Bab 1
Memecahkan Misteri
sebagai Cara
Memusnahkan Orang yang
Populer
Pertemuan Strategi
Setelah Sekolah
“Hmm, soal ini cukup sulit
tapi... Amehara, kamu bisa kan?” “Ya”
Aku berjalan ke depan papan tulis setelah ditunjuk oleh guru
matematika. Aku mulai menulis jawaban dengan kapur. Senangnya sudah
mempersiapkan diri dengan belajar sebelumnya, sehingga aku bisa menyelesaikan
soal ini.
“Seperti yang diharapkan darimu, semua orang harus belajar
darimu.”
Dengan nada setengah bercanda, aku menggambar lingkaran di
papan tulis. Tapi sejujurnya, jika orang lain meniru ku, mereka akan dengan
mudah menjadi orang yang cepat putus asa seperti ku. Aku sering merasa lelah
dan menyerah dengan cepat. Lebih baik tidak mengikuti jejak ku yang penuh
dengan rintangan.
“Eh, roti krim itu?”
“Itu dijual di kantin, katanya produk baru!”
“Kamu udah nonton video unggahan tuning gum kemarin?”
“Udah! Rencana camping mereka berdua emang selalu seru, kan?”
Hari Senin, tanggal 24 April, telah berlalu sepuluh hari
sejak perjanjian misterius untuk membantu Oriha dalam balas dendamnya. Namun,
kenyataannya, aku belum melakukan apa pun. Teman-teman sekelas lainnya sudah
mulai bergabung dengan klub setelah acara perkenalan klub olahraga yang
diadakan dua minggu lalu, dan mereka telah memulai kehidupan SMA yang penuh
semangat. Sementara itu, posisiku di kelas tidak berubah sedikit pun. Saat ini,
aku duduk sendirian di kursi kedua dari depan di samping jendela, sedang
menyantap bekal yang kubawa dari rumah. Satu-satunya kelegaan adalah aku bisa
makan tanpa mengganggu orang lain. Jika aku duduk di tengah, aku akan segera
memberikan tempat dengan perasaan bersalah, seakan-akan itu adalah kotak tengah
di permainan bingo.
Namun demikian, di SMA ini, semua orang sudah terbiasa dengan
lingkungan sekolah. Mereka memiliki kemampuan untuk menemukan orang-orang
dengan minat dan kepribadian yang serupa, sehingga kelas sudah terbagi menjadi
beberapa kelompok, baik laki-laki maupun perempuan. Tentu saja, kelompok yang
paling menonjol adalah mereka yang berpenampilan modis dan pandai berbicara.
Aku terpikir, apa yang perlu aku lakukan agar bisa menjadi seperti mereka di
kehidupan sebelumnya. Mungkin ada beberapa orang yang telah bereinkarnasi dan
mendapatkan keberuntungan tersebut.
Aku sendiri, setelah menghabiskan tiga tahun di SMP, menjadi
sangat tidak percaya diri dalam mengajak bicara dengan orang lain. Akibatnya,
aku memilih untuk menjalani kesendirian yang tidak aku inginkan. Hanya ada satu
orang dengan minat yang serupa yang berani berbicara denganku.
Namun, ketika aku kembali dari toilet, dia sudah tidak ada di
tempatnya. Kini ada seorang gadis lain yang duduk di kursinya dan sedang
berbincang dengan gadis di sebelahnya. Ternyata dia telah memberikan tempatnya.
Ketika ponselku bergetar, aku melihat pesan dari Oriha.
“Hey, datang sebentar ke koridor sini.”
“Oke.”
Di lantai dua, ada sebuah koridor luar yang menghubungkan
gedung selatan yang berisi ruang kelas dengan gedung utara yang berisi kantor
guru dan ruangruang khusus seperti laboratorium ilmu pengetahuan. Di koridor
tersebut, Oriha berdiri sambil melontarkan keluhan dengan wajah yang cemberut,
sambil makan sandwich yang katanya dia beli di kantin dengan cara makan
berdiri.
“Ada apa dengan mereka sih! Aku lagi makan dan tibatiba
mereka pada heboh pengen pake meja! Lah, gak apa-apa kan kalo kita ngobrol
sambil berdiri. Mereka tuh kalo gak pake meja kayaknya bakal mati gitu ya? Ini
kayak versi Tetris yang aneh-aneh apa? Gara-gara kalian, yang numpuk bukan blok
tapi stres aja!”
“Bantu aku biar ngga game over ya.”
Oriha cemberut sambil melahap sandwich telur dengan cepat.
Setelah menghabiskan seminggu bersamanya, aku menyadari bahwa ketika dia merasa
baik-baik saja, lidah tajamnya akan semakin tajam. Sifat tubuh jenis apa itu?.
“Nah, sekarang kita sudah selesai makan, ayo jalan-jalan
keliling sekolah.”
“Kamu ngga akan balik ke kelas?”
“Amesuke, meskipun aku
pergi sekarang, gadis Tetris itu masih akan tetap disana. Jika kamu kembali
sekitar lima menit sebelum istirahat makan siang berakhir, menurutku dia akan
berkata, ‘Oh, maaf,’ dan pergi begitu saja.”
“Kamu udah terbiasa
ya...”
Dan begitulah, aku dan Oriha memanfaatkan istirahat siang
kami untuk berjalan-jalan di sekitar gedung utara.
Sepulang sekolah, beberapa kelompok tetap tinggal di kelas,
mereka sedang membicarakan aksesori rambut yang direkomendasikan dan video
permainan yang diunggah. Bagi mereka, itu adalah hal yang biasa, tapi bagi ku,
hanya dengan bisa berbicara seperti itu saja sudah membuat ku sangat iri.
Ketika mereka berbicara tentang hal-hal seperti itu, rasanya
mereka begitu leluasa dan nyaman. Bagi mereka, itu adalah percakapan yang
biasa-biasa saja, tetapi bagi ku , itu adalah sesuatu yang luar biasa. Aku
merasa iri melihat mereka bisa dengan mudah berinteraksi dan berbagi minat yang
sama.
Ketika aku menyampaikan perasaan iri ini, seringkali ada
orang yang mengatakan, “Eh, kenapa tidak ikut saja? Bilang saja ingin ikut
berbicara!” Tapi mereka tidak mengerti. Jika aku bisa melakukannya dengan
mudah, tentu aku tidak akan merasakan kesulitan seperti ini.
Jika aku mencoba untuk ikut campur dalam percakapan mereka,
mungkin mereka akan mengikutsertakan aku dengan baik hati karena mereka
menganggap bahwa tidak baik untuk mengucilkan orang lain. Namun, sebagai
seseorang yang terbiasa dengan kesendirian, aku bisa merasakan bahwa mereka
sebenarnya berpikir, “Ya, tidak baik juga mengucilkan seseorang.” aku bisa
merasakan betapa mereka merasa terbebani dengan kehadiran ku. Akhirnya, aku
sering merasa tertekan dan mencari alasan untuk menghindar. Ini adalah cara hidup
ku yang kikuk dan tidak terampil.
Ketika aku berusaha keluar dari kelas, Oriha juga mengambil
tasnya dan berdiri. Meskipun tidak ada yang mengajak pergi bersama, kami saling
memahami tanpa kata-kata dan berjalan menuju pintu dengan waktu yang sama. Itu
adalah cara kami untuk melarikan diri dari kekangan kelas dan menjauh dari rasa
terikat yang ada.
“Apakah kamu yakin tidak apa-apa untuk pergi ke luar?
Kamu bisa membicarakannya saja di kelas.”
“Aku tidak
menyukainya. Aku akan depresi jika orangorang melihat kita dan berpikir,
‘Mungkin mereka berdua hanya jalan-jalan tanpa ada yang bisa diajak bicara.’”
“Hehe, amesuke memang
menarik.”
Oriha tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan
kanan, Aku menceritakan padanya segalanya tentang bagaimana aku sendirian
ketika aku dipindahkan ke sekolah baru saat SMP, dan bagaimana aku pandai dalam
belajar.
“Nah, hari ini kita mau ke mana ya?”
“Kita akan pergi ke ruang persiapan geografi waktu itu.”
Kami mulai merencanakan cara untuk membalas dendam. Setiap
beberapa hari sekali, kami berlatih strategi bersama-sama. Namun, begitu kami
keluar dari ruang kelas, kami merasa seperti tanaman liar yang tak punya tempat
tujuan. Kami tidak bisa pergi ke restoran cepat saji dan bertemu teman sekelas
secara tak terduga. Kami juga tidak bisa menikmati fasilitas minuman tak
terbatas dengan tenang. Oleh karena itu, sejak minggu lalu, kami mulai mencari
ruang kelas yang kosong setelah jam pelajaran berakhir. Itu menjadi tempat kami
berkumpul dan merencanakan balas dendam dengan tenang.
"Ayo, kita coba ke ruang persiapan ilmu sosial yang ada
di lantai tiga?"
"Bagus, ayo pergi sebelum orang lain
menggunakannya!"
Oriha mulai berlari beberapa langkah di depanku, dan aku
mengikutinya dengan cepat. Kekhawatiran itu ternyata sia-sia, beberapa menit
kemudian, kami masuk ke dalam ruang persiapan ilmu sosial di gedung utara yang
tidak digunakan oleh siapa pun, dan duduk di meja dan kursi pojok kelas.
“Haa, aku ingin segera membalas dendam.”
“Jangan katakan itu
layaknya kau ingin pergi ke konser.”
Sambil bersandar di kursi, Oriha mengayunkan kedua kaki dan
menghela nafas kecil.
“Tapi, udah saatnya kita putusin bagaimana cara membalas
dendam. Terlalu banyak targetnya, dan aku sama sekali nggak bisa bayangin
gimana caranya.”
“Eh, gimana ya. Aku juga nggak punya ide konkret sih...
Mungkin kita bisa membeberkan akun rahasia cowok ganteng yang populer di
sekolah ini?”
Akun rahasia atau “akun sampingan” adalah akun anonim yang
dibuat secara diam-diam di media sosial, terpisah dari akun utama seseorang.
“Akun rahasia? Nggak tau juga sih, mungkin ada atau enggak.”
“Enggak, pasti dia punya! Dia itu tipe orang yang populis, di
akun utamanya dia nulis, ‘Hari ini latihan sepak bola semangat!’ tapi di akun
rahasianya pasti dia pamer halhal gila. Katanya dia main-main dengan lima
penggemar yang pura-pura jadi manajernya dan mereka memberikan minuman lemonade
dengan tambahan madu.
Dia juga bilang dia mencium cewek terenak di tempat itu. Tapi
ya gitu deh, Cuma prasangka aneh.”
“Pemikiran yang melenceng.”
Aku kasihan sama klub sepak bola yang terdegradasi padahal
belum berbuat apa-apa.
“Ya, meskipun kita anggap mereka melakukannya, mereka bisa
saja memamerkannya secara santai di akun media sosial mereka, kan?”
“Amesuke, kamu sepertinya tidak mengerti, ya.”
Dia menggerakkan
jarinya secara dramatis.
“Kalo gitu kan jadi keliatan enggak enak kalau diceritain di
depan orang. Lebih seru kalo posting di belakang, terus rahasiain ke
temen-temen sambil bilang, ‘Eh, sebenernya aku punya rahasia yang gak bisa aku
ceritain sama semua orang, lho.’ Pasti lebih seru gitu!”
“Kamu punya dendam sama klub sepak bola?”
“Iya dong! Atau bisa dibilang dendam cuma karena dia ikut
klub itu aja! Curang banget!”
Setelah melampiaskan kekecewaan, kami mulai mengadakan
pertemuan strategi untuk balas dendam. Namun, kami kesulitan menemukan rencana
yang bagus. Tentu saja, hal itu wajar. Jika kami bisa dengan mudah mendekati
orang yang populer dan melakukan balas dendam, mungkin kami tidak akan berada
dalam situasi seperti ini. Kami membutuhkan cara untuk menyerang dari jarak
jauh. Apakah kita akan bertempur?.
“Amesuke, gimana kalo kita coba kirim surat yang bilang
‘Kalo ini nggak diterusin ke tiga orang,kamu bakal sial'.?”
“Gak mungkin ada yang percaya begitu di SMA, kan?”
“Iya juga sih. Mungkin kita bisa posting itu sebagai bahan
lelucon di media sosial, terus dapat komentar dari lawan jenis seperti ‘Haha,
lucu. Tapi agak takut juga’ atau ‘Serem sih hahaha, eh udah lama nih kita nggak
jalan ke kafe, yuk!’ Sekitar sepuluh komentar gitu udah cukup deh.”
“Tapi kita belum sampe ke situ.”
Rasa tidak puas terus menghampiri kami.
“Sebenarnya, selama ini aku selalu penasaran. Tapi, nggak
mungkin kan Cuma karena dia ikut klub sepak bola dia pasti orang yang populer?”
“Eeeeee?”
Aku terkejut dengan teriakannya yang tiba-tiba.
"Itu ngga benar! Semuanya jelas-jelas populer! Pertama,
jika kamu mencari 'karakter populer' di internet, inilah yang akan kamu
temukan. 'Orang yang berkepribadian cerah, pandai bersosialisasi, dan aktif
.'"
“Oriha, kamu
menghafalnya?”
Jangan sia-siakan memori otakmu untuk hal-hal seperti itu.
“Pertama, dengan bermain sepak bola, yang merupakan olahraga
populer bagi banyak orang, sudah pasti menunjukkan kepribadian yang ceria. Jika
seseorang cenderung gelap atau pesimis, pasti mereka akan berpikir, ‘Apakah aku
pantas bermain? Aku pasti tidak akan menjadi pemain inti, mungkin lebih baik
bergabung dengan klub dango lumpur...’ Selain itu, karena sepak bola adalah
permainan tim, penting untuk bisa bergaul dengan baik. Terakhir, tentang
keaktifan. Setiap hari berlatih di lapangan sekolah dengan semangat,
kadangkadang menonton pertandingan tim nasional di stadion atau di rumah
teman-teman, tidak ada yang lebih aktif daripada itu. Oleh karena itu, klub
sepak bola adalah tempat bagi orang-orang yang populer! Amesuke, apa pendapatmu
tentang ini?”
“Aku kagum dengan betapa lancarnya kata-katamu saat
mengungkapkan itu semua.”
Ngomong-ngomong, apa itu klub “Dango Lumpur”? Apakah itu klub
yang mengadakan kompetisi membuat dango yang berbentuk bola sungguhan?
"Hmm, lagipula aku tidak bisa memikirkan ide untuk
membalas dendam. Mari kita pikirkan tentang hal ini sambil
berjalan-jalan."
“Yah, menurutku aku
tidak akan mendapatkan ide yang bagus jika aku menutup diri dan memikirkannya
sepanjang waktu.”
Meninggalkan pikiran yang tengah dipikirkan di dalam otakku,
dia berjalan melalui lorong dan turun ke lantai dua. Setelah hujan kemarin,
hari ini cuacanya cerah dan sinar matahari senja mulai terselip dari jendela,
menerangi rambut cokelat gelap Oriha menjadi warna emas. Ketika dia melirik
sekejap ke arahku, aku terpesona oleh panjang bulu matanya.
Meskipun kami sebenarnya hanya menghabiskan waktu dengan
obrolan santai yang disebut pertemuan strategi, seolah-olah kami hanya saling
menjilat luka. Namun, aku merasa senang bahwa aku mulai bisa berbicara bareng
Oriha dengan lebih normal sedikit demi sedikit.
“Gila ya, bisa-bisa latihan klub di luar padahal panas
begini.”
“Setuju dah, padahal aku juga langsung capek.”
Dari lapangan sekolah terdengar suara meniup peluit, jadi
mungkin itu tim sepak bola. Sementara kita sibuk merencanakan sesuatu yang
tidak berguna, mereka menikmati suasana masa muda.
Mungkin berpikir tentang balas dendam itu salah. Sebaiknya
kita berusaha untuk berubah dari yang negatif menjadi positif. Tapi itu hanya
khayalan yang tidak akan terjadi. Pada saat itu, sesuatu terjadi.
“Wah, ada apa ya?”
Oriha menunjuk ke arah yang agak jauh. Di ruang kelas di
ujung barat bangunan utara sekolah, ada tiga siswa laki-laki yang sedang
berisik di depan pintu masuk.
Instrumen yang rusak
“Klub mana itu?”
Oriha menunjuk ke ruang kelas yang berisik. Berbeda dengan ruang kelas lain yang pintu
masuknya 90 derajat ke kiri lorong, pintu masuk kelas di ujung barat itu bisa
dimasuki langsung dari lorong. Semua
orang menghadap ke pintu, jadi dari sini aku hanya bisa melihat kepala mereka.
“Aa, ada apa ya di sana?”
“Eh, Ame-suke, kamu hafal lokasi ruang klub? Hobi kah?”
“Jangan buat-buat hobi yang nggak bisa diceritain sama
orang.”
Oriha menjawab dengan setuju, “Memang menjadi keahlianmu ya.”
Padahal bukanlah keahlian sebenarnya.
“Waktu acara perkenalan klub, kamu menerima brosur dengan
peta tiap ruangan klub nya. Aku penasaran sama klub-klub yang ada, jadi aku
agak mengingatnya juga. Nah, yang kamu tunjuk tadi itu kayaknya klub Penelitian
Jazz deh. Ingat kan, mereka tampil main jazz pas acara perkenalan klub?”
Ketika mendengar kata-kata itu, wajah Oriha langsung
mengernyit.
“Ah, jazz ya?”
“Apa sih? Apa ada kenangan buruk tentang itu?”
“Bukan itu. Pas SMA, bilang ‘aku suka mendengarkan jazz’ itu
bukan berarti suka jazz, tapi suka ‘diriku yang suka jazz’!”
“Jangan langsung mengeluarkan prasangka deh.”
Jangan melontarkan racun secara tiba-tiba begitu.
“Mungkin ada juga anak SMA yang emang suka jazz secara
normal,” kata Oriha.
“Tapi nggak ada deh anak SMA yang secara normal suka jazz!”
“Udah dinyatain gitu aja.”
Kecilkan suaranya, suaranya kedengaran sampai sana dah.
“Ya, mungkin ada yang suka dengerin jazz sebagai background
music saat kerja di YouTube. Tapi kalo ada yang bilang, ‘Aku suka improvisasi
saksofon orang itu, deh’, mereka Cuma narsis aja!”
“Tunggu dulu, itu kan juga sering ditemui di orkestra?
Misalnya, orkestra ini tahun ini ngeluarin lagu ini, bagus loh,”
“Iya kan, makanya, baik itu orkestra atau jazz, anak
SMA yang ngomong begitu Cuma narsis aja,”
“Jangan bikin musuh dari berbagai orang, deh,”
Bagaimana jika suatu saat kamu memiliki teman dekat yang juga
sangat menyukai simfoni?
“Tapi aku nggak terlalu suka sih sebenarnya, Cuma dari kecil
dulu sering dengerin jazz di rumah kakek jadi lumayan tahu juga.”
Saat aku lagi berbicara, tanpa menunggu sampai aku selesai,
Oriha mengambil pose yang sama seperti lukisan “The Scream” karya Munch dan
berteriak ketakutan.
"Hoho, kita punya satu! Orang yang berusaha menunjukkan
bahwa dia sudah berinteraksi dengan
'musik' 'asli' sejak kecil!"
"Oriha, perhatikan cara berbicaramu."
"Orang-orang seperti itu biasanya mengunggah lagu mereka
di sosmed, dan ketika itu populer dan mereka debut, mereka akan mengatakan
sesuatu seperti, aku telah berinteraksi dengan musik sejak kecil karena
pengaruh kakek ku yang suka musik...' dan menempelkan label seperti 'orang yang
dicintai oleh musik'! Mereka memberi judul seperti 'Kedalaman' atau 'Ketakutan
akan Dunia' ke album debut mereka yang masih muda, dan membuatnya terasa
seperti kamu perlu memiliki budaya tertentu untuk mendengarkan musik ku!"
"Sekarang kamu sudah mulai merendahkan semua
artis." Terkadang, meskipun kita memikirkannya sehari-hari,
kemampuan untuk mengatakan dengan tenang dan tanpa keraguan adalah sesuatu yang
luar biasa.
“Well, meskipun aku Cuma punya pengetahuan aja sih, dulu
pernah baca novel yang tema-nya tentang jazz. Pas baca itu waktu SMP, aku
mikir, ‘Kok bisa ngerti satu sama lain hanya dengan suara dan nadanya, apa yang
mereka bicarakan sih?’ Pokoknya, tanpa adanya komunikasi dan kepekaan terhadap
situasi, melodi dan persahabatan jadi berantakan. Tapi sekarang, aku penasaran,
ada apa sih yang terjadi?”
Lebih dari itu, kata sebelumnya terlalu kuat dan sulit untuk
diabaikan, aku memutuskan untuk menahan diri dan mencoba menyesuaikan diri
dengan suasana.
“Mau ngapain nih? Apakah kamu ingin pergi dan mendengarkan?”
Jarak ke ruang klub sekitar dua puluh meter dari sini, jadi
dari sini aku tidak bisa memahami apa yang mereka bicarakan.
“Ya, mari kita pergi dan mencoba mendengarnya.”
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, dia melangkah maju
dengan kaki kanannya tetap di depan tanpa mengangkat sepatu dalam koridor.
Gerakannya terlihat seperti dia sedang berjalan dengan langkah geser. Jika dia
membawa shinai, itu akan menjadi adegan
yang sepenuhnya mirip dengan kendo.
“...........”
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia melangkah sekitar
sepuluh meter ke depan, lalu kembali lagi.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Ya, kan kalau langsung pergi begitu saja bakal kelihatan
mencurigakan,”
“Cara berjalanmu lebih mencurigakan” Berjalanlah layaknya manusia normal.
“Selain itu, kamu tidak tahu bagaimana cara mengajak bicara
dengan tepat, bukan?”
“Ah, sebenarnya kamu bisa bertanya dengan santai, ‘Apakah ada
yang terjadi?’”
“Jika itu bisa dilakukan dengan mudah, tidak akan ada
kesulitan. Tunggu sebentar, aku akan memikirkan metode lain yang bisa dicoba,”
Dengan tekad yang kuat, Oriha mulai berjalan menuju ruang
klub Jazz dengan langkah yang biasa. Wajahnya terlihat tegang saat dia
ragu-ragu dan bergerak majumundur beberapa kali saat mendekati dan menjauhi
mereka. Akhirnya, dia kembali ke depanku dengan ekspresi yang penuh ketegangan.
"Sayang sekali, aku sama sekali tidak mendapatkan sapaan
dari mereka,"
"Kamu bukan model yang menunggu direkrut,"
Merasa malu karena tidak bisa berbicara dengan baik,
Oriha memalingkan wajahnya dan sedikit mengembungkan pipinya
dengan canggung. Gerakannya yang seperti itu, membuatnya terlihat sangat
menggemaskan.
“Baiklah! Amesuke, yang ajak bicara”
“Mengapa aku yang harus melakukannya?”
“Kamu bilang kamu akan melakukan apa saja, kan?”
“Kenapa kamu mengeluarkan itu sekarang...”
Dengan sedikit senyum nakal tergambar di wajah Oriha, aku
menghela nafas dan melangkah dua langkah di depannya.
“Aku harus mengajak bicara dia dengan cara bagaimana ya?”
“Coba aja tanya dengan santai, ‘Apakah ada yang terjadi?’”
“Sama aja kayak tadi.”
Setelah mengambil napas dalam-dalam, aku perlahan mendekati
mereka. Namun, keberanianku tidak cukup, jadi aku sedikit mundur, dan itu
berulang beberapa kali. Aku seperti anak kecil yang takut pada anjing dan
melintas dengan ragu. Baiklah, aku akan mengatakannya, aku akan mengatakannya.
"Um, uh, permisi. Um, apa terjadi sesuatu di sini?"
Mereka bertiga menoleh ke arahku saat aku mengajukan
pertanyaan dengan banyak hinaan. Seorang
siswa tahun pertama mengenakan dasi merah anggur, dan dua siswa tahun kedua
mengenakan dasi hijau tua.
“Iya, kami adalah anggota klub Jazz, tapi alat musik yang
kami gunakan mengalami kerusakan...”
Setelah berbicara sejauh itu, senior tahun kedua dengan sigap
mengubah topik pembicaraan, hampir seolah-olah dia ingin menghindari
pembicaraan sebelumnya, dan bertanya, “Ada yang bisa aku bantu?” Ya, memang
benar. Aku juga merasa curiga dengan Oriha yang terlihat begitu mencurigakan.
Aku melihatnya, mereka bertiga sedikit memandang ke arahku. Tapi ya, dengan
gerakan yang berulang-ulang seperti itu, tidak ada yang akan berbicara
denganmu.
“Eh, alat musik rusak... apakah alat musiknya baik-baik saja?
Apakah kita harus memanggil guru atau orang lain?”
“Tidak begitu parah sih...”
“Tunggu sebentar! Sini sini!”
Setelah dipanggil dengan panggilan yang mirip dengan
memanggil anjing atau kucing, aku mengucapkan “Maaf” kepada senior tahun kedua
di klub Jazz dan kembali ke tempat mereka. Dua orang ini benar-benar
mencurigakan sejak tadi. Bahkan terlihat seperti Oriha akan mengaku kepada
salah satu dari ketiga orang itu. Aku ingin segera mengklarifikasi
kesalahpahaman ini.
“Apa yang terjadi, Oriha? Aku sedang mencoba memikirkan
alasan mengapa kamu datang mengajak bicara tadi,”
“Alasan itu sudah ada,”
Kata-katanya begitu kuat. Matanya bersinar dengan cemerlang,
seolah-olah bintang-bintang akan tercermin jika dijadikan dalam bentuk manga.
“Aku akan mengungkap siapa yang merusak alat musik ini!”
“..........Hah?”
Ada apa dengan orang ini? Apakah dia mengatakan sesuatu yang
aneh sekarang?
“Oriha, mungkin hanya imajinasi ku saja, tapi aku mendengar
kamu mengatakan ‘Aku akan mencari tahu’.”
“Kamu mendengarnya dengan cukup jelas. Ya, aku akan mencari
tahu.”
Tidak berhasil, sepertinya aku tidak sepenuhnya memahami apa
yang dia katakan. Aku menarik lengan Oriha dan sedikit menjauh dari mereka.
“Nah, Oriha, sebenarnya kita tidak tahu apakah ada seseorang
yang menyebabkan kerusakan atau tidak, bukan? Mungkin hanya terjadi selama
proses pengangkutan atau semacamnya.”
“Tidaklah begitu. Baru saja ada siswa kelas dua tadi yang
mengatakan bahwa ‘alat musiknya rusak’. Jadi, ini berarti terjadi tanpa
disengaja, bahkan tanpa pengetahuan mereka sendiri. Seperti disengaja merusak
dengan mainan jahil, misalnya.”
“Memang benar dari segi penjelasannya... Tapi, meskipun
begitu, mengapa Oriha yang ingin mencari tahu? Lalu, bagaimana dengan balas
dendamnya?”
Ketika aku bertanya seperti itu, dia dengan bangga memamerkan
keberaniannya. Meskipun bukan proporsi yang akan membuat semua pria terpikat,
sebagai orang yang telah bersamanya sejak masa SD, aku bisa memahami bahwa dia
telah tumbuh dan berkembang dengan baik.
“Kamu tidak mengerti, Amesuke. Mencari tahu ini akan membawa
kita pada balas dendam! Karena pelakunya pasti adalah orang yang populer!”
Dia sepenuhnya menyelami perannya sebagai orang yang akan
mengungkapkan teori-teori deduktif.
"Maaf, Oriha-san, aku punya pertanyaan."
"Tentu, Amesuke-kun, silakan tanyakan."
Oriha memilihku meskipun aku tidak mengacungkan tangan. Dia
terlihat begitu antusias.
“Aku masih belum mendengar rincian apa pun, bagaimana kamu
tahu bahwa orang yang populer yang merusaknya?”
“Tunggu, apakah
kamu juga tidak tahu hal itu? Sungguh, meskipun kamu adalah peringkat pertama
di kelas, tapi pada akhirnya begitu saja ya.”
Aku mengangkat kedua telapak tangan ke atas dan menunjukkan
gerakan “ya-ya” yang biasa dilakukan orang-orang di Barat. Namun, aku tidak
merasa tersinggung. Sebaliknya, keinginan untuk mengetahui kebenaran justru
jadi lebih kuat.
“Ujian itu hanya kebetulan saja, jadi cepatlah beri tahu
alasanmu.”
“Oke gini. Itu hal yang mudah. Aku yakin, kamu pasti hanya
iseng menggunakan alat musik untuk merekam video lucu dan akhirnya ada yang
terluka. Hal-hal seperti gini kan pasti dilakukan sama anak-anak jaman sekarang
sih!”
“Eh, jangan langsung ngasumsi gitu!”
Benar-benar
murni prasangka aja!
"Nah, jadi kita berencana buat ambil video pake ponsel,
trus judulnya kaya gini, 'Aku dan
temen-temen yang totalitas banget buat klub olahraga, tapi nol pengalaman
musik, iseng coba main alat musik'. Terus kita share ke media sosial biar viral
gitu, pasti ramai."
"Eh, tapi ada nggak sih alasan kenapa kamu merasa
curiga? Atau ada bukti-bukti gitu?"
"Enggak ada lah. Sebenernya aku juga nggak tau apa yang sebenernya
terjadi. Amesuke, kamu ngomong apa sih?"
Kamu ini yang ngomong apaan.
“Anggaplah orang itu beneran merusak alat musik. Kita tidak
tahu apakah itu terekam dalam video atau tidak.”
“Tidak, aku tahu! Amesuke, ingatlah. ‘Anak gaul’ itu adalah
makhluk yang meleleh karena kekecewaan jika gagal merekam video lucu. Semua
siswa SMA yang bekerja paruh waktu di toko serba ada pasti sambil mengambil
swafoto, menempelkan mulut mereka langsung ke mesin es krim saat makan!”
“Ngga sopan untuk menghakimi siswa SMA yang bekerja dengan
baik.”
Apa maksudnya meleleh karena kekecewaan?.
“Jadi, jika anak yang populer melakukannya, trus apa
hubungannya dengan balas dendam?”
“Itu mudah saja. Dengan menyelesaikan masalah ini dan
mengungkapkan orang yang merusak alat musik, kita bisa menghancurkan masa muda
anak populer itu, kan!” Dia menggabungkan kedua tangannya
dengan keras di depannya seolah-olah sedang memukul sesuatu dengan kuat ketika
ia mengatakan ‘menghancurkan’.
“Dianggap sebagai pahlawan hanya berlangsung sesaat. Kamu
dianggap melakukan hal-hal konyol oleh temantemanmu, peringkat popularitasmu di
kelas tiba-tiba menurun. Bahkan senior di klub kegiatan juga merasa jijik
padamu, dan kamu menjadi contoh negatif bagi junior-juniormu dengan kata-kata
‘Jangan jadi orang konyol seperti dia.’ kamu kehilangan kepercayaan dari
orang-orang di sekitarmu. Generasi tersebut hanya melihat apakah seseorang
keren atau konyol, dan sepertinya itu menjadi segalanya dalam dunia mereka.”
"Kamu terus menyampaikan argumentasi yang tajam dengan
lancar..."
Apakah segalanya di dunia ini hanya seperti itu? Apakah tidak
ada sesuatu yang lebih? Dan juga kita seumuran, kan?
“Jadi, dengan mengatasi ini, aku bisa merebut masa muda dari satu orang populer! Sungguh
luar biasa!”
“Biarpun kau mencurinya, itu tidak mungkin akan menjadi milik
Oriha kan?”
“Hanya dengan merebutnya, itu sudah cukup bagiku. Fakta bahwa
aku berhasil merebut sesuatu yang aku inginkan tapi tidak bisa mendapatkannya
akan menjadi sumber energi terbesar untuk hari esok!”
Oriha terlihat bahagia dari lubuk hatinya sambil mengepalkan tinju kemenangan. Ketika kata-kata tersebut diucapkan dengan begitu tegas, aku merasa setuju.
Pikiran tentang pepatah “kesengsaraan orang lain rasanya
seperti madu” melintas dalam pikiranku.
“Aku pernah mengatakan bahwa aku sudah menyerah pada masa
remaja, kan? Aku tidak perlu bahagia, asalkan orang di sekitarku sedikit lebih
tidak bahagia dari sekarang. Jika itu dapat meratakan ‘kesulitan emosional’
orang-orang di dunia ini, itu sudah cukup bagiku.”
“...Jika begitu kamu mengatakannya , tidak ada pilihan lain
selain untuk bekerja sama, ya.”
“Hehe, terima kasih, Amesuke.”
Dia membuat tanda peace di depan wajahnya dan tersenyum
dengan penuh keceriaan. Ekspresinya begitu cerah dan penuh transparansi
sehingga tidak terlihat seperti dia menyimpan keinginan gelap di dalam hatinya.
“Baiklah, mohon
kerja sama nya.”
“Apa maksudmu dengan ‘kerja sama’?”
“Kamu ngga akan ngasih tahu klub jazz kalo aku bantuin kamu
mecahin misteri ini kan? ”
“Ini lebih sulit dari sebelumnya...”
Jadi, kamu memintaku untuk bekerja sama dalam mengungkap
misteri alat musik ini, padahal kita tidak mengenal mereka? Bukankah ini tugas
untuk orang yang lebih ekstrovert? Mereka biasanya bisa mulai dengan “Hei! Ada
yang bisa aku bantu?” dan dalam tiga menit sudah menjadi teman. Tidak bisa,
prasangka Oriha mulai menular kepadaku.
“Baiklah, aku akan pergi sebentar.”
Dengan mengambil napas dalam-dalam untuk menghindari tekanan komunikasi, aku mendekati ketiga anggota klub Jazz lagi. Bagi mereka, apakah ini terasa menakutkan? Seperti monster yang sebelumnya sudah dikalahkan dan menghilang tiba-tiba muncul kembali dan mendekati. Inilah identitas sebenarnya dari zombie introvert yang terus mencoba berkomunikasi dan mencoba berkali-kali.
“Jadi, teman ku, ya, teman sekelas yang ada di sini. Dia
bertanya apakah aku bisa mencari tahu siapa yang merusak alat musik. Oh, bukan
berarti ini adalah investigasi yang serius atau apa pun. Tapi sepertinya dia
pandai dalam hal-hal seperti itu, jadi aku berpikir mungkin bisa membantu jika
dia dalam masalah. Tentu saja, hanya jika dia dalam masalah.”
Meski biasanya politisi yang memberikan jawaban yang kurang
nyaman akan berbicara dengan lebih jelas, mereka malah menggunakan ungkapan
yang membuat orang bingung. Awalnya mereka tampak takjub, namun perlahan-lahan
mereka mulai memahami apa yang sedang terjadi. Akhirnya, mereka setuju dan
berkata, “Ah... jadi, bisakah kamu setidaknya mendengarkan ceritanya?”
“Amesuke, terima kasih... tapi, ada apa denganmu?”
“Oh, ngga apa-apa, jangan khawatir.”
Aku memalingkan wajahku dari Oriha yang mencoba membaca
ekspresi wajah ku setelah laporan. Sekarang adalah waktu untuk refleksi diri.
Ryosuke Amehara, Kau sudah memutuskan untuk membantu Oriha,
bukan? Namun lihatlah kondisimu sekarang. Ingatlah anak TK yang kamu lihat
berjalan di sebelah taman beberapa waktu lalu. Dia dengan mudah bergabung dalam
permainan ‘petak umpet’ dari grup taman kanak-kanak lainnya. Apakah kamu telah
melupakan keterampilan itu? Jika ini terus berlanjut, keterampilanmu bahkan
lebih rendah dari anak TK. Aku
satu-satunya yang kalah diantara grup Momo dan Sakura.
Oriha yang berdiri di sebelah ku, dengan matanya yang tampak
bingung, memberi hormat dengan sopan.
“Halo, aku Oriha Iwasato dari kelas lima tahun pertama.
Hehe... Maaf sudah tiba-tiba meminta hal yang aneh. Tapi, jika tidak keberatan,
bisa ceritakan ceritamu padaku?”
“Dan aku Ryosuke Amehara, dari kelas yang sama dengan dia.”
Jika ‘salam' dimasukkan ke dalam mata pelajaran ujian, kami
berdua pasti sudah gagal, kami dengan hormat memberi salam kepada tiga anggota
klub jazz. Lalu, di antara siswa tahun kedua dengan dasi berwarna hijau tua,
seorang senior dengan rambut keriting alami mulai berbicara.
“Uh, salam kenal, aku Akutsu dari Klub Penelitian Jazz.
Sebenarnya ada dua anggota tahun ketiga, tapi mereka jarang hadir jadi aku
menjadi presiden klub secara sementara. Lalu, ada kosuga yang juga di tahun
kedua, dan Iekura yang baru tahun pertama.”
Kosuga-san adalah seorang pria berambut hitam
panjang yang mencapai alis dan telinganya, dan ia memakai kacamata berbingkai
perak. Sedangkan Iekura-san adalah
seorang pria bertubuh tinggi dengan alis yang cukup menonjol sebagai ciri
khasnya.
"Jadi, mengenai masalah ini... ini adalah ruang klub
kami."
Ketika ketiga orang tersebut segera menggeser tubuh mereka,
pintu ruangan menjadi terlihat. Di pintu masuk, ada engsel yang terpasang, dan
gembok terbuka yang terpasang di sana.
"Gembok di sini rusak kemarin. Itu tidak bisa terkunci
dengan baik. Jadi, aku hanya menempatkannya di sini untuk sementara. Dan hari
ini, aku membawa gembok yang baru, tetapi ketika aku mau masuk ke ruang klub,
aku menemukan goresan di belakang kontrabas."
Kontrabas adalah
alat musik gesek yang ditangani seperti pelukan oleh pemainnya. Dalam orkestra,
kontrabas bertanggung jawab untuk menghasilkan suara paling rendah.
"Ada juga gitar jazz di sana, tetapi cara penempatannya
sedikit berbeda dari kemarin... Jadi, aku berpikir mungkin ada orang yang tahu
bahwa pintunya terbuka, lalu masuk ke ruang klub dan menyentuh semuanya."
"Hmm, jadi kamu berpikir bahwa mungkin ada orang yang
masuk dan menyentuhnya?"
Akutsu-san menghela nafas dan mengangguk. Yang bisa dibaca
dari matanya bukan kemarahan, tetapi kesedihan.
"Aku tidak berniat merawatnya dengan serius. Luka itu
tidak begitu dalam, dan bukan berarti aku tidak bisa memainkan kontrabas lagi.
Namun, perbaikan memerlukan sejumlah uang, jadi aku ingin menemukan orang yang
melakukannya."
Ketika senpai berbicara seperti itu, Oriha tersenyum tipis.
Lalu, dengan langkah yang ringan, dia maju dua langkah dan menggenggam gembok
ruang klub.
"Masuk ke ruang klub tanpa izin, apalagi sampai
menyentuh dan merusak alat musik. Tapi tenang saja, aku pasti akan menemukan si
penyusup ini!"
Oriha berbalik ke arah kami, menepuk bagian dada dengan
mantap. “Dan aku akan merampas masa muda si penyusup ini!” lanjutnya, suaranya
menggema dalam pikiran ku.
Investigasi ruang klub
dan anggota band
“Bolehkah aku melihat ruang klub sekarang?”
“Ya, aku mengerti.”
Akutsu-san melepas kunci gembok dan membuka pintu ruangan
dengan suara berderak. Sambil mengikutinya masuk bersama tiga orang lainnya,
aku berbisik ke telinga Oriha.
“Ngomong-ngomong, Oriha, apa kamu beneran bisa melakukan
hal-hal seperti memecahkan teka-teki?”
Dia membuka mata lebar-lebar dengan ekspresi terkejut.
Kemudian, seolah sedang berpikir, dia melihat ke atas sebelum sekali lagi
memandangku.
“Aku belum memikirkan bisa atau enggaknya.”
“Kenapa begitu?”
Dia berpura-pura percaya diri untuk menyelesaikan masalah
ini.
‘Tapi tak apa, aku rasa bisa. Aku suka misteri ringan dan
teka-teki yang membutuhkan pencerahan, jadi pasti bisa menggunakannya.
Lagipula, aku suka membaca buku saat SMP, bahkan saat pulang sekolah pun aku
masih membaca buku—”
“Berhenti! Mari kita hentikan percakapan ini!”
Aku merasa tidak sehat secara mental jika ini berlanjut.
“Lagipula... jika ada siswa paling cerdas di kelas, semuanya
akan baik-baik saja.”
Dia menepuk bahu ku dengan ringan. Ekspresinya seolah-olah
berkata, “Kan?”
“Aku akan melakukan yang terbaik.” Aku tidak bisa tidak
menanggapi tatapan penuh harapan itu.
“Aku masuk ya.”
Ruang klub ini sedikit lebih sempit dibandingkan ruang kelas
biasa, tetapi tanpa meja, ruangan ini terlihat cukup luas. Ada rak logam
berwarna perak dipasang di dinding untuk menyimpan alat musik, partitur, dan
stand musik, dan ada beberapa tas keras hitam yang sepertinya berisi alat
musik. Alat musik besar seperti drum ditempatkan di sudut ruangan, dan beberapa
kursi berwarna coklat diletakkan di tengah ruangan, seperti jamur besar tumbuh
dari lantai.
“Gitar ada di tas itu, saxophone di sana. Kontrabas itu yang
berdiri di belakang. Semuanya sudah dimasukkan ke dalam tas saat aku datang ke
ruang klub hari ini, jadi sepertinya orang yang memainkannya telah
mengembalikannya.”
Kosuga-san menunjuk satu per satu dengan ekspresi yang tampak
kecewa sambil mengangkat kaca mata nya dengan jari telunjuknya. Dari cara dia
tampak sedih, sepertinya dia mungkin yang bertanggung jawab memainkan
kontrabas.
“Aku akan melihatnya sebentar. Amesuke, bisa tolong bantu aku
membuka kasusnya?”
Oriha mendekati kontrabas yang disandarkan di sudut kanan
belakang ruang klub. Tentu saja, itu cukup besar dan tidak bisa dimasukkan ke
dalam Tas, jadi dibungkus dengan sarung khusus berwarna abu-abu. Tas itu juga
dilengkapi dengan tali bahu sehingga bisa digendong, dan seluruh bagian atas
tas itu adalah saku. Mungkin digunakan untuk menyimpan partitur dan alat tulis.
Ketika kami berdua mulai membuka kasing dari atas, Kosuge-san
juga datang untuk membantu di tengah proses. Kontrabas dengan warna yang mirip
dengan croissant yang baru saja dipanggang muncul, dan sementara Kosuge-san
menahan instrumen itu, aku melihat dari belakang dan benar-benar menemukan
goresan di sisi kiri bagian belakangnya. Aku dan Oriha memeriksa goresan itu
bersama-sama.
“Alat musik lainnya tidak tergores, bukan?”
Aku bertanya, dan yang menjawab adalah Kazukura-kun, seorang
siswa tahun pertama seperti ku.
“Iya, ada bekas sentuhan, tetapi tidak ada goresan khusus.”
“Aku mengerti, jadi inilah situasinya,”
Oriha merespon lebih
cepat dari ku terhadap jawaban Kazukura. Tunggu, apa maksud dari reaksi seperti
itu?
“Oriha, apakah kamu menemukan sesuatu?”
“Yah, setidaknya aku bisa mempersempit siapa yang mungkin
masuk.”
“Sungguh!”
Ekspresi Kazukura-kun menjadi cerah. Ketika Oriha menunjuk ku
dengan jari telunjuknya yang ramping, rambut di sampingnya terangkat ke atas.
“Orang yang menyentuh gitar pasti mencoba untuk memainkannya,
bukan? Jika mereka bisa memainkannya, itu berarti mereka memiliki gitar di
rumah. Jadi, tidak peduli bagaimana kamu memikirkannya, kemungkinan besar
mereka adalah orang yang populer dan bermain di sebuah band!”
“Dari mana kamu bisa menyimpulkan itu?”
Lihatlah Kazukura-kun. Dia tampak sangat terkejut.
“Oriha, bahkan jika kamu tidak bisa memainkan gitar, kamu
masih bisa menyentuhnya, bukan? Seperti berpura-pura memainkannya.”
“Orang yang hanya berpura-pura memainkan gitar tidak akan
menyentuh kontrabas. Orang yang telah mencoba memetik gitar sebentar pasti akan
berpikir, ‘Mari kita coba sentuh kontrabas juga.’ Jadi, tentu saja mereka
adalah orang yang bermain di sebuah band!”
“Aku merasakan keyakinan yang kuat...”
Bisakah kita memecahkan misteri dengan asumsi seperti itu?
“Oriha, kamu terdengar seolah-olah kamu memiliki dendam
terhadap orang yang bermain di band...”
“Aku tidak memiliki dendam pribadi, tetapi aku membenci semua
orang yang menikmati masa mudanya. Jika aku harus mengatakannya, aku tidak suka
sikap mereka yang mengatakan, ‘Kami tidak menyampaikan pesan melalui lagu kami,
kami berteriak.’ Dan mereka selalu menulis lirik tentang sakura yang
berterbangan, cahaya yang turun, atau mata yang tertutup.”
“Minta maaf kepada orang yang bermain di band.”
Lihatlah tiga orang dari klub jazz, mereka tampak ketakutan
dengan kata-katamu.
“Amesuke, coba pikirkan dari perspektif orang yang populer.
Siapa yang akan masuk ke ruang klub dan memainkan alat musik tanpa izin?
Memprediksi karakteristik lawan adalah dasar dari pemecahan misteri, bukan?”
“Uh, menjadi orang yang populer?”
“Iya. Coba bayangkan jika kamu adalah siswa SMA yang sangat
populer dan ceria.”
Aku menutup mata dan mencoba membayangkan seperti yang dia
katakan. Siswa SMA seperti apa yang akan datang ke ruangan ini?
Namun, aku segera membuka mata.
“Ah, sudahlah, aku tak bisa. Ada bagian diriku yang
mengejekku, ‘Kau tak bisa menjadi karakter populer sekarang juga,’ katanya.
Mungkin ada orang yang bilang, ‘Tak ada yang melihatmu, tak ada yang peduli.’
Tapi, itu salah, aku melihatnya. Jika aku seperti balon, aku pasti sudah
meledak karena rasa malu.”
“Tapi kita tidak membicarakan hal seperti itu, kan?”
Aku mendengus. Eh? Aku merasa seakan-akan tidak bisa
menyelesaikan masalah ini dengan partner ini.
“Untuk saat ini, satu-satunya kriteria yang kita miliki
adalah ‘musisi band yang ceria. Apakah kita bisa lebih spesifik?”
“Hmm... Atau mungkin, ada kemungkinan dia adalah seorang
otaku introvert yang terobsesi dengan anime band, membeli gitar dalam semangat
dan bermain selama dua bulan sebelum menjualnya.”
“Apa kau tidak
mendengarkanku?” Kemungkinannya semakin luas.
“Tapi
sebenarnya, jika kita berasumsi bahwa seseorang menyadari bahwa pintu terbuka
dan memasuki ruangan ini, akan sangat sulit untuk mempersempit pilihan.”
“Tunggu sebentar.”
Oriha menahan ku dengan telapak tangan kanannya, menutup
mulutnya dengan tangan kiri yang mengepal. Ketika dia diam seperti ini, matanya
yang tajam dan hidungnya yang mungil tetap tampak cantik.
“Ah.”
Tiba-tiba, dia mengangkat wajahnya, seolah-olah dia baru saja
menyadari sesuatu, dan melihat ke arah pintu masuk.
“Sebuah ruangan di ujung gedung utara yang tidak akan
dikunjungi siswa kecuali mereka punya urusan, dan kita baru menyadari bahwa
pintu rusak setelah kegiatan ekstrakurikuler berakhir kemarin sore, bukan?
Bagaimana mungkin seseorang datang ke sini sore hari, menemukan bahwa pintu
rusak dan bisa masuk, itu terlalu kebetulan. Mungkin ada seseorang yang tahu
bahwa pintu rusak?” “Oh, betul juga.”
Itu benar ketika dia menyebutkannya. Anggota klub jazz
mengatakan mereka meninggalkan gembok rusak di pintu. Seharusnya terlihat
seperti pintu terkunci, jadi kau tidak akan tahu kecuali kau sampai di depan
pintu klub.
“Apakah ada orang lain yang tahu bahwa pintu rusak selain
kalian semua? Mungkin seseorang yang
mendengar dari dekat, atau sesuatu seperti itu.”
“Oh, ada.”
Kosuge-san lah yang menjawab pertanyaan Oriha.
“Kami berteriak bahwa pintu rusak kemarin. Saat itu, klub
shogi di ruangan tiga pintu lebih jauh sedang bersiap pulang, jadi mereka
mungkin tahu.”
“Oriha, kita berhasil! Kita bisa menyempitkan grup yang
mencurigakan.”
“Klub shogi?”
Dengan reaksi ku, Oriha mengernyit seperti anak kecil yang
diberi sayuran yang tidak dia suka. Kecantikannya hilang.
“Yah, klub shogi tidak akan tertarik pada jazz! Mereka cukup
senang dengan suara pion yang mereka pukul!”
“Mengapa gaya
membuat musuh di semua arah?” Bukankah kamu hanya menentang orang
populer?
“Maksudmu, musuhnya adalah orang-orang populer, ‘kan? Aku
tidak merasa klub shogi itu orang populer.”
Ketika aku berbicara dengan suara pelan agar klub jazz tidak
mendengar, dia menatapku dengan tajam.
“Kamu salah paham, Amehara. Meski target utama balas dendamku
adalah orang-orang populer, aku juga marah pada klub-klub budaya yang curang.
Aku merasa semua orang yang menikmati hidupnya curang! Pengalamanku di klub
hanya sebulan, lho!”
“Sedih...”
“Apa itu kegiatan klub? Jika kamu tidak bisa menjalin
hubungan baik dengan orang lain, kamu tidak bisa menjadi anggota, bukan?
Bukankah itu lebih seperti aktivitas sosial?”
“Aku mengerti, aku mengerti, Oriha-san, aku kalah.” Di depan
energi yang merubah segalanya menjadi kemarahan, aku tak berdaya.
“Tapi, sejak klub shogi tahu tentang kunci, bukankah ada
artinya untuk mendengar cerita mereka?”
“Itu benar... Mereka mungkin tidak terlalu tertarik pada
jazz, tapi mungkin mereka merasa frustrasi karena kalah dalam pertandingan dan
memasuki ruang klub.”
Dengan cara ini, penyelidikan untuk hari itu diakhiri, dan
kami memutuskan untuk mendengar cerita lengkap dari klub shogi.
“Jadi, itu... um...” Hari berikutnya, Selasa setelah sekolah.
Kami tiba-tiba membawa tiga orang dari klub shogi keluar dari ruangan mereka,
dan setelah mengundang mereka di depan ruangan klub studi jazz, Oriha mulai
berbicara. Dia tampak canggung karena rasa malu khas orang pendiam, tapi
akhirnya dia menampar pipinya sendiri untuk memberi semangat pada dirinya
sendiri.
“Alasan kami memanggil kalian semua hari ini adalah karena
ada sesuatu yang luar biasa terjadi di ruang klub studi jazz ini.”
Cara dia memulai ceritanya persis seperti saat misteri
terpecahkan.
“...jadi, ada seseorang yang merusak kontrabas. Dan, setelah
mendengarkan cerita dengan baik, saat kunci ruang klub jazz rusak dan
orang-orang menjadi panik, tiga orang di antara kalian di klub shogi
mendengarnya.” Di samping Oriha, ketua klub studi jazz, Akutsu-san,
mengangguk kecil. Sebelumnya, kami melihat ke dalam ruangan klub shogi dan
berdasarkan ingatan Akutsu-san, kami diberitahu tentang tiga orang yang ada di
sana. Ngomong-ngomong, berdasarkan saran dari Akutsu-san sendiri bahwa tidak
akan baik bagi klub shogi jika terlalu banyak orang, Kosuge-san dan Iekura-san
pulang dan tidak ikut serta dalam diskusi ini.
Anggota klub shogi mendengarkan dengan diam, tapi akhirnya
seorang pria dengan rambut hitam pendek dan wajah yang tampak baik hati
mengangkat tangannya sambil memandangi Oriha.
“Um, aku Shiraishi dari klub shogi. Maaf, aku mengerti
ceritanya, tapi kamu bukan dari klub jazz, kan...?”
Uh, itu pertanyaan yang masuk akal. Tentu saja mereka akan
bertanya mengapa seseorang yang tidak terlibat ikut campur. Bagaimana Oriha
akan menjawab?
“Aku dan Amesuke di sini adalah anggota klub pulang yang suka
memecahkan misteri. Ada di drama suspense, kan? Orang yang suka memecahkan
misteri sebagai hobi. Kan, Amesuke,kan, kita hanya tidak bisa menahan diri
untuk memecahkannya, kan?”
“Oh, ya, itu benar.”
Dia sangat menekankan ini. Aku menyerah pada tekanannya.
“Ini bukan cerita besar tentang dewan siswa mencari penjahat,
jadi kami akan sangat senang jika kamu bisa bekerja sama tanpa memikirkannya
terlalu dalam.”
“Mengerti. Biar aku perkenalkan juga, dia adalah Ebina, dan
dia di sebelah kanan adalah Umino. Kami semua adalah siswa tahun kedua.”
Berbaris berdampingan, Shiraishi-san yang berada paling kiri
memperkenalkan mereka satu per satu. Mereka semua memiliki tinggi yang mirip
dan berambut hitam tanpa kacamata. Poni Ebina-san yang berada di tengah sampai
ke alis dan poni Umino-san yang panjang hingga menutupi matanya, tampak seperti
melihat proses pertumbuhan rambut dari Shiraishi-san yang berambut pendek
hingga panjang.
“Tunggu sebentar, kami tidak melakukan apa-apa.”
Suara Umino-san meningkat, tampaknya frustrasi. Ya, inilah
intinya. Tidak mungkin tidak ada ketidakpuasan ketika dituduh oleh orang yang
tidak terlibat. Bagaimana mengatasi ini, ini adalah waktu bagi Oriha untuk
menunjukkan kemampuannya.
“Tidak, itu benar, aku juga berpikir begitu. Tidak mungkin
klub shogi tertarik pada jazz atau orkestra. Kau lebih suka orkestra alat tiup
daripada orkestra biasa, bukan?”
“Apa yang dia bicarakan! Dia sedikit tajam! Hehehe”
Dia segera mengalihkan perhatian. Astaga, dia tiba-tiba
menjadi sangat agresif. Ah, pandangan klub shogi kepada kami berubah menjadi
“Siapa mereka?”... Aku tidak yakin mereka akan heran seperti ini bahkan jika
lawan mereka makan soba saat bermain shogi... Maaf, aku tidak bisa
mengontrolnya dengan baik.... Tidak, suasana hati ku semakin memburuk. Jika
dibandingkan dengan shogi, ini lebih seperti merangkak maju. Aku tidak merasa
percaya diri sama sekali.
“Kamu hanya berada di tempat yang salah pada waktu yang
salah, jadi bisa dibilang kamu tidak beruntung. Jika kamu bergerak cepat
seperti benteng atau bishop dan pulang, kamu tidak akan berada dalam situasi
ini—“
“Oriha-san, cukup sampai di sini! Mari kita lihat ruang
klub!”
Aku menutup mulut Oriha yang sedang lari dan memutuskan untuk
semua orang masuk ke ruang klub jazz.
“Wah, jadi kamu bermain di sini, biasanya kami mendengarnya.”
“Kami mencoba memainkannya dengan suara yang cukup rendah.
Maaf jika mengganggu shogi kalian.”
“Tidak, sama sekali tidak. Terima kasih telah memperhatikan
kami.”
Shiraishi-san melihat ke arah tas yang berisi alat musik.
Umino-san yang tampak sedikit marah sebelumnya tampaknya iri sambil
melihat-lihat sekeliling, “Ini lebih besar dari ruang klub kami.”
“Itu, saxophone
ya?”
“Oh, ya, itu tenor saxophone.”
Ketika Ebina-san yang hampir tidak berbicara sebelumnya
bertanya, Akutsu-san membuka tas dan mengambil saxophone yang sedikit besar.
Shiraishi-san dan Umino-san juga memandanginya dengan intens.
“Jadi kamu selalu memainkan ini.”
“Kami juga mendengar suara drum dan xylophone?”
“Oh, kami juga memainkan drum dan marimba! Karena hanya ada
tiga orang yang aktif, kami memiliki lebih banyak jenis instrumen.”
Anggota klub shogi tampaknya cukup tertarik pada jazz, dan
mereka melihat instrumen dan partitur di rak dengan minat. Sepertinya mereka
mengingat lagu-lagu yang biasa dimainkan karena mendengarnya sebagai latar
belakang setiap hari saat beraktivitas klub. Ketika Akutsu-san memainkan satu
frase saxophone, teriakan senang terdengar.
“begitu ya....”
Oriha menatap intens luka di belakang kontrabas yang telah
dikeluarkan, di sisi kiri.
“Amesuke, luka ini terjadi karena apa ya?”
“Hmm, aku pikir itu mungkin luka karena pisau.”
“Mengerti, kalau bicara tentang orang ekstrovert pasti
berhubungan dengan pisau ya.”
“Permainan asosiasi itu, ada sesuatu yang salah di beberapa
titik.”
Bagaimana dua hal itu bisa terhubung?
“aku juga berpikir mungkin karena pisau, tapi ini lebih
seperti luka goresan, dan jika itu karena pisau, luka ini seharusnya lebih
tajam. Lagipula, kenapa luka ini ada di sisi kiri. Jika orang yang menggunakan
tangan kanan mencoba memotong ini dengan sesuatu, biasanya luka akan ada di
sisi kanan, bukan?”
“Itu benar....”
Mungkin orang kidal yang melakukannya, atau mungkin orang
yang menggunakan tangan kanan mencoba menyalahkan orang lain... Banyak ide
muncul, tetapi tanpa bukti pasti, kami hanya bisa memiringkan kepala kami.
Ketika aku memasukkan tangan ke kantong celana, aku menemukan
permen rasa buah yang aku lupa untuk makan saat istirahat. Aku memasukkan
permen berwarna ungu transparan yang mungkin rasa anggur ke mulut ku, dan
mencoba berpikir lagi.
Aku merasa tidak nyaman sebelumnya. Ada sesuatu dalam
percakapan mereka yang membuat ku merasa tidak nyaman...
“Akutsu-san, bolehkah aku memintamu duduk dan bermain
sebentar?”
“Sekarang? Baiklah.”
Akutsu-san dengan senang hati menerima permintaan Oriha. Dia
duduk di bangku bundar dengan cara seperti orang duduk di atas kuda, dan
memegang kontrabas sehingga punggungnya menyentuh bagian dalam paha kirinya.
Dia memegang busur dengan tangan kanannya dan tangan kirinya menekan senar di
tempat yang disebut papan jari. Ketika dia siap bermain dan hampir memulai,
Oriha yang menonton dari samping maju.
“Oh... jadi begitu!”
“Begitulah caranya!”
Kami berteriak pada waktu yang sama, dan Oriha menoleh
kepadaku dengan wajah terkejut. Tiga orang dari klub shogi dan Akutsu-san dari
klub jazz saling menatap kami.
“Oriha, apakah kamu mengetahui sesuatu?”
“Ya, sangat jelas. Bagaimana dengan Amesuke?”
“Aku hanya punya satu. Bolehkah aku memberi tahu mu?”
“Ya, jelaskan padaku.”
Ketika kami berjalan ke sudut ruangan klub, dia mengangkat
rambut hitam di telinganya dan mendekatkan telinganya. Aku selalu terkejut
dengan gerakan tak terduga seperti ini.
“Tentang apa yang terjadi sebelumnya...”
Setelah mendengar cerita ku, dia mengangguk dan tersenyum,
“Oh, begitu ya.” Ternyata, aku menyadari sesuatu yang berbeda dari dia. Lalu
dia berkata, “Terima kasih atas informasi baru. Sekarang aku bisa memastikan si
penyusup,” dan membuat tanda OK dengan tangan kanannya.
Sebenarnya, aku
menyukaimu.
“Ya ... ya ... Aku mengerti. Jadi, kita akan membicarakan
masalah ini dari pihak kita. Kita akan menjelaskannya lagi nanti.”
Sehari setelah mendengar cerita dari klub shogi, itu saat
makan siang pada hari Rabu, tanggal 26 . Seperti biasa, aku tidak memiliki
tempat di kelas, jadi aku pergi ke taman di lantai satu, mematikan panggilan,
dan menggelengkan kepala kepada Oriha yang duduk di sebelah ku di bangku taman.
“Tidak bisa. Hari ini, tampaknya semua orang memiliki les
privat atau urusan lain. Lagipula, klub penelitian jazz biasanya beristirahat
pada hari Rabu.”
“Apa?! Tidak mungkin!”
Dia mengekspresikan
kekecewaannya dengan suara keras seperti ketika tiket konser artis tidak
tersedia, dan rumput di depan kami bergoyang, seolah-olah menurunkan bahu
mereka ketika angin bertiup.
Berdasarkan teori kemarin, tampaknya Oriha ingin memecahkan
misteri dengan mengumpulkan klub jazz dan shogi hari ini, tetapi dia menerima
panggilan dari Akutsu-san yang memberi tahu tentang itu, dan diberi tahu bahwa
klub jazz tidak bisa berpartisipasi.
“Bukankah cukup hanya memberitahu klub shogi, meskipun klub
jazz tidak ada? Sebaliknya, bukankah lebih baik jika pelaku tidak diketahui
oleh semua orang?”
“Tidak bisa seperti itu Amesuke, kau ingin menyebarkan
reputasi buruk di hadapan banyak orang, bukan?”
“Meskipun kamu bilang ‘bukan?’”
Jangan mencoba menjadikan ku sebagai pelaku setiap kali ada
kesempatan.
“Lagipula, klub shogi bukanlah orang yang populer, jadi tidak
perlu menyebar prasangka buruk, kan?”
“Itu benar, mereka bukan target balas dendam. Tapi, karena
mereka adalah kelompok yang sok suka jazz, kali ini aku akan membalas dendam.
Ah, tapi aku benar-benar menyesal bahwa tidak ada anggota klub jazz... Aku
berharap mereka dikeluarkan dari chat grup kelas dan menjadi bahan gosip mulai
besok.”
“Sangat jarang melihat seseorang yang menggunakan pemikiran
setan seperti itu sebagai motivasi untuk memecahkan misteri ...”
Meskipun kami pernah mempertimbangkan untuk menunda sampai
hari ketika klub penelitian jazz bisa berpartisipasi, tampaknya akan menjadi
setelah Golden Week, jadi kami memutuskan untuk berkumpul setelah sekolah hari
ini.
“Baiklah, Amesuke, mari kita mulai.”
Sebelum kami menyadarinya, sudah saatnya pulang sekolah dan
Shiraishi-san, Ebina-san, dan Umino-san berkumpul di ruang persiapan ilmu bumi
di lantai tiga gedung utara. Oriha berteriak, “Ayo lakukan ini di ruang klub
shogi! Jika ada banyak penonton, dampaknya pada pelaku akan tak terukur!”
Namun, semua orang, termasuk diriku, menentangnya, jadi kami memutuskan untuk
menggunakan ruang kelas yang kosong.
“Semua pihak yang terlibat telah berkumpul.”
Oriha membuka mulutnya, suaranya sedikit lebih rendah dari
biasanya. Suasananya seperti di pondok pegunungan di mana jembatan gantung
telah runtuh dengan tujuh atau delapan tersangka di dalamnya. Sebenarnya, hanya
ada tiga orang di ruang kelas yang kosong.
“Seperti yang kami konfirmasi bersama di ruang klub kemarin,
kontrabas di klub penelitian jazz telah dirusak.
Pelakunya ada di antara kita.”
Ruang kelas tetap hening. Tidak ada keributan. Mungkin semua
orang sudah mengantisipasi perkembangan ini.
Oriha mengangkat tangan kanannya yang menunjuk perlahan, lalu
menurunkannya dengan tegas ke arah seseorang.
“Kamu ebina-san!”
Ebina-san sedikit terkejut. Rambutnya yang panjang hingga
alis berayun karena gerakan itu.
“Aku... yang melakukannya? Itu salah. Lagipula, hanya karena
aku kebetulan berada di tempat saat klub jazz membuat keributan tentang kunci
yang rusak, bukan berarti aku pelakunya. Lagipula, ada kemungkinan Shiraishi
dan Umino yang melakukannya, bukan?”
Oriha menjawab dengan tenang pada Ebina-san yang berbicara
dengan sedikit hinaan.
“Tidak, kamu yang melakukannya, Ebina-san. Kamu yang lebih
suka jazz daripada dua orang lainnya, memasuki ruang klub jazz karena minat mu
dan memainkan kontrabas.”
Oriha mulai berjalan perlahan di sekitar ruang kelas.
Sekarang aku mengerti mengapa detektif dalam berbagai fiksi misteri berjalan
perlahan. Karena mereka akan merasa tidak nyaman jika mereka tetap berdiri.
“Hal pertama yang menarik perhatian ku adalah cara mu
menyebutnya. Ebina-san, Kamu menyebut kontrabas sebagai ‘wood bass’, bukan?
Kontrabas memiliki beberapa nama, tetapi dalam jazz, sering disebut ‘wood bass’
untuk membedakannya dari bass listrik. Itulah yang membuat ku sadar. Oh, orang
ini tahu tentang jazz.”
Meskipun aku mengabaikan ini, setelah diberitahu, itu adalah
cerita yang masuk akal. Fakta bahwa hanya dia yang menyebutnya dengan nama yang
berbeda mungkin karena pengetahuan yang biasa dia gunakan telah muncul.
Tentu saja, ini bukan hanya cara menyebutnya, tetapi juga
cara memainkannya.
“Yang lainnya adalah saat kamu memainkan kontrabas, itu juga
membuat ku penasaran. Umino-san memainkannya dengan busur, metode yang disebut
‘arco’. Tapi Ebina-san, kamu memainkan instrumen dengan jari mu, bukan? Itu
adalah metode ‘pizzicato’ yang sering digunakan dalam jazz. Shiraishi-san juga
menggunakan pizzicato, tetapi dia hanya meniru mu.”
Ebina-san, yang
telah mendengarkan dengan diam sampai saat itu, menggelengkan kepalanya dengan
senyum sinis.
“Tidak, tidak, tunggu sebentar. Aku hanya mendengar seseorang
yang ku kenal menyebutnya ‘wood bass’, jadi aku memanggilnya seperti itu.
Lagipula, karena Shiraishi memainkannya dengan busur, ku pikir aku akan
mencobanya dengan jari ku. Lihat, kamu sering melihatnya di iklan, bukan?
Mereka memainkannya dengan jari mereka. Jadi, aku tidak tertarik pada jazz.”
“Apakah benar kamu tidak tertarik dengan jazz? ”
“Ya, itu benar.”
Setelah mendengar itu, Oriha menundukkan kepalanya dan
menyembunyikan wajahnya di balik rambut panjangnya. Kamu bisa melihat gigi
putihnya dari sudut mulutnya yang sedikit terbuka, dan kamu bisa mendengar tawa
kecil. Takutlah, hantu baru telah muncul.
“Lalu, Ebina-san, Amesuke memberi tahu ku tentang gitar,
bagaimana kamu menjelaskannya?”
“Hm? Gitar?”
“Ketika Shiraishi-san bertanya kepada Akutsu-san tentang
gitar, Akutsu-san mengatakan bahwa dia menggunakan gitar akustik lengkap.
Shiraishi-san, gitar apa yang kamu bayangkan saat mendengarnya?”
“Gitar apa? Yah, itu gitar akustik biasa yang terbuat dari
kayu...”
“Ah...!”
Ebina-san menjerit terkejut. Sepertinya, dia menyadari
kesalahannya.
“Full acoustic guitar” itu sebenarnya adalah gitar listrik.
Nama itu memang membingungkan. Aku yakin sebenarnya Shiraishi-san dan Umino-san pasti membayangkan gitar akustik. Tapi hanya
Ebina-san yang berbeda. Dia pernah berkata,
“Mungkin dia memainkannya dengan earphone di rumah.” Kamu yang tidak
tertarik pada jazz, bagaimana bisa tahu bahwa itu adalah gitar listrik?
Ya, ini adalah perasaan tidak nyaman yang aku sadari kemarin.
Aku bisa sampai pada kesimpulan ini karena aku pernah melihat penjelasan dan
gambar instrumen asli di buku referensi instrumen. Jika seseorang membayangkan
gitar akustik biasa, dia tidak akan berpikir untuk memakai earphone. Jadi, ini
adalah bukti bahwa dia mengerti tentang instrumen yang digunakan dalam jazz.
“...Itu...itu...”
Saat Ebina-san tergagap, Shiraishi-san bertanya dengan
tenang, “Kamu...” Tidak ada kata penyangkalan yang keluar dengan cepat, yang
menunjukkan bahwa dia tidak memiliki kepercayaan diri.
Aku pikir ceritanya berakhir di sini, tetapi Oriha
mengemukakan sesuatu yang benar-benar tak terduga.
“Jadi, aku belum memberi tahu Amesuke tentang ini, tapi mari
kita lanjutkan ke misteri lainnya. Mengapa Ebina-san merusak kontrabas,”
“Eh! Oriha, kamu juga bisa menyelesaikan itu?”
“Ya, mungkin.”
Aku benar-benar fokus mencari siapa yang melakukannya. Dia
mungkin benar-benar cocok untuk memecahkan teka-teki. Atau mungkin, kekuatan
untuk membalas dendam pada orang-orang ekstrovert menciptakan kekuatan
pengamatan dan wawasan yang luar biasa.
“Shiraishi-san, ini hanya kecelakaan.”
“Kecelakaan? Jadi, kamu tidak sengaja melakukan itu?” “Ya. Ebina-san mengetahui bahwa kunci ruang klub jazz rusak,
dan dia ingin mencoba menyentuh instrumen jazz yang dia sukai. Jadi, dia
mungkin memainkan kontrabas setelah memainkan gitar dan saksofon. Melihat bekas
goresan itu, aku pikir kontrabas itu mungkin telah jatuh ke depan saat dia
bermain. Jadi, mengapa itu jatuh? Aku tidak memiliki bukti, tetapi aku pikir
dua hal buruk mungkin telah terjadi. Pertama, ada endpin.”
Ebina-san, yang menundukkan kepalanya, tiba-tiba bergetar.
Umino-san mengernyitkan wajahnya dan memiringkan kepalanya, bertanya, “Endpin?”
“Ini adalah batang logam yang ada di bagian bawah instrumen,
yang digunakan untuk mendukung instrumen dengan memasangkannya ke lantai.
Biasanya, endpin ini disimpan di dalam kontrabas. Selain mendukung instrumen,
endpin juga memperkuat getaran ke lantai untuk menguatkan suara. Kemarin, aku
melihat ada penutup karet hitam di endpin. Aku pikir ini untuk mencegah slip,
tetapi ada juga teori bahwa suara menjadi buruk jika ada karet. Aku juga
menemukan situs yang menulis tentang itu.”
“Jadi Oriha, jangan bilang...”
Oriha melirik Ebina-san sebentar, lalu mengangguk pada ku
“Ya, mungkin dia mencoba membuat suara lebih baik dengan
melepas penutup. Jika tidak, itu tidak akan jatuh sejauh itu. Itu adalah alasan
pertama. Tapi pikirkanlah, Amesuke. Jika pin karet dilepas dan jatuh ke depan,
kontrabas mungkin jatuh ke lantai, tetapi tidak akan ada goresan di belakang,
bukan?”
“Oh, ya. Jadi... oh, ada benda tajam di tempat itu jatuh!”
“Salah besar. Apa itu, benda tajam yang berdiri tegak di
lantai. Pisau liar?”
“Berikan aku sedikit penghargaan.”
Layani aku sedikit lebih baik dong.
Dia semakin tajam saat berada dalam mode detektif.
"Kalau kamu memegangnya dengan kedua tangan, seharusnya
tidak akan tergelincir dengan mudah. Jadi aku bisa dengan mudah
membayangkannya. Kau hanya memegangnya dengan satu tangan, Ebina-san, dan kamu
tidak fokus. Mungkin, kau sedang menggunakan tongkat selfie untuk mengambil
foto dirimu sendiri sedang bermain, bukan?"
Pada saat itu, gambaran itu langsung muncul di kepala ku.
Shiraishi-san dan Umino-san juga tampak terkejut. Mereka mungkin merasakan hal
yang sama seperti ku.
Dia duduk sambil menjepit kontrabas dengan kakinya dan
memetik senarnya dengan tangan kanan. Dia mengambil video dan foto dirinya
bermain dengan tongkat selfie di tangan kirinya. Meskipun dia tidak bisa
mengubah nada dengan menekan senar dengan tangan kirinya, suara bass yang indah
cukup membuatnya bahagia.
Namun, dia terlalu fokus pada ponselnya dan kontrabasnya
tergelincir. Dia mencoba menahannya dengan tangan kirinya dengan panik, tetapi
tongkat selfie menabrak bagian belakang instrumen dan akhirnya jatuh ke lantai.
Akibatnya, instrumen itu tergores. Mungkin itu yang terjadi.
"Bagaimana menurutmu, Ebina-san, apakah kamu punya
alasan untuk membantahnya?"
Ebina-san, yang telah diam sepanjang waktu, mengangkat
matanya yang lelah dan menatap Oriha dengan intensitas seorang predator yang
siap menyerang mangsanya.
"Kamu hanya berbicara tentang dugaan sejak tadi, tapi
apakah kamu punya bukti?"
Aku juga mundur satu langkah karena tekanan yang dia
keluarkan. Dia pasti tidak pernah menunjukkan ekspresi seperti ini di klub
shogi.
Tapi, aku tahu. Di dunia anime dan drama, ketika seseorang
mengatakan kalimat ini, biasanya mereka memiliki bukti. Itu pasti sama di dunia
nyata juga.
"Aku tidak punya bukti pasti... Tapi, bisakah kamu
menunjukkan daftar foto dan aplikasi di ponselmu? Mungkin ada di aplikasi Voice
Memo atau penyimpanan online."
"Maksudmu...?"
Oriha terus menyerang Ebina-san yang tampaknya telah
kehilangan momentumnya.
"Jika kamu mengambil foto dengan tongkat selfie, kamu
pasti tidak bisa bermain dengan baik. Jika kamu sangat tertarik pada instrumen
jazz hingga merasa perlu menyelinap, kamu pasti telah merekam dirimu bermain
dengan metode pizzicato sambil menekan senar dengan tangan kirimu dalam bentuk
data suara atau video. Kesempatan seperti ini jarang terjadi. Jika kamu
berpikir untuk menjaga agar teman-temanmu tidak mengetahuinya, kamu mungkin
tidak mengunggahnya ke SNS. Jika kamu berhati-hati agar aman jika seseorang
meminta meminjam ponselmu, kamu mungkin telah mengunggahnya ke penyimpanan
online dan
menghapusnya dari perangkatmu."
"Ebina, bisa tunjukkan?"
Ketika Shiraishi-san bertanya, dia terdiam sejenak, lalu
dengan lemah dia tersenyum dan menggeleng.
"Boleh saja aku tunjukkan, tapi hanya ada banyak video
dan rekaman suara aku bermain. Maaf, aku benar-benar ingin bermain... jadi, aku
ingin mengambil foto dan aku memegangnya dengan satu tangan, dan itu terjadi...
aku takut dan langsung mengembalikannya ke kotaknya."
"Dasar, apa yang kamu lakukan."
Umino-san mendesis kecil. Ini bukan penghinaan, melainkan
kesedihan.
"Setelah diperbaiki, kita harus pergi dan meminta maaf
serta membayar gantinya. Lalu, mulai sekarang setelah sekolah, kita pergi
melihat dan meminta mereka membiarkan kita bermain. Kan, Shiraishi?"
"Ya, mari kita lakukan itu. Langkah pertama adalah
menghubungi klub jazz."
"Maaf... terima kasih... maaf..."
Sambil berulang kali meminta maaf dan mengucapkan terima
kasih, Ebina-san membungkukkan kepalanya dalam-dalam kepada semua orang yang
ada di sana.
Dengan demikian, teka-teki berhasil dipecahkan dengan sukses.
Menurut cerita yang aku dengar sebelumnya dari Akutsu-san, tampaknya biaya
perbaikan tidak terlalu tinggi karena goresannya tidak terlalu dalam. Dia telah
meminta toko instrumen yang biasanya mereka gunakan untuk memperbaikinya
langsung, jadi mereka dapat menyelesaikannya tanpa memberi tahu pihak sekolah.
"Oriha, itu hebat. Kamu seperti detektif terkenal."
Koridor diterangi oleh matahari sore yang berwarna oranye.
Sambil berjalan menuju loker sepatu, aku memuji Oriha. Bukan pujian palsu, aku
benar-benar kagum.
Bagaimana dia akan bereaksi? Apakah dia akan memerah dan
mengatakan "Eh, tidak juga" sambil tersipu-sipu?
Harapanku itu dengan cepat lenyap.
"Ini dia, inilah yang aku cari! Aku akan menjadi
detektif! Dengan ini, aku bisa merendahkan orang populer! Aku berhasil
mengalahkan Ebina-san, yang ternyata populer, kali ini juga!"
"Eh, um, Oriha-san...?"
Oriha, dengan mata berkilau seperti anak kecil yang menerima
imitasi batu permata, menggenggam tinjunya dengan kuat. Sepertinya dia sudah
ketagihan. Aku harus mengingatkan dia bahwa teka-teki tidak dimaksudkan untuk
merendahkan orang lain.
"Orang populer yang dicintai semua orang pasti mengambil
video rahasia setelah sekolah, bukan? Lakilaki yang berpacaran setiap hari
dengan pacar utamanya pasti selingkuh dengan teman wanita temannya, bukan?
Pemain kunci yang bekerja keras di klub pasti melakukan apa saja dengan akun
anonim, bukan? Jika kita menerima pengaduan dari korban dan memecahkan
teka-teki, kita bisa mengekspos semua orang seperti itu! Jika berita buruk
menyebar, mereka akan mendapatkan poin negatif yang besar! Untuk membalas
dendam pada orang-orang ekstrovert, memecahkan teka-teki adalah cara
terbaik!"
"Oriha, itu... uh! Kamu benar-benar... haha!"
Aku tidak bisa menahan tawa melihat Oriha yang begitu
bersemangat untuk membalas dendam, meski dengan alasan yang sangat
berbelok-belok. Jika dia begitu ingin membalas dendam, aku akan menyingkirkan
pertanyaan tentang apakah itu ide yang baik atau tidak dan membantunya. Dia
adalah teman masa kecilku yang berjanji untuk saling membantu saat kita dalam
kesulitan. Mari kita lanjutkan untuk mengumpulkan momen bersama dia.
"Aku juga bisa membantu jika kita memecahkan tekateki.
Biarkan aku membantu, Oriha."
"Tentu, Amesuke. Ngomong-ngomong, jika kamu punya lagu
jazz yang kamu rekomendasikan, beri tahu aku."
"Kamu benar-benar tertarik! Padahal kamu sangat
menentangnya!"
Balas dendamnya baru saja dimulai.
BAB SEBELUMNYA=DAFTAR ISI=BAB SELANJUTNYA
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.