Soshiki no Shukuteki to Kekkon Shitara Mecha Chapter 8

Ndrii
0

Episode Terakhir




11 November. Sehari sebelum ulang tahun pernikahan aku dan Ritsuka.

 

Seharusnya ini hanyalah hari biasa sebelum hari jadi, tidak ada yang istimewa──

 

"Uu... Aku gugup, Senpai."

 

"Rapatnya kan siang, kalau dari pagi sudah gugup nanti malah tidak tahan."

 

Proyek yang sedang kami kerjakan, membuat merchandise Nendonguri. Rapat laporannya akan diadakan siang ini. Kakak iparku juga akan hadir dalam rapat ini, dan akan memutuskan merchandise apa saja yang akan diproduksi. Proposal merchandise yang aku dan Ikoma-san ajukan juga termasuk dalam kandidat.

 

"Semoga saja ada salah satu yang beliau suka, Kurei-san."

 

"Hmm... Beliau kan bukan pebisnis, tapi seniman..."

 

Kakak iparku sudah beberapa kali datang meninjau, dan setiap kali melihat proposal merchandise yang kami ajukan, selalu ditolak. Hampir semua orang di perusahaan ini tahu siapa kakak iparku.

 

(Padahal besok hari jadi pernikahan, tapi rasanya malah jadi hari penuh cobaan.)

 

Aku menghela napas dalam hati. Meskipun besok aku sudah mengambil cuti, tapi kalau rapat hari ini tidak ada kemajuan, mana mungkin aku bisa libur dengan tenang. Lagipula, aku kan penanggung jawabnya.

 

"Pengecekan dokumen sudah selesai. Sepertinya tidak ada masalah, tapi tolong dicek ulang."

 

"Oke. Kalau sampai ada satu saja salah ketik, beliau pasti akan marah."

 

Entah karena beliau seorang kreator, atau memang jagonya bersikap seperti mertua, kakak iparku itu orangnya sangat teliti.

 

"Saigawa."

 

"Ya? Ada apa, Manajer?"

 

"Maaf mengganggu saat kamu sedang memeriksa. Ada yang ingin kubicarakan soal itu. Bawa itu dan ikut aku sebentar."

 

Aku dipanggil oleh manajer, dan membawa tas kerja besar yang biasa kugunakan untuk perjalanan dinas ke ruangan lain.

 

"──Soal pemusnahan, apa kau sudah membawa barangnya?"

 

"Ya. Ini."

 

Aku mengeluarkanSai Ka Sai Tenyang kusembunyikan dari dalam tasku. Sudah lama aku meminta untuk memusnahkan ini, dan karena prosedurnya sudah beres, hari ini aku akan menyerahkannya pada manajer.

 

"...Kau tidak merawatnya sama sekali. Apa ini masih bisa berfungsi dengan baik?"

 

"Entahlah... Saya hampir tidak pernah memakainya, jadi saya tidak tahu."

 

"Pokoknya, akan kumusnahkan sepenuhnya. Terima kasih atas kerja kerasmu."

 

"Tidak, saya yang berterima kasih. Terima kasih banyak sudah repot-repot."

 

Aku membungkuk. Dengan ini,Sai Ka Sai Tenbenar-benar terlepas dari tanganku.

 

Manajer memiringkan kepalanya, lalu mengganti topik pembicaraan.

 

"Ngomong-ngomong──soal rapat hari ini, jangan sampai kau absen. Aku tidak mau membuat Kurei marah."

 

"Pada dasarnya, beliau kan tidak pernah bersikap lunak pada siapa pun kecuali Ritsuka. Saya benar-benar takut."

 

"Kalau sudah gawat──apa perlu kupanggil? Istrimu."

 

"Jangan! ... Pasti akan kacau..."

 

Itu kartu truf yang terlalu berlebihan. Manajer tertawa kecil dan berkata, "Aku bercanda." Pada dasarnya, dia juga orang yang unik.

 

"Saya pasti bisa melancarkan segalanya tanpa bantuan Ritsuka. Ini kan pertarunganku?"

 

"...Kau sudah berubah."

 

"Eh? Tiba-tiba kenapa?"

 

"Aku hanya sedang bernostalgia. Semakin tua, aku jadi mudah tersentuh oleh hal-hal kecil."

 

"Sudah jadi kakek-kakek ya."

 

"Mau kuhajar?"

 

Memang benar kalau manajer sudah menua. Tapi, penampilannya masih muda dan beliau juga energik, aku harap beliau selalu sehat. Tapi, kalau aku mengatakannya langsung, pasti akan terasa memalukan.

 

"Maaf sudah menyita banyak waktumu. Lanjutkan saja pengecekan dokumenmu."

 

"Baik. Saya akan berusaha keras!"

 

"Semangat!"

Terakhir, manajer menepuk pundakku pelan, lalu aku kembali ke mejaku.

 

Aku menghabiskan waktu di pagi hari untuk memeriksa dokumen, lalu istirahat makan siang. Sambil makan bekal buatan Ritsuka, aku mengecek ulang jadwal siang ini di kepalaku. Rapatnya jam 3 sore, jadi setelah makan siang aku harus segera menyiapkan ruang rapat.

 

"Senpai, jangan-jangan kamu sedang memikirkan persiapan rapat?"

 

"Kok tahu... Ah, memang cuma itu sih yang harus dikerjakan siang ini."

 

"Kouhai sehebat aku ini bisa dengan mudah menebak apa yang Senpai pikirkan!"

 

"Aku merasa sedikit diremehkan..."

 

Seandainya aku lebih pandai mengatur orang, seharusnya aku bisa menyerahkan persiapan rapat pada Ikoma-san atau Ootaka. Tapi, karena akulah penanggung jawabnya, aku ingin turun tangan sendiri untuk hal-hal seperti ini.

 

Ikoma-san sepertinya sudah mengatasi kegugupannya, dia terlihat lebih bersemangat daripada tadi pagi.

 

"Senpai, sebaiknya AC di ruang rapat dinyalakan dulu. AC di ruangan itu lama banget dinginnya, lagipula akhir-akhir ini cuacanya dingin. Makanya, aku sudah nyalakan."

 

"Cara bicaramu itu, kamu sedang meminta izin atau melapor sih... Terima kasih, itu sangat membantu."

 

Ootaka masih santai seperti biasa. Tapi, soal AC, aku memang berpikir untuk menyalakannya sebelum rapat, jadi aku tidak terpikirkan hal itu. Pantas saja dia dibilang cukup hebat.

 

"Hei, Ootaka-kun. Kenapa kau tahu soal AC di ruang rapat?"

 

"Karena aku sering bolos di ruangan itu."

"Kau ini..."

 

Kalau sampai ketahuan manajer, kau bisa dihajar. Aku dan Ikoma-san sampai tercengang tidak bisa berkata-kata.

 

Waktu terus berlalu, tinggal 30 menit lagi sebelum rapat dimulai. Perutku mulai terasa sakit.

 

(Sebaiknya minum obat maag dulu...)

 

Dulu, dalam situasi apa pun aku tidak pernah sampai sakit perut karena gugup atau stres, tapi begitu masuk ke dunia kerja, ternyata lambungku selemah ini. Mungkin semua pekerja kantoran memang begitu.

 

Saat aku sedang minum obat maag, aku menyadari ada keributan di lorong.

 

(Ada apa? Jangan-jangan kakak iparku datang lebih awal dan membuat keributan?)

 

Tidak mungkin... Tapi, kalau beliau, segala kemungkinan bisa saja terjadi.

 

Aku pergi ke lorong, di sana ada beberapa karyawan sedang berkumpul dan heboh. Di antara mereka ada Ikoma-san.

 

"Ikoma-san. Ada apa? Apa terjadi masalah?"

 

"Ah, Senpai. Itu, kamu pasti akan langsung tahu kalau melihatnya──"

 

Kring kring. Suara lonceng berbunyi. Suara yang sering kudengar di rumah, suara dari kalung.

 

Seekor kucing hitam, dengan napas terengah-engah, menatapku dengan mata bulatnya.

 

Tidak mungkin aku salah mengira dia dengan kucing liar. Dia kan sudah menjadi bagian dari keluargaku, jadi tidak mungkin.

"Nyan-kichi...? Kenapa kau──"

 

"Ada kucing di kantor──Eh?"

 

Aku tidak mengerti. Nyan-kichi yang selalu berada di dalam rumah, tiba-tiba ada di kantorku yang jauh ini. Jangan-jangan dia mengikutiku dari pagi? Tidak mungkin. Kalau begitu pasti dia sudah ditemukan dari tadi.

 

Pikiranku dipenuhi kegelapan. Karena itu, aku harus bersyukur. Pada ikatan khusus yang ada di antara aku dan dia.

 

Dalam bentuk kata-kata, Nyan-kichi dengan jelas menyampaikannya padaku.

 

‘Ritsuka... diserang...’

 

Hari penuh cobaan, dimulai saat ini juga.

 

 

***

 

(POV Ritsuka)

 

Besok adalah hari jadi pernikahanku dengan Rou-kun!! Selamat!!

 

Karena itu, hari ini aku sama sekali tidak bersemangat bekerja. Tidak ada pekerjaan yang mendesak, tidak ada yang mengawasiku, tidak masalah kalau aku bersantai.

 

Tak terasa, waktu makan siang pun tiba. Aku menegakkan tubuh dan menuju dapur.

 

"Nyan-kichi~. Ayo makan siang!"

 

‘Fumyaa~’

 

Beberapa waktu lalu, aku selalu makan siang sendirian. Tapi sekarang, aku makan siang bersama Nyan-kichi.

Yah, sebenarnya aku hanya melihat Nyan-kichi makan makanan kucing sambil mengunyah sisa makanan kemarin, sih.

 

Besok aku sudah mengambil cuti, jadi aku bisa seharian bersama Rou-kun. Kami sudah membuat rencana dengan baik, aku jadi tidak sabar menunggunya.

 

(Tapi, hari ini Rou-kun pulang telat.)

 

Karena ada rapat penting dengan kakak, sepertinya dia akan pulang sebelum kereta terakhir, begitu kata Rou-kun semalam (dengan nada agak lelah). Sebenarnya aku ingin makan malam bersama sebagai perayaan awal, tapi aku tahu sekarang Rou-kun sedang sibuk bekerja. Proyeknya besar, dia penanggung jawabnya, tidak boleh gagal. Tapi, kalau berhasil, Rou-kun mungkin akan naik jabatan. Meskipun sepertinya dia tidak terlalu memikirkan soal naik jabatan.

 

...Intinya, hari ini adalah hari "menunggu" bagiku.

 

"Kalau untuk kucing, bagaimana ya, Nyan-kichi?"

 

‘Nya~’

 

"Begitu ya. Aku akan langsung menciumnya begitu dia pulang... Boleh juga."

 

‘Nyaa?’

 

"Kau memang gadis yang berani, Nyan-kichi."

 

Setelah menghabiskan makanannya, Nyan-kichi memalingkan wajahnya. Aku tidak tahu seberapa banyak kucing bisa mengerti bahasa manusia, tapi mungkin saja dia malu.

 

"Baiklah. Setelah istirahat sebentar, aku akan segera menyelesaikan pekerjaanku."

 

Ting tong. Suara bel pintu berbunyi. Paket... Sepertinya aku tidak memesan apa pun saat ini.

Kalau begitu, mungkin sales atau penawaran sesuatu. Aku malas sekali kalau harus menolak mereka.

 

"... Pura-pura tidak ada orang di rumah saja lah."

 

Maaf, tapi aku bukan ibu rumah tangga, aku sibuk. Sama seperti mereka yang membunyikan bel pintu karena pekerjaan, aku juga pura-pura tidak mendengar bel pintu karena pekerjaan.

 

‘...!? Hasyah!’

 

"Eh? Ada apa, Nyan-kichi──"

 

Nyan-kichi yang ada di dekatku tiba-tiba menegakkan bulunya dan menggeram ke arah pintu depan.

 

Aku terkejut. Bersamaan dengan itu, pintu depan rumahku roboh dengan suara keras.

 

Pintunya terkunci. Tidak mungkin dibuka dengan cara biasa. Pasti ditendang.

 

"Apa──..."

 

"Berani-beraninya kau pura-pura tidak ada orang di rumah, dasar payah."

 

Seorang pria tinggi. Bertubuh besar. Dan yang terpenting, aura pembunuh yang dipancarkannya bukanlah aura orang biasa.

 

Wajahnya... Eh, sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi aku tidak ingat. Aku harus segera mencari tahu.

 

Dia masuk ke rumahku dan Rou-kun dengan sepatu kotor. Sepertinya dia tidak punya sopan santun.

 

"...Aku akan lapor polisi. Kau siapa?"

 

"Silakan saja. Kalau kau punya waktu untuk itu──White Demon."

"........."

 

Aku tahu nama itu. Artinya, dia berhubungan dengan

Organisasi Rod atau Organisasi Shijima. Orang-orang dari Organisasi Rod tidak memanggilku seperti itu, jadi kemungkinan besar dia dari Badan Shijima.

 

‘Fuuh, fuuh.’

 

"Nyan-kichi! Mundur!"

 

"...? Kucing kecil berisik apa itu? Kau memelihara makhluk aneh ya."

 

"Jangan menghina keluargaku."

 

Wajar saja kalau Nyan-kichi marah dan menggeram pada orang mencurigakan seperti ini. Tapi, yang pasti, orang ini juga bukan orang sembarangan. Kalau Nyan-kichi sampai menyerangnya, kemungkinan besar dia akan kalah. Aku harus mencegahnya.

 

"Apa tujuanmu? Kalau kau mau uang... Aku tidak punya banyak!"

 

"Aku mengincarmu, dan Roushi."

 

Lengan kanannya terjulur dengan tajam. Dia bukan orang yang bisa diajak bicara baik-baik. Itu sudah jelas saat dia menerobos masuk ke rumahku, tapi tiba-tiba dia langsung menyerangku.

 

Aku memutar tubuhku dan berhasil menghindari serangan itu. Lalu aku melompat mundur, menjaga jarak.

 

"Kenapa? Gunakan saja. Kau kan punyaBreath of Blessing, 'kan?"

 

"...Aku tidak mau menggunakannya."

 

Tidak ada tempat untuk melarikan diri di dalam rumah. Satu-satunya cara adalah membuka jendela dan melompat keluar.

 

Tapi, ada alasan kenapa aku melompat mundur. Aku meraih Hibari yang terpajang dan memegangnya dalam keadaan terhunus. Aku tidak mungkin langsung mengayunkan pedang asli.

 

"Bagus. Jadi kau akan melawan dengan itu?"

 

"Aku tidak akan menelepon polisi, aku sendiri yang akan melaporkanmu."

 

Aku melangkah maju dan menusuk. Ujung sarung pedang mengenai dahi pria itu sebelum dia sempat bereaksi.

 

Meskipun masih terbungkus sarung, serangan itu berisi seluruh berat badanku (yang standar). Karena mengenai dahinya secara langsung, seharusnya dia bisa pingsan, atau setidaknya jatuh.

 

Tapi──dahi pria itu ternyata sangat keras.

 

Dia adalah pemilik Breath of Blessingyang membuat tubuhnya tidak bisa ditembus benda tajam. Ingatanku muncul kembali.

 

"Sentuhan ini...! Aku... ingat. Kau, Tengai──"

 

"Tepat sekali."

 

Seakan membenarkan jawabanku, Tengai mengulurkan tangannya. Aku segera mundur dan menghunus Hibari. Bersamaan dengan itu, aku melempar sarungnya ke belakang, mengenai kaca jendela balkon.

 

Setelah mendengar suara kaca pecah, aku berteriak.

 

"Nyan-kichi!! Lari!!"

 

‘.........!’

 

"Kau masih sempat mengkhawatirkan kucing ya."

 

Meskipun target Tengai adalah aku, bukan berarti Nyan-kichi akan aman.

Dia bisa melompat ke balkon rumah tetangga sebelah, keluarga Kameoka, atau kalau terpaksa, kucing bisa mendarat dengan selamat meskipun jatuh dari tempat tinggi. Nyan-kichi itu pintar, dia pasti mengerti apa yang kukatakan.

 

Tinju Tengai yang sekeras batu nyaris mengenai pipiku. Untung saja aku bisa menghindarinya.

 

...Selanjutnya, aku hanya perlu menghajarnya, menyuruhnya mengganti semua kerugian, lalu menyerahkannya ke polisi.

 

"Aku akan menyelesaikannya sebelum jam istirahat makan siang berakhir...!"

 

Aku menghunus Hibari, dan bertarung untuk melindungi tempat Rou-kun pulang──

 

 

***

 

(POV Roushi)

 

‘...Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Ritsuka setelah itu...’

 

"──Begitu ya. Syukurlah kau selamat."

 

Aku memeluk Nyan-kichi, masuk ke ruang rapat yang kosong, dan mendengarkan cerita lengkapnya.

 

Sesuai perintahku, Nyan-kichi melarikan diri dari rumah, mengikuti aromaku, dan akhirnya sampai di sini. Dia kucing yang berperilaku seperti anjing, tapi dia memang kucing peliharaan yang hebat.

 

Dari mulut Nyan-kichi, keluar kata Tengai. Tidak perlu dijelaskan lagi siapa orang itu.

 

"Kengo──"

 

Tengai... Shishikura Kengo, hilang tanpa jejak pada hari pertempuran terakhir itu. Berapa lama pun pencarian dilakukan, dia tidak ditemukan, tapi karena mayatnya juga tidak ditemukan, dia diasumsikan masih hidup.

 

...Jantungku berdetak kencang. Yang paling penting, aku mengkhawatirkan keselamatan Ritsuka.

 

(Seharusnya dia tidak akan mudah dikalahkan. Tapi, aku dan Ritsuka sudah lama tidak bertarung sungguhan. Meskipun Ritsuka punya

Breath of Blessing──)

 

‘Kalau aku kuat, aku pasti sudah menghajar orang sepertimu itu...’

 

"Jangan bicara bodoh. Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal seperti itu, Nyan-kichi."

 

Nyan-kichi mengatakan sesuatu yang menggangguku, tapi aku tidak punya waktu untuk memikirkannya lebih jauh.

 

Berkali-kali aku menelepon Ritsuka, tapi tidak ada jawaban. Apa dia tidak menyadari panggilan masuk, atau jangan-jangan──

 

"──Tersambung!? Ritsuka!!"

 

"...Kau tidak perlu repot-repot menghubungiku."

 

Suara di seberang telepon sama sekali berbeda dengan suara Ritsuka yang lembut dan indah, suara itu berat dan familiar.

 

...Tenanglah. Sekarang bukan saatnya emosi. Yang terpenting adalah mengumpulkan informasi.

 

"Apa tujuanmu, Kengo?"

 

"Kalian berdua ini berisik sekali, selalu saja tujuan, tujuan. Apa perlu ada tujuan untuk bertemu teman lama setelah sepuluh tahun, Roushi?"

 

"Aku tidak butuh basa-basi. Aku tahu kau melakukan sesuatu pada Ritsuka."

 

"Kucing aneh itu?"

 

"Katakan saja. Kau pasti punya alasan menyerang Ritsuka."

 

"Entahlah──Aku hanya ingin bertemu denganmu. Akan kukatakan tempatnya. Segera datang."

 

"Kalau aku tidak datang──"

 

"Dalam situasi seperti ini, seharusnya kau sudah mengerti. Aku hanya akan membunuh White Demon."

 

"...Begitu."

 

Kengo yang mengangkat telepon Ritsuka. Artinya, kemungkinan besar Ritsuka sudah tidak bebas. Tapi, karena dia menggunakan Ritsuka sebagai alat negosiasi, berarti Ritsuka masih hidup. Mengetahui itu saja sudah cukup.

 

Kengo menyebutkan suatu tempat. Sepertinya dia tidak ingin berlama-lama bicara, lalu langsung menutup teleponnya.

 

‘A-apa yang akan kau lakukan, nya?’

 

"Sudah jelas, kan?"

 

‘Tapi, manusia jantan itu──

 

Nyan-kichi mungkin ingin bilang kalau Kengo itu kuat. Tapi sebelum itu, pintu ruang rapat terbuka.

 

"...Manajer."

 

"Kengo, ya."

 

"...Bolehkah saya bertanya, kenapa Anda tahu?"

Sepertinya beliau tidak menguping pembicaraan kami. Mungkin beliau mendengar dari karyawan lain kalau aku terlihat aneh, dan beliau langsung mengerti situasinya.

 

Orang ini pasti punya informasi yang tidak aku ketahui. Karena itu, beliau mulai bicara.

 

"Di sekitar sini──dekat kantor kita, dan kota tempat tinggalmu juga. Apa kau tidak merasakannya akhir-akhir ini?"

 

"Merasakan apa?"

 

"Meningkatnya angka kriminalitas."

 

"Itu..."

 

Aku memang sedikit merasakannya. Bulan ini saja, aku yang hanya menjalani kehidupan biasa, melihat yakuza datang ke toko, bertemu penjambret, dan hal-hal merepotkan lainnya. Tentu saja, aku dan Ritsuka tidak melakukan apa pun, kami hanya kebetulan bertemu mereka.

 

"Terlepas kau menyadarinya atau tidak, faktanya angka kriminalitas memang meningkat. Karena ulah Kengo."

 

"Karena dia? Tunggu dulu. Hanya karena satu orang bergerak, masa bisa berpengaruh pada angka kriminalitas──"

 

"──Tentu saja bisa. Aku, kau, dan dia, adalah angin."

 

Aku teringat pernah mendengar hal serupa dari manajer sebelumnya.

 

Jika masyarakat ini adalah lautan, dan ikan yang hidup di dalamnya adalah warga sipil biasa, maka kita adalah angin.

 

"Aku hanya mengumpulkan informasi saja──tapi entah kenapa, akhir-akhir ini Kengo mengamuk di mana-mana. Dia menyerang dan menghancurkan kelompok anti-sosial yang ditemuinya. Meskipun anti-sosial, mereka tetaplah sebuah organisasi.

Jika ada kerusakan di sana, dampaknya akan sampai ke masyarakat. Bisa dibilang seperti sarang lebah yang dipukul sembarangan. Dan terakhir, Kengo menuju ke arah kita."

 

Manusia biasa tidak mungkin bisa menyerang kelompok anti-sosial sendirian. Tapi, Kengo punya kemampuan bertarung yang luar biasa dan Blessing. Sekalipun mereka mengeroyoknya, mereka tidak akan bisa menang. Itu mungkin terjadi.

 

"Anda tahu soal itu... Kenapa Anda tidak memberi tahu saya?"

 

"Untuk apa? Aku dan kau cuman pegawai biasa di perusahaan ini."

 

Karena kita memilih hidup seperti itu. Karena itu, meskipun tahu, kita tidak akan melakukan apa pun. Bahkan tidak memberi tahu.

 

Itulah cara hidup sebagai anggota masyarakat biasa, warga sipil biasa.

 

...Tapi, itu karena kita tidak terlibat. Aku dan Ritsuka tidak bisa lagi tidak terlibat.

 

"Ritsuka diserang oleh Kengo. Dia disandera. Saya juga tahu di mana Kengo berada."

 

"Laporkan ke polisi. Mereka akan segera bertindak."

 

"Kengo ingin saya yang datang. Kalau saya melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan, nyawa Ritsuka akan terancam."

 

"Meskipun begitu, tetap lapor polisi. Tunggu saja. Itulah yang warga sipil biasa lakukan."

 

 

***

 

 

"Kalau begitu, aku tidak perlu lagi menjadi warga sipil biasa."

 

Kita menjalani hidup dengan menimbang banyak hal.

Baik warga sipil biasa, warga istimewa, maupun orang aneh, tidak ada bedanya.

 

Posisiku di masyarakat, dan Ritsuka. Tidak perlu dikatakan lagi ke mana timbangan akan condong.

 

"Sebagai atasan, dan juga mantan atasanmu, aku perintahkan. Jangan pergi."

 

Kau akan mati──kata manajer sambil menghalangi jalanku. Aku mendekat dan berkata dengan geraman.

 

"Minggir, Pak Tua. Mana ada suami yang diam saja saat istrinya diculik?"

 

"Apa kau tahu apa yang akan terjadi di kantor ini? Tugasmu──"

 

Rapat akan segera dimulai. Akulah penanggung jawabnya, sekaligus pemimpin rapat. Kalau tiba-tiba aku bolos tanpa alasan, aku akan kena masalah besar... bahkan lebih dari itu.

 

Ini adalah proyek penting bagi perusahaan, dan ada banyak orang dari luar perusahaan yang hadir dalam rapat ini.

 

Tidak diragukan lagi aku akan dihukum. Bahkan mungkin dipecat. Tapi──

 

"Peduli setan."

 

Meskipun aku budak korporat, roda penggerak masyarakat, budak perusahaan──

 

Aku melakukannya karena terpaksa. Aku tidak sebodoh itu sampai melupakan apa yang benar-benar penting.

 

".........Haa. Kau memang tidak pernah bisa diatur siapa pun. Dari dulu begitu."

 

Sebuah helaan napas panjang seperti menyerah. Manajer berkata dengan suara lelah,

lalu meletakkan sesuatu yang sepertinya disembunyikan di belakangnya, ke atas meja. Suara berat, kaku, dan familiar.

 

"Sai Ka Sai Ten, bawa ini. Apa kau pikir kau bisa melawan Kengo dengan tangan kosong, Hanegari?"

 

...Ada apa ini. Apa dari awal beliau sudah tahu apa yang akan kulakukan?

 

"Pak Tua──"

 

"Sekarang aku manajermu-mu, bodoh. Dan, pakai juga ini."

 

Kali ini beliau memberiku kunci mobil perusahaan. Memang benar aku tidak memikirkan soal transportasi.

 

"...Seharusnya aku memberitahumu sedikit tentang Kengo. Kalau begitu, kau tidak akan terlambat seperti ini. Ini kesalahanku, dan aku minta maaf."

 

"Kalau terjadi sesuatu, salahkan saja saya. Itulah tugas penanggung jawab."

 

"Kau ini, seenaknya sendiri, tapi bicaramu hebat juga. Dengar, Roushi. Karena kau akan pergi, selesaikan semuanya. Aku akan mengamankan posisimu sampai kau kembali."

 

"Terima kasih──Manajer."

 

Aku menundukkan kepalaku. Manajer menepuk pundakku pelan tanpa berkata apa pun.

 

Dengan Sai Ka Sai Tendi tangan kanan, dan Nyan-kichi di tangan kiri, aku kembali ke mejaku.

 

Aku memasukkan keduanya ke dalam tas, dan hendak segera keluar dari kantor.

 

"Senpai!"

"...! Ikoma-san."

 

Aku dihentikan. Wajar saja, selain manajer, tidak ada yang tahu keadaanku. Dari sudut pandangnya, aku hanyalah seorang senpai menyebalkan yang tiba-tiba pergi sebelum rapat penting.

 

Tapi, aku tidak punya waktu untuk menjelaskan. Aku membalikkan badan dari Ikoma-san tanpa berkata apa pun.

 

"Itu! Aku akan mengurus semua penjelasan dan hal lainnya! Rapatnya pasti akan selesai tanpa masalah meskipun Senpai tidak ada!"

 

"Eh──"

 

"Jadi, tidak apa-apa. Cepatlah pergi. Aku tidak tahu alasannya, tapi..."

 

"...Maaf. Aku pasti akan membalas budimu."

 

"Tidak apa-apa. Kouhai sehebat aku ini bisa dengan mudah menebak apa yang Senpai pikirkan."

 

Saat aku menoleh ke belakang, Ikoma-san tersenyum lebar dengan penuh percaya diri.

 

Benar-benar, sekali lagi aku merasakannya. Gadis ini adalah kouhai yang luar biasa hebat.

 

 

***

 

 

Tempat yang Kengo tunjuk adalah tempat pembuangan rongsokan di daerah pegunungan pinggiran kota. Tempat itu sudah tidak terpakai lagi, dipenuhi papan peringatan dilarang masuk, dan dikelilingi kawat berduri.

 

‘...Kau ingat cerita tentang manusia yang bisa mengerti ucapanku?’

 

"Ah. Kau memang pernah cerita begitu dulu."

Aku memarkirkan mobil di tempat yang aman, lalu masuk ke area itu sambil membawa tasku. Di tengah perjalanan, Nyan-kichi mengajakku bicara. Aku menjawabnya sambil waspada terhadap sekitar.

 

‘Kau dan──manusia super kuat itu juga, bisa mendengar suaraku, nya.’

 

"Kengo ya. ...Benar."

 

‘Aku sadar sesuatu, nya. Perbedaan antara manusia yang bisa mendengar suaraku, dan yang tidak.’

 

"Oh ya? Coba ceritakan."

 

‘Yang berbau binatang, nya.’

 

Apa itu? Soal bau badan? Kalau aku memang berbau binatang, itu karena kau.

 

Tapi Nyan-kichi menggelengkan kepalanya yang keluar dari tas.

 

‘Memang soal bau, tapi bukan itu, nya. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan baik...’

 

"Tidak masalah, yang penting kita bisa mengobrol seperti ini."

 

‘...Ini bukan hal sepele, nya. Apa kau sadar, nya?’

 

"Sadar apa?"

 

──Kau sekarang, wajahmu terlihat sangat menakutkan, nya. Seperti binatang buas yang akan berburu, nya.’

 

"...Nyan-kichi."

 

‘Manusia normal tidak membuat wajah seperti itu, nya. Ritsuka──

 

"Nyan-kichi. Tunggu di sini. Kalau terjadi sesuatu, langsung lari saja."

Aku meletakkan tasku di tanah. Aku mengeluarkan Sai Ka Sai Tendan memakainya.

 

Aku tidak bisa bertemu Kengo sambil membawa Nyan-kichi. Kucing punya sisi sensitif terhadap manusia. Kita manusia merasa tenang saat melihat kucing, tapi di sisi lain, kucing itu memperhatikan dan mengamati kita dengan saksama. Jadi, mungkin saja yang dia katakan itu benar.

 

Meskipun begitu──aku tidak bisa menerimanya sekarang.

 

‘...Aku tidak akan lari, nya. Cepat kembali bersama Ritsuka, nya.’

 

"Ya. Kalau begitu, aku pergi dulu."

 

Aku masuk ke dalam tempat pembuangan. Sekarang hampir semua mesin sudah disingkirkan, tempat itu kosong melompong.

 

Hari sudah menjelang sore. Listriknya mati, dan di dalam sana remang-remang. Hanya cahaya yang masuk dari jendela yang pecah dan langit-langit yang retak yang menerangi bagian dalam dengan samar.

 

"...Lama sekali. Aku sudah berpikir apa yang harus kulakukan kalau kau tidak datang sebelum matahari terbenam."

 

"Maaf, aku sibuk. Tidak sepertimu──Kengo."

 

Kengo sedang duduk di atas drum yang terguling, menungguku.

 

Karena dia Kengo, pasti dia sudah merasakan kehadiranku sejak aku masuk ke area ini.

 

Sambil melontarkan candaan ringan, aku melihat sekeliling. Ritsuka──

 

"White Demonada di sana. Dia hanya pingsan, tidak terluka parah."

 

--Aku melihat Ritsuka diikat dengan kasar ke tiang besi menggunakan kawat. Hibari yang terhunus tergeletak di sampingnya. Mungkin mereka sempat bertarung di sini.

"Tidak kusangka. Kukira kau akan menyiksanya lebih parah."

 

"Dia tidak pantas untuk itu. Hei, Roushi. Wanita ini siapa?"

 

"...Istriku. Kau pasti sudah menyelidikinya, kan?"

 

"Bukan itu maksudku. Kenapa wanita ini tidak menggunakan Breath of Blessing-nya?"

 

"...? Apa maksudmu?"

 

Breath of Blessingtidak akan hilang seiring waktu. Sepertinya itu akan terus bersama pemiliknya sampai mati. Jadi, seharusnya Ritsuka masih bisa menggunakanBreath of Blessing-nya...Swirling Ice.

 

Biasanya memang tidak dibutuhkan, tapi dalam keadaan darurat untuk melindungi diri, seharusnya dia tidak perlu ragu menggunakannya.

 

"Dia tidak pernah sekalipun menggunakan Breath of Blessingsaat bertarung denganku. Sangat tidak menarik."

 

"........."

 

"Tapi──sepertinya kau juga tidak tahu alasannya. Ya sudahlah."

 

Kalau dipikir-pikir, memang benar. Setidaknya sejak aku menikah dengan Ritsuka sampai sekarang, aku belum pernah melihatnya menggunakan Breath of Blessing. Padahal dulu, saat kami baru mulai berpacaran, dia sering menggunakannya.

 

Entah sejak kapan, dia tidak pernah lagi menggunakannya, seolah-olah Breath of Blessing-nya menghilang.

 

Saat menonton pertandingan baseball kemarin juga begitu. Saat bola mengarah padanya, Ritsuka menghindarinya dengan kecepatan tinggi, dan kerikil-kerikil itu secara otomatis mencegat bola itu. Seharusnya dia punya kemampuan merepotkan seperti itu.

 

"Karena kau sudah datang, tidak masalah lagi."

...Mungkin aku harus memikirkan itu nanti. Kengo perlahan berdiri.

 

"Tunggu. Kenapa kau melakukan ini? Beri tahu aku alasannya."

 

"──Bagi kita, bertarung adalah segalanya. Hanya itu yang punya arti, tujuan, dan nilai."

 

Kengo mendekat selangkah demi selangkah. Aku tidak punya pilihan selain melawan.

 

"Bagaimana denganmu, Roushi? Sepuluh tahun sejak Organisasi Shijima dibubarkan──apa kau tidak merasa sesak?"

 

"Itu──"

 

"Terlambat."

 

Tubuh besar Kengo merendah, lalu dalam satu langkah saja, jarak antara kami sudah tidak ada.

 

Seluruh tubuhku terasa terbakar. Aku merasakan aura pembunuh yang kuat. Secara refleks aku melindungi wajahku dengan Sai Ka Sai Tendi tangan kananku, lalu tinju Kengo mendarat di sana.

 

Gong, suara yang tidak mungkin dihasilkan dari manusia yang memukul logam. Karena kekuatannya yang luar biasa, tubuhku tidak hanya terangkat, tapi juga terlempar sampai ke dinding.

 

"Beberapa hari lalu, saat aku tidak sengaja melihatmu di kota, aku sangat terkejut. Bisa dibilang aku merasakan ketidaksesuaian yang kuat.Feather Hunteryang dulu, menyesuaikan diri dengan orang biasa dan menjadi kecil. Serigala yang menundukkan kepalanya pada kelinci! Aku sampai gemetar karena marah──aku bahkan ingin membunuhmu saat itu juga!"

 

"...Saat itu..."

 

Aura pembunuh yang kuat yang kurasakan saat makan siang di luar bersama Ikoma-san. Kukira itu aura Ritsuka, ternyata bukan. Jadi, aura pembunuh itu berasal dari Kengo?

 

"Kau salah, Roushi! Kita hanya punya pertarungan! Kau seharusnya── hanya kau yang mengerti! Kau yang dulu bertarung bersamaku!"

 

"Intinya... kau menyerang aku dan Ritsuka karena kau ingin mencari lawan bertarung?"

 

"Benar. Kita kuat. Karena itu, tidak banyak orang yang bisa memuaskan kita."

 

Alasan yang konyol. Setidaknya, itu bukan pemikiran yang mungkin dimiliki Kengo sepuluh tahun lalu.

 

Tapi... sepuluh tahun. Bukan waktu yang singkat. Lebih dari cukup untuk seseorang berubah.

 

Aku tidak bersumpah setia padaOrganisasi Shijima. Dari awal, aku memang tidak punya tempat lain untuk dituju. Hari-hariku hanya dihabiskan untuk menjalankan perintah.

 

Jadi, saatOrganisasi Shijimadibubarkan, aku tidak merasakan apa pun. Aku hanya berpikir sudah waktunya untuk memikirkan bagaimana aku harus hidup selanjutnya.

 

Kengo berbeda. Dia, sama sepertiku, tidak punya tempat lain selain

Organisasi Shijima. Tapi, tidak sepertiku, dia menyukai

Organisasi Shijima... menyukai orang-orang di sana. Aku hanyalah anak kecil yang keras kepala dan busuk, aku tidak pernah menganggap anggota Organisasi Shijimasebagai temanku. Kengo── menganggap mereka teman. Dia punya keterikatan.

 

Intinya,Organisasi Shijimaadalah satu-satunya tempat bagi Kengo. Tempat di mana dia bisa memaksimalkan kemampuannya, dan rumah tempat dia bisa melindungi orang-orang yang berharga baginya. Akulah yang secara tidak langsung merenggutnya darinya.

Kalau begitu, bukankah aku yang bertanggung jawab atas tindakan Kengo yang mengamuk tanpa tujuan seperti ini...?

 

"Bunuh aku, Roushi. Kalau tidak, kau yang akan mati."

 

"Tidak perlu kau suruh──aku tidak akan puas kalau tidak menghajarmu."

 

Apa pun alasan Kengo, dia harus bertanggung jawab karena telah menyakiti Ritsuka. Tapi, untuk bisa memberinya pelajaran, kekuatanku saat ini belum cukup. Aku tidak akan bisa mengimbangi Kengo yang mungkin terus bertarung di suatu tempat selama sepuluh tahun ini.

 

Ubah pola pikirmu. Penuhi kepalamu dengan semangat juang. Siapa aku dulu?

 

"Aku adalahFeather Hunter──orang yang memburu Pengawal Raja Vajra."

 

FungsiSai Ka Sai Tenyang masih hidup ada tiga: tembakan kawat baja, paku tinju, dan impact. Fungsi lainnya sudah rusak karena usia dan kurangnya perawatan. Aku menembakkan kawat baja dari bagian pergelangan tangan, dan mengikat drum kosong.

 

"Sudah lama tidak bertemu,Sai Ka Sai Ten!"

 

Kengo berseru gembira. Aku melemparkan drum itu langsung ke arahnya.

 

Breath of Blessingnya,Pengawal Raja Vajra, mengeraskan tubuhnya. Drum kosong seperti itu pasti terasa seperti spons baginya. Memang, Kengo tidak menghindar atau bertahan. Tapi aku tidak masalah dengan itu. Tadi itu hanya uji coba tembakan kawat baja dan pengalih perhatian.

 

Aku langsung berlari ke arah Kengo. Karena aku tidak punya senjata api, pertarungan jarak dekat adalah metode serang utamaku.

 

"Kau mau berkelahi denganku!? Baiklah, aku terima tantanganmu!!"

"Fuh──"

 

Kengo jauh lebih unggul dalam hal ukuran tubuh dan kekuatan fisik. Teknik──dulu aku lebih unggul, tapi sekarang mungkin aku tidak bisa mengimbanginya. Karena itu, bertarung langsung dengan Kengo sama saja dengan bunuh diri.

 

Meskipun begitu, aku menendang pelipis Kengo.

 

(...Sial, lebih baik menendang patung.)

 

"Tendanglah dengan kekuatan yang cukup untuk mematahkan leherku!!"

 

Kengo berteriak sambil mengayunkan tinjunya ke bawah. Aku menangkisnya dengan lengan kananku.

 

Berat. Keras. Jika terkena tubuhku langsung, bagian tubuhku itu pasti akan hancur. Jika tidak ditangkis dengan Sai Ka Sai Ten, pertahanan tidak ada artinya.Pengawal Raja Vajramilik Kengo yang tidak bisa ditembus peluru atau pedang, adalah Breath of Blessingyang sangat kuat. Aku tidak menyangka dia akan menjadi ancaman sebesar ini saat bertarung sungguhan.

 

"Oh, akan kupatahkan."

 

Tangan dominan Kengo adalah tangan kanan, tinju yang baru saja diayunkannya juga tangan kanan.

 

Aku menusukkan pulpen yang kusembunyikan di tangan kiriku ke siku kanan Kengo.



Drum itu hanya pengalih perhatian. Untuk memberiku waktu menyiapkan pulpen.

 

"Guh... !?"

 

Pengawal Raja Vajramemang mengeraskan seluruh tubuh, tapi kalau seluruh tubuhnya mengeras, dia tidak akan bisa bergerak. Karena itu, bagian persendiannya masih mempertahankan sedikit fleksibilitas. Selain itu, karena pertarungan di masa lalu, siku kanan dan lutut kiri Kengo telah diganti dengan implan buatan. Intinya, itu adalah kelemahannya.

 

"Kau masih... ingat? Kelemahanku──"

 

"Haaaaat!!"

 

Aku merendahkan tubuhku dan mengepalkan tangan kananku sekuat tenaga. Lalu, paku tinju keluar dari buku jariku. Aku sudah memutuskan bagian mana yang akan kupukul. Lutut kiri Kengo.

 

Paku tinju itu memang mengenai lutut kiri Kengo. Tapi, sepertinya dia sudah membaca gerakanku, dia melompat jauh ke belakang dan mengurangi dampak serangan. Aku ingin mematahkan lututnya, tapi sepertinya tidak berhasil.

 

"Sesuai dugaan."

 

Tapi aku bergumam pelan. Semua tindakan Kengo persis seperti yang kupikirkan. Karena dia tidak mau kelemahannya diserang, dia hanya bisa melompat ke belakang──kalau begitu, aku akan mengejarnya.

 

Lengan Sai Ka Sai Tenbergerak selangkah dengan bunyi geser. Sebuah bagian muncul dari ujung siku, itu adalah persiapan untuk mengeluarkan impact. Jika aku memukul target dengan ini, saat tinjuku mengenai target, bagian di siku akan kembali seperti mesin pancang, dan menghancurkan seluruh bagian dalam dan luar tubuh lawan dengan "impact".

 

"Habislah kau, Kengo."

Bersamaan dengan lompatannya, aku juga melompat ke depan. Targetku adalah dahi Kengo.Pengawal Raja Vajratidak bisa mengeraskan otak. Jadi, jika aku memberikan "impact" yang kuat ke kepalanya, dia tidak akan bisa bertarung lagi.

 

──*Gagon!*

 

Suara keras bergema, dan aku mundur karena dampaknya.

 

Ada bekas terbakar di dahi Kengo, dan dia jatuh terlentang.

 

"Ha... hahaha...!"

 

Dia tertawa. Kengo masih sadar. Sepuluh tahun yang lalu, saat aku berada di puncak kekuatanku, aku pasti yakin sudah menang. Tapi, karena sudah lama tidak bertarung, aku tidak bisa membuat Kengo pingsan.

 

Segera, aku melompat lagi. Tanpa ragu, aku menginjak wajah Kengo.

 

"Kau memang kuat. Sama sekali tidak berkarat. Ah──ekspresimu bagus sekali, Roushi."

 

"Cih..."

 

Kalau dia manusia biasa, itu pasti sudah jadi luka fatal. Tapi Kengo bukan manusia biasa. Dia menahan injakanku di wajahnya hanya dengan Breath of Blessing-nya dan otot lehernya.

 

"Bertarung dengan sekuat tenaga itu menyenangkan, kan? Hei, Roushi... apa kau... menderita selama ini?"

 

Melakukan serangan lebih lanjut malah akan berbahaya. Setelah mengambil keputusan itu, aku melompat mundur, menjauh dari Kengo yang terjatuh.

 

Kengo berdiri dengan tenang. Semangat juangnya tidak berkurang sedikit pun. Karena itu, aku──

 

"Hentikan, berhentilah menipu dirimu sendiri. Kalau ada cermin, ingin kutunjukkan padamu."

 

"........."

 

"Kau sekarang, bersinar."

 

──Aku tersenyum lebar, sampai aku sendiri bisa merasakannya dengan jelas.

 

 

***

 

(POV Ritsuka)

 

"N..."

 

Sesuatu yang kasar dan hangat terus menyentuh wajahku.

 

Rasanya agak nyaman, dan akhirnya aku membuka mataku.

 

"...! Nyan-kichi...?"

 

‘Myaa~’

 

"Kenapa kau di sini──aduh."

 

Aku dibawa paksa ke sini oleh orang mencurigakan itu, aku mencoba melawan lagi tapi kalah, lalu──entah kenapa, Nyan-kichi menjilati wajahku. Tubuhku memang dipukuli, tapi tidak apa-apa. Malah, kawat ini melukai tubuhku.

 

‘Fumya~’

 

Ekor Nyan-kichi bergerak. Aku melihat ke arah ujung ekornya──

 

"...Rou-kun..."

 

──Orang yang kucintai, sedang bertarung.

Kenapa kamu datang? Kamu datang untuk menyelamatkanku?

 

"Tidak boleh."

 

Sebelum semua itu, aku bergumam seperti itu.

 

Rou-kun──menyukai pertarungan. Dia pasti tidak menyadarinya.

 

Atau, dia pura-pura tidak menyadari, dan terus menipu dirinya sendiri selama ini.

 

Wajar saja. Karena dia punya kekuatan seperti itu, tentu saja dia akan merasa lebih nyaman di tempat yang bisa memaksimalkan kekuatannya. Seperti pemain baseball yang bersinar di lapangan, pemain sepak bola yang bersinar di stadion, Rou-kun adalah orang yang bersinar di medan perang.

 

"Tapi... tidak boleh."

 

Saat kami memutuskan untuk hidup bersama, kami meninggalkan jalan pertarungan. Aku ingin kami hidup tanpa menarik perhatian, karena aku ingin menjauhkan Rou-kun dari pertarungan.

 

...Tidak, itu tidak sepenuhnya benar. Tidak ada kehidupan yang benar-benar bebas dari pertarungan.

 

Tentu saja, kita harus menghindari pertarungan, tapi pasti ada saatnya kita harus bertarung.

 

Jadi, kami tidak membuangnya, tapi saling melengkapi. Saling mengisi kekurangan masing-masing.

 

Aku, demi diriku sendiri.

 

Rou-kun melakukannya demi orang lain.

 

Aku sudah memutuskan untuk mengizinkan "pertarungan" seperti itu.

 

"Jangan membuat wajah seperti itu..."

Akhirnya aku mengerti apa yang Kengo pikirkan. Dia pasti kesepian. Dia ingin Rou-kun kembali. Dan dia yakin Rou-kun akan kembali.

 

Dan Rou-kun menanggapinya. Bagi Kengo, tujuan adalah cara, dan cara adalah tujuan.

 

"Nyan-kichi, maaf. Bisakah kau... membawakan pedang itu ke sini?"

 

Kalau begitu, aku hanya punya satu pilihan.

 

Tapi, aku tidak bisa bergerak karena terikat kawat ini. Untuk memotongnya, aku butuh Hibari, tapi pedang itu tergeletak agak jauh. Aku sudah meminta bantuan Nyan-kichi, tapi... Hibariitu berat dan tidak bisa digunakan selain olehku. Tidak mungkin Nyan-kichi bisa membawanya──

 

‘Fuga.’

 

──Tapi ternyata, Nyan-kichi membawakanHibaripadaku seperti membawa mainan. Benar juga,Hibariitu pedang yang aneh.

 

"Rou-kun, tunggu aku. Sebentar lagi──"

 

Aku memegang Hibaridan menempelkannya ke kawat.

 

"──Aku akan memarahimu."

 

 

***

 

(POV Roushi)

 

Dari dulu aku tidak pandai memikirkan sesuatu dari nol.

 

Karena itu aku selalu patuh. Pada perintah, instruksi, dan hal-hal yang diberikan padaku.

 

Tapi, setelah dewasa, aku tidak bisa terus seperti itu.

 

Aku harus berpikir, berpikir, berpikir, bertindak, bertindak, berpikir, berpikir...

 

Aku sudah mengulanginya berkali-kali, dan kurasa aku sudah berubah dari dulu.

 

Meskipun begitu... mengikuti sesuatu itu mudah. Pada akhirnya, aku masih bergantung pada hal itu.

 

Meskipun aku bisa mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan dengan baik, aku tidak pandai memikirkan atau mengusulkan sesuatu sendiri.

 

Memasak sesuai resep itu biasa saja, aku tidak bisa mengkreasikannya sendiri.

 

Merakit model plastik sesuai panduan itu menyenangkan, tapi setelah selesai, aku tidak tertarik lagi.

 

"Haaaat!!"

 

"Tch!"

 

Meskipun begitu, ada satu hal yang bisa kubanggakan.

 

──Pertarungan. Di medan perang, dalam pertarungan melawan

Pengawal Raja Vajra, aku bisa mengerahkan semua pengetahuan, ingatan, dan teknikku, dan aku pandai menemukan solusi. Tidak ada batasan apa pun.

 

Jika ada perintah "bertarung", selanjutnya "bagaimana cara bertarung" sepenuhnya terserah padaku.

 

"Serang aku lagi, Roushi!!"

 

"...Hah."

 

Dan ternyata, itu adalah hal yang paling menyenangkan bagiku──

 

"Hahahahahahahaha!!"

──Aku tertawa terbahak-bahak, dan akhirnya menyadarinya setelah sepuluh tahun.

 

"Fu... fuhahaha, hahahahahaha!!"

 

Kengo juga tertawa terbahak-bahak seperti menimpali tawaku. Sepuluh tahun yang lalu, kami tidak pernah tertawa bersama seperti ini.

 

Ah, benar juga. Pertarungan itu menyenangkan. Tidak mungkin tidak menyenangkan bisa mengamuk tanpa berpikir, mengikuti insting saja. Lagipula, aku berbakat dalam hal itu. Tidak mungkin aku merasa tidak nyaman berada di tempat di mana bakatku bisa bersinar.

 

Masyarakat ini menyebalkan. Setiap hari, bekerja sampai matahari terbenam, dimarahi atasan, didesak kouhai, menundukkan kepala pada klien meskipun aku tidak mau. Dan imbalannya hanya gaji yang cukup untuk hidup sedikit lebih mewah, apa-apaan itu? Apakah hanya segini nilaiku?

 

"Ugh!"

 

"Gah──"

 

Tinju Kengo mengenai perutku. Bersamaan dengan itu, tinju kananku mengenai dagunya.

 

Aku tidak mungkin menang jika bertarung langsung. Tapi, Kengo punya kelemahan yang jelas.

 

Dia harus terus berpikir bagaimana aku akan bergerak sambil melindungi kelemahannya.

 

Karena itu, terjadilah adu strategi. Kengo, kau... tidak pandai dalam hal ini, kan?

 

"Ini dia...!!"

 

Aku sengaja mengayunkan tinjuku dan meleset. Untungnya, tempat ini penuh dengan rongsokan.

Aku menarik pipa besi berkarat dengan tembakan kawat baja, dan memukulkannya ke lutut kiri Kengo. Saat dia kesakitan, aku menembakkan impact ke perutnya sekali lagi...!!

 

"Guh!"

 

Kali ini tubuh Kengo terangkat dan terlempar. Kretek, rangka Sai Ka Sai Tenretak, dan sendi-sendinya berderit keras. Sepertinya kalau aku menggunakan impact sekali lagi, benda ini akan hancur.

 

Cukup. Dengan satu serangan lagi, aku bisa mengalahkan Kengo.

 

"Akhirnya aku mengerti. Perasaanmu yang ingin mengamuk."

 

"Benar, kan...? Tidak mungkin bisa tertawa kalau hanya mengalahkan ikan teri...!!"

 

Sambil terengah-engah, Kengo tersenyum lebar. Aku menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirku dengan punggung tanganku. Mengeluarkan darah seperti ini tidak mungkin terjadi dalam kehidupanku sekarang. Paling-paling aku muntah darah kalau ada polip di lambungku, atau BAB berdarah karena stres.

 

"Kengo...!!"

 

"Roushi...!!"

 

Kau sudah repot-repot datang menemuiku. Jadi, aku harus menyambutmu dengan meriah.

 

Karena itu, bunuh aku, Kengo. Kalau tidak──

 

‘Waaaaaaa──────────!!!’

 

──*Moff*... Sesuatu menutupi wajahku.

 

Hangat, lembut, dan empuk, sedikit berbau binatang... dan aroma pelembut pakaian yang biasa kupakai.

 

"...Nya-nya-Nyan-kichi..."

 

‘...Aku mau pipis, nya...’

 

"Hah?"

 

‘Aku tidak tahan lagi, nya... Aku beneran mau pipis, nya. Wajahmu terasa seperti pasir tempatku biasa pipis, nya. A-aku tidak tahan lagiii, nyaaa, sebentar lagi keluar, nyaaa...!!’

 

Aku mencoba melepaskan Nyan-kichi yang menempel di wajahku, tapi dia mencengkeram kedua bahuku dengan kukunya sekuat tenaga. Kenapa dia melawan?

 

"Nyan-kichi, sudah cukup."

 

‘Hah? Kalau begitu, untuk kali ini aku maafkan, nya.’

 

Nyan-kichi melompat dari wajahku dan berkata begitu sambil lari ke balik bayangan. Sepertinya dia memang benar-benar kebelet pipis. Kucing macam apa dia ini....

 

Aku menarik napas dalam-dalam──atau setidaknya aku mencoba melakukannya, sebelum Ritsuka muncul di hadapanku dengan wajah cemberut.

 

"Ritsuka──"

 

"Rou-kun, ngapain ke sini?"

 

"Eh. Tentu saja untuk menyelamatkanmu──"

 

"Bohong. Pasti kamu sudah lupa di tengah jalan, kan? Kelihatan dari wajahmu. Lagipula, aku bisa kabur sendiri tanpa bantuanmu~"

 

Ini... sepertinya Ritsuka sedang ngambek. Memang benar tadi dia diikat dengan kawat, jadi semua yang dia katakan itu benar, termasuk soal dia bisa kabur sendiri.

 

"A-aku──"

 

"White Demon!! Jangan ganggu!!"

 

"Berisik!! Kami sedang bicara! Rou-kun yang akan mengurusmu!! Dasar... orang gede!!"

 

"Hah!?"

 

Ritsuka membalas teriakan Kengo. Sepertinya dia ingin menghina Kengo, tapi karena tidak terpikirkan apa pun, dia hanya mengatakan fakta. Tapi sepertinya itu cukup efektif untuk Kengo, dia langsung diam.

 

"Ritsuka... aku benar-benar..."

 

"Iya. Kamu datang untuk menyelamatkanku, kan? Tapi saat bertarung dengan orang gede itu, kamu jadi bersemangat dan berpikir 'Ah, bertarung itu menyenangkan~' kan? Iya iya, aku tahu~"

 

Aku tidak bisa berkata-kata. Aku dengan mudah melupakan tujuanku, dan malah asyik bertarung seperti orang bodoh. Dan yang terpenting──Ritsuka tahu semua keburukanku itu.

 

"...Benar. Melupakanmu dan malah asyik bertarung... itu bodoh. Maafkan aku, Ritsuka. Aku tidak akan melakukan hal seperti ini lagi..."

 

Aku ini, mau jadi apa? Terlena dengan kesenangan sesaat, dan──

 

"Eh? Tidak apa-apa kok, kalau memang menyenangkan. Itu kan hobimu, Rou-kun, bertarung sungguhan dengan Actor. Jadi tidak masalah!"

 

".........Eh?"

 

"Kita harus menghargai hobi masing-masing. Kalau Rou-kun tidak menikmati pertarungannya, ya sudah berhenti saja. Aku tidak melarangmu bertarung kok?"

 

"Kalau begitu──"

Sebelum aku sempat bertanya kenapa dia marah, Ritsuka mencubit kedua pipiku.

 

"──Tidak boleh bertarung untuk diri sendiri."

 

Bertarung untuk kesenanganmu sendiri, demi dirimu sendiri. Itu sama saja dengan mengamuk.

TLN: Yee malah bucin nih duo biji



...Seperti aku dan Kengo sekarang. Seperti anak kecil yang mainan kesayangannya direbut.

 

"Boleh aku tanya lagi, kenapa kamu ke sini?"

 

Ritsuka berhenti mencubit dan menangkup kedua pipiku dengan lembut.

 

Aku tidak boleh menghindari tatapannya. Aku berkata dengan jelas sekali lagi.

 

"Untuk menyelamatkan Ritsuka──istriku tercinta."

 

Hanya itu, seharusnya hanya itu yang penting bagiku. Orang bodoh memang tidak mengerti hal seperti itu.

 

"Hmm... 50 poin!!"

 

Tapi, sepertinya itu bukan jawaban yang sempurna untuk Ritsuka, dan aku terkejut.

 

"Ini cuma 50 poin...?"

 

"Iya. Hei, Rou-kun. Orang gede itu, orang seperti apa bagimu?"

 

"Eh? Kengo itu anggotaOrganisasi Shijima──"

 

"Salah!! Dia kan temanmu!?"

 

Teman. Aku merasa baru pertama kali mendengar kata itu. Bukan berarti aku tidak punya orang yang bisa disebut teman. Hanya saja, aku tidak pernah melihat anggotaOrganisasi Shijima... Kengo seperti itu.

 

Tapi, aku langsung mengerti. Aku, adalah teman Kengo.

 

"Kalau temanmu melakukan kesalahan, bukannya seharusnya kamu membantunya? Kamu harus menyelamatkanku dan dia!"

 

"Menyelamatkan... Kengo."

 

"Kamu pasti bisa, Rou-kun. Tolong selamatkan dia yang kesepian itu."

 

Dengan suara lembut, Ritsuka berkata begitu, lalu mencium bibirku dengan lembut.

 

Lalu dia menggenggam tanganku dan memberiku sesuatu.

 

"Hibari──"

 

"Pakailah. KurasaHibariitu akan menjadi ringan hanya saat dipegang oleh orang yang seharusnya menggunakannya."

 

Hibariyang dulu terlalu berat untukku, sekarang seringan awan. Dulu, saat aku menebas Saints, pedang itu juga seringan ini. Jadi, mungkin dugaan Ritsuka sebagai pemiliknya benar.

 

Aku memeluk Ritsuka sebentar dengan tangan kananku. Mungkin terasa keras dan sakit.

 

"...Aku senang menikah denganmu, Ritsuka."

 

"Iya. Aku juga. Jadi jangan lupa──tempat kita pulang, bukan di medan perang."

 

Seseorang yang mau memahami orang sepertiku yang mungkin tidak akan pernah dimengerti orang lain.

 

Atau mungkin, seseorang yang mau berusaha memahaminya dengan tulus.

 

Karena itu, aku mencintai Ritsuka. Satu-satunya orang yang ingin kuhabiskan hidupku bersamanya.

 

"Maaf, sudah menunggu lama. Kita... lanjutkan?"

 

"Sandiwara yang memuakkan...!! Apa kau tidak sadar, Roushi...!!"

 

"Sadar apa?"

 

"Itu hanya saling menjilat luka! Kau danWhite Demon, hanya bersama karena kalian tidak punya tempat lain untuk diterima, hanya karena kesamaan tujuan!! Hubungan lemah dan manja seperti itu akan mencabut taringmu!? Sadarlah, Roushi!! Kembalilah seperti tadi!!"

 

Begitu ya. Kau──pasti belum pernah punya pacar, kan? Aku langsung tahu.

 

Karena itu, sebagai orang yang sedikit lebih berpengalaman dari Kengo, aku berkata dengan tegas.

 

"Kau salah, Kengo. Menjilat luka orang lain itu menjijikkan, tidak mungkin ada yang mau melakukannya. Tapi, kalau sampai ada yang mau melakukannya... itu namanya cinta."

 

"──Pengawal Raja Vajra."

 

Membalas argumenku dengan nama kemampuannya, sepertinya dia... benar-benar serius.

 

Mengucapkan nama itu adalah kunci untuk melepaskan kekuatan penuh Pengawal Raja Vajra. Garis merah kehitaman muncul di wajah Kengo. Sepertinya itu pembuluh darahnya yang mengeras dan muncul ke permukaan.

 

Aku menggenggamHibaridengan kedua tanganku. Dalam kondisi seperti ini, Kengo tidak bisa bertarung lama. Tubuhnya akan terbebani. Untuk mencegahnya, aku harus segera mengalahkannya.

 

"Aku!! Selama sepuluh tahun ini, aku tidak pernah puas!! Yang aku sadari hanyalah, aku tidak punya tujuan atau alasan hidup!! Kita hanya punya pertarungan!!"

 

"Jangan seenaknya menyimpulkan. Aku berbeda darimu. Hei, Kengo."

 

Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Kengo selama sepuluh tahun ini.

 

Tentu saja. Kami kan tidak pernah mengobrol santai sambil minum kopi.

 

Tapi, ada satu hal yang bisa kukatakan. Kekhawatiran dan penderitaan Kengo──

 

"Jangan manja."

 

──Aku akan mengatakan itu padanya.

 

"Manja... manja katamu? Kau yang mengatakan itu padaku, Roushi!?"

 

"Tentu saja! Hei Kengo, apa kau sudah membayarnya!?"

 

"Membayar apa!?"

 

"Tagihan listrik, air, gas, sewa rumah, cicilan kuliah, pajak penghasilan, asuransi sosial, dana pensiun, dan lain-lain!! Apa kau sudah membayarnya semua!?"

 

"Apa yang kau bicarakan──"

 

"Kalau kau tidak mengerti, berarti kau manja!!"

 

Aku menangkis tinju Kengo dengan bilahHibari. Aku berteriak, lalu menebas balik, membuat luka sayat kecil di tubuhnya. Meskipun bilahnya tipis,Hibaribisa menembus kemampuan Kengo.

 

"Jadi intinya soal uang!? Dasar mata duitan!!"

 

"Tentu saja butuh uang untuk hidup! Apalagi aku sudah menikah, jadi aku lebih membutuhkannya lagi!! Lagipula, hampir semua orang di negara ini mata duitan!! Aku dan kau, sama saja!!"

 

"Tidak!! Kita ini terlalu hebat!! Sampai-sampai tidak bisa ditampung dalam standar biasa!!"

 

"Sampai kapan kau akan bicara seperti anak SMP yang sok keren!? Kita ini bukannya hebat, malah lebih payah dari orang lain!! Kau itu keras kepala, bahkan otakmu juga keras!!"

 

"Diam!! Kubunuh kau!!"

 

"Coba saja kalau berani!!"

 

"Seperti anak kecil yang sedang bertengkar..."

 

Terdengar suara Ritsuka yang jengkel. Memang, serangan Kengo itu ganas. Sama sekali bukan seperti perkelahian biasa.

 

"Jangan menipu dirimu sendiri!! Aku ini Tengai, dan kau hanyalah

Feather Hunter!!"

 

"Aku tidak... menipu diriku sendiri!!"

 

Aku menghindari serangan Kengo dengan susah payah. Aku segera mundur beberapa langkah, lalu menembakkan tembakan kawat baja ke langit-langit. Aku mengaitkan kawat ke salah satu balok di langit-langit, lalu menariknya dan menggantung tubuhku di udara.

 

"Aku adalah Saigawa Roushi!! Staf bagian perencanaan dan pengembangan, divisi perencanaan dan pengembangan, PT. Handaseizou!! Tanpa jabatan!!"

 

"Apa...!?"

 

Kengo sejenak kebingungan melihat pergerakan vertikalku yang baru pertama kali dia lihat. Aku memotong kawat denganHibari, lalu membalikkan bilahnya dan mengarahkan punggungnya ke atas, lalu bersiap dalam posisi tebasan atas sambil jatuh.

 

"Dan aku adalah suami Saigawa Ritsuka!! Dan kau──"

 

Aku menebas ke bawah dan memukulkan Hibarisekuat tenaga. Kengo menangkisnya dengan kedua tangannya.

 

Tubuh Kengo dan bilahHibariretak.

 

Yang lebih dulu hancur adalahHibari. Pedang itu patah dari pangkalnya, dan bilahnya terbang entah ke mana.

 

Aku mendarat dan membuang gagangHibariyang tersisa. Sepertinya sikunya cedera karena tebasan tadi, Kengo tidak bisa langsung bergerak. Perutnya terbuka lebar. Aku melangkah maju dan menarik tangan kananku seperti busur.

 

"──Kau hanyalah temanku!!"

 

Aku menembakkan impact. Kali ini, Sai Ka Sai Tenyang bengkok, dan bagian-bagiannya berjatuhan.

 

Tapi──bersamaan dengan itu, Kengo juga jatuh berlutut.

 

Seperti air laut yang surut, pengerasan di seluruh tubuh Kengo menghilang.

 

"...Di mana kau belajar kata-kata seperti itu?"

 

"Istriku yang mengajariku tadi."

 

Saat aku menjawab jujur, Kengo tertawa getir seperti menyerah. Tiba-tiba dipanggil teman setelah sepuluh tahun, lalu dihajar habis-habisan, memang hanya bisa tertawa.

 

"Kau sudah berubah... Roushi. Kau benar-benar... sudah berubah."

 

"Aku memang berubah. Tapi, berkat kau, aku sadar kalau ada bagian yang tidak berubah."

 

"Aku... tidak bisa berubah. Aku hanya bisa menemukan diriku sendiri melalui pertarungan.... Kau pasti... sudah bisa hidup tanpa bertarung.... Aku hanya... tidak mau mengakuinya..."

 

"Kau salah, Kengo. Aku masih bertarung sampai sekarang."

 

Aku melepas Sai Ka Sai Tenyang sudah hancur, lalu berjongkok dan menatap Kengo.

 

"Lagipula, hampir semua orang bertarung setiap hari. Sekolah, kerja paruh waktu, kantor... intinya, mereka bertarung untuk hidup "normal". Jadi, kau salah, Kengo. Bertarung sesuka hatimu, sebebasmu, itu hanya bentuk kemanjaan──orang-orang yang benar-benar "bertarung" selalu menahan diri."

 

"Kau juga, begitu... Roushi."

 

"Tentu saja. Setiap hari aku merasa sangat menderita sampai ingin muntah. Karena itu, saat bertarung denganmu, aku tanpa sadar tertawa. Jujur saja, itu sangat menyenangkan. Tapi, aku juga mengerti kalau itu saja tidak cukup."

 

Sekarang aku mengerti apa yang manajer katakan. Beliau menyebut kita yang keluar dari jalur normal sebagai "angin". Beliau tidak meminta kita untuk menjadi "ikan". "Angin" itu bisa beradaptasi dengan baik tanpa mengubah bentuknya. Artinya, beliau ingin kita bisa mengendalikan diri.

 

Karena itu, yang Kengo butuhkan sekarang adalah──"pertarungan" yang berbeda.

 

"Hei, Kengo. Aku tidak tahu bagaimana kau menghabiskan sepuluh tahun ini... tapi mulai besok, cobalah hidup "normal". Mungkin, itu akan menjadi "pertarungan" yang jauh lebih berat dan menyakitkan dari yang kau bayangkan."

 

"...Bagaimana kalau aku bilang tidak mau?"

 

"Jangan manja, kubilang sekali lagi. Dan, aku akan memikirkan apa yang bisa kulakukan untukmu. Tapi, memangnya──kau bukan Kengo yang pengecut yang melarikan diri dari "pertarungan", kan?"

 

Kami tidak bisa berakhir dengan kata "dan mereka hidup bahagia selamanya". Kami akan terus bertarung setiap hari untuk hidup sampai mati. "Pertarungan" dan "bertarung" adalah dua hal yang berbeda.

Aku ingin Kengo mengetahui yang terakhir... lalu mencari jalannya sendiri. Sebagai teman, aku hanya bisa membantunya.

 

"Kalau kau masih ingin mengamuk, kali ini aku sendiri yang akan menghajarmu dan memasukkanmu ke penjara."

 

"Roushi... Aku──"

 

"Rou-kun, awas!"

 

"Hah?"

 

Tiba-tiba Ritsuka berlari dan memelukku, lalu melompat.

 

Sesaat kemudian, langit-langit runtuh, dan sesuatu yang besar──tidak, Nendonguri raksasa jatuh.

 

"Guh."

 

"Ah... Kengo tertimpa..."

 

"Ritsukaa!! Kau tidak apa-apa!? Kakak datang untuk menyelamatkanmu!!"

 

Kakak iparku melompat keluar dari Nendonguri itu dan mendarat dengan indah.

 

"Ka-kakak... Kenapa...?"

 

"Tentu saja, kalau adikku yang imut dalam bahaya, aku akan datang menyelamatkanmu dari mana pun di dunia ini. Lalu, bajingan yang berani menyentuh Ritsuka itu di mana!? Hei, Adik Ipar, kalau kau tidak apa-apa, bantu aku mencarinya!"

 

"Tidak perlu mencari... barusan Kakak yang menimpanya."

 

"Benarkah? Mantap!"

 

Kakak iparku itu sangat bersemangat. Tapi, bagaimana dia bisa tahu tempat ini?

 

"Roushi."

 

"Eh... Manajer?"

 

Kali ini manajer muncul dari pintu masuk tempat pembuangan. Aku benar-benar tidak mengerti lagi.

 

Sepertinya beliau tahu kalau aku dan Ritsuka kebingungan, beliau langsung menjelaskan.

 

"Kurei curiga karena kau tidak ada di rapat. Aku mencoba menutupinya, tapi dia mengancam akan membatalkan kontrak kalau aku tidak mengatakan yang sebenarnya... akhirnya, dia berkata, 'Mana sempat rapat, dasar bodoh!!' dan kami berdua datang ke sini untuk membantu kalian. Benar-benar... tidak pantas untuk seorang pekerja kantoran."

 

"Bagaimana Anda tahu tempat ini? Saya kan tidak memberi tahu Anda."

 

"Mobil perusahaan dilengkapi GPS. Untuk mengawasi karyawan yang keluar kantor dan tidak bekerja. Jadi, ke mana pun kau pergi, aku bisa melacakmu."

 

"Ah, begitu... Jadi, dari awal manajer memang──"

 

Aku hendak bertanya apakah dari awal beliau memang berniat menolongku, tapi manajer malah berjalan ke arah Kengo yang tertimpa reruntuhan. Kakak iparku juga mendekati Kengo.

 

"Sudah lama tidak bertemu, Tengai. Kuberi tahu ya, Shinsho Chibo Hena-ku sangat cocok melawanmu. Jangan melawan tanpa guna. Kalau begitu, akan kuhajar kau sampai berubah bentuk...!!"

 

"Kurei-san, serahkan saja padaku. Serius. Kau mengganggu. Pergi sana."

 

"Kakak ipar, Kengo sudah tidak ingin bertarung lagi..."

"Kakak! Diam!"

 

"Kenapa semuanya mengeroyokku... Kalian jahat..."

 

Kakak iparku yang merajuk, mengecilkan Nendonguri raksasa itu. Lalu dia berkata, "Hanya Kurobee yang mengerti perasaanku" sambil mendekati Nyan-kichi, tapi malah dikerjai.

 

Kengo memang pingsan total, tapi sepertinya dia masih sadar, dia melihat ke arah manajer sambil tetap terbaring.

 

"...Paman..."

 

"Lama tidak bertemu, Kengo. Apa kau sedikit kurusan? Diet tidak cocok untukmu."

 

"...Aku..."

 

"Tidak apa-apa. Ada banyak hal yang ingin kita bicarakan. Aku dan kau. Sepuluh tahun tidak akan cukup untuk menghabiskan semua topik."

 

"Aku, aku...!"

 

"Tidak apa-apa, Kengo. Ayo, ikut aku."

 

Manajer bergumam, lalu membantu Kengo berdiri dan memapahnya. Lalu mereka berjalan menuju pintu masuk.

 

"Roushi. Aku sudah bilang ke kantor kalau kau ada urusan keluarga. Hari ini, pulanglah dengan istrimu naik mobil perusahaan. Besok kau boleh cuti lagi. Masuklah kantor lusa. Dan bawa mobilnya sekalian."

 

"Uhm, kalau Kengo..."

 

"Serahkan saja padaku untuk sementara waktu. Aku juga... ingin bicara dengannya. Lebih dari yang kau inginkan."

 

Mungkin manajer juga punya penyesalan. Kalau dipikir-pikir, kenapa manajer masih mengumpulkan informasi tentang Kengo? Apa karena dia ingin bertemu Kengo lagi?

 

Aku tidak tahu alasan sebenarnya──tapi aku mengangguk dalam diam. Karena kurasa itu yang terbaik saat ini.

 

"Ah, aku juga akan pulang bersama Pak Tua dan Tengai. Kalian tahu diri, kan?"

 

"Kenapa kau bilang sendiri?"

 

"Hahaha... Terima kasih."

 

Mereka bertiga pergi begitu saja. Meskipun mereka datang terlambat, tetap saja Kengo pasti akan kalah. Kengo memang kuat melawan Blessing-ku dan Ritsuka yang non-aktif, tapiBreath of Blessingkakak iparku tidak cocok dengannya.

 

"...Oh iya. SoalBreath of Blessing. Ritsuka, kenapa kamu tidak menggunakanBreath of Blessingmu?"

 

"Hmm... Akan kuceritakan nanti. Sekarang, ayo pulang?"

 

‘Aku lelah, nya. Aku lapar, nya. Aku sudah mengeluarkan semuanya...’

 

Ritsuka yang menggendong Nyan-kichi mencoba mengalihkan pembicaraan. Tapi memang benar kami ingin pulang. Aku juga sangat lelah, dan sedikit terluka. Sepertinya lukaku... lebih dari sekadar memar ringan.

 

Aku memungutHibariyang patah danSai Ka Sai Tenyang rusak.

 

Lalu kami berdua dan seekor kucing kembali ke mobil. Memang, mobil sangat berguna di saat-saat seperti ini.

 

"Rou-kun, seberapa banyak yang kau tahu tentangSwirling Iceku?"

 

"Sepertinya ituBreath of Blessingyang sangat merepotkan dan kuat yang bisa mengendalikan es sesuka hati."

 

Dalam perjalanan pulang. Ritsuka bertanya padaku dari kursi penumpang. Nyan-kichi tidur di kursi belakang sambil telentang. Hari sudah gelap, aku mengemudi dengan kecepatan standar di jalan yang sepi.

 

Aku mengingatBreath of BlessingRitsuka. Aku hanya punya pengalaman pahit karenanya. Ritsuka memang sudah hebat dalam pertarungan tangan kosong dan pedang, tapiBreath of Blessinginilah yang membuatnya semakin kuat.

 

"Kalau begitu, apa "harganya"?"

"Ah... Sepertinya, suhu tubuhku."

 

Karena dia mengendalikan es, Ritsuka kehilangan suhu tubuhnya sebagai "harga" yang harus dibayar. Jika pertarungan berlarut-larut, dia akan terkena hipotermia, jadi Ritsuka juga tidak bisa bertarung dalam waktu lama. Itulah kunci untuk melawannya.

 

"Lalu, selanjutnya. Apa "pemaksaan"-ku?"

 

"Itu..."

 

Aku terdiam. Karena aku tidak tahu jawabannya. Aku pernah melihat Ritsuka bertarung dengan sekuat tenaga, tapi aku tidak tahu apa yang "dipaksa" darinya saat itu.

 

"...Kau memang tidak tahu. Aku kan tidak pernah memberitahumu."

 

"Maaf."

 

"Tidak, tidak perlu minta maaf. Aku memang tidak mau memberitahumu."

 

"Kalau begitu, tidak perlu dipaksa──"

"Tidak, aku akan memberitahumu. Jawabannya adalah, "emosi yang kuat"."

 

"Apa maksudnya?"

 

"Kalau tubuhku tidak bisa didinginkan lagi, sebagai gantinya, hatiku yang akan didinginkan. Dulu, aku tidak terlalu peduli. Lagipula, emosi yang dingin itu tidak akan hilang selamanya."

 

Tapi, Ritsuka melanjutkan. Aku melihat kaca spion. Tidak ada mobil lain.

 

"Karena emosi terkuat dalam diriku, sudah berubah."

 

Aku fokus menyetir. Ritsuka menatap wajahku dari samping.

 

"──Perasaanku yang mencintaimu. Kalau sampai itu direnggut karena aku terlalu sering menggunakan kekuatanku, itu kan konyol. Karena itu, setelah menikah, aku memutuskan untuk tidak menggunakannya lagi."

 

Jika dia "dipaksa" untuk mendinginkan emosinya──Ritsuka akan kehilangan rasa cintanya padaku lebih dulu.

 

Saat kami masih pacaran, dia masih menggunakan

Breath of Blessing-nya, tapi setelah menikah, dia tidak pernah menggunakannya lagi karena dia takut akan hal itu. Demi aku, Ritsuka mengendalikan dirinya.

 

"Tapi, kalau hanya digunakan sedikit, hanya suhu tubuhmu yang akan turun, kan?"

 

"Meskipun begitu, aku tetap tidak mau menggunakannya. Itu tanggung. Aku ingin terus mencintaimu, Rou-kun. Kalau sampai aku membencimu, aku tidak mau menyalahkan kekuatanku. Cinta itu, seharusnya milik diri sendiri. Tapi, karena kita memberikannya pada orang lain, cinta itu jadi berharga."

 

Itu mungkin pendapat Ritsuka. Membayangkan dia membenciku... memang menyedihkan, tapi, termasuk hal itu, cinta Ritsuka adalah miliknya sendiri, dan dia tidak mau membiarkan kekuatannya ikut campur.

 

Aku sudah tahu, tapi Ritsuka memang jauh lebih dewasa dariku. Dia punya pendirian yang teguh.

 

Tapi──aku punya pendapatku sendiri. Menghargai bukan berarti selalu menyetujui pendapat orang lain.

 

"Kali ini, karena lawannya adalah Kengo... dan targetnya adalah aku, jadi Ritsuka tidak terluka. Tapi, mungkin saja akan ada bahaya yang mengancam Ritsuka lagi nanti. Kalau itu terjadi, aku ingin Ritsuka tetap aman... karena itu, kurasa kamu tidak seharusnya membuang cara untuk melindungi diri sendiri. Tidak, mungkin... jujur saja, aku takut kalau Ritsuka terluka. Kalau kamu akan terluka, gunakan saja

Breath of Blessingmu."

 

Aku akan selalu melindungimu. Mudah mengatakannya, tapi kenyataannya sulit. Aku kan harus pergi ke kantor di hari kerja, aku tidak bisa selalu berada di dekat Ritsuka.

 

"...Pendapat kita berbeda ya."

 

"Tidak juga."

 

Aku menginjak rem. Lampu merah. Meskipun tidak ada mobil lain, aku harus berhenti sebentar.

 

Aku merangkul bahu Ritsuka dengan tangan kiriku. Aku sedikit mencondongkan tubuhku dari kursi pengemudi, dan memeluk Ritsuka.

 

Lalu, aku mencium bibirnya.

 

Berapa lama lagi sampai lampu berubah? Aku tidak peduli.

 

"........."

 

Aku melepaskan ciumannya. Wajah Ritsuka memerah, terlihat jelas meskipun di dalam mobil yang remang-remang.

 

"T-tiba-tiba kamu jadi berani, Rou-kun..."

 

"──Kalau tubuhmu dingin, aku akan memelukmu dan menghangatkanmu. Kalau emosimu... cintamu direnggut, aku akan memberimu seratus kali lipat dari yang direnggut. Cintaku adalah milikku dan milikmu. Jadi berjanjilah padaku. Saat kamu benar-benar harus menggunakanBreath of Blessingmu... jangan ragu."

 

Kalau kamu tidak mau menggunakannya, tidak apa-apa. Tapi kalau kamu harus menggunakannya, gunakanlah.

 

Satu-satunya yang bisa kulakukan adalah terus mencintaimu.

 

Meskipun kamu kehilangan sedikit cintamu, aku ingin kamu merasa tidak masalah.

 

Ritsuka memalingkan wajahnya dariku. Begitu ya──dia malu.

 

"Aku... berjanji. Tapi, ka-karena akan jadi seperti ini, aku tidak mau mengatakannya..."

 

"Jadi seperti ini?"

 

"Kita jadi tidak bisa berhenti... banyak hal..."



"Begitukah? Yah... manusia memang berbeda dengan mobil."

 

Lampu lalu lintas sudah lama berwarna hijau. Jika ada mobil di belakangku, pasti aku sudah diklakson.

 

Aku perlahan menginjak pedal gas. Sambil melihat ke depan, aku berbisik pelan seolah ingin menyampaikan langsung padanya.

 

Meskipun tanpa kata pun pasti akan tersampaikan, tapi aku tetap ingin mengatakannya.

 

"Ritsuka. Aku mencintaimu."

 

"...Aku juga, mencintaimu."

 

‘Mesranya~. Lanjutkan—'

 

"Aku juga mencintai Nyan-kichi!!’

 

‘Funya!?!’

 

"Eh, tiba-tiba kenapa!?"

 

"Tidak, hanya merasa ingin saja."

 

Satu hal yang perlu kukoreksi. Cintaku adalah, aku dan Ritsuka, dan juga keluarga... termasuk Nyankichi.

 

Kurasa, cinta itu sesuatu yang terus meluas. Biasanya, cinta itu, seperti angin.


 













Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !