Begini, ini adalah hasil eksperimen tentang apa yang terjadi jika kau mastrubasi sambil membayangkan mantan musuh bebuyutanmu yang selalu terbayang-bayang di kepalamu, dan kau tidur setelahnya. Kalian semua pasti penasaran, kan? Iya, kan?
(Rasanya tidak banyak berubah.... Malah lebih terasa mengganjal...)
Itulah jawabannya. Boleh dibilang ya, boleh dibilang tidak. Malah seperti ada rasa bersalah.... Bukannya tidak bisa melakukannya dengan Nagira, tapi lebih baik tidak melakukannya....
Yah, memang sih, aku bisa melakukannya dengan mudah? Sampai akhir pun terasa sangat nikmat? Tentu saja? Nagira dalam fantasiku itu, jauh lebih cabul daripada aktris seksi mana pun? Tapi kalau Nagira yang asli sampai tahu, aku pasti akan dipenggal dan tidak bisa protes?
Rasa hampa.... yang biasa itu terasa jauh lebih kuat dari biasanya. Ini pertama kalinya aku merasa ingin meminta maaf kepada seseorang setelah mendapatkan kesenangan. Secara hukum, aku bahkan merasa telah melakukan semacam kejahatan. Di dalam pikiranku, Nagira bukanlah objek yang boleh dinodai. Aku tidak boleh mengkhianati senyuman itu.
Ah.... Pada akhirnya, aku tetap saja memikirkan Nagira setelah mastrubasi....
(Kalau menurut Gori-san dan yang lainnya, ini... apa namanya... cinta?)
Setidaknya, sudah jelas kalau aku tidak membayangkan Nagira hanya karena dorongan seksual sesaat. Malah, aku memikirkannya terlepas dari dorongan itu.
(Aku tidak mengerti.... Padahal ini tentang diriku sendiri.... Ah, sial, rasanya tidak enak)
Aku menghindari untuk menyimpulkan bahwa ini adalah cinta. Alasannya, karena kurangnya bukti.
Dan hari ini ada beberapa kuliah dari pagi, rasanya jadi sangat malas, jadi aku akan menghubungi Kayama. ‘Tolong kumpulkan resumenya untukku’.
(Aku mau tidur lagi. Entahlah, mungkin memikirkannya hanya buang-buang waktu)
Sebelumnya, aku terlalu memaksakan diri saat menyelamatkan gadis itu dan Nagira di menara observasi, jadi tubuhku masih sakit. Karena itu juga, aku memutuskan untuk beristirahat seharian ini. Tak lama kemudian, kesadaranku melebur ke dalam kantuk....
──Ting.... Ting tong....
“Ng.... Ah....?”
Entah sejak kapan, sinar matahari sore menembus jendela kamarku.
Sudah sore... eh, barusan bel berbunyi?
(Pintunya tidak terkunci, Kayama dan Gori-san pasti akan masuk begitu saja. Sales...?)
Aku juga sering masuk ke kamar Gori-san tanpa izin, jadi kami impas. Karena aku masih setengah sadar, aku tidak bisa membedakan apakah itu sales, atau paket online yang kupesan, jadi aku membuka pintu dengan mata mengantuk dan malas.
“Maaf, aku tidak tertarik dengan agama atau sales...”
“Aku bukan keduanya.”
“Hyaaa!!”
Aku berteriak seperti anak perempuan──karena ada seorang gadis di hadapanku.
Rambut perak yang berkilau. Mata seperti kucing. Bibir tipis tapi cerah. Nagira Ritsuka, entah kenapa, ada di hadapanku.
“Tu-tunggu tunggu tunggu.... Aku, apa aku pernah memberitahumu alamatku? Ah, mimpi? Ini masih mimpi?”
“Ini bukan mimpi. Aku tanya alamatmu pada Yoshino, dan dia bilang di sini.”
“Ah, begitu.... Tapi aku sama sekali tidak pernah memberitahu alamatku padanya...?”
Ada apa ini. Aku tidak mengerti. Di mana informasi pribadiku bocor?
Jika Nagira memiliki niat jahat atau ingin membunuhku, aku pasti sudah mati lima kali. Aku begitu lengah, tidak waspada, dan tidak siap. Tapi, Nagira tidak membawa katana yang dulu sering dia ayunkan, sekarang tangannya memegang kantong plastik, dan dia menunjukkannya padaku.
“Ini.”
“Eh, apa? Barang yang tertinggal...?”
“Bukan itu. Ehm, kau terluka sebelumnya, kan. Itu... mungkin salahku. Jadi, aku bawakan obat dan beberapa barang sebagai permintaan maaf. Terimalah.”
“──Aku tidak bisa menerimanya. Aku tidak terluka. Kalaupun iya, itu juga bukan salahmu.”
Aku tidak sedang keras kepala, aku benar-benar serius mengatakannya. Jika ini empat tahun yang lalu, aku tidak akan pernah terluka hanya karena gerakan seperti itu.
Artinya, luka ini adalah hasil dari aku yang kurang latihan, dan Nagira sama sekali tidak bertanggung jawab. Jadi, seharusnya memang begitu.
Tapi, Nagira menunjukkan ekspresi ‘iih’ yang jelas. Dia terlihat sangat tidak senang.
“Dari postur tubuhmu saja sudah jelas.... Kau pasti kesakitan di sini!”
“Ooguh!!”
Nagira mengayunkan kantong plastik dan memukul pinggang kananku. Seharusnya tidak terasa sakit──jika aku tidak terluka di sana.
Kenyataannya, karena itu adalah bagian yang terluka, aku secara refleks menekuk tubuhku.
Seperti yang diharapkan dari seorang yang disebut《White Demon》. Dia tahu di mana aku terluka....
“Tuh, kan! Pasti sakit! Kalau begitu terimalah ini!”
“Ti-tidak mau...! Aku, tidak terluka...!!”
“Aku tidak mau berhutang budi padamu! Terimalah!”
“Bagaimana aku bisa menerima sesuatu yang tidak pernah kupinjamkan! Ini merepotkan...!!”
“Merepotkan katamu...! Ya sudah!”
Mungkin dia hanya terpancing emosiku. Tapi, aku juga punya pendirianku. Terserah jika Nagira marah. Yah, dengan situasi seperti ini, dia pasti akan marah dan pulang.
“Aku tidak akan pergi dari sini sampai kau menerimanya...!!”
“Hah?”
... Aku lupa. Nagira itu keras kepala. Dia gadis yang sangat teguh pendiriannya.
Kalau dia tipe orang yang mudah menyerah, aku tidak akan pernah memanggilnya musuh bebuyutan. Dalam arti tertentu, aku merasa lega.
Namun di saat yang sama, aku mulai merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitar. Mungkin karena kami berteriak cukup keras, penghuni di lantai yang sama mulai mengintip dari balik pintu mereka. Untungnya Gori-san sedang tidak ada, tapi tetap saja situasi ini tidak bisa dibilang bagus. Aku segera menurunkan nada bicaraku.
“Yah, terus terang ini benar-benar merepotkan.... Bisakah kau pulang saja...?”
“Aku akan langsung pulang kalau kau menerimanya.”
“...... Ah, sial! Kau kenapa sih! Kau ini setia kawan atau apa...!”
Aku mengumpat, tapi Nagira malah terlihat sedikit bangga dengan ekspresi seperti ‘hmph’.
Padahal ‘setia kawan’ itu sindiran, tapi dia malah menganggapnya sebagai pujian.
“... Oii. Masuklah.”
“Eh?”
“Sudahlah, masuk saja!”
Aku menarik tangan Nagira dan memaksanya masuk ke rumah. Dia tidak melawan sama sekali, dan aku segera menutup pintu. Lalu, aku merampas kantong plastik yang ada di tangannya.
“Tu-tunggu, eh, anu...”
“──Ini akan kuanggap sebagai oleh-oleh. Itu kan sopan santun saat pertama kali berkunjung ke rumah orang lain?”
Aku tidak mau menerimanya begitu saja, tapi kalau aku tidak menerimanya, Nagira tidak akan pergi. Jadi, aku harus mencari alasan agar bisa menerimanya. Dan inilah yang terpikirkan olehku.
Kalau kuanggap sebagai oleh-oleh karena dia datang ke rumahku, tidak masalah untuk menerimanya. Itulah keputusanku.
“I-ini tidak seberapa...”
“Terima kasih. Aku salah tidur, dan pinggangku sakit, jadi ini sangat membantu.”
“A-apaan sih.... Orang aneh...”
Nagira masih berdiri mematung di depan pintu. Tujuannya sudah tercapai. Tidak masalah bagiku jika dia langsung berbalik dan pergi, tapi dia tidak bergerak. Jadi aku berkata,
“Masuklah. Aku akan buatkan teh.”
“Eh, boleh...?”
“Boleh. Ah, lepas sepatumu. Rumahku bergaya Jepang.”
“Aku tahu! Kau pikir aku tipe orang yang tidak melepas sepatu?!”
“Kalau kau melepasnya begitu saja, ukuran kakimu akan ketahuan.”
“Kan harus dicek dulu baru tahu! Permisi!”
Setelah mengatakan itu, Nagira melepas sepatunya dan merapikannya di samping pintu masuk.
Sekalian, dia juga merapikan sepatu dan sandalku yang berserakan. Sepertinya dia tipe orang yang memperhatikan detail kecil. Maafkan aku.
────Dan, beginilah.
““…………””
Setelah menyuguhkan teh barley dingin, kami duduk diam tanpa bicara.
Tidak ada barang yang istimewa di kamarku. Menjelang bulan Mei, aku masih memakai selimut kotatsu, dan hanya ada rak buku, tempat tidur, dan laptop. Nagira seperti kucing yang dipinjamkan, atau kucing yang datang ke tempat asing, terus melihat sekeliling. Jelas sekali kalau dia sedang sangat waspada. Jika aku menyentuhnya dengan sembarangan, dia pasti akan menyerangku dengan《Breath of Blessing》.
(Jangan tiba-tiba diam begini.... Aku jadi tidak tahu harus bagaimana mengajaknya bicara)
Nagira mengendus aroma tehnya. Lalu dia menjilatnya sedikit untuk mengecek sesuatu. Mungkin dia sedang memastikan apakah tehnya sudah diberi racun atau belum. Kalau aku di posisinya, aku juga akan begitu... tidak juga sih!
(Tapi tetap saja──... ada seorang gadis di kamarku)
Selama ini kamarku memberlakukan larangan wanita secara sepihak. Intinya, tidak pernah ada satu pun wanita yang datang, jadi secara tidak langsung kamarku menjadi tempat terlarang bagi wanita. Menyedihkan. Padahal aku tidak pernah melarangnya.
Tapi, sekarang ada Nagira di sini. Aku juga merasakan ketidaksesuaian yang tiba-tiba. Rasanya seperti memasang lampu gantung mewah di apartemen murah untuk mahasiswa, seperti itulah ketidaksesuaiannya.
(Semalam aku melakukan hal itu dengan Nagira, jadi aku tidak bisa menatap wajahnya──tidak, tidak boleh. Tenang, tenang)
Meski begitu, tidak salah lagi kalau Nagira terlihat sangat berkilau di mataku.
Seperti butiran es yang disinari matahari sore──
“Hei!! Kau jangan-jangan mau menggunakan《Breath of Blessing》?!”
“Eh? Ah, maaf. Anu... hanya untuk berjaga-jaga.”
“Itu malah membuatku takut!”
Nagira tidak menyembunyikan sikap siaganya. Kalau orang biasa seperti kita tegang, tubuh kita akan menegang atau berkeringat dingin, tapi sepertinya para pengguna kekuatan supernatural akan menyentuh kekuatan mereka dengan jari mereka.
“Tapi, kau pasti menyembunyikan senjata, kan? Aku bisa merasakannya.”
“... Kalau sarung tangan yang dulu kupakai, itu memang tersimpan di lemari. Tapi semua senjata apiku disita waktu organisasinya dibubarkan. Kalaupun kita bertarung di sini, aku yang akan sangat dirugikan.”
Sarung tangan──apa namanya dulu?──itu kuambil sebagai kenang-kenangan. Tapi senjata apiku benar-benar disita semua, tidak ada satu peluru pun yang tersisa. Wajar saja, karena aku sudah menjadi orang biasa.
“Begitu ya. Aku juga, hanya《Hibari》yang boleh kusimpan.”
“Hibari? Apa itu?”
“Pedangku.”
