Prolog
Aku menghabiskan hari liburku seperti biasa, bermalas-malasan sambil berbaring di sofa.
Tiba-tiba, bel interkom rumah berbunyi. Aku pun bangkit, seolah mengakhiri hari libur yang penuh kemalasan ini. Kupikir itu mungkin kurir pengiriman atau semacamnya, tapi saat kubuka pintu depan, yang berdiri di sana adalah gadis tercantik di angkatan kami, Shirakawa Ayano.
Karena hal ini terjadi begitu mendadak, aku berusaha keras menyembunyikan keterkejutanku, tapi kurasa aku gagal melakukannya.
"Selamat pagi!"
Dengan suara ceria dan penuh energi, dia menyapaku.
"Kenapa datang ke sini?"
"Aku bawa oleh-oleh untukmu!"
"Oleh-oleh… Kenapa?"
Aku bertanya, tapi karena mengobrol di depan rumah bisa mengganggu sekitar, aku memutuskan untuk mempersilakannya masuk ke dalam dulu.
"Jadi? Ada perlu apa ke sini?"
"Ini, ini~"
Saat kutanyakan lagi alasan kedatangannya, dia mengeluarkan wadah plastik dari dalam tasnya dan meletakkannya di meja.
"Aku masak lebih, jadi kubawakan untukmu. Tapi… apa aku mengganggumu?"
"T-tidak… bukan begitu. Aku cuma berpikir apa aku boleh menerimanya atau tidak."
Masakan gadis cantik pasti sesuatu yang diinginkan semua orang. Aku pun tak terkecuali.
Tapi Ayano itu baik pada semua orang, dia termasuk dalam kasta sosial tertinggi di sekolah, sedangkan aku hanya seorang anak biasa di kasta bawah. Apa boleh aku menerimanya?
"Kau… tidak mau?"
Ayano menatapku dengan ekspresi cemas, matanya sedikit memelas. Sungguh curang. Dengan ekspresi seperti itu, siapa pun pasti akan menerimanya.
"A-aku terima… Terima kasih."
"Yatta! Jangan lupa beri tahu aku pendapatmu ya!"
Dia mengepalkan kedua tangannya dengan ekspresi penuh kegembiraan yang sangat menggemaskan. Apa sesederhana menerima oleh-oleh saja sudah cukup untuk membuatnya sebahagia itu?
Saat kubuka tutup wadahnya untuk melihat isinya, aroma kari yang menggugah selera langsung tercium. Melihat reaksiku, Ayano terkikik kecil.
"Whoa, ini kelihatan enak banget."
"Kalau kau senang, berarti usahaku tidak sia-sia."
"Terima kasih… Tapi bukankah ini merepotkan untukmu?"
"Tidak masalah! Aku suka memasak, dan aku ingin melihat seseorang merasa senang karenanya~"
"K-kau menggodaku, ya!?"
Ayano punya adik perempuan, jadi pastilah yang dia maksud adalah ingin melihat adiknya senang, bukan aku.
Meski begitu, caranya berbicara tadi punya makna tersembunyi yang bisa bikin pria di seluruh dunia salah paham. Tapi, tanpa banyak mengeluh, dia tetap memasak kari untuk adiknya. Dia benar-benar kakak perempuan yang menyayangi adiknya.
Aku tanpa sadar membayangkan Ayano memakai celemek, memasak sambil dikejar-kejar oleh adiknya yang tidak sabar ingin makan. Kupikir akan lebih baik jika kumakan saja nanti malam. Namun, perutku justru berbunyi keras, seakan menuntut agar aku segera makan kari itu sekarang juga.
"Fufu, kenapa tidak kau makan saja sekarang?"
Ayano berkata begitu sambil menyiapkan piring dan sendok untukku di meja. Aku tidak bisa menahan diri lagi. Kugunakan nasi sisa kemarin, menghangatkannya di microwave, lalu menuangkan kari di atasnya. Begitu kumakan sesuap, aku langsung diselimuti rasa bahagia yang luar biasa.
"Enak banget."
Tanpa sadar kata itu keluar dari mulutku sebelum aku sempat berpikir. Karena perutku sudah lapar, kari dalam wadah itu pun habis dalam sekejap.
"Senang rasanya melihatmu makan dengan lahap."
"Ini benar-benar enak. Terima kasih."
"Tidak masalah! Ini juga sebagai ungkapan terima kasih dariku."
"Terima kasih? Tapi untuk apa…?"
Ayano tersenyum puas setelah mengatakan itu.
"Baiklah, kalau begitu aku pulang, ya."
Dia mengubah posisi duduknya dari bersimpuh ke posisi siap berdiri, lalu bangkit dengan gerakan anggun.
"Ah, iya. Bawa pulang celemekmu juga."
Aku menunjuk celemek yang tertinggal, baru saja menyadarinya. Namun, Ayano berpikir sejenak lalu berkata,
"Tidak usah. Nanti aku buatkan yang baru, jadi biar saja di rumah Kuroda-kun."
"Aku agak sungkan kalau kau sampai melakukan itu untukku…"
"Kenapa? Sekarang baru bilang begitu? Atau kau tidak mau makan yang baru nanti?"
"Tentu saja aku mau makan yang baru… Tapi…"
Aku merasa tidak enak jika harus menyuruhnya datang ke rumah dan memasak lagi.
"Lagipula, kalau setiap kali aku harus membawanya pulang, bukankah itu agak merepotkan?"
Aku bisa mengerti maksudnya. Jika setiap kali memasak dia harus membawa celemeknya pulang, itu pasti cukup merepotkan.
"Hmm, masuk akal juga… Baiklah, celemeknya kubiarkan di sini untuk sementara."
"Okaaay! Dimengerti~"
Setelah mengatakan itu, Ayano berjalan menuju pintu depan.
"Sampai jumpa."
"Kuhantar pulang?"
"Tidak perlu. Sampai jumpa, ya!"
"Hati-hati di jalan."
Dia tersenyum cerah sambil melambaikan tangan, lalu pergi.
Sambil melihatnya pergi, aku tersenyum kecut dan bertanya-tanya bagaimana bisa hubunganku dengannya jadi seperti ini.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.