Bab 3
Kalung Penyihir
Tidak Bisa Dilepas
Dalam keadaan setengah sadar, Rogue menyadari bahwa dirinya sedang dibawa ke suatu tempat dengan mobil.
Bau bahan pengawet menusuk hidungnya, sementara lantai tempat ia berbaring sesekali bergetar. Tangan dan kakinya terikat, membuatnya tidak bisa bergerak. Meski matanya terbuka, yang terlihat hanya kegelapan.
(Ini pasti di dalam bagasi...) pikirnya, sebelum kesadarannya terputus.
Ketika ia tersadar lagi, suara angin terdengar samar. Angin menyentuh lehernya, membawa aroma asin dari laut.
Saat itu, ia menyadari bahwa tidak ada lantai yang menopang tubuhnya. Di sampingnya, Catherine berjalan dengan tenang. Posisi tubuh Rogue masih terbaring, tetapi pandangannya tetap sejajar dengan Catherine.
(Sihir melayang...) pikirnya dengan kepala yang masih samar.
Di depannya, Chronos tampak berjalan memimpin. Garis cakrawala terbentang luas. Langit gelap, dan udara terasa dingin. Sepertinya sudah malam. Jika mereka berada di daerah tepi pantai, Rogue bertanya-tanya sudah berapa lama dirinya dibawa pergi.
“Ini dia, tempat persembunyian terakhir yang sesungguhnya, aku membeli gudang dan seluruh area ini dengan nama lain, langsung dari luar negeri. Kasihan para karyawanku, tapi hal-hal tak terduga memang selalu terjadi, bukan?” kata Chronos. Ia tidak berbicara kepada Rogue, tetapi kepada Catherine.
“Begitu, ya,” jawab Catherine dengan nada datar.
“Lebih baik kau sedikit lebih antusias. Aku berhasil berkat bantuanmu, kau tahu?”
“Tapi...”
Sebuah gudang besar muncul di depan mata. Gudang itu begitu besar hingga mungkin cukup untuk memuat beberapa paus. Pintu utama tertutup rapat, jadi mereka berbelok ke pintu belakang. Chronos mengetikkan kode pada kunci elektronik, dan pintu terbuka.
Di dalamnya, kontainer-kontainer besar tersusun rapi dengan jarak yang teratur. Rogue yang tidak bisa bergerak hanya bisa menyaksikan semuanya. Ketika pintu belakang mulai tak terlihat, perjalanan mereka berakhir.
“Baiklah, turunkan dia di sana,” perintah Chronos.
Tubuh Rogue perlahan turun ke lantai, dan ia jatuh tengkurap.
“Hilangkan juga efek hipnotisnya. Aku ingin dia mendengarkan pembicaraan ini dengan kepala yang jernih.”
“...Terima kasih, Roh,” ucap Catherine.
Begitu Catherine selesai merapal mantra, kabut yang menyelimuti kepala Rogue perlahan menghilang, dan penglihatannya kembali normal. Ketika ia menatap ke atas, ia melihat Catherine dan Chronos berdiri, menatapnya dari atas. Rogue mencoba bangkit, tetapi tubuhnya masih terikat, membuatnya terjatuh lagi. Saat ia melihat pergelangan tangan dan kakinya, tali-tali yang kuat terlihat melilit erat.
“Benar-benar luar biasa. Kau bahkan tidak perlu persiapan. Seperti yang diharapkan dari sang ‘Saint’,” kata Chronos sambil berlutut di depan Rogue dan mengguncang bahunya.
“Ayo, angkat wajahmu.”
“Kenapa?” tanya Rogue dengan suara lemah.
Kenapa Chronos dan Catherine bekerjasama?
“Aku... Aku minta maaf, Penyidik...” ucap Catherine sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Bahunya bergetar, seakan-akan ia bisa terjatuh kapan saja. Rogue tidak bisa membayangkan apa yang telah terjadi hingga Catherine menjadi begitu tertekan. Bahkan ketika ia cemooh habis-habisan oleh Miselia sebelumnya, Catherine tidak pernah menunjukkan sisi seperti ini.
“Apa yang sudah kau lakukan pada Catherine!?” bentak Rogue yang sedang tergeletak di lantai. Namun, Chronos hanya menatapnya dengan tenang dan berkata,
“Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya kebetulan tahu banyak tentangnya. Di ‘Ruang Penyimpanan Arsip’, aku membaca ‘Buku Sejarah’ Kekaisaran. Kebetulan, salah satu halamannya membahas tentang dirinya. Aku jadi tahu apa yang telah ia lakukan.”
“Jangan... Jangan katakan apapun,” ujar Catherine dengan suara bergetar, setengah terisak.
“Jangan bilang apa pun kepada Penyidik...”
Chronos tersenyum pahit dan berkata, “Tidak mungkin aku bisa merahasiakannya, kan?” Lalu ia memutar tubuhnya ke arah Rogue.
“Hei, Tuan Penyidik. Apa kau tahu mengapa para penyihir disebut penyihir?”
“Karena mereka membawa malapetaka besar ke Kekaisaran,” jawab Rogue.
“Itu salah satu alasannya, tapi bukan jawaban yang benar.”
“...Karena mereka memiliki kekuatan?”
“Itu juga salah. Kau tidak tahu, ya? Baiklah, aku akan memberitahumu. Penyihir disebut penyihir karena jiwa mereka.” Chronos menggelengkan kepala.
Ia menunjuk ke pelipisnya sendiri sambil mengetuknya dengan jari.
“Serigala memakan domba karena itu adalah naluri alaminya. Mereka tidak bisa bertahan hidup tanpa melakukannya. Tapi bagaimana jika domba memakan domba lain? Mereka tidak butuh daging untuk hidup, tetapi tetap membunuh dan melahap sesamanya. Tuan Penyidik, maksudku adalah begini, Penyihir itu seperti binatang pemakan sesamanya. Tidak peduli apakah mereka memiliki kekuatan atau tidak. Sebab tanpa kekuatan pun, seorang penyihir bisa memenuhi hasratnya.”
Sambil berkata demikian, Chronos menunjuk Catherine.
“Sang ‘Saint' Catherine tidak bisa menyelamatkan desanya dari letusan gunung berapi. Tapi itu bukan kebenaran... Dia tidak mau menyelamatkannya.”
“Sudah cukup... Tolong, hentikan...” ujar Catherine dengan suara yang hampir tak terdengar, bercampur dengan isak tangisnya.
“Tinggalkan sandiwara itu, ‘Saint’. Kau menikmati situasi ini, bukan? Mengkhianati orang lain adalah kebahagiaanmu, kan?”
Chronos meraih tangan Catherine dan memaksa menurunkan tangannya yang menutupi wajah. Wajahnya yang penuh air mata tampak... tersenyum. Senyuman yang lebar, penuh kebahagiaan, seperti anak kecil yang menerima hadiah ulang tahun.
“Penyidik, jangan lihat...!” tangis Catherine.
Meski menangis, ekspresi di wajahnya menunjukkan kebahagiaan. Alisnya yang biasa terlihat lemah kini terangkat, dan bibirnya melengkung dengan indah.
“Cath... erine...?”
Rogue tidak bisa mempercayai apa yang ia lihat.
“Katakan itu bohong... Katakan ini semua hanya kebohongan!”
“Ma-maafkan aku, Penyidik! Ini bukan kebohongan...! Aku... Aku sangat ‘senang’ sekarang!” kata Catherine.
“Ke-kenapa...!? Kau bilang, kita tidak bisa membiarkan pelaku kejahatan keji berkeliaran! Apa itu juga bohong!?”
“Tidak bohong!” Catherine memotong ucapan Rogue dengan teriakan.
“Orang-orang yang menderita itu sangat menyedihkan, bukan!? Tentu saja aku tidak bisa memaafkan hal seperti itu!”
Suara Catherine penuh dengan kesedihan mendalam.
Tidak mungkin itu adalah kebohongan. Rogue benar-benar bisa merasakan bahwa Catherine sangat memahami penderitaan para korban dan ingin menyelamatkan mereka.
Tapi justru karena itu...
“Itulah sebabnya aku menyukainya! Melihat orang yang mempercayaiku menjadi sedih, marah, lalu mati... Aku sangat menyukainya!” lanjut Catherine dengan penuh semangat.
Rogue tidak bisa memahami apa yang didengar atau dilihatnya.
“Ra... Ra...” Catherine berusaha bicara dengan suara yang tersendat.
“Ra, rasa bersalah itu... begitu nikmat! Se-sebenarnya, aku ingin menahannya... Tapi... Tapi, Penyidik Rogue adalah orang yang begitu baik, dan aku tidak bisa berhenti membayangkan bagaimana rasanya mengkhianati kepercayaanmu! Itu terus menghantuiku!”
Suara Catherine semakin keras, dan air mata terus mengalir dari matanya. Air mata itu bukan kebohongan—Rogue yakin bahwa Catherine sungguh-sungguh menangis karena perasaan yang ia alami.
“Maaf! Aku telah mengkhianatimu, bahkan sampai membunuhmu, maafkan aku! Kumohon, bencilah aku! Jangan pernah memaafkanku!”
Kata-kata itu tampaknya tulus keluar dari hati Catherine. Namun...
Setiap kali Catherine berbicara, hati Rogue terasa semakin membeku.
“Maaf...! Maaf...!”
Catherine terus meminta maaf sambil tertawa. Dia tertawa sambil melihat ke arah Rogue.
(Ah, jadi ini...)
Rogue akhirnya mengerti apa yang dimaksud oleh Miselia.
“Aku suka orang yang jujur, tapi aku tidak suka dirimu. Kau tahu kenapa, kan? ── Saint Catherine? Penyihir malang yang tidak bisa menyelamatkan siapa pun.”
Itu memang benar. Sejak awal, Miselia telah memahami sifat asli Catherine. Catherine tidak pernah menyelamatkan siapa pun, dan dia tidak pernah berniat untuk menyelamatkan siapa pun. Namun, dia tetap bersedih karena tidak mampu menyelamatkan mereka. Dia adalah pendusta sejati.
Saat Rogue masih dalam kebingungan, sepatu kulit mendekat.
“Orang yang membuatmu pingsan adalah dia. Dengan Hypnotis. Lalu, dia membebaskanku dari penjara. Para penyihir lain mencoba mengejar kami, tapi itu juga berhasil diatasi dengan Concealment yang dia gunakan.”
Suara itu berasal dari Chronos yang sekarang berlutut dan mendekatkan wajahnya ke Rogue.
“Kemarin, kau bilang bahwa Miselia datang mengunjungimu, kan? Itu bohong. Yang datang adalah Saint. Saat aku mengingat kembali tentang History Book, aku meminta bantuannya, dan dia langsung berpihak kepadaku. Itu adalah keberuntungan yang tidak terduga. Tapi sebenarnya, aku punya rencana cadangan. ── Itu adalah dirimu.”
Sambil tetap berlutut, Chronos menggulung lengan kirinya. Di sana, terlihat ukiran sihir berwarna merah hitam yang memenuhi lengannya. Bukan hanya terukir, tapi ukiran itu bergerak seperti makhluk hidup.
“Time Manipulation. Inilah hasil penggabungan dengan sihir rahasia. Jika penyihir sejati yang menggunakannya, mungkin hasilnya lebih sempurna.”
Dengan nada mengejek dirinya sendiri, Chronos menempatkan tangannya di kepala Rogue.
“■■■■”
Dia mengucapkan kata-kata yang tidak dimengerti.
(Itukah sebuah mantra...?)
“Itu adalah bahasa murni untuk memberi perintah pada sihir. Yang barusan artinya ‘Kembalilah ke waktu sebelumnya’.”
Mengembalikan waktu... Itu bukan penuaan. Saat Rogue masih mencerna ucapan itu, Chronos melanjutkan,
“Ayo buat kesepakatan. Dengan sihir ini, kau bisa hidup selamanya. Tahukah kau usia sebenarnya dari para pemimpin dua keluarga bangsawan besar? Mereka sudah sangat tua. Jika kau bekerja denganku, kau juga akan mendapatkan keuntungan ini.”
Dengan senyuman penuh kehangatan, Chronos melanjutkan,
“Kau adalah penyidik berbakat. Jika kau bergabung denganku, aku akan jadi jauh lebih kuat, dan aku juga bisa mendapatkan informasi dari dalam biro investigasi. Selain itu, kau bisa hidup abadi. Bagaimana menurutmu?”
Senyumnya yang terlihat tulus hampir membuat Rogue terbuai. Namun, ada satu hal yang tidak bisa diterima Rogue.
“...Aku ingin bertanya.”
“Oh, tentu saja,” jawab Chronos sambil tersenyum.
“Kau bilang ingin menciptakan era para penyihir. Berapa banyak orang yang sudah kau korbankan?”
Saat Rogue bertanya, senyum Chronos memudar. Dia mengingat-ingat sesuatu, lalu menaikkan sebelah alisnya.
“Sepertinya lebih dari seratus. Tapi aku tidak yakin jumlah pastinya. Time Manipulation biasanya digunakan untuk membunuh dengan penuaan, tapi aku juga bisa mengembalikan waktu tubuh mereka sampai mereka lenyap. Jika menghitung para pekerja di sini, mungkin ada beberapa kesalahan perhitungan...”
Mendengar kata-kata itu, jantung Rogue berdetak semakin cepat.
Semua alasan besar yang dia gunakan hanyalah topeng. Dia tidak peduli dengan keadilan atau tujuan apa pun. Dia hanya bermain-main dengan sihir yang dia miliki.
Kesadaran akan hal itu membuat Rogue dipenuhi amarah.
“...Kau...”
“Ah, apa itu?”
“KISAMAAAAAAAA!!”
Rogue mencoba menggigit pergelangan kaki Chronos. Namun, Chronos dengan mudah menghindar dan menendang rahang Rogue.
“──────────!!”
“Betapa mengecewakan. Sepertinya kesepakatan ini gagal. Kalau begitu, aku harus melenyapkanmu sekarang.”
Rahang Rogue terasa sakit, pandangannya kabur, dan tubuhnya semakin dingin.
(Jadi, aku akan mati di sini? Dikhianati oleh teman sendiri, tanpa meninggalkan apa pun...?)
“Tunggu...”
Chronos tiba-tiba berhenti, tampak bingung.
“Apa yang kau lakukan?”
Rogue tidak menjawab. Dia terus bergerak, menyeret tubuhnya meskipun tangan dan kakinya terikat.
“Kau tidak akan bisa kabur. Apakah kau benar-benar ingin kabur sejauh itu? Sungguh mengecewakan, Penyidik.”
Bicaralah sesukamu. Jika aku mati di sini, siapa yang akan menginformasikan kejahatanmu?
(Aku tidak bisa mati sebelum semua ini terbongkar...)
“Sudahlah. Mati saja sekarang.”
Chronos mengangkat tangannya. Namun, sebelum dia sempat menyerang, bahunya tiba-tiba meledak. Darah memercik, mengenai tubuh Rogue. Chronos jatuh dan berguling kesakitan.
“Aaaaaaaaaargh!!”
Lalu, suara yang dikenalnya terdengar dari atas.
“Senang melihatmu masih hidup, Rogue.”
Saat Rogue menoleh, dia melihat Miselia berdiri di atas salah satu kontainer, memegang sebuah pistol.
“Miselia?!”
“Ah, akhirnya kau memanggilku dengan namaku. Tapi, apa harus di saat seperti ini?”
Miselia tersenyum nakal, dan Rogue berteriak dengan emosi campur aduk, “Itu tidak penting sekarang!”
“Benar juga,” jawab Miselia dengan santai.
Dari atas kontainer, Miselia melompat turun. Tanpa suara, ia mendarat dengan mulus. Kedua matanya yang biru menatap langsung ke arah Chronos.
“──Hii!”
“Ah, jangan takut begitu. Kau ini laki-laki, bukan?”
Miselia mengangkat bahunya dengan santai.
“...Kau adalah Boneka Iblis, kan? Kau mengendalikan manusia dengan kekuatan pikiran mereka, tapi, pengaruhmu terbatas dalam jarak tertentu.” ujar Chronos sambil mundur perlahan.
“Hmm, ya, mungkin begitu, tapi, tahu tidak? Aku sudah ‘mengambil alih’ pikiranmu.” jawab Miselia ringan.
Ketika Miselia melangkah maju, ia berhenti sejenak dan berkata, “Eh? Ada yang masih mau menghalangiku rupanya? Catherine, ya?”
Di hadapannya berdiri Catherine, memblokir jalannya.
“…Aku sudah melepas mantra itu,” gumam Catherine lirih.
“Bagus, tahan dia di sini! Aku belum bisa mati sekarang. Aku akan menciptakan era para penyihir!”
Chronos bangkit dan langsung melarikan diri.
“Berhenti! Jangan kabur!” teriak Rogue. Tapi Chronos sudah berlari masuk ke antara deretan kontainer, menghilang dari pandangan.
“──Sialan,” gerutu Rogue, tetapi kemudian tali yang mengikatnya tiba-tiba putus dengan bunyi snap. Ia menoleh dan melihat Miselia, yang tersenyum sambil menjentikkan jari.
“Kejar dia, aku yakin kau ingin memberinya pelajaran, kan?” ujar Miselia dengan seringai.
“Ya!”
Rogue mengangkat sudut bibirnya. Tidak ada yang lebih diinginkannya sekarang.
Sambil menatap punggung Rogue yang berlari pergi, Catherine berkata,
“Dia akan mati. Petugas itu akan mati.”
Tanpa menoleh, Miselia meregangkan tubuhnya dengan santai.
“Ah, aku merasa pernah mendengar kalimat itu sebelumnya. Tapi, kau tak perlu khawatir. Rogue-kun itu seperti kecoa—dia selalu punya cara untuk bertahan hidup.”
Air mata Catherine telah berhenti mengalir. Tanpa mengusapnya, ia memandang Miselia dengan penuh kebencian.
“Oh? Apa aku mengatakan sesuatu yang membuatmu marah? Kalau iya, maaf ya. Aku ini agak lambat soal memahami perasaan orang,” ujar Miselia dengan nada enteng.
“Jangan bicara omong kosong... Bagaimana kau bisa sampai di sini? Aku sudah memastikan agar mantra deteksi tak bisa menemukanmu.”
“Tanyakan pada dirimu sendiri,” balas Miselia sambil menepuk dadanya.
Merasa ada yang aneh, Catherine menyelipkan tangan ke dalam pakaiannya. Ia menemukan sesuatu yang menempel di luar pakaian dalamnya—benda kecil seperti lalat.
──Sebuah alat penyadap buatan Angene!
“Bagaimana kau bisa...!?”
“Kau harus lebih ramah dengan orang-orang di sekitarmu, tahu? Terutama dengan orang yang mencuci pakaianmu setiap hari,” jawab Miselia santai.
Riko.
Nama itu langsung muncul di kepala Catherine, membuatnya menggertakkan gigi.
Memang benar, Miselia adalah musuh yang sulit. Bukan hanya karena kekuatan sihirnya, tetapi karena sifatnya yang selalu mencari celah untuk memanfaatkan kelemahan orang lain. Membiarkannya berbicara hanya akan memperburuk keadaan.
“Roh...,” gumam Catherine, mengangkat kedua tangannya ke samping dengan telapak tangan menghadap ke atas.
Dari tangan kirinya—angin menderu, membentuk bola cahaya kecil di atas telapak tangannya. Bola itu menjadi pusat pusaran udara yang terus membesar, menyedot debu di sekitarnya. Awalnya hanya sebesar puting beliung kecil, tetapi perlahan tumbuh hingga mencapai atap gudang.
Dari tangan kanannya—bola merah muncul, awalnya seukuran bola bisbol. Setiap detik, bola itu membesar, dari bola bisbol menjadi bola voli, lalu sebesar bola keseimbangan. Akhirnya, ia berhenti membesar saat mencapai ukuran sebuah mobil.
Angin kuat membuat rambut mereka berdua berkibar liar, sementara bola merah itu memancarkan panas yang membakar kulit.
“Ini sihir yang luar biasa, pisau Angin dan Matahari Terbakar, ya? Aku rasa itu melampaui batasan sihir pada Collar ini, bukan?” komentar Miselia, tampak terkesan.
“Ini tidak melanggar aturan, dan daripada mengkhawatirkanku, lebih baik kau khawatirkan dirimu sendiri.” jawab Catherine datar.
“Oh, aku khawatir kok. Aku hanya berharap aku tidak berubah jadi daging cincang, lalu jadi burger.”
“Kau—!”
Miselia terus saja bercanda, memancing amarah Catherine. Setiap kata-katanya seolah menari-nari, menghindari serangan emosional Catherine dengan mudah. Hal itu membuat Catherine semakin kesal.
Yang paling mengganggu adalah mata biru itu—mata dingin yang menatap lurus ke dalam dirinya, seolah mengetahui semua isi hatinya.
Catherine benci pada orang seperti itu. Ia menyukai orang yang percaya padanya, hanya untuk kemudian ia khianati. Melihat orang yang ia sakiti terluka membuatnya merasa seperti dirinya juga terluka. Dan entah bagaimana, ia menyukai perasaan itu.
Tapi dengan Miselia, itu tidak akan berhasil. Ia tidak bisa membohonginya. Karena itu, Miselia harus mati.
Dengan gerakan tajam, Catherine menyilangkan tangannya. Dua bola sihir besar itu meluncur ke arah Miselia.
Sementara itu, Rogue berlari sekuat tenaga. Di depan, ia masih bisa mendengar langkah kaki Chronos. Itu satu-satunya petunjuk yang dimilikinya di dalam gudang yang terasa seperti labirin ini.
(Sial! Tempat ini terlalu luas!)
Ia memaki dalam hati, tetapi tetap tidak berhenti berlari.
Suara ledakan terdengar dari belakang. Saat menoleh, terlihat pusaran angin yang mengamuk di kejauhan. Pertempuran di sisi itu tampaknya sudah dimulai. Ledakan-ledakan keras terus bergema.
(Apa mereka benar-benar manusia?!)
Perbedaannya terlalu jauh. Sulit dipercaya bahwa kekuatan mereka bahkan masih dibatasi.
Tiba-tiba, suara langkah kaki Chronos menghilang. Rogue buru-buru berhenti, matanya memindai lorong sempit yang dibentuk oleh tumpukan kontainer. Chronos tidak terlihat di mana pun.
“Permainan kejar-kejarannya berakhir disini!” seru Rogue sambil memeriksa satu per satu celah antar kontainer.
“Kejar-kejaran? Sejak awal aku tidak berniat melarikan diri. Aku akan membunuhmu di sini. Lagipula, si penyihir pengganggu itu sudah diurus oleh gadis itu.” suara Chronos terdengar entah dari mana.
“Dasar pengecut! Apa kau pikir bisa menang hanya dengan terus berlari?!”
Rogue terus berteriak. Jika Chronos kehilangan kendali emosinya, itu akan menjadi keuntungan bagi Rogue. Dan yang lebih penting, ia merasa tidak puas jika hanya diam.
“Menang, katamu? Pertanyaan bodoh. Apa kau lupa kalau waktumu sedang berbalik?”
Rogue terkejut. Ia menunduk, melihat lengannya. Ujung pakaiannya tampak lebih panjang dari sebelumnya—tidak, tubuhnya yang menyusut. Semakin ia menyadari itu, semakin jelas rasa tidak nyaman yang menjalar di tubuhnya. Pandangannya terasa lebih rendah dari biasanya, dan sepatunya kini terasa kebesaran.
“Terus menyusutlah, sampai kau benar-benar lenyap, coba temukan aku kalau bisa.” ejek Chronos.
“Sial! Di mana kau, pengecut!”
Ia yakin Chronos berada di sekitar situ. Namun, suara itu hanya menggema tanpa wujud. Chronos seharusnya terluka akibat serangan sebelumnya, tetapi tidak ada bekas darah.
Rogue berlari ke sana kemari di antara kontainer, mencoba menemukan keberadaan Chronos. Namun suara itu terus mengikutinya.
“Bukan di sana, bodoh!”
“Kau salah arah lagi.”
“Ayolah, cepat sebelum kau menghilang!”
Suara Chronos selalu terdengar di dekatnya. Kadang dari belakang, kadang dari depan, atau dari samping kanan lalu tiba-tiba dari kiri.
Keringat mulai membasahi dahi Rogue. Napasnya tersengal, tubuhnya mulai kelelahan. Saat akan berbelok ke kiri, salah satu sepatunya terlepas dan terpental ke depan.
“Haa... haa...”
Ia terhenti, terengah-engah. Sepatu yang tadi ia pakai kini tampak sebesar sepatu seorang raksasa. Jaket yang ia kenakan pun kebesaran, lengan bajunya harus digulung berkali-kali agar tangannya bisa terlihat.
(Ini buruk.)
Tubuhnya menyusut dengan cepat. Kemunduran waktu biologisnya lebih parah dari yang ia bayangkan.
Namun, Chronos pasti masih berada di sini. Ia tidak akan meninggalkan tempat ini, karena ingin melihat langsung bagaimana Rogue lenyap.
“Apa yang terjadi? Apa kau menyerah?” Chronos mengejeknya lagi, kali ini dari balik sebuah kontainer di sisi kiri.
Ia ada di sana. Tapi Rogue tidak langsung bergerak. Sebuah dugaan muncul di benaknya.
Chronos berhenti berlari bukan untuk bersembunyi, tetapi mungkin untuk melepas sepatunya.
Dengan hati-hati, Rogue mulai memfokuskan pendengarnya.
Ada suara kain bergesekan. Rogue sendiri tidak bergerak sama sekali.
(Dia ada di dekat sini!)
Selain itu, ia mendengar napas dan langkah ringan di atas kerikil. Keduanya sangat pelan, sulit terdeteksi jika tidak fokus.
Langkah itu semakin mendekat, suara kerikil yang terinjak menjadi lebih jelas.
(Tunggu... tunggu...)
Rogue mulai berjalan perlahan, mencoba mengalihkan perhatian Chronos.
Langkah di belakangnya semakin dekat. Napas hangat terasa di tengkuknya.
Saat itu, Rogue melepas jaketnya dan melemparkannya ke belakang. Jaket itu menutupi tubuh “tak terlihat” Chronos, dan sosoknya perlahan terlihat.
“Apa—!? Sihir Transparansiku terungkap?!” Chronos berteriak.
Rogue memanfaatkan momen itu, menubruknya dengan seluruh kekuatan. Chronos terjatuh ke belakang, dan Rogue menghantam wajahnya dengan kepalan tangan.
“Mampus kau, pengecut!”
Namun, saat ia merasa lega bahwa bahaya telah lewat, sebuah ledakan besar mengguncang gudang. Tanah bergetar, lampu di atas mereka berderak, hampir jatuh.
(Bagaimana dengan Miselia?)
Namun, ia mengesampingkan pikiran itu. Menangkap Chronos adalah prioritas utamanya. Rogue meraih borgol untuk membelenggu Chronos, tetapi tiba-tiba pukulan keras menghantam pipi kirinya, membuatnya terpental.
(Apa—!)
Tubuhnya melayang, jatuh dengan punggung menghantam lantai. Untuk sesaat, ia tidak bisa bernapas.
Chronos sudah berdiri kembali.
“Itu sakit sekali, tahu! Lukaku sampai dalam begini!”
Chronos meludah, ludah yang bercampur darah yang ia keluarkan.
Rogue, masih terengah-engah, hanya bisa melihatnya mendekat. Tubuhnya gemetar, sulit untuk bangkit.
“Aku sudah bilang, waktu sedang mundur. Tubuh kecil tidak punya kekuatan untuk menang melawan orang dewasa,” ejek Chronos dengan nada puas.
Dalam sekejap, Rogue melangkah maju dan menghantam hidung tinggi Chronos dengan tinjunya.
“Guah!?”
Chronos terhuyung-huyung ke belakang sambil memegangi hidungnya.
“Ja-jangan sombong hanya karena sedikit keberuntungan—”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Rogue melompat dan menghantam pelipis Chronos dengan tendangan memutar. Chronos terguncang hebat, kehilangan keseimbangan, dan kali ini jatuh terduduk ke tanah.
“Apa!? A-apa ini!?”
Rogue hanya memandangnya dengan dingin. Ia telah menghadapi banyak penjahat hanya dengan kekuatan tubuhnya. Berkali-kali ia bertarung, dipukul, dan menghadapi serangan sihir. Namun, ia selalu bertahan hidup.
“Apa otakmu ikut menjadi anak kecil karena terlalu banyak menggunakan sihir? Lihat baik-baik siapa yang ada di depanmu! Aku adalah seorang penyidik, jadi tutup mulutmu dan hentikan omong kosong mu!”
Rogue berkata dengan nada penuh cemoohan.
“Berdiri, dasar bajingan. Aku tidak akan membiarkanmu lolos hanya dengan satu pukulan!”
※※※
Logam panas meleleh seperti permen, dan bilah angin mencabik-cabik tanah. Setiap kali Catherine mengayunkan lengannya, jalur sihirnya berubah, terus mengejar Miselia.
Namun, seolah-olah Miselia dapat membaca pikirannya, serangan itu selalu berhasil dihindari.
Tepat ketika jaraknya sudah sangat dekat, Miselia kembali meloloskan diri. Ketika ia melompat, berguling, menaiki kontainer, atau bahkan melayang di udara, Catherine mencoba menembaknya.
Tetapi Miselia menggunakan reruntuhan sebagai pijakan, mempercepat gerakannya, dan serangan Scorching Sun hanya berhasil sedikit menghanguskan ujung rambutnya.
—Kenapa ini bisa terjadi!?
Catherine mengerahkan sihir Wind Blade sebesar tornado, lalu memusatkannya ke arah Miselia. Bilah angin yang tak terlihat turun seperti hujan dengan arah yang sangat terarah.
Miselia sempat bersembunyi di balik kontainer untuk sesaat, lalu secara tak terduga menerobos hujan bilah angin itu dan berlari ke arahnya. Tindakan tak terduga ini membuat Catherine terkejut. Ia melihat Miselia memegang pistol, menembakkan peluru dari pinggang. Catherine segera memanipulasi bilah angin untuk menangkis peluru itu, membuatnya melenceng dari jalur. Tapi saat itu juga, Miselia sudah menghilang lagi.
Inilah masalahnya. Setiap kali Catherine mencoba membuat langkah penentu, Miselia selalu memiliki rencana balasan. Hal ini membuat Catherine kesulitan untuk menyerang dengan efektif.
(Aku tidak bisa menahan diri lebih lama lagi.)
Catherine memutuskan untuk menggunakan kartu AS nya. Ia sedikit meningkatkan output sihirnya.
Saat itu juga, kekuatan Wind Blade dan Scorching Sun melonjak drastis, seperti mesin yang baru saja dipindahkan ke gigi lebih tinggi. Ini adalah kekuatan maksimal yang dapat dihasilkan tanpa memicu Collar. Jika ia menambahkan sedikit saja sihir melebihi batas, kalungnya akan bereaksi—dan kematian akan menjadi hasil akhirnya.
(Tapi ini adalah risiko yang harus kuambil.)
Ia memiliki firasat buruk bahwa Miselia sedang merencanakan sesuatu. Catherine harus menyelesaikan ini sebelum apa pun terjadi.
Ia menepukkan kedua tangannya.
Wind Blade membungkus Scorching Sun, mengubahnya menjadi bola kecil seperti matahari.
Ia mulai memutarnya, dan panas ekstrem bercampur dengan angin kencang. Suara gemuruh dari pusaran itu semakin keras, menusuk pendengaran Catherine, hingga akhirnya…
Matahari itu meledak.
Gumpalan panas yang cukup kuat untuk melelehkan besi meluncur dengan kecepatan 105 knot, menghancurkan kontainer, tanah, dan gudang. Pemandangan di hadapannya berubah merah karena kobaran api. Serangan ini akan terus berlanjut selama Catherine masih memiliki mana, dan mananya seakan tidak akan pernah habis.
Dengan suara angin, logam yang meleleh, dan tanah yang hancur, Catherine menikmati momen kehancuran ini. Kombinasi Wind Blade dan Scorching Sun ini sangat dahsyat, hingga mungkin Miselia dan lebih buruk lagi, Rogue ikut terbunuh. Tapi Catherine tidak peduli. Jika itu terjadi, ia hanya perlu merasakan rasa bersalah yang datang bersamanya.
Setelah 30 detik penuh kehancuran, Catherine perlahan mengurangi kekuatan serangannya. Ia tahu bahwa menghentikan serangan ini secara mendadak akan membuat energi sihir menjadi tidak terkendali. Akhirnya, kedua sihir itu hanya menghasilkan hembusan angin lembut dan cahaya kecil sebelum lenyap.
Catherine menatap pemandangan di depannya. Gudang itu sudah tidak berbentuk.
Bagian depan dari tempat ia berdiri telah hancur, seperti dihancurkan blender raksasa. Langit malam terlihat melalui langit-langit yang kini hilang.
“…Selesai.”
Ia berbisik.
Rogue dan Miselia sudah tiada. Ia sendiri yang melenyapkan mereka.
Hatinya terasa berat, seolah ia akan runtuh.
(Penyidik… penyidik… penyidik!)
Catherine meremas dadanya dengan keras. Ia telah menghancurkan seseorang yang mungkin telah menyelamatkannya.
“Aaaahhh…”
Campuran kebahagiaan dan kesedihan memenuhi dirinya. Catherine jatuh berlutut ke lantai. Saat itu, suara familiar membuatnya kembali sadar.
“Jadi, apakah mimpimu menyenangkan?” kata Miselia.
“Apa?”
Mata biru Miselia muncul tepat di hadapannya.
“Kau sampai mengeluarkan air liur,” kata Miselia sambil menyipitkan matanya.
Ketika Catherine berusaha berbicara, tubuhnya tidak mau bergerak.
“Ups, itu berbahaya sekali. Sihirmu terlalu mengerikan. Jadi, aku sudah memastikan untuk mencegahmu menggunakan pilihan itu lagi.”
Ia melihat ke sekeliling. Tidak ada tanda-tanda kehancuran. Langit-langit gudang masih utuh, berat dan menekan, tanpa celah ke luar.
(Apa yang terjadi!?)
“’Apa yang terjadi!?’ itu pertanyaan yang wajar,” jawab Miselia, tersenyum.
“Kenapa—”
“’Kenapa kau bisa membaca pikiranku!?’ Apakah itu yang kau ingin tanyakan? Sederhana saja, karena aku telah terhubung dengan pikiranmu,” jelasnya tanpa rasa bersalah.
—Terhubung? Itu tidak masuk akal. Tidak ada waktu bagi Miselia untuk menggunakan sihir. Ia juga tidak melafalkan mantra atau menggunakan segel sihir.
“Menggunakan mantra dan segel itu umum, tapi itu bukan satu-satunya cara. Selama kau bisa memberikan perintah pada sihir, itu sudah lebih dari cukup, rahasiaku? Aku menggunakan mataku untuk menguasai pikiranmu. Mudah, kan?” jelas Miselia santai.
Miselia menunjuk matanya dan mendekatkan wajahnya pada Catherine.
—Benar, mereka memang sempat bertatap mata. Tapi apakah hanya itu cukup?
“Bisa kok, tentu saja bisa. Kau sendiri seorang penyihir, kan? Apa yang tidak bisa dilakukan oleh penyihir? Kau pasti tahu itu,” kata Miselia, nada suaranya seperti memikat Catherine.
Perasaan ketakutan menyelimuti Catherine. Ia merasa pikirannya sedang diselidiki, seperti diambil alih.
“Kau suka rasa bersalah, kan? Bahkan jika itu berarti membunuh orang yang kau sayangi. Kalau begitu, nikmati mimpi itu lagi. Puaskan dirimu di sana.”
Catherine merasa seperti ditendang ke dalam jurang. Kegelapan yang pekat menyelimuti dirinya.
※※※
Chronos menyerang dengan gerakan seperti menerkam. Ia mengira bahwa tubuh Rogue yang kini seperti anak kecil akan membuatnya menang jika berhasil menahannya.
Tapi itu pemikiran yang terlalu naif.
Rogue menangkis tangan Chronos yang mencoba meraih, melewati bawah lengannya, dan saat itu ia menghantam siku Chronos dengan sikunya sendiri.
Keseimbangan Chronos goyah. Rogue bergerak ke belakangnya dan menghantam ginjalnya. Ia menusuk dengan pukulan, lalu menghindari tendangan membabi buta yang diarahkan dari belakang, melangkah dengan lincah, lalu melancarkan tendangan ke bagian atas punggungnya.
“──Kah!”
Chronos dipaksa menghembuskan napas dengan kasar, tubuhnya terhuyung ke belakang. Rogue kembali bersiap, kali ini menargetkan bagian belakang lututnya. Ia melenturkan kakinya, dan punggung kaki menghantam tepat ke belakang lutut Chronos. Lututnya tertekuk, membuat tubuh Chronos jatuh ke depan.
Inilah situasi yang ditunggu-tunggu.
Karena pusat gravitasi Chronos yang menurun, kepalanya berada pada posisi yang mudah untuk diserang.
Rogue mencengkeram rambut Chronos dengan tangan kirinya. Meskipun terdengar suara rambut yang tercabut, ia tidak peduli dan menarik kepala itu ke arah tubuhnya. Tanpa ragu-ragu, ia menghantamkan sikunya ke kepala Chronos. Terdengar suara tumpul akibat benturan antara benda keras. Pukulannya efektif. Sekali lagi ia melancarkan serangan sikut──
“GUAARRGH!”
Chronos berteriak dengan marah, membuang sikap tenangnya, dan mulai mengayunkan lengannya secara liar. Serangannya terlalu dangkal? Tidak, Chronos semakin mengecil.
“──ARGHH! Sial! ARGHH!”
Chronos terus berteriak sambil menatap Rogue dengan mata yang merah darah.
(Baiklah. Itu berarti aku masih bisa memukulnya lebih banyak.)
Ketika Chronos mencoba melancarkan sihir serangan, Rogue menghantam bagian ulu hati untuk mencegahnya. Ia bergerak dengan langkah-langkah cepat, menghindari tendangan lebar dengan berjongkok, lalu memanfaatkan celah untuk menyerang bagian vitalnya.
“──GUAAAAARGHH!”
Chronos berteriak dengan suara melengking sambil memegang selangkangannya.
(Bagus.)
Chronos mengangkat kedua tangannya untuk melindungi wajahnya. Rogue langsung mengalihkan serangan ke tulang keringnya. Chronos kembali menjerit kesakitan.
(...Ini belum cukup. Aku tidak akan berhenti sampai dia tumbang.)
Rogue melayangkan pukulan hook ke pipi kanannya, diikuti dengan pukulan lain ke pipi kirinya.
(...Jangan pernah berpikir ini sudah cukup.)
Ia terus memukul. Meski serangannya lemah, akumulasi pukulan kecil tetap membawa dampak besar. Namun, ia mulai kehabisan napas. Dadanya terasa seperti meledak. Meskipun begitu, ia tidak berhenti memukul. Ia menangkis serangan Chronos, mengalirkan gerakan serangan, dan menyerang balik dari celah-celah. Bahkan ketika kepalan tangannya mulai terluka dan berlumuran darah, ia tetap memukul.
(...Aku tidak akan pernah memaafkanmu.)
Kepalanya jernih meski tubuhnya hampir ambruk. Rogue tahu bahwa ia harus menghabisi Chronos sekarang. Jika tidak, lebih banyak orang akan mati.
“UOOOOHHHHH!”
Entah dari mana tenaga itu muncul, Rogue berteriak sekuat tenaga.
Namun, Chronos belum juga jatuh.
Rogue merasakan rasa sakit di urat lengannya, tetapi ia terus menyerang. Chronos masih berdiri.
Pandangan Rogue mulai kabur. Cairan kental mengalir keluar dari hidungnya. Meski begitu, Chronos masih──
Dengan gigih, Rogue menggigit bibirnya hingga sakit, membuat kesadarannya kembali. Ia memindahkan pusat gravitasi ke tubuh bagian bawah, menggunakan kaki kirinya sebagai poros, lalu mempercepat gerakan kaki kanannya. Ia menguatkan ujung jari kakinya dan melancarkan tendangan ke arah kepala Chronos.
BIN!
Kepala Chronos terhuyung ke atas. Rahangnya terangkat, dan kedua tangannya seperti anjing yang mengayuh di udara.
Namun, Rogue tidak bisa melihat lebih jauh. Tubuhnya roboh telentang, dan seluruh energinya seakan habis. Ia menarik napas dengan kasar, mencari udara yang hilang.
(...Tumbanglah!)
Ia berdoa dalam hati.
Terdengar suara langkah terseret yang tak beraturan.
(...Cepat tumbang, brengsek!)
Dengan pandangan yang buram, ia melihat Chronos terhuyung-huyung mendekat, kepalan tangannya terangkat, dengan wajah penuh tekad.
Mustahil.
Tubuhnya tidak bisa bergerak. Ia tidak bisa melawan lagi. Tepat saat ia menutup mata, pukulan itu melenceng ke kanan, dan tubuh Chronos ambruk ke tanah di sampingnya, tertelungkup.
“──Hah… Hah… Aku berhasil, dasar brengsek!”
Rogue berteriak dengan nada penuh keputusasaan, dan ia menyadari bahwa tubuhnya dipenuhi darah.
(...Aku tidak percaya hal ini terjadi lagi.)
Dengan tubuh yang terasa berat seperti timah, Rogue mulai bangkit. Ia memutar tubuh Chronos sehingga wajahnya menghadap ke atas. Wajah yang dulunya tampan kini hancur berantakan. Ia memasangkan borgol pada Chronos, lalu menyumpal mulutnya dengan kain agar tidak bisa mengucapkan mantra.
“Hei, Rogue-kun! Kau masih hidup, kan?”
Suara Miselia terdengar, semakin mendekat.
Rogue memandang ke arah Miselia, yang datang dengan santai, tanpa sedikit pun luka di tubuhnya. Ekspresinya bahkan tampak lebih segar dari sebelumnya.
“…Kau baik-baik saja?”
Rogue merasa menyesal sempat mengkhawatirkannya.
Miselia mendekat dan tersenyum penuh kemenangan.
“Rogue, kau tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?”
Dengan sikap arogan, ia menempelkan tangan ke telinganya, seolah menunggu sesuatu.
Rogue mendesah dalam hati.
“…Terima kasih.”
“Apa? Terima kasih? Terima kasih untuk apa?”
“Untuk... semuanya.”
“Hmm? ‘Semuanya’ maksudnya apa?”
“Sialan! Terima kasih telah menyelamatkanku! Kau adalah penyelamat hidupku! Puas sekarang?” Rogue berteriak.
“Hmm, cukup memuaskan.”
Miselia mengangguk puas.
“Dasar menyebalkan. Kau tidak tahu betapa beratnya semua ini bagiku.”
“Oh, aku kira kau sedang mencoba gaya baru.”
“Jangan bercanda, atau aku akan menghajarmu.”
Miselia tertawa kecil. “Santai saja. Sekarang, ayo kita atasi masalah tubuhmu sebelum waktumu habis.”
Miselia menutup mata dan menghela napas panjang. Napas yang terasa sangat panjang.
“Sepertinya aku sudah menduga ini. Kau tipe orang yang suka memendam perasaan, bukan? Benar-benar sifat yang merepotkan,” ucapnya dengan nada menyindir.
“… Bukan hanya diriku. Orang lain juga pasti berpikir begitu,” balas Rogue, suaranya pelan.
“Masalahnya adalah, kau baru bicara di saat-saat genting! Itu yang membuatnya jadi buruk. Cobalah meniruku! Aku selalu melampiaskan semuanya, kapan pun dan di mana pun! Kau mengerti?”
Miselia menusuk hidung Rogue dengan telunjuknya, menekan-nekan dengan gemas.
“… Maaf,” ucap Rogue dengan tulus, nadanya rendah.
Miselia kembali menghela napas.
“Yah, sudahlah. Sekarang kita harus cepat. Waktu yang tersisa untukmu hampir habis.”
Rogue baru menyadari tubuhnya semakin mengecil setelah berhasil mengalahkan Chronos.
(Ini tidak baik.)
Ia segera berlari menuju tempat Chronos terbaring, namun langkahnya terhenti.
Apa-apaan ini?
Di bawah pakaian Chronos, sesuatu bergerak-gerak. Mirip ular yang merayap, kain itu tampak menggembung dan bergerak liar. Namun, Chronos sendiri masih tidak sadarkan diri.
“Dasar bajingan…! Dia masih menyimpan trik!” seru Rogue.
“Tidak, bukan itu,” ujar Miselia.
Suaranya, yang biasanya santai, kini terdengar tegang.
“Ini… kemungkinan besar adalah hasil dari sihir yang tidak terkendali. Sihir itu sedang mengamuk.”
“Bisa begitu!?”
Rogue terkejut. Biasanya, jika penyihir kehilangan kesadaran, sihirnya akan berhenti bekerja karena tidak ada lagi perintah yang bisa diberikan. Bahkan dengan metode engraving, Chronos tidak punya waktu untuk mempersiapkan segel sihir.
“Sihir tingkat tinggi memang masih penuh misteri. Jika penggunanya kehilangan kesadaran, mungkin saja sihir itu ‘berkehendak’ sendiri dan mulai bekerja tanpa arahan. Aku pun tidak tahu apa yang akan terjadi.”
Miselia mendekat dan mengintip mata Chronos yang terpejam, memaksa kelopak matanya terbuka dengan jari. “Kita tidak punya banyak waktu. Aku akan mencoba Mind Control.”
Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan mantranya, tubuhnya terhempas ke udara seperti batu kecil. Miselia terjatuh keras beberapa meter dari tempatnya berdiri.
“──Miselia!” Rogue berteriak, tetapi perhatiannya langsung teralihkan ke arah Chronos, yang mulai bangkit dengan gerakan tidak wajar.
Tangan Chronos yang terbelenggu kini bebas, sementara kain yang membungkus mulutnya berubah menjadi debu.
“■■■■■■■■,” gumam Chronos dalam bahasa yang tidak dikenali.
Tubuhnya diselimuti asap hitam, dengan bentuk seperti ular yang terus bergerak di dalamnya. Tapi hal yang paling aneh adalah kepala Chronos.
Wajahnya terus berubah-ubah—kadang menjadi bayi dengan pipi lembut, kadang menjadi wajah tua dengan kerutan mendalam, lalu berubah lagi menjadi remaja yang segar. Semua itu bergantian seperti film yang dipercepat.
──Jadi ini akibat sihir manipulasi waktu yang tidak terkendali?
“■■■■■■■■”
Sebuah mantra meluncur dari mulut Chronos, dan bola cahaya pelangi melesat ke langit, menghancurkan atap, lalu meledak seperti kembang api. Meskipun arahnya acak, kekuatannya jelas luar biasa.
Rogue segera mendekati Miselia yang tergeletak, membantu perempuan itu bangkit.
“Kau baik-baik saja!?” tanyanya cemas.
“Aku baik-baik saja, tapi ada kabar buruk. Aku gagal menggunakan Mind Control. Pikiran Chronos telah terbelenggu oleh sihir manipulasi waktunya sendiri. Aku tidak bisa menembusnya.” jawab Miselia, mencoba tersenyum, meskipun wajahnya pucat.
“Tidak ada cara lain?”
“Setiap kunci punya gemboknya masing-masing. Jika satu metode gagal, aku harus mencoba cara lain,” ucap Miselia sambil bersiul.
Namun sebelum ia sempat menjelaskan lebih lanjut, Chronos meluncurkan semburan angin dingin yang menghancurkan sebuah kontainer besar.
“Saat ini dia menyerang tanpa arah, tapi kalau kita bisa memancing perhatiannya, aku bisa menyelinap dari belakang.” ujar Miselia.
“Kau ingin aku jadi umpan, begitu?” tanya Rogue.
“Benar. Kau tarik perhatiannya, sementara aku mencari celah.”
Rogue menggertakkan gigi. “Baiklah… Tapi jangan sampai kau mati!”
“Jangan khawatir. Aku sudah hidup selama seribu dua ratus tahun. Kau pikir aku bisa mati semudah itu?”
Chronos, yang sebelumnya hanya bergumam tidak jelas, kini menoleh ke arah mereka. Matanya bersinar terang, dan tubuhnya berubah menjadi sosok yang lebih menyeramkan.
“■■■■──”
“Berpisah sekarang!” seru Miselia.
Rogue lari ke kanan, sementara Miselia ke arah kiri. Panas terasa di belakang tubuh Rogue saat serangan Chronos hampir mengenainya.
“Hei, bajingan! Sini, lawan aku!” teriak Rogue sambil melempar batu ke arah Chronos. Batu itu menghantam wajah Chronos, membuatnya tersentak.
Dengan wajah yang dipenuhi amarah, Chronos mulai mengejar Rogue.
“Sial… Setidaknya masih mengikuti rencana,” gumam Rogue sambil terus berlari.
Lengan itu hampir saja copot karena daya tarik yang luar biasa.
Barang-barang bekas yang ada di atas kontainer mulai terbang melayang, dan setiap benda yang menyentuh bola hitam itu langsung tertekan hingga gepeng, seperti dihancurkan oleh mesin press.
Bahkan suara berat gesekan logam terdengar. Kontainer tempat Rogue bergantung mulai bergerak, perlahan tapi pasti mendekati Chronos. Tak jauh dari sana, kontainer lain melambung seperti dadu yang dilempar, melayang ringan di udara sebelum akhirnya terhantam bola hitam dan dalam sekejap terkompresi menjadi sebesar telapak tangan. Seberapa besar kekuatan yang diperlukan untuk melakukan hal itu?
Tidak ada waktu untuk berkeringat dingin. Dengan tubuh yang sudah kelelahan akibat pertarungan sebelumnya dan kekuatan fisik yang melemah karena tubuhnya menyusut, hanya tinggal menunggu waktu saja sebelum dia benar-benar tumbang.
(Di mana Miselia?)
Tiba-tiba, sesuatu bergerak cepat menghantam Chronos. Objek itu menyentuh bola hitam, menyebabkan getaran besar di udara dan gelombang kejut yang mendorong Rogue seperti daun yang tertiup angin. Dia terlempar, berguling beberapa kali di tanah, dan akhirnya berhenti setelah lengan kanannya tergores parah.
Saat dia sadar, daya tarik bola hitam itu sudah hilang.
“Harus bantu, harus tinggalkan, harus bantu, harus tinggalkan…”
Catherine berdiri di atas kepala Chronos, menginjaknya. Namun, dia terlihat aneh.
Dengan kedua tangan mencengkeram kepalanya, dia menggeleng keras sambil bergumam tidak jelas.
“Catherine?”
“Ah, Penyidik.”
Catherine menoleh perlahan, seolah baru menyadari keberadaan Rogue. Mulutnya bergetar kecil, dan tiba-tiba dia mulai menangis deras.
“Penyidik... Penyidik... Aku harus bantu...”
“Oi!”
Rogue berteriak. Chronos mulai melafalkan mantra. Cahaya terang menyala di bawah kaki Catherine.
“Gah!”
Catherine terhuyung, tangannya mencengkeram lehernya sendiri. Ada lubang di sana.
Chronos bangkit perlahan, seperti makhluk yang dipenuhi kebencian, lalu berjalan melewati Catherine yang terjatuh tanpa memedulikannya. Wajah Chronos terus berubah-ubah, tetapi semuanya memperlihatkan ekspresi penuh kepuasan dan kemenangan.
“Catherine!”
Rogue berteriak saat Catherine roboh di tanah. Chronos melangkah pergi, meninggalkan tubuhnya tanpa belas kasih.
Mata Rogue berapi-api. Tubuhnya terus menyusut, dan Chronos sekarang terlihat seperti raksasa di matanya. Kaki dan tangan kecilnya hampir tak bisa menopang tubuhnya sendiri. Namun, dengan sisa-sisa kekuatan, dia menatap Chronos penuh kebencian.
Tangan besar Chronos mencengkeram leher Rogue, mengangkatnya. Namun, tatapan Rogue tetap tidak berubah.
“■■■.”
Chronos melafalkan mantra, cahaya menyilaukan mulai berkumpul di matanya, seperti yang dia gunakan untuk menyerang Catherine sebelumnya. Saat cahaya itu siap ditembakkan, suara yang lembut namun tegas terdengar.
“Sampai di sini saja ulahmu.”
Miselia menempelkan tangannya di belakang kepala Chronos.
“〈Dekonstruksi Memori〉.”
“IIIIIIIIAAAAAAARRRRHHHH!”
Jeritan Chronos memecahkan udara, begitu menyakitkan hingga telinga terasa bergetar. Cengkeraman Chronos terlepas, dan Rogue terjatuh ke tanah dengan punggung menghantam keras. Sambil meringis kesakitan, dia mendengar suara Miselia.
“Hmm... banyak sekali sampah di kepalamu ini. Tapi tidak masalah, aku akan membersihkannya untukmu.”
Miselia menggunakan mantra itu, membaca ingatan Chronos, sekaligus menghancurkan memorinya sedikit demi sedikit.
“Ah, ini dia! 〈Manipulasi Waktu〉. Jadi begini mekanismenya.”
Miselia tersenyum seolah menemukan harta karun di tengah kegelapan. Dia mengangguk sendiri, lalu berkata dengan yakin, “Baiklah, aku sudah mengerti!”
Sementara itu, Rogue yang terbaring di tanah merasakan tubuhnya semakin kecil. Kesadarannya mulai buram, pikirannya mengembara tanpa arah. Kenangan masa lalu terasa kabur, seperti melihatnya melalui kaca yang buram.
Dia tahu bahwa tubuhnya tidak akan bertahan lama lagi.
Dia akan segera “menghilang”.
“Tenang saja. Kamu akan selamat.”
Miselia berbicara tanpa Rogue mengucapkan sepatah kata pun.
Kelopak mata Rogue terasa sangat berat.
Selamat? Itu terdengar bagus. Dia mencoba tersenyum, tetapi kesadarannya perlahan-lahan lenyap.
Sebelum semuanya benar-benar gelap, Rogue melihat Miselia tersenyum lembut padanya.
“Maafkan aku, Rogue-kun.”
Miselia mengusap kepala Rogue sekali, lalu mulai melafalkan mantra yang panjang.
※※※
Ketika Rogue membuka mata, dia merasa wajahnya hangat. Perlahan dia sadar. Api berkobar di mana-mana. Sebagian besar kontainer di gudang sudah dilalap api.
Chronos terlihat berlutut, tubuhnya lunglai, dengan air liur menetes dari mulutnya. Catherine tergeletak tak jauh darinya, lehernya sudah dibalut kain.
Namun, Miselia tidak terlihat di mana pun. Rogue berdiri dan segera mencari ke sekeliling, hingga akhirnya menemukannya.
Miselia duduk bersandar di balik bayangan kontainer, kakinya terjulur lemas.
“Apa yang sebenarnya terjadi!?”
Miselia menoleh perlahan ke arah Rogue.
“Chronos berbuat sesuka hati, dan tampaknya ada sesuatu yang memicu kebakaran di suatu tempat. Aku sibuk mengurus kalian, dan tahu-tahu semuanya jadi begini.”
“Terima kasih atas bantuanmu!” jawab Rogue sarkastis.
“Aku sebenarnya sudah mencoba memadamkan api, tapi apa daya. Tanpa akses penuh pada kekuatan sihirku, ini yang terjadi.”
“Tak ada gunanya mengeluh sekarang. Kalau sudah begini, satu-satunya pilihan adalah mendobrak dinding dan kabur!”
“Benar, itu keputusan yang bijak, Rogue-kun.”
“Hei, kenapa kau bicara seolah ini bukan urusanmu? Ayo kita pergi!”
Rogue berbalik, bersiap meninggalkan tempat itu. Namun, dia tidak mendengar suara langkah kaki mengikuti dari belakang.
“Apa yang kau tunggu?”
Miselia tetap diam. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan berdiri, seolah meminta Rogue untuk mengulurkan tangan seperti pertemuan pertama mereka. Rogue mendesah, merasa berutang nyawa setelah apa yang telah Miselia lakukan untuknya. Akhirnya, dia membalikkan badan dan mengulurkan tangan.
Namun, Miselia tidak meraih tangannya.
“Ada apa? Kau tidak mau berdiri?”
“Bukan tidak mau, Rogue-kun, tapi aku tidak bisa.”
Rogue mengernyit bingung.
“Apa maksudmu? Jangan bercanda. Sudahlah, ayo kita pergi—”
Kata-kata Rogue terhenti.
Separuh tubuh kanan Miselia telah lenyap.
Benar-benar hilang.
Dari sisi kiri, tubuhnya terlihat utuh tanpa luka, tetapi dari sisi kanan, hanyalah potongan tubuh yang tidak lengkap. Dari bagian tubuh yang terputus, serpihan seperti pasir halus berwarna merah darah terus beterbangan, seolah tubuhnya sendiri sedang terkikis oleh angin.
Tak ada lengan, tak ada kaki—hanya kehampaan di sisi kanannya.
Tidak bisa dipercaya bahwa seseorang dengan kondisi seperti itu masih bisa hidup.
“A-Apa yang sedang terjadi?”
“Ah, ini?” Miselia menjawab dengan nada ringan, seolah yang terjadi padanya hanyalah potongan rambut baru.
“Ini adalah dampak dari perlawanan terhadap Mind Control. Benar-benar efek samping yang mengerikan. Oh, dan Time Manipulation? Sungguh sihir yang menakutkan. Tubuhku sedang berubah menjadi fosil, kau tahu.”
“T-Tapi tadi kau baik-baik saja! Kenapa jadi seperti ini?”
“Tidak, aku tidak baik-baik saja.” Miselia menjawab dengan senyum lemah.
“Organ dalamku mulai menjadi fosil lebih dulu. Itu membuat semuanya menjadi sedikit sulit.”
(Jadi itu sebabnya wajahnya terlihat pucat tadi!)
Namun tetap saja—
“Kenapa kau tidak mengatakan apapun!? Mungkin aku bisa membantumu!”
Miselia tertawa kecil.
“Dengan situasi seperti itu, mana mungkin aku bisa mengatakannya? Lagipula, kau pikir kau bisa menyembuhkan ini? Tentu saja tidak. Bahkan aku sendiri tidak bisa, itu sebabnya aku menjadi seperti ini.”
Rogue terdiam. Kata-kata Miselia terdengar seperti sebuah lelucon, tetapi kali ini, ia berharap itu hanya sekadar candaan.
“...Apa yang harus aku lakukan?”
“Kau tidak akan bisa melakukan apa-apa,” jawab Miselia santai.
“Yang bisa kau lakukan hanyalah membawa dua orang itu keluar dari sini.”
Ia memberi isyarat dengan tangan kirinya, menyuruh Rogue pergi.
Namun, Rogue tetap berdiri di tempat. Kakinya terasa berat, tak mampu digerakkan.
“Tapi... tapi...”
“Apa kau merasa kasihan padaku?” Miselia menaikkan sebelah alisnya.
“Itu adalah kesalahan, Rogue-kun. Aku seorang penyihir, pembunuh berantai, dan aku sudah membunuh banyak orang sebelum kau muncul. Mati perlahan seperti ini, dengan tubuh yang hancur, adalah cara mati yang cukup pantas untuk penjahat sepertiku. Jangan ganggu aku.”
“Hentikan... Jangan bicara seperti itu...”
“Oh, tidak akan. Aku tidak akan berhenti sampai kau pergi dari sini.” Miselia tersenyum sinis.
“Bagaimana kalau aku menceritakan pembunuhan di Eld? Itu adalah salah satu pekerjaan terbaikku—”
Ia menghentikan ucapannya saat melihat Rogue menunduk, mengusap matanya dengan gemetar.
“…Aku ingin kau tetap hidup... Kumohon…”
Miselia menghela napas, kemudian berkata dengan nada setengah mengejek.
“Oh, jadi ini caramu mencoba membujukku? Menangis seperti anak kecil?”
“…Bukan begitu. Aku hanya...”
“Metode anak kecil! Begitu caramu menjadi seorang penyidik?”
Rogue tidak bisa berkata apa-apa. Bahkan untuk menatapnya pun ia tidak sanggup. Ia tahu betul dirinya telah gagal sebagai penyidik. Tetapi, meninggalkan Miselia di sini? Itu adalah pilihan yang tak sanggup ia ambil. Seolah-olah akal sehatnya telah lenyap.
“Aku perlu meninjau ulang pendapatku tentangmu. Kau harus berhenti dari pekerjaan ini, Rogue-kun. Buka toko roti saja, lebih cocok untukmu.”
Jelas sekali Miselia ingin Rogue pergi. Dialah yang sedang mencoba meyakinkan Rogue untuk meninggalkannya, bukan sebaliknya.
Namun, kata-kata yang keluar dari mulut Rogue sangat berlawanan.
“…Aku tidak menganggapmu sebagai orang jahat.”
Miselia terdiam sejenak, matanya melebar sebelum ia menutupnya dengan perlahan. Mulutnya tampak bergetar, berusaha keras menahan sesuatu. Tetapi pada akhirnya, ia meledak dalam tawa.
“Hahaha! Kau benar-benar orang yang lucu, Rogue-kun! Hahaha! Kau ingin membuatku mati karena tertawa, ya?”
Ia tertawa terbahak-bahak, sementara tubuhnya terus terkikis partikel demi partikel. Rogue hampir berteriak, tetapi Miselia menenangkan dirinya dengan beberapa tarikan napas panjang.
“Kemarilah.” Miselia memanggil Rogue sambil mengulurkan tangan kirinya yang tersisa.
Rogue berlutut, menyamakan pandangan dengannya. Miselia tersenyum lembut, lalu berbicara.
“Tak perlu bersedih. Kau telah menyelesaikan kasus ini. Masa depanmu cerah, dan kehidupan sehari-harimu akan terus berlanjut. Sudah tidak ada masalah lagi, bukan?”
Dengan tangan yang mulai berjatuhan menjadi partikel, Miselia menepuk bahu Rogue.
“Bertahanlah, Penyidik. Kalau tidak, kematianku ini akan jadi sia-sia. Tunjukkan setidaknya sedikit kebanggaan untukku.”
Miselia tampak begitu tenang, seolah kematian bukanlah sesuatu yang ia takuti.
“…Aku tidak tahu bagaimana menghadapi ini,” gumam Rogue.
“Ini pengalaman yang bagus untukmu, Rogue-kun. Kau akan menjadi lebih tangguh setelah ini.”
“…”
“Dengar, Rogue-kun. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat, tapi beberapa waktu terakhir ini, aku benar-benar menikmati hidupku. Itu semua berkatmu. Satu-satunya hal yang aku sesali adalah bahwa hari-hari ini harus berakhir sekarang.”
“…Jangan mencoba membuatku menangis.”
“Maaf. Sepertinya aku terbawa suasana. Tapi itu perasaanku yang sesungguhnya. Terima kasih, Rogue-kun.”
Rogue terkejut mendengar kata-kata itu.
“Aku tidak berbohong, kau tahu. Aku benci pembohong. Dan kau, Rogue-kun, aku sangat berterima kasih padamu. Ini sudah cukup bagiku.”
Miselia tertawa kecil, menutup matanya, dan menghela napas panjang.
“Rasanya sungguh menyenangkan.”
Bunyi dentuman dari gudang yang terbakar, desiran udara panas, semuanya terasa menjauh. Yang terdengar hanyalah suara napas Miselia yang semakin lemah.
Rogue tahu ia harus membuat keputusan.
Ia mengulurkan tangan untuk menyentuh tangan Miselia yang mulai menghilang, tetapi kemudian ia berdiri.
“…Aku memutuskan untuk meninggalkanmu di sini.”
“Oh? Apa yang membuatmu berubah pikiran?” tanya Miselia, pura-pura terkejut.
“…Aku sudah terlalu lelah hari ini. Aku hanya ingin pulang dan tidur.”
“Pilihan yang bijak. Anak kecil memang harus pulang dan tidur lebih awal.”
“Benar. Aku akan melakukan itu.”
“Selamat malam, Rogue-kun.”
“Selamat malam... Miselia.”
Rogue berbalik, meraih Chronos dan Catherine, lalu menggendong keduanya di kedua lengannya. Saat ia mulai berlari menjauh, sebuah suara terdengar dari belakangnya.
“Semoga masa depan Rogue Macabesta dipenuhi kebahagiaan.”
Rogue tidak menoleh. Ia terus berlari.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.