“Ah, yang bilahnya berwarna putih itu.... Kau masih menyimpannya?”
“Itu pedang kesayanganku.”
Dengan menggabungkan katana Jepang yang sangat tajam dan
《Breath of Blessing》, Nagira menjadi sangat kuat. Sepertinya dia masih bisa bertarung dengan gaya itu jika dia mau. Mengerikan sekali.
“Aku juga masih punya seragamnya. Tapi, aku tidak tahu apakah masih muat.”
“Ah, yang berwarna putih itu.... Pasti masih muat.”
“Hah?”
“Eh?”
Aku terancam. Butiran es yang melayang di sekitar Nagira semakin berkilau. Tinggal menunggu hitungan detik sebelum mereka terbang ke arahku seperti peluru senapan. Aku buru-buru menjelaskan alasannya.
“Hei, kau tidak banyak berubah dari empat tahun lalu, kan!? Tinggi badanmu!!”
“I-ini...! Kau menyoroti bagian yang kupusingkan...!!”
Sebuah kerikil es terbang ke arahku, dan aku menghindarinya dengan menggerakkan kepalaku. Terdengar suara ‘blam’ saat kerikil itu menghantam dinding.
Rupanya Nagira merasa tidak senang karena tidak tumbuh tinggi. Saat itu dia berusia 14 tahun, dan sekarang 18 tahun, jadi bisa dibilang dia tidak tumbuh sama sekali selama empat tahun masa pertumbuhannya.
“Tunggu tunggu tunggu! Katanya manusia masih bisa tumbuh sampai usia dua puluh tahun! Kau masih bisa tinggi!”
“...! Benarkah?”
“Iya. Sebenarnya aku juga masih punya seragam organisasinya, tapi karena aku sedikit lebih tinggi dari waktu itu, aku tidak tahu apakah masih muat. Aku tumbuh tinggi setelah masuk universitas.”
“Rasanya aku seperti dibanggakan...”
“Tidak sama sekali.... Dan lagi, jangan gunakan《Breath of Blessing》di dalam ruangan. Kalau kau melubangi dindingnya, kau harus ganti rugi.”
“Ugh.... Kalau begitu, aku akan ganti metode serang.”
“Hentikan seranganmu dulu!!”
Kalau aku punya niat jahat, aku pasti sudah menyerangnya sejak tadi. Saat kukatakan itu pada Nagira, dia cemberut dan menghilangkan tanda-tanda akan menggunakan《Breath of Blessing》. Sepertinya kata ‘ganti rugi’ cukup ampuh.
Tapi, sepertinya ketegangan Nagira akhirnya mereda. Dia menunjuk ke rak buku.
“Banyak sekali manga. Kau bisa membacanya?”
“Iya. Hampir setengahnya bukan punyaku, tapi punya teman.”
“Bukan, maksudku hurufnya.”
“Kau pikir aku tidak bisa baca?! Aku ini bukan monyet!!”
Dia meremehkanku sekali. Yah, mungkin dia sengaja... Nagira terkekeh.
Lalu dia mulai melihat-lihat rak buku. Dia merangkak dengan posisi membelakangiku.
(Jangan tiba-tiba lengah begitu...)
Bukankah perubahan dari waspada ke tidak waspada itu terlalu drastis? Pantat Nagira... ah sial, apa ini. Padahal tertutup baju, kenapa bentuknya terlihat jelas sekali? Eh, tunggu, apa pantatnya memang semenarik ini?
Gawat, jangan terlalu banyak bergoyang di depanku.
Rasa bersalahku akan hilang, dan malam ini akan berubah menjadi sesuatu yang lain, yang akan merasuki tangan kananku. Tidak tidak tidak... Aku harus tetap tenang.
“Aku tahu ini. Manga favorit kakakku. Dia sering bilang ‘bola bola’.”
“Memang iya, tapi kenapa kau harus menyebutkan itu...”
Bukannya seharusnya ‘otak’ bukan ‘bola’? Seperti saat bermain Mahjong, sepertinya pengetahuan Nagira yang setengah-setengah itu kebanyakan berasal dari kakaknya──entah siapa dia.
“Aku juga tahu ini. Bukankah tokoh utamanya yang berotot itu sering menyemburkan cat dari mulutnya?”
“Kenshiro yang asli tidak selemah itu!!”
Itu kan di mesin pachinko atau slot. Pasti kakaknya Nagira yang menjelek-jelekkannya.
“Di sini kebanyakan seri-seri terkenal sih. Kau tidak baca manga?”
“Aku baca kok. Tapi, yang seperti ini, yang untuk laki-laki, kurang begitu suka. Ah, tapi aku sudah baca semua yang itu. Gambarnya aneh, semua karakternya punya dagu lancip...”
“Ah, yang itu ya. Menarik, kan?”
“Iya. Tokoh utama laki-lakinya itu sangat keras kepala, tidak mau kalah dari siapa pun! Dia seperti tidak terkalahkan...”
“Ah, kalau begitu yang tentang pria dari dunia dewa yang main Mahjong?”
“Yang ‘Kamar Anjing’ itu sangat menakutkan.”
“Itu kan ‘Legenda Yakuza’!!”
Itu seri yang lumayan tidak terkenal. Kok dia tahu?
Sepertinya Nagira sering membaca yang namanya shoujo manga. Aku tidak tahu apa-apa soal itu, jadi kami tidak punya selera yang sama. Tapi, dia memberitahuku beberapa judul, jadi mungkin lain kali aku akan coba membacanya. Tapi aku malu membelinya sendiri, jadi aku akan minta Kayama atau yang lain untuk membelikannya....
“... Hei. Sebenarnya, Kuri-san itu siapa?”
“Hmm.... Kau tertarik pada Yoshino?”
Suasana sempat mencair, tapi begitu aku membahas Kuri-san, tatapan Nagira kembali tajam. Dia tipe orang yang semakin tajam saat orang lain terlibat.
“Tentu saja. Karena aku tidak pernah memberitahukan alamatku pada kalian berdua.”
“Ah, kau memang bilang begitu. Hmm, jangan-jangan kau sebenarnya sudah memberitahukannya?”
“Tidak ada kesempatan untuk itu. Aku juga tidak pernah bertemu dengannya lagi setelah kencan buta itu.”
Jadi, ketertarikanku padanya murni karena kewaspadaan.
Nagira sepertinya merasakannya, dan bergumam, “Begitu ya.”
“Dia anak yang biasa saja kok.... Ah, kau pasti sedang memikirkan
《Breath of Blessing》Yoshino, kan?”
“Yah... sedikit. Hanya itu kemungkinannya yang terpikirkan olehku.”
“《Breath of Blessing》nya bukan seperti itu. Aku bisa pastikan itu.”
Lalu,《Breath of Blessing》seperti apa? Kalaupun kutanya, dia pasti tidak akan menjawab. Para《Blessing Recipient》tidak akan memberitahukan detail《Breath of Blessing》mereka, bahkan kepada anggota organisasi yang sama, kecuali pada orang yang sangat mereka percaya.
Apalagi ini tentang《Breath of Blessing》sahabatnya, tidak mungkin Nagira akan memberitahunya.
“... Entahlah. Kalau《Breath of Blessing》nya bisa digunakan untuk banyak hal, aku tidak tahu.”
“Sudah kubilang bukan itu. Ah, tapi, mungkin ada hubungannya dengan tempat kerja Yoshino.”
“Dia kerja paruh waktu? Oh ya, di restoran atau semacamnya?”
Kalau aku pernah ke tempat kerjanya tanpa sadar dan entah bagaimana caranya mendapatkan informasiku, wajar saja kalau dia tahu di mana aku tinggal. Meskipun itu bukan hal yang menyenangkan.
Tapi Nagira menggelengkan kepalanya saat aku menebak ‘restoran’.
“Tidak. Dia bekerja sebagai resepsionis di kantor detektif.”
“Kalau begitu sudah jelas jawabannya!!”
Bukankah itu pekerjaan yang berhubungan dengan informasi pribadi? Misterinya langsung terpecahkan.
“Tapi, dia kan hanya resepsionis. Dia tidak memberitahuku detail pekerjaannya, itu... ra-rahasia perusahaan.”
“Kau mencampuradukkan rahasia perusahaan dengan kewajiban menjaga kerahasiaan. Yah, kalau kantor detektif, wajar saja kalau mereka punya informasiku──... memangnya iya?”
Aku tidak pernah menggunakan jasa kantor detektif. Kalau begitu, lebih tepatnya akulah yang diselidiki.
Siapa yang melakukannya, kapan, dan untuk apa? Apa yang ingin mereka cari tahu dariku?
Aku meletakkan tanganku di mulutku, dan langsung tenggelam dalam pikiran.
Aku benci diselidiki. Aku punya lebih banyak masa lalu yang seharusnya tidak diketahui orang lain daripada orang kebanyakan.
Jika seseorang berani mengorek luka lamaku tanpa izin──orang itu tidak lebih dari musuh bagiku.
“Maaf. Kau pasti sedang mencurigai Yoshino, kan? Tapi, dia tidak...”
“Dia resepsionis. Bukan ‘klien’. Musuhku adalah ‘klien’ itu, tapi──”
Suasana menjadi tegang. Jika aku mencurigai Kuri-san dan menginterogasinya... Nagira pasti akan melindunginya dan menghalangiku di sini. Kalau itu terjadi, pertarungan tidak bisa dihindari.
“──Kemungkinan dia terlibat memang besar. Aku ingin bicara dengannya.”
“... Kau pikir dia akan mengizinkannya?”
“Bukan kau yang memutuskan itu. Aku.”
Mereka yang menyelidiki, dan aku adalah korbannya, tapi Nagira tidak peduli dengan itu. Dia akan melindungi apa yang lebih ingin dia lindungi. Nah──bisakah aku melumpuhkan Nagira tanpa senjata?
Satu gerakan kecil saja. Jika salah satu dari kami bergerak, itu akan menjadi tanda dimulainya pertarungan. Kami saling menatap dengan tatapan ‘musuh’ seperti dulu, bukan hanya sebagai mahasiswa biasa.
────Klik.
“Kau masih saja tidak mengunci pintumu, Saigawa. Aku bawakan resume kuliahmu!!”
Blam!!
Kayama yang tiba-tiba muncul, langsung melompat saat melihat Nagira, kepalanya membentur langit-langit, dan dia jatuh tertelungkup. Lalu, sambil tergeletak seperti katak yang terlindas, dia berkata,
Hentikan gerakan-gerakan manusia supermu itu.
“Ke-kenapa, di taman pria ini... ada seorang wanita...?”
“Jangan seenaknya menyebut ini taman pria! Kenapa...? Hei?”
“Ehm, iya, benar. Orang ini, dia... yang mengamuk di kencan buta itu, kan?”
Semangat bertarung kami langsung menghilang. Kayama menatap Nagira dengan takut, sementara Nagira mengamati Kayama seperti sedang melihat hewan langka di kebun binatang.
“Ka-kau juga yang mengamuk di kencan buta itu.... Aku ingat rambut perakmu itu.... Ah, namaku Kayama. Senang bertemu denganmu, meskipun aku tidak ingin mengatakannya.... Pulanglah ke rumahmu...!”
“Ini rumahku.”
“Senang bertemu denganmu. Namaku Nagira. Aku ini... apa hubungannya dengan Saigawa-kun?”
Saat ditanya lagi, aku tidak bisa menjawabnya. Karena aku bukan teman atau senior Nagira.
Saat Nagira sedang mencari jawabannya, pintu rumahku terbuka lagi dengan sendirinya.
“Saigawa~. Aku dikirimi sake dari rumah~. Ayo minum se-ah?”
“Hiii! Ayam merah!”
Yang muncul adalah Gori-san, dan Nagira menjerit saat melihatnya. Wajah Gori-san memang menyeramkan, jadi wajar kalau dia takut saat pertama kali melihatnya. Tapi ayam merah...?
“Hei, kalau kau membawa wanita, bilang saja~. Kalau begitu aku akan pergi de-ah~”
“Bukan begitu, Gori-san. Aku tidak punya hubungan spesial dengannya. Ah, Nagira. Ini tetanggaku sekaligus seniorku, Gori-senpai. Kami memanggilnya Gori.”
“Gori-san.... Aku, Nagira, manusia, maafkan.”
“Gori, lho~? Yah, nama asliku memang begitu~. Kalau kau manusia, itu sudah jelas~”
“Entahlah? Kalau wanita dikuliti... Tidak! Aku tidak mau menguliti! Menakutkan!!”
“Jadi, Kayama sudah tidak beres~. Situasinya sangat menarik, Saigawa~?”
“Aku tidak sependapat...”
Di saat Nagira ada di sini, Kayama dan Gori-san juga datang. Aku akan menjelaskan hubungan kami nanti pada mereka berdua, tapi Nagira ketakutan pada Gori-san, jadi lebih baik aku menyuruhnya pulang saja.
“Nagira. Sudah waktunya kau pulang──”
“Tunggu, Saigawa~. Kau bilang Nagira? Tunggu sebentar, aku punya barang bagus nih~”
“Barang bagus.... Daibutsu...”
Note: Daibutsu adalah istilah bahasa Jepang untuk patung Buddha raksasa
“Apa yang kau katakan, Nagira...”
Gori-san meletakkan sake oleh-olehnya di atas meja, lalu keluar dari kamarku.
Sepertinya dia mengambil sesuatu dari kamarnya, dan tidak sampai satu menit kemudian dia kembali lagi.
Di tangannya──ada nampan berisi cupcake warna-warni!
“Aku tidak akan melarangmu pulang, tapi karena kita sudah bertemu, makanlah ini~”
“Wah, luar biasa.... Ini, buatan Gori-san?”
“Begitulah.”
“Sial, cupcake Gori-senpai yang seharusnya kita makan...!”
“Tidak apa-apa, kan?”
Meskipun penampilannya seperti ini──maaf kalau ini menyinggung, tapi selain memodifikasi senjata tiruan secara ilegal, Gori-san juga punya hobi membuat kue. Sepertinya dia memang suka pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tangan. Rasanya tidak perlu diragukan lagi, aku dan Kayama sering ikut mencicipinya. Nagira yang tadinya ketakutan, sekarang matanya berbinar.
“Saigawa. Aku akan merebus air~. Aku akan buatkan teh untuk Nagira~”
“Ah, baiklah. Sekalian buatkan untuk kita semua, ya?”
“Serahkan padaku~”
Jadi, entah bagaimana, kami berempat akhirnya minum teh bersama....
*
“Enak...! Gori-san, ini enak!”
“Oh~. Coba jelaskan secara spesifik bagian mana yang enak, Nagira~”
“Ehm, susu kental manis! Di adonannya.”
“Hyahahahahahaha~!!”
Tiba-tiba Gori-san tertawa terbahak-bahak, membuat Nagira tersentak kaget.
Susu kental manis di adonan... benarkah? Aku dan Kayama tidak bisa membuat kue, jadi kami tidak tahu bahan-bahan detailnya. Kami hanya bisa bilang ‘enak’ pada Gori-san.
“Nagira~~~~~~~~~... Chuu♡”
“!?”
“Itu tingkat kesulitannya tinggi, lho, Gori-san...”
Flying kiss adalah jurus andalan Gori-san. Dia akan menunjukkannya pada kami saat sedang senang, atau saat kami menebak dengan benar. Tentu saja kami tidak senang menerimanya.
Seperti dugaanku, Nagira tidak mengerti artinya, dan dia menatapku, meminta penjelasan.
“Yah, mungkin kau benar soal susu kental manisnya. Itu tandanya.”
“Begitu ya.... Aku belum pernah melihat orang melakukan itu...”
“Biasanya memang begitu, jadi tenang saja.”
“Rahasiaku terbongkar memang bukan hal yang menyenangkan──tapi aku ingin rahasiaku tentang rasa terbongkar.”
“Tapi aku juga berpikir kau pakai susu kental manis, Gori-senpai.”
“Tch.”
Gori-san mendecakkan lidahnya dengan keras ke arah Kayama. Decakan lidah ini adalah kebalikan dari flying kiss. Sepertinya Gori-san merasa Kayama tidak mendapatkan poin... begitulah.
“Masih ada lagi~. Makanlah sepuasnya, Nagira~. Ada juga rasa cokelat~”
“Hore! Iya!”
(Gori-san sangat menyukainya, Nagira...)
Dan Nagira sepertinya sudah benar-benar terpikat oleh cupcake, rasa takut dan kewaspadaannya pada Gori-san hampir hilang.
Dia memang bilang punya kakak laki-laki, jadi mungkin Nagira memang suka pria yang lebih tua. Aku belum setua kakaknya... eh, apa yang kupikirkan?
“──Oh~. Jadi, kau berhasil mendapatkan wanita di kencan buta itu, Saigawa~.”
“Kau memang pintar. Kupikir kau meninggalkanku dan pulang duluan hari itu.”
“Hei, aku tidak mendapatkannya. Dan kau sendiri yang salah karena kutinggalkan.”
Lalu, mereka mulai menanyakan tentang hubunganku dengan Nagira. Aku yang selama ini tidak pernah terlihat dekat dengan wanita, tiba-tiba membawa seorang wanita ke kamarku. Mereka berdua sepertinya penasaran.
“Aku dan saigawa-kun, ehm... kenalan lama?”
“Kouhai di SMP atau SMA?”
“Bukan begitu. Yah... semacam perpanjangan dari hobi.”
“Hobi? Saigawa? Baru dengar. Kalau begitu, Nagira-chan juga maniak senjata?”
“Aku lebih suka pedang, mungkin aku tidak bisa pakai senjata api.”
“Uwaah! Tiba-tiba bicara!!”
“Kau yang bertanya, tapi reaksimu berlebihan...”
Kami merahasiakan fakta bahwa kami pernah bertarung dan saling serang di masa lalu. Kalaupun kami mengatakannya, tidak akan ada yang percaya, dan mereka hanya akan menganggap kami aneh.
Jadi, kami hanya bisa berbasa-basi, tapi tetap saja Gori-sam dan Kayama tidak mengerti.
... Hei, Nagira, kau hampir saja mengatakannya.
“Bertemu lagi dengan kenalan di kencan buta, ya~. Dramatis sekali~. Nagira~, Saigawa memang seperti ini, tapi dia bukan orang jahat. Menurutku dia pria yang baik~”
“Kau tidak pantas bicara soal penampilan, Gori-san.”
“Saigawa-kun itu──... eh, 'otoritas' itu apa?”
Nagira hendak menilai diriku, tapi dia mengurungkannya.
Lalu dia mengajukan pertanyaan lain, tentang kata ganti orang pertama Gori-san yang khas.
“Gori-senpai juga punya hobi radio amatir. Karena itulah dia menyebut dirinya ‘otoritas’.”
“Radio amatir...?”
“Uwaah! Tiba-tiba bertanya!!”
“Kau baik-baik saja? Serius?”
Kayama berpegangan padaku. Dalam menghadapi wanita, Kayama tidak bisa melakukan percakapan yang baik, dia malah seperti menabrak lalu kabur. Tentu saja dia yang menabrak lalu kabur. Dasar sampah.
“!! Aku takut wanita!!”
Sambil melakukan headbang, Kayama menunjukkan rasa takutnya pada wanita. Karena Nagira sudah melihat aksi aneh ini di kencan buta, dia tidak sampai merasa jijik.
“... Aneh. Kenapa kau melakukan itu? ‘Kompensasi’ atau semacamnya?”
“Mana mungkin. Kayama memang fobia wanita. Jadi dia takut padamu.”
Aku mengatakannya dengan santai, tapi ‘kompensasi’ adalah harga yang harus dibayar saat menggunakan《Breath of Blessing》.《Breath of Blessing》tidak bisa digunakan tanpa risiko. Setiap《Blessing Recipient》punya ‘kompensasi’ yang harus mereka bayar. Tapi, setelah menjelaskan sejauh ini, Nagira memang biasa membicarakan hal-hal dunia bawah seperti ini, dan Kayama sama sekali tidak peduli, jadi intinya, kami kurang berhati-hati.
“Oh. Aku juga takut hantu.”
Namun, Nagira yang cuek itu, setelah mendengar kata ‘fobia’, menyebutkan apa yang dia takuti.
“Saigawa~. Nagira anak yang baik, kan~?”
“Dia sedikit aneh.”
“Ti-tidak aneh! Saigawa-kun yang aneh karena mengatakan itu!”
“Benar! Saigawa... aneh! Bolehkah aku putar rekaman itu...?!”
“Hei, kalau kau putar, kau mati.”
Kenapa aku yang jadi sasaran? Meskipun tidak seharusnya aku yang mengatakannya, tapi di antara kami berempat, akulah yang paling normal. Kalau ada survei di jalanan, aku pasti menang.
“Suasananya lumayan bagus~. Hei kalian, bagaimana kalau kita main... ‘permainan’~?”
Meskipun hari sudah mulai gelap, Gori-san tiba-tiba mengatakan itu. Dengan wajah seperti itu, saat dia bilang ‘permainan’, yang terlintas di pikiranku hanyalah judi ilegal. Dan memang, Nagira sampai menelan ludah.
“’Permainan’... ya? Yah, aku tidak punya banyak uang.”
“Tenang saja. Kita tidak bertaruh uang~. Kita bertaruh ‘hidup’ kalian~!!”
“Kau mau kami mempertaruhkan sesuatu yang lebih besar dari uang?!”
“Ju-judi itu tidak baik!”
“Hidup, ya. Kayaknya tidak akan ada hasil yang besar walaupun mempertaruhkan hidupku.”
Kami masing-masing mengatakan sesuatu, tapi Gorig-san hanya tertawa ‘kukuku’. Dia tiba-tiba bertingkah seperti penyelenggara death game.... Apa yang dia pikirkan?
Lalu Gori-san kembali ke kamarnya, dan yang dia bawa adalah──
“──Kita akan main ‘Permainan Hidup’...! “
“Seperti itu...”
Kalau tidak mau, bilang saja tidak mau. Kenapa harus pakai basa-basi yang berlebihan?
“Aku ingat ini! Dulu aku sering main ini dengan Yoshino dan yang lainnya. Gori-san punya ini, ya!”
“Kenapa tiba-tiba? Biasanya kita tidak main yang seperti ini.”
“Karena kalau Gori-san main bertiga itu membosankan~. Tapi kalau ada empat orang, ceritanya lain~”
“Kembali ke masa kecil──hak istimewa mahasiswa. Nagira-chan, kereta terakhirmu sebentar lagi, jadi pulanglah.”
“Tapi aku masih bisa lama-lama di sini.”
“Jangan coba-coba mengusir Nagira!!”
Kalau Nagira pulang, jumlahnya tidak akan cukup. Yah, memang benar soal kembali ke masa kecil itu.
Mahasiswa itu mudah untuk kembali ke masa kecil. Hal-hal yang tidak lagi mereka lakukan saat SMP atau SMA──petak umpet, kasti, dan semacamnya, mereka akan melakukannya lagi. Meskipun aku hanya melihat acara seperti itu di kampus dari kejauhan....
Singkat cerita, kami berempat memutuskan untuk bermain ‘Permainan Hidup’.
*
“Ah, ada persimpangan. Eh, jalur kerja kantoran dan jalur pekerja lepas. Aku juga harus mulai mencari kerja tahun ini. Rasanya jadi depresi...”
“Tenang saja, Saigawa~. Kalau gagal cari kerja, kau tinggal mengulang tahun~.”
“Gori-san gagal cari kerja karena kau tetap dengan penampilan seperti itu waktu ikut tes PNS...”
“Gori-san melakukan itu? Kurasa kau lebih cocok jadi pembuat kue.”
Meskipun lulus tes tulis, Gori-san tetap mempertahankan gaya rambut mohawk merahnya saat mencari kerja, jadi dia selalu gagal di wawancara tes PNS. Aku dan Kayama sudah menyarankannya untuk ‘bercermin’, tapi tidak ada hasilnya.
Nah, untuk pekerjaan (di dalam game)-ku──’karyawan kantoran’.
Kita tidak bisa memilih pekerjaan sendiri, kita akan mendapatkan pekerjaan sesuai petak yang kita hentikan.
“Haha. Pilihan yang aman, Saigawa.”
“Tidak ada mimpi di dalam game, Saigawa-kun.”
“Ma-mau bagaimana lagi. Salahkan keberuntunganku dalam melempar dadu.”
Satu per satu pekerjaan kami ditentukan. Kayama jadi ‘pembalap’, dan Gori-san jadi ‘programmer’.
“Aku... hore! ‘Idol’! Ini pekerjaan yang bagus!”
“’Idol’, ya.... Nagira...”
Aku membayangkan Nagira memakai baju berenda-renda, menari di atas panggung sambil disinari lampu sorot, dan kupikir... lumayan juga. Warna rambutnya juga cantik.
“Nagira-chan cocok jadi idol, kan? Uhuk...”
“Kau sampai mau muntah. Aku benci Kayama-senpai...”
Ngomong-ngomong, pekerjaan dengan penghasilan terbesar di dalam game ini adalah ‘pembalap’ milik Kayama. Tapi, ada banyak juga event buruknya. ‘Idol’ milik Nagira punya penghasilan yang fluktuatif, tapi banyak juga event bagusnya. Pekerjaanku dan Gori-san sangat stabil, tapi event-nya sendiri sangat sedikit.
Pemenang permainan ini ditentukan dari siapa yang punya aset alias uang paling banyak di akhir permainan. Tujuannya bukan mencapai petak finish, tapi seberapa banyak uang yang bisa kita hasilkan selama permainan.
“Ah. Aku berhenti di petak ‘balas dendam’.”
──Jadi tentu saja, ada juga petak di mana kita bisa ‘menyerang’ pemain lain.
Petak tempat Nagira berhenti adalah petak ‘balas dendam’. Dia bisa memilih satu pemain lain, dan memberikan denda atau memundurkan pion mereka. Nagira... tersenyum licik.
“Ufufu. Siapa yaaaang akaaaan kupiiiiiih?”
Dia mengarahkan jarinya ke satu per satu orang..
Aku, Gori-san, Kayama, aku, Gori-san, Kayama, aku, aku, aku, aku, aku, aku....
“Bunuh aku saja!!”
“Kalau Saigawa-kun memohon, mungkin aku akan mengampunimu~?”
“Mana mungkin aku memohon. Serangan seperti ini tidak akan berpengaruh padaku.”
“Oh ya? Kalau begitu... Kayama-senpai, kau kena denda.”
“Buaaaaaaa”
Kayama terkena peluru nyasar. Dia meronta-ronta karena kenyataan kalau dia yang dipilih oleh Nagira. Gori-san melihatnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“... Bukan aku?”
“Tidak. Karena Saigawa-kun kan ‘karyawan kantoran’. ‘Pembalap’ lebih kuat.”
“Dasar...”
Nagira bermain dengan cukup tenang. Dia menilai bahwa ancaman terbesarnya adalah Kayama si ‘pembalap’ yang pekerjaannya kuat. Meskipun ini permainan berempat, dan tidak bisa dibilang sebagai pertarungan antara aku dan Nagira, tetap saja aku kesal kalau kalah darinya. Setidaknya aku ingin berada di posisi yang lebih tinggi dari Nagira...!
“Oh. Aku berhenti di petak menikah. Kalian semua, berikan aku uang mung! Berikan padaku!!”
Selanjutnya, aku berhenti di petak menikah. Saat berhenti di petak ini, kita bisa mengambil uang dari semua pemain lain sebagai uang mung, jadi secara garis besar, ini bisa dibilang petak serangan. Tapi jangan menganggap pernikahan sebagai serangan.
Nah, di permainan ini, kita masing-masing punya pion mobil dengan pin yang mewakili diri kita sendiri. Warna mobil dan pinnya sesuai, kalau aku mobil hitam dengan pin hitam. Nagira putih, Kayama merah, Gori-san biru, dan saat menikah, kita akan menambahkan pin pasangan.
... Entah kenapa, Gori-san menancapkan pin putih pasangan ke mobilku.
“Ah! Gori-san, itu punyaku! Jangan sembarangan menancapkannya!”
“Kenapa kau menancapkan pin Nagira ke mobilku?”
“Jangan dipikirkan~. Nanti kalau Gori-san menikah, aku juga akan menancapkan pin Saigawa~. Chuu♡”
“Pakai pinmu sendiri saja...”
“Kalau begitu, aku juga akan menancapkan pin Saigawa kalau aku menikah.”
“Hmm.... Kalau begitu aku juga akan menancapkan pin Saigawa-kun kalau aku menikah...”
“Hei, hentikan, pinnya tidak cukup.”
Jangan berebut aku. Eh, bukan begitu. Yah, terserahlah. Jangan berebut aku!
Dan setelah itu──
“Aku berhenti di petak ‘balas dendam’~. Saigawa~. Siapkan uangmu~.”
“Guh...”
“Aku juga berhenti di petak ‘balas dendam’. Saigawa──berikan aku uang duka.”
“Aku belum meninggal!! Sial!!”
“Aku juga ‘balas dendam’! Kayama-senpai.”
“Buaaaaaaa”
──Kayama tetap melajang seumur hidup, Gori-san terus-menerus berhenti di petak melahirkan dan punya banyak anak, Nagira sukses besar sebagai idol dan mendapatkan banyak uang, dan aku terus-menerus diambil uangnya, dengan berbagai kejadian seru, permainan berlangsung dengan meriah.
Hasilnya, pemenangnya... yah, intinya bukan aku.
“Hmm, seru sekali~!”
“Tentu saja.”
Karena hari sudah larut malam, aku mengantar Nagira ke stasiun terdekat. Dia bilang bisa pulang sendiri, tapi Gori-san memaksaku untuk mengantarnya, jadi aku menurut saja.
Namun, Nagira malah terlihat sangat senang. Dia berjalan dengan ringan sambil meregangkan tubuhnya.
“Gori-san orang yang sangat baik! Dia mentraktirku pizza! Kayama-senpai... yah...”
“Iya, aku mengerti. Dia memang begitu. Maaf kalau dia menyinggungmu.”
“Hmm, bukan begitu. Orang itu...”
Nagira seperti sedang memperhatikan ekspresiku. Dari segi penampilan, Kayama jauh lebih unggul daripada aku atau Gori-san. Jika Nagira tertarik pada Kayama──ah, aku sangat tidak suka itu. Entah kenapa.
“... Yah, terserahlah. Ngomong-ngomong, Saigawa-kun.”
“Ada apa?”
“Ini. Aku sedang menelepon Yoshino. Kau boleh bicara dengannya. Kau penasaran, kan?”
“Eh. Tiba-tiba...?!”
Nagira memberikan smartphone-nya padaku. Di layarnya tertulis Kuri Yoshino, dan dia sedang meneleponnya. Memang, ada yang ingin kutanyakan pada Kuri-san, tapi....
‘Halo. Ada apa? Kamu mau bilang kalau kamu menginap di tempat Saigawa-san?’
“... Bukan begitu. Ah, lama tidak berbincang. Ini Saigawa.”
‘Wah, Saigawa-san? Apa terjadi sesuatu padanya?!’
“Tidak, bukan begitu──”
Aku langsung bertanya pada Kuri-san. ‘Kenapa kau tahu alamatku?’
Aku juga bertanya tentang dia yang bekerja di kantor detektif.
‘Ah, itu. Informasi yang kudapatkan dari pekerjaan tidak boleh kugunakan untuk kepentingan pribadi, jadi yang mencari tahu alamatmu itu《Breath of Blessing》ku. Aku bisa menggunakannya seperti itu.’
“... Jadi memang《Breath of Blessing》nya.”
Mungkin semacam kemampuan pendeteksi. Aku bisa memperkirakan kemampuannya dengan memikirkan tindakannya, tapi──karena itu pasti bukan kemampuan bertarung, tidak perlu aku terlalu memikirkannya.
“Eh?! Benarkah?!”
‘Kenapa Rikka yang kaget?! Lalu, soal kantor detektif, memang benar ada klien yang meminta untuk menyelidiki Saigawa-san. Aku boleh bilang sampai situ saja, selebihnya rahasia. Tapi, kayaknya itu bukan hal yang berbahaya. Jadi tenang saja, meskipun mungkin itu tidak pantas kukatakan...’
“Tidak, itu sudah cukup. Terima kasih sudah memberitahuku. Aku sangat terbantu.”
‘Sama-sama.... Ngomong-ngomong, sepertinya Rikka merepotkanmu.’
“Hei! Sudah boleh kuputus, kan! Waktunya habis!”
“Kau terlihat senang.”
‘Sepertinya begitu. Aku bisa tahu dari suaramu. Ah, ini pendapatku sebagai teman, bukan karena《Breath of Blessing》ku. Dan lagi, akhir-akhir ini dia selalu cerita tentang Saigawa-san padaku──’
Sampai di situ, Nagira merebut smartphone-nya dariku, berkata pada Kuri-san “Aku akan pulang sekarang!”, lalu mematikan teleponnya. Meskipun hanya diterangi cahaya bulan, aku bisa melihat wajahnya memerah.
“H... hal buruk! Tentangmu! Hanya itu yang kubilang pada Yoshino...!”
“Serius, kau yang terburuk.”
Yah, aku tidak peduli dia bilang apa. Jika dia punya kesan tentangku sampai-sampai dia menceritakannya pada orang lain... aku malah senang. Tapi kalau semuanya hanya ejekan, itu masalah lain.
Kami berjalan dalam diam untuk beberapa saat. Tak lama kemudian, bundaran stasiun terlihat.
“... Hari ini menyenangkan. Benar-benar menyenangkan. Aku, sudah lama sekali tidak bermain seperti itu, kayak waktu aku masih di
《Organisasi Rod》. Di sana, semuanya orang dewasa... eh, jadi...”
“──Nee, Nagira.”
“Apa?”
Aku tidak berniat mengatakan ini. Tapi, kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.
“Datanglah lagi. Ah, meskipun tidak ada urusan. Kau boleh mengajak Gori-san, Kayama, dan Kuri-san juga. Anu, ayo main bersama lagi...? Aku juga senang.”
Jadi, ini perasaanku yang sebenarnya. Tapi, di balik perasaan itu, ada perasaan lain yang tersembunyi.
Aku, hanya ingin──tanpa alasan, bertemu dengan Nagira. Itulah yang kurasakan.
“…………”
Nagira menatapku tajam. Aku tidak ingin terlalu memikirkan jawaban apa yang akan dia berikan.
“Ha-hanya dengan yang lain, tidak apa-apa?”
“Eh?”
“Ah, ti-tidak, bu-bukan begitu... Lihat! Kita belum menyelesaikannya! Kan?! Kalau bersama yang lain, kita tidak bisa menyelesaikannya! Jadi aku bertanya, apakah tidak apa-apa, begitu! Hanya itu!”
Hatiku berdebar. Aku ingin bertemu dengannya tanpa alasan. Tapi, jika itu tidak memungkinkan, aku tetap butuh alasan. Jika Nagira butuh alasan, aku juga harus begitu.
“Ah... iya, kau benar. Memang begitu. Tapi terlepas dari itu, aku juga akan memanggilmu sendiri untuk menentukan pemenangnya. Saat itu──jangan lari.”
“Aku tidak akan lari. Kau juga, jangan menangis kalau kalah. Kayak tadi!”
“Aku tidak menangis!”
Kami sampai di depan pintu tiket. Nagira bersiap untuk melewati pintu tiket.
“Hati-hati di jalan. Yah, kau pasti baik-baik saja.”
“Tentu saja. Ah, benar juga.”
Nagira melewati pintu tiket, lalu berbalik menghadapku.
“Sembuhkan lukamu dengan baik, ya. Itu janji dengan Ritsuka-chan! Chuu♡”
“Kau meniru itu juga...”
Kereta datang. Nagira melambaikan tangannya padaku, lalu berlari. Untung kereta datang tepat waktu.
Kalau aku melihat wajahku di cermin sekarang, pasti semerah orang mabuk.
Pengaruh Gori-san pada Nagira ternyata cukup besar, dan untuk pertama kalinya, aku berterima kasih pada kebiasaan menjijikkannya itu. Saat dilakukan oleh seorang gadis, itu terasa sangat menyenangkan.
Jadi, aku ingin mengucapkan terima kasih padanya karena telah mengajari Nagira.
(... Aku akan membelikannya bir sebagai ucapan terima kasih. Hahaha, langit malam ini indah.)
Aku tidak pernah memikirkan langit malam yang sama seperti biasanya. Tapi, ternyata perasaanku sangat berpengaruh pada apakah aku menganggapnya indah atau tidak.
Hubunganku dengan Nagira, sedikit demi sedikit berubah.
Bukan musuh, bukan junior, bukan juga teman. Melainkan sesuatu yang lain, sesuatu yang kurindukan.
Jika sudah ada jawaban yang jelas untuk perasaan di dalam hatiku, aku tidak bisa lagi membohongi diriku sendiri.
──Saigawa Roushi, telah jatuh cinta pada Nagira Ritsuka.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.