Episode 2
(POV Ritsuka)
Bokki……
"Aduh! Pisaunya
patah……"
Pisau dapur santoku
yang kalah melawan labu yang keras patah menjadi dua, dan aku menundukkan
bahuku dengan lesu.
Karena itu adalah pisau
murahan yang tidak terlalu kusukai, tidak masalah jika patah, tetapi masalahnya
adalah aku akan kesulitan memasak tanpa pisau santoku.
Karena itu, aku
diam-diam mengalihkan pandanganku ke hiasan yang dipajang di sudut ruangan.
"Ini sangat tajam~~~~~!! Rasanya bisa membelah talenan juga~~~~~!!"
Seperti yang diharapkan
dari rekanku《Hibari》. Labu yang keras itu terbelah dua dalam sekali
tebas! Suppa suppa!
Pedang kesayanganku
dulu,《Hibari》, telah berada di sisiku sejak sepuluh tahun lalu
hingga sekarang. Bukan karena aku ingin membuangnya, atau karena aku tahu cara
membuang pedang, tetapi memang aku tidak berniat membuangnya.
Jadi, selama ini ia
kujadikan hiasan, tetapi sekarang ia kembali bertugas setelah sekian lama. Aku
hanya membersihkan debunya, tetapi ketajamannya tampaknya tidak berubah sama
sekali. Pedang yang hebat~!
"Apa yang sedang
kamu lakukan, Ritsuka……?"
"Uhyaa!"
Rou-kun, yang entah
sejak kapan mengintip ke dapur, mengeluarkan suara terkejut.
"S-sejak mana kamu
melihat……?"
"Sejak 'Ini sangat
tajam~!'……"
"Hampir dari awal
dong!!"
Seorang istri yang
memegang katana di dapur, membelah labu dan merasa senang──bagaimana
perasaan suaminya melihat itu!? Jangan-jangan dia berpikir aku sangat stres!?
"B-bukan begitu!
Ada alasan yang sangaaat mendalam untuk ini……!"
"Yah──mungkin
begitu."
Jika itu adalah suami
yang normal, dia mungkin akan menunjukkan pengertian umum dengan berkata 'Ada
apa? Mau cerita?', tetapi Rou-kun adalah orang yang berwawasan luas, jadi pasti
tidak apa-apa.
"Pisaunya patah.
Memang murahan sih, itu. Lalu kamu menggantinya dengan pedang itu,"
"Benar! Aku tidak
bermaksud mengayun-ayunkan《Hibari》kok!?"
Tuh kan! Seperti yang
diharapkan dari Rou-kun, tepat sekali! Suami yang kubanggakan♡♡
"Tapi menggunakan
pedang untuk memotong bahan makanan menurutku agak……Bagaimana kalau kamu cerita
jika ada sesuatu……?"
Pengertian yang
terlambat selangkah~~~!!
Tapi aku suka bagian itu~~~!!
"A-aku sudah
membersihkan mata pisaunya dengan alkohol kok!"
"Bukan masalah
kebersihannya……. Maksudku, masalah stres……"
Rupanya dia
mengkhawatirkan masalah stresku, Rou-kun menatapku dari ujung kaki hingga dahi,
seolah sedang memeriksa.
Jadi, aku juga tidak
mau kalah, balas menatap Rou-kun dari ubun-ubun hingga telapak kakinya. Aku
tidak bisa melihat keduanya, tetapi semangat untuk melihat bahkan bagian yang
tidak terlihat itu penting.
Tingginya……jauh lebih
tinggi dariku. Pasti lebih tinggi dari sepuluh tahun lalu. Curang. Bentuk
wajahnya agak tajam, tetapi biasanya dilembutkan dengan kacamata. Karena hari
ini hari libur, dia tidak memakai kacamatanya.
Bentuk tubuhnya ramping
sejak dulu, tetapi sebenarnya berotot. Bukan hanya berotot ramping, tetapi otot
yang lebih praktis untuk pertempuran. Rou-kun bilang dia 'lebih gemuk dari
dulu', tapi menurutku tidak banyak berubah. Dia masih sesekali latihan beban
kok.
Eh, secara keseluruhan
nilainya 10000 poin dari 10000!! Kamu selalu keren, Rou-kun♡
Tapi lupakan saja aku
yang mengamuk di dapur dengan 《Hibari》 di tangan ya♡
"Cup♡"
"Hei, apa kamu
sedang mengalihkan perhatianku? Asalkan Ritsuka baik-baik saja, aku
senang."
Ciuman jarak jauh
sekuat tenaga sepertinya tidak berpengaruh……
"Pokoknya, memasak
dengan benda berbahaya seperti itu dilarang. Sini, biar ku simpan."
"Baiklah……. Aku
akan berhati-hati……"
"Dan juga, terima
kasih sudah memasak hari ini. Besok giliranku."
"Rou-kun……"
Dia orang yang sangat
baik. Mungkin, jauh lebih baik dari orang biasa.
Aku merasakan debaran
di dada saat melihat senyum lembut Rou-kun, dan menyerahkan 《Hibari》
yang sudah kusarungkan.
"Beraaaat!!"
Dan Rou-kun kehilangan
keseimbangan. Seperti orang yang disuruh mengangkat barbel yang terlalu berat
saat latihan beban. Biasanya orang akan menjatuhkan《Hibari》ke
lantai, tetapi Rou-kun entah bagaimana masih bisa menahannya. Rencana jahilku
berhasil☆
"Katanya, kalau
dipegang orang lain selain aku, tiba-tiba jadi berat. Jadi hati-hati!"
"Kenapa baru
bilang setelah diserahkan……!! Memangnya dulu ada fitur seperti itu……!?"
《Hibari》pada dasarnya tidak boleh disentuh oleh siapa pun
selain aku. Berbahaya.
Tapi, Rou-kun pernah
menggunakan《Hibari》sekali di masa lalu. Saat itu dia bisa
menggunakannya dengan normal, jadi dia terkejut dengan fakta bahwa sebenarnya
hanya aku yang bisa menggunakannya.
"Memang ada? Tapi《Hibari》itu
pedang yang aneh sih~.
Aku juga tidak tahu prinsipnya."
"Kemampuan
teknologi 《Organisasi Rod》 memang kebanyakan tidak bisa dimengerti……"
Rou-kun berjalan
terhuyung-huyung ke arah gantungan pedang. Dia bergumam, "Pedang iblis
ya……"
"Ah, tapi, kalau
pisaunya patah, kita harus pergi membelinya. Bagaimana kalau kita pergi
besok?"
"Boleh! Kita
kencan yuk!"
"Kencan──"
Begitu mendengar kata
itu, Rou-kun terlihat sedikit malu. Kami sering pergi berdua, tetapi begitu
disebut kencan, dia langsung malu. Dulu aku juga seperti ini, tapi sekarang aku
baik-baik saja. Kalau kami pergi berdua, meskipun itu medan perang, tetap saja
kencan!
"Hmm, aku jadi
sangat bersemangat menanti besok! Aku harus bangun pagi!"
"Aku tidak berniat
pergi pagi-pagi sih……. Ee, Ritsuka."
Rou-kun mendekatiku.
Dia masih terlihat malu. Ada apa?
"Ada apa?"
"Itu, terima kasih
sudah selalu memasak, maksudku──"
Pandangannya bergerak
ke kanan dan ke kiri. Apa dia sedang memilih kata-kata?
Menyampaikan rasa
terima kasih itu sangat penting, tetapi aku sedikit mengerti perasaan malu
untuk menyampaikannya. Tapi, kami sudah tidak dalam tahap malu-malu lagi.
"──Tangan
Ritsuka indah."
Tangan Rou-kun hampir
menyentuh tanganku dengan lembut.
"Terima kasih!
Tapi aku sedang memasak sekarang, dan aku akan menyentuh daging setelah ini,
jadi tunggu di sana!"
"B-baik."
TLN: Gagal
modus wkwk
Berdekatan saat memasak
itu tidak higienis dan berbahaya. Tujuan utamaku sekarang adalah membuat
Rou-kun bilang enak!
***
Keesokan harinya, hari
Minggu. Aku dan Rou-kun keluar rumah pada pagi hari.
Rencananya cukup bebas,
kami akan pergi ke pusat perbelanjaan besar, jalan-jalan, dan mampir ke toko
perkakas untuk membeli pisau sebelum pulang.
"Selain pisau, ada
beberapa barang lagi yang rencananya akan kita beli."
"Karena kita naik
kereta, tidak bisa membeli terlalu banyak, itu masalahnya."
"Tidak, tidak
apa-apa. Biar aku yang bawa semuanya."
"Tidak, aku tidak
mau hanya Rou-kun yang bersusah payah."
"Tidak, tenagaku
lebih kuat. Aku kan laki-laki."
"Tidak, di zaman
sekarang kesetaraan gender, jadi urusan bawa barang juga setara."
"Tidak,
sudahlah……! Kita beli yang paling dibutuhkan dulu saja."
Kami mengobrol seru di
kereta. Rou-kun pandai melontarkan tsukkomi.
"Tapi, kita juga
butuh mobil, sebentar lagi."
"Mobil ya. Aku
rasa itu praktis, dan memang praktis sih, tapi──"
Tidak seperti sepeda,
membeli mobil pribadi bukan berarti selesai begitu saja. Biaya operasionalnya
akan terus ada. Kami berdua bekerja, jadi kehidupan kami tidak terlalu sulit,
tetapi kalau ditanya apakah mobil benar-benar dibutuhkan? Sebenarnya tidak juga……
"Transportasi di
sini bagus sih. Kebanyakan bisa diatasi dengan kereta."
"Tapi jalan-jalan
naik mobil itu menyenangkan, kan. Aku akan menunjukkan pemandangan malam
terbaik padamu, suatu hari nanti."
"Kamu tidak punya
SIM lho."
"Oh iya!"
Kami sudah beberapa
kali menyewa mobil dan jalan-jalan. Tapi, aku sendiri tidak punya SIM, dan
tugasku hanya menyemangati Rou-kun dari kursi penumpang. Dia kadang bilang
'Biarkan aku menyetir dengan tenang', tapi kurasa itu hanya karena dia malu.
"Rencana punya
rumah dan mobil sendiri……Punya tujuan dalam hidup itu bagus!"
"Benar. Aku akan
bekerja keras agar kita bisa membeli keduanya secepatnya."
"Aku juga akan
berusaha~"
Sambil mengobrol, kami
tiba di stasiun tujuan dan turun.
Aku langsung
mengayunkan tangan kananku dengan berlebihan. Seperti pendulum.
"Baiklah──mulai
dari mana?"
"Hmm──"
Aku mengayunkannya
sedikit lebih kuat. Seperti metronom yang cepat.
"Gordennya sudah
rusak. Bukankah itu di bagian furnitur?"
"Eh──"
Akhirnya aku memutar
lenganku. Seperti mesin pelempar bola. Akhirnya dia menyadarinya.
"Ah……begitu. Maaf,
Ritsuka."
"Kenapa~?"
"Tidak……entahlah.
Aku minta maaf karena tidak pernah terbiasa."
Tangan kiri Rou-kun
terjalin dengan tangan kananku, seperti benang yang dipilin. Dengan canggung,
dia menyesal, "Ini kan kencan, bukan belanja……" Rou-kun yang murung
juga imut!
"Tidak apa-apa.
Aku justru tidak suka kalau kamu terbiasa."
"Betul juga. Kalau
begitu, curigai aku selingkuh. Mungkin aku akan selalu seperti ini."
"Justru kalau
Rou-kun berubah, itu tanda-tandanya……kes……su……"
"Kesucian."
"Benar itu!
Makanya!"
Saat situasinya tepat,
Rou-kun juga akan mengantarku dengan sopan.
Jadi, untuk kencan
sehari-hari, justru lebih baik kalau aku yang memimpin.
Karena menurutku,
saling memaafkan, mengisi kekurangan, dan saling melengkapi, meskipun ada
bagian yang kurang pada diri masing-masing, itulah arti hidup bersama!
"Lihat lihat
kacamata hitam ini!"
Di toko kacamata di
dalam mal, ada pajangan kacamata hitam yang bisa dicoba, jadi aku mengambilnya
dan memakainya. Lalu aku melihat ke cermin dan Rou-kun bergantian.
Katanya, salah satu
perbedaan antara pria dan wanita adalah cara berpikir tentang belanja.
Pria bergerak lurus ke
tempat yang dituju untuk membeli barang yang diinginkan di awal. Sebaliknya,
wanita merasa tidak masalah membeli barang yang diinginkan di akhir, jadi
mereka melihat-lihat ke sana kemari sampai tiba di sana.
Meskipun itu teori umum
dan tidak mutlak, ini cukup berlaku untukku dan Rou-kun. Seperti yang bisa
dilihat, aku suka melihat-lihat berbagai hal.
"Lensanya terlalu
besar……. Menurutku Ritsuka lebih cocok dengan kacamata hitam yang lain."
Lensanya sangat besar,
sampai hampir keluar dari wajahku.
Aku mengerti kalau
desainnya sengaja dibuat seperti itu untuk memberi efek wajah kecil, tapi
rasanya agak aneh.
"Iya kan. Mirip
capung. Rou-kun juga coba pakai ini!"
"Mana mana──……bagaimana?"
"Wah. Orang
mencurigakan."
"Kenapa malah
turun peringkat dari capung?"
"Rou-kun memang
pada dasarnya tidak cocok memakai kacamata hitam ya. Karena terlalu
cocok."
"Kontradiktif……Aku
mengerti maksudmu."
Kalau Rou-kun memakai
kacamata hitam biasa, dia hanya terlihat seperti agen rahasia. Kalau memakai
kacamata berbingkai tipis, kesannya lebih lembut, tapi kalau memakai kacamata
hitam, wajahnya jadi tegang, fashion itu memang aneh. Hanya dengan satu aksesori
kecil bisa berubah drastis, menarik.
"Boneka ini imut~!"
Selanjutnya kami
jalan-jalan di toko pernak-pernik. Berbagai item karakter berjejer padat,
berada di sini saja sudah membuatku senang.
Terutama, aku tertarik
pada boneka yang dijual obral.
"Imut……kah?"
Rou-kun memiringkan
kepalanya. Boneka itu putih, bulat, punya tanduk dan sayap. Ekspresinya senyum
asal-asalan, yang justru membuatnya imut sekaligus seram! Bahannya dari beads
cushion dan nyaman disentuh, seperti boneka berbentuk mochi.
"Ini……harus
dibeli!"
"Hmm……tapi aku
tidak yakin target pasarnya. Kurang pop untuk anak-anak, dan terlalu murahan
untuk orang dewasa. Meskipun dijual obral itu sudah jawabannya, tapi dengan
begini pasti sulit laku. Siapa produsennya? Coba kulihat──"
"………Terima kasih
atas riset pasarnya."
"Ha!"
Mata Rou-kun
benar-benar dalam mode kerja, tapi kembali normal setelah aku berkata begitu.
Sepertinya ide datang
ke toko pernak-pernik tadi salah. Aku ingin Rou-kun melupakan urusan pekerjaan
setidaknya di hari libur──aku harus introspeksi
diri.
"Maaf, tanpa
sadar……"
"Tidak, justru aku
yang minta maaf. Bagaimana kalau kita pergi ke tempat lain?"
Setelah itu, aku dan
Rou-kun melihat-lihat ke sana kemari.
Mulai dari aksesoris,
perlengkapan olahraga, toko hewan peliharaan, bukan berarti tidak ada yang kami
inginkan, tapi karena bukan barang yang dibutuhkan, jadi kami puas hanya
melihat-lihat saja.
Kemudian kami makan
siang di tengah jalan, dan akhirnya tiba di bagian furnitur yang menjadi tujuan
kami di sini.
"Eee, ukuran
gordennya berapa?"
"Ukurannya sudah
kucatat di sini, pilih motif yang kamu suka dengan ukuran yang sama atau mirip
ya, Ritsuka."
"Hebatnya Rou-kun,
persiapannya matang!"
"Lalu itu,
bolehkah aku……pergi ke toilet sebentar?"
Rou-kun berkata dengan
nada meminta maaf sambil menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri. Hmm, dari
gelagatnya, sepertinya dia tidak benar-benar mau ke toilet. Tapi dia juga tidak
mungkin melakukan hal buruk.
"Boleh kok~. Aku akan mencari-cari dulu sampai kamu
kembali!"
"Maaf, kumohon.
Aku akan segera kembali!"
Rou-kun menundukkan
kepalanya dan berlari pergi. Aku sekilas melihat papan petunjuk yang tergantung
di langit-langit. Toilet pria ada di arah panah ke kanan.
Rou-kun pasti tidak
menyadari bahwa dia berlari ke arah yang berlawanan dengan panah itu. Dia
memang tidak pandai berbohong. Karena dia tidak terbiasa berbohong.
(Apa yang akan dia
lakukan ya?)
Apa dia diam-diam akan
membeli sesuatu yang dia inginkan? Seharusnya dia bilang saja.
(Tapi, setiap orang
pasti punya hal yang tidak bisa diceritakan pada orang lain. Aku juga begitu.)
Tidak ada rahasia di
antara suami istri──sepertinya tidak
berlaku untuk kami. Setidaknya untuk kami.
Aku punya sesuatu yang
belum kukatakan pada Rou-kun. Pasti di mata orang lain itu hal yang sepele dan
tidak penting, tapi aku tetap tidak bisa mengatakannya.
(Tapi──suatu
saat aku harus mengatakannya. Ya, aku akan mengatakannya. Tanggal 12 bulan
depan, aku pasti akan mengatakannya.)
Aku ingin tahu semua
tentang orang yang kucintai. Itu idealisme dan egois.
Pasti ada hal yang
lebih baik untuk tidak saling diketahui. Tapi aku ingin tahu. Tapi aku juga
tidak ingin diketahui. Berbagai gelembung pemikiran itu bertabrakan dan pecah,
dan akhirnya aku memunggunginya.
Rou-kun baik, jadi dia
tidak akan mengorek terlalu dalam tentang hal itu.
Tapi aku tahu dia pasti
memikirkannya. Semuanya salahku.
"Maaf."
Aku berbisik dalam
hati, agar tidak ada yang mendengar.
Entah kenapa warna
gorden yang kupilih adalah biru langit yang lembut.
***
"Aku belum pernah
masuk ke toko perkakas sebelumnya."
"Aku juga. Tapi
Yoshino bilang tempat ini sangat direkomendasikan."
"Ah, Kutsuri-san
ya. Dia memang informan yang baik."
Aku dan Rou-kun datang
ke toko perkakas kuno di dalam distrik perbelanjaan,《Toko Perkakas Wani-buchi》.
Distrik perbelanjaan
ini berada di stasiun sebelum stasiun terdekat rumah kami, lokasinya diberitahu
oleh Yoshino. Yoshino memang selalu tahu segalanya sejak dulu.
"Tapi──banyak
sekali barang di sini. Hanya pisau saja ada banyak sekali."
"Benar……"
Di dalam etalase kuno
yang terbuat dari kayu dan kaca (sepertinya ada istilah yang lebih tepat),
berjejer berbagai macam pisau. Ternyata ada banyak sekali jenis pisau……
"Wah. Lihat,
Rou-kun. Ada juga yang dipakai tukang kayu!"
"Itu ketam. Tapi
ini sepertinya……alat serut ikan cakalang."
"Keren~. Aku jadi ingin mencobanya."
"Harganya lumayan
mahal lho ini……. Lebih dari sepuluh ribu yen……"
"Le-lebih dari
sepuluh ribu!? Gawat!"
Harganya di luar
dugaanku……. Tapi kaldu itu penting……. Aku mengerti…….
"Kalian ini cuma
lihat-lihat saja."
"Hya! T-tidak, itu."
Entah sejak kapan,
seorang kakek keriput berpakaian jinbei muncul dari belakang toko dan berkata
dengan suara geraman. Tatapannya tajam, dan meskipun tidak tinggi, auranya
sangat kuat.
"Maaf, kami agak
berisik. Apa Anda pemilik toko ini?"
"Benar. Kalau ada
urusan, bicaralah dengan singkat. Aku sedang sibuk."
"Sebenarnya kami
sedang mencari pisau. Pisau kami patah saat memasak."
"Santoku ya."
"Benar. Istri saya
ingin memilih peralatan yang bagus, jadi kami mencari pisau yang bagus."
"I-itu! Temanku
bilang toko ini bagus sekali!"
Aku memang sudah
dewasa, tapi aku tidak terlalu menguasai skill orang dewasa. Aku rasa aku punya
sopan santun minimal, tapi Rou-kun hebat bisa berbicara lancar dalam situasi
seperti ini…….
Kakek itu membandingkan
aku dan Rou-kun dengan tatapan tajam, lalu menggerakkan dagunya.
"Pisau dapur untuk
rumah tangga ada di rak pajangan sebelah sana. Semakin mahal, kualitasnya
semakin bagus. Tapi, meskipun murah, tetap tidak kalah dengan barang-barang di
tempat lain. Kalau mau memastikan pegangannya, bilang saja padaku. Akan kukeluarkan."
"Terima kasih.
Kalau begitu, Ritsuka, ayo kita pilih."
"Ah, ya. Terima
kasih!"
Kakek itu hanya
terlihat kasar, tapi dia melayani pelanggan dengan baik.
"Hanya pisau
santoku saja ada banyak sekali jenisnya. Panjang bilah dan ukuran gagangnya
semuanya berbeda."
"Karena bukan
hanya aku yang akan memakainya, Rou-kun juga, jadi kita harus memilih yang pas
untuk berdua~. Kakek, ada
rekomendasi?"
"……Ini."
Kakek itu membuka kunci
etalase……bukan, rak pajangan, dan tanpa ragu mengambil satu dan memberikannya
padaku. Kalau bingung, tanya pada penjual! Ini aturan dasar belanja!
"Ooh, ini pas
sekali di tangan! Hebatnya kakek……"
"Tentu saja.
Karena ukurannya hampir sama dengan gagang《Hibari》."
Saat pertama kali
mendengar kata itu, aku mengira itu nama burung. Tapi, pasti bukan.
Hanya saja──sebelum
aku memikirkan ini dan itu, aku lebih dulu mencengkeram pergelangan tangan
Rou-kun dengan erat.
"……Tidak boleh,
Rou-kun. Jangan memasang wajah seperti itu."
"……Lihat dulu
wajahku baru bicara."
"Aku bisa tahu
tanpa melihat kok."
"Jangan bersikap
defensif,《Feather Hunter》. Juga Nona
《White
Demon》."
Tidak banyak orang yang
tahu masa laluku dan Rou-kun……kurasa begitu.
Karena itu, orang yang
tahu tentang itu padahal tidak mengenal kami, itu berbahaya.
Rou-kun, untuk
orang-orang berbahaya seperti itu, memasang wajah yang lebih berbahaya lagi.
Padahal itu sudah tidak
diperlukan. Wajah seperti itu, tidak boleh dipasang lagi.
"Emm, Kakek.
Kenapa Anda tahu tentang kami?"
"Cucuku beberapa
kali memperlihatkan foto kalian. Warna rambut mencolok seperti itu, tidak
mungkin salah lihat."
"Ah, bukan, ini
karena pengaruh《Blessing》……"
Saat aku hampir selesai
bicara, aku akhirnya menyadarinya. Yang memberitahu lokasi ini adalah Yoshino,
dan aku ingat pekerjaan kakeknya.
"……Cucu,
jangan-jangan, Kakek Yoshino? Yang membuat《Hibari》itu?"
"Benar. Anak bodoh
itu, tidak bilang apa-apa. Gara-gara itu aku jadi merasakan aura membunuh yang
bagus setelah sekian lama."
"Maaf. Ternyata
Kakeknya Kuri-san. Kami tidak tahu kalau Anda mengelola toko perkakas."
"Eh? Tapi,
Kakeknya Yoshino, bukannya pandai besi pembuat pedang……?"
"Aku sudah tidak
membuat pedang lagi. Pedangku berakhir di
《Hibari》."
Dulu Yoshino pernah
berkata. Yang membuat 《Hibari》 adalah kakeknya.
"Nona. Bagaimana
kabar《Hibari》?"
"Eh? Eee……"
Aku tidak mungkin
bilang kalau aku memakainya untuk memotong labu kemarin……
"Ba-baik-baik
saja! Kemarin juga banyak minum alkohol……"
"Dia pemabuk
ya……"
"Hei. Apa masih
belum patah?"
"Hah?
Patah……tidak. Saya menjaganya dengan baik kok!"
Sudah sepuluh tahun
sejak aku bertemu dengan《Hibari》. Bahkan peralatan rumah tangga pun jarang yang
bertahan selama sepuluh tahun, jadi dalam artian itu,《Hibari》bisa
dibilang sangat awet. Karena itu, aku pikir aku akan dipuji oleh kakek, tapi
kakek malah melipat tangannya dan menunjukkan gestur seperti sedang memikirkan
sesuatu.
"──Setiap
perkakas punya tugas. Perkakas akan terus hidup sampai tugasnya selesai, dan
akan mati jika sudah selesai. Pisau itu patah bukan karena rusak. Pisau itu
hanya memilih mati karena telah menyelesaikan sesuatu baginya. Tidak ada campur
tangan manusia di sana."
"Cara berpikir
yang menarik. Bukan manusia yang merusak perkakas, tapi perkakas sendiri yang
memilih untuk mati."
"Ceritanya agak
sulit……"
"Jika《Hibari》belum
patah, berarti《Hibari》masih punya tugas. Kupikir dia sudah patah dalam
pertarungan sepuluh tahun lalu. Karena aku membuatnya seperti itu."
"Emm, kalau
begitu, bagaimana kalau kami kembalikan saja?《Hibari》nya……"
"Jangan bicara
bodoh, Nona. Orang tua mungkin senang melepas anaknya pergi, tapi tidak ada
orang tua yang senang anaknya kembali. 《Hibari》 adalah milik Nona──dan
juga milik《Feather Hunter》. Jika belum patah, rawatlah baik-baik sampai hari
di mana ia patah."
Kakek akhirnya
tersenyum sambil memperlihatkan giginya. Senyum itu sedikit mirip dengan senyum
Yoshino. Aku jadi ingin bertemu Yoshino karena sudah lama tidak bertemu
langsung dengannya.
"Jadi, bagaimana
dengan pisaunya? Apa kamu mau yang rasanya mirip dengan《Hibari》,
Ritsuka?"
"Kalau Rou-kun
setuju dengan ini, aku juga setuju."
"Kalau begitu kita
ambil yang ini. Maaf, kami beli ini."
"Terima kasih.
Tidak pakai lama-lama berpikir──"
"Oi, orang tua dan
buayanya disana!! Aku datang untuk mengambil barangnya, bodoh!!"
Saat kami akan
membayar, tiba-tiba terdengar suara keras di depan toko. Aku kaget…….
Kami berdua menoleh dan
melihat orang berandal menatap tajam kakek.
"Kami sedang membeli.
Pergi sana."
"Bodo amat! Aku
duluan! Orang tua, kubilang siapkan semua pedang yang bisa kamu berikan
padaku!? Sudah siap belum!?"
"Apa yakuza zaman
sekarang tidak bisa membaca papan nama? Kami ini toko perkakas. Kami punya
perkakas, tapi tidak punya pedang."
Kata-kata yang tidak
enak terdengar di telingaku.
Orang menakutkan itu
mendekat dengan kasar dan mendekatkan wajahnya ke kakek sampai air liurnya
hampir mengenai kakek. Sekilas terlihat tato di belakang lehernya.
"Jangan mengelak, orang
tua sialan. Aku sudah menyelidiki kalau kamu membuat pedang dan menjualnya ke
orang-orang yakuza. Kamu masih punya, kan? Keluarkan, bodoh!"
"Entah dari mana
kamu dengar, itu cerita setengah abad yang lalu. Seandainya pedang itu masih
ada, apa kamu akan berkelahi dengan pedang berkarat seperti itu? Lucu sekali.
Pisau di sini masih lebih tajam."
"……Kamu tidak akan
mengerti kalau tidak merasakan sakit."
Orang menakutkan itu
mengangkat lengan kanannya. Saat itu juga, secara refleks aku meluncurkan
tubuhku ke depan kakek. Orang menakutkan itu berhenti bergerak sejenak.
"Ritsuka!"
"Nona. Ini bukan
urusan kalian. Jangan ikut campur──"
"Apa maumu?"
"Kami pelanggan
duluan! Tidak baik bersikap kasar pada orang tua! Hentikan!"
"Orang sipil?
Wanita berisik. Apa kamu pikir kamu tidak akan diperlakukan kasar?"
"Aku bukan orang
sipil, tapi Sai-gawa!!"
"Oii,《Feather Hunter》.
Apa Nona ini……"
"Aku tidak pandai
bahasa Jepang. Imut kan?"
"Kamu juga
sama……"
Di belakangku, kakek
dan Rou-kun berbisik-bisik.
Eh, aku tidak
mengatakan hal yang aneh kan?
Orang sipil itu kan
maksudnya nama keluarga orang sipil kan? Aku kan Sai-gawa!?
"……Wanita bodoh.
Meskipun wajahnya diputar balik tetap jelek──"
"Apanya yang jelek
dari istriku, dasar bodohhhhhhhhh!!"
Bruak!!
"Ah,
Rou-kun……"
Dalam kecepatan suara,
Rou-kun menerbangkan orang menakutkan itu. "Jangan mengamuk di dalam toko
sempit," kata kakek, tapi sepertinya Rou-kun sudah memperkirakan itu dan
membantingnya ke tanah.
"G-gawat. Tanpa
sadar tanganku……"
"Sudah kubilang,
jangan ikut campur. Urusanmu, selesaikan sendiri."
"Maaf……"
"Ta-tapi! Kakek
juga cukup dalam bahaya, saya tidak bisa diam saja, dan Rou-kun juga tidak
melakukan hal yang terlalu buruk……"
Orang menakutkan itu
sudah tergeletak tak berdaya. Entah aku atau Rou-kun yang menghadapinya,
hasilnya pasti sama. Salah satu dari kami pasti akan melakukannya.
Tapi, aku mengerti
kalau kakek menyalahkan tindakan gegabah itu…….
"Kalian pasti
mengerti. Orang bodoh ini hanyalah sampah, tapi di belakangnya ada organisasi
'kelompok'. Kalian harus tahu betapa berbahayanya orang biasa berurusan dengan
mereka."
"……Kami gegabah.
Maafkan kami."
Rou-kun menundukkan
kepalanya dalam-dalam. Manusia bukanlah makhluk yang bisa hidup sendirian.
Manusia hidup berkelompok, di sekolah, di perusahaan, dan di berbagai kelompok
lainnya. Orang menakutkan ini datang sendirian, tapi sebenarnya di belakangnya
ada lebih banyak orang menakutkan. Karena itulah dia bisa bertindak kasar dan
sombong.
Kakek menghela napas
panjang. Sepertinya dia tidak terlalu marah.
"Yah──syukurlah
bukan orang lemah yang tidak bisa bergerak meskipun istrinya dihina di depan
mata yang menjadi suami《White
Demon》. Sebagai pria, kamu
hebat."
Justru sebaliknya, kali
ini dia mengangguk dan tersenyum.
Meskipun begitu,
kejadiannya sudah terjadi, jadi Rou-kun terlihat agak bingung.
"Hahaha……terima
kasih. Tapi wajah saya pasti sudah diingat. Haa, bagaimana ini."
"Akhir-akhir ini
ada orang bodoh yang menyerang yakuza tanpa alasan. Mereka datang ke tokoku
untuk mengumpulkan senjata juga karena mereka terdesak. Artinya, mereka tidak
punya waktu untuk berurusan dengan orang sipil seperti kalian, tenang saja."
"Emm, kami bukan
orang sipil, tapi Sai-gawa……"
"Benar. Saya
Sai-gawa Roushi, dan ini Sai-gawa Ritsuka. Kami bukan orang sipil."
"Hei, jangan
memanfaatkan ketidaktahuan istrimu."
Aku tidak begitu
mengerti, tapi karena aku belum memperkenalkan diri pada kakek, anggap saja itu
sudah selesai.
Kakek mencengkeram
leher orang menakutkan itu dan menyeretnya ke depan toko.
"Saigawa-san. Apa
yang akan kamu lakukan dengannya?"
"Nanti kuserahkan
ke polisi. Kalau ada masalah, minta bantuan pada otoritas publik. Ingat
itu."
"Begitu ya……benar
juga. Lain kali kami akan melakukan itu!"
"Aku tidak mau
kejadian seperti ini terulang lagi……"
Kakek menyeret orang
menakutkan itu keluar toko dan kembali. Di tangannya ada ponsel.
"Wah. Kakek bisa
pakai ponsel! Keren!"
"Hah. Cucuku
memaksa-maksaku untuk punya. Dia juga seenaknya memasang kamera pengawas di
seluruh toko."
"Ternyata tokonya
punya keamanan yang cukup ketat. Tidak kusangka."
"Entahlah. Bagiku,
dengan ini saja sudah cukup untuk melindungi diri."
Kakek sedikit
memperlihatkan gagang katana dari balik jinbei-nya. Eh, tapi tadi──
"Kakek, tadi Kakek
bilang pada orang menakutkan itu kalau Kakek tidak punya pedang──"
"Bagaimanapun
juga, aku ini pandai besi pembuat pedang. Hanya saja aku sudah tidak membuatnya
lagi. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa pedang ini."
"B-begitu……?"
"Lebih tepatnya
bukan 'ketat', tapi……cukup licik."
Kakek mungkin kuat
dalam segala hal, sampai-sampai tidak akan kalah dari orang menakutkan seperti
tadi. Apa itu alasan dia menyuruhku dan Rou-kun untuk tidak ikut campur?
Setelah melapor, kakek
akhirnya menghitung harga pisau yang sebenarnya menjadi tujuan kami.
"Sekalian saja,
kuberi batu asah. Kalau dirawat, pisau itu bisa dipakai lebih dari sepuluh
tahun."
"Boleh kah?"
"Asyik! Terima
kasih, Kakek!"
"Jangan
dipikirkan. Dan, kalau ada apa-apa dengan《Hibari》, bawa saja ke sini."
Meskipun mungkin tidak
akan dipakai lagi──kakek menambahkan.
Memang, mungkin tidak akan dipakai lagi. Tapi, rasanya sangat senang ada orang
yang peduli dengan pedangmu.
"Baik! Tapi,
meskipun tidak ada apa-apa, lain kali kami akan datang lagi. Bersama
Yoshino!"
"Begitu ya. Kalau
begitu, akan kusiapkan camilan untuk kalian."
"Terima kasih atas
semuanya. Kalau begitu, kami permisi."
Agar tidak bertemu
polisi, kami meninggalkan toko.
"──Bergaul
baik-baik ya, kalian berdua. Aku mendukung kalian."
Aku dan Rou-kun
mendengar kakek mengatakan itu dengan pelan di akhir.
***
"Ugh, capeknya~. Aku benar-benar lelah~"
Saat kami mampir ke
supermarket sebelum pulang, hari sudah benar-benar gelap.
Aku meletakkan barang
belanjaan, mencuci tangan dan berkumur, lalu merebahkan diri di sofa.
"Capek. Aku akan
masak, Ritsuka istirahat saja."
"Terima kasih,
Rou-kun. Makan yang banyak~"
"Bukannya itu
seharusnya kata-kataku……"
"Maksudku, yang
masak juga jangan sungkan untuk makan yang banyak~"
"Oh begitu."
Terdengar suara berisik
dari arah dapur. Pasti Rou-kun sedang mulai menyiapkan makanan.
Rou-kun butuh waktu
cukup lama untuk memasak, atau lebih tepatnya, dia terlalu perfeksionis, jadi
aku berpikir waktu makan malam akan agak terlambat.
"Kakek orang yang
baik."
"Hm? Ah, benar.
Dia juga terlihat sangat waspada, sama sekali tidak terlihat tua."
"Jangan bilang
begitu!"
Sambil memarahi
Rou-kun, aku segera mengirim pesan pada Yoshino tentang kejadian hari ini. Aku
ingin pergi lagi ke tempat kakek bersamanya dengan membawa《Hibari》,
kalau ada kesempatan.
"Aku──rasanya
tidak baik. Melukai seseorang, siapapun orangnya."
"……Kamu memikirkan
kejadian tadi?"
"Tentu saja. Kalau
salah langkah, bisa jadi masalah besar."
Kakek bilang dia akan
melapor ke polisi dengan cerita 'ada yakuza yang memberi pesanan yang tidak
masuk akal dan memaksa pemilik toko, lalu kebetulan ada pelanggan yang sedang
berbelanja yang mengusirnya'. Jadi, masalahnya tidak menjadi besar.
Tapi, dari sudut
pandang 'tidak mencolok' kami, mungkin ini NG──.
"Rou-kun marah
demi aku?"
"Begitu……ya. Hanya
itu, yang pasti."
"Kalau begitu, aku
sangat senang jadi aman! Di sisi lain, mungkin ada cara yang lebih baik, jadi
keluar! Totalnya……seri!" (Maksudnya seri dalam penilaian, tidak sepenuhnya
benar dan tidak sepenuhnya salah)
"Jawaban yang
seperti keputusan wasit……. Tapi, aku jadi lega. Terima kasih, Ritsuka."
"Sama-sama~"
Rou-kun sedikit salah
paham, tapi menurutku, berjuang dan melukai sesuatu, bukanlah hal yang mutlak
buruk. Pasti ada saatnya setiap orang harus melakukannya.
Jika Rou-kun tidak
bertindak, aku yang akan mengalahkan orang menakutkan itu untuk melindungi
kakek. Pada akhirnya hanya masalah siapa yang lebih dulu, jadi aku ingin dia
tidak terlalu memikirkannya.
……Apa pemikiranku yang
salah?
"Hei, hei,
Ritsuka."
"Ada apa? Apa
persiapan masaknya?"
"Tidak, hanya
istirahat sebentar sampai ayamnya kembali ke suhu ruangan……"
Rou-kun duduk di
sebelahku, masih memakai celemeknya. Bukan lagi wajah murung seperti tadi,
sekarang tatapannya kembali bergerak bolak-balik ke kanan dan kiri. Mungkin ada
hal lain yang dipikirkannya.
"Emm, hari ini
kita cukup banyak berjalan. Kakimu tidak lelah?"
"Hmm, aku memang
lelah, tapi kakiku lumayan lah. Bagaimana dengan Rou-kun, kamu kan yang
membawakan barang, apa lenganmu lelah?"
"Aku kuat kok.
Emm, pijat kaki……mau?"
"Pijat refleksi
kaki?"
"Iya. Mau?"
"Aku tidak suka
itu, geli~"
Aku pernah dengar,
orang yang kesakitan saat dipijat refleksi kaki, kondisi tubuhnya kurang baik.
Aku hanya merasa geli, jadi kurasa aku sehat.
"Malah aku yang
memijat refleksi kaki Rou-kun? Meskipun aku tidak tahu letak titiknya……"
"Aku benar-benar
sangat kuat. Ka-kalau begitu, bagaimana dengan bahumu……apa pegal?"
"Bahu?"
"Ah. Soalnya,
wanita itu──"
Tatapan Rou-kun yang
tadinya bergerak ke kanan dan kiri, sekarang bergerak ke bawah. Itu kebiasaan
lamanya, aku sensitif terhadap gerakan tatapan orang. Atau lebih tepatnya,
kebanyakan perempuan sensitif terhadap gerakan tatapan ini. Karena biasanya,
mata tidak akan bergerak ke bawah kalau tidak melihat sesuatu di tubuh……!
"──sering
bilang bahunya pegal."
"Tadi lihat ke
mana?"
"Eh? Hahaha, aku
selalu melihat Ritsuka kok?"
"Kamu pasti
berpikir 'dia tidak mungkin pegal bahunya', kan?"
"Tidak begitu! Ini
kan masalah perbedaan individu! Bukan berarti bahu Ritsuka tidak pegal, tapi
aku ingin memijatnya sebagai ungkapan terima kasih!!"
"Aku tidak bilang
aku tidak pegal bahunya, lho?"
"Ah."
Aku melemparkan bantal
ke Rou-kun dan membuang muka. Bahu……bahu ya. Benar juga, aku sama sekali tidak
pegal. Aku kan sehat! Tidak ada hubungannya dengan ukuran dada!
"Ayamnya pasti
sudah kembali ke suhu ruangan, kan! Aku lapar~!!
Cepat masak~!!"
"Iya iya! Kalau
pegal, bilang saja nanti kupijat!?!"
"Kalau begitu, aku
akan minta tolong padamu!!"
Rou-kun kembali ke
dapur dengan lesu. Pada akhirnya dia hanya datang untuk menggodaku. Ah, dia
memang benar-benar ingin memijat. Meskipun aku tidak butuh, kalau kakiku atau
bahuku pegal, aku akan minta tolong pada Rou-kun tanpa ragu.
"Ri-Ritsuka! Pisau
ini luar biasa!"
"Eh?
Maksudmu?"
Rou-kun berseru kaget
dari dapur.
Bukannya mau
menyamaratakan semuanya, tapi menurutku, memasak, bertarung, dan memijat,
semuanya punya akar yang sama.
"Ayamnya terpotong
seperti tahu!! Eh, apa pisau yang bagus memang seperti ini!?"
"Penasaran~! Coba lihat!"
Intinya──keduanya
dilakukan untuk seseorang!
TLN: Gagal
modus lagi
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.