Shiotaiou no Sato-san ga Ore ni dake Amai V2 Chap 2

Ndrii
0

Chapter 2

Kucing,Laut dan Cerita Cinta



Satu minggu yang terasa sangat panjang. Meskipun terasa memalukan seperti anak kecil, aku benar-benar merasakan arti dari menunggu dengan penuh harapan. Merasakan suasana kelas yang bersemangat karena jadwal pelajaran yang berubah menjelang liburan musim panas, hari itu terasa sangat lama.

 

Namun akhirnya, hari yang dinanti-nanti datang. Liburan musim panas yang dinanti-nantikan—dan hari yang dijanjikan! Tapi...

 

"…Apa yang sebenarnya aku lakukan?"

 

Sambil bergumam, aku mendengar suara ‘puff’ di belakangku saat kereta berangkat. Kereta yang anehnya sangat pendek itu melaju di antara pepohonan yang hijau dan akhirnya menghilang ke dalam kegelapan terowongan. Kereta berikutnya di stasiun tanpa petugas ini akan datang kira-kira satu setengah jam lagi.

 

“Ha~~~~~”

 

Aku menghela napas panjang sambil memeriksa jam tangan. Berapa kali pun aku melihatnya, waktu menunjukkan pukul 7 pagi lewat sedikit, dan masih ada hampir dua jam sebelum waktu yang dijanjikan dengan teman-temanku.

Sungguh, rasanya seperti “apa yang kau lakukan“. Namun, aku akan menjelaskannya meskipun terasa memalukan. Karena terlalu bersemangat tentang pergi ke pantai bersama Sato-san, aku terbangun pagi sekali (lebih tepatnya hampir dini hari). Dan begitu terjaga sepenuhnya, aku berpikir, 'Apa yang harus aku lakukan?', lalu terlintas ide ini.

 

“Ya, aku akan naik kereta pagi dan menunggu di Stasiun Midorikawa lebih awal!”

 

Seperti yang Kalian ketahui, karena kurang tidur, pikiranku sedikit kacau. Jadi, aku baru menyadari kebodohanku itu hanya dua stasiun sebelum sampai di Midorikawa.

 

“Apa yang akan aku lakukan dengan tiba di Midorikawa pagi-pagi begini?”

 

──Midorikawa adalah tempat wisata terkenal. Laut yang jernih berwarna zamrud dipilih sebagai salah satu keajaiban alam negara, dan pada musimnya, pengunjung dari dalam dan luar prefektur datang untuk berenang. Mobil-mobil yang berjajar di tepi jalan sudah menjadi pemandangan musim panas.

 

Namun, sebaliknya, tidak ada apa-apa selain itu. Hanya ada stasiun tak berawak yang terintegrasi dengan jalan perhentian, sebuah observatorium, dan beberapa penginapan yang terabaikan di sepanjang jalan. Tidak ada minimarket atau supermarket, bahkan menemukan mesin penjual otomatis saja sangat sulit.

 

Jadi, aku terdampar di tempat seperti itu pada pukul tujuh pagi.

 

“Pusat informasi buka... jam 10, ya... Itu wajar.”

 

Melihat jam buka yang tercetak di pintu otomatis, aku merasa sangat kecewa. Di dalam pusat informasi, ada ruang makan sederhana (yang mengklaim dirinya sebagai kafe). Aku berencana untuk menghabiskan waktu di sana, tetapi tampaknya itu tidak mungkin.

 

Lagipula, datang ke "Kanami" pagi-pagi begini juga akan merepotkan nenek Kanami.

 

“...Lebih baik aku melihat laut saja.”

 

Akhirnya, itu satu-satunya hal yang bisa kulakukan. Aku menghela napas panjang dan dengan enggan mulai berjalan.

 

Aroma laut yang menyusup melalui hidungku, suara camar dari kejauhan, dan bendera penginapan yang berkibar oleh angin laut. Sambil berjalan, terhanyut dalam nostalgia melihat Midorikawa yang tidak berubah, aku...

 

“...Eh?”

 

Napasku terhenti. Rasa kantuk yang lenyap seketika, seolah dunia itu berhenti sejenak. Karena, melihat sesuatu yang begitu indah adalah pertama kalinya dalam hidupku.

Aku menatap dengan tajam dan menyebutkan namanya.

 

“Sato-san...”

 

Itu adalah pemandangan yang sangat aneh. Sato-san ada di Midorikawa, tempat yang semuanya seperti ingatan masa kecilku.

 

Sato Koharu, mengenakan topi jerami, berdiri di tepi laut hijau zamrud dengan gaun putih yang melayang tertiup angin, menatap laut dengan ekspresi lesu. Meskipun hanya itu yang dilakukannya, rasanya seperti hanya dia yang diberi warna di tengah pemandangan sepia, dan aku merasa seperti sedang bermimpi. Aku terdiam sejenak di tempat itu.

 

Sementara tubuhku membeku, pikiranku berputar cepat. — Gaun one-piece. Sato Koharu mengenakan gaun one-piece. Perasaan nostalgia yang mendominasi pikiranku sebelumnya seketika tergantikan oleh lengan putihnya yang tampak mulus.

 

"Wow……"

 

Tanpa sadar, suaraku keluar. Tampaknya gaun itu telah membuat IQ-ku menurun sekitar 100 poin. Ini tidak bisa dihindari! Sato-san + topi jerami + gaun one-piece putih yang sejuk untuk musim panas! Transparansi, kesucian, dan sesekali keanggunan Sato-san — semuanya terasa sangat sempurna! Aku bahkan hampir berpikir bahwa seorang malaikat turun dari langit di depanku!

 

……Aku langsung mengerti bahwa koordinasi itu pasti merupakan kerja Mayo-san. Aku merasakan setengah rasa terima kasih dan setengah rasa kesal, karena……

 

"uu……" Aku tidak bisa berbicara! Aku yakin bahwa jika aku menghadapi Sato-san secara langsung sekarang, akan terjadi bencana. Penampilan gaun Sato Koharu sangat menghancurkan.Dengan tubuhku yang kaku, hatiku berputar dalam kepanikan seperti badai. Ada yang harus menolongku!!

 

──Mungkin teriakan hatiku yang sangat memalukan ini sampai ke langit. Kondisi kaku yang tampaknya akan berlangsung selamanya (hanya aku yang kaku) akhirnya terpecahkan dengan cara yang tidak terduga. Wajah samping Sato-san yang seindah porselen tiba-tiba melengkung, dan dia menguap besar……

 

"Fuwaa……"

 

──Dia menguap besar seperti kucing yang tidak peduli pada orang lain. Melihat dia menggosok matanya, aku menyadari bahwa ekspresi lesunya hanya karena dia mengantuk, dan aku tidak bisa menahan tawa, "……pfft."

 

Kemudian, Sato-san perlahan menoleh dan melihatku, matanya yang mengantuk terbuka lebar, dan dia mengerang ke belakang dengan lebar.

 

"O, Oshio-kun!? "

 

Aku tidak bisa menahan senyumku melihat reaksi standarnya. Ketegangan yang aku rasakan sebelumnya hilang.

 

"……Selamat pagi, Sato-san. Kamu datang sangat pagi, ya."

 

"Eh, ahh, itu, ak…… aku baru datang kok!!"

 

Kalimat klise ini muncul keluar dari mulutnya, tapi dia mengatakannya dengan terbata-bata. Dan mungkin merasa malu dengan hal ini, dia memerah dan menggenggam ujung dress-nya, yang sangat khas dari dirinya.. Ini membuat semua kekhawatiran dan ketegangan sebelumnya terasa konyol.

 

Benar, aku dan Sato-san saling suka—artinya, Sato-san juga bersama denganku.

 

"Pukul berapa kamu tiba dengan kereta?"

 

"ke…… kereta yang barusan datang tadi……"

 

"Aku juga datang dengan kereta itu."

 

Sato-san, dengan bibirnya yang cemberut malu, perlahan-lahan mengatakan, "……bohong, aku datang dengan kereta pertama……" dan langsung menjadi merah seperti sedang mengeluarkan uap.

"Jadi…… maksudku……karena aku terlalu bersemangat……"

 

"……Akhirnya malah bergadang?"

 

Sato-san, yang hanya mengangguk kecil, menatapku.

 

"Ngomong-ngomong, kamu ngapain aja?"

 

"……Melihat laut……"

 

"Ya, hanya itu yang bisa dilakukan," jawabku sambil tersenyum.

 

Karena rasa malu, aku tidak mempermasalahkan penggunaan bahasa formal yang agak aneh yang muncul dari waktu ke waktu. Sebagai gantinya, aku berdiri di samping Sato-san, sambil memandang laut hijau emerald, dan...

"Fuwa..."

 

Aku mengeluarkan menguap besar, berusaha menyaingi Sato-san. Aku sendiri merasa ini adalah menguap yang mengesankan, bahkan Sato-san yang tadinya terus menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya.

TLN : sama gw juga ngantuk,terpantau jam 21:00 WIB,mana besok senin dan shigoto shigoto

 

Lalu aku, seperti yang Sato-san lakukan sebelumnya, menggosok mataku yang mengantuk sambil tersenyum kepadanya.

 

"Sebenarnya aku juga seperti itu, sih. Saking menantikan pantai, aku tidak bisa tidur sama sekali. Akhirnya,jadi kurang tidur."

 

"Eh..."

 

"Kalau begini terus, aku akan tertidur. Jadi, apakah kamu mau ngobrol sampai yang lain datang?"

 

Mungkin ada kekuatan misterius dalam menguap. Sato-san yang sebelumnya tampak malu-malu, seketika wajahnya cerah dan berseri,

 

"Y-ya! Ayo mengobrol!"

 

Dia menjawab dengan ceria dan polos, seperti seorang anak kecil.

 

...Memang, Sato-san benar-benar lucu. Saat itu aku masih belum bisa mengatakan kalau aku merasa malu, tapi...

 

"Ah."

 

Aku melihat sesuatu di belakang Sato-san dan mengeluarkan suara. Sebelum Sato-san sempat berbalik, sesuatu itu melompat dengan lincah, menyela di antara aku dan Sato-san.

 

Seekor kucing putih yang gemuk.

 

"Wow, kucing!"

 

"Ngomong-ngomong, banyak juga kucing liar di Midorikawa, ya..."

 

Aku ingat sering bermain dengan kucing liar saat aku sering mengunjungi Midorikawa. Mungkin karena Midorikawa adalah daerah pantai dan juga perikanan yang ramai?

 

Bagaimanapun, Sato-san melihat kucing putih itu dengan mata berkilau dan berkata...

 

"Lucu banget...!"

 

"Benarkah? Aku agak meragukannya."

 

Aku tidak membenci hewan, malah sebaliknya, aku suka hewan. Namun, kucing ini entah kenapa... memiliki ekspresi sangat sombong.

 

Terlihat sekali seperti "Aku sudah hidup di pedesaan ini, aku tidak akan memberi pujian untuk manusia." Kucing ini penuh dengan sifat liar dan jauh dari kesan "lucu" yang umumnya disematkan pada kucing.

 

Namun, sepertinya bagi mata Sato-san yang bersinar, kucing ini tampak sangat menggemaskan...

 

"...Aku ingin mengelusnya."

 

"Eh?"

 

"Bolehkah aku mengelusnya!? "

 

Sato-san berbicara dengan semangat seolah-olah akan menggigit jika tidak mendapat izin.

 

"Ya, aku rasa tidak apa-apa..."

 

"Yeay! Kalau begitu...!"

 

Tanpa menunggu lama, dia langsung berjongkok dan meraih kucing putih itu.

 

Namun,

 

"Eh?"

 

Kucing itu menghindar.

 

"Eh, tunggu..."

 

Kucing itu masih menghindar.

 

"Hanya sekali saja, kumohon...!"

 

Kucing putih itu tidak mau membiarkan satu pun bulunya tersentuh. Meskipun Sato-san terus mengejar dengan frustrasi, kucing itu bergerak dengan gesit, menghindari semua usaha itu.

 

Lalu, seolah-olah tidak tertarik, kucing itu menoleh ke arah kami dan menguap besar.

 

Sombong sekali...!

 

"......! ......!"

 

Sato-san yang melihat ke arahku, menggembungkan pipinya seperti ikan fugu dan mulai mengeluarkan protes tanpa suara.

 

Aku tersenyum kecut sambil mengeluarkan ponselku dan berkata, 

 

"Bagaimana kalau kita mencoba untuk mengambil foto?" 

 

"....Oshio-kun, kamu jenius!!" 

 

Sambil mengolok-olok kami yang tengah melakukan percakapan konyol ini, kucing putih itu sekali lagi menguap besar.

 

── Sosial media dan kucing memang sangat cocok. 

 

Secara umum, (meskipun mungkin agak aneh mengatakan hal ini tentang makhluk hidup) kucing terlihat menarik di foto. 

 

Ada berbagai teori mengenai hal ini, tetapi melihat betapa banyaknya gambar kucing menggemaskan di internet, mungkin semua orang hanya merasa lelah. Namun, meskipun banyak gambar, mengambil fotonya itu tidak selalu mudah. Sebenarnya, memotret kucing adalah hal yang cukup sulit. 

 

Alasannya sederhana—kucing itu bergerak.

 

"Ah!? 

 

Ketika suara "cekrek" dari aplikasi kamera berbunyi bersamaan dengan teriakan Sato-san.Kucing putih itu sepertinya memalingkan muka dan mulai mencuci wajahnya dengan kaki depan tepat saat rana ditekan. 

Sekali lagi,Gagal.

 

"…!" 

Sato-san memandang layar ponselnya yang menampilkan gambar buram kucing putih selama beberapa detik, lalu menoleh ke arahku dengan tatapan mata lembab seolah memohon sesuatu. 

 

…Apa yang bisa kukatakan? 

 

"Ya, siapa pun yang melakukannya, hasilnya mungkin akan sama… bukan karena Sato-san yang tidak bisa…" 

 

Aku mencoba menghibur dengan kata-kata yang aman, tetapi Sato-san tampaknya sangat tidak puas dan mencibir dengan bibirnya.

 

"Di Minstagram, semua orang bisa memotret dengan baik…" 

 

"Perbedaan antara kucing liar dan kucing peliharaan adalah bagaimana mereka terbiasa dengan manusia." 

 

"…" 

 

"Selain itu, karena mereka adalah makhluk hidup, tentu ada preferensi mereka sendiri… yah, kucing ini tidak tampak benar-benar membenci kita karena tidak melarikan diri…" 

 

"…Aku juga ingin." 

 

"Apa?" 

"Aku juga ingin memotretnya…!" 

 

Ekspresi Sato-san sangat serius. Mungkin salah satu ekspresi paling serius yang pernah kulihat.

 

"Bagaimana pun juga…" 

 

Aku melirik kucing putih itu. Ia, dengan tubuhnya yang gemuk, berbaring santai di atas aspal yang retak, sambil menjilat-jilat kaki depannya dengan tenang. Ekor yang berkibas seakan-akan mengejekku.

 

…Semakin lama kulihat, semakin terlihat sombong kucing ini.

 

"…Aku juga tidak begitu mahir dalam memotret makhluk hidup." 

 

"Walaupun lebih baik dariku!" 

 

"Ya, mungkin itu benar…" 

 

Setelah menjawab tanpa berpikir, aku baru sadar dan menatap Sato-san. 

 

── Ini buruk, aku sama sekali tidak waspada. 

Kalimat yang tidak hati-hati ini membuat kemarahan Sato-san beralih ke arahku! 

"Ah… Sato-san, itu tadi…" 

 

"…Jadi, memang aku tidak pandai memotret." 

 

Aku hampir saja mengatakan bahwa aku tidak mengatakannya, tetapi aku menahannya. 

 

Karena Sato-san menggigil dengan bahu yang tampak seperti hampir meledak, dan berkata, 

 

"—O-oke! Aku akan mengajarimu cara memotretnya!" 

 

"Serius!?" 

 

Ekspresi Sato-san tiba-tiba menjadi cerah. 

 

…Jangan-jangan ini adalah rencananya…?

 

Meskipun aku merasakan sedikit keraguan terhadap perubahan yang tampak seperti sulap ini, aku merasa lega karena badai telah berlalu. Aku harus mengumpulkan kembali pikiranku.

 

"Sebagai permulaan, aku harus bilang kalau sebenarnya aku tidak terlalu ahli dalam hal ini," aku mengatakan sambil berusaha menenangkan suasana, lalu beranjak ke belakangnya.

 

"Huh?"

 

Sato-san mengeluarkan suara bingung, namun aku merasa yakin bahwa jika aku ragu-ragu sedikit saja, aku pasti akan kalah oleh rasa malu. Jadi, aku segera memeluknya dari belakang dengan lengan terentang.

 

Dengan tangan menutup di atas ponsel dan menopangnya, aku menyadari bahwa wajah Sato-san berubah merah dengan cepat.

 

"O... Oooooo, Oshio-kun!?"

 

Sato-san berteriak spontan dan mencoba berbalik. Namun, ketika ia menyadari seberapa dekat wajah kami, ia membeku di tempat. Napas panasnya menyentuh punggung tanganku, membuatku hampir kehilangan kendali, tetapi aku berhasil menahan diri dengan logika.

 

Pergilah pikiran kotor, Pergilah pikiran kotor...

 

Aku mencoba untuk menenangkan diri sebelum dia bisa mengucapkan sesuatu, mengucapkan kalimat yang sama seperti hari itu.

 

"… Lebih mudah mengajarinya jika kita melihat layar yang sama, kan? Lagipula, Sato-san belum bisa mengatur fokus."

 

Ya, ini adalah situasi yang persis sama dengan hari itu. Saat aku dan Sato-san pertama kali bertemu di cafe tutuji dan aku mengajarinya cara memotret. Namun, melihat kembali hari itu, aku benar-benar merasa terkesan dengan diriku sendiri.

 

Setelah satu kali, bahkan dua kali, aku rasa yang ketiga pun tidak masalah. Jadi aku memutuskan untuk mencobanya sekali lagi, tetapi ini benar-benar memalukan.

 

Kenapa aku bisa melakukan hal seperti ini di hari itu? Apakah otakku benar-benar hancur karena terlalu gugup?

 

Bagaimanapun juga, ini... sangat memalukan!

 

"…"

 

Kesunyian di antara kami semakin memperburuk rasa malu. Wajahku yang memerah karena malu, kucing yang menguap dengan bosan, burung camar di kejauhan, matahari musim panas, Sato-san yang bergetar, dan aroma manis sampo yang tertiup angin laut...

 

Rasanya logika terakhirku bergetar hebat.

 

...Hentikan! Jangan berpikir aneh, Oshio Souta! Aku hanya mencoba mengambil foto kucing bersama Sato-san!

 

Konsentrasi seperti biasa, konsentrasi seperti biasa... Fokus pada layar ponsel...

 

"… Pertama, saat memotret hewan, sesuaikan dengan ketinggian pandangan."

 

"—Hyaah!?"

 

Hampir bersamaan dengan kata-kataku, Sato-san mengeluarkan teriakan tinggi dan melompat kaget. Karena sangat mendadak, aku juga tanpa sadar berteriak, merasakan jantungku berdebar.

 

"Ke, kenapa tiba-tiba, Sato-san...!?"

 

"Ka, karena... di telingaku, suara Ooshi-kun..."

 

Sato-san terdiam, memutar kata-kata dengan tidak jelas. Tapi aku bisa menebak apa yang ia maksud dan wajahku semakin merah.

 

"…!"

 

Untungnya Sato-san masih menghadap ke depan.

 

Pergilah pikiran kotor, Pergilah pikiran kotor, Pergilah pikiran kotor...!

 

Aku terus-menerus mengulanginya dalam pikiranku, lalu melanjutkan penjelasan.

 

"Ja, jangan terlalu sering menggunakan flash, itu buruk bagi mata kucing dan pencahayaan alami lebih baik untuk suasana."

 

Sato-san mengerutkan bahunya sedikit dan membungkuk sedikit. Mungkin karena merasa sangat malu, ia berusaha menahan suaranya, tetapi napas panasnya menyentuh lenganku, membuatku hampir kehilangan kesadaran.

 

Ini berbahaya, ini sangat berbahaya, Serius...!

 

"Jadi, saat memotret hewan dengan mata besar seperti kucing, pastikan untuk fokus pada mata dan menangkap cahaya agar foto terlihat sangat hidup. Ini disebut 'catch light'!"

 

"Y-yang benar…?"

 

Suara gemetar dari Sato-san terdengar.

 

"Anak kucing itu sama sekali tidak mau menoleh ke sini…"

 

Ya, kucing putih yang penting itu tampak sepenuhnya fokus pada perawatan bulunya, dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan menoleh. Yang bisa ditangkap oleh lensa smartphone hanya bagian belakang kepala kucing yang gemuk yang bergerak naik turun secara teratur. Dengan kondisi seperti ini, foto tidak bisa diambil.

 

Jika foto tidak bisa diambil, tentu saja, kita harus tetap dalam posisi ini. Namun, mendengar suara putus asa dari Sato-san yang dekat membuatku sudah melebihi batas kesabaran.

 

── Oleh karena itu, aku memutuskan untuk menggunakan trik tersendiri.

 

"Sato-san, kamu yang ambil foto, ya…!"

 

Aku menarik napas dalam-dalam, menutup tenggorokan, membulatkan lidah, dan kemudian──

 

"Nyahh!"

TLN : Miawww,When yh ayang Koharu ngeluarin jurus Miawwwnya :v

 

Aku meniru suara meong kucing dengan segenap tenaga.

 

Karena itu, kucing putih yang tadinya sangat fokus pada merawat bulunya langsung mendongak dan menoleh ke arah kita.

 

Dan datanglah momen yang sangat tepat untuk mengambil foto──

 

"Sato-san, ambil foto sekarang!"

 

Namun, Sato-san tidak menekan tombol shutter. Bahkan dia tidak melihat layar smartphone.

 

Dia menoleh ke arahku dengan ekspresi heran dan bingung, seolah-olah terkejut.

 

"…Eh?"

 

"…"

 

"Sato-san?"

 

"…"

 

"Kenapa diam saja dan menatap ke sini…?"

 

"…Ulangi."

 

"Hah?"

 

"U-ulangi   lagi, tolong!? Yang tadi, ulangi lagi!!"

 

Tiba-tiba, Sato-san yang tadinya malu berubah menjadi sangat bersemangat, seperti kucing yang sangat ceria, dan semakin mendekat.

 

Sekarang, tatapan matanya yang hitam besar terbuka lebih lebar dari pada kucing dan bersinar sangat cerah. Ini adalah contoh catch light yang nyata.

 

──Kenapa Sato-san lebih tertarik daripada kucingnya?!

 

"Ne-ne-ne-ne!! Oshio-kun! Tolong sekali lagi! Tolong lakukan lagi yang tadi! Sekarang aku akan merekam video!!"

 

"Enggak mau!! Foto yang kita ambil ini kan untuk kucing!!"

 

"Kumohon, ayolah, please!! Karena tadi sangat mirip dengan kucing!! Kali ini aku akan merekam video!!"

 

"Benar-benar enggak mau!!"

 

Aku mencoba melarikan diri. Sementara itu, Sato-san, sepertinya sudah terpicu oleh sesuatu, terus mendekat untuk tidak melepaskanku.

 

Namun karena kami berdua dalam posisi jongkok yang tidak stabil, kaki kami tersandung──

 

"Wow!?"

 

"Hya!?"

 

Kami kehilangan keseimbangan, aku jatuh telentang, sementara Sato-san jatuh menimpaku.

 

Dengan dampak tumpul dan pandangan yang menjadi warna langit, aku baru menyadari── sejak kapan ada seorang gadis yang menatap kami dari belakang?

 

"…"

 

Dia tampaknya seumuran dengan aku dan Sato-san. Rambut pirangnya yang cerah diikat di belakang dengan ponytail. Dia memiliki mata yang tajam dan sedikit mencurigakan, kulit kecokelatan, dan mengenakan T-shirt dengan celana pendek denim yang terlihat sangat praktis untuk bergerak.

 

Melihat anting kecil yang berkilau di telinganya, aku secara otomatis teringat pada kata ‘Yankee’ yang sudah ketinggalan zaman.

 

Dia menatap kami, yang masih terbelit, dengan nada rendah penuh ketidakpercayaan.

 

"…Apa yang kalian lakukan pada kucingku dari tadi?"

 

Aku dan Sato-san saling memandang.


ARCH Official

"Tinggal di daerah terpencil itu memang tidak enak, terutama di pinggir pantai. Serius deh, benar-benar gak enak,"

 

-----Murasaki Madoka.

 

Wanita berambut pirang yang memperkenalkan dirinya dengan nama itu berkata dengan nada rendah sambil membelai punggung kucing putihnya. Kucing putih itu tergeletak di aspal dengan perut buncitnya yang penuh, memperlihatkan ekspresi santai.

 

"Tak ada minimarket, tak ada game center. Bahkan untuk membeli satu baju saja harus berkendara selama 30 menit ke Sakurabama. Rambut jadi rusak karena angin laut, ditambah lagi disaat musim ini, orang-orang yang ceria berkumpul dan ribut siang malam tanpa henti. Aku rasa mereka tidak menganggap tempat ini sebagai tempat tinggal mereka," lanjutnya sambil menatap tajam kepada kami.

 

Sato-san, di sisi lain, sudah sepenuhnya masuk ke mode "pemalu" dan benar-benar meringkuk di belakangku. Murasaki-san menatapnya sejenak sebelum mengeluarkan satu hembusan napas panjang.

 

"Leo."

 

"…Ya?"

 

"Leo, nama kucing ini."

 

"Leo…"

 

Aku menatap kucing putih itu lagi. Meskipun tidak tampak gagah seperti nama itu, itulah namanya.

 

"Dan kalian?"

 

"Hah?"

 

"Nama kalian, kami kan sudah memperkenalkan diri."

 

Kucing itu mengeluarkan suara rendah, seolah setuju dengan kata-kata Murasaki. Aku baru sadar kalau aku belum memperkenalkan diri.

 

"Ah, aku Oshio Souta, kelas dua SMA."

 

"Ah, ternyata kita seumuran. Jadi, jangan pakai bahasa formal, rasanya aneh."

 

"Eh?"

 

"Yang di sana?"

 

Tanpa menghiraukan betapa terkejutnya aku, dia menunjuk ke arah Sato-san yang semakin gemetar. Sato-san, dengan suara yang sangat keras dan pecah, berteriak,

 

"Koharu! Sato Koharu!"

 

Suaranya sangat nyaring sehingga hampir merusak telinga kami, tapi itu sudah usaha yang baik dari Sato-san. Dia sepertinya mengumpulkan semua keberaniannya dan segera bersembunyi di belakangku lagi.Sementara itu, Murasaki-san hanya berkata, "Hmm," dengan nada yang tidak terlalu tertarik, dan bertanya lagi,

 

"Kalian ke sini untuk berenang di laut?"

 

"Kurang lebih begitu."

 

"Yah, kalau bukan karena itu, tidak mungkin kalian datang ke tempat terpencil seperti ini."

 

Aku merasa sedikit kesal dengan cara Murasaki-san yang menyebut tempat ini sebagai "daerah terpencil." Aneh rasanya, meskipun aku sering mengatakan "daerah terpencil," aku masih merasa ingin membela tempat ini ketika orang lain meremehkannya.

 

"Tapi, Alasan dari kunjungan ini juga untuk pulang kampung."

 

"Pulang kampung?"

 

Murasaki-san tampak mulai tertarik, matanya membesar.

 

"Kalian dari Midorikawa?"

 

"Tak sepenuhnya benar, tapi nenek buyut kami masih menjalankan penginapan di sana. Namanya 'Kanami,' apakah kamu tahu?"

 

"Ah!"

 

Murazaki menepuk tangannya dengan ceria.

 

"Oh, jadi kalian kerabat dekat *Kana-ba! Kenapa tidak bilang dari awal!"

TLN : semacam sebutan buat orang yg udh kenal,kayak “Aoi onee-chan dipanggil Aoi-nee”

 

Suaranya tiba-tiba ceria, dan dia mendekat sambil menepuk-nepuk punggungku. Rasanya sakit, dan jarak yang dekat ini terasa sangat asing. Sato-san, di sisi lain, terlihat sangat terkejut, matanya bergetar seperti tikus.Namun, tampaknya dia sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu.

 

"Jadi, Souta, apakah kamu sudah bertemu Nenek Kana?"

TLN : Lebih enak pake nenek kana,lebih gampang dipahami soalnya

 

Aku sedikit bingung dengan panggilan Akrab itu, tetapi aku mencoba menjawab.

 

"Ah, tidak, sebenarnya kami tiba terlalu awal, jadi aku pikir akan merepotkan jika langsung ke penginapan, jadi kami belum pergi ke sana…"

 

"Hah? Kenapa harus begitu? Jangan terlalu ragu, kau kan cucunya."

 

"Yah, Nenek Kanami sebenarnya adalah saudari dari nenekku…"

 

"Ah, ribet sekali. Ayo, aku akan membawamu ke sana. Nenek Kana pasti senang."

 

"Eh, eh, tunggu…!?"

 

Aku tiba-tiba dipeluk di bahu dan dibawa pergi secara paksa. Saat itu, dada besar Murasaki-san yang terasa menempel di punggungku melalui kaos…

 

"Eh!?"

 

Suara aneh yang keluar bukan dari aku, tentu saja bukan dari Murasaki-san juga. Suara itu berasal dari mulut Sato-san yang menggigil di belakang.

 

"…Heeh?"

 

Murasaki-san tampaknya terkejut dan menoleh dengan mata membulat. Aku juga menoleh dan melihat Sato-san, yang sekali lagi menggigil, lalu berlari kecil seperti tikus. Dia dengan cepat memasuki celah antara aku dan Murazaki-san, berdiri di atas jari kaki untuk meraih bahuku, dan dengan suara hampir tidak terdengar, dia berbisik,

 

"I-itu, jangan begitu…"

 

Aku menutup mulutku karena malu. Alasannya… Aku memilih untuk tidak menjelaskan dengan jelas.

 

Murasaki-san menatap Sato-san yang berusaha dengan susah payah merangkul bahuku dan kemudian tertawa terbahak-bahak, berkata,

 

"Menarik sekali, pacarnya Souta."

 

Sambil melihat Sato-san yang melilit bahuku dengan posisi yang canggung, Murasaki-san memberiku tepukan kuat di punggungku.

 

"Haha, tidak perlu khawatir, aku tidak akan memakanmu. Tapi kalau begitu, aku serahkan tugas memandu jalan kepadamu. Emm... Koharu?"

 

Sato-san menatap Murasaki-san dengan mata yang berkaca-kaca, terlihat sangat takut, lalu mengangguk pelan. Sekali lagi, ini merupakan usaha besar dari dirinya.Sebagai bukti, tubuhnya yang semakin menempel padaku terasa panas dan bergetar kecil… situasinya jadi semakin buruk.

 

"M-Murasaki-san, bagaimana hubunganmu dengan nenek Kanami?"

 

Aku mencoba mengalihkan perhatian dengan bertanya kepada Murasaki-san. Dia awalnya terlihat bingung sejenak, lalu tertawa ceria seperti menemukan sesuatu yang lucu.

 

"Kalau kau adalah kerabat dekat Nenek Kana seharusnya mengetahuinya, di desa kecil ini, semua orang saling kenal, tau."

 

"…Oh, begitu."

 

"Ngomong-ngomong, aku kerja paruh waktu di dekat jalan ke stasiun, dan aku baru saja mau berangkat kerja. Tapi masih ada waktu sebelum buka, jadi aku akan ikut. Ayo, cepatlah."

 

Sepertinya aku tidak punya banyak pilihan. Murasaki-san terus berjalan menuju Kanami tanpa menghiraukan keluhanku.Melihat ekor kuda kuda Murasaki-san yang bergoyang, aku merasakan sensasi aneh.

 

…Entahlah, meskipun ini pertama kalinya aku bertemu dengannya, rasanya tidak seperti pertama kali. Meskipun pasti ini pertama kalinya aku bertemu Murasaki-san, entah kenapa, aku merasa sudah mengenal seseorang yang memiliki aura mirip dengannya. Seseorang yang tidak terlalu jauh, sangat dekat…

 

…Ah, mungkin hanya perasaanku saja.

 

Lebih penting lagi, kami harus segera menuju Kanami. Saat aku hendak berbicara pada Sato-san yang masih merangkul bahuku…

 

"Eh!?"

 

Aku tidak bisa menahan teriakan terkejut. Karena Sato-san, dengan wajah merah menyala seperti batu bara yang dipanaskan, mengeluarkan uap dari kepalanya.

 

"Ah, tidak perlu memaksakan diri sampai segitunya…!"

 

"…"

 

Akhirnya, aku harus membantu Sato-san yang pingsan dan membawanya ke Kanami.

 

Kanami adalah salah satu penginapan yang terletak di sepanjang pantai Midorikawa. Dari luar, tampaknya hanya sebuah rumah biasa, tetapi di depan toko terdapat tiga bendera bertuliskan "Sedang Beroperasi," "Kerang Laut," dan "Set Menu Sashimi," yang berkibar tertiup angin laut. Pada papan nama, tertulis "Penginapan Kanami" dengan huruf-huruf yang memudar.

 

"... Tidak banyak berubah sama sekali."

 

Melihat tampilan penginapan Kanami yang tidak berubah sama sekali dalam sepuluh tahun terakhir, rasa nostalgia muncul, dan aku membisikkan sebuah komentar sendirian.

 

"Ini adalah tempatnya Oshio-kun..."

 

Sepertinya Sato-san juga memiliki perasaan tersendiri. Ketika aku melihat ke samping, Sato-san menatap Kanami dan menghela napas dengan penuh perasaan. Reaksi ini membuatku merasa senang, dan aku kembali menatap Kanami.

 

... Benar-benar, tidak ada yang berubah. Dinding luar berwarna krem yang memudar, tirai hitam, dan pintu kaca yang kusam. Aku masih tidak bisa percaya bahwa nenek Kana akan menutup tempat ini...

 

Saat aku merenungkan hal ini, Murasaki-san berdiri di depan pintu kaca dan dengan tiba-tiba mengangkat kaki kanannya...

 

"Yosh!"

 

Dengan suara gemeretak kaca yang membuatku dan Sato-san terlonjak kaget, aku tidak bisa merespons dengan cepat. Ternyata, Murasaki-san dengan sengaja menendang pintu kaca. Rasa nostalgia yang tadinya ada seketika lenyap.

 

"Uh, sedikit lebih ke kanan..."

 

Murasaki-san tampaknya tidak menyadari reaksi kami yang terkejut. Dia perlahan-lahan menarik kaki kanannya lagi.

 

"Kamu ngapain?!"

 

"Eh?!"

 

Aku secara refleks melompat ke arah Murasaki-san dan memeluknya dari belakang. Murasaki-san tampaknya terkejut, tetapi aku merasa jauh lebih terkejut!

 

"Hei! Ada apa tiba-tiba?!"

 

"Kenapa Kamu tiba-tiba menendang pintu rumah orang!"

 

"Bodoh! Ini...! Dan lepaskan aku sekarang!"

 

Murasaki-san berusaha melepaskan diri dari pelukanku, tetapi usahanya malah memperburuk keadaan.

 

"Ah──"

 

Seperti yang diperkirakan, kaki kami saling bertumpuk, dan kami kehilangan keseimbangan secara besar-besaran.

 

──Jatuh!

 

"Oshio-kun?!"

 

Di dalam pandangan yang miring ke belakang, aku melihat Sato-san berlari menuju kami, tetapi tidak ada waktu yang cukup.

 

Aku terjatuh di bawah Murazaki-san dan mengeluarkan erangan kecil, sementara Sato-san yang terlambat akhirnya menimpa Murazaki-san, dan aku harus mengeluarkan erangan lagi.

 

Dengan demikian, terciptalah tumpukan bodoh di depan pintu masuk Kanami.

 

... Dari luar, pasti terlihat sangat konyol.

 

"Oshio-kun... kamu baik-baik saja?"

 

"Ya, aku baik-baik saja, Sato-san... Tapi akan lebih baik jika kamu segera bangun..."

 

"Aduh... Kenapa kamu tiba-tiba memelukku?!"

 

Aku mendapatkan sikut tajam di bagian samping dari Murazaki-san yang terletak di atas. Aku mengerang kesakitan. Memang, meskipun dalam keadaan darurat, tindakan tiba-tiba memeluk seorang gadis remaja mungkin tidak pantas, tetapi ini terasa sangat tidak adil.

 

"Padahal, semuanya berawal dari kelakuan aneh Murasaki-san..."

 

“Bukan begitu! Pintu "Kanami" itu susah sekali dibuka, jadi harus diberi tendangan dulu...

 

Saat itu, penjelasan Murasaki-san terputus oleh suara berderak yang tidak menyenangkan, dan pintu kaca itu jatuh dari tempatnya. Ketika aku melihat ke atas dari tumpukan sandwich yang berada di bagian bawah, terlihat seorang wanita tua yang sedang memandang kami dari atas.

 

“Ah...!

 

Aku tak bisa menahan suaraku. Badannya yang membungkuk, kulitnya yang gelap dan penuh keriput, serta rambut putih yang dikumpulkan di atas kepala. Namun, tatapan matanya yang kuat—tidak salah lagi!

 

“Nenek Kanami!”

 

—Hingga aku sempat mengatakan itu, tangan keriputnya sudah menghantam kepalaku. Karena tulangnya yang menonjol, terasa sangat sakit.

“Aduh....”                                       

 

Saat aku bergelut kesakitan, nenek Hanami memandangku dengan penuh ketidakpedulian dan mengeluarkan suara mendengus seperti penyihir sambil berkata,

 

“Kan kubilang dari dulu, aku bukan nenekmu”

 

“Bibi Kanami”

 

”Bagus”

 

……Nenek Kanami, atau lebih tepatnya Bibi Kanami. Kebiasaannya yang aneh untuk tidak ingin dipanggil nenek tampaknya masih ada hingga kini.


Miru Project

Kemudian, nenek Kanami menatap Murasaki-san dengan tajam…

 

“Aduh!”

 

Dia memberi pukulan pada kepala Murasaki-san, yang sudah menjadi pirang karena pewarnaan rambut yang memudar dan rambut asli yang tumbuh. Suara tumpul yang terdengar seperti memukul semangka penuh dengan daging itu begitu keras.

 

“Kenapa, kenapa kamu melakukan itu, nenek?!”

 

“Masih pagi udah bikin keributan! Dan aku bukan nenekmu, gadis kecil! Aku adalah Kanami-obasan!”

 

Murasaki-san menunjukkan giginya dan tampak marah, tetapi nenek Kanami juga tidak kalah. Dengan semangat yang tidak bisa dipercaya untuk seorang wanita tua, nenek Kanami menanggapi Murasaki-san dengan semangat yang sama.

 

Jika Murasaki-san tidak terjatuh di bawah tumpukan sandwich, mereka pasti sudah bertengkar sekarang!

 

Bagaimana ini? Aku khawatir karena kabar tentang penutupan Kanami… ternyata nenek Kanami sangat energik!

 

“Oh?”

 

Di tengah-tengah adu mulut yang hampir memunculkan percikan api, nenek Kanami tiba-tiba melihat Sato-san yang tertutup oleh Murasaki-san.

 

Sato-san, yang sejak lama sudah bergetar kecil, merasakan tatapan nenek Kanami dan langsung menjerit pendek, “Hii!” sambil melindungi kepalanya. Dia sepertinya berpikir bahwa dia akan menjadi sasaran berikutnya.

 

Namun, tidak demikian. Nenek Kanami mengamati Sato-san dengan teliti, lalu berkata, “Ah!”

 

“Kamu Koharu-chan, ya!”

 

Setelah itu, nenek Kanami memeluk Sato-san dengan kekuatan yang luar biasa dan mengangkat tubuhnya. Sato-san sama sekali tidak bisa melawan, dan terlihat seperti anak kucing yang diangkat oleh nenek Kanami.

 

“Ya, benar, aku Koharu…”

 

Setelah Sato-san menjawab dengan suara gemetar, ekspresi nenek Kanami berubah cerah. Senyumnya yang lebar sangat kontras dengan wajah marahnya sebelumnya.

 

“Wah, wah, wah! Terima kasih sudah datang jauh-jauh kesini! Kamu mirip boneka, sangat lucu! ——Selamat datang di ‘Kanami’, Koharu-chan!”

 

──Ini adalah situasi yang sangat serius.

 

Meskipun aku baru pertama kali menggunakan ungkapan "sangat serius," di situasi ini memang benar-benar dalam keadaan darurat. Aku, Sato Koharu, benar-benar berada dalam keadaan terdesak.

 

Suara kerincingan cangkang kerang yang kosong menggelinding ke dasar mangkuk yang warnanya sudah memudar. Saat aku menatap mulut cangkang kerang yang kosong itu, aku sampai berpikir, "Aku ingin masuk ke dalam cangkang itu," saking putus asanya aku.

 

Di depan aku saat ini, duduk di seberang meja…

 

"Koharu...."

 

"Ah, iya!? "

 

Saat namaku dipanggil tiba-tiba, Aku langsung mengangkat wajahku dengan ekspresi kaget. Ternyata, dia yang duduk bersila di seberang meja menatapku dengan tatapan tajam. Sebenarnya, mungkin dia hanya mengarahkan tatapannya ke arahku, tapi karena tatapannya yang tajam, Aku merasa seolah-olah dia sedang mengintimidasiku.

──Murasaki Madoka.

 

Entah kenapa, saat ini aku duduk berhadapan dengan dia di ruang tatami di penginapan Kanami. Bahkan keberadaan Oshio-kun dan pemilik penginapan, Kanami-san, pun tidak ada di sini.

 

Ini semua karena setelah insiden sandwich, Kanami-san memaksa Oshio-kun untuk membantunya dengan pekerjaan berat dan membawanya pergi entah kemana. Jadi, kini hanya ada kami berdua.

 

Aku, yang sudah dikenal pemalu, sekarang harus menghadapi orang yang tampaknya menakutkan seperti dia… Rasanya seperti diriku yang beberapa puluh menit lalu bersemangat dengan "Musim panas,dan pantai" adalah sebuah kebohongan.

 

Tolonglah aku, Oshio-kun…

 

"…"

 

Suara angin meniup lonceng angin, suara deburan ombak dari luar jendela, dan teriakan camar, serta suara cangkang kerang yang bergulir lagi. Apakah waktu ini akan terus berlanjut selamanya…

 

Saat aku berpikir begitu, Murasaki-san, dengan tusuk gigi di mulutnya, berkata dengan suara rendah yang terdengar sedikit tidak puas.

 

"Gak mau nyobain?"

 

Tatapan Murasaki-san mengarah pada mangkuk lain yang ada di tengah meja. Katanya, itu adalah cangkang kerang yang dimasak dalam kuah, seperti yang dikatakan oleh Kanami-san. Dia meninggalkannya dengan penuh, mengatakan "Kalian berdua makan saja."

 

"Rasanya enak loh."

 

Murasaki-san berkata sambil menggerakkan dagunya sedikit, seolah-olah menyuruhku untuk segera makan. Aku membalas dengan senyum yang kikuk.

 

"Ah, Jangan pedulikan aku… Murasaki-san saja yang makan semuanya. Ahahaha…"

 

"Mana mungkin satu orang bisa makan sebanyak ini."

 

Aku gagal dalam berusaha untuk sopan. Aku langsung menutup mulut dengan ketat. Aku merasa bangga karena tidak sampai menangis.

 

"Lagipula makan sendirian rasanya canggung, makanlah."

 

“Iya....”

Ini seperti pemaksaan…

Untuk menghindari memprovokasi lebih jauh, Aku mengikuti permintaannya dan dengan hati-hati mengambil salah satu cangkang kerang dengan jari. Ukurannya sedikit lebih besar dari ibu jari saya. Bentuknya mirip dengan es krim yang berputar, seperti cangkang kerang yang sangat jelas.

 

Sejujurnya, bagiku yang hanya pernah makan kerang kecil dan kerang asari, penampilan kerang ini cukup menakutkan. Aku merasa seperti akan makan siput.

 

… Sebenarnya, bagaimana cara memakannya? Sepertinya ada penutup di bagian mulut cangkangnya…

 

"Eh, ehm…?"

 

Aku memeriksa benda itu dengan hati-hati dari berbagai sudut. Bagiku, menyentuhnya dengan tangan kosong adalah tindakan yang memerlukan keberanian. Namun, melihat reaksinya, wajah Murasaki-san semakin menunjukkan ketidaksenangan...

 

"...Cepat makan saja."

 

"Tapi, ini baru pertama kali aku lihat...!"

 

"Ha~"

 

Dengan napas panjang yang dalam, aku semakin merasa tertekan. Rasanya seperti sedang dibully.

 

"Perhatikan baik-baik."

 

Murasaki-san mengambil satu kerang dari mangkuk dengan acak. Dengan gerakan yang terampil, dia menyelipkan tusuk gigi ke celah penutupnya, memutar pergelangan tangannya, dan...

 

Dengan cekatan, dia menarik daging kerang yang berwarna krem tebal dari dalam spiral itu hanya dengan satu tusuk gigi.

 

"Wow~!?"

 

Tanpa sengaja aku bertepuk tangan.

 

"Ini bukan hal yang hebat..."

 

Murasaki-san berkata dengan nada bosan, membuang cangkang kerang yang sudah terlepas dan memakan dagingnya. Lagi-lagi, satu kerang kosong jatuh ke dasar mangkuk.

 

"Paham kan?sekarang coba sendiri."

 

"Y-Ya!"

Aku mengangguk dengan penuh semangat. Walaupun penampilan kerang itu agak menakutkan, cara Murasaki-san menarik dagingnya dengan mudah tampak sangat memuaskan.

 

Oke, aku mau coba juga! Tapi saat aku mencoba menyontek teknik Murasaki-san dengan memasukkan tusuk gigi ke celah penutupnya,

 

"Ah."

 

Tusuk gigi itu patah dengan suara yang memalukan.

 

"Kenapa ya...?"

 

Aku mencoba lagi, tapi...

 

"Eh, kenapa?"

 

Tusuk gigi itu patah lagi.

 

"Apakah ini cukup sulit...!?"

 

"Apa yang kau lakukan... Jangan terlalu keras menariknya, tusuk gigi akan menembus dagingnya. Begini caranya."

 

Murasaki-san mengangkatnya dengan memutar pergelangan tangannya ke dalam.

 

"Begini?"

 

Dengan tusuk gigi ketiga, aku mencoba mengikuti gerakan Murasaki-san. Memutar pergelangan tangan seperti ini... Ah.

 

Krek, suara patah yang memalukan menandakan aku telah membuang satu lagi sumber daya yang berharga.

 

"Payah sekali."

 

"Tapi ini sulit...!"

 

Dan aku juga tegang karena Murasaki-san menatapku langsung!?

 

Sambil mengeluh dalam hati (karena takut), tiba-tiba...

 

"…Mau bagaimana lagi."

 

Murasaki-san menghela napas, mengambil satu kerang. Dengan keterampilan tusuk gigi yang sama, dia menarik daging kerang, membuang penutupnya, dan dengan tenang, menjulurkan daging kerang ke arahku.

 

"Nih," kata Murasaki-san sambil mengarahkan daging kerang ke mulutku.

 

"Eh? Eeehhh?"

 

Aku sangat bingung.

 

—Apa sebenarnya yang sedang terjadi?

 

Kenapa aku harus diberi makan oleh gadis yang baru aku kenal? Dan, apakah ini benar-benar 'a-nn'?

 

Rasa canggung dan bingung masih menyelimuti diriku, terlebih lagi dengan tatapan tajam Murasaki-san.

 

"…Cepat makan, ini cukup melelahkan."

 

Aku sudah tidak bisa berpikir jernih lagi.

 

"Y-Ya, terima kasih!"

 

Dengan tekad bulat, aku menggigitnya. Rasa daging kerang itu ternyata sangat lezat—kenyal, penuh rasa, dan sangat menyenangkan di mulut.

 

"Ini enak sekali, Murasaki-san!"

 

"Ya, makanlah lebih banyak."

 

Murasaki-san masih tampak dingin, tapi sepertinya dia senang dengan pujianku. Aku pun mencoba teknik yang sudah kupelajari. Dengan sedikit usaha, akhirnya aku berhasil menarik daging kerang keluar.

 

"Yay, aku berhasil!"

 

Melihat daging tebal yang akhirnya muncul dari dalam cangkang, aku tidak bisa menahan suara kegembiraan. Rasanya tiga kali lebih baik dari yang aku bayangkan! Dan ini lebih panjang dari yang diambil oleh Murasaki-san!

 

Di ujung daging berwarna krim ini, ada bagian yang tipis dan hitam memanjang dan melingkar. Aku tidak begitu paham, tapi sepertinya ini berarti bagian ujung spiral dari kerang berhasil diambil dengan sangat bersih, bukan? Karena perjuangan yang aku lalui, rasa kagumku jadi lebih mendalam.

Nah,langsung saja...

 

"Itadakimasu!"

"Oh, Koharu, itu……"

 

Murasaki-san sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi pada saat itu aku sudah memasukkan hasil tangkapanku ke dalam mulut. Ketika aku mencoba menikmati tekstur kenyal di gigi belakang seperti tadi, aku merasakan sesuatu yang aneh, sebuah tekstur yang lembek, dan kemudian……

 

"......"

 

Ada rasa tidak menyenangkan seperti menggigit pasir, diikuti oleh rasa pahit yang luar biasa, membuatku mengerutkan wajah. Amat pahit……! Ini mirip dengan ketika aku secara tidak sengaja memakan perut sanma saat kecil……!

 

Wajahku mengerut karena rasa pahit itu. Melihat ekspresiku yang menderita karena makanan tersebut, Murasaki-san pun tertawa terbahak-bahak.

 

"Aku sebenarnya mau bilang, tinggalkan ekornya. Mau minum air?"

 

"T-tolong..."

 

Aku mengucapkannya dengan suara kecil, lalu melihat Murasaki-san yang menuju dapur dengan rasa syukur. Dalam hati, aku merasa Murasaki-san adalah orang yang lebih baik dari yang kuanggap.

 

Tiba-tiba, saat aku terus mengolah kerang, Murasaki-san bertanya, "Jadi, Koharu, sudah sampai sejauh mana kamu?"

 

……Seberapa jauh?

 

Aku tidak mengerti maksud pertanyaannya, jadi aku hanya memiringkan kepalaku sambil memegang tusuk gigi. Murasaki-san, sedikit memerah, lalu mencondongkan tubuh dari meja dan mendekatkan wajahnya ke arahku……

 

"……Dengan pacarmu, katakan padaku."

 

"Pacar……?"

 

Pacar, pacar, pacar……? Dalam keheningan, setelah lonceng angin berbunyi tiga kali, akhirnya aku mengerti maksud kata-kata Murasaki-san.

 

"O, Oshio-kun bukan orang yang seperti itu!!"

 

"Hei, berisik!"

 

Murasaki-san menutup telinganya dengan ekspresi kesal. Meskipun aku secara refleks berteriak menyangkal, aku merasa ini tidak bisa dihindari! Murasaki-san yang tiba-tiba mengatakan hal aneh adalah salahnya! Ya, benar begitu.

 

"Jadi maksudmu…… kalian berpacaran, kan? Koharu dan Souta."

 

"Y-Ya, kami berpacaran, tapi……"

 

"Kalau begitu, sudah sampai mana kalian melakukannya?"

 

"Eh, itu……"

 

Aku terdiam, mulutku mengeluarkan suara tidak jelas. Murasaki-san, wajahmu sudah menakutkan, tolong jangan tatap aku dengan tatapan yang begitu menakutkan……

 

"Jelaskan."

 

"I-itu…… itu bukan hal yang bisa dibagikan kepada orang lain……"

 

"Katakan."

 

"Aku akan mengatakannya."

 

Dengan suara yang rendah dan menakutkan, aku akhirnya menyerah dengan kecepatan cahaya. Ternyata orang-orang seperti Murasaki-san memang tertarik dengan hal-hal seperti ini, ya……

 

Dengan prasangka seperti itu di hatiku, aku mulai menceritakan semua kejadian yang telah terjadi. Pertama kali bertemu Oshio-kun saat ujian masuk dan jatuh cinta kepadanya. Kemudian saat kami dikerubungi oleh kakak-kakak yang menakutkan di cafe tutuji,  Oshio-kun menyelamatkanku.

Sejak saat itu, kami mulai minum teh boba dan makan es roll bersama. Oshio-kun mengungkapkan perasaannya lewat telepon, dia berhasil meyakinkan ayahku untuk mengizinkan kami berdua naik sepeda bersama dan menonton kembang api. Dan di sana, aku menyatakan perasaanku──

 

Aku merasa malu di beberapa bagian sehingga wajahku merah padam, tetapi aku berhasil menyelesaikan ceritaku. Tentu Murasaki-san, karena dia seorang Yankee (prasangka), sudah banyak pengalaman seperti ini (prasangka), jadi ceritaku yang canggung tentang cinta mungkin terasa sangat membosankan……

 

Sambil memandang ke bawah, aku mengamati reaksinya. Namun, reaksinya ternyata tidak seperti yang kuharapkan.

 

"……"

 

Murasaki-san yang bersandar pada meja dengan pipinya merah padam, menundukkan pandangan ke bawah.

 

"……Eh? Murasaki-san?"

 

Aku melihat ke bawah untuk memeriksa wajah Murasaki-san, dan dia tiba-tiba sadar dan menaikkan suaranya.

 

"Jangan ceritakan hal yang bikin gatal!"

 

"Tapi Murasaki-san yang bilang untuk bercerita!"

 

"Berisik!"

 

Aku dihardik dan merajuk dengan bibir tersulut. Tidak adil, sangat tidak adil. Yankee itu memang menakutkan.

 

Ketika aku mengirimkan tatapan protes, mungkin sadar akan ketidakadilannya, Murasaki-san membersihkan tenggorokannya dengan satu batuk.

 

"Baiklah, aku mengerti bagaimana ceritanya, tapi maksudmu 'bukan seperti itu' itu apa? Dari yang kudengar, kalian berdua sudah…… menyatakan perasaan, kan?"

 

Aku langsung merasa tersentuh di titik yang sensitif dan menjadi kecil.

 

"……Kami belum benar-benar melakukan hal-hal yang seperti pasangan……"

 

"Ya tinggal lakukan saja."

 

"Tapi……"

 

Aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku dan mulutku terbata-bata. Aku merasa jengkel dengan ketidakberanian diriku yang tidak bisa mengungkapkan perasaanku. Mungkin orang seperti Murasaki-san yang berpengalaman akan merasa kasihan melihatku, dan mungkin akan dinasehati. Saat aku merosot, Murasaki-san perlahan membuka mulutnya.

 

"……Aku mengerti perasaan takut mengubah hubungan yang sudah ada, tapi berbagai hal akan berubah meskipun kita tidak suka. Jika kita terus berdiri di tempat, itu hanya akan berubah menjadi penyesalan."

 

"Murasaki-san……"

 

Melihat sisi wajahnya yang merenung saat memandang laut di luar jendela, aku merasakan sesuatu seperti sindiran dalam kata-katanya. meskipun sederhana, terasa jauh lebih meyakinkan daripada panduan cinta apa pun yang pernah aku lihat di internet. Mungkin Murasaki-san juga……

 

"……Mungkinkah Murasaki-san juga memiliki seseorang yang disukai?"

 

"ughh……"

 

Begitu kata "seseorang yang disukai" keluar, ekspresi wajah Murasaki-san langsung berubah. Radar cinta Koharu (self-proclaimed) juga merespons dengan kuat. Aku yakin!

 

Aku mencondongkan tubuhku dari meja seperti yang dilakukan Murasaki-san sebelumnya. Murasaki-san mundur karena merasa terancam, tapi aku tidak akan melepaskannya. Aku tersenyum lebar.

 

"Percakapan tentang cinta biasanya akan saling memberi dan menerima, ya?"

 

"……Seharusnya aku tidak mengatakan hal-hal yang tidak perlu."

 

Murasaki-san menghela napas dalam-dalam dan tampaknya dia menyerah. Dia mulai bercerita perlahan.

 

"Walaupun sebenarnya tidak ada yang bisa diceritakan, dulu…… ketika aku masih tinggal di Sakuraba, ada seseorang yang bikin aku penasaran."

 

"Murasaki-san, kamu berasal dari Sakuraba!?"

 

"Itu cerita lama. Akhirnya, sebelum aku naik ke SMP, karena pekerjaan orang tuaku, kami pindah ke sini, dan sejak saat itu aku tidak pernah bertemu dengannya lagi……"

 

"Masih suka kepadanya!? "

 

Aku berkata dengan mata berbinar-binar, tidak sabar. Wajah Murasaki-san menjadi sangat merah, hampir seperti tomat.

 

"J-Jangan bilang begitu bodoh! Orang seperti itu, aku tidak peduli lagi!"

 

"Hmm……?"

 

Aku tersenyum puas, mengerutkan bibirku dengan sengaja. Murasaki-san, dengan wajah yang masih merah, menggeram kesakitan.

 

Mungkin saja aku telah menemukan kelemahan tak terduga dari Murasaki-san, si Gadis yankee (prasangka)……!

 

"Sejujurnya, masihkah kamu suka padanya……?"

 

"A……! Jangan bercanda!"

 

Suara "pakan" yang keras terdengar saat tangan Murasaki-san menampar kepalaku.

 

Sakit!?

 

Aku memegangi kepalaku, mataku berair saat aku melihat Murasaki-san.

 

"Y-Yah, memang benar kalau Yankee suka main tangan……! Sebelum berbicara, tinju dulu……!"

 

"Ah!? Siapa yang kau sebut Yankee! Itu karena kamu yang terus-menerus menggodaku, sudah kukatakan aku tidak menyukainya lagi!"

 

Murasaki-san menggeram dan mengangkat tangannya lagi.

 

Jika ini terus berlanjut, aku akan dipukul sampai bodoh!

 

Pikiranku berpacu, dan aku cepat-cepat berteriak.

 

"──Tapi, kamu merasa menyesal, kan!?"

"U……!"

 

Aku bersiap untuk menangkis tamparannya, berkerut seperti kerang. Namun, tidak ada tanda-tanda tamparan berikutnya datang.

 

Dengan hati-hati aku membuka mata sedikit dan menatap ke atas, ternyata Murasaki-san masih membeku dalam posisi tangan terangkat. Ekspresi wajahnya saat itu sangat kompleks hingga sulit dijelaskan dengan kata-kata…

 

“Hmph!”

 

Akhirnya, Murasaki-san, dengan napas yang masih terengah-engah, duduk kembali dan kembali melanjutkan pekerjaannya mengupas kerang.

 

A-aku selamat…?

 

Suara kosong dari kerang yang berguling di dalam mangkuk hanya bergaung untuk sementara waktu.

 

Di tengah keheningan yang menyakitkan, aku bertanya dengan suara gemetar.

 

“...S-siapa orang itu? Seperti apa orangnya?”

 

“Eh!? Masih terus bertanya!?”

 

“Karena aku penasaran! Maafkan aku!”

 

Aku segera melindungi kepalaku dan membungkuk.

 

Saat aku masih gemetar, Murasaki-san tampaknya kehilangan semangat, menghela napas panjang.

 

“...Dia anak club sepak bola di kelasku yang paling cepat larinya, dia selalu memakai gelang di kaki.”

 

“D-dia keren…?”

 

“...! K-keren, iya, saat itu... tapi hanya waktu SD saja.”

 

“Jadi, kamu sudah suka dengannya sejak SD!?”

 

“Aku hanya penasaran, kok!”

 

“Maafkan aku! Hubungan kalian seperti apa!?”

 

“Kau terus-menerus meminta maaf tapi terus bertanya tanpa henti!“

 

Murasaki-san benar-benar marah, tampaknya akan menerkam kapan saja.

 

Aku gemetar ketakutan, berusaha membuat cangkang yang lebih keras, tapi mataku tetap menatapnya.

 

Tentu saja aku penasaran! Karena aku tidak punya teman, mungkin ini kesempatan terakhirku untuk berbicara tentang cinta dengan cewek seumuran!

 

...Mendengar perkataanku sendiri membuatku merasa semakin tertekan.

 

“...Kami tidak ada hubungan apa-apa, hanya teman lama. Kami sering bermain bersama karena kami akrab, tapi sekarang kalau dipikir-pikir... tidak, tidak apa-apa.”

“──Itulah cinta pertama ya!”

 

Aku memotong kata-kata Murasaki-san dengan bersemangat. Mendengar itu, terdengar suara retakan dari tangan Murasaki-san. Aku merasakan firasat buruk dan perlahan menurunkan pandanganku, dan ternyata Murasaki-san sedang memecahkan kerang dengan tangan kosong. Meskipun aku sebelumnya merasa bangga, sekarang wajahku langsung memucat.

 

Ini, jika aku terus melanjutkannya, bisa berbahaya bagi keselamatanku…

 

Menyadari hal itu, aku mulai mengupas kerang dengan canggung. Meskipun berbicara tentang cinta penting, nyawa lebih berharga. …Pada saat itulah terdengar suara keras dari arah pintu keluar.

 

Suara yang jauh lebih keras dari yang kukira membuatku terkejut, tapi Murasaki-san tampaknya sudah terbiasa dan berkata, “Ah, ada seseorang datang,” sambil berdiri dengan acuh tak acuh menuju pintu kaca.

 

Di balik kaca buram itu, tampak sosok empat orang.

 

“Eh? Tidak bisa dibuka… padahal kuncinya tidak ada…”

 

“Mungkin karena pintunya sudah tua? Terlihat sudah sangat tua.”

 

“Oi, Shizuku, jangan bicara seperti itu di depan toko.”

 

“Lalu bagaimana? Tunggu saja sampai pemilik toko keluar.”

 

“Tidak, sepertinya sudah hampir terbuka…”

 

Suara yang familiar ini…

 

Murasaki-san menggerutu dan berkata kepada keempat orang di balik kaca.

 

“Oi! Jangan dipaksakan membuka pintunya, nanti pintunya bisa rusak! Tunggu sebentar.”

 

Dengan mengatakan itu, Murasaki-san menendang pintu geser dengan ujung kakinya dan menariknya.

 

Kemudian, pintu kaca yang sebelumnya sulit dibuka kini terbuka dengan mudah…

 

“Pemiliknya sekarang sedang keluar, dan bahkan sekarang belum jam buka, jadi ada urusan apa…”

 

Setelah mengatakan itu, Murasaki-san melihat wajah orang yang berdiri di depannya dan membeku. Di depannya, berdiri sahabat Oshio-kun, yaitu Misono Ren-kun.

 

Di belakangnya, ada Shizuku-san, Mayo-san, dan Rinka-chan juga ada di sana.

 

“Yeppi! Kami teman-temannya Souta-kun! Maaf mengganggu, eh?”

 

Shizuku-san dengan ceria mengucapkan sapaan khasnya, namun dia berhenti tiba-tiba di tengah kalimat. Dan hal yang sama berlaku untuk Mayo-san dan Rinka-chan.

 

Kenapa? Itu karena semua orang mulai menyadari situasi yang aneh di depan mereka.

 

“……”

 

“……”

 

Mereka saling menatap tajam.

 

Entah kenapa, Ren-kun dan Murasaki-san saling menatap dengan tatapan tajam tanpa sepatah kata pun! Tatapan mereka sangat tajam hingga seolah-olah bisa memercikkan api!

 

Kekuatan tatapan mereka sangat menakutkan sehingga hanya dengan melihatnya saja membuat jantungku terasa berdegup kencang!

 

Eh, Ada apa tiba-tiba? Apakah ini pertengkaran? Apakah akan terjadi pertengkaran!?

 

“……Apa?”

 

Setelah beberapa waktu dalam ketegangan yang mencekam, Ren-kun akhirnya berkata dengan suara rendah.

 

“……Tidak ada apa-apa.”

 

Murasaki-san membalas dengan suara rendah yang tegas, kemudian dia pergi begitu saja melewati Ren-kun dan keluar dari Kanami.

 

Setelah Murasaki-san pergi, Shizuku-san yang berada di belakang Ren-kun menatap punggungnya dengan heran.

 

“……Eh──, apa-apaan ini? Ren, apakah kamu kenal anak itu? Kenapa dia tampak sangat marah?”

 

“Entahlah, aku tidak kenal.”

 

“Benarkah? Rasanya aku merasa pernah melihat anak itu di suatu tempat…”

 

“Mungkin hanya perasaanmu saja. Oh, itu Sato-san, Yeppi!”

 

Yeppi? Apa Ren-kun juga seperti itu?

 

Aku masih bingung sambil menjawab “Yeppi…?” dan tiba-tiba aku tersadar…

 

“Eh, bukan begitu!?”

 

Aku buru-buru tersadar dan panik berdiri dari tempat duduk.

 

“A-ada apa, Koharu?”

 

Rinka-chan bertanya dengan cemas tentang tindakanku yang tiba-tiba, tapi ini bukan waktunya untuk itu!

 

“Ma-maaf! Tunggu sebentar!”

 

Setelah meninggalkan pesan kepada keempat orang yang kebingungan, aku berlari keluar dari toko dan mengejar Murasaki-san.

 

Eh, sepertinya di sini…

 

Aku melihat punggung Murasaki-san yang membungkuk, duduk di tempat yang bisa melihat laut di belakang toko.

 

“Murasaki-san!”

 

Aku memanggil namanya dan berlari menuju ke arahnya. Saat itu, bahu Murasaki-san bergerak kaget.

 

“Ap-apa kamu baik-baik saja, Murasaki-san!? Ada yang aneh, kan…”

 

“……Tidak ada apa-apa.”

 

Murasaki-san menjawab dengan kasar tanpa menoleh ke arahku. Jelas sekali bahwa ada sesuatu.

 

“Ap-apa ada sesuatu yang mengganggumu? Apakah ada masalah dengan Ren-kun?”

 

Saat aku menyebut nama Ren-kun, bahu Murasaki-san bergerak kaget lagi.

 

“……Ternyata dia memang Ren, ya?”

 

Murasaki-san perlahan-lahan menoleh ke arahku dan berkata dengan nada lemah.

 

“……K-kenapa dia ada disini?”

 

Murasaki-san yang sebelumnya tampak tenang kini terlihat sangat malu. Suaranya penuh keraguan, dan pipinya merona merah muda. Tunggu, apakah Murasaki-san baru saja menyebut nama Ren?

 

──Sinyal radar Koharu-ku sangat kuat kali ini!

 

Tata letak dan reaksi Murasaki-san seolah-olah dia sudah mengenal Ren sejak dulu. Dan ekspresi ini!

 

Ini adalah ekspresi seorang gadis yang jatuh cinta—dan begitu aku menyadarinya, potongan puzzle di dalam diriku langsung cocok dengan sempurna!

 

“J-jangan-jangan!? anak laki-laki yang Murasaki-san sebutkan tadi, yang kamu sukai sejak dulu, itu Ren-kun……!”

 

“B-bodoh!”

 

Ketika aku mencoba memamerkan teori detektifku, Murasaki-san melompat ke arahku dan menutup mulutku dengan paksa.

 

Namun, reaksinya membuktikan bahwa tebakanku benar.

 

“Mmph…! T-tunggu───! Ternyata ada kebetulan seperti ini!? Hebat! Aku jadi deg-degan juga!”

 

"Di,Diam! Kalau dia mendengarnya, bagaimana?"

 

"Tapi ini adalah takdir! Tidak mungkin aku bisa bertemu dengan orang yang aku suka di tempat seperti ini──"

 

Aku terlalu bersemangat dengan perkembangan romantis ini.

 

Murasaki-san kemudian menggenggam pipiku dengan kuat dan memaksaku untuk diam.

 

Ketika terpaksa menghentikan ucapanku, aku hanya bisa mengeluarkan suara “gyu” yang bodoh dari celah bibirku yang mencuat.

 

"D-Dengar, Koharu, aku sudah bilang berkali-kali, aku hanya penasaran…! Dan itu adalah cerita dari waktu SD, mengerti? Kalau kau sudah mengerti, jangan bicarakan hal-hal yang tidak perlu…!"

 

Murasaki-san menghela napas panjang dan akhirnya melepaskanku.

 

Aku menatapnya dengan wajah memerah dan berkata…

 

"Murasaki-san── bolehkah aku memanggilmu Madoka-chan?"

 

“Tidak,ada apa dengan timing-nya!? Apa kamu meremehkan aku!? ”

 

“Karena kalau kita sudah berbicara tentang cinta, bolehkah aku memanggilmu dengan nama depan?”

 

“Cara pendekatanmu benar-benar gila! Ini bukan soal cinta! Semuanya sudah berakhir!”

 

“──Belum berakhir!”

 

Aku tak sengaja meninggikan suaraku.Melihat reaksi itu, Madoka-chan bahkan tampak terkejut dan kehabisan kata-kata. Aku melanjutkan..

 

“Belum berakhir! Karena Madoka-chan masih suka pada Ren-kun! Kamu melarikan diri karena kamu masih menyukainya!”

 

Madoka-chan menggigit bibirnya dengan frustrasi.

 

Aku sebenarnya tidak begitu mengerti tentang cinta. Namun, perasaan seorang gadis yang bertindak aneh di depan orang yang dicintai sangat aku mengerti.

 

Bagaimanapun, aku juga mengalami hal yang sama!

 

“Karena kesempatan sudah datang, ambillah! Madoka-chan sendiri yang bilang! Jika kamu menyerah, kamu akan menyesal!”

 

Madoka-chan pasti tidak pernah membayangkan kata-kataku akan kembali kepadanya seperti ini.

 

Madoka-chan menggerutu pelan.

 

“……Tidak mungkin.”

 

Dia berkata dengan suara lemah.

 

“Sudah hampir tujuh tahun sejak terakhir kali aku bertemu dengannya… Bahkan dia tidak ingat aku… Lihat reaksinya tadi. Apakah itu sikap yang menunjukkan dia mengenal teman lama?”

 

“U-uh……”

 

Aku tidak bisa berkata-kata dengan lembut saat seperti ini.

 

“Dan Ren itu…”

 

Madoka-chan mengakhiri kalimatnya dengan nada samar dan menundukkan wajahnya.

 

Di sini, aku mulai melihat Madoka-chan dalam cahaya baru.

 

Dia sama sekali bukanlah seorang yankee. Melihat ekspresi Madoka-chan yang gemetar saat berbicara dengan suara lembut, jelas bahwa dia adalah seorang gadis yang sedang jatuh cinta.

 

“……Dia sudah menjadi sangat tampan setelah sekian lama tidak bertemu… Apa itu? Seorang selebriti?”

 

Melihat Madoka-chan yang pipinya semakin merah, aku akhirnya tidak bisa menahan diri dan berteriak.

 

“──Tidak masalah! Madoka-chan itu cantik, dia pasti akan segera ingat!”

 

“C-cantik……!”

 

Madoka-chan semakin merah, dan itu sangat lucu.

 

Setelah beberapa kali membuka dan menutup mulutnya, Madoka-chan menunjuk ke ekor kuncirnya dan berkata.

 

“C-cantiknya darimana! Lihat! Karena angin laut, rambutku jadi berantakan! Dengan rambut seperti ini…”

 

“Tidak masalah! Aku akan meminjamkan peralatan untuk perawatan rambut kepadamu!”

 

“T-tunggu! Bahkan make-upku tidak memadai!”

 

“Untuk keadaan darurat, aku membawa set make-up!”

 

~~~~~! Kenapa kamu melakukan semua ini!?”

 

“Kalau sudah berbicara tentang cinta, kita adalah teman, kan!”

 

Aku memberikan senyuman terbaikku dan berkata dengan tegas.

 

Setelah itu, Madoka-chan sempat menatapku dengan tatapan menakutkan untuk sementara waktu, namun akhirnya seolah kalah dalam pertempuran, dia menunduk dengan bahu terkulai dan menghela nafas panjang, "Haaaa…"

 

Kemudian, dia menatapku dengan tajam dan berkata dengan suara rendah, "…Kamu malah memperhatikan masalahku?"

 

"Ugh."

 

Kali ini, aku yang menjadi sasaran serangan tajam. Tanpa kata-kata balasan, aku hanya bisa bergumam dengan kata-kata seperti "Ah" atau "Ugh" sambil terlihat kebingungan. Madoka-chan menggaruk kepalanya sambil berbalik pergi.

 

"Eh, Madoka-chan mau pergi ke mana!?"

 

"Ke mana? Kerja paruh waktu, kan? Aku bilang tadi."

 

"Oh, iya…"

 

Aku yang sebelumnya penuh akan semangat kini langsung merasa dingin dan malu setelah mendengar pernyataan Madoka-chan. Aku merasa sangat memalukan karena terlalu bersemangat dan melakukan hal yang konyol. Aku pikir, apa yang sebenarnya kulakukan dengan bersemangat berbicara tentang hal ini dengan gadis yang baru saja  kukenal…? Bahkan, aku merasa seperti telah memberikan nasihat cinta dengan nada tinggi!?

 

Melihat wajahku yang hampir terbakar malu, Madoka-chan sama sekali tidak menoleh ke belakang.

 

"…Daripada memikirkan orang lain, lebih baik pikirkan dirimu sendiri."

 

Hanya satu kalimat itu yang dia ucapkan sebelum meninggalkan tempat itu. Aku ditinggal di tempat yang teduh dan gelap di belakang gedung tersebut. Dari kejauhan, terdengar suara ombak dan burung camar.

 

"Hah… Hah… Ah, huh…? Sato-san, kenapa kamu di sini sendirian…?"

 

Saat namanya dipanggil, aku menoleh dan melihat Oshio-kun yang tampaknya kelelahan. Mungkin dia telah membantu Kanami-san dengan pekerjaan yang cukup berat. Ujung rambutnya yang lembut tampak basah karena keringat.

 

"Semuanya sudah tiba, jadi, Sato-san, mari kita kembali ke sana…"

 

"…Oshio-kun."

 

"Ya, ada apa…?"

 

"Aku… mungkin baru saja mendapatkan teman perempuan untuk pertama kalinya…"

 

Oshio-kun tampak bingung dengan matanya yang membesar.

 

"Oh, bagus dong…?"

 

"Aku akan berusaha keras!"

 

"Semangat ya…?"

 

Aku menggenggam tinju dengan penuh semangat dan mendengus, sementara itu Oshio-kun yang basah kuyup hanya memandangku dengan bingung sepanjang waktu.

 

 

 

Nenek Kanami adalah orang yang sangat berani sejak lama. Dia pernah membongkar gudang tua sendiri menggunakan palu selama beberapa hari, dan juga tidak ragu menghadapi kelompok pemuda preman. Banyak cerita tentang kebiasaannya yang tidak biasa.

 

Ini juga tampak jelas dari bagaimana dia, beberapa tahun setelah kedatangan cucunya—yaitu aku—menyerahkan pekerjaan berat sebagai bagian dari bantuan. Sebagai contoh, dia baru saja menyuruhku untuk membersihkan karat panggangan besar yang ada  di belakang penginapan hanya karena aku ingin membuat yakisoba.

 

Setelah berusaha keras dan hampir mengalami kram otot, akhirnya aku menyelesaikan pekerjaan tersebut dan kembali ke Kanami bersama Sato-san. Namun, di depan kami, pemandangan yang tak bisa dipercaya terbentang.

 

"—Hei, wajahmu tampan tapi tubuhmu kurus. Makanlah lebih banyak kerang, kerang."

 

"Ah, nenek, tidak usah, aku tidak terlalu suka kerang."

 

"Aku bukan nenekmu! Panggil aku Kanami-san."

 

"Kanami-san, biarkan saja adik nakal itu, aku akan makan semuanya! Ngomong-ngomong, ini cocok dengan bir! Kanami-san, tolong!"

 

"Hei, Shizuku, setelah menerima hidangan, beginikah sikapmu?…"

 

"Ya, ya, dua gelas."

 

"Tidak apa-apa…"

 

" Iyeeeeiiii! Kanami-san sangat dermawan! Bos! Cantik! "

 

" Satu botol ukuran Medium 750 yen ya "

 

" Pemeras! Pelit! Penyihir! "

 

"Itu harga tempat wisata, Gadis muda. Oh, Rinka-chan, aku akan menambahkan ramune untukmu "

 

" Ah, terima kasih…… "

 

Di antara empat orang—Ren, Rinka-chan, Shizuku-san, dan Mayo-san—tiba-tiba nenek Kanami yang sudah tua bergabung dengan mereka. Bahkan, mereka berlima duduk mengelilingi meja dan mengobrol dengan akrab sambil mengupas kerang.

 

……Sementara aku berada di bawah teriknya matahari, dengan gigih membersihkan karat, mereka tampaknya sudah akrab sekali.

" Aku sudah selesai membersihkan karat dari panggangan besi…… "

 

Saat aku berdiri di sana, merasa agak tidak puas, Kanami-san menyadari keberadaanku dan berkata dengan ceria.

 

" Ah, Souta, selamat datang kembali, kamu terlambat, sudah tidak ada kerang lagi "

 

" Eh!? "

 

Ini tidak mungkin!?

 

Aku buru-buru melihat ke dalam mangkuk. Di situ hanya tersisa cangkang kerang yang sudah kosong, menumpuk dengan berantakan.

 

Mangkuk kerang yang sudah lama aku tunggu-tunggu……

 

Aku menundukkan bahu dengan lesu dan menghela napas dalam-dalam. Sepertinya kekecewaanku juga sampai ke Sato-san……

 

" Ah, maaf, Oshio-kun! Aku tadi juga makan banyak……! Rasanya enak, jadi aku tidak bisa berhenti…… "

 

" Ahaha…… Tidak apa-apa, yang penting rasanya enak…… "

 

Walaupun begitu aku mengatakannya, perasaanku tetap terasa suram.

 

Ah, padahal aku hanya ingin mencicipi sedikit……

 

Saat aku memikirkan hal itu, tiba-tiba Rinka-chan membuka mulutnya,

 

" Ka, kamu sangat ingin makan itu? "

 

Dengan nada suara yang bergetar, dia bertanya.

 

Kenapa dia bertanya seperti itu? Pikirku sambil menatapnya……

 

"Eh?"

 

Rinka-chan mengarahkan kerang yang sudah ditusuk dengan tusuk gigi ke arahku.

 

Aku terdiam, tidak bisa memahami situasi ini dengan baik.

 

Rin-chan, dengan senyum canggung di wajahnya, berkata, "Si, sini biar kusuapi... Oshio-san..."

 

Pada saat itu, entah mengapa, aku merasa bahwa mata Shizuku-san dan Mayo-san berkilau dengan tajam.

 

"Ri-Rinka-chan!?"

 

Ngomong-ngomong, suara itu adalah suara Sato-san. Namun, Rinka-chan tampaknya tidak mendengarnya sama sekali, terus saja mengulurkan kerang yang dikupas dengan tangan yang bergetar. Tatapan orang-orang berkumpul, Sato-san yang tampak "au-au" dari belakang.

 

...Apa ini?

 

Aku masih bingung, tapi aku membalas tatapan Rinka-chan dan meletakkan tangan di kepalanya.

 

Saat itu, Rinka-chan terkejut dan bahunya menggigil, jadi aku merasa mungkin aku terlalu memperlakukannya seperti anak kecil. Namun, aku tetap tersenyum dan menjawab, "Terima kasih sudah memperhatikanku. Tapi tidak apa-apa kok, itu untuk Rinka-chan."

 

"T-Tapi Oshio-san, kau suka ini kan...?"

 

"Aku bisa makan kapan saja, jadi tidak masalah. Lagipula, karena aku suka, aku ingin Rinka-chan yang memakannya."

 

"Heh...?"

 

"Kadang-kadang kita ingin merekomendasikan sesuatu yang kita suka kepada orang lain, jadi jangan ragu."

 

"...Ba-baik... Baiklah, terima kasih, maafkan aku..."

 

Rinka-chan wajahnya memerah dan menarik kerang yang diulurkannya. Itu bagus. Rasanya agak memalukan jika seorang gadis SMP yang sedang tumbuh harus memberikan makanan kepada seorang siswa SMA karena sebuah kerang.

 

Lagipula, mengatakan bahwa senang jika orang lain menyukai sesuatu yang kita suka adalah perasaan yang tulus.

 

Namun...

 

"...Kenapa kalian tersenyum-senyum begitu?"

 

"Oh, tidak ada apa-apa."

 

Dengan nada yang penuh arti, Shizuku-san bertanya. Mayo-san juga terlihat senang.

 

Sementara itu, Rinka-chan terus mengunyah kerangnya dengan menunduk dan tidak mau menatapku, Sato-san tampaknya merasa lega, dan Ren bahkan tampaknya tidak tertarik sama sekali.

 

Reaksinya berbeda dari yang kubayangkan...

 

Di tengah suasana aneh ini, Shizuku-san berdiri dan berkata dengan tegas,

 

"Ngomong-ngomong, karena sekarang kita semua sudah lengkap..."

 

Kemudian dia mengenakan kacamata hitam yang entah dari mana dia ambil dan dengan suara keras berseru,

 

"—Ayo! Ke pantai!"

 

Segera setelah kata "pantai" keluar dari mulut Shizuku-san, rasanya wajah Sato-san yang sangat menantikan berenang seolah memucat, tapi mungkin hanya perasaanku saja.
















Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !