Cerita Pendek Bonus Edisi eBook
“Konser dalam Ruangan pada Suatu Malam”
“Ah… capeknya…”
Itu terjadi setelah aku, Makura-san, dan Uyama-san berolahraga bersama di dalam kamar.
Yang kami lakukan adalah sebuah tarian latihan otot yang pernah Makura-san ajarkan kepada Uyama-san sebelumnya. Tarian ini, katanya, bisa melatih seluruh otot tubuh.
Kami meniru gerakan dari video yang diputar di televisi, dan meskipun tampak menyenangkan, gerakannya sangat berat. Begitu selesai, aku langsung terjatuh dan duduk di lantai kelelahan.
“Gakudou-kun, kamu baik-baik saja?”
Makura-san mengambil sebotol air dan memberikannya kepadaku. Aku bersyukur dan langsung membuka tutupnya, meneguk setengah isi botol dalam satu tarikan napas.
“Wow, seperti orang yang baru saja tiga hari hidup di gurun pasir dengan makanan kue bolu kering, dan akhirnya diberi air lagi,” canda Makura-san.
“Contohnya agak sulit dimengerti, sih,” balasku.
“Ya, aku sedang menggambarkan betapa parahnya kondisi mulut kering.”
“Tak perlu diet ekstrem di gurun pasir, cukup menari ini di kamar sudah bikin mulut kering.”
“Benarkah?”
Makura-san menoleh dengan wajah polos. Padahal dia menari bersama kami, dan bahkan gerakannya lebih kuat dan penuh energi dibandingkan dengan milikku.
Seolah menjawab pikiranku, Uyama-san yang tengah mengelap keringat di dahinya dengan handuk tiba-tiba ikut berbicara.
“Hebat ya, meski selalu terlihat malas, senpai masih punya stamina sebesar itu.”
“Aku setuju. Pergerakanmu tak seperti seorang ‘guru besar’ dari sekte kemalasan,” aku menimpali.
Wajah Makura-san tiba-tiba tampak terkejut.
“Aduh, aku lupa kalau aku baru saja banyak berolahraga.”
Dia segera duduk di tempat tidur, lalu berbaring dengan santai.
“Apa yang kamu bilang? Kamu kelihatan sangat menikmati tadi,” sahutku.
“Yah, begitu musik mulai, tubuhku bergerak sendiri…”
Mendengar percakapan kami, Uyama-san tiba-tiba tampak berpikir serius, dengan jarinya menyentuh dagu.
“Ada apa?” tanyaku.
Namun sebelum aku sempat bicara lebih jauh, dia tiba-tiba mendongak.
“Tubuhku bergerak sendiri.”
Dia segera mengambil remote TV dan dengan cepat mengetik kata kunci ‘Shichininnokobitochan’ di kotak pencarian.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Makura-san.
“Senpai! Kamu pasti ingat lagu ini, kan? Single debutmu! Lagu ini pasti tertanam dalam hati dan tubuhmu!”
“Eh, tunggu—!”
Video konser ‘Shichininnokobitochan' mulai diputar di TV.
Di layar, terlihat Makura-san di masa lalu, mengenakan kostum merah putih yang penuh dengan aksen renda, berdiri di tengah panggung dengan sorotan lampu dan senyum cerah.
Aku secara reflek menatap Makura-san yang asli di sampingku. Uyama-san juga memperhatikan hal yang sama.
“Tunggu sebentar! Aku gak mau menari! Aku sudah capek!” Makura-san dengan cepat menggelengkan kepalanya.
“Sambil berkata begitu, tubuhmu bergerak sendiri, kan?” goda Uyama-san.
“Tidak akan gerak! Tadi aku kebawa suasana karena kita sedang olahraga dan musiknya familiar, makanya tubuhku otomatis mengikuti. Tapi sekarang, aku sudah mode off.”
Makura-san berkata sambil menekan wajahnya ke bantal di tempat tidur.
“Yah, Koyuna-senpai, nggak seru banget sih,” ujar Uyama-san sambil manyun.
“Terserah apa katamu. Selamat tidur.”
“Wah, dia beneran mau tidur!”
Aku melihat ke arah layar televisi. Di sana, Makura-san yang dulu sebagai idol menari penuh energi, sementara di sebelahku, Makura-san yang sekarang adalah ‘guru besar kemalasan’. Kontrasnya benar-benar luar biasa.
“Tolonglah, senpai! Sebentar saja!”
“Tidak mungkin.”
“Mmm... aku nggak bisa memaksa, sih. Tapi aku benar-benar berharap bisa melihat senpai menari lagi setelah sekian lama...”
Uyama-san menundukkan kepala dengan ekspresi sedih, menggigit bibir bawahnya. Mendengar suara sendu itu, Makura-san melirik sedikit ke belakang.
Lagu tersebut sudah sampai di bagian interlude yang panjang.
“...Karena sudah pemanasan, mungkin aku bisa menari sedikit,” gumam Makura-san.
Uyama-san langsung mengangkat wajahnya dengan semangat.
“Hanya kali ini. Ini yang terakhir, oke?”
“Ya, tentu!”
Memang, Makura-san sebenarnya adalah senior yang perhatian dan baik hati.
Makura-san berdiri dan melakukan pemanasan ringan, mengangkat paha dan memutar tubuhnya sebentar. Saat bagian terakhir dari lagu mulai mengalun, dia mulai menari.
“Wah...”
Uyama-san berdecak kagum, dan aku juga menahan napas tanpa sadar.
Luar biasa. Di dalam ruang yang sempit ini, gerakan lengan Makura-san begitu dinamis. Setiap gerakannya tajam, putarannya tanpa celah, dan langkahnya sempurna.
Dia menggoyangkan pinggul, menunjuk ke depan, dan tersenyum sambil membuat tanda peace ke samping. Gerakannya tidak kalah dengan yang ada di video, benar-benar selevel idol Makura-san yang dulu.
Dia tidak kehilangan sentuhan sama sekali…
Setelah menyelesaikan bagian terakhir dari lagu dengan sempurna, dia tetap berpose hingga lagu berakhir. Ketika musik berhenti, dia menghela napas pendek dan berbalik menghadap kami.
“Begini cukup, kan?”
Uyama-san yang terpesona, tiba-tiba sadar dan berkedip beberapa kali.
“A-a-aku akan bayar berapapun! Terima kasih banyak!”
Dia buru-buru merogoh tasnya untuk mengambil dompet.
“Eh, jangan, jangan! Aku cuma menari sedikit. Lagi pula, kamu juga kan idol seperti aku, Kuruha-chan.”
“Tapi, tapi! Aku merasa sudah menonton sesuatu yang sangat luar biasa!”
Uyama-san berusaha menarik uang dari dompetnya, sementara Makura-san dengan panik menghentikannya. Pemandangan ini sungguh aneh.
Namun, aku setuju dengan apa yang dikatakan Uyama-san.
“Melihatnya dari dekat benar-benar luar biasa. Terima kasih.”
Ketika aku berkata begitu, Makura-san menatap wajahku sebentar, lalu tersenyum dengan bangga.
“Hehe.”
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.