Prologue
Pengacara, sutradara film, penulis terkenal. SMA Takamine
adalah sekolah bergengsi yang telah melahirkan banyak tokoh budaya ternama.
Dokter, astronot, pengusaha IT. SMA Fujikita adalah
sekolah bergengsi yang telah melahirkan banyak teknisi berbakat.
Dua sekolah yang bersebelahan itu bergabung sembilan
tahun lalu, berubah menjadi sekolah swasta Minefuji Academy, sekolah unggulan
terbaik di Jepang.
Di depan gerbang akademi yang penuh wibawa itu, dua
papan pengumuman raksasa berdiri berjajar dengan gagah.
Itu adalah hasil ujian bersama seluruh siswa yang
diadakan pada hari pertama semester kedua.
Nilai kelas jurusan Sastra dan kelas jurusan Sains
dipajang berdampingan, seolah-olah untuk saling menyadarkan keberadaan satu
sama lain. Para siswa yang berkumpul untuk melihat hasil ujian pun bereaksi
dengan suara riuh—ada yang bersorak gembira, ada pula yang mengeluh kecewa.
Ada yang berkomentar kalau peringkatnya naik
dibandingkan sebelumnya, ada pula yang khawatir uang saku mereka akan dikurangi
karena hasil yang buruk.
Namun, keramaian itu mendadak terhenti dalam
sekejap. Tatapan para siswa pun terpusat pada satu titik, dan kerumunan yang
tadinya hanya berupa gumpalan orang kini berubah menjadi barisan yang tertata
rapi. Seolah memberi jalan bagi seorang siswa lelaki yang baru saja muncul.
"Dia datang. Hiroo Ryusei, peringkat satu
jurusan Sastra..."
Seorang siswi berbisik pelan saat melihat sosok itu.
Hiroo Ryusei, siswa kelas 2-A Minefuji Academy
sekaligus ketua klub teater.
Dengan tubuh tinggi semampai, seragam Minefuji
Academy yang berkelas tampak sangat cocok dengannya. Rambutnya yang lurus dan
rapi tertata alami dengan gaya mash cut yang berkilau saat terkena sinar
matahari.
Dia bukan tipe pria tampan yang mencolok, tetapi
kesan bersih dan sikapnya yang tenang membuatnya tampak berwibawa. Begitu
sampai di depan papan pengumuman, ia menyilangkan tangan dan berkata singkat,
"Lagi-lagi nilai sempurna."
Dalam sekejap, suara teriakan histeris dari para
siswi jurusan Sastra pun menggema.
"Keren banget!"
"Terlalu cool!"
"Udara yang dia lewati harum banget!"
Namun, suara-suara itu segera ditenggelamkan oleh
teriakan keras para siswa dari jurusan Sains.
"Dia datang! Peringkat satu jurusan Sains, Tofukuji
Tamaki!"
Yang muncul adalah seorang gadis.
Tofukuji Tamaki, siswa kelas 2-G Minefuji Academy
sekaligus wakil ketua klub teater.
Tubuhnya yang proporsional bak model tampak jelas
meskipun tertutup blazer, menarik perhatian para siswa.
Rambut hitam panjangnya tergerai hingga pinggang,
selaras dengan wajahnya yang cantik dan berkarakter, membuatnya populer tidak
hanya di kalangan laki-laki, tetapi juga di antara para siswi.
TLN : SMA itu kalo di raw dibacanya Gakkou, Academy
itu Gakuen. Jadi Sorry kalo penulisannya beda dikit, koreksi aja kalo gw salah.
ini kini saling menoleh dan bertatapan.
Seketika, suara keramaian di sekitar mereka
mereda, dan ketegangan sekejap menyelimuti suasana. Hal ini tak mengherankan.
Pada masa awal penggabungan sekolah, semangat loyalitas terhadap almamater lama
membuat jurusan Sastra dan jurusan Sains terus bersitegang.
Bahkan
setelah sembilan tahun berlalu, persaingan diam-diam antara keduanya masih
berlangsung di bawah permukaan. Dan kini, pemimpin dari kedua kubu—sang
jenderal jurusan Sastra dan sang jenderal jurusan Sains—berdiri berhadapan.
"Tofukuji..."
"Hiroo-kun..."
Ya, pertentangan antara jurusan Sastra dan Sains
hanyalah kisah lama—hingga seminggu yang lalu, saat rumor tentang "Hiroo Ryusei
dan Tofukuji Tamaki mulai berkencan" menyebar.
Berita
mengejutkan yang mengguncang Minefuji Academy itu menjadi titik balik yang
mengakhiri perseteruan di antara para siswa. Dua bintang terpopuler di sekolah
ini berubah menjadi pasangan ideal, menjembatani jurusan Sastra dan Sains.
Dengan
demikian, lahirlah pasangan legendaris yang menjadi simbol kedamaian dan idola
seluruh siswa, serta menjadikan konflik lama antara kedua jurusan sebagai
bagian dari sejarah.
"Tofukuji,
sekalian saja kita jalan bersama ke gedung sekolah."
"Tentu,
aku juga baru saja hendak mengatakannya."
Saat keduanya
mulai melangkah dengan senyum di wajah mereka, beberapa siswi bahkan sampai
pingsan karena terlalu terpesona. Kerumunan siswa pun berbondong-bondong
mengikuti mereka dari belakang.
Saat itulah
insiden terjadi.
Tamaki
tersandung, kehilangan keseimbangan, dan hampir jatuh.
"Ah! Awas!"
Di tengah
teriakan panik seorang siswi yang lebih dulu menyadarinya, seseorang segera
mengulurkan tangan ke bahu Tamaki.
"Kau
tidak apa-apa, Tofukuji?"
Itu Ryusei.
Berkat
dukungannya, Tamaki berhasil menghindari jatuh di saat-saat terakhir. Wajahnya
sedikit memerah saat berkata,
"Maaf,
Hiroo-kun. Kakiku sedikit tersandung tadi."
Sambil
menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga, Tamaki kembali berdiri
tegak.
"Tidak,
aku senang kau tidak terluka. Selain itu... sepertinya langkahku tadi terlalu
cepat. Maaf."
"Tidak,
justru terima kasih."
Setelah
menjawab demikian, Tamaki kembali melangkah menuju gedung sekolah. Melihat
adegan itu, para siswa hanya bisa menghela napas penuh kekaguman.
"Haa~
pasangan klub teater ini sungguh luar biasa~."
"Betapa indahnya mereka..."
"Kalau mereka siaran langsung sebagai pasangan, aku rela memberi donasi.
Aku ingin terus melihat mereka!"
Mereka adalah
pasangan sempurna layaknya gambaran ideal tentang cinta di masa SMA. Satu per
satu, para siswa terpukau oleh keindahan mereka berdua, tetapi—
"Hei, Tofukuji,
ikuti naskahnya dengan benar."
"Di zaman
sekarang, mana ada anak SMA yang tersandung batu di jalan? Lagipula, secara
fisika, tidak mungkin sebuah batu kecil cukup memberikan beban hingga
mengganggu keseimbangan tubuh. Alasan kakiku tersandung lebih masuk akal."
Dengan tetap
mempertahankan senyum mereka, Ryusei dan Tamaki saling berbisik dengan suara
tajam yang hanya bisa mereka dengar.
"Aku
bukan mengomentari alasan tersandungnya. Walaupun aku ingin menegurmu karena
mengubah dialog, aku masih bisa memakluminya sebagai improvisasi. Yang
kupersoalkan adalah ritme penyampaiannya. Langkah kakimu terlalu cepat. Jeda
antara tersandung dan bangkit kembali terlalu singkat. Apa kau tidak mengerti
bahwa dalam pementasan, ritme itu penting?"
"Di naskah tidak ada ketentuan waktu tempuh yang spesifik menuju pintu
masuk sekolah. Jika aku memperlambat langkah lebih dari ini, waktu pribadiku
sebelum kelas akan berkurang dua menit. Lebih baik diam dan terus jalan.
Menyebalkan."
Berbeda dengan
para siswa yang terpesona melihat mereka, pasangan ini justru saling bertukar
sindiran dengan kata-kata tajam—tanpa mengubah kecepatan langkah mereka.
Tetap
tersenyum.
Tetap terlihat
sempurna.
Ya, mereka
sama sekali bukan pasangan ideal.
Mereka
hanyalah pasangan palsu yang tengah berakting.
TLN : Kalian bingung kenapa
illustnya bisa setengah2 gitu? Sama.
Emang dari rawnya kek gitu kesannya kek koran njir......
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.