Ore no Ie ni Nazeka Gakuen no Megami-sama ga Iribitatte Iru Ken Extra (karna ada 3 bab tak jadiin satu)

Ndrii
0

Sekedar Catatan Tambahan :

Ini Adalah Awal Yang Sebenarnya

 

Itu adalah hal kecil yang tidak bisa disadari oleh siapapun.

 

Kapan tepatnya, di mana tepatnya, saat kita menyadarinya, itu sudah dimulai.

 

Jika kita tidak menyadarinya, mungkin kita akan bahagia.

 

Jika kita bisa menghentikannya, mungkin kita akan merasa lebih ringan.

 

Namun, tidak ada yang bisa menghentikannya.

 

Itu mengalir begitu saja seperti sungai.

 

Karena itu, tidak ada yang bisa kembali melawan arus.

 

Dan semakin waktu berlalu, itu akan semakin besar, dan jika tidak melakukan apa-apa, suatu hari akan terlepas ke lautan luas.

 

Pada saat itu, sudah terlambat.

 

Karena tidak mungkin menemukan sesuatu yang sudah terbawa ke laut.

 

Apa yang telah terbawa ke laut, pada akhirnya hanya akan meninggalkan bekas dan tidak akan pernah hilang seumur hidup.

 

Tapi... Jika kita bisa menghentikan aliran itu di tengah jalan,

 

-- Itu menjadi awal yang baru.

 

Karena itu, tidak ada yang menyadari.

 

Baik yang telah berakhir maupun yang baru dimulai.

 

Terus menerus membara perlahan.

 

◇◇◇

 

"...Itu puisi yang menarik. Cuman, agak membingungkan karena tidak jelas apa yang dimaksudkan..."

 

Aku menekan perutku yang berbunyi keras menyuarakan protesku. Lalu tanpa sadar aku tersenyum sedikit.

 

"Ngomong-ngomong, pas itu juga menjadi awal, ya."

 

Aku menutup mata, mengingat hari yang tak terlupakan itu.

 

Kebetulan pada hari itu aku lupa membawa dompet dan kunci rumah... Tidak punya uang untuk menghabiskan waktu di mana pun. Sekolah pun ramai dengan orang-orang...

 

Di tengah situasi itu, seorang anak laki-laki dari sekolah yang sama memberiku kentang goreng, katanya itu barang yang akan dibuang.

 

Meskipun katanya akan dibuang, kentang yang masih hangat itu hampir membuatku tertawa. Bagaimanapun juga, jelas dia sengaja membelikannya untukku.

 

Namun, saat itu aku menerimanya dengan pikiran "Ah, kayak biasa" sambil tetap mencurigainya.

 

Apakah dia akan meminta balasan? Karena sebelumnya juga pernah terjadi... Hal-hal yang mirip.

 

Di sekolah, ada orang yang berkata "Aku akan membantu membawakan barangmu", tapi setelah aku meminta bantuannya, dia terus-menerus memaksa untuk bertukar kontak. Atau saat dipanggil oleh teman perempuan di kelas, ternyata di sana ada senior laki-laki...

 

Ini hanyalah beberapa contoh.

 

Ada banyak laki-laki yang mendekati dengan berbagai alasan.

 

Jujur saja, aku tidak ingin mengingatnya...

 

Karena itu, aku berpikir dia pasti juga salah satu dari mereka...

 

Karena berpikir begitu, aku ingin segera menyelesaikan masalah ini.

 

Jadi aku menunggunya. Aku berpikir untuk segera membalas hutang budi jika memang ada.

 

-- Tapi dia menolak. Bahkan, karena sudah malam, dia menawarkan untuk mengantarku pulang.

 

Kali ini aku sengaja membuat diriku berhutang budi padanya.

 

Tapi hasilnya sama. Dia tidak meminta apa-apa.

 

Aneh... Kenapa...? Aku tidak bisa memahami pikirannya.

 

Pada saat yang sama, aku sedikit takut, apakah dia merencanakan sesuatu yang besar?

 

Jadi, berdasarkan saran teman, aku memutuskan untuk sering mengunjungi tempat kerjanya.

 

Aku pikir dengan begitu aku bisa sedikit mengintip sifat aslinya.

 

Untungnya tempatnya jauh dari sekolah, jadi tidak terlalu khawatir akan bertemu orang yang kukenal, dan itu tempat yang bagus untuk belajar... Dan, donatnya juga enak...

 

Tapi, setiap kali pulang terlambat, dimarahi ayah itu menakutkan.

 

Karena itu aku berkata pada ayah,

"Tidak perlu khawatir, karena pulangnya selalu diantar oleh Tokiwagi-san."

 

Ayah mengerutkan dahi tapi hanya berkata, "Suatu saat, bawa dia kemari." Lalu dia membuka koran dan wajahnya tidak terlihat lagi.

 

Saat itu, ibu tersenyum di belakang... kenapa ya?

 

Aku tidak terlalu mengerti alasannya.

 

Tapi, karena sejak saat itu mereka tidak mengatakan apa-apa lagi, kurasa itu berarti "disetujui orang tua".

 

Ketika aku memberitahu Towa-kun tentang ini, dia terkejut...

 

Sejak saat itu, setiap kali ada kerja paruh waktu, dia selalu mengantarku.

 

Tapi... Tidak ada perubahan.

 

Sampai pada titik ini... Aku mulai kehilangan kepercayaan diri, berpikir "Apakah aku tidak menarik?"

 

Jadi aku memutuskan untuk mengambil langkah besar. Aku pergi ke rumahnya...

 

Aku ingin menunjukkan kemampuan memasakku, dan juga memperlihatkan sedikit sisi lengahku... Aku pikir dengan begitu, akhirnya aku bisa melihat sifat aslinya...

 

Aku ingat wajahku memerah karena melakukan hal yang begitu berani hari itu.

 

Tapi sayangnya... Meskipun aku telah mengumpulkan keberanian untuk bertindak seperti itu...

 

-- Dia masih tidak meminta imbalan apa pun.

 

Jadi sejak hari itu, aku mencoba berbagai pendekatan.

 

Apakah aku sudah bisa lebih dekat dengannya?

 

Apakah dia memperhatikanku?

 

Apa yang dia pikirkan tentangku?

 

Begitulah pikiranku.

 

Dan tanpa sadar, aku terus mengikutinya setiap hari.

 

Perasaan curiga aku entah bagaimana berubah menjadi perasaan lain, dan aku menjadi tergila-gila padanya.

 

Aku tidak bisa melupakan emosi yang aku rasakan saat menyadari hal itu. Kegelisahanku lenyap, dan pada saat yang sama wajahku terasa panas.

 

-- Tapi ada juga saat-saat sedih.

 

Yaitu ketika dia mencoba menjaga jarak denganku...

 

Tapi aku tahu.

 

Dia sebenarnya orang yang baik. Hanya saja, dia lebih pendiam dan kaku dibanding orang lain.

 

Dia selalu memperhatikan sekitarnya, merendahkan dirinya sendiri, dan berusaha keras menjaga jarak...

 

Aku tahu itu karena aku berinteraksi dengannya setiap hari.

 

Pasti ada alasan mengapa dia tidak mendekatiku, mengapa dia memasang dinding...

 

Karena itu, aku tidak akan membiarkan dia sendirian mulai sekarang.

 

Apapun yang terjadi... Aku akan menunggu sampai dia menceritakan alasannya.

 

"Ah, begitu rupanya. Jadi itu maksudnya... Aku mengerti arti puisi ini sekarang... Jawabannya sederhana setelah memahaminya."

 

Aku menyadarinya dengan merefleksikan diri aku akhir-akhir ini.

 

"Ini adalah puisi cinta ya."

 

Fufu, mungkin ini sangat cocok untukku sekarang.

 

Aku menutup buku dan menatap langit-langit. Aku mengipasi wajah aku yang kembali memanas dengan tangan.

 

-- Apa yang sedang dia pikirkan sekarang?

 

-- Apa yang dia pikirkan tentangku?

 

-- Mungkinkah dia punya orang lain yang dia sukai?

 

Memikirkannya tidak menghasilkan kesimpulan.

 

Tapi aku tahu apa yang harus aku lakukan.

 

"Aku bakal membuatnya jatuh cinta padaku!"

 

Aku menyatakan itu pada bayanganku di cermin.

 

Membayangkan dia yang tidak ada di hadapanku, aku memeluk erat boneka kucing yang dia berikan.

 


 

Edisi Khusus :

Adegan Dari Suatu Hari

 

"Towa-kun, apakah kamu tahu permainan Pocky?"

 

"Hm? Yah... aku tahu. Memangnya kenapa?"

 

"Ayo kita main."

 

"Baiklah... Eh, haaah!?"

 

"Apakah itu sesuatu yang mengejutkan?"

 

"Bukan cuman mengejutkan... Itu tidak boleh. Sungguh..."

 

"Tidak boleh? Padahal aku dengar ini direkomendasikan buat mempererat hubungan antara pria dan wanita..."

 

"Memang benar pemahaman itu tidak salah, tapi... Ngomong-ngomong, siapa yang memberitahumu?"

 

"Kato-san."

 

"...Si brengsek Kenichi itu. Dia mengajarimu hal-hal aneh..."

 

"Aku rasa tidak ada yang aneh dengan menjadi akrab, kan? Atau... Apakah kamu tidak suka menjadi akrab denganku?"

 

"...Cara bicaramu itu... Curang. Tapi, ini bukan permainan yang bisa dimainkan dengan mudah..."

 

"Begitukah? Um, bukannya ini permainan di mana 'kita bergantian mengambil beberapa batang Pocky dari bungkusnya, dan yang terakhir mengambil kalah'?"

 

"...Hah?"

 

"Ini bisa menjadi latihan otak, dan juga mempererat hubungan, benar-benar kayak membunuh dua burung dengan satu batu!"

 

"Ah... Ya. Begitu ya..."

 

"Apakah ada yang salah?"

 

"Yah, yang aku tahu adalah... Sini, biar kubisikkan..."

 

"--! A-a-apakah itu permainan yang kayak begitu!?"

 

"...Ya. Karena itu lebih baik tidak usah main, kan? Memang ada unsur uji keberanian, tapi pada dasarnya ini permainan yang dimainkan dalam suasana pesta. Yah, tidak perlu memaksakan diri untuk memainkannya."

 

"Uji... Keberanian...?"

 

"Rin?"

 

"Dengan kata lain, aku tidak boleh mundur di sini, kan?"

 

"Um... Rin? Kenapa kamu memasukkan Pocky ke mulutmu...?"

 

"...Mmm"

 

"Rin-san...?"

 

"...Mmm"

 

"(Kenapa dia tidak keberatan!? Biasanya orang bakal keberatan dengan permainan ini. ...Tidak ada pilihan lain... Aku harus...)"

 

"Ah!? Kenapa kamu mematahkannya! Tapi, masih ada yang lain..."

 

"Wah, ada Pocky yang kelihatan enak di sini~!"

 

"Jangan! Ah... Jahat banget. Towa-kun..."

 

"Tidak, ini tidak boleh, kan? Gimana kalau tanpa sengaja bibir kita bersentuhan..."

 

"Memang benar tidak boleh ya... Pemikiranku kurang matang..."

 

"Y-yah, kamu tidak perlu terlalu kecewa. Aku senang kamu bisa mengerti."

 

"Aku lupa pakai lip balm, sebagai wanita aku gagal! Aku lupa!"

 

"Bukan itu maksudku!"

 

-- Setelah itu, pertarungan antara mereka berdua masih berlanjut untuk beberapa saat.

 


 

Special Story :

[Setelah Kencan] Rin Dan Kotone

B

["...Hoaam..."]

 

"Maaf menelepon malam-malam begini... Kotone-chan..."

 

["...Tidak apa-apa. Jangan khawatir. Jadi... Gimana hasilnya?"]

 

"Gagal total~ Bahkan, karena terlalu gugup, aku malah membuat 'deklarasi untuk membuatnya jatuh cinta'..."

 

["...Kamu cukup berani ya, Rin. Aku tidak bisa melakukannya."]

 

"Uuh... Aku... betapa memalukannya..."

 

["...Jangan terlalu dipikirkan. Kamu harus terus menyerang. Kalau kamu lengah, si pengecut itu bakal kabur dalam sekejap."]

 

"Tapi, meski kamu bilang menyerang, apa yang harus kulakukan pasti..."

 

["...Rayuan."]

 

"Haaahhh!? Ra-Rayuan!?"

 

["...Senjata wanita. Terutama dalam kasusmu, Rin, kekuatannya luar biasa."]

 

"Aku... Tidak punya senjata kayak gitu lho?"

 

["...Guilty. Aku tidak kenal Rin yang berkata seperti itu. Hei, boleh aku tutup teleponnya?"]

 

"Tu-tunggu sebentar! Jangan ditutup~!"

 

["...Bohong. Aku tidak akan menutupnya, jadi tenanglah. Itu cuman bercanda, jangan menangis."]

 

"...Terima kasih."

 

["...Tapi Rin, kamu harus sadar akan senjatamu sendiri. Dengan pemikiran yang naif kayak gitu, tidak mungkin kamu bisa menaklukkan 'si pria payah' itu."]

 

"Pria payah... Towa-kun tidak sepayah itu kok? Dia baik hati, dan juga--"

 

["...Ya, ya. Aku tahu itu. Aku juga sudah mendengar tentang dia dari Kenichi... Yang kumaksud adalah bagaimana dia payah dalam hubungan antar manusia... Yah, lupakan aja soal itu. Ngomong-ngomong, apa kamu sudah memutuskan apa yang bakal kamu lakukan selanjutnya?"]

 

"Hmm... Mungkin... Bersikap biasa aja?"

 

["...Hahh."]

 

"Kamu menghela napas!?"

 

["...Aku terlalu terkejut sampai tidak bisa berkata apa-apa. Gimana bisa kamu membuat 'deklarasi untuk membuatnya jatuh cinta' dengan sikap kayak gitu?"]

 

["Meskipun kamu bilang gitu... Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa... Kotone-chan... Bisakah kamu mengajariku?"]

 

["...Imut banget."]

 

"Eh, apa kamu mengatakan sesuatu?"

 

["...Bukan apa-apa. (Biasanya dia sangat tegas, tapi terkadang dia menunjukkan sikap kayak gini yang benar-benar imut)"]

 

"Kotone-chan? Ada apa?"

 

["...Maaf, aku sedang berpikir. Pokoknya, Rin harus meningkatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan Tokiwagi-kun. Kalau tidak, kamu tidak akan bisa melihat apa yang dia pikirkan."]

 

"Meningkatkan kesempatan berinteraksi lebih dari sekarang?"

 

["...Sekarang kamu cuman kayak istri yang berkunjung. Dari situ, kita harus menaikkan statusmu menjadi istri sungguhan."]

 

"Is-istri!? Um... Terus, gimana caranya...?"

 

["...Tinggal bersama."]

 

"Ti-ti-tinggal bersama!? Bukannya itu terlalu melompati banyak tahapan..."

 

["...Terus menurut Rin, apa aja tahapannya?"]

 

"Hmm... Misalnya, pergi nonton film berdua, berpegangan tangan sambil berjalan-jalan di tepi danau... Aku pengen banyak mengobrol dengannya... ehehe~"

 

["...Gawat, dia terlalu imut sampai menyakitkan."]

 

"Kotone-chan...?"

 

["...Bukan apa-apa. (Dia benar-benar polos ya...)">

 

"Tapi Kotone-chan. Kalau aku terlalu agresif... bukannya dia akan menganggapku menyebalkan?"

 

["...Tidak akan ada perubahan kalau kamu tidak melakukan apa-apa. Rin harus membulatkan tekad tanpa rasa malu. Untuk mengubah orang lain, kamu juga harus berubah."]

 

"...Tekad. ...Mengubah diri sendiri..."

 

["...Rin. Aku pengen memastikan sekali lagi... Apakah kamu benar-benar menyukainya?"]

 

"Ya... Kurasa aku 'menyukai'nya."

 

["...Kok kedengarannya tidak yakin ya."]

 

"Sejujurnya, ini pertama kalinya aku menaruh perasaan pada laki-laki... Jadi aku masih belum yakin apakah perasaan ini benar-benar cinta atau bukan."

 

["...Gitu ya."]

 

"Tapi, ketika aku memikirkan Towa-kun, dadaku terasa mengembang, sedikit sakit, dan aku tidak bisa melupakan ekspresi kesepiannya yang terkadang dia tunjukkan. Aku pengen lebih mengenalnya. Aku selalu pengen bersamanya lebih lama... Apakah ini yang disebut perasaan 'suka', Kotone-chan...?"

 

["...Tidak salah lagi. Kamu jelas-jelas sangat menyukainya."]

 

"Sa-sangat suka!? Tapi... Gitu ya. Memang benar! Tapi, ketika aku menyadarinya... Entah kenapa... wajahku terasa panas, dan jantungku kayak mau meledak... uuh."

 

["...Hahh, dia terlalu imut sampai aku bisa mati..."]

 

"Eh? Kamu mengatakan sesuatu?"

 

["...Tidak. Itu urusan pribadiku. Jadi, ayo kita pikirkan apa yang bakal kita lakukan selanjutnya. Aku bakal membantumu, si pemula dalam percintaan."]

 

"Terima kasih banyak, Kotone-chan!"

 

["...Boleh aku langsung bertanya tentang kencan?"]

 

"Tentu saja! Ah, tapi karena sudah larut malam, mungkin lain kali aja... Aku sih tidak apa-apa, tapi..."

 

["...Aku juga tidak apa-apa, jadi ceritakan aja."]

 

"Baik!" -- Percakapan antara kedua gadis yang bersemangat itu berlanjut hingga matahari terbit.














Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !