Bab 4
Di Balik Persiapan
Pov Yazaki Misa
Setelah festival olahraga
berakhir, suasana di sekolah berubah total.
Meskipun masih ada keceriaan
karena bersenang-senang, ada perbedaan besar antara festival olahraga dan
festival budaya yang akan datang.
Udara manis. Sepertinya sesuatu
yang manis mengalir di seluruh sekolah.
“Yazaki. Apa boleh mulai mengecat
kardus untuk dindingnya?”
Sore hari di kelas. Setelah
festival olahraga berakhir, seperti yang dijanjikan, Seko-kun yang sedang
membantuku bertanya sambil memegang kuas cat.
“Ya, tolong.”
“Oke. Aku sudah ganti baju, jadi
serahkan padaku.”
Seko-kun mulai mengecat kardus
dengan cat hitam. Dia mengenakan pakaian olahraga agar tidak kotor. Mau tak
mau, ini mengingatkanku pada festival olahraga.
Festival olahraga itu memberiku
banyak kenangan indah. Namun, yang paling tertanam di ingatanku adalah saat
melihat mereka berdua dalam lomba dua orang tiga kaki.
Ketika pasangan Haru,
Hayakawa-san, tidak bisa ikut karena sakit, Saruyama-kun mengusulkan diri
sebagai pengganti. Tapi kemudian, Seko-kun mengangkat tangan seolah
menantangnya, dan Haru tanpa alasan langsung menggandeng tangannya dan pergi.
Meski mereka tidak pernah
berlatih bersama, cara mereka berlari terlihat sangat kompak. Seolah mereka
saling mengenal dengan baik dan saling percaya satu sama lain.
Mereka tampak begitu serasi. Kata
itu muncul di kepalaku, dan rasa sakit yang tajam menjalar di dadaku.
Tanpa terganggu, mereka terus
berlari dengan indah, dan akhirnya mencapai garis finish sebagai pemenang.
Kupikir segalanya sudah berakhir.
Namun, saat itu terjadi.
“…Eh?”
Haru memeluk Seko-kun.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Sebelum aku bisa memahami itu, hatiku terasa seperti disayat, membuatku sulit
bernapas.
Aku memejamkan mata, menaruh
tangan di dada, dan perlahan mencoba menenangkan napasku. Ketika akhirnya bisa
bernapas dengan normal, perlombaan dua orang tiga kaki telah berakhir.
“Aku sudah banyak berlatih dengan
Hayakawa-san, jadi aku melakukan kesalahan.”
Mereka kembali ke tempat duduk
penonton, dan teman sekelas mulai bertanya, “Apa yang terjadi tadi!?,” Haru
menjelaskan alasannya. “Aku melakukan kesalahan,” katanya, tapi wajahnya tampak
sangat puas.
“Begini caranya, seperti ini!
Bagaimana?”
“Wah, luar biasa. Hayakawa-san
benar-benar terampil ya.”
“Meskipun terlihat seperti ini,
sebenarnya Hayakawa adalah anak sulung dari enam bersaudara! Hayakawa sering
memperbaiki pakaian lama adik-adik!”
“Kamu kakak perempuan!? Ah, maaf,
aku terkejut.”
“Tidak apa-apa, Hayakawa sering
membuat orang terkejut! Tapi kenapa ya?”
“Ah, haha.”
Saat ini, Haru sedang bekerja
sama dengan Hayakawa-san membuat tirai untuk menghalangi cahaya. Aku merasa
lega karena mereka tidak bekerja bersama Seko-kun. Namun, hatiku tetap terasa
berat.
Ada satu cara untuk menghilangkan
perasaan ini. Aku sangat mengetahuinya.
“Yaazaki-san!”
Ketika aku sedang tenggelam dalam
suasana hati yang murung, tiba-tiba seorang gadis dengan semangat tinggi
mendatangiku.
“Coba lihat ini!”
Himemiya-san, dengan semangat
yang tak terbendung, mengarahkan layar ponselnya padaku.
Aku tidak bisa mengikuti
energinya yang berlebihan. Apa sebenarnya yang ingin dia tunjukkan padaku──
“Kucing ini jenisnya adalah
Munchkin. Daya tarik Munchkin yang menggemaskan sungguh sulit diungkapkan
dengan kata-kata. Bentuk tubuhnya yang sangat khas ini sangat berbeda dari ras
kucing lainnya. Tangan dan kakinya yang imut membuat kita ingin melindunginya,
sungguh menggoda. Lihat, dia berusaha keras mengulurkan tangannya, meminta
untuk diajak bermain. Ternyata, benar ya, kalau mereka punya sifat yang ramah
pada manusia, sangat menggemaskan... Ah.”
Saat ditunjukkan video kucing
itu, aku tanpa sadar mulai berbicara dengan lancar. Menyadari hal itu, aku
segera menutup mulut dan melihat reaksi Himemiya-san. Ternyata, dia menatapku
dengan mata yang berbinar-binar.
“Luar biasa! Benar-benar seperti
yang dikatakan oleh Seko-cchi. Yazaki-san ternyata benar-benar suka kucing,
ya~”
Reaksi Himemiya-san tampak penuh
kekaguman. Ketika mendengar nama Seko disebut olehnya, tubuhku refleks
bereaksi.
“Seko-kun?”
“Iya, iya. Aku kebetulan
mendengar dia berbicara dengan Oda-cchi tempo hari. Dia mengatakan bahwa Yazaki-san
akan sangat lancar berbicara jika membahas tentang kucing, dan hal itu membuat
kesenjangan dengan dirinya yang biasa, yang membuatnya semakin menarik. Dia
berbicara panjang lebar tentang itu.”
“Jadi kamu penasaran dan datang
menemuiku untuk membuktikannya, begitu?”
“Yah, sebagian memang begitu
sih~. Sebenarnya, aku sudah lama ingin berbicara denganmu, Yazaki-san. Tapi aku
belum pernah melihatmu bergaul dengan siapa pun selain dua orang itu, jadi aku
pikir mungkin kamu tipe yang tidak suka berhubungan dengan banyak orang. Kalau
begitu, rasanya akan sangat merepotkan kalau aku yang seperti ini mencoba
mengajakmu bicara, kan?”
Mendengar bagaimana pandangannya
terhadapku, aku berpikir, “Ah, benar juga.” Ternyata tanpa sadar aku telah
membangun tembok di antara diriku dan orang lain.
“Tapi ya...”
Ketika suasana hatiku mulai
tenggelam, Himemiya-san tersenyum ramah,
“Saat festival olahraga kemarin,
kamu sangat bersemangat mendukung Seko-cchi hingga berteriak dengan keras.
Buatku, itu benar-benar mengejutkan. Pandanganku tentangmu langsung berubah
drastis, dan aku pikir, ‘Oh, sekarang aku bisa berbicara dengannya.’ Sebenarnya
aku mendengarkan pembicaraan kalian secara diam-diam, tapi sekarang mari kita
kesampingkan itu. Kebetulan Seko-cchi memberikan informasi yang bagus, jadi aku
pikir, ‘Baiklah, sekarang saatnya untuk mencoba mengajakmu bicara.’”
Dia bilang bahwa pandangannya
terhadapku berubah drastis, dan dia mengatakan bahwa Seko-kun terlibat dalam
hal itu.
Dadaku yang tadinya terasa berat
mendadak terasa ringan, seperti mendapatkan obat penawar dari Seko-kun secara
tidak langsung.
Rasanya aku ingin tersenyum
lebar. Aku bahkan ingin melompat kegirangan di tempat. Tapi akan sangat
memalukan jika ada orang yang melihatku seperti itu.
“…Uhuk.”
Aku berusaha keras menekan
perasaanku yang hampir meledak, dan berusaha bersikap tenang.
“Jadi begitu ya.”
“Yup. Oh iya, kucing yang tadi
itu punyaku, loh. Aku benar-benar senang kamu memujinya!”
“Itu kucing peliharaanmu,
Himemiya-san? Kalau begitu, apa kamu punya foto atau video lain…?”
“Tentu saja! Kenapa? kamu masih
ingin lihat lebih banyak ya, Yazaki-san?”
“…Kalau kamu mau menunjukkannya,
aku akan sangat senang.”
“Imut banget.”
“Apa?”
“Tunggu sebentar, ya~. Aku punya
banyak foto, tapi aku akan pilih yang terbaik untuk kamu lihat!”
Himemiya-san dengan senang hati
memenuhi permintaanku, menunjukkan koleksi foto kucingnya yang telah dipilih
dengan cermat. Setiap foto kucing itu sangat menggemaskan, dan karena suasana
hatiku sudah lebih baik, aku bisa menikmatinya lebih dari sebelumnya.
“Oh iya. Sebenarnya aku ingin
mengucapkan terima kasih pada Yazaki-san.”
“Mengucapkan terima kasih
padaku?”
“Iya. Saat kita memutuskan
tentang acara kelas dulu, Saruyama-cchi sempat mengusulkan maid cafe, kan?
Terus, Yazaki-san langsung menolak mentah-mentah usul itu. Aku jadi merasa
sangat lega! Pasti Saruyama-cchi hanya ingin melihat kita pakai kostum maid.
Penampilan kita dalam kostum maid tidak semurah itu, tahu. Lagipula... aku hanya
ingin menunjukkannya pada seseorang yang spesial.”
Seseorang yang spesial. Saat
mendengar kata-kata itu, wajahnya langsung terlintas di pikiranku.
...Aku juga. Kalau dia yang
melihat, aku tidak keberatan. Bahkan, aku ingin dia melihatnya. Aku penasaran
bagaimana reaksinya, apa yang akan dia katakan. ...Apa yang akan dia lakukan
ketika melihatku dalam penampilan seperti itu.
“Benar-benar terima kasih banyak,
Yazaki-san. Oh ya, mulai sekarang boleh aku panggil kamu Yaza-cchi?”
“E-eh. Tentu saja, tidak
masalah.”
“Serius? Senangnya~. Aku memang
selalu memanggil orang yang aku suka dengan akhiran ‘-cchi’. Itu aturan
pribadiku~.”
“...Barusan, aku mendengar kamu
juga memanggil Seko-kun dengan cara itu.”
“Iya, aku juga panggil Seko dengan
‘Seko-cchi’. Oh, dan kalau di sekitar Yaza-cchi, ada juga Hinata-cchi dan
Oda-cchi! Sebenarnya hampir semua orang di kelas yang pernah aku ajak bicara,
aku panggil dengan akhiran ‘-cchi’. Kelas kita isinya orang-orang baik semua
ya~.”
Melihat bagaimana Himemiya-san
berbicara dengan blak-blakan, aku merasa lega. Dari sikapnya, aku tahu bahwa Seko
bukanlah orang yang spesial baginya.
Syukurlah. Kalau tidak, aku pasti
harus menjauhkan diri darinya, meskipun kami sudah mulai akrab.
Karena dia selalu ada di dekatku.
Aku tidak akan membiarkan siapa pun mendekatinya.
“Yah, sepertinya aku harus
kembali ke persiapan nih. Sampai ketemu, Yaza-cchi. Ayo kita berteman baik
ya~.”
Setelah aku membalas, “Tentu,
mari kita berteman baik,” Himemiya-san memberikan sebuah kedipan dan kembali ke
teman-temannya.
Ingin segera berbagi apa yang
baru saja terjadi, aku pun mengalihkan pandanganku ke tempat di mana dia
berada.
“...Hah?”
Seko-kun tidak ada di sana. Aku
melihat sekeliling kelas, tetapi tidak bisa menemukannya, begitu pula dengan
Haru.
“Kemana mereka pergi...?”
Saat aku menempelkan tangan yang
terkepal ringan ke dadaku, aku bisa merasakan detak jantung yang berdegup
kencang. Lebih cepat dari biasanya.
Mereka berdua tidak ada, pasti
hanya kebetulan. Tidak mungkin mereka pergi bersama ke suatu tempat.
Aku mencoba meyakinkan diri
sendiri bahwa kemungkinan itu tidak ada. Namun, detak jantungku tidak
menunjukkan tanda-tanda akan tenang.
Ketika tanpa sadar tubuhku mulai
melangkah keluar dari kelas,
“Yazaki-shi.”
Oda-kun memanggilku, dan aku pun
berhenti melangkah.
“Soal kostum yang kita bicarakan,
aku sudah bertanya pada ketua klub kami, dan dia ingin berbicara langsung
denganmu. Maaf merepotkan, tapi bisakah kamu ke ruang klub sekarang?”
Kostum... Aku segera mengganti
pikiranku, dan mengerti maksud dari pembicaraan ini.
Anggaran untuk acara kelas telah
dibagikan oleh sekolah, dan jumlahnya sudah ditetapkan. Setelah menghitungnya,
kami menyadari bahwa jika kami ingin menyediakan kostum untuk peran hantu,
anggarannya tidak akan cukup. Ketika aku berkonsultasi dengan Seko-kun, dia
mengatakan bahwa dia tahu tempat yang bisa membantu. Tempat yang dimaksud
adalah klub manga yang diikuti oleh Oda-kun.
“…Baiklah.”
Meskipun aku ingin segera menuju
tempatnya, aku ingat bahwa ada hal lain yang harus dilakukan saat ini, jadi aku
menjawab demikian.
◆ ✧ ₊ ✦ ₊ ✧
◆
Pov Seko Rento
Setelah festival olahraga
selesai, kami mulai benar-benar mempersiapkan untuk festival budaya.
Selain orang-orang seperti Oda
yang sibuk dengan kegiatan klub, hampir semua teman sekelas berpartisipasi
dalam persiapan. Hanya dengan itu saja aku sudah merasa lega, tetapi melihat
Himemiya mendekati Yazaki membuatku merasakan senyum di wajahku.
Aku merasa senang jika semakin
banyak orang yang mengenal Yazaki, meskipun sebenarnya aku merasa sedikit
cemburu. Sebaiknya aku tidak memiliki rasa ingin memiliki yang berlebihan.
Meyakinkan diri sendiri, aku
kembali melanjutkan pekerjaan.
Pekerjaan itu hanya melibatkan
mengecat karton dengan warna hitam menggunakan kuas. Warna yang sudah ada
ditimpa dengan warna lain. Pekerjaan yang sangat sederhana, dan rasanya sangat
cocok untukku saat ini.
“Hei, kalian tahu tidak kalau di
festival budaya kita ada acara penutupan? Kalian pernah dengar tentang legenda
yang berkaitan dengan itu?”
Pembicaraan dari kelompok laki-laki
yang sedang bekerja di sebelahku terdengar di telingaku. Aku sudah tahu tentang
apa yang mereka bicarakan.
Festival budaya ini akan ditutup
dengan sebuah acara yang dimulai saat langit sudah gelap.
Intinya adalah para pasangan akan
menari tarian rakyat mengelilingi api unggun besar yang dinyalakan di tengah
lapangan. Tapi yang lebih menarik adalah rumor yang tersebar di balik acara
itu.
Konon katanya, pasangan yang
menari bersama pada acara penutupan ini akan terikat selamanya. Tentu saja,
sumber rumor ini berasal dari Oda.
Jujur saja, aku tidak terlalu
percaya dengan legenda itu. Aku rasa sebuah acara sekolah biasa tidak mungkin
memiliki efek mistis seperti itu. Aku akan terkejut jika dua puluh persen
pasangan yang pernah berpartisipasi masih bersama hingga sekarang.
Namun, aku percaya bahwa
berpartisipasi dalam acara ini memiliki makna tersendiri.
Mengundang seseorang ke acara
yang memiliki rumor seperti itu. Rasanya seperti pengakuan cinta di depan umum,
dan kata “selamanya” terdengar seperti lamaran. Seolah-olah itu adalah versi
yang lebih tinggi dari apa yang pernah aku lakukan.
“Bagaimana denganmu, Seko?”
Saat mendengarkan pembicaraan
tentang rumor itu, Oda bertanya padaku. Saat itu, apa yang aku jawab?
Sambil merenung, aku melanjutkan
pekerjaan dan menyelesaikan satu karton.
Ketika aku mengangkat kepala, aku
melihat Hinata berdiri.
“Maaf, Hayakawa-san. Aku mau
istirahat sebentar, ya.”
“Oh, baik! …Eh, dia sudah pergi.”
Hinata berjalan cepat keluar dari
kelas, meninggalkan Hayakawa yang tertegun.
Kata “istirahat” yang diucapkan
oleh Hinata membuatku merasa ada sesuatu yang aneh, jadi aku meletakkan kuas
dan berdiri.
Aku keluar dari kelas, berjalan
menuju tangga, turun ke lantai satu, dan keluar dari gedung sekolah.
Belakangan ini, matahari mulai
terbenam sekitar pukul lima sore, dan suhu mulai terasa seperti musim gugur.
Hari ini, kami juga mulai mengenakan seragam musim dingin.
Merasa sedikit kedinginan, aku
berjalan di sepanjang gedung sekolah menuju area yang agak lembab.
Dan di sana,
“Ah… Seko.”
Di balik gedung sekolah yang
disapu angin dingin, seperti yang aku duga, Hinata ada di sana.
◆ ✧ ₊ ✦ ₊ ✧
◆
Pov Hinata Haru
Setelah festival olahraga
selesai, latihan sore juga berakhir. Namun, sekarang kami harus mempersiapkan
festival budaya. Waktu luang kami setelah jam sekolah masih belum kembali
sepenuhnya.
Sambil bekerja di kelas, aku
melirik Seko dari sudut mataku. Dia terus melanjutkan persiapan dengan tekun.
Ketika aku memikirkan bahwa semua yang dia lakukan ini mungkin untuk Misa,
rasanya sakit di dadaku.
Sebenarnya, aku ingin bekerja
bersama Seko. Tapi, Misa tidak ada di sampingnya saat ini. Kalau aku pergi ke
sana, orang-orang di sekitar mungkin akan berpikir yang aneh-aneh.
Kalau saja ada alasan seperti
saat festival olahraga, tapi undangan dari Hayakawa-san yang mengatakan, “Ayo
kita lakukan bersama!” tidak bisa aku tolak begitu saja. Aku tidak memiliki
alasan yang cukup kuat untuk mendekati Seko. Jadi, aku hanya bisa mencuri
pandang padanya dari kejauhan, tanpa ada yang menyadarinya.
…Aku tidak suka ini. Aku ingin
lebih banyak bicara dengannya. Aku ingin lebih dekat dengannya. Aku ingin lebih
sering bersentuhan dengannya.
Keinginan ini meluap dari dalam
diriku. Aku tidak tahu cara untuk menahan perasaan ini, jadi aku berdiri dan,
“Istirahat sebentar,”
Kataku sambil meninggalkan kelas
tanpa menunggu reaksi Hayakawa-san.
Lorong sekolah tidak terlalu
dingin, tapi di luar gedung sekolah udaranya cukup sejuk. Untungnya, mulai hari
ini kami sudah mulai mengenakan blazer musim dingin.
…Tapi. Mungkin lebih baik jika
aku tetap merasa kedinginan. Karena saat itu, semuanya terasa seperti itu.
Haruskah aku melepas blazer ini?
Ketika aku berpikir demikian dan bersiap untuk bergerak,
“Ah…”
Aku merasa khawatir apakah dia
akan datang. Janji itu dibuat saat masa latihan festival olahraga. Sekarang
kami sibuk dengan persiapan festival budaya, dan aku berpikir bahwa tradisi
kami akan berakhir setelah festival olahraga usai.
“Seko,”
Namun, Seko datang menemuiku.
Meninggalkan Misa di kelas, dia datang padaku.
Seko, Seko, Seko, Seko, Seko──
“…Hmm.”
Aku ingin dia segera memelukku.
Namun, agar dia tidak menyadari perasaanku yang meluap, aku menoleh ke samping
dan membuka kedua tanganku.
Aku mendengar detak jantungku
yang lebih cepat dari biasanya. Langkah kaki Seko mendekat, membuat detak
jantungku terasa semakin cepat.
Jika aku dipeluk sekarang,
rasanya aku akan kehilangan kendali. Meski begitu, tubuhku berharap untuk diselimuti
oleh orang yang paling aku cintai.
Lengan Seko melingkari
punggungku, dan tubuh kami bersatu dengan erat.
Tubuhku yang kedinginan terkena
udara dingin mulai menghangat. Dari luar, dan juga dari dalam.
Kemarin, aku yang memeluknya
lebih dulu, tapi tetap saja, aku lebih suka dipeluk oleh Seko.
“Ah.”
Aku mendengar suara Seko dari
atas kepala, seperti dia baru saja menyadari sesuatu.
“Ada apa?”
“Ah, tidak, aku baru saja melihat
ada benang kecil di rambut Hinata.”
“Apa!?”.
Aku tidak menyadarinya. Mungkin
itu terjadi saat aku sedang bekerja tadi.
Rasanya malu karena orang yang
aku cintai melihatku dalam keadaan seperti itu, jadi aku buru-buru meraba
kepalaku untuk mencarinya. Tapi aku kesulitan menemukan benang itu.
“…Mau aku bantu ambilkan?”
Seko bertanya dengan ragu-ragu.
Aku... mengangguk pelan.
“Kalau begitu, aku akan menyentuh
kepalamu sebentar.”
Seko dengan hati-hati
memverifikasi dan mulai menyentuh kepalaku dengan lembut.
Saat itu, rasanya kepalaku
meledak dengan perasaan yang menyenangkan.
“Yup, sudah hilang.”
Seko melepaskan tangannya dari
kepalaku.
Aku ingin dia terus menyentuhku
lebih lama. Aku bahkan berharap dia bisa mengelus kepalaku.
Namun, aku tidak bisa
mengatakannya. Sebagai gantinya, aku menempelkan kepalaku ke dada Seko.
Seko mau bersamaku hanya karena
dia punya alasan untuk melakukannya. Jadi, jika aku bilang, “Usap kepalaku,”
mungkin dia akan merasa aneh.
Kadang-kadang aku punya alasan
yang bagus untuk meminta berbagai hal, tapi ketika aku tidak bisa memikirkan
alasan seperti itu, aku hanya bisa menahan diri.
Namun, aku terus berpikir. Jika
aku katakan apa yang aku inginkan, apakah Seko akan memenuhinya? Apakah dia
akan memelukku lebih erat lagi? Apakah dia akan mengusap kepalaku dan
memanjakanku?
Bagaimana kalau dia memberiku
ciuman...?
Padahal kami sudah melakukan
banyak hal, tapi kami belum pernah berciuman. Aku selalu ingin dia melakukannya
kapan saja, tapi Seko tidak melakukannya. Seperti dia menjaga sesuatu.
...Tapi, jika kami berciuman.
Jika wajahnya ada di hadapanku, bibirnya menutup bibirku, dan pikiranku
dipenuhi olehnya, aku mungkin akan mengungkapkan semua perasaanku. Itu
sangat... sangat menakutkan.
Akhir-akhir ini aku menutup
telinga karena sulit mendengarnya, tapi Seko masih terus menyatakan perasaannya
setiap pagi kepada Misa. Dia masih mencintai Misa. Jadi, tidak mungkin dia akan
membalas perasaanku.
Untungnya, mereka belum
berpacaran, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Rumornya,
festival budaya yang akan datang bisa menjadi momen yang penuh dengan suasana
romantis.
Jika suasananya menjadi seperti
saat festival kembang api. Jika Misa membalas perasaan Seko. Hubungan kami ini
mungkin akan berakhir. Dan lebih dari itu... Aku tidak yakin bisa tetap berada
di samping mereka yang sudah menjadi pasangan kekasih. Itu terlalu menyakitkan.
...Tapi, saat ini Seko ada di
sampingku. Aku ingin bersama dengannya lebih lama lagi. Jika ada akhir, maka
aku ingin memanfaatkannya sebanyak mungkin sekarang—
“Kudengar Misa tidak bisa bermain
hari Sabtu ini”
“Sepupunua akan datang ke rumahnya,
kan?”
“Ya. ...Seko ada acara?”
“Hah? Oh, tidak ada acara khusus
saat ini.”
“…Nah. Pada hari itu, ibu dan
ayahku tidak akan pulang sampai larut malam. Jadi...”
Aku takut melihat ekspresi wajah Seko,
jadi aku menempelkan wajahku ke dadanya saat berbicara.
“Aku ingin kamu datang.”
Setelah hening sejenak, terdengar
suara detak jantung yang berdebar-debar.
“…Baiklah.”
Seko mengangguk, dan aku merasa
lega sekaligus senang.
Bertemu hanya berdua di hari
libur terasa istimewa. Karena rasanya seperti—
“Orang tuamu akan keluar rumah
kapan?”
“Hah? Umm, mulai siang.”
“Baiklah. Jadi, bagaimana
kalau... sebelum itu, kita jalan-jalan keluar?”
Rasa seperti kencan, sepertinya.
“…!”
Aku memeluk tubuhnya erat-erat.
Aku berteriak dalam hati agar dia tidak melepaskanku. Jangan lepaskan aku.
Aku mencintaimu. Aku mencintaimu,
Seko.
Aku mengulangi perasaan yang tak
bisa kuungkapkan lagi dan lagi di dalam hatiku.
◆ ✧ ₊ ✦ ₊ ✧
◆
Pov Seko Rento
Kemarin, setelah aku kembali ke
kelas dari belakang gedung sekolah secara bergiliran dengan Hinata, aku
tertangkap oleh Yazaki yang sepertinya mencariku.
“Ada sesuatu yang ingin kukatakan
tentang festival budaya besok sore. Maukah kamu menemaniku?”
Aku tidak bisa menolak permintaan
Yazaki tentang festival budaya, jadi aku menyetujuinya tanpa bertanya lebih
lanjut. Dan hari ini, sore hari pun tiba.
“Ayo, Seko-kun.”
Setelah SHR, di tengah beberapa
teman sekelas yang melanjutkan persiapan, aku dibawa oleh Yazaki ke tujuan
berikutnya. Tempat itu adalah ruang klub manga yang menjadi tempat anggota klub
manga seperti Oda berada.
Ngomong-ngomong, aku ingat bahwa
aku menerima konsultasi dari Yazaki tentang kostum pertunjukan. Karena itu, aku
bertanya kepada Oda apakah mereka bisa bernegosiasi tentang meminjam kostum
cosplay yang mereka miliki dan buat.
Ternyata, negosiasi berhasil,
jadi aku diminta untuk membantu membawa kostum atau barang lainnya yang bisa
dipinjam.
“Maaf, Seko-kun. Tapi, bisakah
kamu menunggu sebentar di sini?”
“Hah? Aku tidak boleh masuk
juga?”
“…A-aku rasa itu masih terlalu
cepat.”
Aku terkejut melihat Yazaki yang
wajahnya memerah. Tapi aku tidak mengerti alasan dan arti dari “terlalu cepat.”
“Jadi, aku harus menunggu di
sini?”
“Ya. Beberapa menit kemudian aku
akan memanggilmu dari dalam, jadi nanti masuklah.”
Meskipun aku tidak memahami
situasinya, aku menjawab “Baik” dan mengikuti arahan Yazaki.
Aku berdiri di koridor ruang
klub, memikirkan kemana perginya anggota klub manga. Aku mendengar dari Oda
bahwa mereka sedang dikejar Deadline pertunjukan, tapi aku bertanya-tanya
mereka pergi kemana.
Waktu berlalu beberapa menit.
“Seko-kun.”
Namaku dipanggil dari dalam dan
suara kunci dibuka. Tidak ada suara bising yang terdengar, tapi sepertinya
persiapan sudah selesai.
“Apakah aku boleh masuk?”
“…Ya. Masuklah.”
Meskipun ada jeda aneh, aku
mendapatkan izin dan perlahan membuka pintu—
“…”
“Bagaimana?”
Penampilan Yazaki yang malu-malu
terlihat segar. Tapi, dia mengenakan kostum yang jauh lebih mengejutkan.
Berpakaian dengan gaya seragam
berbasis warna hitam dan putih yang dilengkapi dengan apron. Di bawah apron,
terdapat desain dress dengan hiasan renda dan frill. Di kepala, terdapat white
brim, di dada ada pita, dan di kaki yang terentang dari rok pendek, ada kaus
kaki putih.
Pakaian yang dikenakan Yazaki
adalah pakaian pelayan.
Aku tak bisa menahan napas.
“…Aku senang kamu melihatnya,
tapi aku ingin kamu mengatakan sesuatu.”
“Ah, …Sangat cocok sekali.
Pakaian hitam putih ini menyatu dengan indahnya rambut hitam Yazaki dan
menambah keanggunan serta kesopananmu. Pakaian ini benar-benar mempertegas
pesona Yazaki. Rasa lembut yang berbeda dari pakaian sehari-hari juga sangat
bagus. Aku rasa ini adalah pakaian pelayan yang paling cocok di dunia.”
Setelah mengeluarkan kata-kata
yang muncul begitu saja di kepalaku, Yazaki tersenyum dengan mata menyipit.
Ekspresi itu semakin menonjolkan pesonanya.
…Namun, kata-kata berikutnya
terhenti di tenggorokanku.
“Hehe. Terima kasih, Seko-kun.”
“Eh, seharusnya aku yang
berterima kasih… Lagipula, bisa jelaskan situasi ini? Aku belum paham sampai
sekarang.”
Saat aku mengungkapkan
kebingunganku, Yazaki tertawa kecil. Mungkin dia berhasil mengejutkanku dengan
kejutan yang ceria.
“Maaf. Aku diam bukan hanya
karena itu… tapi rasanya malu untuk mengatakan sendiri bahwa aku akan memakai
pakaian ini.”
Yazaki mengatakan itu sambil
menutup pakaiannya dengan kedua tangannya, menunjukkan sikap malu yang
menggemaskan. Perbedaan dari sikap biasanya membuat hatiku lembut.
“Y-ya, aku mengerti. Tapi kenapa
harus pakaian pelayan?”
“Ini adalah permintaan sebagai
imbalan dari ketua klub manga. Itu yang dia minta.”
“Permintaan? Aku masih belum
paham.”
Yazaki melanjutkan penjelasannya.
“Semalam, setelah diperkenalkan
oleh Oda-kun, aku bertemu ketua klub manga. Permintaanku adalah ‘sewa kostum
untuk rumah hantu dalam acara, atau pinjaman bahan kain.’ Sepertinya ketua klub
berbicara dengan seseorang di klub yang membuat kostum, dan mereka setuju
dengan senang hati. Namun, sebagai imbalannya, dia meminta—‘Aku memakai pakaian
pelayan.’”
“…Begitu, ya.”
Karena kecantikan Yazaki sudah
terkenal di sekolah setelah dia masuk, tidak ada yang tidak mengenalnya di
sekolah. Karena itu, tidak mengherankan jika ketua klub mengenalnya. Aku tahu
bahwa ketua klub sedang mengalami kesulitan dalam menciptakan karya, dan fakta
bahwa Yazaki cocok dengan pakaian pelayan sudah terbukti. Mendengar cerita Yazaki,
semua hal itu menjadi jelas.
Perasaan kuat yang muncul dalam
diriku juga mereda.
“Hehe. Apakah Seko-kun tidak tahu
jenis kelamin ketua klub?”
“Eh, yah. Aku mendengar cerita
dari Oda, tapi lebih banyak tentang kegiatan klub dan aku hanya berpikir bahwa
orang itu cocok dengan Oda…”
“Jadi, ketua klub terlihat takut
saat mendengar dia ingin aku memakai pakaian ini, ya.”
Yazaki menatapku dengan mata
besar yang seolah bisa menenggelamkanku.
“Tenang saja, Seko-kun. Ketua
klub adalah seorang wanita.”
Mendengar hal tersebut, aku
merasa lega. Mungkin ekspresiku mencerminkan rasa lega itu, dan Yazaki
memperhatikannya dengan seksama.
“Senang sekali, Seko-kun.”
Dia tersenyum bahagia sambil
mengatakan itu.
Rasa malu menggelayuti diriku. Yazaki
bisa membaca kecemburuanku dan bahkan memujiku sebagai “imut.” Meskipun begitu,
ada sesuatu yang tidak buruk tentang diriku yang diatur oleh orang yang aku
sukai. Mungkin ini adalah kelemahan karena jatuh cinta.
“Eh, tapi kenapa ketua klub tidak
ada di sini? Sepertinya hanya ada aku dan Yazaki di sini.”
“Ketua klub meminta agar aku
memakai pakaian pelayan. Lebih tepatnya, dia ingin melihatku mengenakan pakaian
pelayan. Jadi aku bernegosiasi untuk menambahkan dua syarat.”
Yazaki menunjukkan dua jari untuk
menekankan.
“Pertama, daripada melihat
langsung, aku bisa mengirimkan foto. Karena ini akan digunakan sebagai
referensi, bahkan lebih menguntungkan jika melalui foto. Kedua, foto hanya
boleh dilihat oleh ketua klub saja. Tidak perlu orang lain melihatnya. Jika
perlu, dia bahkan akan menghapusnya setelah karya selesai. Mungkin dia pikir
lebih baik tetap terhubung denganku di masa depan.”
Sepertinya Yazaki menggunakan
keterampilan negosiasinya dengan baik. Dia mengatakan bahwa ketua klub juga
cukup tangguh dalam hal ini.
Namun, meskipun aku merasa lega
karena Yazaki tidak akan terlihat oleh banyak orang, ada hal lain yang
membuatku cemas.
“Eh, aku sudah melihatnya.”
Dan bukan hanya melihat, tetapi
melihat langsung Yazaki yang mengenakan pakaian pelayan ini. Bahkan aku sedang
bernapas di udara yang sama dengannya.
“Sebenarnya, aku berpikir untuk
meminta Seko-kun menjadi fotografer.”
“Fotografer?”
“Ya. Aku berjanji untuk
memberikan foto kepada ketua klub, jadi aku perlu mengambil foto. Karena sulit
untuk melakukannya sendiri, aku berpikir untuk meminta seseorang untuk
mengambil foto.”
“Jadi, aku dipilih untuk peran
yang istimewa ini?”
Yazaki mengangguk. Ternyata, aku
benar-benar ditunjuk untuk mengambil foto Yazaki yang mengenakan pakaian
pelayan.
Saat memilih tema untuk acara
kelas, Yazaki sering mengatakan bahwa dia tidak ingin mengenakan pakaian
pelayan di festival budaya yang dihadiri oleh banyak orang yang tidak dikenal.
Itulah sebabnya dia menyetujui foto sebagai alternatif. Namun, karena sulit
untuk mengambil foto sendiri, dia meminta seseorang untuk melakukannya. Sampai
di sini, aku mengerti.
Tapi mengapa aku yang terpilih
sebagai fotografer? Mungkin Hinata, yang sejenis, lebih cocok untuk peran ini.
“Seko-kun, maukah kamu mengambil
foto?”
Aku diminta oleh Yazaki yang
mengenakan pakaian pelayan. Dalam hal ini, mungkin tidak ada yang perlu
dipertanyakan lagi.
“Biarkan aku yang melakukannya.”
Begitulah, sesi pemotretan
eksklusif Yazaki pun dimulai.
◆
✧ ₊ ✦ ₊ ✧
◆
“Apakah kamu sudah menyiapkan
kamera?”
“Tidak. Selama kualitas gambar
cukup baik, aku pikir bisa menggunakan ponsel. Seko-kun, apakah baterai
ponselmu masih cukup?”
“Masih banyak baterainya… Eh,
apakah kamu akan menggunakan ponselku?”
“Ya. Apakah itu masalah?”
“Tidak, maksudku, lebih kepada
bagaimana menurutmu, Yazaki. Foto-foto itu akan disimpan di ponselku untuk sementara.”
“...Tidak perlu khawatir. Lebih
baik menggunakan barang yang sudah familiar, kan?”
“Memang benar, tapi… yah, jika Yazaki
tidak keberatan.”
Setelah percakapan tersebut, aku
membuka aplikasi kamera di ponselku dan mulai memotret.
Pertama-tama, aku mengambil satu
foto keseluruhan tanpa pose khusus. Meskipun aku tidak percaya diri dalam
teknik pemotretan, bahan yang satu ini sangat bagus dan sangat imut.
Ekspresinya juga sangat bagus.
“Bagaimana?”
Aku menunjukkan foto yang kuambil
kepadanya untuk mendapatkan konfirmasi.
“Hmm…”
Yazaki melihat foto itu sejenak
dan kemudian melirik ke arahku.
“Seko-kun, apakah aku sudah bisa
benar-benar berperan sebagai pelayan?”
“Eh?”
Aku terkejut dengan pertanyaan
yang tidak terduga.
“Eh, maksudku, kalau kamu sudah
mengenakan pakaian pelayan, kan berarti kamu sudah menjadi pelayan?”
“Tidak, Seko-kun. Aku hanya
mengenakan pakaian pelayan. Aku belum benar-benar menjadi pelayan.”
“Apakah ini pembicaraan yang
rumit?”
“Ini pembicaraan yang sangat
sederhana. Misalnya, jika Seko-kun mengenakan seragam tim baseball profesional,
apakah itu berarti Seko-kun sudah menjadi pemain tim itu?”
“Ya, itu tidak mungkin. Hanya
mengenakan seragam yang sama tidak berarti aku memiliki kemampuan yang sama
seperti pemain lainnya.”
“Begitulah. Jadi, aku belum
benar-benar menjadi pelayan dalam arti sebenarnya. Jika terus seperti ini, aku
tidak akan bisa membalas budi ketua klub dengan cukup baik.”
Aku mengerti maksud Yazaki.
Meskipun aku ragu seberapa pentingnya benar-benar berperan sebagai pelayan,
sikap Yazaki yang serius dan tulus terhadap tugas ini sebenarnya cukup
mengesankan.
“Paham. Tapi, bagaimana? Tidak
mungkin kita harus memulai pelatihan untuk menjadi pelayan sekarang, kan?”
“Ya. … Seko-kun, apakah kamu tahu
tentang eksperimen di mana subjek dibagi menjadi ‘narapidana’ dan ‘penjaga’
untuk mengamati bagaimana mereka berperilaku di penjara simulasi?”
“Hmm, maaf. Aku tidak tahu
tentang itu.”
“Begitu. Jadi, aku akan
menjelaskan dengan singkat. Eksperimen ini menunjukkan bahwa manusia cenderung
berperilaku sesuai dengan peran yang diberikan kepada mereka. Narapidana
berperilaku seperti narapidana, dan penjaga berperilaku seperti penjaga.”
“Ah, begitu.”
“Jadi, Seko-kun.”
Yazaki meraih tanganku dengan
lembut, sedikit membungkuk, dan menurunkan posisinya.
“Bisakah kamu menjadi tuanku?”
Aku terkejut dan tidak langsung
memahami apa yang dia katakan.
Ketika pikiranku akhirnya
menangkap maksudnya, aku hanya bisa mengeluarkan suara bingung, “Eh?”
“Dari eksperimen yang aku
sebutkan sebelumnya, aku pikir jika Seko-kun memainkan peran sebagai tuan,
perilakuku sebagai pelayan akan semakin mendekati perilaku pelayan yang
sebenarnya.”
Argumennya Yazaki memang masuk
akal. Namun, apakah aman melakukan permainan peran yang berisiko seperti ini—?
“Apakah tidak boleh?”
“Ya, ayo.”
Saat aku mengangguk, Yazaki
tersenyum lembut.
Benar, aku tidak sedang mencoba
melakukan hal yang salah. Logika sudah disiapkan oleh Yazaki, dan ini hanya
tentang melakukan sesuatu yang bisa kulakukan untuknya. Jika Yazaki senang, itu
sudah cukup.
Kami diberi izin untuk
menggunakan barang-barang di ruang klub dengan bebas, jadi kami mulai memainkan
peran kami masing-masing dengan menggunakan properti yang ada di ruang klub.
“Seko-ku… ah, bukan. Tuan.
Bisakah Anda duduk di sini?”
Yazaki memintaku untuk duduk di
sofa di sudut ruang klub, yang tampaknya merupakan area istirahat.
“Saya akan menyiapkan minumannya.”
Ruang klub ini tampaknya cukup
lengkap dengan berbagai barang, dan Yazaki menyiapkan secangkir teh dari bubuk
teh dengan menuangkan air panas dari teko listrik. Meskipun peralatan yang ada
terasa kurang elegan, tindakan Yazaki yang seperti pelayan membuatku memotret
dengan kamera. Sekarang aku adalah tuan dan fotografer Yazaki.
Setelah menyeduh teh, Yazaki
membawakan cangkir tersebut. Aku juga memotretnya saat dia melakukannya.
“Ini, silakan.”
“Terima kasih.”
Aku menerima cangkir dengan
tangan kosongku sambil mengucapkan terima kasih. Dari cangkir tersebut, asap
mengepul, dan karena bahan kertasnya, panasnya cukup terasa. Sepertinya air
panas sudah ada di teko sebelum aku masuk ke ruangan ini, tapi teko listrik itu
tidak memiliki fungsi pemanas, jadi kapan airnya dimasak? Seolah-olah sudah
disiapkan sejak aku memasuki ruangan ini.
“…Tidak mau diminum?”
Yazaki, dengan alis yang turun,
bertanya dengan khawatir.
“Ah, tidak, aku akan meminumnya!
Tapi sepertinya terlalu panas, jadi aku pikir aku akan menunggu sedikit.
Sebenarnya aku agak sensitif terhadap panas.”
Saat aku menjawab dengan
tergesa-gesa, Yazaki tampak lega dan mengatakan, “Begitu, ya.”
Meskipun pakaian pelayan
seringkali dipandang sebagai pakaian kerja, Yazaki yang mengenakannya
memberikan kesan dingin dan profesional. Namun, melihat ekspresi yang penuh
emosi seperti ini membuatnya sangat imut, dan aku kembali memotret.
“Tuan.”
Jantungku berdetak kencang. Cara
dia memanggilku sangat membuat jantung berdebar.
“A, apa?”
“Saya menutupi kedua tangan Tuan
dengan ketidakmampuan saya. Jadi… saya ingin membantu.”
Dengan kata-kata itu, Yazaki
berjongkok di tempat, menyapu rambut sampingnya, dan perlahan mendekatkan
mulutnya ke—
“Fuu.”
Dia meniupkan napas ke teh dalam
cangkir yang kupegang.
Napas Yazaki menyebabkan
permukaan cairan bergetar, dan uapnya mengarah ke arahku.
“Fuu… Fuu… Fuu…”
Dengan bibir yang sedikit
mengerucut, Yazaki terus meniup teh di tanganku. Usahanya yang tampak kelelahan
menambah daya tariknya, dan aku secara impulsif menekan tombol pemotretan.
Setelah beberapa saat mengamati,
ketika uap mulai berkurang, dia bertanya,
“Bagaimana, Tuan?”
Yazaki yang sedikit berkaca-kaca
dan terengah-engah bertanya padaku, dan aku mendekatkan cangkir ke mulutku.
“Ya, enak sekali.”
Entah karena suhunya yang pas,
cara menyeduhnya, atau alasan lain, teh ini terasa lebih enak daripada teh-teh
yang pernah ku minum sebelumnya.
“Begitu. Saya ikut senang.”
Yazaki tersenyum lebar dengan
wajah bahagia. Setelah memotret ekspresi tersebut, aku terus minum tehnya dan
akhirnya cangkirnya kosong.
…Aku masih ingin lebih. Meskipun
aku sudah minum satu cangkir penuh, tenggorokanku, tubuhku, masih ingin teh.
“Tuan.”
Ketika aku menatap cangkir yang
kosong, Yazaki memanggilku, dan aku menoleh.
Yazaki menatapku dengan tangan
yang terlipat di depan. Meskipun dia memanggilku, dia tidak menunjukkan
tanda-tanda bergerak, seolah-olah menunggu kata-kataku.
…Benar. Aku bisa meminta Yazaki
untuk menyeduhkan cangkir tambahan.
Aku tidak perlu merasa ragu.
Karena saat ini, Yazaki adalah pelayan, dan aku adalah tuannya.
“Satu cangkir lagi, bisakah?”
Saat aku menyerahkan cangkir
kosong, Yazaki tersenyum dan mengangguk, menerima cangkir itu untuk diseduh
ulang.
“Ya, ini cangkir tambahan.”
Cangkir yang dibawa kembali oleh Yazaki
masih mengeluarkan uap, menunjukkan bahwa teh di dalamnya masih panas. Aku
berpikir untuk membiarkannya dingin seperti tadi.
“Yazaki.”
“Ada apa, Tuan?”
“…Tolong dinginkan lagi.”
Permintaan dengan sedikit
keraguan. Yazaki, tanpa menunjukkan wajah tidak suka, malah senang mendengarnya
dan mulai meniup teh lagi.
“Fuu… Fuu… Fuu…”
Napas Yazaki yang meniupkan teh
menghilangkan uap dari permukaan cairan,
“Bagaimana?”
Ketika aku menerima cangkir dan
mencicipi tehnya, rasa umaminya menyebar di mulutku.
“Enak sekali.”
Setelah memberikan tanggapan
singkat, aku segera mengisi mulutku dengan teh. Aku merasa ingin terus minum.
Tergerak oleh dorongan itu.
Ketika aku menikmati rasa teh
dengan sepenuh hati, cangkir itu kosong dalam sekejap.
…Masih belum cukup.
“Satu cangkir lagi, bolehkah?”
“Baiklah.”
Aku meminta lagi untuk cangkir
teh baru. Teh yang baru diseduh masih tampaknya panas.
“Bisakah kamu mendinginkannya
lagi?”
“Ya.”
Setelah memesan Yazaki untuk
meniupkan teh dan mendinginkannya, aku terus menghabiskan teh yang sangat enak
itu. Aku tak bisa berhenti. Teh yang disajikan oleh pelayan ku terasa terlalu
enak.
Meski suhu teh yang tepat dan
mudah diminum jelas menjadi alasan kenapa teh itu begitu enak, aku tak bisa
mengetahui rahasia rasanya. Rasanya seperti teh yang baru diseduh tidak
mengeluarkan uap dari awal, tapi aku tetap merasa kurang jika tidak meminta Yazaki
meniupnya.
Entah karena alasan itu atau
bukan, rasanya memang luar biasa.
“Tambah lagi.”
“Ya. Saya akan segera
menyeduhnya.”
Yazaki mengambil cangkir kosong
dan menuju ke tempat dengan bubuk teh dan teko listrik. Namun, saat dia
mengambil bungkus bubuk teh, dia berhenti dan menoleh dengan wajah cemberut.
“Maafkan saya, Tuan. Teh nya
sudah habis.”
“…Begitu.”
Yazaki terlihat sangat kecewa dan
menawarkan untuk membeli yang baru, tapi aku menolaknya. Setelah memeriksa,
perutku sudah penuh dengan cairan, dan aku tidak ingin Yazaki keluar dalam
pakaian pelayannya.
Namun, mulutku masih menginginkan
sesuatu yang manis. Lebih banyak dari itu.
“Tuan.”
Ketika aku menoleh, aku melihat Yazaki
memegang sebuah kotak kecil.
“Ini juga sudah saya siapkan,
bagaimana?”
Dia membuka kotak dan menunjukkan
isinya. Di dalamnya ada sebuah Shu Cream besar.
“Apakah ini yang dikatakan
sebagai Shu Cream legendaris di kantin sekolah?”
Salah satu rumor yang beredar di
sekolah adalah tentang Shu Cream kantin. Rumornya, ini tidak dijual secara umum
dan dianggap sangat berharga karena kelangkaannya. Katanya isinya penuh dengan
krim yang manis dan lezat namun tidak terlalu berlebihan.
Mengapa disebut rumor? Karena
kesulitan mendapatkannya.
Menjawab pertanyaanku, Yazaki
mengangguk.
“Untuk Tuan, saya telah
menyiapkannya.”
Yazaki tersenyum dengan penuh
dedikasi. Di hadapan senyumnya yang menarik, semua pertanyaan kecil menghilang.
“Terima kasih, aku akan
memakannya.”
Aku memutuskan untuk menerima
hadiah tersebut dengan tulus dan menatap kotak dengan seksama. Di dalamnya ada
sebuah Shu Cream besar yang penuh dengan krim.
Meskipun terkenal, pasti rasanya
sangat enak.
Namun, rasanya tidak seperti
kenikmatan yang aku inginkan saat ini. Apa yang aku inginkan sekarang adalah
kenikmatan seperti teh yang sebelumnya.
…Mungkin aku bisa meminta sesuatu
agar rasanya menjadi lebih baik. Sebuah sentuhan sihir darinya.
Saat ini, Yazaki adalah pelayan,
dan aku adalah tuannya. Pelayan harus taat sepenuhnya kepada tuannya dan aku
bisa mengatur apa pun sesuai keinginanku.
Oleh karena itu, tidak ada yang
aneh jika aku meminta apa yang aku inginkan.
“Yazaki.”
“Ada apa, Tuan?”
“…Tolong, suapkan aku Shu Cream
ini dengan tanganmu.”
Ketika aku meminta seperti itu, Yazaki
sedikit bergetar dan dengan ekspresi penuh ekstasi berkata, “Baik.”
“Silakan. ...Aah.”
Yazaki memegang Shu Cream dan
membawanya ke arah mulutku.
Saat dilihat dari dekat, Shu
Cream itu berukuran besar, dan aku membuka mulut lebar-lebar untuk memakannya.
...Hmm. Agak sulit dimakan, tapi
seperti yang dikatakan, rasanya sangat enak.
Namun, rasa ini mungkin hanya
bisa dinikmati olehku saja.
“Bagaimana rasanya?”
“Rasanya sangat enak.”
“Hehe. Itu yang terpenting.”
Yazaki tersenyum bahagia.
Tampaknya dia merasa senang melihatku menikmati makanan ini.
Ngomong-ngomong, apakah Yazaki
pernah makan Shu Cream ini? Selama istirahat makan siang, kami selalu bersama,
tapi dia hanya makan bekal dan aku tidak pernah melihatnya pergi ke kantin.
Dia bukanlah orang yang tidak
suka makanan manis, malah dia mungkin menyukainya. Terlihat dari saat kami
pergi ke kafe kue.
Aku ingin berbagi rasa ini
dengannya. Keinginan itu muncul.
“...Ah.”
Yazaki menatap wajahku, lebih
tepatnya di sekitar mulutku, dan mengeluarkan suara seolah dia baru menyadari
sesuatu.
“Ada apa?”
“Umm... ada krim di samping mulut
Tuan.”
“Eh?”
Aku tidak menyadarinya. Krimnya
terlalu banyak. Bahkan dengan mulut yang terbuka lebar, masih bisa menempel.
Aku segera bergerak untuk
menghapusnya dengan tangan yang kosong.
Saat itu, mataku bertemu dengan
matanya.
Matanya yang penuh panas tampak
ingin menyampaikan sesuatu. Apa isi pesan itu, aku tidak tahu. Tapi tubuhku
bergerak secara alami.
“Yazaki, tolong bersihkan.”
Aku menurunkan tangan yang sudah
terangkat dan memberi perintah padanya.
“...Baik.”
Suara yang kembali dari Yazaki
disertai dengan napas panas. Mungkin itu adalah sesuatu yang tidak bisa
mendinginkan.
Dia mendekatkan jari-jari panjang
dan rampingnya ke wajahku dan perlahan-lahan menghapus krim dari mulutku. Krim
yang digunakan tampaknya penuh dengan susu. Jari-jarinya memegang krim berwarna
putih susu.
Dia menatapnya dengan penuh
perhatian... kemudian kembali menatapku, tampak bingung tentang apa yang harus
dilakukan selanjutnya. Dia menunggu perintahku, menginginkan perintahku.
“Makanlah, Yazaki.”
Perintah yang keluar dari
mulutku, bercampur dengan berbagai keinginan.
Yazaki menerima perintah itu
dengan ekspresi terkejut... dan memasukkan ujung jarinya ke mulutnya.
“Mm... enak.”
Ujung jarinya yang sudah bersih
bersinar, dan matanya yang biasanya tampak tajam kini terlihat lembut.
Saat itu, aku merasa seolah-olah
ada sesuatu di antara kami juga meleleh.
“Suapi aku.”
“Baik. ...Aah.”
“Makan lah.”
“Ya. ...Mm.”
Dengan tangan Yazaki, aku diberi
makan Shu Cream, dan krim yang menempel di mulutku diambil oleh jarinya lalu
dimakan olehnya. Kami hanya mengulang itu terus-menerus.
Rasa manis. Bukan hanya di mulut,
tetapi juga udara di sekitar kami terasa manis dan berat.
Ketika Shu Cream hampir habis,
pelayanku yang agak canggung selalu meninggalkan krim di wajahku. Namun,
wajahku tetap bersih.
Baik memakan maupun diberi makan,
semuanya manis dan lezat.
“…………Ah.”
Tapi Shu Cream itu terbatas.
Pasti akan ada akhirnya.
“Sudah habis.”
Pelayan yang canggung dalam
memberi makan hingga suapan terakhir mengeluarkan suara kecewa dan menatap
telapak tangan kosongnya.
Aku ingin lebih. Ingin makan
lebih banyak, ingin diberi makan lebih banyak. Tapi sekarang, itu sudah tidak
ada lagi.
Saat merasa kecewa, pelayan duduk
di hadapanku dan memegang tanganku.
“Tuan.”
Dia menatapku dengan tatapan
merayu dan penuh harapan.
“Saat ini, Saya adalah pelayan
anda.”
Wajahnya yang seolah terbuai oleh
panas mendekat,
“Jika itu adalah perintah anda, saya
akan mengikuti apa pun.”
Kata-kata dan napasnya
mengguncang telingaku.
“Jadi—tolong beri tahu saya
keinginan anda yang selalu anda inginkan.”
Keinginan yang selalu aku
inginkan. Sesuatu yang ingin diwujudkan oleh gadis di depanku. Sesuatu yang
ingin aku capai bersama gadis di depanku.
Hal seperti itu—
“ah!”
Ponsel yang aku pegang di tangan
kanan bergetar.
Secara refleks aku mengalihkan
pandanganku ke layar... dan di situ muncul notifikasi dengan nama seorang
gadis.
‘Di mana?’
Melihat nama dan isi pesan yang
masuk, aku merasakan kepanikan yang tiba-tiba.
“…Tuan?”
Dengan wajah yang sedikit
menunduk dan kepala miring dengan imut, Yazaki—atau lebih tepatnya, Yazaki yang
mengenakan kostum pelayan—aku ambil gambarnya dan bertanya.
“Sepertinya aku sudah cukup
mengambil foto dari penampilan Yazaki yang seperti pelayan ini. Bagaimana
menurutmu?”
Itu bukanlah kata-kata dari
seorang majikan pelayan, melainkan kata-kata dari Seko Rento.
“……Begitu, ya.”
Suasana gadis di depanku berubah.
“Karena sudah cukup lama juga,
mari kita akhiri di sini.”
Dengan nada suara yang sedikit
sedih, Yazaki memberi persetujuan, jadi sesi pemotretan ini dianggap selesai.
“Baiklah. Yazaki akan ganti
pakaian sekarang, kan? Aku akan pulang dulu.”
Setelah sadar, aku merasa
canggung mengingat apa yang baru saja kami lakukan, dan aku segera menuju
pintu.
Namun, aku harus pergi ke tempat
lain juga.
“Tunggu, Seko-kun.”
Ketika aku meraih gagang pintu, Yazaki
menghentikanku. Ketika aku menoleh, dia memegang ponselnya.
“Foto yang baru saja diambil,
bisakah kau kirimkan ke ponselku? Aku ingin meneruskannya ke ketua klub.”
“Oh, benar juga. Baiklah.
Haruskah aku mengirimkan semuanya?”
“Satu saja sudah cukup. …Pilihlah
satu yang menurutmu terbaik dan kirimkan.”
“Hah, aku?”
Ketika aku mengulang
pertanyaannya, Yazaki hanya mengangguk dan menunggu dengan sabar.
Setelah memeriksa galeri, aku
melihat banyak foto Yazaki dalam kostum pelayan, semakin ke belakang semakin
penuh dengan semangat.
Foto yang akan aku pilih haruslah
sesuatu yang sesuai dengan keinginan ketua klub, yang mencari foto yang bisa
menginspirasi. Yazaki memberikan saran itu untuk memenuhi harapan tersebut.
Tapi, Yazaki memintaku untuk
memilih satu foto yang menurutku terbaik.
Jadi──
“Oh, sepertinya sudah diterima.”
Yazaki segera memeriksa ponselnya
setelah foto yang aku kirimkan.
“……fufu.”
Yazaki tersenyum pada layar
ponselnya, kemudian mengangkat wajahnya dan tersenyum padaku.
“Terima kasih, Seko-kun. Aku akan
mengirimkan foto ini ke ketua klub.”
Aku merasa lega melihat reaksi Yazaki
yang tampak bahagia. Sekurang-kurangnya, aku telah menyelesaikan tugas sebagai
fotografer.
Namun, itu berarti aku kehilangan
alasan untuk menyimpan foto tersebut. Meskipun agak sayang, aku harus menghapus
semua foto tersebut demi Yazaki.
Saat aku membuka galeri dan
bersiap untuk menghapus datanya,
“Dan, mengenai foto yang diambil
hari ini,”
Dengan senyuman nakal namun penuh
keinginan, serta senyum yang memikat, dia melanjutkan,
“Semua foto tersebut, kamu bebas
untuk melakukan apa saja sesuai keinginanmu.”
◆ ✧ ₊ ✦ ₊ ✧
◆
Sudah sekitar tiga minggu sejak
kami mulai mempersiapkan semuanya.
“ akhirnya! Akhirnya, selesai!”
Pada hari sebelum festival
budaya, Hayakawa membentangkan suaranya di lorong gedung lama yang telah
sepenuhnya berubah.
“Rasanya semangat banget pas
selesai!”
“Tapi… kualitasnya luar biasa.”
“Ketika membuat properti dan
bagian-bagiannya, aku tidak menyadari betapa hebatnya ini!”
Teman-teman sekelas yang
mengikuti Hayakawa mulai berseru. Di tengah-tengah kerumunan, ada Yazaki.
“Yazaki, benar-benar luar biasa!
Tidak percaya ini yang kita buat!”
“Hehe. Sungguh, ini buatan kita
sendiri.”
“Hayakawa juga sangat terkesan!
Lihatlah, tirai yang dijahit Hayakawa berhasil menghalangi cahaya dengan
sempurna!”
“Benar~ Hayakawa sangat hebat~”
“Karena kami membutuhkan
kegelapan untuk meningkatkan rasa takut, bantuan Hayakawa dalam menyelesaikan
tirai sangat membantu.”
“Senang sekali! Tapi secara
keseluruhan, ini semua berkat rencana rinci dari Yazaki-san!”
“Betul banget! Dari pengadaan
bahan hingga instruksi kerja, semua bantuan Yazaki sangat membantu! Senang
sekali Yazaki jadi pemimpin kami~”
“…… Hehe. Terima kasih, Himemiya-san,
Hayakawa-san.”
Yazaki tersenyum. Melihatnya, Himemiya
dan Hayakawa semakin riuh.
Secara pribadi, aku merasa
festival budaya ini sudah sukses besar pada tahap ini. Tapi acara sebenarnya
besok.
… Kita perlu memutuskan bagaimana
menutup acara besok.
“Ngomong-ngomong, Oda, bagaimana
dengan kegiatan klubmu? Aku tahu kamu membantu kami dipertengahan, tapi apakah
selesai tepat waktu?”
“Ya, Seko-shi, yang kamu
khawatirkan adalah tentang ketua klub. Meskipun agak mepet, baru-baru ini
selesai. Aku sudah melihatnya sebelumnya, dan itu benar-benar luar biasa.
Sepertinya dia mendapatkan dorongan yang besar.”
“Bagus. Itu sangat baik.”
Oda, yang berada di tempat
negosiasi, tahu bahwa penampilan Yazaki dalam kostum pelayan menjadi bahan
pertimbangan dalam negosiasi. Dia kemudian meminta maaf karena tidak
memberitahuku sebelumnya, yang ternyata disembunyikan oleh Yazaki.
Mengapa Yazaki merahasiakan hal
itu dariku, aku tidak tahu dan tidak bisa bertanya. Aku juga tidak ingin
menggali masalah itu lebih jauh karena aku khawatir akan ditanya tentang
foto-foto tersebut.
… Akhirnya, aku belum menghapus
satu pun dari foto-foto yang diambil. Foto yang kupilih untuk diberikan kepada
ketua klub, serta semua foto lainnya, masih tersimpan di memori ponselku.
“Sebenarnya, orang yang membuat
kostum sangat terkesan. Dia menyadari bahwa kostum hanya benar-benar berharga
jika dikenakan seseorang, dan dia mengusulkan untuk mengadakan sesi percobaan
cosplay untuk acara klub.”
“Sesi percobaan cosplay,
maksudnya mengizinkan pengunjung untuk mengenakannya?”
“Ya. Seperti di beberapa tempat
yang menyediakan layanan cosplay dengan foto booth, membuat ruang pribadi
dengan tirai untuk memotret penampilan cosplay adalah ide tersebut.”
“Ha, haha.”
Aku tertawa kering saat mendengar
hal yang sangat familiar.
“Tapi masalah ruang ganti muncul,
dan karena waktu yang sudah terlambat, kami tidak bisa mendapatkan ruang, jadi
ide itu dibatalkan.”
“Itu sangat disayangkan.”
Sambil menjawab dengan
sembarangan, aku teringat kembali peristiwa saat itu. Mungkin itu bukan sesuatu
yang bisa dilakukan dengan sembarangan. Atau mungkin kami yang melakukan hal
itu dengan cara yang salah...
“Hee, kalian berdua sedang
membahas apa?”
Suara Hinata yang mendekat
membuat jantungku berdegup kencang. Meskipun aku yakin dia tidak bisa membaca
ingatanku, aku tetap merasa cemas apakah dia bisa merasakannya.
Oda menjawab pertanyaan Hinata.
Dia menjelaskan bahwa ada anggota klub yang ingin mengadakan sesi percobaan
cosplay untuk kostum yang mereka buat sendiri, tapi usul tersebut ditolak.
“Cosplay, ya? Sepertinya kostum
untuk penampilan kami juga dipinjam dari klub Oda-kun, tapi ada yang lain
juga?”
“Ya. Pada dasarnya kostum yang
ada adalah kostum dari karya-karya tertentu, tapi ada juga yang lebih umum.”
Kemungkinan, “umum” di sini
berbeda dengan “umum” yang dimaksud di luar sana.
“Hebat, ya. ...Jadi, Seko, apakah
kamu sebenarnya tertarik dengan cosplay?”
“Kenapa harus ‘sebenarnya’?
Maksudku, bukan berarti aku tidak tertarik, tapi...”
“Hmm, begitu ya.”
Meskipun Hinata yang bertanya,
dia hanya berkata demikian dan mengakhiri pembicaraan.
Kemudian, saat aku mendengarkan
informasi dari Oda tentang acara-acara dari kelas lain dan klub-klub, Yazaki
yang seharusnya dikelilingi oleh Himemiya dan lainnya datang.
“Ketiga orang ini sedang membahas
apa, ya?”
“Kami sedang mendengar tentang
acara dari kelas lain dari Oda-kun. Misa, apakah kamu sudah selesai berbicara
dengan Himemiya-san?”
“Aku meninggalkan mereka pada
saat yang tepat. Meskipun menyenangkan berbicara dengan mereka...”
Yazaki berdiri di sebelah kanan
ku dengan ekspresi yang tenang. Dan kemudian,
“Rasanya, tempatku ada di sini.”
Dia berbisik seperti itu dan
mendekatkan tubuhnya padaku.
Setelah itu, kami berempat
mengobrol santai, dan akhirnya ada rencana untuk mencoba permainan rumah hantu.
Karena adanya permintaan hangat dari teman sekelas, Yazaki terpilih sebagai
“pengunjung” untuk uji coba tersebut.
“Hehe, aku dipilih. ...Seko-kun,
mau ikut?”
“Eh, aku juga!? “
“Ya. Tidak apa-apa, kan?”
Yazaki menoleh sedikit dengan
nada bertanya. Tentu saja, aku tidak bisa menolak, jadi aku setuju.
“Aku juga akan ikut. Aku tidak
bisa membiarkan Seko dan Misa sendirian...”
“Tidak masalah, Haru. Lagipula,
semua teman sekelas juga ada di sana.”
“Tapi, di dalamnya gelap sekali!
...Aku juga ingin ikut ke rumah hantu.”
Karena Hinata juga ingin ikut,
aku tidak bisa menolak, dan akhirnya Yazaki menyetujui keikutsertaan Hinata,
dan uji coba akan dilakukan bertiga.
“Seko, jangan sampai takut dan
mempermalukan diri, ya.”
Suara Hinata yang menantang dari
sebelah kiri. Jaraknya lebih dekat dari biasanya, dan aku bisa merasakan dia
bergetar.
“Hehe. Seko-kun pasti tidak
masalah dengan rumah hantu, kan?”
Suara Yazaki yang penuh percaya
diri dari sebelah kanan. Dia terdengar senang dan puas.
“Seko-san... Semoga sukses.”
Suara Oda yang mengucapkan
selamat tinggal dari belakang. Tunggu dulu, kenapa nada suaranya terdengar
serius?
Mungkin kami benar-benar telah
membuat rumah hantu yang terkutuk. Menghadapi rumah hantu buatan kami, aku
merasakan sesuatu yang dingin di punggungku.
Copyright Archive Novel All Right Reserved ©
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.