Maigo no Onnanoko wo Ie Made Todoketara Chapter 8

Ndrii
0

Bab 8

Festival Musim Panas




Setelah diseret berkeliling oleh Ikuta, aku kembali ke tempat pertemuan. Namun, Shirakawa belum juga datang.


Aku memang sudah berjanji untuk pergi ke festival musim panas bersamanya, tapi dari tadi aku belum menemukannya. Mungkin karena aku datang lebih awal dari waktu yang disepakati. Tapi, dia bukan tipe orang yang suka terlambat, jadi aku mulai khawatir.


Aku mencoba mengirim pesan di LONE:

"Kamu sudah sampai?"


Tak lama setelah dikirim, pesanku langsung dibaca, dan balasannya datang.


"Maaf, aku masih butuh sedikit waktu."


"Santai saja, tidak perlu buru-buru."


Begitu kukirim pesan itu, dia langsung membalas dengan stiker bertuliskan "Terima kasih!" dalam ukuran besar. Beberapa menit kemudian, aku menerima pesan lagi.


"Aku sudah sampai, coba lihat ke belakang."


Aku tidak langsung membalas. Aku hanya mematikan layar ponsel dan perlahan menoleh ke belakang.

Yang muncul dalam pandanganku adalah dia, mengenakan yukata. Warna dasarnya merah muda dan putih, dihiasi pola bunga.


"Gi-gimana menurutmu...?" 


"A-aku rasa... sangat cocok untukmu... umm, aku pikir itu... indah," 


Dia benar-benar terlihat cantik, tapi aku terlalu gugup untuk mengungkapkannya dengan baik. Kata-kataku keluar dengan terputus-putus, dan jeda aneh muncul di antara kalimatku. Selain itu, aku sekarang sangat gugup.


"Sy-syukurlah!" 


"A-ah...?"


Saat melihat ke tangan kanannya, dia sedang menggenggam sebuah tas kecil (kinchaku). Lalu, saat melihat tangan kirinya, aku baru sadar dia sedang menggandeng tangan seorang anak kecil.


Saat kuturunkan pandanganku lebih jauh, aku melihat seorang gadis kecil dalam balutan kimono, yang ternyata adalah Natsuno, adiknya. Dia menggenggam tangan kakaknya erat-erat.


"Kuroda-kun juga kelihatan cocok pakai yukata!" 


"Ah, aku rasa aku tidak pantas dipuji seperti itu..."

"Tidak, benar kok! Kamu kelihatan cocok!"


Saat aku merendahkan diri, dia langsung memujiku dengan penuh semangat. Namun, setelah membicarakan yukata, ekspresi alisnya langsung turun dengan sendu.


"Anu... maaf ya, aku terlambat..."


"Nggak, aku sama sekali nggak masalah, kok..."


"Ko-konnichiwa..." 


"Konnichiwa," 


Adik perempuannya, Natsuno, menyapaku lebih dulu, jadi aku pun membalas sapaan itu. Melihat itu, dia tersenyum kecil sambil tertawa pelan.


"Ada apa?"


"Nggak, cuma ekspresi kalian berdua terlalu kaku,"


"Y-ya... aku juga sadar, sih..."


Aku memang masih merasa tegang, jadi tidak bisa tersenyum dengan natural.


"Apa aku sudah membuatmu menunggu lama...?"


"Nggak, kok! Aku juga baru sampai," jawabku buru-buru, khawatir dia merasa bersalah.


"Fufu... terima kasih..."


Ini festival musim panas, jadi aku tidak ingin dia merusak suasana hanya karena hal kecil seperti ini.


"Natsuno, mau makan Permen Apel!"


Di saat yang tepat, adiknya menyela percakapan kami.


"Jangan kebanyakan makan atau menghabiskan uang jajanmu, ya?"


"Un! Aku tahu kok!"


"Benar, nih...?" katanya sambil tersenyum kecil, ragu pada jawaban adiknya.


Melihat interaksi mereka, aku merasa lebih rileks.


