Chapter
9
Gadis
nomor satu
Final dari Couple Grand Prix akan dilakukan di gymnasium sebelum upacara penutupan, dengan penonton dikumpulkan untuk tahap penilaian di atas panggung. Tema acara ini adalah "Love Love Couple Fashion Show". Pasangan akan naik ke panggung secara bergiliran, sesuai urutan yang ditentukan oleh undian, mengenakan pakaian sehari-hari, dan memberikan komentar dengan mikrofon. Pasangan yang berhasil membuat penonton paling antusias akan keluar sebagai pemenang. Sejak kemarin, aku sudah mendengar bahwa tema untuk pakaian sehari-hari adalah "Kencan Terbaik Kalian Berdua".
Toiro menarik undian untuk kami, dan urutan kami adalah yang keempat, sedangkan pasangan Kasukabe yang mendapat urutan kelima sebagai penutup.
"Final akan dimulai pukul 16:00. Silakan berkumpul di ruang tunggu belakang panggung gymnasium pada pukul 15:30," kata Hoshizumi-san, yang membuat pasangan yang lolos ke final dari permainan petak umpet ini berpisah sementara. Kami membeli makan siang dari stan makanan dan berdiskusi sambil makan.
"Rencana bisa dilaksanakan, kan?"
"Ya, sesuai rencana."
Aku mengangguk sambil makan omelette soba dengan sumpit. Kami berhasil bertahan sampai sejauh ini. Sekarang, tinggal melaksanakan rencana yang kami diskusikan tadi malam.
"Tapi..."
Toiro tiba-tiba berbisik di sampingku. Sambil menggigit frankfurter, dia terhenti sejenak dan menatap tanah, seakan merenung.
"...Rasanya sayang juga, ya." Aku mengerti apa yang dimaksudkan Toiro. Ini adalah hal yang sebisa mungkin tidak ingin kupikirkan...
"...Hari ini tidak bisa dihindari."
"Ya, memang."
Toiro memasukkan sisa frankfurternya ke dalam mulut, lalu membereskan sampah dan berdiri. Kemudian, dia meregangkan tubuhnya, menegakkan dada.
"Setelah makan siang, aku akan pergi ke tempat Kaede-chan bersama semua orang sampai final dimulai."
"Ya, terima kasih."
Toiro memberi jempol dengan gerakan yang penuh semangat. Aku mengangguk dan tanpa sadar menatap ke langit. Langit yang sangat biru dan jernih. Aku merasakan festival sekolah yang panjang ini, termasuk waktu persiapannya, akan segera berakhir.
☆
"Kaede, kira-kira kamu akan tampil seperti apa?" tanya Urara-chan.
"Sepertinya lebih baik tampil alami, kan? Ini kan kencan".
"Tapi, rasanya kalau nggak mencolok, acara ini nggak akan seru," kata Urara-chan, sambil menatap dagunya dan sedikit menundukkan kepala.
"Kaede-chan memang punya pesona, jadi hanya dengan berdiri di depan sudah pasti menarik perhatian. Jadi, kita harus tetap setia pada tema saja," tambahku.
Urara-chan mengangguk dan berkata, "Aku mengerti. Mungkin benar apa yang kamu katakan, Toiro."
Dia kemudian menyalakan catokan rambut dengan suara klik.
"Pokoknya, kamu harus berusaha keras untukku juga!" Mayu-chan memberikan semangat dengan membuat gerakan tangan seperti kemenangan.
"Tapi, aku bisa melakukannya sendiri, kok..." jawab Kaede-chan, yang duduk dengan sikap positif lalu sedikit menoleh. Satu jam sebelum final Couple Grand Prix dimulai, kami berkumpul di ruang kelas kosong bersama teman-teman. Dua orang dari grup kami berhasil masuk final.
Kami sedang melakukan rapat strategi untuk merebut kemenangan dari sini.
"Serahkan saja urusan penataan rambut padaku. Kamu tahu kan kalau aku jago menata rambut orang lain? Karena akan ada foto juga, kita harus buat cantik. Oh iya, baju sudah diputuskan, kan?" tanya Urara-chan, sambil memegang kepala Kaede-chan untuk menatap ke depan lagi dan menyisir rambut hitamnya yang lurus dengan tangan.
"Untuk baju, sepertinya Kasukabe-kun sudah punya ide," jawab Kaede-chan, dan Mayu-chan mengangguk-angguk setuju.
"Begitu ya. Kalau begitu, sekarang tinggal berpikir tentang apa yang akan kalian katakan selama sesi pemaparan! Toiro, sudah memikirkan apa yang akan kamu katakan?" tanya Urara-chan.
"Hmm, sepertinya aku akan bilang seadanya. Kalau dipikirkan terlalu banyak, malah bisa gugup dan nggak bisa ngomong dengan baik".
Aku akan berbicara sesuai keadaan saat itu dan berharap semuanya berjalan lancar. Namun, sekarang giliran Kaede-chan.
"Kayaknya sih, kalau ada cerita yang bisa menunjukkan seberapa mesra kalian berdua itu bisa bagus banget. Misalnya cerita tentang kalian yang menghabiskan seluruh liburan musim panas bareng kemarin. Tapi... harus bisa bikin suasana jadi lebih hidup, ya..." aku mencoba mencari ide.
"Mencoba bikin orang tertawa, ya?" tanya Mayu-chan.
"Nggak, aku rasa Kaede-chan bukan tipe yang seperti itu. Harusnya kita lebih menonjolkan mereka sebagai pasangan tampan dan cantik".
"Benar, mereka harus menonjol dengan aura gemerlap mereka. Aku yakin pasangan Kasukabe ini pasti bisa!" kata Mayu-chan.
"Ya, pasti bisa!" jawab kami berdua dengan semangat.
Kaede-chan, yang sedang dibantu oleh Urara-chan untuk merapikan rambutnya, menoleh lagi ke arah kami. Kemudian, dia menatapku dengan tajam dan membuka mulutnya.
"...Hei, Toiro. ...Apakah kamu berusaha membuatku menang?"
Aku langsung terkejut mendengarnya.
"Ah, eh..."
"Apakah kamu berusaha membuatku jadi yang pertama?"
Urara-chan dan Mayu-chan saling berpandangan antara wajahku dan Kaede-chan. Reaksi pertamaku memang tidak bagus. Kecemasan yang kurasakan terlihat jelas, dan aku tidak bisa memberi alasan yang baik.
Memberikan kemenangan. Itulah strategi yang telah kurancang bersama Masaichi. Jika Kasukabe-kun benar-benar ingin menjadi yang pertama, maka Kaede-chan harus menjadi gadis terbaik di sekolah, baik dalam prestasi maupun pengakuan. Kami akan tetap bertahan hingga final Couple Grand Prix, lalu mendukung Kaede-chan hingga akhir. Kami akan mengundurkan diri dengan cara yang strategis agar Kaede-chan bisa meraih juara pertama.
Selain itu, tujuan lain kami—mengungkapkan hubungan kami dengan Masaichi kepada seluruh sekolah—seharusnya bisa tercapai hanya dengan tampil di panggung final, tanpa harus menang. Setelah itu, jika hubungan Kaede-chan dan Kasukabe-kun semakin dekat, misi kami dalam Couple Grand Prix ini bisa dianggap selesai.
Namun, aku menyadari sekarang bahwa aku salah.
"Jangan, itu tidak ada artinya."
Kaede-chan menatap mataku dan menggelengkan kepala. Lalu dia melanjutkan,
"Aku harus jadi yang pertama yang sesungguhnya. Aku tidak akan kalah."
Dia tersenyum tipis dengan penuh keyakinan.
Melihat senyum percaya diri itu, aku terkejut.
— Aku salah besar. Mencurangi kemenangan dengan cara seperti itu untuk menipu Kasukabe-kun dan merendahkan harga diri Kaede-chan adalah hal yang seharusnya tidak terjadi.
Kaede-chan sangat kuat. Selain itu, sebagai seorang gadis, dia memang pantas untuk meraih posisi pertama. Sekarang, dia percaya pada dirinya sendiri dan berusaha untuk meraih apa yang dia idamkan.
"Maafkan aku."
Aku harus menghargai perasaan Kaede-chan. Aku harus berjuang sekuat tenaga. Aku meminta maaf dengan suara kecil, lalu segera tersenyum kembali.
"Kekuatan cinta sejati ada di pihak kami!"
"Kalau soal saling mencintai, kami nggak kalah!"
Kami saling bertukar senyum dan kemudian melakukan high-five sambil berkata "Yeay!"
Urara-chan dan Mayu-chan pasti merasa terkejut melihat interaksi kami yang aneh ini. Mereka tampak bingung. Kami berdua jarang terlihat berinteraksi langsung meskipun berada dalam satu kelompok.
Aku kemudian berkata pada Urara-chan dan Mayu-chan.
"Maaf, aku harus pergi sebentar."
"Ke mana? Bagaimana dengan penataan rambutmu?" tanya Urara-chan.
"Aku harus rapat strategi dengan pacarku! Setelah Kaede-chan, tolong rapikan rambutku, ya! Tema kami akan aku beri tahu nanti!"
Setelah itu, aku keluar ke lorong dan segera menelepon Masaichi. Aku menahan napas, berusaha menenangkan diri, lalu telepon tersambung.
"Hei, Masaichi. Ingat kan, tadi aku bilang rasanya sayang kalau begitu?"
"Ah, iya. Tentang Couple Grand Prix, kan?"
"Benar! Soalnya, kita kan suka banget kalau tidak kalah, kan? Lebih dari sekadar merasa sayang, kita nggak mau lari dari kompetisi, kan?"
"Betul banget. Itu yang aku rasakan juga."
Aku tertawa kecil seorang diri.
"Masaichi, kita ubah strateginya! Ada sesuatu yang harus kamu ambil, nih… Kamu rasa masih sempat nggak?"
*
Aku meminjam sepeda dari Sarugaya untuk pulang, dan berlari secepatnya menuju rumah. Waktu untuk persiapan tinggal kurang dari satu jam sebelum final Couple Grand Prix dimulai. Beruntungnya, Toiro menarik urutan yang lebih akhir di undian, jadi kami masih punya sedikit waktu.
Tapi ada sesuatu yang sangat penting bagi kami, dan aku harus cepat mengambilnya.
Begitu sampai di rumah, aku membuka kunci dan berlari masuk ke ruang depan. Lampu di ruang tamu padam, dan tampaknya orang tuaku serta kakakku sedang keluar. Aku berlari menaiki tangga, melewati kamarku, dan langsung masuk ke kamar kakakku, Serina. Aku melihat sekeliling, tapi…
"Yang mana ya?"
Aku tidak menemukan barang yang kucari. …Banyak banget berantakan.
Aku tidak ingin membuang-buang waktu dengan mencari tanpa arah, dan juga tidak ingin dimarahi karena merusak barang-barang, jadi aku memutuskan untuk menelepon kakakku, Serina.
Meskipun ada kemungkinan dia tidak mendengar teleponku, atau lebih buruk lagi, menunda menjawab karena malas, hari itu sepertinya keberuntunganku cukup baik, karena kakakku menjawab dengan baik.
"Hei, kamu sekarang di mana?"
Suara kakakku terdengar agak riang di telingaku, dan ada sedikit suara bising di latar belakang.
"Sekarang di rumah sih."
"Hah? Kamu nggak ikut festival sekolah? Aku baru saja datang ke sana, lho."
"Ehhh!?"
Dia datang? Memang benar sebelumnya dia bilang ingin datang ke festival untuk mengingat kenangan lama, tapi… apakah dia datang untuk melihat final Couple Grand Prix? Mendengarnya membuat perasaanku jadi berat.
"Apa kamu nggak datang? Cuma kabur gitu?"
Suara kakakku yang tidak percaya terdengar.
Aduh, aku nggak punya waktu untuk buang-buang waktu di sini. Aku buru-buru masuk ke inti masalah.
"Ada urusan sih, jadi aku pulang sebentar untuk ambil pakaian. Kamu bilang beli pakaian baru buat aku, kan? Di mana itu?"
"Hah? Itu bukan buat kamu, aku rencananya mau kasih itu ke Toro-chan."
"Ah, aku yang akan kasih itu ke Toiro."
"Ngapain? Nggak bakal dihargai juga kalau aku kasih ke kamu. Aku pengen lihat Toro-chan senang, deh."
Ternyata, kakakku lebih memikirkan Toiro daripada aku. Pakaian itu memang dia belikan untuk Toiro dan aku, tapi aku nggak bisa langsung menyerah.
"Hari ini, kami berdua mau pakai pakaian itu."
"...Kenapa?"
"Karena nanti kami bakal tampil berdua di panggung."
Pada waktu final Couple Grand Prix, banyak orang yang akan berkumpul di aula. Kakakku pasti akan tahu juga, jadi aku memutuskan untuk memberi tahu dia terlebih dahulu.
"Pakai pakaian rumah gitu?"
"Ya, nanti ada acara fashion show, tema kami itu 'Kencan Terbaik Berdua'."
Kencan terbaik. Untuk tema ini, jawabannya jelas, yaitu 'kencan di rumah'. Menghabiskan waktu santai di rumah, berdua melakukan hal yang kita sukai adalah waktu yang paling menyenangkan.
Setelah beberapa detik diam, aku mendengar tawa kakakku yang besar di telepon.
"Hahaha. Benar juga, kalian kan selalu di rumah aja, ya. Eh, kamu ikut acara itu beneran?"
"...Iya."
"Serius? Wah, nggak sabar nih! Pasti seru!"
Aduh, pasti nanti aku bakal jadi bahan ledekan kakakku.
"Jangan datang, itu nggak perlu. Tapi pakaian itu di mana?"
"Eh, coba lihat di samping sofa ruang tamu. Kayaknya aku taruh di situ deh."
"Ruang tamu!"
Aku langsung keluar dari kamar dan berlari turun tangga, sambil mendengarkan suara kakakku yang santai, "Keren juga, ya, kalian masih muda." Aku mengerutkan wajah, tapi tetap buru-buru menuju ruang tamu.
"Oh iya, kamu ingat nggak sih, cerita tentang legenda yang kemarin itu?"
"Legenda?"
"Lupa, ya? Yang tentang legenda di sekolah, katanya ada yang terkenal gitu kalau pasangan ikut bareng di festival malam."
"Ah, iya! Ada! Tapi... apa sih itu?"
"Kayaknya nggak ingat, deh."
"Umm... mungkin ada hubungannya dengan acara malam, tapi aku coba tanya teman-temanku deh."
"Ah, tidak perlu repot-repot, kok."
Festival malam, ya. Aku dengar, setelah festival sekolah selesai, ada acara di lapangan yang akan diadakan hingga malam hari, tetapi aku tidak tahu rincian lengkapnya.
Saat kami berbicara tentang itu, aku sampai di ruang tamu. Aku menemukan tas kertas yang tampaknya berisi pakaian, dan saat kubuka, aku menemukan dua set pakaian olahraga dengan logo merek terkenal berwarna navy, lengkap dengan jaket dan celana.
"Ketemu. Ini pakaian olahraga yang dimaksud."
"Ya, itu! Bagus kan? Dengan ini, kamu nggak akan tampak aneh lagi dibandingkan dengan sweatshirt berbulu halusmu itu, kan?"
"Ah, iya. …Terima kasih."
"Aku sih berharap denger langsung dari mulut Toiro-chan. Yaudah, semangat ya."
Setelah mengakhiri telepon dengan Serina, aku menatap pakaian olahraga di tanganku.
—Sebenarnya, kami berencana tampil di panggung dengan seragam sekolah.
Sementara orang lain menampilkan pakaian kasual sesuai tema, kami berencana tampil dengan seragam sekolah, memberi handicap kepada pasangan Kasukabe-Funami. Namun, setelah menerima telepon dari Toiro, kami memutuskan untuk benar-benar berkompetisi di final Couple Grand Prix.
Kencan terbaik kami, tentu saja adalah kencan di rumah. Pakaiannya juga pakaian rumah, agar memberi kesan yang kuat. Karena itu, aku datang untuk mengambil pakaian olahraga yang dibelikan oleh Serina untuk kami berdua, agar bisa berperan sebagai pasangan yang tampil gaya meski hanya di rumah.
"…Tapi, yang sebenarnya nyaman ya pakaian sweatshirt yang biasa aku pakai."
Aku bergumam pelan.
Kami tidak mempermasalahkan pakaian usang, itu yang membuat hubungan kami nyaman. Hari ini, aku hanya perlu "berakting" sebagai pasangan yang sedang berkencan di rumah. Sweatshirt yang biasa kami pakai—itu yang sebenarnya adalah kencan terbaik kami, yang akan tetap menjadi rahasia kami berdua.
Aku berpikir sebentar tentang hal itu.
*
Aku mengayuh sepedaku secepat mungkin kembali ke sekolah, meluncur ke tempat parkir sepeda, lalu berlari menuju gedung olahraga.
Aku mulai bernapas dalam ritme yang sudah otomatis, dua kali tarik napas dan dua kali hembuskan, seperti latihan lari jarak jauh. Udara yang masuk terasa dingin dan membuat paru-paruku sakit. Sudah lama tidak berolahraga keras seperti ini. Besok pasti akan terasa pegal di otot-ototku...
Panggung di aula terletak di lantai dua, dan aku harus masuk melalui pintu depan dan menaiki tangga. Aku melewati pintu utama dan berputar menuju bagian belakang gedung olahraga, di mana ada tangga besi yang sudah berkarat. Tangga itu langsung menghubungkan ke ruang kecil di bawah panggung.
Aku menaiki tangga dengan cepat, dan begitu aku mendekat, pintu terbuka dengan cepat, dan Toiro muncul.
"Masaichi! Terima kasih! Sudah ada?"
"Ya! Aku sudah bawa. Gimana, sekarang sudah siap?"
"Semua orang sudah siap, dan pembawa acara sedang bicara di panggung. Mungkin sebentar lagi pasangan pertama akan dipanggil."
"Baiklah, kita buru-buru."
Begitu masuk, ruangan kecil itu terbagi dengan tirai dan pembatas menjadi ruang tunggu.
"Ini biasanya digunakan sebagai ruang ganti untuk pertandingan latihan tim olahraga dengan tim dari sekolah lain. Tirai itu adalah ruang ganti, dan hari ini menjadi ruang tunggu untuk lima pasangan. Harus hati-hati supaya nggak ada yang bocor, ya."
Ada lima ruang ganti sementara yang dipasang. Semua pasangan sepertinya sudah siap, kecuali ruangan paling belakang yang masih tertutup tirai.
"Yuk, kita ganti dulu di ruang ganti yang asli," kata Toiro.
Namun, sebelum dia selesai berbicara, suara langkah kaki terdengar dari belakang.
"Ah, pasangan sudah datang! Syukurlah! Segera persiapkan diri dengan cepat, ya, terima kasih!"
Tiba-tiba, aku merasa punggungku didorong oleh Hoshizumi-san, yang datang dari tangga. Dia mendorongku dengan cepat ke ruang ganti yang keempat yang kosong.
"Kalau sudah giliran, kami akan memanggil Anda, jadi untuk sementara, silakan menunggu di dalam ruangan ini. Demi menjaga keadilan, Anda tidak diperbolehkan melihat penampilan pasangan lain sampai giliran Anda selesai. Baiklah, kami berharap yang terbaik."
Setelah mengatakan itu, Hoshizumi-san langsung menutup tirai dengan cepat.
Aku dan Toiro saling berpandangan.
"Kita bahkan belum sempat berganti baju... Yah, aku sih salah juga karena telat."
Saat aku bergumam seperti itu, Toiro menggelengkan kepalanya pelan.
"Bukan begitu. Mereka pasti tahu kalau kita belum sempat ganti baju. …Ini kan Couple Grand Prix. Kita dianggap sebagai pasangan, itu hal yang wajar."
Dia berbisik agar tidak terdengar oleh orang lain. Toiro meraih kantong kertas yang kubawa, mengambil dua set pakaian olahraga dari dalamnya, memeriksa ukuran, lalu menyerahkan salah satu kepadaku. Dengan pakaian olahraga miliknya yang dipeluk di dada, Toiro menatap wajahku.
"Sebagai pasangan, berganti baju di ruangan yang sama dianggap wajar."
"Apa… Begitu ya."
Aku paham maksudnya. Itu masuk akal.
Lagipula, kami sering mengganti baju di ruangan yang sama. Kalau Toiro bergerak ke sudut ruangan dan mulai berganti baju, aku biasanya akan memalingkan wajah. Begitu pula sebaliknya, aku sering mengganti celana cepat-cepat saat dia sedang membaca manga.
Tapi kali ini, entah kenapa, situasinya membuatku gugup.
Ruangan ganti ini sempit, dengan tirai seadanya. Kalau melompat sedikit, mungkin saja bagian atasnya terlihat. Apalagi ini di sekolah, dikelilingi siswa lain.
Di ruangan seperti ini, aku harus berganti baju bersamaan dengan Toiro. Itu berarti, ada kemungkinan dia akan berada tepat di belakangku dengan pakaian dalamnya. …Gambaran itu langsung terlintas di pikiranku.
Aku refleks menelan ludah.
"Kamu… nggak apa-apa, Toiro?"
"U-uh, nggak apa-apa."
Biasanya, Toiro akan mengatakan dengan santai, ‘Ya, ini normal buat pasangan!’. Tapi kali ini, dia juga terlihat sedikit terpengaruh oleh suasana. Menyadari itu, aku merasa agak lega.
"Ya udah, ayo kita ganti baju."
"Iya."
Kami saling membelakangi, lalu perlahan mulai melepas baju. Entah kenapa, aku berusaha sebisa mungkin tidak membuat suara.
Aku melepas kancing bajuku, membuka kemeja, dan mengenakan jaket olahraga. Karena tema kali ini adalah pakaian santai, aku hanya memakai kaus kaki di bagian bawah.
Saat aku hendak melepas celana, tanganku tiba-tiba terhenti. Dari belakang, terdengar suara gesekan kain.
"…Masaichi?"
Toiro memanggilku. Sial, apa dia menyadari aku sempat mencoba mencuri-curi pandang? Aku buru-buru kembali fokus pada pakaianku dan menarik ritsleting jaketku dengan cepat.
"Ada apa?"
Aku bertanya, dan suara Toiro terdengar sedikit canggung.
"Entah kenapa, rasanya... agak malu, ya."
"Ah… Iya, aku ngerti."
"Kamu ngerti juga?"
Sambil berbicara, suara gesekan kain itu terus terdengar, sampai akhirnya berhenti. Kupikir dia sudah selesai berganti baju, dan tanpa sadar aku menoleh—hanya untuk buru-buru memalingkan wajah lagi. Dia ternyata hanya memeriksa celananya, memastikan sisi depan dan belakangnya tidak tertukar. Bagian atasnya sudah selesai dipakai, tetapi aku melihat sedikit paha rampingnya, betisnya yang mulus, dan celana dalam putihnya sekilas mengintip dari bawah jaket olahraga itu. Aku… melihatnya.
Apa yang kulakukan? Cepat selesaikan ganti baju!
"Masaichi, sudah selesai?"
"A-ah, iya, sudah!"
"Kenapa kamu gugup banget sih?"
Toiro menoleh untuk memastikan aku sudah selesai berpakaian, lalu berbalik menghadapku. Aku juga berbalik, meski bayangan kain putih tadi masih menghantui pikiranku. Aku mencoba fokus memikirkan hal lain agar tidak terjebak pada pikiran itu.
Mungkin karena terlalu sibuk mencari sesuatu untuk dialihkan, pikiranku malah semakin kacau.
"Ukurannya pas banget. Aku harus berterima kasih ke Se-chan," ucap Toiro sambil merentangkan kedua tangannya, melihat jaket olahraga yang dipakainya. Aku memperhatikan ada sedikit perbedaan dari penampilannya yang biasa.
"Kamu lepas kepang dan menggulung rambutmu ke dalam sedikit, ya?"
Saat aku mengatakan itu, mata bulat Toiro berkedip beberapa kali.
"Whoa! Betul banget! Kamu jeli ya!"
"Kelihatan agak beda dari biasanya."
"Memang iya, kan! Ini kan date di kamar, jadi aku pikir rambut yang terlihat santai dan natural itu cocok. Tapi kalau nggak diapa-apain sama sekali, rasanya ada yang kurang. Jadi aku lepas riasan rambutku, terus minta bantuan buat diatur sedikit."
Toiro tersenyum ceria. Menyadari perubahan kecil pada dirinya dan berhasil menunjukkan sisi sebagai pacar yang perhatian membuatku merasa sedikit bangga.
"Baiklah, ayo semangat!"
Dia mengepalkan tangannya ke atas, dan aku mengangguk besar sambil berkata, "Iya!"
Namun, saat itu juga, suara pembawa acara terdengar melalui mikrofon.
『Baiklah, sekarang saatnya memulai babak final Couple Grand Prix! Mari kita sambut pasangan pertama! 』
Sorakan meriah dari para penonton langsung menggema.
*
"Kamu nggak gugup, kan?" tanyaku.
"Nggak kok, gugup sih. Cuma nggak keliatan aja."
"…Gawat, nih."
"…Iya, gawat."
Kami berbisik-bisik di belakang panggung. Dari arah panggung, suara gemuruh tepuk tangan dan sorakan terdengar lagi. Saat ini, pasangan ketiga sedang tampil. Suasana di aula benar-benar meriah.
…Giliran kami tinggal sekitar tiga menit lagi.
"Begini, kamu tinggal bayangkan wajah para penonton itu semuanya kayak kentang," ucap Toiro, mengacungkan telunjuknya seolah memberi saran jitu.
"Oh, iya, yang kayak gitu sering dibilang orang."
"Terus ada yang kayak bawang bombai, yang itu kayak wortel, gitu deh."
"Jadi panci kari!?"
Sekilas aku membayangkan lautan cokelat dari kursi penonton.
"Lalu, tulis huruf '人' di telapak tanganmu dan pura-pura telan."
"Oh, iya, itu juga sering dengar."
"Pastikan kamu menelannya dari bagian kepala, bukan kakinya! Kalau salah, bisa kena jebakan."
"Kayak penguin makan ikan!?"
"Terus karena nanti suka ngamuk, langsung telan semuanya sekaligus biar aman."
"Makan hidup-hidup!?"
Komentar terakhirku membuat Toiro tertawa kecil.
"Lucu juga kamu, Masaichi," katanya sambil tersenyum.
Mungkin dia mencoba mengurangi rasa gugupku.
"Nggak, nggak. Kamu sendiri juga lumayan tenang. Tolong bantu aku nanti di atas panggung."
"Tenang aja. Jawab seadanya, nanti juga beres."
Mungkin memang sebaiknya aku santai seperti itu. Kalau terlalu tegang, aku malah bisa terlihat mencolok di samping Toiro. Tapi justru memikirkannya membuatku mulai gugup lagi, jadi aku buru-buru menggelengkan kepala kuat-kuat.
"Yah, intinya, sekarang kita tinggal naik panggung aja."
"Benar! Ayo, sebentar lagi giliran kita!"
Saat Toiro mengatakannya, suara pembawa acara kembali terdengar.
『Baiklah, pasangan keempat dari kelas satu! Pasangan ini sudah menjadi perbincangan di seluruh sekolah. Semua penasaran seperti apa sebenarnya mereka! Mari kita sambut mereka! 』
Hoshizumi-san berlari mendekat dan memberikan masing-masing dari kami sebuah mikrofon. Dia lalu memberi isyarat agar kami naik ke atas panggung.
Tidak ada waktu untuk ragu-ragu, bahkan untuk memantapkan hati. Kami hanya bisa melangkah dengan terburu-buru, seperti didorong keluar dari belakang panggung yang remang-remang menuju panggung terang benderang.
Dalam sekejap, pancaran cahaya yang begitu menyilaukan membuatku refleks menutup mata. Aku mencoba menyesuaikan diri sambil menyipitkan mata, tapi sepertinya ada lampu yang dipasang di dekat kaki panggung, membuatku sulit terbiasa.
Saat aku membuka mata untuk melihat, aku mendapati bahwa penonton tampak seperti bayangan gelap dari atas panggung—wajah mereka hampir tidak terlihat.
Di tengah suara keramaian, suara mikrofon bergema memenuhi aula:
『Baiklah, pertama-tama, meskipun ada banyak hal yang ingin ditanyakan, mari kita mulai dengan nama dan kelas kalian. 』
Di sebelah kanan panggung, pembawa acara berdiri dengan santai. Dia seorang pria tampan bertubuh tinggi, dengan rambut cokelat yang ditata lembut, memancarkan aura yang sedikit feminin. Toiro menyikutku pelan, mengisyaratkan giliranku untuk berbicara. Aku memastikan mikrofon sudah menyala, lalu membuka mulut.
"Ah, eee... Saya, Mazono Masaichi, kelas 1-1."
"Saya juga dari kelas 1-1, Kurumi Toiro! Mohon bantuannya!"
Toiro memperkenalkan dirinya dengan ceria, sambil membungkukkan badan. Aku ikut membungkuk bersamanya. Dari kerumunan terdengar suara sorakan, tampaknya dari teman-teman perempuan Toiro, yang serempak meneriakkan, “”“Toirooo!”””
『Baiklah, pertama-tama, mari kita tanyakan tentang pakaian indah yang kalian kenakan... apakah ini pakaian untuk kencan olahraga? 』
“Tidak, tidak, ini adalah... room wear!”
『Oh, room wear!? 』
"Ya, benar! Aku cinta room wear!"
Toiro menjawab dengan gaya seperti penutur asli, membuat pembawa acara langsung ikut terbawa suasana.
『Eh, jadi ini benar-benar pakaian rumah biasa? 』
"Iya! Tapi bersih, kok! Harusnya bersih... Nggak ada bau aneh, kan?"
Toiro mengarahkan ujung lengan jaket olahraga yang dipakainya ke hidungku, seolah ingin membuktikannya. Penonton tertawa, dan suasana aula menjadi semakin meriah.
『Baunya aneh, sih, nggak mungkin, ya! Tapi, pakaian rumah? Tema hari ini adalah 'Kencan Terbaik untuk Berdua,' lho? 』
“Benar sekali. Tapi, kalian tahu kan, tentang home date?”
Sambil mengatakan itu, Toiro melirik ke arah penonton.
“Bayangkan ini: kalian santai berdua, main game, baca manga masing-masing, kadang nonton film bareng. Bukankah itu menyenangkan? Sediakan camilan dan jus, lalu bermalas-malasan. Gimana menurut kalian?”
Toiro menoleh padaku dengan ekspresi semangat, dan aku mengangguk setuju. Dia secara halus menyembunyikan sisi otaku-nya.
“Tanpa perlu banyak mikir, bermalas-malasan di rumah. Nggak perlu dandan, cukup ikat rambut seadanya. Lalu tiba-tiba sadar, eh, sudah sore!? Itu kan sempurna! Siapa yang mau kencan seperti itu?”
Ketika Toiro bertanya, aula bergemuruh dengan suara “Ooooh!” Kebanyakan laki-laki, sepertinya. Bahkan ada yang berteriak, “Aku mau kencan sama Toiro-chan!”
“Itulah alasan kenapa kencan seperti itu adalah yang terbaik dan tak tertandingi. Jadi, hari ini kami pakai pakaian rumah! Outfit terbaik adalah... ya, pakaian yang bikin kita best!”
"........."
Serius, dia benar-benar melontarkan permainan kata seperti itu di sini? Mentalnya luar biasa. Aula menjadi sunyi seketika.
Refleks, aku menggosok lantai dengan kaki berkaos kakiku.
“—Wah, bahaya nih. Kayaknya lantai panggung ini licin banget.”
"Oh, pantas saja kita jadi terpeleset," sahut Toiro.
Penonton tertawa lagi. Sepertinya aku berhasil menyelamatkan situasi.
Namun, aku sadar bahwa aku harus berbicara lebih banyak. Tidak mungkin aku terus membiarkan Toiro yang mengendalikan suasana. Aku berdiri di sampingnya, sebagai pacarnya.
『Kalian benar-benar pasangan yang lucu, seperti komedian duet. Kelihatannya kalian sangat cocok. Nah, waktunya hampir habis. Apakah ada sesuatu yang ingin kalian sampaikan sebelum kita akhiri? 』
Gawat. Waktu kami hampir habis.
Toiro sudah cukup membuat suasana hidup. Penonton tampak puas. Tapi ini adalah Couple Grand Prix. Harus ada yang menutup sesi ini dengan baik.
"Uhh..."
Aku berbicara lebih dulu, sebelum Toiro sempat mengeluarkan suara. Aku memaksakan diriku untuk berbicara, memastikan aku tidak bisa mundur lagi. Sambil memikirkan kata-kata, aku perlahan memandang ke depan. Cahaya terang menyilaukan, dan di baliknya, lautan gelap. Di antara bayangan itu, samar-samar aku bisa melihat wajah-wajah penonton yang menatap ke arah kami.
Ini pertama kalinya aku berbicara di depan banyak orang. Dan sekarang, aku akan mengatakan sesuatu yang dimana dalam kehidupan normal, mungkin tidak akan pernah aku ucapkan. Dengan tangan yang berkeringat, aku mengepalkan tinjuku dan mengambil keputusan.
"Seperti yang Toiro katakan sebelumnya, kami sering menghabiskan waktu dengan bermalas-malasan. Tapi... aku sangat menyukai waktu-waktu itu bersamanya."
Aku melirik Toiro. Dia mengangguk pelan, memberikan dukungan.
Aku menelan ludah, menarik napas dalam-dalam, dan melanjutkan.
"Sejak kami mulai berpacaran, banyak yang meragukan apakah kami benar-benar pasangan. Jadi, di sini aku ingin membuat pernyataan. Aku dan Toiro... seperti yang kalian lihat, benar-benar pacaran. Mohon dukungannya untuk kami."
Aku menundukkan kepala, diikuti Toiro yang juga membungkuk di sampingku.
Dari arah penonton terdengar tepuk tangan yang riuh. Ada juga suara berat seseorang yang meneriakkan, "Demi Toiro-chan, aku rela!" Tepuk tangan terus berlanjut sejenak, sebelum akhirnya mereda.
『Pengumuman yang luar biasa dari sang pacar. Sekarang, beri sekali lagi tepuk tangan meriah untuk mereka berdua! 』
Ditemani riuh tepuk tangan yang kembali menggema, kami meninggalkan panggung melalui sisi yang berlawanan dengan tempat kami masuk sebelumnya.
"Masaichi! Terima kasih banyak," ujar Toiro sambil menoleh ke arahku di balik bayang panggung.
"Kenapa terima kasih?"
Belum sempat aku bertanya, aku sadar kalau sebenarnya aku yang seharusnya berterima kasih lebih dulu. Toiro telah banyak menghidupkan suasana dan benar-benar membantuku.
"Awalnya, aku cuma berniat pamer, tapi aku nggak menyangka kamu sampai ngomong sejauh itu. Berkat kamu, sekarang kita bisa dengan jelas menyatakan bahwa kita memang benar-benar pacaran."
Setelah itu, Toiro memandang sekeliling dengan cepat. Sepertinya dia khawatir ada panitia yang mendengar, sehingga dia mendekatkan wajahnya ke telingaku.
"Aku benar-benar senang. Terima kasih," bisiknya.
Aku merasakan napas hangatnya menyapu telingaku, lembut dan manis. Namun saat itu juga, terdengar suara pembawa acara dari panggung:
『Baiklah, mari kita sambut pasangan terakhir! Sama seperti sebelumnya, mereka juga dari kelas satu. Tapi pasangan ini dikenal sebagai salah satu pasangan paling tampan dan cantik di sekolah! Silakan naik ke atas panggung! 』
Sorakan kecil dan suara gemuruh yang cukup besar terdengar dari arah panggung, memenuhi ruangan.
*
Mereka mengenakan pakaian serba putih.
Kalau dilihat lebih saksama, itu adalah setelan jas dan gaun.
Jas putih yang rapi dengan rompi berwarna pink. Gaun dengan rok mengembang, leher berhias renda, dan wajah yang tertutup veil. Mereka tampil dengan pakaian pengantin: Kasukabe mengenakan setelan pernikahan pria, sedangkan Funami mengenakan gaun pengantin.
"Wah... Kelihatannya kita kalah soal dampak visual," gumam Toiro sambil mengintip suasana panggung dari balik tirai.
"Nggak nyangka mereka pakai pakaian seperti itu... Bukannya itu kostum yang dipakai salah satu kelas untuk drama ya?"
"Iya! Kostumnya sama persis. Pasti mereka pinjam. Sebelum dandan tadi, Kaede bilang dia punya rencana. Ternyata ini, ya."
Kasukabe dan Funami berdiri berhadapan, lalu perlahan Kasukabe mengangkat veil yang menutupi wajah Funami. Dari penonton, terdengar sorakan “Kyaaa!” dari para gadis.
Kedua pasangan itu kemudian menghadap ke depan dan membungkuk dalam-dalam.
『Wow! Penampilan luar biasa sejak kemunculan pertama mereka! Sangat mengagumkan! Silakan, sebutkan kelas dan nama kalian! 』
Di bawah panduan pembawa acara, mereka memperkenalkan diri dengan santai melalui mikrofon.
"Baik, pertama-tama izinkan kami membahas penampilan ini... Tema hari ini adalah 'Kencan Terbaik untuk Berdua,' ya?"
Menanggapi pertanyaan itu, Funami mengangkat mikrofon dan mulai berbicara.
"Kencan adalah pertemuan antara dua orang yang dekat, dengan menentukan waktu, tanggal, dan tempat, serta apa yang akan dilakukan. Itulah definisi yang aku temukan. Kencan terbaik... tidak ada spesifikasi bahwa itu harus sesuatu yang pernah kami alami sebelumnya. Jadi, aku memilih pakaian yang menurutku paling cocok untuk kencan terbaik yang aku bayangkan."
Sambil berbicara, Funami bergantian melihat pembawa acara dan penonton.
『Oh, begitu... Aku tadi sempat berpikir kalian biasa berpakaian seperti ini. Sungguh mengejutkan! 』
"Haha, ini juga bagian dari strategi agar meninggalkan kesan," jawab Funami sambil menjulurkan lidahnya sedikit. Sikapnya yang manis dan menggemaskan itu membuat para penonton tertawa terbahak-bahak.
Di tengah sorakan, ada suara pria yang berseru, "Shun, ayo ngomong juga!" Kasukabe hanya tersenyum santai sambil melambaikan tangan kecil sebagai balasan. Dia terlihat sangat tenang.
『Dua orang yang luar biasa ini sebenarnya telah meminta waktu sebelumnya untuk menyampaikan sesuatu. Jadi, saya akan mundur sejenak. Silakan, panggung milik kalian』, ucap pembawa acara sambil melangkah mundur.
Menyampaikan sesuatu? Apa maksudnya? Aku tak bisa melepaskan pandanganku dari dua orang yang berdiri di atas panggung.
Seperti sebelumnya, Funami yang memegang mikrofon lebih dulu.
"Setelan untuk final Couple Grand Prix ini, serta permintaan kepada panitia, semua itu aku yang usulkan. Keputusan ini dibuat mendadak hari ini. Dan bahkan, dia pun belum tahu apa yang akan aku bicarakan sekarang."
Entah sejak kapan, suara Funami terdengar sedikit tegang, mencerminkan rasa gugupnya. Kasukabe mengangguk pelan ke arah penonton, seolah menyampaikan bahwa dia tak tahu-menahu.
Kemudian, Funami mengucapkan sesuatu yang sangat mengejutkan.
"Di tempat ini, mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan hal seperti ini, tapi... sebenarnya, kami berdua belum berpacaran."
Gemuruh dari penonton bahkan lebih besar dibanding saat mereka pertama kali muncul dengan gaun pengantin.
Aku dan Toiro refleks berseru, "”Hah?"”
Ini adalah kebalikan dari apa yang kami lakukan: pengumuman bahwa mereka belum berpacaran.
"Aku suka Kasukabe-kun. Aku jatuh cinta padanya sejak acara karaoke dalam pertemuan siswa kelas satu tak lama setelah masuk sekolah."
Dengan perlahan, Funami mulai bercerita, mengulang kisah yang kemarin diceritakan Toiro padaku.
"Sejak hari itu, kami sering menghabiskan waktu bersama. Itu karena aku yang sering mengajak dia lebih dulu. Kasukabe-kun orangnya baik, jadi dia selalu menerima ajakanku. Bersama dia, aku selalu berpikir betapa menyenangkannya jika suatu hari kami bisa menjadi sepasang kekasih. Karena itu, aku terus berusaha menjadi gadis yang pantas untuknya."
Funami berhenti sejenak untuk menarik napas.
"Tapi... aku selalu merasa, aku belum cukup baik untuk Kasukabe-kun. Aku tidak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan perasaanku. Jadi, hubungan kami terus seperti ini, tanpa ada yang berubah."
Kasukabe pun tidak pernah menunjukkan tanda-tanda ingin menyatakan perasaan. Hal itu sudah sering diceritakan Toiro padaku.
"Terima kasih banyak. Bersamamu selalu menyenangkan, penuh kejutan, dan meskipun kadang kita bertengkar, semuanya selalu terasa jadi kenangan indah kalau itu denganmu."
Suara Funami terdengar bergetar.
"Aku tidak pernah menjadi yang terbaik dalam apa pun. Tidak di ujian, olahraga, atau bahkan lomba piano yang pernah aku ikuti. Aku juga dulu tidak pernah berusaha untuk tampil cantik. Karena itu, aku selalu merasa tidak percaya diri. Aku pikir, kalau aku bisa menjadi yang terbaik di suatu hal, mungkin aku akan punya keberanian lebih."
Kasukabe menatap Funami dengan penuh perhatian. Dari arah penonton, terdengar teriakan dukungan. Di bawah tatapan itu, Funami menggigit bibirnya sejenak, lalu membentuk senyuman lembut.
"Hari ini, aku akan menjadi yang terbaik di kontes ini. Tapi bukan hanya aku. Mari kita jadi yang terbaik bersama, berdua."
Kata-kata itu terdengar seperti undangan, ditujukan hanya kepada Kasukabe. Makna "menjadi yang terbaik" bagi mereka berdua, mungkin berbeda dengan yang dipahami orang lain.
Funami membungkukkan badan kepada Kasukabe.
"Dan jika kita berhasil menjadi juara, tolong jadilah pacarku secara resmi."
Keramaian di aula gym semakin menjadi, dengan suara dukungan dan permintaan agar Kasukabe segera memberikan jawaban.
Bukan hanya menjadi gadis nomor satu, tetapi juga bersama-sama menjadi pasangan nomor satu. Aku berpikir, mungkin ini adalah cara terbaik untuk menghilangkan keraguan dalam hati Kasukabe.
Kasukabe, yang terus menatap Funami, menundukkan kepala sejenak, seperti sedang memikirkan sesuatu. Dia kemudian berdiri tegak, mengambil mikrofon, dan berkata:
"Terima kasih banyak. Bersamamu, aku selalu merasa senang, tidak pernah bosan, dan tidak pernah merasa kesepian. Setelah masuk SMA dan bertemu Kaede, dunia terasa berubah. Hari-hariku bersamamu memberi perasaan nyaman... dan membuatku merasa seperti tak terkalahkan."
Dengan tangan memegang erat mikrofon, Funami mendengarkan Kasukabe seperti sedang berdoa.
"Aku juga ingin menjadi seseorang yang lebih baik, lebih keren. Karena itu, aku berusaha keras, sama seperti Kaede. Mendengar ceritamu barusan, aku merasa semua usahaku terbayar. Bisa mendapatkan pengakuan dari gadis seistimewa dirimu... adalah hal yang luar biasa."
Kasukabe berhenti berbicara sejenak, menatap Funami dengan penuh kasih. Funami, yang sadar akan tatapan itu, tertawa kecil, dan Kasukabe juga ikut tertawa.
"Jangan khawatir. Hari ini, kamu adalah yang tercantik. Aku jamin itu."
"Terima kasih," jawab Funami sambil membungkukkan badan dengan lembut.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.