Kaji Daikō no Arubaito o Hajimetara bab 1

Ndrii
0

 Chapter 1

Aku akan memulai pekerjaan paruh waktu sebagai pembantu rumah tangga




Di langit biru yang luas, awan guntur menjulang di kejauhan.

 

  Paduan suara jangkrik yang keras, dengan panasnya musim panas, menyerbu masuk melalui jendela kelas yang terbuka.

 

 “Besok adalah liburan musim panas, tolong hati-hati, dan jangan terlalu bersemangat sehingga membuat kalian mengalami kecelakaan.”

 

  Setelah mengatakan itu, wali kelas meninggalkan kelas.

 

  Begitu wali kelas meninggalkan kelas dan bergegas memasuki jam sepulang sekolah, percakapan para siswa menjadi lebih nyaring dibandingkan suara tangisan.  Suaranya sama bergairahnya dengan teriknya musim panas, dan sepertinya penuh energi.

 

  Para siswa bangkit dari tempat duduknya, berpindah ke teman dekat mereka, dan dengan gembira mendiskusikan rencana liburannya dengan orang-orang di sekitarnya.

 

  Sementara itu, seorang siswa laki-laki duduk di meja baris terakhir dekat jendela.

 

 “Haru, apakah kamu punya rencana saat liburan?”

 

  Seorang siswa laki-laki yang duduk di meja dan berkata kepada orang yang duduk di kursi.

 

 "Hmm? Yah, mungkin belajar."

 

 "Oi, oi! Apa kamu serius dengan hal itu?"

 

 “Apa kamu pikir aku akan berbohong padamu, sahabatku?”

 

  Pria yang menempati meja itu, seorang siswa laki-laki bernama Haru, sedang bersandar di sandaran kursinya sambil menatap sahabatnya yang duduk di meja dengan ekspresi serius di wajahnya.

 

 “Kemarin, ketika aku ingin melihat pekerjaan rumahmu, kamu bilang kamu belum mengerjakannya. Selain itu, kemarin lusa, padahal menu di kantin adalah daging, tapi kamu bilang itu ikan. Juga, hari kamis minggu lalu...”

 

“Aku mengerti. Aku akui bahwa saya telah berbohong kepadamu sejak saat itu.”

 

  Seorang siswa laki-laki yang di panggil Haru mengangkat tangannya tanda bahwa dia menyerah.

 

 "Jadi? Apakah kamu punya rencana untuk liburan musim panas? Wahai Otsuka Haruto-san?"

 

 "Tadi sudah kubilang kan kalau belajar kan? Wahai sahabatku, Akagi Tomoya-san."


  Otsuki Haruto, siswa laki-laki yang duduk di meja itu, mengulangi kata-kata yang sama seperti sebelumnya.

 

  Sebagai tanggapan, Lagi Tomoya, seorang siswa laki-laki yang duduk di atas mejanya, berhenti sejenak, lalu memutuskan bahwa Haruto tidak bercanda, dan memasang ekspresi terkejut di wajahnya.

 

 "Eh, eh? Tunggu!? Hei! Seriusan!? Kita ini kelas dua SMA, loh?"

 

 "Itu benar."

 

 “Kalau begitu, kamu sudah tahu apa yang harus dilakukan, kan?”

 

 "Belajar."

 

 "Kok malah itu?!"

 

  Tomoya berteriak berlebihan dan menyerang seperti seorang komedian.  Haruto tersenyum pahit melihat reaksi sahabatnya.

 

 "Tomoya juga tahu, kan? Tempat yang ingin kutuju."

 

 "Yah, itu benar, tapi..."

 

  Tomoya mengangguk mendengar kata-kata Haruto, tapi Tomoya tampaknya tidak yakin dan mencoba untuk mundur.

 

 "Bahkan jika kamu belajar terus-menerus, kamu akan lelah dan itu tidak efisien, kan? Kamu perlu istirahat sesekali, kan? Misalnya..."

 

Tomoya berhenti di tengah kalimat dan mengalihkan pandangannya untuk melihat sekeliling kelas yang berisik.  Lalu, pandangannya berhenti pada satu titik.

 

 "Pergi ke kolam renang atau pantai bersama gadis-gadis di kelas."

 

 "Jika kamu mencoba mengundang Tojo-san, kamu harus mencoba yang terbaik sendiri. Aku pass."

 

  Haruto mengatakan ini setelah melirik siswi yang di tatap sahabatnya.

 

 "Kamu! Kamu sangat tidak berperasaan! Emangnya tidak apa-apa meninggalkan sahabatmu begitu saja?"

 

 "Jangan khawatir. Jika mentalmu hancur karena gagal total, sebagai sahabatmu, aku akan menghiburmu."

 

 “Kenapa malah gagal total!”

 

  Mengabaikan sahabatnya yang memprotes, Haruto sekali lagi mengalihkan perhatiannya pada siswi yang selama ini lihat Tomoya.

 

  Tojo Ayaka.  Itu adalah nama siswi itu.

 

  Bisa dibilang, dia adalah idol sekolah.  Rambut indahnya bersinar warna kuning muda saat terkena sinar matahari, tidak ikal, dan membentang hingga ke tengah punggung, seperti seutas benang sutra yang indah.  Dan setiap kali dia menggerakkan wajahnya, wajahnya bergerak mulus seolah tidak ada gravitasi.

 

  Wajahnya begitu sempurna sehingga orang bertanya-tanya apakah dia seorang idol atau bukan.  Terkadang ada rumor bahwa dia adalah anggota agensi hiburan, dia sangat cantik sehingga aku tidak akan terkejut jika itu benar.

 

  Kemudian, stylenya sempurna.  Proporsinya yang luar biasa memikat tidak hanya pria tetapi bahkan wanita, dan pesonanya hampir membuat mata mereka terpaku padanya.

 

 "Hei, Haru, tolong undang Tojo-san."

 

 "Kenapa aku yang harus mengundangmu? Kamulah yang ngundang. Dan hancurlah."

 

 “Aku sudah menyuruhmu untuk berhenti berasumsi bahwa aku akan gagal total. Tapi, yah, aku akui sudah jelas bahwa meskipun aku bicara padanya, itu tidak akan berhasil.”

 

 “Jika kamu tidak berhasil, apalagi aku.”

(TLN: gatel pen pake gw lu anjir)

 

 "Tidak! Haru punya potensi."

 

  Tomoya menggelengkan kepalanya kuat-kuat, dan Haruto menyipitkan matanya dan berkata dengan ekspresi bingung di wajahnya.


"Aku benci mengakuinya, tapi wajahmu cakep. Kalau kamu gagal, maka juga tidak punya harapan. Menyerahlah."

 

 "Memang benar aku pria tampan dan kamu pria biasa... Aduh! Haru, kekerasan itu tidak baik."

 

 “Maaf, aku tidak bisa menahan keinginan yang muncul dari lubuk hatiku.”

 

 "Wahai Haru-san, chuunibyou yang tidak populer di kalangan perempuan... Ini salahku, jadi tolong turunkan tinjumu."

 

  Haruto dengan enggan melepaskan tinju yang sudah di ancang-ancang untuk ditancapkan ke sahabatnya, meletakkan dagunya di telapak tangannya, dan menatap Tomoya dengan mata kosong.

 

  Atas desakan diam Haruto, Tomoya terus berbicara.

 

 "Dengar? Banyak pria tampan yang nembak Tojo-san."

 

  Sejak idol kita Tojo Ayaka masuk sekolah ini, dia telah didekati oleh banyak pria.

 

  Dimulai dari ace masing-masing klub, cowok ganteng yang populer di kalangan cewek, ketua OSIS, dan ketua komite disiplin.  Pada akhirnya, bahkan siswa dari sekolah lain pun bergegas ke gerbang sekolah untuk mengungkapkan perasaannya.

 

  Namun, tidak satupun dari mereka mendapatkan jawaban yang baik darinya.

 

  Tanpa kecuali, semua orang yang mengaku pada Tojo Ayaka pada akhirnya menundukkan kepala, bahu merosot, dan memunggungi dia dengan suasana sedih.

 

 “Itulah yang kupikirkan setelah melihat Tojo-san menebas banyak pria tampan.”

 

 "Ditebas, itu agak..."

 

Haruto memasang ekspresi terkejut di wajahnya ketika sahabatnya menyebut idol sekolah seolah-olah itu adalah Tsujigiri.

(TLN: Tsujigiri adalah istilah Jepang yang merujuk pada serangan membunuh secara tiba-tiba yang dilakukan oleh seorang samurai untuk menguji pedangnya.)

 

 “Tidakkah menurutmu Tojo-san tidak menyukai pria tampan? Paham kan?”

 

 “Tidak, tidak, di antara pria yang kauceritakan sejauh ini, ada beberapa yang tidak begitu tampan, kan?”

 

  Tidak semua pria galak yang menyerangnya tampan.  Di antara mereka, siswa laki-laki yang menantang Tojo semata-mata karena cinta mereka yang besar terhadapnya, berhasil dikalahkan.

 

 "Itu memang benar. Tapi, ada perbedaan yang menentukan antara kamu dan orang-orang yang telah di kalahkan! Itu adalah..."

 

  Setelah Tomoya menghasilkan teorinya sendiri, dia tiba-tiba menunjuk ke arah Haruto dan menyatakan.

 

 "Kamu adalah pemegang nilai tertinggi di sekolah!!"

 

 "Hmm."

 

  Haruto nampaknya tidak tertarik dengan kata-kata Tomoya, dan menjawab dengan seadanya.

 

 "Tojo-san, aku yakin dia lebih menghargai kemampuan daripada penampilan. Jadi meskipun kamu bukan pria tampan, kamu punya potensi."

 

 "Tidak, tidak ada."

 

  Haruto dengan tegas menyangkal kata-kata Tomoya.  Pada saat yang sama, dia menancapkan tinjuku ke tubuhnya.

 

  Haruto melirik sahabatnya yang kesakitan setelah terkena tangan besi, dan mengalihkan pandangannya ke Tojo Ayaka.

 

  Hanya siswa perempuan yang berkumpul di sekelilingnya.  Sedangkan untuk siswa laki-laki hanya melirik dari luar lingkaran siswa perempuan yang berpusat di sekitar Tojo, seolah-olah sedang memata-matai keadaan.

 

"Kwnapa? Apa kamu pengen ikut main?"

 

 “Tidak, aku ada pekerjaan paruh waktu jangka pendek.”

 

  Tomoya menunjukkan ketertarikan pada jawaban Haruto.

 

 “Hehh, pekerjaan paruh waktu kayak gimana?”

 

 "Layanan pembantu rumah tangga."

 

 “Ternyata ada pekerjaan paruh waktu yang seperti itu.”

 

 “Aku kebetulan Nemu pas lagi liat lowongan pekerjaan.”

 

  Haruto meninggalkan ruang kelas sambil berbicara dengan Tomoya, dan mereka berdua berjalan menyusuri lorong berdampingan.

 

 “Apakah itu berarti mengerjakan pekerjaan rumah dan membuat makan malam?”

 

 "Ya ya, dan aku juga bersih-bersih dan berbelanja jika diminta."

 

  Saat mereka menuruni tangga di ujung lorong, mereka membicarakan tentang pekerjaan paruh waktu jangka pendek Haruto selama liburan musim panas.

 

 “Begitu, apakah lowongannya masih buka? Kurasa aku akan melakukannya juga.”

 

 "Kaulah yang membutuhkan pekerja rumah tangga."

 

 "Haha, tentu saja."

 

  Tomoya tertawa mendengar kata-kata Haruto.

 

  Haruto sudah berkali-kali mengunjungi kamar Tomoya, tapi dia belum pernah melihat kamarnya rapi.  Terlebih lagi, setiap kali dia datang untuk bermain, kekacauannya semakin parah, jadi terkadang Haruto mau tidak mau membersihkan kamarnya untuknya.

 

 Akhir-akhir ini, aku bahkan mulai curiga kalau aku dipanggil ke rumahnya untuk membersihkan kamarnya.

 

 “Yah, dengan begitu, aku akan menghabiskan liburan musim panas dengan belajar dan bekerja paruh waktu. Aku perlu mendapatkan cukup uang untuk masuk universitas musim panas ini.”

 

  Sambil mengatakan ini, Haruto mengeluarkan sepatu luar ruangan dari kotak geta dan menggantinya dengan sepatu dalam ruangan.

 

“Liburan musim panas yang membosankan.”

 

  Tomoya juga mengganti sepatu dalam ruangannya dan mengetukkan ujung sepatu luarnya ke tanah sambil menggerutu.

 

 “Kayaknha mendingan kembali ke kelas sekarang dan undang Tojo-san, oke?”

 

 “Sudah kubilang, menyerahlah. Jika kamu melakukan itu, kamu tidak akan bisa mendapatkan penawaran tepat waktu.”

 

  Mendengar perkataan Haruto sambil berjalan keluar gedung sekolah, Tomoya menghela nafas lega.

 

 “Kita punya jadwal ujian untuk liburan musim panas mendatang, jadi ini musim panas terakhir yang bisa dinikmati. Apa kamu yakin?”

 

  Sambil melewati gerbang sekolah,  Haruto tersenyum dan berkata pada sahabatnya yang tidak memiliki pengalaman berurusan dengan idola sekolah.

 

 "Menyerahlah, sahabatku. Kamu akan bergabung denganku menghabiskan musim panas yang penuh dengan kerja keras."

 

  Ketika Haruto mengangkat ibu jarinya, Tomoya hanya bisa melihat ke langit dan berteriak.

 

 “Aku tidak menginginkan masa muda seperti itu!!”

 

 *

 

  Panasnya musim panas tidak menunjukkan tanda-tanda mereda bahkan di malam hari, dan suara bising belalang bergema di seluruh area pemukiman.  Haruto melepas bagian dada kemeja seragamnya, yang lengket karena keringat, dan membuka pintu depan rumahnya sambil mengipasi dirinya sendiri.

 

 "Aku pulang~"

 

Saat aku melepas sepatuku dan menyapa, seseorang perlahan mendekatiku dari dalam lorong.

 

 "Selamat datang di rumah, Haruto."

 

 “Aku pulang, Nek. Ini rampasan tawar-menawar hari ini.”

 

  Haruto sedikit mengangkat kantong yang dipegangnya dengan satu tangan dan memasang ekspresi bangga di wajahnya.  Di dalam kantong itu ada rampasan hari ini, daging cincang, dan bawang bombay.

 

 “Seratus gram daging cincang harganya 118 yen. Satu paket lima bawang bombay harganya 298 yen.”

 

 “Walah walah, pasti ramai, bukan?”

 

  Nenekku berkata dengan cemas sambil mengambil kantong itu.

 

 “Itu menyadarkanku betapa kuatnya ibu rumah tangga.”

 

  Para ibu rumah tangga di dunia, yang bersemangat dalam menjalankan misi mereka untuk mendapatkan makanan murah, memiliki potensi yang sebanding dengan anak-anak SMA yang masih muda dan kuat secara fisik.

 

  Dalam perjalanan pulang dari sekolah, pada sore hari di pertengahan musim panas, Haruto mengingat kenangan dimana ia terjebak di kerumunan dan terjepit oleh ibu rumah tangga terkuat, dan kerutan muncul di wajahnya.

 

 "Itu pasti sulit. Kalau begitu, ayo kita makan hamburger untuk makan malam nanti."

 

  Wajah Haruto langsung berseri-seri saat mendengar perkataan neneknya yang menyarankan menu sambil menyembuhkan perjuangan cucunya.

 

 “Jika aku bisa makan steak hamburger Nenek, aku bisa melawan ibu rumah tangga setiap hari!”

 

"Oke, oke. Sekarang cuci tanganmu dan kumur-kumur sana."

 

 "Siap."

 

  Haruto membalas neneknya, menuju ke wastafel, berkumur, dan mencuci tangannya sebelum menuju ke kamar bergaya Jepang.  Sebuah altar Buddha didirikan di dinding ruangan bergaya Jepang, dan tiga potret almarhum dipajang di atasnya.

 

 "Ibu, ayah, dan kakek aku pulang. Mulai hari ini, aku sedang liburan musim panas."

 

  Haruto berkata dengan suara pelan sambil meletakkan tangannya di atas foto almarhum.

 

 "Aku berencana bekerja paruh waktu pada liburan musim panas ini."

 

  Dengan tangan yang di satukan, Haruto berbicara kepada almarhum.

 

 “Ah, tapi aku tidak akan mengabaikan pelajaranku, dan aku akan memastikan untuk muncul di dojo. Jadi, kamu tidak perlu khawatir kakkek.”

 

  Saat ini, hanya Haruto dan neneknya yang tinggal di kediaman keluarga Otsuki.

 

  Dia mengalami kecelakaan lalu lintas ketika dia masih kecil. Haruto kehilangan orang tuanya dalam kecelakaan itu, tapi untungnya dia selamat, dan diasuh oleh kakek dan nenek dari pihak ibu.

 

  Haruto kehilangan orang tuanya saat dia masih kecil, sehingga kakek dan neneknya membesarkannya dengan disiplin yang ketat tanpa memanjakannya, agar ia tidak mendapat masalah di kemudian hari.

 

  Haruto menjadi tidak stabil secara mental dan mengurung diri, jadi kakeknya mengirimnya ke dojo karate untuk melatih pikiran dan tubuhnya.

 

  Kakeknya meninggal dunia saat ia masuk SMP.

 

  Jauh di lubuk hatinya, Haruto percaya bahwa alasan dirinya yang sekarang percaya diri dan tidak menghindar adalah karena kakeknya membawanya ke dojo.

 

Nenek Haruto melatihnya secara menyeluruh dalam pekerjaan rumah tangga, seperti bersih-bersih, mencuci, dan memasak, sehingga dia tidak perlu khawatir meskipun dia ditinggal sendirian di kemudian hari.

 

  Berkat itu, dia sekarang dapat melakukan banyak hal sendirian, dan telah memperoleh keterampilan pekerjaan rumah tangga hingga dia dapat bekerja paruh waktu di layanan rumah tangga.

 

 "Baiklah, kurasa aku akan pergi membantu nenek."

 

  Haruto mengendurkan tangannya dan menuju ke dapur.

 

  Meskipun Haruto bangga bahwa keterampilan memasaknya telah meningkat pesat berkat ajaran neneknya, dia masih belum bisa menandingi rasa masakan neneknya, yang merupakan gurunya.

 

  Agar bisa mendekati rasa itu, Haruto menghabiskan hari-harinya di dapur bersama neneknya, mencoba mencuri teknik dan indranya.

 

 “Steak hamburger yang dibuat nenek sangat enak.”

 

  Steak hamburger dengan rasa pekat yang meluap saat digigit.  Memikirkan bagaimana rasanya jika itu menyebar di mulutnya, Haruto menelan air liur yang akan meluap dan membanjiri dapur.

 

 *

 

  Setelah makan malam, Haruto duduk di mejanya di kamarnya dan menyebarkan buku referensinya.

 

 “Aaah, hamburger buatan Nenek memang yang terbaik…”

 

  Meskipun dia dalam posisi belajar, saat ini dia tenggelam dalam sisa-sisa makan malam, dan tidak ada tanda-tanda penanya akan mulai bergerak.

 

Haruto sempat melamun untuk beberapa saat, tapi kemudian dia tersadar dan menggelengkan kepalanya ringan, berkata, "Tidak, tidak," dan melihat ke buku referensi dengan ekspresi serius.

 

  Setelah sekitar satu jam berkonsentrasi pada studinya, Haruto meletakkan penanya pada posisi yang tepat dan meregangkan tubuhnya.

 

 "Ahhh, sepertinya aku harus segera mandi."

 

  Punggung neneknya akhir-akhir ini semakin parah, jadi membersihkan kamar mandi adalah tugasnya.

 

 "Kalau kemaleman bikin mager."

 

  Ketika aku selesai belajar dan hendak menuju ke kamar mandi, ponselku di meja mulai bergetar.

 

 "Hmm? Dari Tomoya?"

 

  Setelah memeriksanya tampilan layar ponselnya, tulisan Akagi Tomoya terpampang di sana, Haruto mengambil ponselnya dan mengetuk simbol telepon merah yang ditampilkan di tengah layar.

 

 "Halo, ada apa?"

 

 [Yo. Tiba-tiba aku merasa ingin mendengar suara Haru.]

 

 "Begitu, dah, itu menjijikkan, jadi aku akan menutupnya."

 

  Saat Haruto dengan cepat mencoba mengakhiri panggilan, dia mendengar suara panik melalui layar.

 

 [Tunggu, tunggu, tunggu!  Cuma bercanda! Ada sesuatu yang harus di bicarakan.]

 

 “Kalau begitu bilang dari awal. Kupikir aku akan kehilangan pendengaran jika tiba-tiba mengatakan sesuatu yang menjijikkan seperti itu.”

 

 [Bukankah itu jahat? Padahal tadi setengahnya serius loh.]

 

 "Baiklah. Sampai jumpa di sekolah setelah liburan."

 

 [Maaf! Aku tidak akan bercanda lagi!]

 

Mendengar suara panik sahabatnya, Haruto tiba-tiba meletakkan dagunya di atas meja sambil tersenyum.

 

 [Kamu ingin mendengar kejadian menarik yang terjadi di sekolah setelah kita pulang, bukan?]

 

 “Kejadian yang menarik? Apa terjadi sesuatu?”

 

  Sahabatku, Tomoya, mempunyai koneksi yang luas, dan dia sering mendengar tentang kejadian dan rumor yang terjadi di sekolah. Tomoya sering menyampaikan informasi seperti yang dilakukannya kali ini.

 

 [Itu loh. Kamu tahu Kaito-senpai, siswa tahun ketiga?]

 

 “Ah… yang dari klub tenis?”

 

  Haruto mengambil waktu sejenak untuk mengingat orang bernama Kaito-senpai yang disebutkan Tomoya.

 

  Dalam ingatannya yang samar-samar, dia pernah mendengar bahwa Kaito-senpai adalah ace klub tenis, dan keahliannya sebanding dengan profesional. Faktanya, ada rumor bahwa dia akan menandatangani kontrak profesional dengan scouting terkenal setelah lulus, jadi jika menjadi pacar Kaito-senpai sekarang, kemungkinan besar bisa berlayar di Tamanokoshi di masa depan. Kurasa itulah yang di bicarakan gadis-gadis di kelasku dengan penuh semangat.

(TLN: tomanokoshi itu jenis beras dengan kualitas terbaik alias harganya mahal :v)

 

 [Ya, ya, sepertinya Kaito-senpai nembak Tojo-san, tahu?]

 

 “Hmm, jadi?”

 

  Haruto kehilangan minat pada cerita Tomoya, tapi dia mencoba mendesaknya untuk melanjutkan.

 

  Nembak Tojo Ayaka.

 

  Ini bukanlah kejadian yang tidak biasa di sekolah tempat Haruto dan teman-temannya hadir. Terlebih lagi, hasil dari peristiwa ini sudah jelas.

 

“Hanya satu kalimat, aku tidak tertarik.”

 

 [Sudah kuduga.]

 

  Haruto menanggapinya dengan tidak tertarik pada hasil seperti yang diharapkannya.

 

  Tojo Ayaka tidak akanenganggukkan kepalanya tidak peduli pria seperti apa yang nembak dirinya. Di kepala Haruto, gambarannya seperti itu.

 

 [Yah, jawabannya masih sama seperti biasanya. Tapi cara nembaknya kali ini luar biasa.]

 

 “Apakah itu situasi yang rumit?”

 

  Pria-pria sebelumnya yang menantang Tojo Ayaka telah membuat berbagai pengakuan dalam upaya untuk mendapatkan posisi sebagai pacarnya.  Beberapa dari mereka mempunyai cara nembak yang cukup aneh, dan ini telah menjadi gosip sekolah dan bahan cerita pesta pora siswa.

 

[Aku tidak akan menyebutnya rumit, tapi kali ini berani.]

 

 “Apakah dia nembak di depan publik?”

 

 [Itu setelahnya. Sebelumnya, Kaito-senpai memanggil Tojo-san ke halaman sekolah melalui siaran sekolah.]

 

 "Uwoghh……"

 

  Haruto, mau tidak mau meninggikan suaranya, bersimpati pada Tojo, yang dipanggil untuk mengaku melalui siaran sekolah.

 

 [Terlebih lagi, bukan nembak buat jadi pacar, tapi ngajak tunangan.]

 

 “Bertunangan… Kaito-senpai, bukankah dia gila?”

 

 [Yahh, dan sepertinya dia juga menyiapkan cincin pertunangan.]

 

"Uwogh……"

 

  Haruto melakukannya untuk kedua kalinya hari ini.

 

  Padahal dia masih SMA tapi udah ngajak tunangan, itu mustahil, aku pikir dia sudah tidak waras.

 

  Apakah ini karena Kaito-senpai sosok yang berbeda, makanya cara berpikirnya itu gila? Ataukah karena pesona Tojo Ayaka yang membuat seorang siswa SMA memutuskan untuk melamarnya? Haruto tidak bisa memutuskan.

 

 [Sepertinya Kaito-senpai, yang di tolak, tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya selama 30 menit.]

 

 "Yah, kurasa itulah yang akan terjadi. Jika aku jadi Kaito-senpai, aku akan berganti pakaian putih dan langsung melakukan seppuku."

(Tln: seppuku adalah ritual bunuh diri samurai jepang untuk mempertahankan kehormatannya)

 

  Memanggil melalui siaran sekolah.  Kemudian, dia melamar dengan cincin pertunangan di depan seluruh sekolah.  Tubuh Haruto mulai gemetar sedikit demi sedikit hanya memikirkan akan di tolak setelah bertindak sejauh itu.

 

 [Lagipula, hanya kamulah yang bisa menggerakkan hati Tojo-san.]

 

 "Sudah kubilang, itu tidak benar. Aku tidak cukup berani untuk berbicara dengan Tojo-san setelah mendengar hal seperti itu."

 

  [Apa yang membuatmu begitu tertekan?  Yah, aku bahkan tidak akan bertemu Tojo-san sampai sekolah dimulai. Saya menantikan liburan.]

 

 “Jangan mempunyai ekspektasi yang aneh.”

 

 [Hanya kamu yang bisa menjadi Kaito-senpai kedua!]

 

 “Itu bukan hal yang baik!”

 

  Haruto mengakhiri panggilan dengan konfrontasi dengan sahabatnya.

 

  Tomoya segera mengirimiku sticker yang menunjukkan seekor kucing dengan ekspresi hormat memberi hormat. Setelah mengirimkan kembali sticker kelinci macho yang meninju wajah lawannya, Haruto bangkit dari mejanya untuk mandi.

 

  Bagi Haruto, siswi bernama Tojo Ayaka hanya menjadi topik pembicaraan dengan teman-temannya dari waktu ke waktu, dan dia tidak akan pernah bisa menjadi lebih dari itu.

 

  Itulah yang dipikirkan Haruto saat liburan musim panas pertama kali dimulai.

 

  Sampai aku mulai bekerja paruh waktu di layanan rumah tangga.


Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !