Chapter 1
Aku akan
memulai pekerjaan paruh waktu sebagai pembantu rumah tangga
Di langit biru yang luas, awan guntur menjulang di
kejauhan.
Paduan
suara jangkrik yang keras, dengan panasnya musim panas, menyerbu masuk melalui
jendela kelas yang terbuka.
“Besok
adalah liburan musim panas, tolong hati-hati, dan jangan terlalu bersemangat sehingga
membuat kalian mengalami kecelakaan.”
Setelah
mengatakan itu, wali kelas meninggalkan kelas.
Begitu
wali kelas meninggalkan kelas dan bergegas memasuki jam sepulang sekolah, percakapan
para siswa menjadi lebih nyaring dibandingkan suara tangisan. Suaranya sama bergairahnya dengan teriknya
musim panas, dan sepertinya penuh energi.
Para siswa
bangkit dari tempat duduknya, berpindah ke teman dekat mereka, dan dengan
gembira mendiskusikan rencana liburannya dengan orang-orang di sekitarnya.
Sementara
itu, seorang siswa laki-laki duduk di meja baris terakhir dekat jendela.
“Haru,
apakah kamu punya rencana saat liburan?”
Seorang
siswa laki-laki yang duduk di meja dan berkata kepada orang yang duduk di
kursi.
"Hmm?
Yah, mungkin belajar."
"Oi,
oi! Apa kamu serius dengan hal itu?"
“Apa kamu
pikir aku akan berbohong padamu, sahabatku?”
Pria yang menempati
meja itu, seorang siswa laki-laki bernama Haru, sedang bersandar di sandaran
kursinya sambil menatap sahabatnya yang duduk di meja dengan ekspresi serius di
wajahnya.
“Kemarin,
ketika aku ingin melihat pekerjaan rumahmu, kamu bilang kamu belum
mengerjakannya. Selain itu, kemarin lusa, padahal menu di kantin adalah daging,
tapi kamu bilang itu ikan. Juga, hari kamis minggu lalu...”
“Aku mengerti. Aku akui bahwa saya telah berbohong
kepadamu sejak saat itu.”
Seorang
siswa laki-laki yang di panggil Haru mengangkat tangannya tanda bahwa dia
menyerah.
"Jadi?
Apakah kamu punya rencana untuk liburan musim panas? Wahai Otsuka Haruto-san?"
"Tadi
sudah kubilang kan kalau belajar kan? Wahai sahabatku, Akagi Tomoya-san."
Otsuki
Haruto, siswa laki-laki yang duduk di meja itu, mengulangi kata-kata yang sama
seperti sebelumnya.
Sebagai
tanggapan, Lagi Tomoya, seorang siswa laki-laki yang duduk di atas mejanya,
berhenti sejenak, lalu memutuskan bahwa Haruto tidak bercanda, dan memasang
ekspresi terkejut di wajahnya.
"Eh,
eh? Tunggu!? Hei! Seriusan!? Kita ini kelas dua SMA, loh?"
"Itu
benar."
“Kalau
begitu, kamu sudah tahu apa yang harus dilakukan, kan?”
"Belajar."
"Kok
malah itu?!"
Tomoya
berteriak berlebihan dan menyerang seperti seorang komedian. Haruto tersenyum pahit melihat reaksi
sahabatnya.
"Tomoya
juga tahu, kan? Tempat yang ingin kutuju."
"Yah, itu
benar, tapi..."
Tomoya
mengangguk mendengar kata-kata Haruto, tapi Tomoya tampaknya tidak yakin dan
mencoba untuk mundur.
"Bahkan jika kamu belajar terus-menerus,
kamu akan lelah dan itu tidak efisien, kan? Kamu perlu istirahat sesekali, kan?
Misalnya..."
Tomoya berhenti di tengah kalimat dan mengalihkan
pandangannya untuk melihat sekeliling kelas yang berisik. Lalu, pandangannya berhenti pada satu titik.
"Pergi
ke kolam renang atau pantai bersama gadis-gadis di kelas."
"Jika
kamu mencoba mengundang Tojo-san, kamu harus mencoba yang terbaik sendiri. Aku
pass."
Haruto
mengatakan ini setelah melirik siswi yang di tatap sahabatnya.
"Kamu!
Kamu sangat tidak berperasaan! Emangnya tidak apa-apa meninggalkan sahabatmu
begitu saja?"
"Jangan khawatir. Jika mentalmu hancur
karena gagal total, sebagai sahabatmu, aku akan menghiburmu."
“Kenapa
malah gagal total!”
Mengabaikan sahabatnya yang memprotes, Haruto sekali lagi mengalihkan
perhatiannya pada siswi yang selama ini lihat Tomoya.
Tojo Ayaka. Itu adalah nama siswi itu.
Bisa
dibilang, dia adalah idol sekolah.
Rambut indahnya bersinar warna kuning muda saat terkena sinar matahari,
tidak ikal, dan membentang hingga ke tengah punggung, seperti seutas benang
sutra yang indah. Dan setiap kali dia
menggerakkan wajahnya, wajahnya bergerak mulus seolah tidak ada gravitasi.
Wajahnya
begitu sempurna sehingga orang bertanya-tanya apakah dia seorang idol atau
bukan. Terkadang ada rumor bahwa dia
adalah anggota agensi hiburan, dia sangat cantik sehingga aku tidak akan
terkejut jika itu benar.
Kemudian,
stylenya sempurna. Proporsinya yang luar
biasa memikat tidak hanya pria tetapi bahkan wanita, dan pesonanya hampir
membuat mata mereka terpaku padanya.
"Hei,
Haru, tolong undang Tojo-san."
"Kenapa aku yang harus mengundangmu? Kamulah
yang ngundang. Dan hancurlah."
“Aku sudah
menyuruhmu untuk berhenti berasumsi bahwa aku akan gagal total. Tapi, yah, aku
akui sudah jelas bahwa meskipun aku bicara padanya, itu tidak akan berhasil.”
“Jika kamu
tidak berhasil, apalagi aku.”
(TLN: gatel pen pake gw lu anjir)
"Tidak! Haru punya potensi."
Tomoya menggelengkan kepalanya kuat-kuat, dan Haruto menyipitkan matanya dan berkata dengan ekspresi bingung di wajahnya.
"Aku benci mengakuinya, tapi wajahmu cakep. Kalau
kamu gagal, maka juga tidak punya harapan. Menyerahlah."
"Memang benar aku pria tampan dan kamu
pria biasa... Aduh! Haru, kekerasan itu tidak baik."
“Maaf, aku
tidak bisa menahan keinginan yang muncul dari lubuk hatiku.”
"Wahai
Haru-san, chuunibyou yang tidak populer di kalangan perempuan... Ini salahku,
jadi tolong turunkan tinjumu."
Haruto
dengan enggan melepaskan tinju yang sudah di ancang-ancang untuk ditancapkan ke
sahabatnya, meletakkan dagunya di telapak tangannya, dan menatap Tomoya dengan
mata kosong.
Atas
desakan diam Haruto, Tomoya terus berbicara.
"Dengar?
Banyak pria tampan yang nembak Tojo-san."
Sejak idol
kita Tojo Ayaka masuk sekolah ini, dia telah didekati oleh banyak pria.
Dimulai
dari ace masing-masing klub, cowok ganteng yang populer di kalangan cewek,
ketua OSIS, dan ketua komite disiplin.
Pada akhirnya, bahkan siswa dari sekolah lain pun bergegas ke gerbang
sekolah untuk mengungkapkan perasaannya.
Namun,
tidak satupun dari mereka mendapatkan jawaban yang baik darinya.
Tanpa
kecuali, semua orang yang mengaku pada Tojo Ayaka pada akhirnya menundukkan
kepala, bahu merosot, dan memunggungi dia dengan suasana sedih.
“Itulah
yang kupikirkan setelah melihat Tojo-san menebas banyak pria tampan.”
"Ditebas,
itu agak..."
Haruto memasang ekspresi terkejut di wajahnya
ketika sahabatnya menyebut idol sekolah seolah-olah itu adalah Tsujigiri.
(TLN: Tsujigiri adalah istilah Jepang yang merujuk
pada serangan membunuh secara tiba-tiba yang dilakukan oleh seorang samurai
untuk menguji pedangnya.)
“Tidakkah
menurutmu Tojo-san tidak menyukai pria tampan? Paham kan?”
“Tidak,
tidak, di antara pria yang kauceritakan sejauh ini, ada beberapa yang tidak
begitu tampan, kan?”
Tidak
semua pria galak yang menyerangnya tampan.
Di antara mereka, siswa laki-laki yang menantang Tojo semata-mata karena
cinta mereka yang besar terhadapnya, berhasil dikalahkan.
"Itu
memang benar. Tapi, ada perbedaan yang menentukan antara kamu dan orang-orang
yang telah di kalahkan! Itu adalah..."
Setelah
Tomoya menghasilkan teorinya sendiri, dia tiba-tiba menunjuk ke arah Haruto dan
menyatakan.
"Kamu adalah
pemegang nilai tertinggi di sekolah!!"
"Hmm."
Haruto
nampaknya tidak tertarik dengan kata-kata Tomoya, dan menjawab dengan seadanya.
"Tojo-san, aku yakin dia lebih menghargai
kemampuan daripada penampilan. Jadi meskipun kamu bukan pria tampan, kamu punya
potensi."
"Tidak, tidak ada."
Haruto
dengan tegas menyangkal kata-kata Tomoya.
Pada saat yang sama, dia menancapkan tinjuku ke tubuhnya.
Haruto
melirik sahabatnya yang kesakitan setelah terkena tangan besi, dan mengalihkan
pandangannya ke Tojo Ayaka.
Hanya
siswa perempuan yang berkumpul di sekelilingnya. Sedangkan untuk siswa laki-laki hanya melirik
dari luar lingkaran siswa perempuan yang berpusat di sekitar Tojo, seolah-olah
sedang memata-matai keadaan.
"Kwnapa? Apa kamu pengen ikut main?"
“Tidak, aku
ada pekerjaan paruh waktu jangka pendek.”
Tomoya
menunjukkan ketertarikan pada jawaban Haruto.
“Hehh,
pekerjaan paruh waktu kayak gimana?”
"Layanan pembantu rumah tangga."
“Ternyata
ada pekerjaan paruh waktu yang seperti itu.”
“Aku
kebetulan Nemu pas lagi liat lowongan pekerjaan.”
Haruto
meninggalkan ruang kelas sambil berbicara dengan Tomoya, dan mereka berdua
berjalan menyusuri lorong berdampingan.
“Apakah itu
berarti mengerjakan pekerjaan rumah dan membuat makan malam?”
"Ya
ya, dan aku juga bersih-bersih dan berbelanja jika diminta."
Saat
mereka menuruni tangga di ujung lorong, mereka membicarakan tentang pekerjaan
paruh waktu jangka pendek Haruto selama liburan musim panas.
“Begitu,
apakah lowongannya masih buka? Kurasa aku akan melakukannya juga.”
"Kaulah yang membutuhkan pekerja rumah
tangga."
"Haha,
tentu saja."
Tomoya
tertawa mendengar kata-kata Haruto.
Haruto
sudah berkali-kali mengunjungi kamar Tomoya, tapi dia belum pernah melihat
kamarnya rapi. Terlebih lagi, setiap
kali dia datang untuk bermain, kekacauannya semakin parah, jadi terkadang
Haruto mau tidak mau membersihkan kamarnya untuknya.
Akhir-akhir
ini, aku bahkan mulai curiga kalau aku dipanggil ke rumahnya untuk membersihkan
kamarnya.
“Yah, dengan
begitu, aku akan menghabiskan liburan musim panas dengan belajar dan bekerja
paruh waktu. Aku perlu mendapatkan cukup uang untuk masuk universitas musim
panas ini.”
Sambil
mengatakan ini, Haruto mengeluarkan sepatu luar ruangan dari kotak geta dan
menggantinya dengan sepatu dalam ruangan.
“Liburan musim panas yang membosankan.”
Tomoya
juga mengganti sepatu dalam ruangannya dan mengetukkan ujung sepatu luarnya ke
tanah sambil menggerutu.
“Kayaknha
mendingan kembali ke kelas sekarang dan undang Tojo-san, oke?”
“Sudah
kubilang, menyerahlah. Jika kamu melakukan itu, kamu tidak akan bisa
mendapatkan penawaran tepat waktu.”
Mendengar
perkataan Haruto sambil berjalan keluar gedung sekolah, Tomoya menghela nafas
lega.
“Kita punya
jadwal ujian untuk liburan musim panas mendatang, jadi ini musim panas terakhir
yang bisa dinikmati. Apa kamu yakin?”
Sambil
melewati gerbang sekolah, Haruto
tersenyum dan berkata pada sahabatnya yang tidak memiliki pengalaman berurusan
dengan idola sekolah.
"Menyerahlah, sahabatku. Kamu akan
bergabung denganku menghabiskan musim panas yang penuh dengan kerja keras."
Ketika
Haruto mengangkat ibu jarinya, Tomoya hanya bisa melihat ke langit dan
berteriak.
“Aku tidak
menginginkan masa muda seperti itu!!”
*
Panasnya
musim panas tidak menunjukkan tanda-tanda mereda bahkan di malam hari, dan
suara bising belalang bergema di seluruh area pemukiman. Haruto melepas bagian dada kemeja seragamnya,
yang lengket karena keringat, dan membuka pintu depan rumahnya sambil mengipasi
dirinya sendiri.
"Aku
pulang~"
Saat aku melepas sepatuku dan menyapa, seseorang
perlahan mendekatiku dari dalam lorong.
"Selamat datang di rumah, Haruto."
“Aku
pulang, Nek. Ini rampasan tawar-menawar hari ini.”
Haruto
sedikit mengangkat kantong yang dipegangnya dengan satu tangan dan memasang
ekspresi bangga di wajahnya. Di dalam kantong
itu ada rampasan hari ini, daging cincang, dan bawang bombay.
“Seratus
gram daging cincang harganya 118 yen. Satu paket lima bawang bombay harganya
298 yen.”
“Walah
walah, pasti ramai, bukan?”
Nenekku
berkata dengan cemas sambil mengambil kantong itu.
“Itu
menyadarkanku betapa kuatnya ibu rumah tangga.”
Para ibu
rumah tangga di dunia, yang bersemangat dalam menjalankan misi mereka untuk
mendapatkan makanan murah, memiliki potensi yang sebanding dengan anak-anak SMA
yang masih muda dan kuat secara fisik.
Dalam
perjalanan pulang dari sekolah, pada sore hari di pertengahan musim panas,
Haruto mengingat kenangan dimana ia terjebak di kerumunan dan terjepit oleh ibu
rumah tangga terkuat, dan kerutan muncul di wajahnya.
"Itu
pasti sulit. Kalau begitu, ayo kita makan hamburger untuk makan malam
nanti."
Wajah
Haruto langsung berseri-seri saat mendengar perkataan neneknya yang menyarankan
menu sambil menyembuhkan perjuangan cucunya.
“Jika aku
bisa makan steak hamburger Nenek, aku bisa melawan ibu rumah tangga setiap
hari!”
"Oke, oke. Sekarang cuci tanganmu dan kumur-kumur
sana."
"Siap."
Haruto
membalas neneknya, menuju ke wastafel, berkumur, dan mencuci tangannya sebelum
menuju ke kamar bergaya Jepang. Sebuah
altar Buddha didirikan di dinding ruangan bergaya Jepang, dan tiga potret
almarhum dipajang di atasnya.
"Ibu,
ayah, dan kakek aku pulang. Mulai hari ini, aku sedang liburan musim
panas."
Haruto
berkata dengan suara pelan sambil meletakkan tangannya di atas foto almarhum.
"Aku
berencana bekerja paruh waktu pada liburan musim panas ini."
Dengan
tangan yang di satukan, Haruto berbicara kepada almarhum.
“Ah, tapi
aku tidak akan mengabaikan pelajaranku, dan aku akan memastikan untuk muncul di
dojo. Jadi, kamu tidak perlu khawatir kakkek.”
Saat ini,
hanya Haruto dan neneknya yang tinggal di kediaman keluarga Otsuki.
Dia
mengalami kecelakaan lalu lintas ketika dia masih kecil. Haruto kehilangan
orang tuanya dalam kecelakaan itu, tapi untungnya dia selamat, dan diasuh oleh
kakek dan nenek dari pihak ibu.
Haruto
kehilangan orang tuanya saat dia masih kecil, sehingga kakek dan neneknya
membesarkannya dengan disiplin yang ketat tanpa memanjakannya, agar ia tidak
mendapat masalah di kemudian hari.
Haruto
menjadi tidak stabil secara mental dan mengurung diri, jadi kakeknya
mengirimnya ke dojo karate untuk melatih pikiran dan tubuhnya.
Kakeknya
meninggal dunia saat ia masuk SMP.
Jauh di
lubuk hatinya, Haruto percaya bahwa alasan dirinya yang sekarang percaya diri
dan tidak menghindar adalah karena kakeknya membawanya ke dojo.
Nenek Haruto melatihnya secara menyeluruh dalam
pekerjaan rumah tangga, seperti bersih-bersih, mencuci, dan memasak, sehingga
dia tidak perlu khawatir meskipun dia ditinggal sendirian di kemudian hari.
Berkat
itu, dia sekarang dapat melakukan banyak hal sendirian, dan telah memperoleh
keterampilan pekerjaan rumah tangga hingga dia dapat bekerja paruh waktu di
layanan rumah tangga.
"Baiklah,
kurasa aku akan pergi membantu nenek."
Haruto
mengendurkan tangannya dan menuju ke dapur.
Meskipun
Haruto bangga bahwa keterampilan memasaknya telah meningkat pesat berkat ajaran
neneknya, dia masih belum bisa menandingi rasa masakan neneknya, yang merupakan
gurunya.
Agar bisa
mendekati rasa itu, Haruto menghabiskan hari-harinya di dapur bersama neneknya,
mencoba mencuri teknik dan indranya.
“Steak
hamburger yang dibuat nenek sangat enak.”
Steak
hamburger dengan rasa pekat yang meluap saat digigit. Memikirkan bagaimana rasanya jika itu
menyebar di mulutnya, Haruto menelan air liur yang akan meluap dan membanjiri
dapur.
*
Setelah
makan malam, Haruto duduk di mejanya di kamarnya dan menyebarkan buku
referensinya.
“Aaah,
hamburger buatan Nenek memang yang terbaik…”
Meskipun
dia dalam posisi belajar, saat ini dia tenggelam dalam sisa-sisa makan malam,
dan tidak ada tanda-tanda penanya akan mulai bergerak.
Haruto sempat melamun untuk beberapa saat, tapi
kemudian dia tersadar dan menggelengkan kepalanya ringan, berkata, "Tidak,
tidak," dan melihat ke buku referensi dengan ekspresi serius.
Setelah
sekitar satu jam berkonsentrasi pada studinya, Haruto meletakkan penanya pada
posisi yang tepat dan meregangkan tubuhnya.
"Ahhh,
sepertinya aku harus segera mandi."
Punggung
neneknya akhir-akhir ini semakin parah, jadi membersihkan kamar mandi adalah
tugasnya.
"Kalau
kemaleman bikin mager."
Ketika aku
selesai belajar dan hendak menuju ke kamar mandi, ponselku di meja mulai
bergetar.
"Hmm?
Dari Tomoya?"
Setelah
memeriksanya tampilan layar ponselnya, tulisan Akagi Tomoya terpampang di sana,
Haruto mengambil ponselnya dan mengetuk simbol telepon merah yang ditampilkan
di tengah layar.
"Halo,
ada apa?"
[Yo.
Tiba-tiba aku merasa ingin mendengar suara Haru.]
"Begitu,
dah, itu menjijikkan, jadi aku akan menutupnya."
Saat
Haruto dengan cepat mencoba mengakhiri panggilan, dia mendengar suara panik
melalui layar.
[Tunggu,
tunggu, tunggu! Cuma bercanda! Ada
sesuatu yang harus di bicarakan.]
“Kalau
begitu bilang dari awal. Kupikir aku akan kehilangan pendengaran jika tiba-tiba
mengatakan sesuatu yang menjijikkan seperti itu.”
[Bukankah
itu jahat? Padahal tadi setengahnya serius loh.]
"Baiklah. Sampai jumpa di sekolah setelah
liburan."
[Maaf! Aku
tidak akan bercanda lagi!]
Mendengar suara panik sahabatnya, Haruto tiba-tiba
meletakkan dagunya di atas meja sambil tersenyum.
[Kamu ingin
mendengar kejadian menarik yang terjadi di sekolah setelah kita pulang, bukan?]
“Kejadian
yang menarik? Apa terjadi sesuatu?”
Sahabatku,
Tomoya, mempunyai koneksi yang luas, dan dia sering mendengar tentang kejadian
dan rumor yang terjadi di sekolah. Tomoya sering menyampaikan informasi seperti
yang dilakukannya kali ini.
[Itu loh. Kamu
tahu Kaito-senpai, siswa tahun ketiga?]
“Ah… yang
dari klub tenis?”
Haruto
mengambil waktu sejenak untuk mengingat orang bernama Kaito-senpai yang
disebutkan Tomoya.
Dalam
ingatannya yang samar-samar, dia pernah mendengar bahwa Kaito-senpai adalah ace
klub tenis, dan keahliannya sebanding dengan profesional. Faktanya, ada rumor
bahwa dia akan menandatangani kontrak profesional dengan scouting terkenal
setelah lulus, jadi jika menjadi pacar Kaito-senpai sekarang, kemungkinan besar
bisa berlayar di Tamanokoshi di masa depan. Kurasa itulah yang di bicarakan
gadis-gadis di kelasku dengan penuh semangat.
(TLN: tomanokoshi itu jenis beras dengan kualitas
terbaik alias harganya mahal :v)
[Ya, ya,
sepertinya Kaito-senpai nembak Tojo-san, tahu?]
“Hmm, jadi?”
Haruto
kehilangan minat pada cerita Tomoya, tapi dia mencoba mendesaknya untuk
melanjutkan.
Nembak
Tojo Ayaka.
Ini
bukanlah kejadian yang tidak biasa di sekolah tempat Haruto dan teman-temannya
hadir. Terlebih lagi, hasil dari peristiwa ini sudah jelas.
“Hanya satu kalimat, aku tidak tertarik.”
[Sudah
kuduga.]
Haruto
menanggapinya dengan tidak tertarik pada hasil seperti yang diharapkannya.
Tojo Ayaka
tidak akanenganggukkan kepalanya tidak peduli pria seperti apa yang nembak
dirinya. Di kepala Haruto, gambarannya seperti itu.
[Yah,
jawabannya masih sama seperti biasanya. Tapi cara nembaknya kali ini luar
biasa.]
“Apakah itu
situasi yang rumit?”
Pria-pria
sebelumnya yang menantang Tojo Ayaka telah membuat berbagai pengakuan dalam
upaya untuk mendapatkan posisi sebagai pacarnya. Beberapa dari mereka mempunyai cara nembak
yang cukup aneh, dan ini telah menjadi gosip sekolah dan bahan cerita pesta
pora siswa.
[Aku tidak akan menyebutnya rumit, tapi kali ini
berani.]
“Apakah dia
nembak di depan publik?”
[Itu
setelahnya. Sebelumnya, Kaito-senpai memanggil Tojo-san ke halaman sekolah
melalui siaran sekolah.]
"Uwoghh……"
Haruto,
mau tidak mau meninggikan suaranya, bersimpati pada Tojo, yang dipanggil untuk
mengaku melalui siaran sekolah.
[Terlebih
lagi, bukan nembak buat jadi pacar, tapi ngajak tunangan.]
“Bertunangan…
Kaito-senpai, bukankah dia gila?”
[Yahh, dan
sepertinya dia juga menyiapkan cincin pertunangan.]
"Uwogh……"
Haruto
melakukannya untuk kedua kalinya hari ini.
Padahal
dia masih SMA tapi udah ngajak tunangan, itu mustahil, aku pikir dia sudah
tidak waras.
Apakah ini
karena Kaito-senpai sosok yang berbeda, makanya cara berpikirnya itu gila? Ataukah
karena pesona Tojo Ayaka yang membuat seorang siswa SMA memutuskan untuk
melamarnya? Haruto tidak bisa memutuskan.
[Sepertinya
Kaito-senpai, yang di tolak, tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya selama
30 menit.]
"Yah,
kurasa itulah yang akan terjadi. Jika aku jadi Kaito-senpai, aku akan berganti
pakaian putih dan langsung melakukan seppuku."
(Tln: seppuku adalah ritual bunuh diri samurai
jepang untuk mempertahankan kehormatannya)
Memanggil
melalui siaran sekolah. Kemudian, dia
melamar dengan cincin pertunangan di depan seluruh sekolah. Tubuh Haruto mulai gemetar sedikit demi
sedikit hanya memikirkan akan di tolak setelah bertindak sejauh itu.
[Lagipula,
hanya kamulah yang bisa menggerakkan hati Tojo-san.]
"Sudah
kubilang, itu tidak benar. Aku tidak cukup berani untuk berbicara dengan
Tojo-san setelah mendengar hal seperti itu."
[Apa yang membuatmu begitu tertekan? Yah, aku bahkan tidak akan bertemu Tojo-san
sampai sekolah dimulai. Saya menantikan liburan.]
“Jangan
mempunyai ekspektasi yang aneh.”
[Hanya kamu
yang bisa menjadi Kaito-senpai kedua!]
“Itu bukan
hal yang baik!”
Haruto
mengakhiri panggilan dengan konfrontasi dengan sahabatnya.
Tomoya
segera mengirimiku sticker yang menunjukkan seekor kucing dengan ekspresi
hormat memberi hormat. Setelah mengirimkan kembali sticker kelinci macho yang
meninju wajah lawannya, Haruto bangkit dari mejanya untuk mandi.
Bagi
Haruto, siswi bernama Tojo Ayaka hanya menjadi topik pembicaraan dengan
teman-temannya dari waktu ke waktu, dan dia tidak akan pernah bisa menjadi
lebih dari itu.
Itulah
yang dipikirkan Haruto saat liburan musim panas pertama kali dimulai.
Sampai aku
mulai bekerja paruh waktu di layanan rumah tangga.
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.