"Kuroda-kun, ayo cepat!"


Shirakawa tersenyum ceria padaku. Aku hanya menjawab, "Ah," lalu berjalan sedikit di belakang mereka. Namun, tiba-tiba Ayano menggenggam tanganku.


"Nanti kamu nyasar loh~?"


"Aku nggak bakal tersesat... aku bisa mengikuti kalian dengan baik," 


"Nggak boleh! Kita sudah datang bersama, jadi harus berjalan bersama juga!"


"O-oke..."


Aku tersenyum kecut dan menurutinya. Ayano tampaknya puas dengan jawabanku.


Kami bertiga mulai berjalan mengelilingi stand makanan dan permainan. Shirakawa mengusulkan agar kami melihat-lihat dulu sebelum membeli sesuatu agar tidak boros.


Tapi, Natsuno sama sekali tidak peduli dengan rencana itu dan langsung berlari ke salah satu stand.


"Ah, permen apel!"


Sambil berkata begitu, Natsuno menarik lengan kakaknya dan berlari menuju gerai permen apel.


"Tunggu! Susah berlari begini, jalan sedikit lebih pelan~"


Aku pun mengikuti mereka dari belakang.


"Selamat datang!"


Ternyata yang menjaga stand itu adalah seorang kakek tua dengan suara penuh semangat.


"Wow, permen apel-nya cantik!"


"Natsuno, kamu mau beli?"


"Iya! Aku mau Permen apel!”


"Ya sudah lah... Umm, berapa harga satu permen apel?"


Dia bertanya pada kakek penjual itu. Lalu, kakek itu tertawa terbahak-bahak dan berkata,


"Kalian gadis-gadis yang manis~ Kalian saudara, ya?"


"Iya! Benar sekali!"


Dia menjawab dengan penuh semangat.


"Karena kalian imut, harga aslinya lima ratus yen, tapi kuberi tiga ratus yen saja."


"Benarkah?"


"Tentu saja."


"Terima kasih banyak!"


Dia tersenyum lebar dan membungkuk sopan ke arah kakek itu sebagai tanda terima kasih. Lalu, dia menyerahkan uang tiga ratus yen dengan tepat ke tangan si kakek.


"Karena Natsuno imut, kita dapat harga spesial!"


"Benarkah? Dapat apa?"


"Harganya diskon, lho. Natsuno, ucapkan terima kasih juga."


"Terima kasih... banyak."


"Sama-sama! Tapi bukan cuma adik kecil ini yang cantik, kakaknya juga cantik. Karena kalian berdua manis, makanya kuberi harga spesial."


Kakek itu menatapnya dan memastikan bahwa dia juga tahu kalau dia dipuji.

"Halah~ kakek ini pintar sekali merayu, ya~"


"Aku tidak sedang merayu, kok. Ya kan, Nak?"


Kakek itu tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke arahku.


"Ke-kenapa malah tanya ke aku...?"


"Jadi, bagaimana menurutmu, Kuroda-kun?"


"A-aku... aku pikir dia cantik. T-tentu saja, kalian berdua..."


Semakin lama aku bicara, semakin malu rasanya, dan suaraku pun semakin mengecil.


"Hmmm, begitu ya, begitu ya."


"Apa maksudnya itu?"


"Natsuno, katanya kita imut."


"...Iya."


"Permen apelnya enak?"


"...Iya."

Natsuno yang sedang menjilat permen apel tampak begitu sibuk menikmati makanannya, hingga semua jawabannya hanya "iya."

Lalu, tiba-tiba dia berhenti menjilat dan menatap kakaknya lekat-lekat.


"Onee-chan kelihatan bahagia."


"Eh? Aku terlihat bahagia?"


"Iya! Kalau Onee-chan kelihatan senang, Natsuno juga ikut senang!"


"Ahaha! Begitu ya... aku kelihatan bahagia, ya..."


Setelah tertawa lebar, dia melirik ke arahku sekilas. Tapi saat mata kami bertemu, dia buru-buru mengalihkan pandangannya.


Aku tidak mengerti apa maksudnya. Aku hanya bisa memiringkan kepala sambil berpikir, sementara kakek itu malah menatapku dengan senyum penuh arti.


"Masa muda memang indah, ya..."


"Uhh... be-begitu ya..."


Aku hanya bisa tersenyum canggung mendengar komentar si kakek. Kami pun kembali berkeliling melihat-lihat stan makanan. Kami membeli yakisoba, takoyaki, dan ramune, lalu kembali ke tempat semula.

"Lumayan melelahkan juga, ya..."


"Iya... ternyata festival bisa sangat menguras tenaga."


"Ayo kita istirahat sebentar."


"Setuju. Lagipula, adikmu juga sudah kelihatan kelelahan."


"Ahaha, benar juga."


Dia menggelitik tubuh adiknya yang mulai mengantuk.


"Hei, mau makan daging sapi panggang? Atau takoyaki?"


"Shirakawa, bukannya itu terlalu berlebihan...?"


"Mau~"


Dengan suara mengantuk, Natsuno mengambil sumpit yang diberikan kakaknya dan membelahnya dengan rapi.


"Jangan remehkan adikku, ya?"


"Bukan begitu... aku cuma kagum."


Sambil berkata "Itadakimasu," Natsuno membuka mulutnya lebar-lebar dan melahap satu takoyaki dalam satu gigitan.

"Apa dia baik-baik saja...?"


"Hhmmhh~!"


"Dia baik-baik saja!"


"Kamu bisa mengerti apa yang dia bilang...?"


Aku tidak tahu apakah ini karena mereka saudara kandung atau mereka memang istimewa.


"Ayo, kita makan juga!"


"Kuroda-kun, mau makan apa?"


"Hmm... mungkin yang aman saja, takoyaki?"


"Baiklah, nih!"


Dia mengambil satu butir takoyaki dengan tusuk gigi dan membawanya ke mulutku.


"Eh... ini..."


"Ah! Ma-maaf... harusnya kamu bisa makan sendiri, ya..."


Wajahnya langsung memerah, mungkin karena dia baru menyadari apa yang dia lakukan. Dengan panik, dia mencoba menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan menutupi wajahnya menggunakan rambut panjangnya.


"Kenapa kamu begitu...?"


"Terlalu malu... aku jadi refleks seperti saat menyuapi adikku."


"Aku tidak keberatan, kok..."


"TAPI AKU KEBERATAN!!"


Tentu saja aku berbohong. Sebenarnya, aku sangat sadar akan situasinya. Kalau saja aku tetap diam, aku mungkin bisa mendapatkan kesempatan untuk disuapi oleh gadis tercantik di sekolah...


"Onee-chan, Natsuno juga mau makan."


"Iya iya, mau makan apa?"


"Aku mau yang itu juga!"


"Ayo, buka mulut."


Dia menyuapkan takoyaki ke mulut adiknya. Gadis kecil itu dengan lahap memasukkan takoyaki yang masih panas ke dalam mulutnya.

"Fufu, ada sausnya."


"Nngh~"


Dia menghapus saus yang menempel di sekitar mulut adiknya dengan tisu.


"Jangan lupa merawatnya, ya?"


"Aku tahu kok!"


Saat itu, aku mendengar percakapan sebuah keluarga yang berjalan melewati kami. Seorang gadis kecil tampak senang memegang kantong plastik berisi ikan mas yang baru didapatnya. Melihat itu, tatapan Shirakawa terlihat sedikit bernostalgia.


"Shirakawa, ada apa?"


"Ah, tidak, bukan apa-apa."


"Begitu ya…"


Tapi jelas kalau itu bohong. Senyum yang ia tunjukkan agar aku tak khawatir terlihat dibuat-buat. Setelah percakapan kami selesai, dia kembali menatap ikan mas dalam kantong plastik dengan ekspresi penuh nostalgia.


"Kalau begitu, sekarang kita sudah selesai makan, ayo kita pergi ke tempat kembang api?"


"Ah… tunggu sebentar, ada tempat yang ingin aku kunjungi dulu."


"Kalau begitu, kita ke sana dulu!"


"Terima kasih."


Aku berjalan bersama mereka menuju tempat yang diinginkan Shirakawa. Saat sampai, Ayano tampak sedikit terkejut.


"Kenapa…?"


"Hm? Aku sudah lama ingin mencoba menangkap ikan mas lagi."


"Be-benar juga, ya…"


Aku memberikan dua ratus yen kepada pemilik stan dan mulai bermain menangkap ikan mas.


"Aku juga mau coba."


"Aku juga!"


Begitulah, keduanya ikut mencoba. Namun, menangkap ikan mas ternyata lebih sulit dari yang diduga. Kertas pada jaring mereka langsung sobek dan membuat mereka gagal.


"Argh, ternyata susah juga!"


"Aku juga gagal…"


"Sekali lagi…"


Shirakawa mencoba lagi. Jarang sekali aku melihatnya begitu serius. Aku memperhatikannya dalam diam.


Aku melihat bagaimana dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Dia terlihat begitu indah hanya dengan bermain menangkap ikan mas.


"Ini dia! …Ya! Aku berhasil menangkapnya!"


Dengan gerakan cepat, dia memasukkan ikan ke dalam mangkuk kecil. Seekor ikan mas merah yang indah berenang dengan tenang di dalamnya.


"Wah, kamu berhasil!"


"Hehehe… aku hebat, kan? Aku hebat, kan?"


"Iya, kamu hebat."


"Terima kasih!"


Dia tersenyum lebar sambil memegang kantong plastik berisi ikan masnya. Aku tak bisa menatap wajah Ayano secara langsung.    Senyum itu begitu memikat, bahkan orang-orang yang lewat pun sempat terpana.


Saat itu, sebuah pengumuman terdengar:  

"Sebentar lagi, pesta kembang api akan dimulai."


Orang-orang mulai berbondong-bondong menuju tempat acara.


"Wah, ayo kita juga pergi!"


Dia berdiri, tetapi tetap diam sambil terlihat agak gelisah.


"Umm… bisa… pegangan tangan?"


Dia mengulurkan tangan kanannya dengan wajah memerah. Aku tidak langsung memahami maksudnya.


"Hah…? Eh…?"


"Aku tidak suka keramaian…"


Ini adalah sisi lain dari dirinya yang baru aku ketahui.


"Ja-jadi begitu, ya…"


Jantungku berdegup kencang. Rasanya dia bisa mendengar betapa kerasnya detak jantungku. Saat aku hendak menggenggam tangannya yang gemetar, tiba-tiba tangan kecil lain mencengkeram tanganku.


"Aku juga mau pegangan~"


Kini, tangan kanan Ayano dan tangan kiriku sama-sama digenggam oleh tangan kecil Natsuno.


"Ya sudahlah, tidak apa-apa!"


Meskipun wajahnya menunjukkan sedikit kekecewaan, ekspresinya segera kembali tenang.


"Ayo kita pergi~"


Kami mulai berjalan menuju tempat pesta kembang api, tetapi kemudian Ayano mengambil jalan yang berbeda.


"Shirakawa, bukannya tempatnya bukan ke sini?"


"Gak apa-apa! Tempat ini lebih bagus dan lebih sepi, jadi kita bisa melihat dengan lebih jelas."

Ternyata dia tahu tempat tersembunyi untuk menikmati kembang api. Aku pun mengikutinya.


"Kita sampai!"


Begitu tiba, kembang api sudah mulai menghiasi langit. Satu ledakan besar menciptakan kembang api merah di atas kami.


"Indahnya~"


Aku menoleh ke samping dan melihat Ayano menatap langit dengan mata berbinar.


Kembang api memang indah, tetapi yang ada di sampingku ini… jauh lebih memikat.


Saat aku menatapnya, Ayano menyadarinya dan menoleh ke arahku. Aku buru-buru mengalihkan pandanganku.


"Indah sekali, ya!"


Dia tersenyum cerah dan tersipu.

Cahaya kembang api menerangi wajahnya, membuat setiap ekspresi terlihat begitu jelas.


"Iya… benar-benar indah. Sungguh, sungguh…"


Aku mengucapkan "Sungguh" dua kali—satu untuk kembang api, dan satu lagi untuknya.


"Kamu terlihat melamun?"


Dia menatap wajahku, lalu bertanya dengan nada khawatir, "Kamu baik-baik saja?"


"Aku hanya sedikit terpesona oleh kembang api, jangan khawatir."


"Begitu ya… kalau kamu baik-baik saja, itu bagus."


"Tapi tetap saja, ini benar-benar luar biasa."


"Iya, benar-benar mempesona, ya?"


Sambil berkata begitu, mata besarnya yang indah berkilau dan bergerak perlahan mengikuti cahaya kembang api.


"Do~n!"


Adiknya juga bersorak riang setiap kali kembang api besar meledak di langit. Melihatnya, aku tanpa sadar tersenyum.


"Ah! Kuroda-kun tersenyum~!"


"A-apa?"


Dia tiba-tiba mendekat, wajahnya kini begitu dekat denganku. Bibir merahnya yang lembut, kulit putihnya, dan matanya yang jernih… tatapan kami bertemu. Karena dia mendekat begitu tiba-tiba, aku terkejut dan malu hingga mundur sedikit ke belakang.


"Hm~? Aku hanya merasa itu pemandangan yang langka."


"Apa itu benar-benar begitu langka?"


"Tersenyum seperti itu jarang sekali kulihat darimu."


"Apa maksudmu dengan ‘seperti itu’?"


"Senyuman yang manis~."


Dari mulutnya, kata "manis" terlontar untuk menggambarkanku. Bukan "keren," tapi "manis." Sebagai seorang pria, tentu aku lebih ingin dipanggil keren.


"Menyebut pria manis itu bukan pujian, kan?"


"Eh!? Tentu saja itu pujian!"


Dari reaksinya, aku tahu dia memang benar-benar memujiku. 

Saat aku mengatakan kalau itu bukan pujian, dia terlihat sangat terkejut. Itu pasti bukti bahwa dia benar-benar menganggapnya sebagai pujian.


"Padahal menurutku senyumanmu benar-benar manis~?"


"A-aku lebih merasa kalau… Shirakawa lebih…"


"Aku lebih apa?"


Dia sedikit memiringkan kepalanya, menunggu aku melanjutkan kata-kataku.


"T-tidak apa-apa…"


Aku tidak bisa mengatakan padanya kalau menurutku dia "manis."


"Hmmm~."


Dia hanya menggumam pelan, lalu kembali menatap kembang api.


Aku menatap wajahnya dari samping saat dia menikmati pemandangan itu.


Kembang api terakhir adalah yang paling besar. Dengan suara gemuruh yang menggema, kembang api itu menutup malam festival musim panas dengan sempurna.



"Ah~ ah, sudah selesai…"

"Benar juga, rasanya hanya berlangsung sekejap."

"Kenapa ya, hal yang menyenangkan selalu terasa cepat berlalu?"

Dia tertawa pelan sambil menutup mulutnya dengan tangan.

"Aku sudah mengantuk…"

Natsuno mengusap matanya sambil terkantuk-kantuk.

"Natsuno, bertahan sedikit lagi!"

"Onee-chan, gendong aku."

"Tidak boleh, Onee-chan juga membawa banyak barang."

Ayano menolak permintaan adiknya.

"Kalau digendong di punggung?"

"Aduh~ baiklah, baiklah~"

Sambil berkata begitu, Ayano mencoba menggendong Natsuno di punggungnya, tapi karena membawa banyak barang, dia tampak kesulitan.

"Shirakawa, aku boleh menggendongnya?"

"Eh?"

"Mungkin ini terdengar tiba-tiba, tapi barang bawaanmu banyak dan kelihatannya berbahaya."

"Aku baik-baik saja! Meski begini, aku cukup kuat, lho!"

Ayano tertawa sambil memperlihatkan pose menggenggam otot lengannya.

"Tetap saja…"

Kali ini, aku tidak menyerah hanya dengan satu kali menawar.

"Kamu terlalu khawatir. Aku senang, tapi aku benar-benar baik-baik saja."

"Kalau begitu, setidaknya biar aku saja yang membawa barang-barangmu."

Aku berkata begitu sambil mengambil barang bawaannya.
"Terima kasih."

"Sama-sama."

Lalu, Ayano menggendong Natsuno di punggungnya dan mulai berjalan kembali ke arah kami datang sebelumnya. Sama seperti saat berangkat tadi, kami melewati tempat yang lembab, membuat jalannya agak licin.

Tapi kali ini, berbeda dari sebelumnya—sekarang sudah gelap gulita.

"Kamu baik-baik saja?"

"Iya, aku tidak apa-apa!"

"Jalanannya licin, hati-hati."

"Iya, aku akan berhati-hati."

Saat aku memastikan keadaannya, dia menjawab dengan suara ceria yang penuh keyakinan. Semakin dekat ke arah venue, cahaya mulai banyak muncul, dan aku bisa melihat Ayano dengan lebih jelas. Tepat saat itu—

"Kyaa!"

Bersamaan dengan suara itu, tubuhnya mulai condong ke samping.
Tanpa berpikir, aku segera menangkap tubuh kecil dan rampingnya dengan erat.

"Wah, hampir saja…"

Sejujurnya, aku tidak menyangka bisa menangkapnya tepat waktu. Jika tempat ini masih gelap, aku pasti tidak akan bisa bereaksi secepat itu.

"T-terima kasih…"

Kepalanya tepat berada di dadaku.
Aku bisa melihat dengan jelas rambutnya yang indah dan tengkuknya.

"Tadi… kamu benar-benar menyelamatkanku, Kuroda-kun."

"Itu berbahaya, kan?"

"Ma-maaf…"

Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca, wajahnya menengadah ke arahku.

"Rasanya terbalik dari biasanya…"

"Hah?"
"Biasanya, aku yang memarahi Kuroda-kun. Tapi kali ini, Kuroda-kun yang memarahiku."

Dia berkata begitu sambil menurunkan alisnya dengan wajah bersalah.

"U-um… aku rasa sudah cukup, ya?"

"A-ah! Maaf!"

"Tidak, akulah yang salah…"

Aku sadar sudah memeluk tubuhnya yang kecil dan rapuh dalam waktu yang cukup lama.

Memeluk seorang gadis selama ini terasa tidak pantas.

"J-jadi, ayo lanjut jalan."

"Uhm, kali ini… boleh aku saja yang menggendongnya?"

Meskipun jaraknya tinggal sedikit, jika kejadian tadi terulang lagi, itu bisa berbahaya. Sekali lagi, aku meminta izin untuk menggendong Natsuno.

"Baiklah, kalau begitu aku titip, ya."

Dia tertawa kecil, matanya menyipit dengan lembut.

Saat aku menggendong Natsuno di punggungku, kesadarannya sudah hampir menghilang sepenuhnya.

"Hmm… mungkin Kuroda-kun punya punggung yang nyaman?"

"Kenapa kamu berpikir begitu?"

"Anak ini biasanya sangat pemalu dan tidak akan tidur di punggung orang lain. Tapi sekarang, dia terlihat sangat nyaman tertidur di sana."

Sambil berkata begitu, dia tersenyum kecil dan menyentuh pipi adiknya yang tertidur di punggungku.

"Dia hanya kelelahan, makanya cepat tidur…"

Aku berkata begitu sambil berhati-hati agar tidak membangunkan Natsuno, lalu mengantar mereka pulang ke rumah.














Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !