Muboubi kawaii pajama sugata no bishoujo to heya de futarikiri chap 1 v2

Ndrii
0

Bab 1

Gadis Cantik dalam Pakaian Olahraga dan Berduaan di Tempat Tidur




Ini adalah pertama kalinya aku merasa bahwa seorang gadis bisa terlihat begitu imut dengan hanya mengenakan seragam olahraga.

 

Seragam olahraga di SMA Morinishi kami terdiri dari atasan dan bawahan berbahan katun berwarna biru tua.

 

Meskipun ada sedikit garis di bagian lengan sebagai detail, seragam ini sangat tidak disukai di kalangan siswa-siswi karena warnanya, sehingga sering disebut sebagai kostum terong ungu.

 

Namun, saat dia yang memakainya, tidak ada rasa canggung ataupun kesan seperti terong ungu.

 

Bukan berarti seragam itu cocok untuknya, tetapi wajah dan rambutnya yang berkilau begitu memikat perhatian hingga aku tak lagi peduli dengan pakaian yang ia kenakan.

 

Seperti ketika melihat seorang aktris yang mengenakan seragam olahraga untuk peran pelajar, meskipun seragam itu jelek, kita tidak peduli karena paham bahwa itu hanya untuk peran—seperti itulah rasanya.

 

Di sudut lantai satu gedung selatan, di bagian belakang ruang kesehatan, Makura Koiro menyadari kehadiranku.

 

Dia melambaikan tangan kecilnya dari balik lengan seragam olahraga yang hanya menampakkan ujung jarinya.

 

“Hai! Akhirnya datang juga!”

 

“Ya.”

 

“Selamat datang, silakan santai saja.”

 

“Apa ini kamar pribadimu?”

 

Aku menggodanya, dan Makura-san tertawa kecil dengan senang hati.

 

Entah kenapa, percakapan kami di ruang kesehatan sekolah ini terasa aneh. Ada perasaan nostalgia, tetapi juga menyegarkan pada saat yang sama.

 

“Di balik tirai tempat tidur ini, mereka memberikan ruang kecil untukku,” katanya.

 

“Benarkah?”

 

Sebuah meja ditempatkan di dekat jendela yang menghadap ke lapangan olahraga.

 

Di belakangnya ada tirai yang menutupi tempat tidur, sehingga tidak terlihat dari pintu masuk ruang kesehatan.

 

Sepertinya perawat sekolah sengaja memberikan tempat ini, agar Makura-san tidak terlihat oleh siswa lain yang datang ke ruang kesehatan.

 

“Cukup bagus. Sinar matahari masuk dengan baik.”

 

Saat ini, pukul 13:10 siang. Sinar matahari yang lembut menyinari ruang kesehatan selama jam istirahat siang.

 

“Benar sekali! Suasananya hangat, jadi aku bisa tidur nyenyak.”

 

“Hei, apa kamu sudah mengerjakan tugasmu?”

 

“Eh? A-ahahaha…”

 

“Kamu buruk sekali dalam berbohong.”

 

Ternyata dia juga bermalas-malasan di sini. Sungguh, pemimpin sekte kemalasan yang luar biasa.

 

“Perawat sekolahnya tidak ada?”

 

“Biasanya ada, tapi sering sibuk menangani siswa yang datang, atau ada berbagai pekerjaan lain, jadi dia jarang memperhatikanku. Saat ini, dia sedang makan siang.”

 

“Begitu ya… Jadi kamu cukup bebas di sini.”

 

“Ya! Aku bahkan bisa membawa makanan ringan tanpa ketahuan!”

 

“Kamu benar-benar membawa makanan ke tempat di mana orang sakit seharusnya istirahat?”

 

Ruang ini sudah seperti kamar pribadinya. Aku merasa sedikit kesal, tetapi juga agak lega.

 

“Yah, sepertinya kamu bisa mengatasinya dengan baik.”

 

Saat aku mengatakan itu, Makura-san menambahkan,

 

“Syukurlah tidak ada teman-temanku yang datang ke sekolah lewat ruang kesehatan selain aku.”

 

Dia tersenyum kecil dan tertawa pelan.

 

Benar, apa yang dikatakan Makura-san memang masuk akal. Fakta bahwa dia bisa menggunakan sudut ruang kesehatan ini sendirianlah yang membuatnya nyaman untuk datang ke sekolah melalui ruang kesehatan.

 

Dia bahkan bercerita bahwa untuk menghindari orang lain, dia hanya pergi ke toilet saat jam pelajaran, ketika koridor benar-benar sepi.

 

“Sudah, sudah, duduklah.”

 

Makura-san berdiri, membuka tirai di depannya, dan duduk di atas tempat tidur yang muncul di hadapanku. Dia menepuk-nepuk sprei putihnya, seolah memberi isyarat agar aku duduk di sebelahnya.

 

“Nggak, aku di sini saja sudah cukup.”

 

Aku merasa sedikit canggung.

 

Tidak seperti kamarnya, tempat tidur ini memiliki sprei, bantal, dan selimut yang semuanya berwarna putih, membuatku merasa ragu untuk duduk di sana.

 

“Eh, aneh kan kalau cuma kamu yang berdiri? Aku malah jadi nggak nyaman.”

 

“Begitu ya...?”

 

Namun, Makura-san memandangku dengan bibir yang sedikit cemberut. Aku merasa aneh jika terus bersikeras, jadi akhirnya aku mendekati tempat tidur itu.

 

Entah kenapa aku jadi terlalu sadar akan hal-hal kecil, dan akhirnya duduk dengan hati-hati, berusaha untuk meminimalisir suara berderit dari tempat tidur itu.



Namun, tempat tidur itu tetap berbunyi kriet, dan bahu Makura-san sedikit bergetar.

 

“...............”

 

“...............”

 

Eh... apa aku salah memilih tempat duduk?

 

Saat aku menoleh ke samping, wajah Makura-san berada sangat dekat.

 

Entah kenapa, bertatapan dalam jarak sedekat ini membuatku merasa canggung, jadi aku segera memperbaiki posturku dan kembali memandang lurus ke depan.

 

Sepertinya Makura-san juga merasakan hal yang sama. Meski dia menatap ke depan, aku bisa merasakan tatapannya sesekali melirik ke arahku.

 

Jarak sedekat ini, sudah beberapa kali kami alami saat di kamarnya. Itu sebabnya aku duduk di sini. Tapi, entah kenapa hari ini, rasanya agak canggung.

 

Mungkin karena ini adalah ruang kesehatan, tempat untuk umum. Ditambah lagi, tempat tidur putih bersih yang disiapkan untuk semua orang ini... Walau begitu, aku tidak sedang melakukan sesuatu yang buruk.

 

Ketika aku tenggelam dalam pikiranku, tiba-tiba pintu ruang kesehatan terbuka.

 

Aku terkejut dan tubuhku langsung kaku. Di sampingku, bahu Makura-san juga tersentak kaget.

 

“Permisi... eh, permisi... Sepertinya Perawatnya tidak ada, ya.”

 

Suara perempuan. Sepertinya ada siswi yang membutuhkan sesuatu di ruang kesehatan dan sedang mencari perawat kesehatan.

 

Ini gawat...

 

Ketika aku melirik ke samping, Makura-san menundukkan kepala, bibirnya mengatup erat, dan dia menunggu dalam diam sampai siswi itu pergi.

 

Kami tidak boleh tertangkap basah.

 

Melihat Makura-san adalah sesuatu yang harus dihindari, tapi yang lebih parah adalah, jika kami ketahuan dalam situasi ini—aku bersama gadis cantik berseragam olahraga di atas tempat tidur—gambaranku di masyarakat akan jatuh seketika.

 

Aku menahan napas, dan setelah beberapa saat, terdengar suara pintu ditutup.

 

Kami berdua menghela napas lega bersamaan.

 

“Wah, kaget banget!”

 

Makura-san menepuk dadanya dan menoleh padaku.

 

“Benar. Rasanya seperti umurku berkurang drastis.”

 

Ketika aku berkata begitu tanpa terlalu memikirkannya, Makura-san langsung menanggapinya.

 

“Serius? Berkurang berapa tahun?”

 

“Kurasa satu tahun habis terbawa tadi.”

 

“Satu tahun!? Aduh, aku kan mau hidup panjang. Satu tahun itu terlalu banyak!”

 

“Waktu tidak bisa diputar kembali.”

 

“Jam-jam bermalas-malasanku...!”

 

“Kamu hanya akan bermalas-malasan, kan!?”

 

Aku menegur Makura-san, yang hanya tertawa kecil. Aku pun tanpa sadar tersenyum kecil.

 

Ini adalah lelucon yang sering kami lontarkan. Akhirnya, suasana mulai kembali seperti biasa, dan aku merasa lebih tenang.

 

Libur musim panas baru saja selesai, dan ini adalah hari kedua kami masuk sekolah.

 

Pagi tadi, aku hanya sempat mampir sebentar ke ruang kesehatan untuk menyapa, tapi karena waktu yang terbatas, ini adalah pertama kalinya kami benar-benar berbicara sepanjang hari.

 

Selama ini kami sering menghabiskan waktu bersama di rumahnya. Mungkin karena itu, rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku melihat wajahnya di siang hari.

 

Namun, kalau dipikir-pikir, mungkin kehidupan sehari-hari yang sebenarnya bagi kami adalah ketika bersekolah, bukan masa liburan musim panas yang terasa tidak biasa. Dengan seiring waktu, mungkin kami akan terbiasa dengan rutinitas ini lagi.

 

Tanpa sadar, waktu istirahat siang tersisa sekitar sepuluh menit lagi.

 

Aku merasa harus mengatakan sesuatu, jadi aku segera membuka mulut. Namun, di saat yang sama, Makura-san juga mulai bicara.

 

“Nee, Gakudou-kun, kamu ada les hari ini?”

 

“Les? Ah, iya. Memangnya kenapa?”

 

Hari ini hari Jumat, adalah jadwal untuk les sore ku.

 

“Begitu ya. Hmm, aku cuma berpikir... mungkin kita bisa pulang bareng.”

 

Makura-san mengalihkan pandangannya saat mengatakannya, lalu melirikku sekilas.

 

“Ya, tentu saja. Lagipula, kita bisa mampir sebentar sebelum aku ke tempat les.”

 

“Yay!”

 

Sebenarnya, aku bisa saja bolos les, tetapi kalau aku mulai bolos di hari biasa seperti ini, rasanya ada sesuatu dalam hidupku yang akan goyah.

 

Setidaknya, aku punya opsi untuk bolos. Sejak perjalanan liburan terakhir bersama Makura-san, mengetahui bahwa aku bisa melakukannya membuatku merasa lebih tenang.

 

Sambil berpikir begitu, ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan pada Makura-san.

 

“Tapi, apa nggak apa-apa kita pulang bareng?”

 

Sebelum semester ini dimulai, kami sempat sepakat untuk tidak terlalu menarik perhatian dengan berduaan di sekolah. Khususnya untuk Makura-san, sebagai seorang gadis cantik, jika dia terlihat bersama seorang laki-laki, pasti akan menarik perhatian banyak orang. Itu bisa menjadi situasi yang buruk untuknya.

 

Bagi diriku juga... orang-orang mungkin akan berpikir, “Kenapa gadis secantik itu bersama pria seperti dia?”—dan tatapan penuh kemarahan dari para siswa laki-laki bisa sangat menakutkan.

 

Kekhawatiranku itu mungkin sudah dipahami oleh Makura-san.

 

“Ugh...”

 

Dia menggumam pelan, dengan bibir sedikit mengerucut, tampak kecewa.

 

Melihat wajahnya seperti itu, aku berpikir sejenak.

 

“Baiklah, bagaimana kalau begini? Begitu sekolah selesai, kita cepat-cepat keluar dari gerbang sebelum orang-orang mulai pulang, lalu kita bertemu di tempat yang agak jauh dari sekolah. Dari sana, kita lewat jalan belakang yang jarang dilalui orang.”

 

Mata Makura-san langsung melebar dan dia mengangguk berkali-kali dengan antusias. Kemudian, senyuman cerah muncul di wajahnya.

 

“Ya! Mari kita lakukan itu!”

 

Ternyata, dia memang paling cocok saat tersenyum.

 

Dan saat aku bisa membuatnya bahagia, ada perasaan hangat dan senang yang menyebar dalam diriku.

 

     

 

Meskipun kami masih memakai seragam musim panas, akhir-akhir ini berjalan di luar tidak membuatku berkeringat lagi. Mungkin karena sekarang sudah sore, angin yang menyentuh pipi terasa sejuk dan menyenangkan.

 

Aku teringat hari pertama kali diriku berjalan dari sekolah menuju rumah Makura-san. Saat itu cuacanya sangat panas, seperti berjalan di neraka yang membakar, membuatku merasa seperti ikan asin yang dijemur di tengah terik matahari. Rasanya sudah lama sekali, meski sebenarnya baru beberapa bulan berlalu.

 

“Kalau kita lewat jalan ini, meski memutar, hampir tidak ada orang dari sekolah yang lewat sini.”

 

“Wow, ternyata ada rute rahasia seperti ini! Keren banget, Gakudou-kun!”

 

Segera setelah bertemu dengan Makura-san, aku menghindari jalan utama menuju sekolah dan melangkah ke gang samping. Setelah melewati satu blok di perumahan, hamparan sawah terbentang di sekitarnya. Batang padi yang keemasan memancarkan kilauan di bawah sinar matahari senja, bergoyang pelan tertiup angin.

 

Sambil berjalan, Makura-san merentangkan kedua lengannya dan menarik napas dalam-dalam.

 

“Ah, capek ya, seharian di sekolah.”

 

“Kamu baik-baik saja? Ini baru minggu pertama setelah liburan musim panas. Minggu depan kita harus sekolah lima hari penuh dari Senin sampai Jumat.”

 

“Itu sudah kayak orang dewasa, kan? Aku nggak sanggup…”

 

Makura-san mulai berjalan dengan langkah lemas, seolah seluruh tenaganya habis.

 

“Orang dewasa yang sebenarnya bisa marah kalau mendengarnya.”

 

Begitu aku berkata begitu, dia langsung membetulkan postur tubuhnya dan berkata, “Maafkan saya!”

 

“Tapi, Gakudou-kun itu luar biasa. Selain sekolah, kamu juga masih pergi ke tempat les.”

 

“Ya, soalnya sebentar lagi ada simulasi ujian nasional.”

 

Meskipun aku masih kelas satu SMA, aku berencana mengikuti simulasi ujian tingkat nasional yang biasanya diikuti oleh siswa kelas tiga dan alumni. Akhir-akhir ini aku memang belajar setiap hari untuk mempersiapkan diri.

 

Aku merasa perlu menceritakan hal itu pada Makura-san, tapi…

 

“Moshi? Moshi-moshi?”

Tln : Moshi (模試) artinya simulasi ujian, tapi disini si koiro mengira moshi itu halo

 

Sepertinya dia tidak benar-benar mengerti maksudku.

 

“Ya, semacam tes yang sulit. Selain untuk mengukur kemampuan, ada juga unsur kompetisi antar peserta.”

 

“Oh, begitu! Semangat ya! Aku doain yang terbaik buatmu!”

 

Meskipun tidak sepenuhnya mengerti, dia tetap mendukungku. Aku menerima niat baiknya dan menjawab dengan senyum kecil, “Terima kasih.”

 

“Tapi, kalau begitu, besok kamu…”

 

Makura-san menoleh ke arahku.

 

“Tenang, nggak masalah. Aku tetap butuh waktu untuk bersantai.”

 

Sebenarnya, hari Sabtu ini aku diundang ke rumah Makura-san. ‘Sudah lama kita nggak bersantai bareng di rumahku, yuk mampir?’ katanya. Setelah semester kedua dimulai, aku belum sempat ke sana, jadi rasanya seperti sudah lama sekali.

 

Kami sudah membuat janji sejak dua hari lalu, dan tentu saja aku akan datang. Bahkan, aku sudah tahu bahwa ada simulasi ujian bulan depan, tapi tetap saja aku tidak menolak undangannya.

 

“Hmm?”

 

Aku merasakan pandangan dari samping, dan ketika melihat ke arah Makura-san, dia tersenyum dengan wajah nakal sambil memandangiku.

 

“Hmm, jadi begitu ya. Ternyata Gakudou-kun juga merindukan ‘kemalasan’ ya? Sepertinya kamu sudah kecanduan sejak liburan musim panas, nih!”

 

“Bukan seperti itu…”

 

“Benarkah? Nggak perlu malu buat jujur, kok!”

 

Meskipun Makura-san berkata begitu, aku benar-benar tidak berniat menyembunyikan apa pun. Aku tidak merasa rindu bermalas-malasan.

 

Hanya saja, rasanya aneh kalau tiba-tiba berhenti mengunjungi kamarnya yang nyaman setelah liburan musim panas berakhir. Ada sedikit rasa sepi…

 

Namun, mengatakannya secara langsung juga membuatku merasa malu. Aku terdiam, sementara Makura-san tertawa geli melihat reaksiku.

 

“Selain itu, Kumada-sensei juga memintaku. Katanya, biar kamu nggak perlu ikut pelajaran tambahan lagi di liburan musim dingin, aku harus memastikan kamu bisa lolos dari nilai merah.”

 

Wajah Makura-san langsung pucat.

 

“L-lagi!? Hari-hari penuh penderitaan dengan berusaha keras untuk belajar? Itu menyiksa banget!”

 

“Apa maksudmu, ‘usaha keras’? Kamu bahkan nggak belajar banyak selama liburan musim panas.”

 

“Aku sudah berusaha keras dengan caraku sendiri, tahu! Ah, tapi tolong, biarkan aku libur besok, ya, hanya untuk hari Sabtu…”

 

“Yah, kalau besok sih… Oke lah, lagipula ini baru awal semester dua.”

 

“Seperti yang kuharapkan dari Gakudou-kun yang pengertian! —Ah, aku kenal jalan ini, ternyata beneran nyambung ke rumahku.”

 

Tanpa terasa, kami sudah sampai di dekat rumah Makura-san. Setelah berbelok di satu sudut, apartemen dua lantai tempat Makura-san tinggal sudah terlihat.

 

“Sampai jumpa, Gakudou-kun. Makasih ya untuk hari ini.”

 

“Ya.”

 

Saat aku mengangguk, Makura-san memberikan salam dengan mengangkat telapak tangannya seperti memberi hormat.

 

“Sampai besok!”

 

Aku mengantarnya dengan pandangan sampai dia menaiki tangga dan tiba di depan pintu apartemennya, lalu aku berbalik dan melangkah menuju tujuan berikutnya.

 

Entah kenapa, langkahku menuju tempat les terasa ringan hari ini.














Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !