mengelap tubuhmu dengan handuk basah.”
“... Ti-tidak mau.... Jangan pergi...”
Aku menghentikan kakakku yang hendak keluar kamar untuk mengambil air dan handuk.
Meskipun itu tidak ada gunanya, aku ingin seseorang menemaniku.
Karena tubuhku panas, seperti terbakar, seperti akan hancur.... Aku takut....
“Aku akan segera kembali. Aku tidak akan ke mana-mana. Tenang saja.”
“Tidak mau.... Tidak mauuu...”
“Aduh, bagaimana ini. ■■■■-san tidak ada di saat seperti ini...”
Eh...? Siapa orang itu.... Aku tidak ingat namanya....
“Pokoknya, kau harus sedikit bersabar. Lepaskan bajuku.”
“... Aku takut.... Kakak. Ritsuka... takut...”
“Kau pasti mimpi buruk, ya? Tenang saja, jangan takut. Kakak akan melindungimu.”
Apa yang kutakuti? Aku takut, tapi aku tidak tahu kenapa. Itulah yang membuatku semakin takut, jadi aku ingin kakakku selalu ada di sisiku. Tapi, kakakku keluar dari kamar, dan begitu dia pergi, aku merasa tubuhku terbakar, mataku membusuk, seluruh tubuhku meleleh, semuanya berubah………………dan………….
“Eh────……?”
Byur. Kakakku menjatuhkan baskom berisi air.
“Ka-kak...”
“Ritsu, kau...?! Apa-apaan, itu──warna rambutmu...?!”
“... Di-dingin...”
Aku tidak panas lagi. Malah, aku merasa dingin seperti membeku.
Tidak, bukan begitu. Aku memang benar-benar membeku, makanya aku kedinginan.
Rambutku yang hitam seperti kakakku, entah kenapa berubah warna menjadi perak──dan, aku mendapatkannya.《Breath of Blessing》ku sendiri.
‘《Swirling Ice》. Itu namamu, jadi hargai, ya?’
“... Su-suara... kudengar.... Siapa...? Aku... kenal...?”
“Suara? Ritsu, sadarlah! Itu suaraku! Lihat aku! Sial, tubuhnya sangat dingin...! Ini tidak normal! Kebangkitan seperti ini tidak mungkin!!”
‘Kalau tidak begitu, kau akan kesepian. Karena kau akan sendirian sampai mati──’
Aku jatuh ke suatu tempat yang jauh. Semua suara menghilang.
Tapi, entah bagaimana, aku mengerti.《Breath of Blessing》itu sangat penting, dan hanya milikku.
Tapi, itu sama sekali bukan kekuatan ajaib, melainkan kutukan──
“Aaaaa!!”
Aku terbangun sambil berteriak sekeras-kerasnya. Mimpi buruk. Tidak. Apa ini mimpi buruk? Ini bukan mimpi buruk. Tapi aku takut. Kenapa aku takut? Aku tidak tahu. Aku tidak tahu, tapi aku takut.
Karena aku ingat kalau aku sendirian...?
“Hei──”
Kakak. Kakak ada di sini. Aku punya kakak.
Aku berlari dan memeluknya. Aku ingin dipeluk erat-erat. Aku ingin punggungku ditepuk-tepuk, kepalaku dielus, dan aku ingin dia memberitahuku kalau aku tidak sendirian.
“Tidak! Aku tidak mau seperti ini!! Aku tidak mau rambut seperti ini!! Aku mau sama kayak yang lain!! Aku tidak butuh《Breath of Blessing》!! Ini aneh!! Aku tidak butuh kekuatan seperti ini!! Kenapa, kenapa aku jadi begini?! Aku tidak pernah melakukan hal buruk!!”
“Tenang, hei! Guh..., hentikan,《Breath of Blessing》mu...! Nagira, Ritsuka...!!”
“Kakak, tolong aku...! Aku tidak mau seperti ini...! Kakak...!”
“Sial...! Apa dia sedang mengigau...? Dia tidak bisa mengendalikan
《Breath of Blessing》nya...!”
Kakakku memelukku erat-erat dan menjatuhkanku ke kasur. Lalu, dia menarik selimut dan menutupiku dari kepala. Dulu, kami sering bermain seperti ini.
Kami berdua masuk ke dalam selimut, menyinari sekeliling dengan senter, dan bermain petualangan....
“Ritsu... Ritsuka, dengarkan suaraku. Suara hatiku. Kau tidak perlu memikirkan hal lain.”
“Suara... hati...”
Di dalam kegelapan, hanya suara itu yang terdengar. Kegelapan yang hangat. Meskipun ini duniaku sendiri, aku tahu kalau aku tidak sendirian. Meskipun aku tidak bisa melihat apa pun, ada kehangatan yang menyelimutiku. Kehangatan dan detak jantung ‘seseorang’ meyakinkanku kalau aku tidak sendirian....
‘Seseorang’...? Ini, bukan aroma kakakku.... Tapi, aku kenal aroma ini.
Karena aku suka aroma ini.... Jadi, aku merasa tenang………….
*
(POV Roushi)
(Dia juga suka. Tidur sambil mendengarkan detak jantungku...)
Aku keluar dari selimut dan memastikan kalau Ritsuka──bukan, Nagira sudah tertidur.
Aku punya adik perempuan yang sudah meninggal. Aku pernah menidurkannya seperti ini saat dia tidak bisa tidur karena mimpi buruk, tapi tidak kusangka pengalaman itu akan berguna sekarang.
‘Rikka sedang flu~. Bisakah kau menjaganya?’
Setelah mendapat pesan itu dari Kuri-san dan mengobrol sebentar, sekarang aku ada di apartemen tempat mereka tinggal bersama. Ada beberapa hal yang kupikirkan setelah datang ke sini, tapi kebanyakan karena nafsu, jadi aku tidak akan membahasnya.
(Tapi──kalau dia sengaja mengirimku ke sini, Kuri-san itu cukup kejam)
Kamar Nagira seperti di dalam freezer. Meja, rak buku, semuanya membeku, seperti ada kesalahan musim di sini. Apa kalau《Blessing Recipient》terkena flu,《Breath of Blessing》mereka akan mengamuk dan menyebabkan hal yang mengerikan? Untung aku kuat, kalau tidak, aku pasti sudah celaka.
(Tidak, mungkin tidak. Kurasa hanya Nagira yang bisa menyebabkan ini)
Nagira yang sedang mengigau tidak tahu siapa aku, dia seperti anak kecil yang hanya bisa mengeluarkan udara dingin dan mengamuk. Melihatnya, aku menyadari kalau aku tidak tahu apa pun tentang Nagira.
Apa yang terjadi di masa lalunya, bagaimana dia bisa bergabung dengan《Organisasi Rod》dan bertarung.
(Dulu, aku tidak ingin tahu...)
Mungkin Nagira punya masalah dengan《Breath of Blessing》nya sendiri. Dan yang terpenting, meskipun bagiku dia adalah si emas bodoh, aku tahu kalau dia adalah kakak yang bisa diandalkan bagi Nagira.
Jadi, sekarang aku ingin tahu. Semua masa lalu Nagira. Aku ingin tahu dan memahaminya.
“Sendirian, ya. Memang tidak sepenuhnya begitu, tapi juga tidak salah. Ah, mungkin aku... bergantung padamu, Nagira. Entah bagaimana, aku mengerti...”
Semua orang pasti pernah merasa ingin mengamuk. Dan kalau mereka benar-benar mengamuk, apa yang akan terjadi? Paling-paling hanya melukai orang lain, tapi aku berbeda. Aku bisa dengan mudah membunuh orang yang ada di depanku. Aku punya kemampuan dan tekad untuk itu.
Tentu saja, aku tidak akan pernah melakukan itu, baik dulu maupun sekarang. Tapi, hanya karena aku bisa melakukannya dengan mudah, sedangkan yang lain tidak, aku jadi berbeda──Nagira pasti sama. Jadi, aku berharap di lubuk hatiku kalau dia bisa memahamiku, dan aku mendekatinya.
“... Menyedihkan. Aku hanya memikirkan diriku sendiri. Aku yang menyukainya, tapi aku hanya berharap dia juga menyukaiku. Seharusnya tidak begitu... tidak boleh begitu.”
Aku sangat mengerti apa yang dikatakan Gori-san. Aku hanya bisa maju dengan wajah bodohku ini. Aku tidak boleh takut pada rasa sakit. Nagira akan melihatku, memahamiku, dan secara kebetulan menyukaiku. Bergantung pada kemungkinan itu, mempertahankan hubungan yang tidak jelas, dan berharap keajaiban terjadi, itu sangat tidak keren.
“Syukurlah dia tahu perasaanku. Akhirnya aku mengerti arti dari menyukai seseorang. Jadi, temani aku sedikit lagi dengan keegoisanku ini──Nagira.”
Aku membetulkan selimut dan sprei yang berantakan. Nagira yang sedang tidur dengan tenang terlihat lebih polos dari biasanya, dan ada sesuatu yang misterius yang membuatku merasa dia tidak akan pernah bangun lagi.
Hal yang memisahkan aku dan Nagira. Apa yang dikatakan《Clod》padaku. Manusia biasa dan pengguna kekuatan supernatural.
Mengatasi semua itu adalah cobaan yang diberikan padaku──hanya padaku.
*
(POV Ritsuka)
“Ng...”
Aku mendengar suara. Berdetak, mengetuk, berdenting. Suara kehidupan sehari-hari...suara seseorang yang berada di sana.
Aku suka suara ini. Hanya dengan suara ini, aku tahu kalau aku tidak sendirian.
Suara itu berasal dari dapur. Apa Yoshino yang pulang? Atau kakakku?
"Maaf, aku sudah sedikit baikan, jadi aku akan memban──"
"Kau sudah bangun, Nagira? Membantu? Tidak perlu. Kau duduk atau tidur saja."
"........."
Hmm... aku melihat halusinasi Saigawa-kun. Mungkin gawat. Mungkin kondisiku belum membaik. Aku coba cuci muka dulu. Airnya dingin dan menyegarkan. Aku kembali ke kamar.
Ah…………dia masih ada. Tidak hilang. Halusinasi yang kuat. Tidak terkalahkan. Gawat…………
"Aku harus panggil ambulans..."
"Eh? Apa kau separah itu? Suhumu──aku tidak tahu..."
Tangan Saigawa-kun diletakkan di dahiku. Kasar tapi hangat.
"Secara kemampuan, permukaan tubuhmu masih dingin──intinya, aku yang akan memanggil ambulans."
"Tunggu... ? Apa kau Saigawa-kun yang asli...? Apa halusinasi belakangan ini bisa disentuh...?"
"Ini bukan halusinasi. Aku datang ke sini karena Kuri-san memintaku untuk menjagamu."
"Begitu ya.... Selamat datang..."
"Aku sudah di sini selama beberapa jam..."
Kalau dipikir-pikir, Yoshino memang bilang akan pulang malam ini, dan kakakku juga bilang sedang pergi entah ke mana. Jadi, wajar kalau aku tidak tahu Saigawa-kun akan datang....
"... Ah."
"Ada apa?"
"A-aku harus ganti baju. Aku masih pakai piyama...!"
"Tidak apa-apa pakai baju tidur. Kau sedang sakit. Ah..."
Mungkin karena aku mengatakannya, Saigawa-kun menatapku dengan saksama. Yang kupakai sekarang bermotif kucing hitam putih. Lucu sih, tapi aku belum siap untuk dilihat....
"... Lucu, kan? Itu. Sangat cocok untukmu... tapi."
".........Kalau begitu, aku pakai ini saja."
"Oh, ya.... Eh, bubur akan segera matang, kau mau makan? Tenang saja, aku membuatnya sesuai resep. Takaran airnya tepat, tidak ada selisih 1 mililiter pun."
"Aku tidak peduli selisihnya... aku mau makan."
Aku tidak pernah mengukur air dengan satuan mililiter saat membuat bubur. Tapi, karena Saigawa-kun mengatakannya dengan serius, aku jadi berpikir kalau setiap orang punya caranya masing-masing dalam memasak.
"... Enak."
Aku menyendok bubur yang mengepulkan asap panas ke mulutku. Kupikir semua bubur rasanya sama saja, tapi ternyata tidak. Rasanya seperti... bubur khas Saigawa-kun.
"Begitu ya. Setelah makan, minum obatnya juga. Aku juga membelikan minuman isotonik dan plester penurun panas."
"Terima kasih. Anu, aku akan membayarnya, jadi tunggu sebentar..."
"Hah? Tidak perlu."
"Tapi, aku tidak bisa begitu sa──"
"... Anggap saja oleh-oleh. Kau juga begitu, kan. Sudahlah, makan saja, nanti dingin."
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi setelah dia mengatakan itu. Dia pandai membujukku.
Aku menghabiskan bubur dan minum obatnya. Mungkin aku akan mengantuk setelah obatnya bereaksi, tapi──sekarang aku sama sekali tidak mengantuk. Jadi, aku ingin mengobrol dengan Saigawa-kun.
"Sepertinya aku mimpi buruk. Aku tidak ingat isinya. Tadi waktu aku melihat kamarku, semuanya membeku, jadi apa aku... melakukan sesuatu waktu tidur?"
"Entahlah. Waktu aku datang, seluruh ruangan sudah membeku. Aku tidak tahu apa yang kau lakukan."
Sambil menghindari tatapanku, dia mengatakannya dengan lembut. Saat itu, untuk pertama kalinya aku tahu kalau dia tidak pandai berbohong. Dan dia hanya bisa berbohong untuk kebaikan.
"... Maaf. Aku pasti merepotkanmu."
"Kau tidak merepotkanku, jadi tenang saja. Tapi, kau sangat sopan. Nagira Ritsuka yang kukenal itu akan masuk ke rumah orang lain tanpa izin dan menembakkan es. Apa kau orang lain?"
"Hmm. Aku kan sudah melepas sepatuku! Aku memang menembakkan es, sih."
"Intinya, aku sudah terbiasa menghadapi《Breath of Blessing》mu. Jadi, apa pun yang kau lakukan, kau tidak akan merepotkanku. Jangan khawatirkan hal yang tidak kau ingat waktu tidur."
"... Baiklah. Aku tidak akan khawatir."
Karena aku sedang tidak enak badan. Aku demam dan flu. Wajar saja kalau aku mengatakan hal yang aneh. Aku meyakinkan diriku sendiri, dan mengganti topik pembicaraan.
"Saigawa-kun. Anu... soal yang dulu."
"Yang dulu? Ah, waktu pergi bersama《Clod》?"
"Iya. Waktu itu, kau... seperti menyatakan cintamu."
"Seperti menyatakan cinta? Itu memang pernyataan cinta. Tentu saja itu bukan bohong. Itu perasaanku yang sebenarnya. Ah, tapi, aku tidak mengatakannya langsung padamu. Kau hanya kebetulan mendengarnya."
"... Apa tidak sopan kalau aku tanya kenapa...?"
Aku berusaha keras untuk memilih kata-kataku, tapi entah kenapa Saigawa-kun terlihat sangat tenang. Seperti orang yang sudah siap... tidak seperti biasanya.
"Mungkin tidak sopan. Tapi kalau kau mau tahu, aku akan memberitahumu."
"... Maaf, tidak jadi. Aku, masih belum bisa menerimanya..."
"Begitu ya. Jangan memaksakan diri. Dan jangan khawatirkan itu. Sekarang fokuslah untuk menyembuhkan flumu."
"Tapi, Saigawa-kun terluka karenaku──"
"Terus kenapa? Kau akan berbohong pada hatimu sendiri karena merasa bersalah, kasihan? Kalau kau melakukan itu, aku tidak akan memaafkanmu. Jangan meremehkanku, Nagira."
Dia marah. Saigawa-kun jelas-jelas marah. Seperti orang yang direndahkan.
Kedua matanya menatapku. Ah, mata itu. Hanya mata itu yang, milikku....
"Menurutmu, aku ini siapa?"
"Itu──..."
"Kalau kau tidak bisa menjawabnya, berarti itulah jawabanmu saat ini. Tapi aku berbeda. Sekarang aku bisa menjawabnya. Aku bisa mengatakan dengan jelas apa dirimu bagiku. Nagira. Kau adalah──"
"Ritsu────!! Kakak pulang────!!"
Tepat saat Saigawa-kun akan mengatakan sesuatu padaku, pintu rumah terbuka lebar, dan kakakku muncul dengan berguling-guling seperti biasa.
Kedua tangannya penuh dengan kantong plastik. Ada banyak daun bawang yang mencuat keluar.
"Kau sedang flu? Kakak akan segera membuatkanmu bubur- GYAAAAAAA!! Ada penisman di sini!! Tolong panggil pria lain────!!"
Berisik sekali.... Kakakku mencabut daun bawang dan memukulkannya ke arah Saigawa-kun.
Saigawa-kun menahannya dengan satu tangan, lalu mencabut daun bawang lain dari kantong plastik dan menyerang kakakku. Seperti di film laga, mereka berdua mulai bertarung menggunakan daun bawang.
"Hei, anjing pecundang...!! Sampah yang ditolak berani-beraninya masuk ke rumah wanita yang dia sukai...!! Kupanggil polisi saja...!! Dan juga ambulans...!!"
"Diam kau, keluarga tak berguna...! Karena kau keluyuran, aku yang menjaganya...!!"
"Maaf sudah merepotkanmu...!! Sebagai ucapan terima kasih, mati saja kau, monyet mesum...!!"
"Coba saja kalau berani...!! Aku tidak takut lagi padamu...!!"
Tidak apa-apa kalau mereka tidak akur, aku sudah pasrah, tapi.
Setidaknya mereka harus bisa membedakan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, karena mereka sudah dewasa.
"Hei!! Jangan main-main dengan bahan makanan... uhuk, uhuk!"
"A-apa kau baik-baik saja, Ritsu? Jangan memaksakan diri, ini, minum air? Air mineral."
"Maaf, aku berisik. Aku pulang dulu. Si emas bodoh ini sudah kembali."
"Tunggu, hei. Jangan panggil aku seperti YouTuber."
Saigawa-kun bersiap-siap untuk pulang. Dia seperti merasa tugasnya sudah selesai, tapi──aku masih ingin mengatakan sesuatu padanya.
"Saigawa-kun."
"Ada apa? Kau harus istirahat."
"──Buburnya, enak. Lain kali aku akan membalas budimu... maukah kau bermain denganku lagi?"
Aku memang egois. Tapi aku ingin ada 'selanjutnya'. 'Selanjutnya' untuk bisa bersama dengannya.
Saigawa-kun sedikit terkejut, lalu... dia tersenyum lembut.
"Ya. Abis kau sembuh total. Sampai jumpa lagi, Nagira. Dan《Clod》."
"Apaan sih. Aku tidak butuh salam perpisahan darimu, cepat pergi saja."
"Dasar bodoh, mati saja!!"
Blam. Saigawa-kun pergi sambil mengomel. Kenapa dia mengatakan itu di akhir... ish.
"Sial────!! Tidak bisa dimaafkan, Ritsu, kakak akan membunuhnya!!"
"Tidak. Kakak, Ritsuka, ingin makan apel...?"
"Oke, kakak akan mengupasnya untukmu!! Tunggu sebentar!!"
Apel berbentuk kelinci yang dikupas oleh kakakku sangat manis dan enak.
Malam ini, aku tidak akan mimpi buruk lagi. Sepertinya begitu──
*
(POV Orang ketiga)
"Pak Direktur. Saya sudah merangkum datanya."
Yoshino melaporkan pada pria yang mempekerjakannya sambil merapikan dokumen.
《Kantor Detektif Kuroba》. Sebuah kantor detektif swasta dengan hanya tiga karyawan, termasuk Yoshino yang bekerja paruh waktu.
Meskipun namanya detektif, mereka tidak seperti di cerita fiksi yang bisa menyelesaikan kasus-kasus sulit dengan mudah, mereka melakukan penyelidikan kredit dan pengumpulan informasi pribadi sesuai dengan undang-undang detektif di dunia nyata.
Karena mereka menerima bayaran sesuai permintaan klien dan baru memulai penyelidikan setelah itu, kantor detektif tidak memiliki musim sibuk atau sepi yang jelas. Mereka akan sibuk jika banyak permintaan, dan akan santai jika tidak ada permintaan.
Saat ini──ada beberapa permintaan yang sedang mereka kerjakan bersamaan. Intinya, mereka sedang sibuk.
"Maaf ya. Padahal Kuri-san juga punya kegiatan belajar..."
Dia meminta maaf, tapi ekspresinya seperti sedang menahan tawa. Atau mungkin pria ini memang selalu seperti itu.
Direktur kantor, detektif Kuroba... Usia dan latar belakangnya tidak diketahui. Yoshino berpikir kalau dia adalah orang yang paling ingin dia selidiki, tapi dia tidak mengatakannya. Sebagai gantinya, dia melontarkan lelucon.
"Tidak apa-apa. Lagipula, aku akan dibayar lebih banyak~"
"Hahaha. Anak muda zaman sekarang mata duitan sekali. Memprihatinkan..."
"Memprihatinkan? Anak muda zaman dulu juga senang kalau diberi uang."
"Kau benar juga. Lalu, bagaimana denganmu──"
Karena kantornya kecil, mereka tidak punya ruang tamu. Hanya ada satu set sofa dan meja kopi yang dipisahkan oleh partisi di sudut kantor.
Saat ini, Kuroba ada di sana. Artinya, ada klien di sana. Seharusnya, Yoshino tidak boleh melontarkan lelucon seperti itu. Tapi, kali ini tidak masalah.
Kuroba berbicara pada klien dengan senyum tipis.
"──Kayama Reiichi-san."
Klien──'pelanggan' Kayama Reiichi itu juga membalas Kuroba dengan senyum tipis.
"Haha. Aku tidak seperti itu. Ada hal yang lebih penting daripada uang."
"Oh ya.... Apa itu?"
"Hmm. 'Ikatan'? Begitulah mungkin?"
"Kau bisa saja bilang begitu.... Orang yang mementingkan itu pasti tidak akan meminta hal seperti ini."
Yoshino meletakkan data yang sudah dia rangkum di atas meja.
Di kertas-kertas yang berserakan itu tertulis──'Laporan Investigasi Saigawa Roushi'.
"Saigawa-san kan temanmu? Kenapa kau melakukan ini──"
"Kuri-san. Kau tidak boleh bicara seperti itu pada klien..."
"Tapi, Pak Direktur! Pria ini mencurigakan!"
"Kalau kau bicara soal bau badan, aku akan tersinggung. Yah, terserahlah. Mau kuceritakan alasannya? Aku tertarik pada Saigawa. Aku hanya ingin mengenalnya lebih dalam. Jadi aku memintanya."
Kayama tidak menunjukkan tanda-tanda penyesalan. 《Breath of Blessing》Yoshino memungkinkannya untuk melihat kebohongan seseorang sampai batas tertentu, dan karena itulah dia tahu kalau Kayama tidak sedang berbohong.
"Bagian yang dalam... Saigawa-san tidak punya kehidupan yang aneh."
"Hentikan. Kau bicara seolah-olah kau lebih mengenal Saigawa. Seharusnya aku yang lebih mengenalnya, kan? Ah, apa kau mengatakan itu karena sudah membaca semua datanya? Kalau begitu, kau resepsionis yang ceroboh. Bukannya lebih baik kau memecatnya, Kuroba-san?"
"Sialan.... Menyebalkan..."
Fakta bahwa《Organisasi Shijima》dan《Organisasi Rod》saling bertentangan dan bermusuhan.
Keberadaan kekuatan supernatural《Breath of Blessing》dan para penggunanya. Semua hal yang berhubungan dengan dunia bawah itu dirahasiakan. Kita tidak akan menemukannya di internet, bahkan tidak ada desas-desus tentangnya. Apa semua orang yang terlibat memilih untuk tutup mulut? Atau──mereka yang membicarakannya akan dibungkam?
Kebenarannya tidak diketahui, tapi yang jelas, Yoshino akan terus merahasiakan masa lalunya. Begitu juga dengan Saigawa Roushi yang dulu menjadi musuhnya, dia juga merahasiakan masa lalunya dan hidup sebagai mahasiswa biasa.
"Soal hukuman untuk Kuri-san, serahkan saja padaku... kau tidak perlu membaca datanya?"
"Oh iya. Ah, Kuri-san. Bisakah kau tidak mendekatiku? Aku akan memuntahkan kopi yang baru saja kuminum."
"Fobia wanitamu itu yang lebih misterius..."
Kayama membaca data itu dalam diam untuk beberapa saat. Setelah selesai membaca semuanya, dia menghela napas panjang.
"Aku harus membayar untuk ini? Padahal tidak ada informasi yang kuinginkan."
"Oh ya.... Maaf. Untuk penyelidikan ulang, biayanya setengah harga─"
"Tidak usah. Ah, kantor ini juga tidak berguna. Padahal aku dengar ini kantor detektif yang hebat, tapi aku kecewa. Aku sudah beberapa kali meminta bantuan kantor lain, tapi mereka semua hanya memberikan informasi pribadi Saigawa yang tidak penting. Tempat lahir, anggota keluarga, riwayat pendidikan, aku tidak peduli dengan semua itu."
──Informasi dunia bawah tidak bisa didapatkan dari dunia luar.
Karena itulah Yoshino tahu kalau Kayama tidak akan puas dengan laporan ini.
"Jadi, ada hal lain yang ingin kau ketahui tentang target penyelidikan?"
"Bagaimana kalau kita bahas keseimbangan tubuh Saigawa? Dia tidak pernah kehilangan keseimbangan dalam situasi apa pun. Di kereta yang bergoyang, di tengah kerumunan yang berdesak-desakan, bahkan saat aku tiba-tiba memeluknya. Dan Saigawa tidak pernah berolahraga? Tidak mungkin. Tidak mungkin dia bisa punya keseimbangan tubuh sebaik itu tanpa latihan. Ada beberapa hal lain, tapi intinya, kemampuan Saigawa itu bukan sesuatu yang bisa dimiliki oleh orang biasa. Yang ingin kutahu adalah alasan... atau situasi yang membuatnya bisa memiliki kemampuan itu."
(Kenapa kau tidak menganggapnya 'dia punya kemampuan atletik yang hebat' saja...)
Kayama menyadari kemampuan fisik Saigawa Roushi yang luar biasa.
Dan dia tahu kalau itu bukan bawaan lahir atau sesuatu yang bisa didapatkan dalam semalam.
"Jadi, anggap saja ini omong kosong mahasiswa, tapi──jangan-jangan, ada dunia luar biasa yang tidak kutahu? Seperti pembunuh bayaran atau mata-mata, seperti di cerita fiksi."
"Begitu ya. Tapi, Kayama-san, pembunuh bayaran dan mata-mata itu ada di dunia nyata."
"Oh, benar juga. Kalau begitu, bagaimana dengan ini. 'Pengguna kekuatan supernatural'."
(Apa dia sebenarnya tahu semuanya...? Hanya saja dia tidak punya bukti...)
Jadi, mungkin Kayama sedang mencoba mendapatkan informasi dari Kuroba dan Yoshino.
Yoshino semakin waspada. Sementara itu, Kuroba memiringkan kepalanya.
"Hmm? Jadi, Saigawa-san itu mungkin seorang pengguna kekuatan supernatural karena keseimbangan tubuhnya sangat bagus... begitu maksudmu? Maaf, aku tidak mengerti logikamu."
"... Maaf. Itu hanya lompatan logika, bahkan bukan logika, hanya omong kosong."
"Benar, benar~. Ini kantor detektif, bukan tempat untuk berdelusi. Pulanglah, pulanglah~."
"Mungkin aku akan pulang. Aku tidak mendapatkan apa pun di sini. Terima kasih."
Kayama berdiri, membungkuk, dan keluar dari kantor. Dia boleh membawa pulang datanya, tapi dia tidak membawa satu lembar pun. Sepertinya dia meninggalkan semuanya.
"Sayang sekali! Pak Direktur, bagaimana dengan ini?"
"Simpan selama beberapa hari, lalu masukkan ke mesin penghancur kertas."
"Baik, Pak."
"Dan, Kuri-san."
"Ya?"
"Bisakah kau membuntutinya? Dia bukan orang yang baik, jadi..."
"Eh... kenapa? Yah, kalau aku dibayar lebih..."
Dia tidak boleh membicarakan hal-hal yang dia ketahui dari pekerjaannya.
Kuroba punya insting yang tajam, dan dia pasti akan langsung tahu kalau Yoshino membicarakannya pada orang lain. Yoshino ingin memberi tahu Roushi dan Ritsuka kalau Kayama sedang merencanakan sesuatu, tapi karena dia tidak bisa, dia harus mengawasinya sendiri.
Yoshino mendorong gagang kacamatanya dengan jari, dan menarik napas dalam-dalam──
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.