Sukina ko no shinyu ni hisoka ni semararete iru vol 2 chap 4

Ndrii
0

 Bab 4

Di Balik Persiapan




Pov Yazaki Misa

Setelah festival olahraga berakhir, suasana di sekolah berubah total.

 

Meskipun masih ada keceriaan karena bersenang-senang, ada perbedaan besar antara festival olahraga dan festival budaya yang akan datang.

 

Udara manis. Sepertinya sesuatu yang manis mengalir di seluruh sekolah.

 

“Yazaki. Apa boleh mulai mengecat kardus untuk dindingnya?”

 

Sore hari di kelas. Setelah festival olahraga berakhir, seperti yang dijanjikan, Seko-kun yang sedang membantuku bertanya sambil memegang kuas cat.

 

“Ya, tolong.”

 

“Oke. Aku sudah ganti baju, jadi serahkan padaku.”

 

Seko-kun mulai mengecat kardus dengan cat hitam. Dia mengenakan pakaian olahraga agar tidak kotor. Mau tak mau, ini mengingatkanku pada festival olahraga.

 

Festival olahraga itu memberiku banyak kenangan indah. Namun, yang paling tertanam di ingatanku adalah saat melihat mereka berdua dalam lomba dua orang tiga kaki.

 

Ketika pasangan Haru, Hayakawa-san, tidak bisa ikut karena sakit, Saruyama-kun mengusulkan diri sebagai pengganti. Tapi kemudian, Seko-kun mengangkat tangan seolah menantangnya, dan Haru tanpa alasan langsung menggandeng tangannya dan pergi.

 

Meski mereka tidak pernah berlatih bersama, cara mereka berlari terlihat sangat kompak. Seolah mereka saling mengenal dengan baik dan saling percaya satu sama lain.

 

Mereka tampak begitu serasi. Kata itu muncul di kepalaku, dan rasa sakit yang tajam menjalar di dadaku.

 

Tanpa terganggu, mereka terus berlari dengan indah, dan akhirnya mencapai garis finish sebagai pemenang.

 

Kupikir segalanya sudah berakhir. Namun, saat itu terjadi.

 

“…Eh?”

 

Haru memeluk Seko-kun.

 

Apa yang sebenarnya terjadi? Sebelum aku bisa memahami itu, hatiku terasa seperti disayat, membuatku sulit bernapas.

 

Aku memejamkan mata, menaruh tangan di dada, dan perlahan mencoba menenangkan napasku. Ketika akhirnya bisa bernapas dengan normal, perlombaan dua orang tiga kaki telah berakhir.

 

“Aku sudah banyak berlatih dengan Hayakawa-san, jadi aku melakukan kesalahan.”

 

Mereka kembali ke tempat duduk penonton, dan teman sekelas mulai bertanya, “Apa yang terjadi tadi!?,” Haru menjelaskan alasannya. “Aku melakukan kesalahan,” katanya, tapi wajahnya tampak sangat puas.

 

“Begini caranya, seperti ini! Bagaimana?”

 

“Wah, luar biasa. Hayakawa-san benar-benar terampil ya.”

 

“Meskipun terlihat seperti ini, sebenarnya Hayakawa adalah anak sulung dari enam bersaudara! Hayakawa sering memperbaiki pakaian lama adik-adik!”

 

“Kamu kakak perempuan!? Ah, maaf, aku terkejut.”

 

“Tidak apa-apa, Hayakawa sering membuat orang terkejut! Tapi kenapa ya?”

 

“Ah, haha.”

 

Saat ini, Haru sedang bekerja sama dengan Hayakawa-san membuat tirai untuk menghalangi cahaya. Aku merasa lega karena mereka tidak bekerja bersama Seko-kun. Namun, hatiku tetap terasa berat.

 

Ada satu cara untuk menghilangkan perasaan ini. Aku sangat mengetahuinya.

 

“Yaazaki-san!”

 

Ketika aku sedang tenggelam dalam suasana hati yang murung, tiba-tiba seorang gadis dengan semangat tinggi mendatangiku.

 

“Coba lihat ini!”

 

Himemiya-san, dengan semangat yang tak terbendung, mengarahkan layar ponselnya padaku.

 

Aku tidak bisa mengikuti energinya yang berlebihan. Apa sebenarnya yang ingin dia tunjukkan padaku──

 

“Kucing ini jenisnya adalah Munchkin. Daya tarik Munchkin yang menggemaskan sungguh sulit diungkapkan dengan kata-kata. Bentuk tubuhnya yang sangat khas ini sangat berbeda dari ras kucing lainnya. Tangan dan kakinya yang imut membuat kita ingin melindunginya, sungguh menggoda. Lihat, dia berusaha keras mengulurkan tangannya, meminta untuk diajak bermain. Ternyata, benar ya, kalau mereka punya sifat yang ramah pada manusia, sangat menggemaskan... Ah.”

 

Saat ditunjukkan video kucing itu, aku tanpa sadar mulai berbicara dengan lancar. Menyadari hal itu, aku segera menutup mulut dan melihat reaksi Himemiya-san. Ternyata, dia menatapku dengan mata yang berbinar-binar.

 

“Luar biasa! Benar-benar seperti yang dikatakan oleh Seko-cchi. Yazaki-san ternyata benar-benar suka kucing, ya~”

 

Reaksi Himemiya-san tampak penuh kekaguman. Ketika mendengar nama Seko disebut olehnya, tubuhku refleks bereaksi.

 

“Seko-kun?”

 

“Iya, iya. Aku kebetulan mendengar dia berbicara dengan Oda-cchi tempo hari. Dia mengatakan bahwa Yazaki-san akan sangat lancar berbicara jika membahas tentang kucing, dan hal itu membuat kesenjangan dengan dirinya yang biasa, yang membuatnya semakin menarik. Dia berbicara panjang lebar tentang itu.”

 

“Jadi kamu penasaran dan datang menemuiku untuk membuktikannya, begitu?”

 

“Yah, sebagian memang begitu sih~. Sebenarnya, aku sudah lama ingin berbicara denganmu, Yazaki-san. Tapi aku belum pernah melihatmu bergaul dengan siapa pun selain dua orang itu, jadi aku pikir mungkin kamu tipe yang tidak suka berhubungan dengan banyak orang. Kalau begitu, rasanya akan sangat merepotkan kalau aku yang seperti ini mencoba mengajakmu bicara, kan?”

 

Mendengar bagaimana pandangannya terhadapku, aku berpikir, “Ah, benar juga.” Ternyata tanpa sadar aku telah membangun tembok di antara diriku dan orang lain.

 

“Tapi ya...”

 

Ketika suasana hatiku mulai tenggelam, Himemiya-san tersenyum ramah,

 

“Saat festival olahraga kemarin, kamu sangat bersemangat mendukung Seko-cchi hingga berteriak dengan keras. Buatku, itu benar-benar mengejutkan. Pandanganku tentangmu langsung berubah drastis, dan aku pikir, ‘Oh, sekarang aku bisa berbicara dengannya.’ Sebenarnya aku mendengarkan pembicaraan kalian secara diam-diam, tapi sekarang mari kita kesampingkan itu. Kebetulan Seko-cchi memberikan informasi yang bagus, jadi aku pikir, ‘Baiklah, sekarang saatnya untuk mencoba mengajakmu bicara.’”

 

Dia bilang bahwa pandangannya terhadapku berubah drastis, dan dia mengatakan bahwa Seko-kun terlibat dalam hal itu.

 

Dadaku yang tadinya terasa berat mendadak terasa ringan, seperti mendapatkan obat penawar dari Seko-kun secara tidak langsung.

 

Rasanya aku ingin tersenyum lebar. Aku bahkan ingin melompat kegirangan di tempat. Tapi akan sangat memalukan jika ada orang yang melihatku seperti itu.

 

“…Uhuk.”

 

Aku berusaha keras menekan perasaanku yang hampir meledak, dan berusaha bersikap tenang.

 

“Jadi begitu ya.”

 

“Yup. Oh iya, kucing yang tadi itu punyaku, loh. Aku benar-benar senang kamu memujinya!”

 

“Itu kucing peliharaanmu, Himemiya-san? Kalau begitu, apa kamu punya foto atau video lain…?”

 

“Tentu saja! Kenapa? kamu masih ingin lihat lebih banyak ya, Yazaki-san?”

 

“…Kalau kamu mau menunjukkannya, aku akan sangat senang.”

 

“Imut banget.”

 

“Apa?”

