Bab 1
POV Motomu: ◇◇◇
POV Akari: ◆◆◆
"Yo, Motomu. Udah akhir Agustus, tapi masih panas banget ya."
Dia, Miyamae Subaru, langsung mengeluh begitu ketemu aku.
Menurut ramalan cuaca, suhu tertinggi hari ini bakal di atas 30 derajat.
Meskipun udah masuk September, kayaknya sisa-sisa musim panas masih bakal bertahan lama, tapi jujur aja, aku ngerasa kayak udara udah mulai sejuk, kayak panasnya udah lewat gitu.
Mungkin karena dia, cewek yang selalu ada di sampingku selama musim panas ini, udah nggak ada lagi.
"Ah~ seger banget~"
"......"
Kakaknya, yang nggak mirip sama dia, langsung cari tempat di bawah AC begitu masuk toko buku, terus selonjoran dengan muka bego sambil nikmatin udara dinginnya.
"Hm? Motomu juga mau mandi udara dingin?"
"Nggak, aku nggak mau. Nanti masuk angin lagi."
"Hahaha, aku nggak selemah itu sampai masuk angin cuma gara-gara gini doang... HACHIM!"
Baru aja ngomong gitu, Subaru malah bersin kenceng banget.
Emang ya, dia selalu bisa bikin orang ketawa.
"Eh, apaan tuh tatapannya!? Bukan gitu, ini cuma... kayak ada debu atau apa gitu yang masuk ke hidungku."
"Alesan aja."
"Tapi, tumben banget kita janjian di toko buku. Aku penasaran sama isi kantong belanjaan yang kamu bawa itu."
"Ini... b-bukan apa-apa kok."
"Cara ngelesnya kamu itu nunjukin kalau kamu nyembunyiin sesuatu."
Subaru ngeliatin aku dengan tatapan curiga.
Aku juga ngerasa cara ngelesku nggak meyakinkan, tapi kalau dibilangin langsung gini, aku jadi makin malu.
"Udah, kita pindah aja. Ke kafe di sebelah sana aja, gimana?"
"Kenapa sih, kamu nggak mau aku tahu isinya? Aku makin penasaran nih~"
"Bukan gitu. Nanti ngerepotin orang di toko, ayo cepetan pergi."
"Iya iya, nggak usah buru-buru juga!"
Aku narik tangan Subaru buat cepet-cepet keluar dari toko buku.
Padahal aku yang ngajak dia ke sini, tapi aku malah bersikap kasar ke dia, mungkin karena udah kebiasaan dari dulu.
Padahal waktu nunggu dia tadi aku deg-degan banget... Tapi tetep aja, kalau udah sama dia, aku selalu kebawa sama suasana. Dalam artian yang baik, maupun yang buruk.
◇◇◇
Kita keluar dari toko buku, terus langsung masuk ke kafe terdekat.
Aku beli minuman, sementara Subaru udah duduk di pojokan sambil teriak-teriak, "Aku mau lihat! Aku mau lihat! Aku mau lihat!", jadi aku kasih aja kantong belanjaannya ke dia.
"Wah, 'Cara Merawat Ikan Mas', ya..."
"Kan udah aku bilang, bukan apa-apa."
"Nggak, nggak, aku yakin ini ada artinya."
Subaru senyum jahil sambil ngeledek.
Terus, dia ngeliatin aku sama buku itu gantian, kadang-kadang sambil ngerutin dahi kayak lagi mikir sesuatu.
(Kalau udah gini, pasti dia bakal ngomong yang aneh-aneh...)
"Aku tahu!"
"Tahu apa?"
"Pasti ada hubungannya sama Akari, kan?"
"Uhuk!? Batuk, batuk!?"
Aku bener-bener nggak siap!
Cafe latte yang baru aja mau aku minum nyangkut di tenggorokan gara-gara kaget──aku langsung batuk-batuk.
"Hahaha! Reaksimu lucu banget!"
"Diem deh..."
Aku nutup mulut sambil nenangin napas.
Padahal aku kira Subaru bakal ngomong yang lebih nggak jelas... Apa aku segampang itu ditebak ya?
"Ya iyalah, kalau kamu ngelakuin sesuatu yang nggak biasa akhir-akhir ini, pasti ada hubungannya sama Akari."
"Ya, mungkin sih..."
"Hari ini kamu ngajak aku ke sini juga pasti mau cerita soal Akari, kan?"
Subaru nyengir sambil ngeliatin aku kayak udah nebak semuanya.
Sebel banget... Apalagi karena dia bener.
"Ayo ayo ceritain semuanya! Kasih tahu kakakmu ini!"
"Kamu tuh jago banget bikin orang males cerita ya..."
"Hahahaha!"
Subaru ketawa sambil nunjukin kalau dia cuma bercanda.
"Tapi, sekarang kamu udah lebih tenang kan? Tadi pas ketemu mukanya serem banget. Aku nggak tahu kamu lagi ada masalah apa, tapi sekarang kayaknya udah lebih enak diajak ngobrol."
"Kamu..."
Tiba-tiba Subaru keliatan lebih dewasa.
Mungkin karena dia udah punya pacar, dan mungkin aja, dia bakal jadi... Ah, tapi itu masih jauh!
Pokoknya... bener kata dia, obrolan tadi bikin aku agak tenang. Aku harus berterima kasih sama dia.
"Subaru. Ada yang harus aku kasih tahu ke kamu."
"Oke."
"Itu..."
Tenggorokanku rasanya kering karena gugup.
Tapi, mendingan daripada tadi.
Aku narik napas dalam-dalam, terus natap Subaru, dan bilang,
"Aku jadian sama Akari."
Aku udah siap-siap kalau bakal ditonjok.
Aku tahu Subaru sayang banget sama Akari.
Dia itu terkenal banget sayang adik, dari pertama kali kita ketemu waktu SMA sampai sekarang nggak pernah berubah.
Dia bahkan sering ngingetin aku, yang dia anggep sahabat, supaya jangan deket-deket banget sama Akari.
(Tapi, Subaru itu juga yang ngirim Akari ke rumahku buat bayar utang 500 yen...)
Gara-gara itu, aku jadi kenal Akari, suka sama dia... dan akhirnya jadian.
Meskipun gara-gara Subaru, tapi tetep aja aku udah ngambil adiknya yang dia titipin ke aku.
Jadi, aku siap kalau ditonjok. Bahkan, kalau cuma ditonjok, itu masih mendingan.
"... Oh gitu."
Subaru ngehela napas, terus ngomong satu kata itu.
Terus...
"Wah~, akhirnya Motomu punya pacar juga! Atau harusnya aku bilang, akhirnya ya?"
"Hah...?"
Aku nggak percaya sama apa yang dia bilang.
Aku yakin tadi ngomongnya jelas, kan dia ngerti ya...?
"Terus? Siapa yang nyatain cinta duluan? Jangan bilang Akari yang nyatain? Tapi, dia kan pemalu banget. Kayak waktu kita ke pantai, kayaknya dia mau kabur gitu... Apa aku mikirnya terlalu jauh ya?"
Dia nebaknya lumayan tepat. ... Bukan itu maksudnya!
"Subaru, kamu..."
"Jadi, siapa yang nyatain duluan? Kasih tahu dong!"
"... Aku."
"Oke. Berarti kamu udah nunjukin sisi jantanmu!"
Subaru ketawa gembira.
Tapi, kenapa?
Aku cuma bisa bingung lihat reaksi Subaru yang nggak terduga.
"Kenapa sih, mukanya gitu? Sahabat lo baru punya pacar pertama kali. Ya harusnya seneng lah! ... Tapi, kalau aku nggak punya pacar, mungkin aku udah nonjok kamu karena cemburu! Hahahaha!"
"Meskipun pacarnya adik kamu sendiri...?"
"Ya sebagai kakak, pasti ada rasa sedihnya lah? Dulu dia pasti nangis kalau aku nggak nemenin dia, tapi sekarang dia udah dewasa ya."
Mata Subaru keliatan sedih pas ngomong gitu, tapi ada juga rasa sayangnya... Kayak kakak yang baik gitu deh.
Tapi, begitu dia sadar lagi diliatin, dia langsung balik ke sifat aslinya.
"Yah, daripada sama cowok nggak jelas, mending sama kamu deh. Kamu kan orang baik, lagian kamu juga payah banget soal cewek!"
"Payah apanya?"
"Nggak boleh nolak! Kalau kamu nggak sadar diri... parah sih, ini. Tapi ya, kamu berani nyatain cinta duluan ke Akari, jadi aku hargai itu."
Subaru ngacungin jempolnya.
Tapi, nggak kerasa kayak dipuji.
"Tapi ya, jangan kegeeran cuma karena bisa pacaran sama Akari. Selama aku masih hidup, kamu harus pacaran yang sehat! Coba aja kalau kamu nyakitin atau bikin dia nangis, awas aja! Nggak peduli kita sahabat atau bukan. Justru karena kita sahabat, aku bakal ngehukum kamu! Aku bakal bikin kamu tanggung jawab sampai kamu punya catatan kriminal!"
"Aku nggak bakal ngelakuin kayak gitu! Lagian aku kelihatan kayak orang yang bakal ngelakuin itu!?"
"Nggak sih. Tapi, justru karena kamu kelihatan nggak bakal ngelakuin itu, makanya aku curiga. Biasanya orang yang pendiem itu kalau marah serem loh."
"Yah, emang sih ada yang kayak gitu... Tapi nggak, aku nggak bakal ngelakuin itu. Sumpah deh."
"Ngomong-ngomong, Akari itu kalau marah serem loh. Hati-hati ya."
"... Iya, aku hati-hati."
Aku cuma bisa ngangguk-ngangguk denger peringatan Subaru yang kayaknya serius banget.
Tapi kayaknya dia nggak marah sih.
Malah kayaknya dia seneng banget.
Kalau dia beneran seneng sama kebahagiaan Akari, bukan cuma bercanda atau pura-pura, ya aku harus tanggung jawab juga sebagai cowoknya.
"Lagian, Motomu tetep Motomu sih. Kamu kan payah soal cewek, jadi aku nggak khawatir... Eh, apaan sih!? Kamu harusnya bikin aku khawatir dong!? Emangnya adikku nggak menarik apa!?
"Tiba-tiba ngamuk kenapa sih!?"
Subaru langsung minum cafe latte-nya kayak mau nenangin diri.
Labil banget sih...!
(Tapi ya, seenggaknya sampai ujian masuk Akari selesai, kita bakal LDR-an, jadi nggak bakal macem-macem lah.)
Akari sekarang lagi sibuk belajar buat ujian masuk.
Liburan udah lewat, sekarang dia harus fokus belajar buat ujian awal tahun depan.
Aku seneng banget bisa jadian sama dia. Tapi, aku nggak boleh sampe bikin dia keganggu gara-gara aku──
"Oke! Kalau gitu, sebagai senior yang udah punya pacar, aku bakal kasih kamu wejangan yang berguna banget!"
"Hah?"
Tiba-tiba Subaru ngomong dengan nada ceria.
"Gini deh, Motomu sekarang itu kayak orang yang nggak punya pengalaman masak, tapi disuruh jadi ketua tim pengembangan menu baru."
"Analoginya susah dimengerti banget..."
"Dulu aku juga banyak susahnya... Kayak gimana cara manggilnya, terus pas jalan bareng, boleh nggak sih langsung megang tangan, atau harus minta izin dulu, gitu!"
Subaru ngomong panjang lebar dengan semangat.
Masalah megang tangan sih belakangan... tapi masalah panggilan ya. Itu agak bikin penasaran.
Aku manggil dia Akari-chan, dan dia manggil aku senpai, tapi apa itu bakal berubah ya?
"Aku mau nanya nih, kamu manggil Hasebe-san gimana?"
Hasebe Nanami. Pacarnya Subaru yang dia kenal di kampus, dia juga temenku.
Tapi, karena kita sama-sama kenal dia, aku nggak mau denger cerita yang terlalu pribadi...
"Ya jelas dong, Honey, Darling."
"......"
Aku baru sadar kalau nanya serius ke Subaru itu percuma.
"Kamu sih terserah, tapi Hasebe-san kayaknya bukan tipe yang kayak gitu deh."
"Hahaha, itu karena kamu belum pengalaman pacaran. Inget ya, cinta bisa ngerubah orang. Nanami-chan kalau lagi berdua juga..."
Aduh, mulai deh cerita pamernya.
Kayaknya buat Subaru, istilah "cinta itu buta" lebih cocok daripada "cinta bisa ngerubah orang".
Sejak Subaru jadian sama Hasebe-san, dia selalu cerita panjang lebar tentang hubungan mereka.
Hari ini nelpon berapa lama lah, makan siang bareng di kantin kampus lah, ketemu mata pas kuliah lah... Jujur aja, itu semua nggak penting banget, dan biasanya aku suka sebel dengernya, tapi...
(Kayaknya dia bahagia banget...)
Ngelihat Subaru cerita tentang Hasebe-san dengan bahagia, aku jadi nggak tega gangguin dia.
Aku tahu dia udah lama pengen punya pacar, dan sebagai temen, ya aku harus dukung dia... meskipun aku cuma bisa jadi pendengar.
Mungkin karena sekarang aku juga punya pacar, makanya aku bisa ngertiin.
"Kenapa sih, Motomu, senyam-senyum sendiri?"
"Hah? Emang aku senyum ya?"
"Iya, dikit. Cuma sahabat kayak aku yang bisa nyadar... Jangan bilang kamu lagi ngayal tentang Akari ya!?"
"Nggak lah!?"
Aku langsung nolak tuduhan Subaru.
Baru juga mau ngertiin dia, eh malah digituin!
Tapi, sebenernya aku lega karena Subaru masih sama kayak dulu.
Kalau aku kehilangan sahabat yang udah nemenin aku dari masuk SMA cuma gara-gara pacaran sama Akari... itu pasti bakal jadi beban berat buat aku.
Mungkin dia juga berusaha buat ngertiin perasaanku, tapi tetep aja aku ngerasa diselamatkan sama dia.
Sifat perhatian kayak gini mirip sama Akari.
Itu salah satu hal baik dari mereka yang bikin aku kagum dan nyaman ada di dekat mereka.
"Ya udah, kalau ada masalah, cerita aja ke aku. Kan aku ini senior kamu yang udah punya pacar duluan, dan kakak ipar kamu yang paling ngerti Akari."
"Oke, kalau ada apa-apa aku bakal minta bantuanmu... Eh, Subaru? Tadi kayaknya ada yang aneh sama cara kamu ngomong 'kakak ipar' deh..."
"Hahaha! Perasaanmu aja kali!"
Kayaknya ada maksud tersembunyi di balik tawa Subaru.
Biasanya kalau dia kayak gini, pasti dia lagi mikir yang aneh-aneh, atau lagi nyiapin rencana buat ngerjain aku.
Tapi, kalau aku paksa tanya, biasanya aku yang kena batunya.
Aku cuma bisa ngehela napas sambil senyum kecut.
"Jadi... Motomu, itu aja kan yang mau kamu omongin?"
"Eh? Oh, iya."
"Kalau gitu, sekarang giliran aku!"
"Hah?"
"Tunggu bentar ya!"
Subaru langsung berdiri dan jalan cepet ke arah kasir.
Beberapa menit kemudian...
"Maaf lama!"
"Subaru, kamu bawa apaan...?"
Ternyata Subaru bawa cafe latte lagi.
Tapi, ukurannya beda.
Bukan medium kayak yang aku beli tadi. Ini ukuran tall, atau lebih besar lagi...!?
"Ini juga ada nih. Tenang aja, aku yang bayar kok!"
Cafe latte-nya gede banget sampai nutupin yang lain, tapi kayaknya ada cookies, scone, sandwich, dan lain-lain.
Banyak banget, kayak dia mau nongkrong lama di sini...
"Oke, Motomu-kun. Cerita dong."
"A-apaan...?"
"Ya jelas lah! Aku mau tahu kamu suka apa dari Akari!"
"Hah!?"
Jangan-jangan cafe latte sama makanan ini buat itu...?
"Sadar juga! Pertanyaannya udah berubah jadi interogasi!"
"A-apa-apaan!?"
Kayaknya buat Subaru, sekarang baru mulai yang sesungguhnya.
Ya, kalau inget Subaru itu sayang banget sama adiknya, harusnya dari tadi dia udah nanya macem-macem.
Waktu giliranku tadi, dia sengaja ngalah buat ngehormatin aku, tapi sekarang pas giliran dia, dia mau ngekepung aku biar nggak bisa kabur.
"Tapi, nggak kebanyakan nih makanannya!?"
"Hehehe... Kalau ngomongin Akari, makanan sebanyak apa pun nggak bakal cukup!... Tapi, dompetku sih udah menjerit kesakitan..."
"Ya kan di sini mahal."
Aku jadi penasaran pengen lihat bonnya... tapi nggak juga sih... lagian dia udah bilang mau bayarin. Ya udahlah, ngalah aja sama Subaru.
"Jadi, hari ini kamu nggak bakal bisa kabur. Aku bakal jelasin panjang lebar, detail, dan mendalam tentang semua hal yang bikin Akari itu imut! Pertama-tama... gimana kalau aku cerita tentang waktu aku kelas 5 SD pas liburan musim panas!"
"Kamu yang cerita...?"
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.