 

“Tunggu sebentar, ya~. Aku punya banyak foto, tapi aku akan pilih yang terbaik untuk kamu lihat!”

 

Himemiya-san dengan senang hati memenuhi permintaanku, menunjukkan koleksi foto kucingnya yang telah dipilih dengan cermat. Setiap foto kucing itu sangat menggemaskan, dan karena suasana hatiku sudah lebih baik, aku bisa menikmatinya lebih dari sebelumnya.

 

“Oh iya. Sebenarnya aku ingin mengucapkan terima kasih pada Yazaki-san.”

 

“Mengucapkan terima kasih padaku?”

 

“Iya. Saat kita memutuskan tentang acara kelas dulu, Saruyama-cchi sempat mengusulkan maid cafe, kan? Terus, Yazaki-san langsung menolak mentah-mentah usul itu. Aku jadi merasa sangat lega! Pasti Saruyama-cchi hanya ingin melihat kita pakai kostum maid. Penampilan kita dalam kostum maid tidak semurah itu, tahu. Lagipula... aku hanya ingin menunjukkannya pada seseorang yang spesial.”

 

Seseorang yang spesial. Saat mendengar kata-kata itu, wajahnya langsung terlintas di pikiranku.

 

...Aku juga. Kalau dia yang melihat, aku tidak keberatan. Bahkan, aku ingin dia melihatnya. Aku penasaran bagaimana reaksinya, apa yang akan dia katakan. ...Apa yang akan dia lakukan ketika melihatku dalam penampilan seperti itu.

 

“Benar-benar terima kasih banyak, Yazaki-san. Oh ya, mulai sekarang boleh aku panggil kamu Yaza-cchi?”

 

“E-eh. Tentu saja, tidak masalah.”

 

“Serius? Senangnya~. Aku memang selalu memanggil orang yang aku suka dengan akhiran ‘-cchi’. Itu aturan pribadiku~.”

 

“...Barusan, aku mendengar kamu juga memanggil Seko-kun dengan cara itu.”

 

“Iya, aku juga panggil Seko dengan ‘Seko-cchi’. Oh, dan kalau di sekitar Yaza-cchi, ada juga Hinata-cchi dan Oda-cchi! Sebenarnya hampir semua orang di kelas yang pernah aku ajak bicara, aku panggil dengan akhiran ‘-cchi’. Kelas kita isinya orang-orang baik semua ya~.”

 

Melihat bagaimana Himemiya-san berbicara dengan blak-blakan, aku merasa lega. Dari sikapnya, aku tahu bahwa Seko bukanlah orang yang spesial baginya.

 

Syukurlah. Kalau tidak, aku pasti harus menjauhkan diri darinya, meskipun kami sudah mulai akrab.

 

Karena dia selalu ada di dekatku. Aku tidak akan membiarkan siapa pun mendekatinya.

 

“Yah, sepertinya aku harus kembali ke persiapan nih. Sampai ketemu, Yaza-cchi. Ayo kita berteman baik ya~.”

 

Setelah aku membalas, “Tentu, mari kita berteman baik,” Himemiya-san memberikan sebuah kedipan dan kembali ke teman-temannya.

 

Ingin segera berbagi apa yang baru saja terjadi, aku pun mengalihkan pandanganku ke tempat di mana dia berada.

 

“...Hah?”

 

Seko-kun tidak ada di sana. Aku melihat sekeliling kelas, tetapi tidak bisa menemukannya, begitu pula dengan Haru.

 

“Kemana mereka pergi...?”

 

Saat aku menempelkan tangan yang terkepal ringan ke dadaku, aku bisa merasakan detak jantung yang berdegup kencang. Lebih cepat dari biasanya.

 

Mereka berdua tidak ada, pasti hanya kebetulan. Tidak mungkin mereka pergi bersama ke suatu tempat.

 

Aku mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa kemungkinan itu tidak ada. Namun, detak jantungku tidak menunjukkan tanda-tanda akan tenang.

 

Ketika tanpa sadar tubuhku mulai melangkah keluar dari kelas,

 

“Yazaki-shi.”

 

Oda-kun memanggilku, dan aku pun berhenti melangkah.

 

“Soal kostum yang kita bicarakan, aku sudah bertanya pada ketua klub kami, dan dia ingin berbicara langsung denganmu. Maaf merepotkan, tapi bisakah kamu ke ruang klub sekarang?”

 

Kostum... Aku segera mengganti pikiranku, dan mengerti maksud dari pembicaraan ini.

 

Anggaran untuk acara kelas telah dibagikan oleh sekolah, dan jumlahnya sudah ditetapkan. Setelah menghitungnya, kami menyadari bahwa jika kami ingin menyediakan kostum untuk peran hantu, anggarannya tidak akan cukup. Ketika aku berkonsultasi dengan Seko-kun, dia mengatakan bahwa dia tahu tempat yang bisa membantu. Tempat yang dimaksud adalah klub manga yang diikuti oleh Oda-kun.

 

“…Baiklah.”

 

Meskipun aku ingin segera menuju tempatnya, aku ingat bahwa ada hal lain yang harus dilakukan saat ini, jadi aku menjawab demikian.

 

 

     

 

Pov Seko Rento

Setelah festival olahraga selesai, kami mulai benar-benar mempersiapkan untuk festival budaya.

 

Selain orang-orang seperti Oda yang sibuk dengan kegiatan klub, hampir semua teman sekelas berpartisipasi dalam persiapan. Hanya dengan itu saja aku sudah merasa lega, tetapi melihat Himemiya mendekati Yazaki membuatku merasakan senyum di wajahku.

 

Aku merasa senang jika semakin banyak orang yang mengenal Yazaki, meskipun sebenarnya aku merasa sedikit cemburu. Sebaiknya aku tidak memiliki rasa ingin memiliki yang berlebihan.

 

Meyakinkan diri sendiri, aku kembali melanjutkan pekerjaan.

 

Pekerjaan itu hanya melibatkan mengecat karton dengan warna hitam menggunakan kuas. Warna yang sudah ada ditimpa dengan warna lain. Pekerjaan yang sangat sederhana, dan rasanya sangat cocok untukku saat ini.

 

“Hei, kalian tahu tidak kalau di festival budaya kita ada acara penutupan? Kalian pernah dengar tentang legenda yang berkaitan dengan itu?”

 

Pembicaraan dari kelompok laki-laki yang sedang bekerja di sebelahku terdengar di telingaku. Aku sudah tahu tentang apa yang mereka bicarakan.

 

Festival budaya ini akan ditutup dengan sebuah acara yang dimulai saat langit sudah gelap.

 

Intinya adalah para pasangan akan menari tarian rakyat mengelilingi api unggun besar yang dinyalakan di tengah lapangan. Tapi yang lebih menarik adalah rumor yang tersebar di balik acara itu.

 

Konon katanya, pasangan yang menari bersama pada acara penutupan ini akan terikat selamanya. Tentu saja, sumber rumor ini berasal dari Oda.

 

Jujur saja, aku tidak terlalu percaya dengan legenda itu. Aku rasa sebuah acara sekolah biasa tidak mungkin memiliki efek mistis seperti itu. Aku akan terkejut jika dua puluh persen pasangan yang pernah berpartisipasi masih bersama hingga sekarang.

 

Namun, aku percaya bahwa berpartisipasi dalam acara ini memiliki makna tersendiri.

 

Mengundang seseorang ke acara yang memiliki rumor seperti itu. Rasanya seperti pengakuan cinta di depan umum, dan kata “selamanya” terdengar seperti lamaran. Seolah-olah itu adalah versi yang lebih tinggi dari apa yang pernah aku lakukan.

 

“Bagaimana denganmu, Seko?”

 

Saat mendengarkan pembicaraan tentang rumor itu, Oda bertanya padaku. Saat itu, apa yang aku jawab?

 

Sambil merenung, aku melanjutkan pekerjaan dan menyelesaikan satu karton.

 

Ketika aku mengangkat kepala, aku melihat Hinata berdiri.

 

“Maaf, Hayakawa-san. Aku mau istirahat sebentar, ya.”

 

“Oh, baik! …Eh, dia sudah pergi.”

 

Hinata berjalan cepat keluar dari kelas, meninggalkan Hayakawa yang tertegun.

 

Kata “istirahat” yang diucapkan oleh Hinata membuatku merasa ada sesuatu yang aneh, jadi aku meletakkan kuas dan berdiri.

 

Aku keluar dari kelas, berjalan menuju tangga, turun ke lantai satu, dan keluar dari gedung sekolah.

 

Belakangan ini, matahari mulai terbenam sekitar pukul lima sore, dan suhu mulai terasa seperti musim gugur. Hari ini, kami juga mulai mengenakan seragam musim dingin.

 

Merasa sedikit kedinginan, aku berjalan di sepanjang gedung sekolah menuju area yang agak lembab.

 

Dan di sana,

 

“Ah… Seko.”

 

Di balik gedung sekolah yang disapu angin dingin, seperti yang aku duga, Hinata ada di sana.

 

     

 

Pov Hinata Haru

Setelah festival olahraga selesai, latihan sore juga berakhir. Namun, sekarang kami harus mempersiapkan festival budaya. Waktu luang kami setelah jam sekolah masih belum kembali sepenuhnya.

 

Sambil bekerja di kelas, aku melirik Seko dari sudut mataku. Dia terus melanjutkan persiapan dengan tekun. Ketika aku memikirkan bahwa semua yang dia lakukan ini mungkin untuk Misa, rasanya sakit di dadaku.

 

Sebenarnya, aku ingin bekerja bersama Seko. Tapi, Misa tidak ada di sampingnya saat ini. Kalau aku pergi ke sana, orang-orang di sekitar mungkin akan berpikir yang aneh-aneh.

 

Kalau saja ada alasan seperti saat festival olahraga, tapi undangan dari Hayakawa-san yang mengatakan, “Ayo kita lakukan bersama!” tidak bisa aku tolak begitu saja. Aku tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk mendekati Seko. Jadi, aku hanya bisa mencuri pandang padanya dari kejauhan, tanpa ada yang menyadarinya.

 

…Aku tidak suka ini. Aku ingin lebih banyak bicara dengannya. Aku ingin lebih dekat dengannya. Aku ingin lebih sering bersentuhan dengannya.

 

Keinginan ini meluap dari dalam diriku. Aku tidak tahu cara untuk menahan perasaan ini, jadi aku berdiri dan,

 

“Istirahat sebentar,”

 

Kataku sambil meninggalkan kelas tanpa menunggu reaksi Hayakawa-san.

 

Lorong sekolah tidak terlalu dingin, tapi di luar gedung sekolah udaranya cukup sejuk. Untungnya, mulai hari ini kami sudah mulai mengenakan blazer musim dingin.

 

…Tapi. Mungkin lebih baik jika aku tetap merasa kedinginan. Karena saat itu, semuanya terasa seperti itu.

 

Haruskah aku melepas blazer ini? Ketika aku berpikir demikian dan bersiap untuk bergerak,

 

“Ah…”

 

Aku merasa khawatir apakah dia akan datang. Janji itu dibuat saat masa latihan festival olahraga. Sekarang kami sibuk dengan persiapan festival budaya, dan aku berpikir bahwa tradisi kami akan berakhir setelah festival olahraga usai.

 

“Seko,”

 

Namun, Seko datang menemuiku. Meninggalkan Misa di kelas, dia datang padaku.

 

Seko, Seko, Seko, Seko, Seko──

 

“…Hmm.”

 

Aku ingin dia segera memelukku. Namun, agar dia tidak menyadari perasaanku yang meluap, aku menoleh ke samping dan membuka kedua tanganku.

 

Aku mendengar detak jantungku yang lebih cepat dari biasanya. Langkah kaki Seko mendekat, membuat detak jantungku terasa semakin cepat.

 

Jika aku dipeluk sekarang, rasanya aku akan kehilangan kendali. Meski begitu, tubuhku berharap untuk diselimuti oleh orang yang paling aku cintai.

 

Lengan Seko melingkari punggungku, dan tubuh kami bersatu dengan erat.

 

Tubuhku yang kedinginan terkena udara dingin mulai menghangat. Dari luar, dan juga dari dalam.

 

Kemarin, aku yang memeluknya lebih dulu, tapi tetap saja, aku lebih suka dipeluk oleh Seko.

 

“Ah.”

 

Aku mendengar suara Seko dari atas kepala, seperti dia baru saja menyadari sesuatu.

 

“Ada apa?”

 

“Ah, tidak, aku baru saja melihat ada benang kecil di rambut Hinata.”

 

“Apa!?”.

 

Aku tidak menyadarinya. Mungkin itu terjadi saat aku sedang bekerja tadi.

 

Rasanya malu karena orang yang aku cintai melihatku dalam keadaan seperti itu, jadi aku buru-buru meraba kepalaku untuk mencarinya. Tapi aku kesulitan menemukan benang itu.

 

“…Mau aku bantu ambilkan?”

 

Seko bertanya dengan ragu-ragu.

 

Aku... mengangguk pelan.

 

“Kalau begitu, aku akan menyentuh kepalamu sebentar.”

 

Seko dengan hati-hati memverifikasi dan mulai menyentuh kepalaku dengan lembut.

 

Saat itu, rasanya kepalaku meledak dengan perasaan yang menyenangkan.

 

“Yup, sudah hilang.”

 

Seko melepaskan tangannya dari kepalaku.

 

Aku ingin dia terus menyentuhku lebih lama. Aku bahkan berharap dia bisa mengelus kepalaku.

 

Namun, aku tidak bisa mengatakannya. Sebagai gantinya, aku menempelkan kepalaku ke dada Seko.

 

Seko mau bersamaku hanya karena dia punya alasan untuk melakukannya. Jadi, jika aku bilang, “Usap kepalaku,” mungkin dia akan merasa aneh.

 

Kadang-kadang aku punya alasan yang bagus untuk meminta berbagai hal, tapi ketika aku tidak bisa memikirkan alasan seperti itu, aku hanya bisa menahan diri.

 

Namun, aku terus berpikir. Jika aku katakan apa yang aku inginkan, apakah Seko akan memenuhinya? Apakah dia akan memelukku lebih erat lagi? Apakah dia akan mengusap kepalaku dan memanjakanku?

 

Bagaimana kalau dia memberiku ciuman...?

 

Padahal kami sudah melakukan banyak hal, tapi kami belum pernah berciuman. Aku selalu ingin dia melakukannya kapan saja, tapi Seko tidak melakukannya. Seperti dia menjaga sesuatu.

 

...Tapi, jika kami berciuman. Jika wajahnya ada di hadapanku, bibirnya menutup bibirku, dan pikiranku dipenuhi olehnya, aku mungkin akan mengungkapkan semua perasaanku. Itu sangat... sangat menakutkan.

 

Akhir-akhir ini aku menutup telinga karena sulit mendengarnya, tapi Seko masih terus menyatakan perasaannya setiap pagi kepada Misa. Dia masih mencintai Misa. Jadi, tidak mungkin dia akan membalas perasaanku.

 

Untungnya, mereka belum berpacaran, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Rumornya, festival budaya yang akan datang bisa menjadi momen yang penuh dengan suasana romantis.

 

Jika suasananya menjadi seperti saat festival kembang api. Jika Misa membalas perasaan Seko. Hubungan kami ini mungkin akan berakhir. Dan lebih dari itu... Aku tidak yakin bisa tetap berada di samping mereka yang sudah menjadi pasangan kekasih. Itu terlalu menyakitkan.

 

...Tapi, saat ini Seko ada di sampingku. Aku ingin bersama dengannya lebih lama lagi. Jika ada akhir, maka aku ingin memanfaatkannya sebanyak mungkin sekarang—

 

“Kudengar Misa tidak bisa bermain hari Sabtu ini”

 

“Sepupunua akan datang ke rumahnya, kan?”

 

“Ya. ...Seko ada acara?”

 

“Hah? Oh, tidak ada acara khusus saat ini.”

 

“…Nah. Pada hari itu, ibu dan ayahku tidak akan pulang sampai larut malam. Jadi...”

 

Aku takut melihat ekspresi wajah Seko, jadi aku menempelkan wajahku ke dadanya saat berbicara.

 

“Aku ingin kamu datang.”

 

Setelah hening sejenak, terdengar suara detak jantung yang berdebar-debar.

 

“…Baiklah.”

 

Seko mengangguk, dan aku merasa lega sekaligus senang.

 

Bertemu hanya berdua di hari libur terasa istimewa. Karena rasanya seperti—

 

“Orang tuamu akan keluar rumah kapan?”

 

“Hah? Umm, mulai siang.”

 

“Baiklah. Jadi, bagaimana kalau... sebelum itu, kita jalan-jalan keluar?”

 

Rasa seperti kencan, sepertinya.

 

“…!”

 

Aku memeluk tubuhnya erat-erat. Aku berteriak dalam hati agar dia tidak melepaskanku. Jangan lepaskan aku.

 

Aku mencintaimu. Aku mencintaimu, Seko.

 

Aku mengulangi perasaan yang tak bisa kuungkapkan lagi dan lagi di dalam hatiku.

 

     

 

Pov Seko Rento

Kemarin, setelah aku kembali ke kelas dari belakang gedung sekolah secara bergiliran dengan Hinata, aku tertangkap oleh Yazaki yang sepertinya mencariku.

 

“Ada sesuatu yang ingin kukatakan tentang festival budaya besok sore. Maukah kamu menemaniku?”

 

Aku tidak bisa menolak permintaan Yazaki tentang festival budaya, jadi aku menyetujuinya tanpa bertanya lebih lanjut. Dan hari ini, sore hari pun tiba.

 

“Ayo, Seko-kun.”

 

Setelah SHR, di tengah beberapa teman sekelas yang melanjutkan persiapan, aku dibawa oleh Yazaki ke tujuan berikutnya. Tempat itu adalah ruang klub manga yang menjadi tempat anggota klub manga seperti Oda berada.

 

Ngomong-ngomong, aku ingat bahwa aku menerima konsultasi dari Yazaki tentang kostum pertunjukan. Karena itu, aku bertanya kepada Oda apakah mereka bisa bernegosiasi tentang meminjam kostum cosplay yang mereka miliki dan buat.

 

Ternyata, negosiasi berhasil, jadi aku diminta untuk membantu membawa kostum atau barang lainnya yang bisa dipinjam.

 

“Maaf, Seko-kun. Tapi, bisakah kamu menunggu sebentar di sini?”

 

“Hah? Aku tidak boleh masuk juga?”

 

“…A-aku rasa itu masih terlalu cepat.”

 

Aku terkejut melihat Yazaki yang wajahnya memerah. Tapi aku tidak mengerti alasan dan arti dari “terlalu cepat.”

 

“Jadi, aku harus menunggu di sini?”

 

“Ya. Beberapa menit kemudian aku akan memanggilmu dari dalam, jadi nanti masuklah.”

 

Meskipun aku tidak memahami situasinya, aku menjawab “Baik” dan mengikuti arahan Yazaki.

 

Aku berdiri di koridor ruang klub, memikirkan kemana perginya anggota klub manga. Aku mendengar dari Oda bahwa mereka sedang dikejar Deadline pertunjukan, tapi aku bertanya-tanya mereka pergi kemana.

 

Waktu berlalu beberapa menit.

 

“Seko-kun.”

 

Namaku dipanggil dari dalam dan suara kunci dibuka. Tidak ada suara bising yang terdengar, tapi sepertinya persiapan sudah selesai.

 

“Apakah aku boleh masuk?”

 

“…Ya. Masuklah.”

 

Meskipun ada jeda aneh, aku mendapatkan izin dan perlahan membuka pintu—

 

“…”

 

“Bagaimana?”

 

Penampilan Yazaki yang malu-malu terlihat segar. Tapi, dia mengenakan kostum yang jauh lebih mengejutkan.

 

Berpakaian dengan gaya seragam berbasis warna hitam dan putih yang dilengkapi dengan apron. Di bawah apron, terdapat desain dress dengan hiasan renda dan frill. Di kepala, terdapat white brim, di dada ada pita, dan di kaki yang terentang dari rok pendek, ada kaus kaki putih.

 

Pakaian yang dikenakan Yazaki adalah pakaian pelayan.

 

Aku tak bisa menahan napas.

 

“…Aku senang kamu melihatnya, tapi aku ingin kamu mengatakan sesuatu.”

 

“Ah, …Sangat cocok sekali. Pakaian hitam putih ini menyatu dengan indahnya rambut hitam Yazaki dan menambah keanggunan serta kesopananmu. Pakaian ini benar-benar mempertegas pesona Yazaki. Rasa lembut yang berbeda dari pakaian sehari-hari juga sangat bagus. Aku rasa ini adalah pakaian pelayan yang paling cocok di dunia.”

 

Setelah mengeluarkan kata-kata yang muncul begitu saja di kepalaku, Yazaki tersenyum dengan mata menyipit. Ekspresi itu semakin menonjolkan pesonanya.

 

…Namun, kata-kata berikutnya terhenti di tenggorokanku.

 

“Hehe. Terima kasih, Seko-kun.”

 

“Eh, seharusnya aku yang berterima kasih… Lagipula, bisa jelaskan situasi ini? Aku belum paham sampai sekarang.”

 

Saat aku mengungkapkan kebingunganku, Yazaki tertawa kecil. Mungkin dia berhasil mengejutkanku dengan kejutan yang ceria.

 

“Maaf. Aku diam bukan hanya karena itu… tapi rasanya malu untuk mengatakan sendiri bahwa aku akan memakai pakaian ini.”

 

Yazaki mengatakan itu sambil menutup pakaiannya dengan kedua tangannya, menunjukkan sikap malu yang menggemaskan. Perbedaan dari sikap biasanya membuat hatiku lembut.

 

“Y-ya, aku mengerti. Tapi kenapa harus pakaian pelayan?”

 

“Ini adalah permintaan sebagai imbalan dari ketua klub manga. Itu yang dia minta.”

 

“Permintaan? Aku masih belum paham.”

 

Yazaki melanjutkan penjelasannya.

 

“Semalam, setelah diperkenalkan oleh Oda-kun, aku bertemu ketua klub manga. Permintaanku adalah ‘sewa kostum untuk rumah hantu dalam acara, atau pinjaman bahan kain.’ Sepertinya ketua klub berbicara dengan seseorang di klub yang membuat kostum, dan mereka setuju dengan senang hati. Namun, sebagai imbalannya, dia meminta—‘Aku memakai pakaian pelayan.’”

 

“…Begitu, ya.”

 

Karena kecantikan Yazaki sudah terkenal di sekolah setelah dia masuk, tidak ada yang tidak mengenalnya di sekolah. Karena itu, tidak mengherankan jika ketua klub mengenalnya. Aku tahu bahwa ketua klub sedang mengalami kesulitan dalam menciptakan karya, dan fakta bahwa Yazaki cocok dengan pakaian pelayan sudah terbukti. Mendengar cerita Yazaki, semua hal itu menjadi jelas.

 

Perasaan kuat yang muncul dalam diriku juga mereda.

 

“Hehe. Apakah Seko-kun tidak tahu jenis kelamin ketua klub?”

 

“Eh, yah. Aku mendengar cerita dari Oda, tapi lebih banyak tentang kegiatan klub dan aku hanya berpikir bahwa orang itu cocok dengan Oda…”

 

“Jadi, ketua klub terlihat takut saat mendengar dia ingin aku memakai pakaian ini, ya.”

 

Yazaki menatapku dengan mata besar yang seolah bisa menenggelamkanku.

 

“Tenang saja, Seko-kun. Ketua klub adalah seorang wanita.”

 

Mendengar hal tersebut, aku merasa lega. Mungkin ekspresiku mencerminkan rasa lega itu, dan Yazaki memperhatikannya dengan seksama.

 

“Senang sekali, Seko-kun.”

 

Dia tersenyum bahagia sambil mengatakan itu.

 

Rasa malu menggelayuti diriku. Yazaki bisa membaca kecemburuanku dan bahkan memujiku sebagai “imut.” Meskipun begitu, ada sesuatu yang tidak buruk tentang diriku yang diatur oleh orang yang aku sukai. Mungkin ini adalah kelemahan karena jatuh cinta.

 

“Eh, tapi kenapa ketua klub tidak ada di sini? Sepertinya hanya ada aku dan Yazaki di sini.”

 

“Ketua klub meminta agar aku memakai pakaian pelayan. Lebih tepatnya, dia ingin melihatku mengenakan pakaian pelayan. Jadi aku bernegosiasi untuk menambahkan dua syarat.”

 

Yazaki menunjukkan dua jari untuk menekankan.

 

“Pertama, daripada melihat langsung, aku bisa mengirimkan foto. Karena ini akan digunakan sebagai referensi, bahkan lebih menguntungkan jika melalui foto. Kedua, foto hanya boleh dilihat oleh ketua klub saja. Tidak perlu orang lain melihatnya. Jika perlu, dia bahkan akan menghapusnya setelah karya selesai. Mungkin dia pikir lebih baik tetap terhubung denganku di masa depan.”

 

Sepertinya Yazaki menggunakan keterampilan negosiasinya dengan baik. Dia mengatakan bahwa ketua klub juga cukup tangguh dalam hal ini.

 

Namun, meskipun aku merasa lega karena Yazaki tidak akan terlihat oleh banyak orang, ada hal lain yang membuatku cemas.

 

“Eh, aku sudah melihatnya.”

 

Dan bukan hanya melihat, tetapi melihat langsung Yazaki yang mengenakan pakaian pelayan ini. Bahkan aku sedang bernapas di udara yang sama dengannya.

 

“Sebenarnya, aku berpikir untuk meminta Seko-kun menjadi fotografer.”

 

“Fotografer?”

 

“Ya. Aku berjanji untuk memberikan foto kepada ketua klub, jadi aku perlu mengambil foto. Karena sulit untuk melakukannya sendiri, aku berpikir untuk meminta seseorang untuk mengambil foto.”

 

“Jadi, aku dipilih untuk peran yang istimewa ini?”

 

Yazaki mengangguk. Ternyata, aku benar-benar ditunjuk untuk mengambil foto Yazaki yang mengenakan pakaian pelayan.

 

Saat memilih tema untuk acara kelas, Yazaki sering mengatakan bahwa dia tidak ingin mengenakan pakaian pelayan di festival budaya yang dihadiri oleh banyak orang yang tidak dikenal. Itulah sebabnya dia menyetujui foto sebagai alternatif. Namun, karena sulit untuk mengambil foto sendiri, dia meminta seseorang untuk melakukannya. Sampai di sini, aku mengerti.

 

Tapi mengapa aku yang terpilih sebagai fotografer? Mungkin Hinata, yang sejenis, lebih cocok untuk peran ini.

 

“Seko-kun, maukah kamu mengambil foto?”

 

Aku diminta oleh Yazaki yang mengenakan pakaian pelayan. Dalam hal ini, mungkin tidak ada yang perlu dipertanyakan lagi.

 

“Biarkan aku yang melakukannya.”

 

Begitulah, sesi pemotretan eksklusif Yazaki pun dimulai.

 

     

 

“Apakah kamu sudah menyiapkan kamera?”

 

“Tidak. Selama kualitas gambar cukup baik, aku pikir bisa menggunakan ponsel. Seko-kun, apakah baterai ponselmu masih cukup?”

 

“Masih banyak baterainya… Eh, apakah kamu akan menggunakan ponselku?”

 

“Ya. Apakah itu masalah?”

 

“Tidak, maksudku, lebih kepada bagaimana menurutmu, Yazaki. Foto-foto itu akan disimpan di ponselku untuk sementara.”

 

“...Tidak perlu khawatir. Lebih baik menggunakan barang yang sudah familiar, kan?”

 

“Memang benar, tapi… yah, jika Yazaki tidak keberatan.”

 

Setelah percakapan tersebut, aku membuka aplikasi kamera di ponselku dan mulai memotret.

 

Pertama-tama, aku mengambil satu foto keseluruhan tanpa pose khusus. Meskipun aku tidak percaya diri dalam teknik pemotretan, bahan yang satu ini sangat bagus dan sangat imut. Ekspresinya juga sangat bagus.

 

“Bagaimana?”

 

Aku menunjukkan foto yang kuambil kepadanya untuk mendapatkan konfirmasi.

 

“Hmm…”

 

Yazaki melihat foto itu sejenak dan kemudian melirik ke arahku.

 

“Seko-kun, apakah aku sudah bisa benar-benar berperan sebagai pelayan?”

 

“Eh?”

 

Aku terkejut dengan pertanyaan yang tidak terduga.

 

“Eh, maksudku, kalau kamu sudah mengenakan pakaian pelayan, kan berarti kamu sudah menjadi pelayan?”

 

“Tidak, Seko-kun. Aku hanya mengenakan pakaian pelayan. Aku belum benar-benar menjadi pelayan.”

 

“Apakah ini pembicaraan yang rumit?”

 

“Ini pembicaraan yang sangat sederhana. Misalnya, jika Seko-kun mengenakan seragam tim baseball profesional, apakah itu berarti Seko-kun sudah menjadi pemain tim itu?”

 

“Ya, itu tidak mungkin. Hanya mengenakan seragam yang sama tidak berarti aku memiliki kemampuan yang sama seperti pemain lainnya.”

 

“Begitulah. Jadi, aku belum benar-benar menjadi pelayan dalam arti sebenarnya. Jika terus seperti ini, aku tidak akan bisa membalas budi ketua klub dengan cukup baik.”

 

Aku mengerti maksud Yazaki. Meskipun aku ragu seberapa pentingnya benar-benar berperan sebagai pelayan, sikap Yazaki yang serius dan tulus terhadap tugas ini sebenarnya cukup mengesankan.

 

“Paham. Tapi, bagaimana? Tidak mungkin kita harus memulai pelatihan untuk menjadi pelayan sekarang, kan?”

 

“Ya. … Seko-kun, apakah kamu tahu tentang eksperimen di mana subjek dibagi menjadi ‘narapidana’ dan ‘penjaga’ untuk mengamati bagaimana mereka berperilaku di penjara simulasi?”

 

“Hmm, maaf. Aku tidak tahu tentang itu.”

 

“Begitu. Jadi, aku akan menjelaskan dengan singkat. Eksperimen ini menunjukkan bahwa manusia cenderung berperilaku sesuai dengan peran yang diberikan kepada mereka. Narapidana berperilaku seperti narapidana, dan penjaga berperilaku seperti penjaga.”

 

“Ah, begitu.”

 

“Jadi, Seko-kun.”

 

Yazaki meraih tanganku dengan lembut, sedikit membungkuk, dan menurunkan posisinya.

 

“Bisakah kamu menjadi tuanku?”

 

Aku terkejut dan tidak langsung memahami apa yang dia katakan.

 

Ketika pikiranku akhirnya menangkap maksudnya, aku hanya bisa mengeluarkan suara bingung, “Eh?”

 

“Dari eksperimen yang aku sebutkan sebelumnya, aku pikir jika Seko-kun memainkan peran sebagai tuan, perilakuku sebagai pelayan akan semakin mendekati perilaku pelayan yang sebenarnya.”

 

Argumennya Yazaki memang masuk akal. Namun, apakah aman melakukan permainan peran yang berisiko seperti ini—?

 

“Apakah tidak boleh?”

 

“Ya, ayo.”

 

Saat aku mengangguk, Yazaki tersenyum lembut.

 

Benar, aku tidak sedang mencoba melakukan hal yang salah. Logika sudah disiapkan oleh Yazaki, dan ini hanya tentang melakukan sesuatu yang bisa kulakukan untuknya. Jika Yazaki senang, itu sudah cukup.

 

Kami diberi izin untuk menggunakan barang-barang di ruang klub dengan bebas, jadi kami mulai memainkan peran kami masing-masing dengan menggunakan properti yang ada di ruang klub.

 

“Seko-ku… ah, bukan. Tuan. Bisakah Anda duduk di sini?”

 

Yazaki memintaku untuk duduk di sofa di sudut ruang klub, yang tampaknya merupakan area istirahat.

 

“Saya akan menyiapkan minumannya.”

 

Ruang klub ini tampaknya cukup lengkap dengan berbagai barang, dan Yazaki menyiapkan secangkir teh dari bubuk teh dengan menuangkan air panas dari teko listrik. Meskipun peralatan yang ada terasa kurang elegan, tindakan Yazaki yang seperti pelayan membuatku memotret dengan kamera. Sekarang aku adalah tuan dan fotografer Yazaki.

 

Setelah menyeduh teh, Yazaki membawakan cangkir tersebut. Aku juga memotretnya saat dia melakukannya.

 

“Ini, silakan.”

 

“Terima kasih.”

 

Aku menerima cangkir dengan tangan kosongku sambil mengucapkan terima kasih. Dari cangkir tersebut, asap mengepul, dan karena bahan kertasnya, panasnya cukup terasa. Sepertinya air panas sudah ada di teko sebelum aku masuk ke ruangan ini, tapi teko listrik itu tidak memiliki fungsi pemanas, jadi kapan airnya dimasak? Seolah-olah sudah disiapkan sejak aku memasuki ruangan ini.

 

“…Tidak mau diminum?”

 

Yazaki, dengan alis yang turun, bertanya dengan khawatir.

 

“Ah, tidak, aku akan meminumnya! Tapi sepertinya terlalu panas, jadi aku pikir aku akan menunggu sedikit. Sebenarnya aku agak sensitif terhadap panas.”

 

Saat aku menjawab dengan tergesa-gesa, Yazaki tampak lega dan mengatakan, “Begitu, ya.”

 

Meskipun pakaian pelayan seringkali dipandang sebagai pakaian kerja, Yazaki yang mengenakannya memberikan kesan dingin dan profesional. Namun, melihat ekspresi yang penuh emosi seperti ini membuatnya sangat imut, dan aku kembali memotret.

 

“Tuan.”

 

Jantungku berdetak kencang. Cara dia memanggilku sangat membuat jantung berdebar.

 

“A, apa?”

 

“Saya menutupi kedua tangan Tuan dengan ketidakmampuan saya. Jadi… saya ingin membantu.”

 

Dengan kata-kata itu, Yazaki berjongkok di tempat, menyapu rambut sampingnya, dan perlahan mendekatkan mulutnya ke—

 

“Fuu.”

 

Dia meniupkan napas ke teh dalam cangkir yang kupegang.

 

Napas Yazaki menyebabkan permukaan cairan bergetar, dan uapnya mengarah ke arahku.

 

“Fuu… Fuu… Fuu…”

 

Dengan bibir yang sedikit mengerucut, Yazaki terus meniup teh di tanganku. Usahanya yang tampak kelelahan menambah daya tariknya, dan aku secara impulsif menekan tombol pemotretan.

 

Setelah beberapa saat mengamati, ketika uap mulai berkurang, dia bertanya,

 

“Bagaimana, Tuan?”

 

Yazaki yang sedikit berkaca-kaca dan terengah-engah bertanya padaku, dan aku mendekatkan cangkir ke mulutku.

 

“Ya, enak sekali.”

 

Entah karena suhunya yang pas, cara menyeduhnya, atau alasan lain, teh ini terasa lebih enak daripada teh-teh yang pernah ku minum sebelumnya.

 

“Begitu. Saya ikut senang.”

 

Yazaki tersenyum lebar dengan wajah bahagia. Setelah memotret ekspresi tersebut, aku terus minum tehnya dan akhirnya cangkirnya kosong.

 

…Aku masih ingin lebih. Meskipun aku sudah minum satu cangkir penuh, tenggorokanku, tubuhku, masih ingin teh.

 

“Tuan.”

 

Ketika aku menatap cangkir yang kosong, Yazaki memanggilku, dan aku menoleh.

 

Yazaki menatapku dengan tangan yang terlipat di depan. Meskipun dia memanggilku, dia tidak menunjukkan tanda-tanda bergerak, seolah-olah menunggu kata-kataku.

 

…Benar. Aku bisa meminta Yazaki untuk menyeduhkan cangkir tambahan.

 

Aku tidak perlu merasa ragu. Karena saat ini, Yazaki adalah pelayan, dan aku adalah tuannya.

 

“Satu cangkir lagi, bisakah?”

 

Saat aku menyerahkan cangkir kosong, Yazaki tersenyum dan mengangguk, menerima cangkir itu untuk diseduh ulang.

 

“Ya, ini cangkir tambahan.”

 

Cangkir yang dibawa kembali oleh Yazaki masih mengeluarkan uap, menunjukkan bahwa teh di dalamnya masih panas. Aku berpikir untuk membiarkannya dingin seperti tadi.

 

“Yazaki.”

 

“Ada apa, Tuan?”

 

“…Tolong dinginkan lagi.”

 

Permintaan dengan sedikit keraguan. Yazaki, tanpa menunjukkan wajah tidak suka, malah senang mendengarnya dan mulai meniup teh lagi.

 

“Fuu… Fuu… Fuu…”

 

Napas Yazaki yang meniupkan teh menghilangkan uap dari permukaan cairan,

 

“Bagaimana?”

 

Ketika aku menerima cangkir dan mencicipi tehnya, rasa umaminya menyebar di mulutku.

 

“Enak sekali.”

 

Setelah memberikan tanggapan singkat, aku segera mengisi mulutku dengan teh. Aku merasa ingin terus minum. Tergerak oleh dorongan itu.

 

Ketika aku menikmati rasa teh dengan sepenuh hati, cangkir itu kosong dalam sekejap.

 

…Masih belum cukup.

 

“Satu cangkir lagi, bolehkah?”

 

“Baiklah.”

 

Aku meminta lagi untuk cangkir teh baru. Teh yang baru diseduh masih tampaknya panas.

 

“Bisakah kamu mendinginkannya lagi?”

 

“Ya.”

 

Setelah memesan Yazaki untuk meniupkan teh dan mendinginkannya, aku terus menghabiskan teh yang sangat enak itu. Aku tak bisa berhenti. Teh yang disajikan oleh pelayan ku terasa terlalu enak.

 

Meski suhu teh yang tepat dan mudah diminum jelas menjadi alasan kenapa teh itu begitu enak, aku tak bisa mengetahui rahasia rasanya. Rasanya seperti teh yang baru diseduh tidak mengeluarkan uap dari awal, tapi aku tetap merasa kurang jika tidak meminta Yazaki meniupnya.

 

Entah karena alasan itu atau bukan, rasanya memang luar biasa.

 

“Tambah lagi.”

 

“Ya. Saya akan segera menyeduhnya.”

 

Yazaki mengambil cangkir kosong dan menuju ke tempat dengan bubuk teh dan teko listrik. Namun, saat dia mengambil bungkus bubuk teh, dia berhenti dan menoleh dengan wajah cemberut.

 

“Maafkan saya, Tuan. Teh nya sudah habis.”

 

“…Begitu.”

 

Yazaki terlihat sangat kecewa dan menawarkan untuk membeli yang baru, tapi aku menolaknya. Setelah memeriksa, perutku sudah penuh dengan cairan, dan aku tidak ingin Yazaki keluar dalam pakaian pelayannya.

 

Namun, mulutku masih menginginkan sesuatu yang manis. Lebih banyak dari itu.

 

“Tuan.”

 

Ketika aku menoleh, aku melihat Yazaki memegang sebuah kotak kecil.

 

“Ini juga sudah saya siapkan, bagaimana?”

 

Dia membuka kotak dan menunjukkan isinya. Di dalamnya ada sebuah Shu Cream besar.

 

“Apakah ini yang dikatakan sebagai Shu Cream legendaris di kantin sekolah?”

 

Salah satu rumor yang beredar di sekolah adalah tentang Shu Cream kantin. Rumornya, ini tidak dijual secara umum dan dianggap sangat berharga karena kelangkaannya. Katanya isinya penuh dengan krim yang manis dan lezat namun tidak terlalu berlebihan.

 

Mengapa disebut rumor? Karena kesulitan mendapatkannya.

 

Menjawab pertanyaanku, Yazaki mengangguk.

 

“Untuk Tuan, saya telah menyiapkannya.”

 

Yazaki tersenyum dengan penuh dedikasi. Di hadapan senyumnya yang menarik, semua pertanyaan kecil menghilang.

 

“Terima kasih, aku akan memakannya.”

 

Aku memutuskan untuk menerima hadiah tersebut dengan tulus dan menatap kotak dengan seksama. Di dalamnya ada sebuah Shu Cream besar yang penuh dengan krim.

 

Meskipun terkenal, pasti rasanya sangat enak.

 

Namun, rasanya tidak seperti kenikmatan yang aku inginkan saat ini. Apa yang aku inginkan sekarang adalah kenikmatan seperti teh yang sebelumnya.

 

…Mungkin aku bisa meminta sesuatu agar rasanya menjadi lebih baik. Sebuah sentuhan sihir darinya.

 

Saat ini, Yazaki adalah pelayan, dan aku adalah tuannya. Pelayan harus taat sepenuhnya kepada tuannya dan aku bisa mengatur apa pun sesuai keinginanku.

 

Oleh karena itu, tidak ada yang aneh jika aku meminta apa yang aku inginkan.

 

“Yazaki.”

 

“Ada apa, Tuan?”

 

“…Tolong, suapkan aku Shu Cream ini dengan tanganmu.”

 

Ketika aku meminta seperti itu, Yazaki sedikit bergetar dan dengan ekspresi penuh ekstasi berkata, “Baik.”

 

“Silakan. ...Aah.”

 

Yazaki memegang Shu Cream dan membawanya ke arah mulutku.

 

Saat dilihat dari dekat, Shu Cream itu berukuran besar, dan aku membuka mulut lebar-lebar untuk memakannya.

 

...Hmm. Agak sulit dimakan, tapi seperti yang dikatakan, rasanya sangat enak.

 

Namun, rasa ini mungkin hanya bisa dinikmati olehku saja.

 

“Bagaimana rasanya?”

 

“Rasanya sangat enak.”

 

“Hehe. Itu yang terpenting.”

 

Yazaki tersenyum bahagia. Tampaknya dia merasa senang melihatku menikmati makanan ini.

 

Ngomong-ngomong, apakah Yazaki pernah makan Shu Cream ini? Selama istirahat makan siang, kami selalu bersama, tapi dia hanya makan bekal dan aku tidak pernah melihatnya pergi ke kantin.

 

Dia bukanlah orang yang tidak suka makanan manis, malah dia mungkin menyukainya. Terlihat dari saat kami pergi ke kafe kue.

 

Aku ingin berbagi rasa ini dengannya. Keinginan itu muncul.

 

“...Ah.”

 

Yazaki menatap wajahku, lebih tepatnya di sekitar mulutku, dan mengeluarkan suara seolah dia baru menyadari sesuatu.

 

“Ada apa?”

 

“Umm... ada krim di samping mulut Tuan.”

 

“Eh?”

 

Aku tidak menyadarinya. Krimnya terlalu banyak. Bahkan dengan mulut yang terbuka lebar, masih bisa menempel.

 

Aku segera bergerak untuk menghapusnya dengan tangan yang kosong.

 

Saat itu, mataku bertemu dengan matanya.

 

Matanya yang penuh panas tampak ingin menyampaikan sesuatu. Apa isi pesan itu, aku tidak tahu. Tapi tubuhku bergerak secara alami.

 

“Yazaki, tolong bersihkan.”

 

Aku menurunkan tangan yang sudah terangkat dan memberi perintah padanya.

 

“...Baik.”

 

Suara yang kembali dari Yazaki disertai dengan napas panas. Mungkin itu adalah sesuatu yang tidak bisa mendinginkan.

 

Dia mendekatkan jari-jari panjang dan rampingnya ke wajahku dan perlahan-lahan menghapus krim dari mulutku. Krim yang digunakan tampaknya penuh dengan susu. Jari-jarinya memegang krim berwarna putih susu.

 

Dia menatapnya dengan penuh perhatian... kemudian kembali menatapku, tampak bingung tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dia menunggu perintahku, menginginkan perintahku.

 

“Makanlah, Yazaki.”

 

Perintah yang keluar dari mulutku, bercampur dengan berbagai keinginan.

 

Yazaki menerima perintah itu dengan ekspresi terkejut... dan memasukkan ujung jarinya ke mulutnya.

 

“Mm... enak.”

 

Ujung jarinya yang sudah bersih bersinar, dan matanya yang biasanya tampak tajam kini terlihat lembut.

 

Saat itu, aku merasa seolah-olah ada sesuatu di antara kami juga meleleh.

 

“Suapi aku.”

 

“Baik. ...Aah.”

 

“Makan lah.”

 

“Ya. ...Mm.”

 

Dengan tangan Yazaki, aku diberi makan Shu Cream, dan krim yang menempel di mulutku diambil oleh jarinya lalu dimakan olehnya. Kami hanya mengulang itu terus-menerus.


ARCH PJ

Rasa manis. Bukan hanya di mulut, tetapi juga udara di sekitar kami terasa manis dan berat.

 

Ketika Shu Cream hampir habis, pelayanku yang agak canggung selalu meninggalkan krim di wajahku. Namun, wajahku tetap bersih.

 

Baik memakan maupun diberi makan, semuanya manis dan lezat.

 

“…………Ah.”

 

Tapi Shu Cream itu terbatas. Pasti akan ada akhirnya.

 

“Sudah habis.”

 

Pelayan yang canggung dalam memberi makan hingga suapan terakhir mengeluarkan suara kecewa dan menatap telapak tangan kosongnya.

 

Aku ingin lebih. Ingin makan lebih banyak, ingin diberi makan lebih banyak. Tapi sekarang, itu sudah tidak ada lagi.

 

Saat merasa kecewa, pelayan duduk di hadapanku dan memegang tanganku.

 

“Tuan.”

 

Dia menatapku dengan tatapan merayu dan penuh harapan.

 

“Saat ini, Saya adalah pelayan anda.”

 

Wajahnya yang seolah terbuai oleh panas mendekat,

 

“Jika itu adalah perintah anda, saya akan mengikuti apa pun.”

 

Kata-kata dan napasnya mengguncang telingaku.

 

“Jadi—tolong beri tahu saya keinginan anda yang selalu anda inginkan.”

 

Keinginan yang selalu aku inginkan. Sesuatu yang ingin diwujudkan oleh gadis di depanku. Sesuatu yang ingin aku capai bersama gadis di depanku.

 

Hal seperti itu—

 

“ah!”

 

Ponsel yang aku pegang di tangan kanan bergetar.

 

Secara refleks aku mengalihkan pandanganku ke layar... dan di situ muncul notifikasi dengan nama seorang gadis.

 

‘Di mana?’

 

Melihat nama dan isi pesan yang masuk, aku merasakan kepanikan yang tiba-tiba.

 

“…Tuan?”

 

Dengan wajah yang sedikit menunduk dan kepala miring dengan imut, Yazaki—atau lebih tepatnya, Yazaki yang mengenakan kostum pelayan—aku ambil gambarnya dan bertanya.

 

“Sepertinya aku sudah cukup mengambil foto dari penampilan Yazaki yang seperti pelayan ini. Bagaimana menurutmu?”

 

Itu bukanlah kata-kata dari seorang majikan pelayan, melainkan kata-kata dari Seko Rento.

 

“……Begitu, ya.”

 

Suasana gadis di depanku berubah.

 

“Karena sudah cukup lama juga, mari kita akhiri di sini.”

 

Dengan nada suara yang sedikit sedih, Yazaki memberi persetujuan, jadi sesi pemotretan ini dianggap selesai.

 

“Baiklah. Yazaki akan ganti pakaian sekarang, kan? Aku akan pulang dulu.”

 

Setelah sadar, aku merasa canggung mengingat apa yang baru saja kami lakukan, dan aku segera menuju pintu.

 

Namun, aku harus pergi ke tempat lain juga.

 

“Tunggu, Seko-kun.”

 

Ketika aku meraih gagang pintu, Yazaki menghentikanku. Ketika aku menoleh, dia memegang ponselnya.

 

“Foto yang baru saja diambil, bisakah kau kirimkan ke ponselku? Aku ingin meneruskannya ke ketua klub.”

 

“Oh, benar juga. Baiklah. Haruskah aku mengirimkan semuanya?”

 

“Satu saja sudah cukup. …Pilihlah satu yang menurutmu terbaik dan kirimkan.”

 

“Hah, aku?”

 

Ketika aku mengulang pertanyaannya, Yazaki hanya mengangguk dan menunggu dengan sabar.

 

Setelah memeriksa galeri, aku melihat banyak foto Yazaki dalam kostum pelayan, semakin ke belakang semakin penuh dengan semangat.

 

Foto yang akan aku pilih haruslah sesuatu yang sesuai dengan keinginan ketua klub, yang mencari foto yang bisa menginspirasi. Yazaki memberikan saran itu untuk memenuhi harapan tersebut.

 

Tapi, Yazaki memintaku untuk memilih satu foto yang menurutku terbaik.

 

Jadi──

 

“Oh, sepertinya sudah diterima.”

 

Yazaki segera memeriksa ponselnya setelah foto yang aku kirimkan.

 

“……fufu.”

 

Yazaki tersenyum pada layar ponselnya, kemudian mengangkat wajahnya dan tersenyum padaku.

 

“Terima kasih, Seko-kun. Aku akan mengirimkan foto ini ke ketua klub.”

 

Aku merasa lega melihat reaksi Yazaki yang tampak bahagia. Sekurang-kurangnya, aku telah menyelesaikan tugas sebagai fotografer.

 

Namun, itu berarti aku kehilangan alasan untuk menyimpan foto tersebut. Meskipun agak sayang, aku harus menghapus semua foto tersebut demi Yazaki.

 

Saat aku membuka galeri dan bersiap untuk menghapus datanya,

 

“Dan, mengenai foto yang diambil hari ini,”

 

Dengan senyuman nakal namun penuh keinginan, serta senyum yang memikat, dia melanjutkan,

 

“Semua foto tersebut, kamu bebas untuk melakukan apa saja sesuai keinginanmu.”

 

     

 

Sudah sekitar tiga minggu sejak kami mulai mempersiapkan semuanya.

 

“ akhirnya! Akhirnya, selesai!”

 

Pada hari sebelum festival budaya, Hayakawa membentangkan suaranya di lorong gedung lama yang telah sepenuhnya berubah.

 

“Rasanya semangat banget pas selesai!”

 

“Tapi… kualitasnya luar biasa.”

 

“Ketika membuat properti dan bagian-bagiannya, aku tidak menyadari betapa hebatnya ini!”

 

Teman-teman sekelas yang mengikuti Hayakawa mulai berseru. Di tengah-tengah kerumunan, ada Yazaki.

 

“Yazaki, benar-benar luar biasa! Tidak percaya ini yang kita buat!”

 

“Hehe. Sungguh, ini buatan kita sendiri.”

 

“Hayakawa juga sangat terkesan! Lihatlah, tirai yang dijahit Hayakawa berhasil menghalangi cahaya dengan sempurna!”

 

“Benar~ Hayakawa sangat hebat~”

 

“Karena kami membutuhkan kegelapan untuk meningkatkan rasa takut, bantuan Hayakawa dalam menyelesaikan tirai sangat membantu.”

 

“Senang sekali! Tapi secara keseluruhan, ini semua berkat rencana rinci dari Yazaki-san!”

 

“Betul banget! Dari pengadaan bahan hingga instruksi kerja, semua bantuan Yazaki sangat membantu! Senang sekali Yazaki jadi pemimpin kami~”

 

“…… Hehe. Terima kasih, Himemiya-san, Hayakawa-san.”

 

Yazaki tersenyum. Melihatnya, Himemiya dan Hayakawa semakin riuh.

 

Secara pribadi, aku merasa festival budaya ini sudah sukses besar pada tahap ini. Tapi acara sebenarnya besok.

 

… Kita perlu memutuskan bagaimana menutup acara besok.

 

“Ngomong-ngomong, Oda, bagaimana dengan kegiatan klubmu? Aku tahu kamu membantu kami dipertengahan, tapi apakah selesai tepat waktu?”

 

“Ya, Seko-shi, yang kamu khawatirkan adalah tentang ketua klub. Meskipun agak mepet, baru-baru ini selesai. Aku sudah melihatnya sebelumnya, dan itu benar-benar luar biasa. Sepertinya dia mendapatkan dorongan yang besar.”

 

“Bagus. Itu sangat baik.”

 

Oda, yang berada di tempat negosiasi, tahu bahwa penampilan Yazaki dalam kostum pelayan menjadi bahan pertimbangan dalam negosiasi. Dia kemudian meminta maaf karena tidak memberitahuku sebelumnya, yang ternyata disembunyikan oleh Yazaki.

 

Mengapa Yazaki merahasiakan hal itu dariku, aku tidak tahu dan tidak bisa bertanya. Aku juga tidak ingin menggali masalah itu lebih jauh karena aku khawatir akan ditanya tentang foto-foto tersebut.

 

… Akhirnya, aku belum menghapus satu pun dari foto-foto yang diambil. Foto yang kupilih untuk diberikan kepada ketua klub, serta semua foto lainnya, masih tersimpan di memori ponselku.

 

“Sebenarnya, orang yang membuat kostum sangat terkesan. Dia menyadari bahwa kostum hanya benar-benar berharga jika dikenakan seseorang, dan dia mengusulkan untuk mengadakan sesi percobaan cosplay untuk acara klub.”

 

“Sesi percobaan cosplay, maksudnya mengizinkan pengunjung untuk mengenakannya?”

 

“Ya. Seperti di beberapa tempat yang menyediakan layanan cosplay dengan foto booth, membuat ruang pribadi dengan tirai untuk memotret penampilan cosplay adalah ide tersebut.”

 

“Ha, haha.”

 

Aku tertawa kering saat mendengar hal yang sangat familiar.

 

“Tapi masalah ruang ganti muncul, dan karena waktu yang sudah terlambat, kami tidak bisa mendapatkan ruang, jadi ide itu dibatalkan.”

 

“Itu sangat disayangkan.”

 

Sambil menjawab dengan sembarangan, aku teringat kembali peristiwa saat itu. Mungkin itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan sembarangan. Atau mungkin kami yang melakukan hal itu dengan cara yang salah...

 

“Hee, kalian berdua sedang membahas apa?”

 

Suara Hinata yang mendekat membuat jantungku berdegup kencang. Meskipun aku yakin dia tidak bisa membaca ingatanku, aku tetap merasa cemas apakah dia bisa merasakannya.

 

Oda menjawab pertanyaan Hinata. Dia menjelaskan bahwa ada anggota klub yang ingin mengadakan sesi percobaan cosplay untuk kostum yang mereka buat sendiri, tapi usul tersebut ditolak.

 

“Cosplay, ya? Sepertinya kostum untuk penampilan kami juga dipinjam dari klub Oda-kun, tapi ada yang lain juga?”

 

“Ya. Pada dasarnya kostum yang ada adalah kostum dari karya-karya tertentu, tapi ada juga yang lebih umum.”

 

Kemungkinan, “umum” di sini berbeda dengan “umum” yang dimaksud di luar sana.

 

“Hebat, ya. ...Jadi, Seko, apakah kamu sebenarnya tertarik dengan cosplay?”

 

“Kenapa harus ‘sebenarnya’? Maksudku, bukan berarti aku tidak tertarik, tapi...”

 

“Hmm, begitu ya.”

 

Meskipun Hinata yang bertanya, dia hanya berkata demikian dan mengakhiri pembicaraan.

 

Kemudian, saat aku mendengarkan informasi dari Oda tentang acara-acara dari kelas lain dan klub-klub, Yazaki yang seharusnya dikelilingi oleh Himemiya dan lainnya datang.

 

“Ketiga orang ini sedang membahas apa, ya?”

 

“Kami sedang mendengar tentang acara dari kelas lain dari Oda-kun. Misa, apakah kamu sudah selesai berbicara dengan Himemiya-san?”

 

“Aku meninggalkan mereka pada saat yang tepat. Meskipun menyenangkan berbicara dengan mereka...”

 

Yazaki berdiri di sebelah kanan ku dengan ekspresi yang tenang. Dan kemudian,

 

“Rasanya, tempatku ada di sini.”

 

Dia berbisik seperti itu dan mendekatkan tubuhnya padaku.

 

Setelah itu, kami berempat mengobrol santai, dan akhirnya ada rencana untuk mencoba permainan rumah hantu. Karena adanya permintaan hangat dari teman sekelas, Yazaki terpilih sebagai “pengunjung” untuk uji coba tersebut.

 

“Hehe, aku dipilih. ...Seko-kun, mau ikut?”

 

“Eh, aku juga!? “

 

“Ya. Tidak apa-apa, kan?”

 

Yazaki menoleh sedikit dengan nada bertanya. Tentu saja, aku tidak bisa menolak, jadi aku setuju.

 

“Aku juga akan ikut. Aku tidak bisa membiarkan Seko dan Misa sendirian...”

 

“Tidak masalah, Haru. Lagipula, semua teman sekelas juga ada di sana.”

 

“Tapi, di dalamnya gelap sekali! ...Aku juga ingin ikut ke rumah hantu.”

 

Karena Hinata juga ingin ikut, aku tidak bisa menolak, dan akhirnya Yazaki menyetujui keikutsertaan Hinata, dan uji coba akan dilakukan bertiga.

 

“Seko, jangan sampai takut dan mempermalukan diri, ya.”

 

Suara Hinata yang menantang dari sebelah kiri. Jaraknya lebih dekat dari biasanya, dan aku bisa merasakan dia bergetar.

 

“Hehe. Seko-kun pasti tidak masalah dengan rumah hantu, kan?”

 

Suara Yazaki yang penuh percaya diri dari sebelah kanan. Dia terdengar senang dan puas.

 

“Seko-san... Semoga sukses.”

 

Suara Oda yang mengucapkan selamat tinggal dari belakang. Tunggu dulu, kenapa nada suaranya terdengar serius?

 

Mungkin kami benar-benar telah membuat rumah hantu yang terkutuk. Menghadapi rumah hantu buatan kami, aku merasakan sesuatu yang dingin di punggungku.


Copyright Archive Novel All Right Reserved ©













Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !