Netoge No Yome Ga Ninki Aidorudatta Chap 1 V1

Ndrii
0

Bab 1

Aku, Mizuki Rinka



Setelah makan malam, aku kembali ke kamar di lantai dua.

 

Aku merebahkan diri di tempat tidur dan bersantai sambil menonton video musik "StarMains" di ponselku.

 

StarMains adalah grup idola populer yang terkenal di seluruh dunia.

 

Grup ini terdiri dari lima gadis SMA yang cantik dan menggemaskan.

 

Namun, yang aku perhatikan hanya satu orang: Mizuki Rinka, sang idola cool. Lebih tepatnya, aku adalah penggemar berat Rinka daripada StarMains.

 

Awal mula aku menjadi penggemarnya terbilang sederhana: kami satu kelas.

 

Kecantikannya yang luar biasa, sikapnya yang dingin, dan auranya yang kuat telah memikat hatiku.

 

Sejujurnya, baru kali ini aku merasakan ketertarikan yang begitu besar terhadap seorang idola.

 

Sebelum melihat Rinka secara langsung, aku sama sekali tidak tertarik dengan idola.

 

Namun, di dalam kelas, Rinka bersikap lebih dari sekadar dingin; dia terkesan cuek.

Dia selalu menunjukkan ekspresi serius dan berperilaku formal, sehingga beberapa murid menjaga jarak darinya.

 

Meskipun begitu, sebagai gadis cantik dan idola, popularitasnya di kalangan pria tetap tinggi.

 

Dia tidak pernah terlihat dekat dengan pria mana pun, bahkan tidak pernah bercakap-cakap dengan teman sekelasnya lebih dari yang diperlukan.

 

Beberapa orang mulai bergosip, bertanya-tanya apakah dia membenci pria. Namun, dia juga tidak menunjukkan keakraban dengan gadis-gadis lain.

 

Singkatnya, Rinka terkesan terisolasi di kelas.

 

Auranya yang berbeda dari orang biasa mungkin menjadi salah satu alasannya.

 

Bahkan aku, yang dikenal sebagai "pria yang tidak peka terhadap situasi", hanya bisa diam-diam menatapnya dari sudut kelas.

 

Berbicara dengannya terasa mustahil.

 

Dia selalu memancarkan aura tegang yang membuatku ragu untuk mendekatinya.

 

"Tetap saja, aku ingin menyapanya. Aku ingin dia mengucapkan selamat pagi dengan suara indahnya...!"

 

Rinka dikenal sebagai anggota dengan kemampuan vokal terbaik di StarMains, dan aku sepenuhnya setuju.

 

Mendengar suaranya saja sudah membuat hatiku bergetar.

 

"Aku harus memberanikan diri! Besok, aku harus menyapanya di pagi hari...!"

 

Setidaknya aku ingin menjalin hubungan sebagai teman sekelas. Aku sangat mengaguminya.

 

Beberapa minggu telah berlalu sejak aku memiliki tekad itu. Sangat memalukan betapa penakutnya aku.

 

"Yah, pecandu game sepertiku tidak mungkin bisa dekat dengan Rinka."

 

Tepat setelah aku bergumam dengan nada mengejek diri sendiri, ponselku berbunyi dengan nada notifikasi.

 

Itu adalah aplikasi chat game. Nama pengirim pesannya adalah [Rin].

 

[Rin]: Aku online nih

 

"Oh, sudah waktunya ya."

 

Sekarang jam 9:04 malam.

 

Waktu janjiannya jam 9 malam, jadi... aku sedikit terlambat.

 

Aku terlena dalam mimpi tentang Rinka dan lupa janji dengan teman gameku.

 

[Aku]: Maaf. Aku akan segera online.

 

Setelah membalas pesan, aku duduk di depan komputer dan membuka MMORPGBlack Plainyang terkenal dengan kebebasannya.

 

Game open world dengan grafis realistis ini memungkinkan pemain untuk menikmati berbagai jenis roleplay, mulai dari pertempuran hingga kehidupan sehari-hari.

 

Nama playerku adalah [Kaz], diambil dari nama asliku.

 

Nama asliku adalah Ayanokouji Kazuto. Nama playerku hanya mengambil dua huruf pertama dari nama depanku.

 

Saat aku login, chat dari [Rin] langsung muncul.

 

[Rin]: Aku udah nunggu tau~. Lama gak ketemu ya.

 

[Kaz]: Lama gak ketemu? Kita kan main bareng Minggu kemaren.

 

[Rin]: Ya, berarti udah seminggu dong! Aku udah nunggu banget hari ini buat main bareng Kaz!

 

[Kaz]: Oh, aku juga nunggu kok.

 

[Rin]: Benarkah?! Tapi aku yakin aku yang lebih nunggu! Soalnya, ini kan...

 

[Kaz]: Soalnya apa sih...

 

[Rin]: Hmm, ini pertarungan cinta antar pasangan suami istri!

 

[Kaz]: Apaan dah itu...

 

Rin, seperti biasa, selalu ceria dan penuh semangat.

Player bernama Rin ini adalah seorang elf berambut pirang yang telah menjadi teman baikku di game sejak aku SMP kelas dua.

 

Sekarang aku SMA kelas dua, jadi kami sudah berteman selama empat tahun.

 

Kami tidak tahu informasi asli satu sama lain, tapi dia bisa dibilang sahabat onlineku. Bahkan, dua tahun lalu kami menikah di dalam game, jadi mungkin lebih dari sahabat.

 

Rin selalu tulus dan aku pun merasa nyaman bersamanya. Kehidupanku di game tak terbayangkan tanpanya.

 

Kami bertemu saat dipasangkan secara acak dalam sebuah dungeon diBlack Plain(yang, perlu diingat, bukan game yang penuh permusuhan).

 

Saat itu aku masih pemain baru, dan Rin mengajariku cara bermain game. Seiring waktu, hubungan kami berkembang menjadi seperti sekarang.

 

[Rin]: Hari ini mau ngapain? Aku sih pengen mancing sih~

 

[Kaz]: Aku mau ke tambang buat ngumpulin material.

 

[Rin]: Hari ini mau ngapain? Aku sih pengen mancing sih~

 

[Kaz]: Kamu bot ya?! Kok gak mau nurutin kemauan aku sih!

 

[Rin]: Ya udah, yuk mancing!

 

[Kaz]: Ini mah maksa!

 

Dia bertanya "mau ngapain" tapi maunya sendiri...

 

Meskipun begitu, aku tak mengeluh. Ini hanya candaan kecil kami, dan Rin pun memahaminya.

 

Kami saling terbuka dan tulus, meskipun tak mengetahui identitas real satu sama lain.

 

"Kira-kira gimana ya Rin di dunia nyata?"

 

Aku pernah mencoba menanyakannya tentang kehidupan realnya, tapi dia tidak ingin membahasnya.

 

Dia bilang, "Kalau kita tahu identitas real satu sama lain, hubungan kita yang murni ini bisa berubah."

 

Aku mengerti maksudnya.

 

Secara ekstrem, kalo Rin ternyata seorang preman yang kasar, aku mungkin akan berhenti bermainBlack Plaindan menghancurkan komputerku untuk menjauh darinya.

 

...Yah, semuanya baik-baik saja.

 

Rin itu siapapun tidak masalah bagiku (selama dia bukan preman). Bermain game bersamanya menyenangkan. Itu yang terpenting.

 

[Rin]: Hei Kaz, ayo kita berlayar dengan kapalku!

 

[Kaz]: Nanti karam lagi, ogah ah.

 

[Rin]: Kok kamu ngomong gitu sih?! Pasti aman kok!

 

[Kaz]: Itu sudah kali ketiga kamu bilang begitu. Dan aku selalu yang harus bantu kumpulin bahan buat benerin kapalnya.

 

[Rin]: Kali ini beneran aman! Aku udah belajar cara mengendalikan kapal dengan baik dari video di internet!

 

Di layar, Rin yang berwajah elf menggemaskan itu mengepalkan tangannya dengan penuh semangat. Lucu juga sih.

 

[Kaz]: Ya udah, terserah kamu. Tapi ingat, benerin kapal itu susah lho.

 

[Rin]: Serahkan padaku! Aku yakin sekarang aku bisa melakukan apa saja!

 

Dengan penuh keyakinan, aku mengikuti Rin dan naik ke kapalnya yang sedikit lebih besar dari perahu kecil.

 

Kami harus berhati-hati saat berlayar di laut lepas karena bisa diserang oleh bajak laut.

 

Di tengah perjalanan, kami berhenti untuk memancing.

 

Bagian ternyamannya adalah ngobrol dengan teman saat menunggu ikan memakan umpan.

 

[Rin]: Ngomong-ngomong, Kaz, kamu belum minta maaf atas keterlambatanmu tadi.

 

[Kaz]: Maaf ya.

 

[Rin]: Kenapa kamu terlambat?

 

[Kaz]: Aku menonton video musik idol.

 

[Rin]: Oh, kamu suka idol ya?

 

[Kaz]: Ya, begitulah.

 

Setelah aku menjawabnya, hening menyelimuti kami selama beberapa detik. Aku melamun sambil menatap tali pancing yang terjulur ke laut.

 

Sepertinya Rin juga belum mendapatkan ikan.

 

[Rin]: Siapa nama idolnya?

 

[Kaz]: Grupnya bernama StarMains. Kamu tahu?

 

[Rin]: Ya.

 

[Kaz]: Aku penggemar Mizuki Rinka lho.

 

[Rin]: Oh ya?

 

[Kaz]: Dan dia sekelasku. Keren kan?

 

Aku berkata dengan sedikit rasa bangga. Tapi, setelah itu, tidak ada balasan yang datang.

 

Satu menit, dua menit, tiga menit... Keheningan ini tidak menyenangkan.

 

Apalagi, joran pancing Rin bergoyang menunjukkan bahwa ada ikan yang memakan umpan, tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan menariknya. Apakah dia mengabaikannya?

 

Hah, kenapa di saat seperti ini? Tiba-tiba sekali.

 

Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?

 

Mungkin aku tidak seharusnya membanggakan diri tentang sekelas dengan Mizuki-san.

 

[Kaz]: Maaf ya, Rin. Aku keceplosan dan ngomong yang aneh-aneh. Maaf kalau kamu jadi bete.

 

Sebagai langkah awal, aku meminta maaf. Telapak tanganku mulai berkeringat dan aku menunggu balasannya dengan cemas.

 

Tepat saat ikan di joran Rin kabur, akhirnya dia membalas chatku.

 

[Rin]: Aku Mizuki Rinka

 

...

 

... Hah?

 

[Kaz]: Haha. Ngomong apa sih kamu tiba-tiba? Jelas-jelas itu bohong.

 

[Rin]: Kelas dua/tiga. Wali kelasnya Sato-sensei. Aku duduk di baris kedua dari jendela, paling depan.

 

Informasi tentang Mizuki Rinka mengalir di jendela teks.

 

... A-apaan nih?

 

Semuanya benar!

 

Tapi, bukan berarti itu benar-benar Mizuki-san. Bisa jadi itu teman sekelasku.

 

[Rin]: Kamu siapa?

 

Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku mengatakannya?

 

Tapi, sepertinya Rin tidak berbohong. Kalo begitu, itu berarti Rin adalah Mizuki-san...

 

[Rin]: Kamu tidak percaya padaku?

 

Ditanya seperti itu, hatiku terasa sakit karena rasa bersalah. Sebagai bukti bahwa aku percaya pada Rin, aku mengetik di chat.

 

[Kaz]: Aku duduk di baris paling belakang dekat jendela.

 

Aku menjawabnya dengan sedikit berbohong. Segera, balasan pun datang.

 

[Rin]: Ayanokouji Kazuto ya?

 

[Kaz]: ... Benar.

 

Dengan ini, meskipun tidak pasti apakah dia Mizuki-san, kemungkinan Rin adalah teman sekelasku semakin tinggi.

 

[Rin]: Maaf, aku harus offline dulu.

 

[Kaz]: Ok.

 

Rin menghilang dari kapal. Apakah dia kecewa setelah mengetahui siapa aku?

Kalo itu benar, aku benar-benar sedih. Seharusnya aku tidak membahas tentang dunia nyata.

 

Ya, Rin pernah bilang.

 

Membawa masalah dunia nyata akan merusak hubungan di game. Aku seharusnya memikirkannya lebih dalam.

 

"Aku benar-benar kacau..."

 

Apa yang harus aku lakukan jika aku tidak bisa bermain dengan Rin lagi? Aku akan sangat sedih. Aku bisa jadi hikikomori.

 

Saat aku memegang kepalaku dan menyesali kebodohanku, notifikasi dari ponselku berbunyi.

 

Itu dari aplikasi chat game. Pengirimnya adalah Rin.

 

Isinya adalah "Maukah kamu pergi ke kantin bersamaku besok saat istirahat?".

 

Jari-jariku gemetar saat aku mengetikkan "Ya" sebagai balasan.

 

Kalo dia benar-benar Mizuki-san, ini akan sangat gila.

 

... Tapi, coba pikirkan. Rin dan Mizuki Rinka memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Rin ceria dan polos, sedangkan Mizuki Rinka cool.

 

Ya, dia pasti bukan Mizuki-san. Dia pasti hanya berpura-pura.

 

Teman sekelasku pasti hanya ingin mengerjaiku.

 

Pesan lain dari Rin datang.

Judulnya adalah "Bukti Kalo Aku Asli".

 

Aku membuka pesan itu, dan terpampanglah foto selfie Mizuki-san dengan latar belakang layar komputer.

 

Aku mencoba mencari foto itu di internet, tapi tidak ada yang muncul.

 

Artinya, foto itu bukan hasil comotan dari internet.

 

"S-seriusan ini? G-gak mungkin...!"

 

Tanganku gemetar hebat saat menggenggam ponsel. Ini semua terasa seperti mimpi.

 

"I-istri gameku... ternyata seorang idola terkenal...!"

 

 

Pagi di ruang kelas. Suasana riuh rendah dengan suara tawa dan obrolan para murid. Aku duduk sendirian di mejaku, masih diliputi rasa tegang. Jantungku berdetak kencang sejak semalam.

 

Duduk di baris paling belakang dekat jendela, aku mengamati seluruh ruangan.

 

Para siswi bercanda ria di kursi mereka, dan para siswa laki-laki berkumpul bersama teman-teman satu klubnya.

 

Tentu saja, aku juga bisa melihat punggung Mizuki-san yang duduk di baris paling depan.

 

"..."

Tanpa sadar, aku mengeluarkan ponselku dan membuka aplikasi chat game.

 

Tidak ada pesan dari Rin -- Mizuki-san.

 

Aku ingin mengirimnya pesan, tapi tidak tahu harus menulis apa. Yang terpenting, aku ingin dia meresponku.

 

Dengan pemikiran itu, aku menyandarkan siku di meja dan melamun sambil menatap punggung Mizuki-san. Dia tampak fokus membaca buku, mengabaikan keramaian di sekitarnya.

 

...Buku apa yang dia baca ya?

 

Kurasa Mizuki-san lebih suka buku-buku rumit karya penulis luar negeri.

 

"...Mizuki-san."

 

Hanya dengan melihat punggungnya saja, hatiku terasa damai. Sulit dipercaya bahwa aku pernah bermain game dengan Mizuki-san. Dan itu sudah berlangsung sejak SMP...

 

Saat aku tenggelam dalam lamunan, tiba-tiba Mizuki-san menoleh ke belakang. Matanya bertemu dengan mataku.

 

"――――"

 

Jantungku berdetak kencang. Tubuhku membeku karena situasi yang tak terduga ini. Sekejap kemudian, Mizuki-san melambaikan tangan kanannya tanpa ekspresi.

 

Aku pun refleks membalas lambaiannya.

Seolah puas, Mizuki-san kembali membalikkan badannya dan melanjutkan membaca.

 

"O-oh...!"

 

Perasaan bahagia yang tak terlukiskan membanjiri hatiku. Aku baru saja bertukar lambaian dengan Mizuki Rinka, idola terkenal itu!

 

Dan itu terjadi sambil saling bertatapan!

 

Sambil menahan rasa gembira, aku mengamati para murid di sekitar. Sepertinya tidak ada yang memperhatikan interaksi kami.

 

Kalo mereka melihatnya, pasti akan terjadi kehebohan.

 

Lagipula, Mizuki-san terkenal dengan rumor kalo dia membenci laki-laki. Pasti semua orang akan terkejut jika mengetahui dia berinteraksi dengan laki-laki biasa sepertiku.

 

"...Apakah Rin benar-benar Mizuki-san?"

 

Aku akan sekali lagi merevisi fakta yang ada kemarin. Keajaiban seperti ini memang ada.



 

Bel pulang kelas keempat berbunyi, menandakan waktu istirahat siang telah tiba.

 

Suasana kelas yang ramai terbagi menjadi dua kelompok: yang pergi ke kantin dan yang makan bekal di kelas. Aku termasuk yang biasanya makan di kelas, tapi hari ini berbeda. Aku punya janji.

 

"Hei Ayanokouji, makan bareng yuk!"

 

"Yo, Ayanokouji. Hari ini aku datang lagi nih!"

 

Saat aku hendak berdiri dari kursi, dua orang siswa laki-laki datang menghampiriku. Siswa bertubuh gemuk itu bernama Tachibana, dan yang berkacamata bernama Saito.

 

Kami bertiga biasanya menghabiskan waktu istirahat bersama. Teman akrab, bisa dibilang.

 

Aku menundukkan kepala dan meminta maaf kepada mereka.

 

"Maaf, hari ini aku ada janji."

 

"Hah? Ngapain? Emang kamu punya temen lain yang bisa diajak makan siang selain kita? Gak mungkin kan?"

 

"Bener juga sih... Tapi, kali ini serius."

 

"Ayanokouji, jangan buang-buang waktu ngomong yang aneh-aneh. Menurut perhitunganku, waktu istirahat hanya 40 menit. Ayo cepat makan dan kita bahas light novel bulan ini!"

TLN : Andai disekolah gweh ada yang gini juga.

Saito berkata sambil mengangkat kacamatanya. Entahlah, tapi 40 menit itu kan jelas tanpa perlu dihitung. Terus, dia ngitung apa tadi?

 

"Serius, aku ada janji. Aku pergi dulu ya."

 

"Tunggu dulu."

 

Saat aku berdiri dan hendak berjalan, Tachibana meraih tanganku dan bertanya dengan suara kecil.

 

"Jangan-jangan... cewek ya?"

 

"..."

 

"Hei Ayanokouji?"

 

Tatapan tajam Tachibana membuatku terdiam.

 

Walaupun bertubuh gemuk dan pendek, Tachibana memiliki tatapan yang kuat.

 

Sebagai pecandu game dan penakut, aku sedikit terintimidasi.

 

"Tunggu dulu, Tachibana. Menurut perhitunganku, kemungkinan Ayanokouji memiliki teman perempuan adalah 0,4%. Tidak perlu ditanyakan lagi."

 

"Itu sih kebangetan! Masa iya punya temen cewek aja susah banget...!"

 

Setidaknya 10% lah. Itu probabilitas yang wajar untukku mendapatkan teman cewek... Atau, itu masih terlalu tinggi?

 

"Terus, kamu janjian sama siapa?"

 

"...Mizuki-san."

 

Dengan perasaan kecil hati, aku berbisik pelan.

 

Tachibana dan Saito saling berpandangan, lalu tertawa terbahak-bahak.

 

"Hahaha! Ngaco kamu! Mana mungkin kamu makan siang bareng Mizuki!?

 

"Ya, itu... anu... dia yang ngajak..."

 

"Mana mungkin sih! Jangan halu deh!"

 

"Benar lho, Ayanokouji. Menurut perhitunganku, kemungkinan Ayanokouji diajak makan siang oleh Mizuki adalah angka astronomis."

 

"Angka astronomis apanya dah? Sok tau!"

 

Tawaran mereka yang diiringi tawa mengejek membuatku kesal. Rasanya ingin menampar mereka.

 

"Hahaha! Kamu lucu banget ya, Ayanokouji. Sebagai rasa terima kasih, aku kasih kamu sepotong paprikaku nih."

 

"Gak usah. Makan sendiri aja."

 

"Tenanglah, Ayanokouji. Aku juga mau kasih kamu terong nih."

 

"Hah, serius? Terima kasih... Ah, gak mungkin lah! Kalian cuma mau ngasih aku makanan yang gak aku suka kan?"

Dasar menyebalkan...!

 

Tapi, wajar sih mereka gak percaya. Aku sendiri masih gak percaya.

 

"Bolehkah aku duduk di sini?"

 

"Eh..."

 

Aku menoleh ke belakang setelah mendengar suara dari belakang. Di sana ada Mizuki-san.

 

Dia berdiri di belakangku dengan ekspresi datar yang bisa diartikan sebagai dingin oleh beberapa orang.

 

"Kazuto-kun, kamu tidak lupa janjimu kan?"

 

"T-tentu tidak. Aku baru mau pergi kok."

 

"Baguslah. Kalau begitu, ayo kita ke kantin. Nanti kalau kelamaan, bisa ramai lho."

 

Setelah mengatakan itu, Mizuki-san berbalik dan berjalan menuju pintu keluar kelas.

 

Seperti yang diharapkan dari seorang idola keren. Cara berbicara dan berjalannya penuh wibawa.

 

"Eh, eh...? Ayanokouji...?"

 

"I-itu... Perhitunganku...!"

 

Tachibana dan Saito yang melihat interaksi kami, membuka mulut mereka seperti ikan yang kehabisan air.

"A-ah, ya. Jadi, aku... pergi dulu ya."

 

"Ayanokouji! Trik apa yang kamu pakai!? Gak mungkin kan seorang pecandu game sepertimu bisa makan siang bareng idola!"

 

"Menurut perhitunganku, besok akan turun hujan meteor."

 

"Ingat baik-baik perkataan kalian nanti...!"

 

Hinaan mereka benar-benar menyakitkan. Dan tolong hentikan sebutan pecandu game itu. Aku memang sadar, tapi mendengarnya dari orang lain membuatku sedih.

 

Dan tanpa kusadari, bukan hanya mereka, tapi beberapa murid yang tersisa di kelas juga memperhatikan kami.

 

Ini gawat. Dilihat banyak orang membuatku gugup dan tanganku gemetar.

 

Aku yang tidak suka menjadi pusat perhatian, berusaha kabur dan mengikuti Mizuki-san.

 

 

Setelah sampai di kantin, aku dan Mizuki-san memesan menu A. Menu sehat dengan ikan bakar sebagai hidangan utama. Aku yang biasanya lebih suka daging, kali ini mengikuti pilihan Mizuki-san.

 

Kami duduk berhadapan di meja pojok yang kosong.

 

Aku pikir semua orang akan memperhatikan kami, tapi ternyata tidak.

 

Mungkin karena kantin yang ramai dan penuh suara membuat kami tidak terlalu terlihat.

 

Atau mungkin para murid sudah terbiasa dengan keberadaan idola di lingkungan mereka.

 

Meskipun sesekali aku merasakan tatapan orang lain, tapi tidak sampai menimbulkan keributan.

 

... Mungkin aku terlalu sensitif.

 

"Omong-omong, aku kaget ternyata Kaz itu Kazuto-kun."

 

"Aku juga kaget lho."

 

Mungkin aku seratus kali lebih kaget daripada Mizuki-san.

 

Apalagi saat dia memanggilku dengan nama depan tanpa basa-basi, jantungku berdebar kencang.

 

Mungkin wajar sih, mengingat kedekatan kami di game. Lagipula, kami kan sudah menikah.

 

Aku ingin mencoba memanggilnya dengan santai, "Rin-chan"...

 

...

 

Gak mungkin lah. Aku tidak punya keberanian sebesar itu.

TLN : Sa ae lu panjul.

 

"Jadi, Kazuto itu singkatan dari Kaz ya. Agak simpel ya."

 

"Mizuki-san juga gak jauh beda kok. Dari Rinka jadi Rin kan?"

"Benar juga. ... Mungkin kita memang cocok ya. Sama-sama suka nama yang simpel."

 

"M-mungkin juga."

 

Gawat, jantungku berdebar lagi. Disukai Mizuki-san membuatku sangat bahagia.

 

Aku menusuk ikan bakar dengan garpu dan mencicipinya... Rasanya tidak terasa. Saking gugupnya, lidahku jadi mati rasa.

 

"Mimpi rasanya bisa makan bareng Kaz seperti ini."

 

"B-benarkah? Maaf ya, aku ini hanya orang biasa, jadi..."

 

"Tidak perlu merendahkan diri seperti itu. Aku justru merasa lega mengetahui Kazuto-kun adalah Ayanokoujikoji Kazuto."

 

"Lega?"

 

"Ya. Senang ternyata kamu laki-laki yang lebih menarik daripada yang aku bayangkan."

 

"..."

 

Bolehkah aku mati sekarang?

 

Meskipun pasti itu hanya omongan manis, tapi aku terharu sampai ingin menangis. Aku tidak menyesali hidupku ini! ... Tapi, aku masih ingin bermain game. Dasar aku serakah.

 

"Kira-kira berapa probabilitasnya menikah dengan teman sekelas ya?"

 

"Mungkin sama kayak probabilitas hujan meteor turun. Yah, meskipun pernikahannya di dunia online sih."

 

Saat aku mengatakan itu, Mizuki-san meletakkan sumpitnya dengan tenang dan berkata.

 

"Kazuto-kun. Meskipun di dunia online, pernikahan itu tidak kalah berartinya dengan di dunia nyata."

 

"Hah?"

 

"Ini hanya pendapatku, tapi... menurutku di dunia online, di mana penampilan dan status sosial tidak terlihat, hati dan sifat seseorang akan lebih terlihat jelas."

 

"Ah, aku mengerti..."

 

"Dari semua pemain yang pernah aku temui, Kazuto-kun adalah yang paling tulus dan murni."

 

"B-benarkah?"

 

Terlepas dari apakah aku tulus atau tidak, yang pasti aku selalu bermain game dengan perasaan murni. Aku selalu jujur ​​kepada Rin.

 

"Sejujurnya... Kazuto-kun adalah penyemangatku."

 

"Penyemangat?"

 

Saat aku bertanya, Mizuki-san tersenyum lembut dan mengangguk.

 

"Ya. Saat aku mengalami masa sulit dalam karirku sebagai idola, kamu selalu menghiburku."

"Ah, benar juga. Dulu ada masa-masa seperti itu ya."

 

Pada periode tertentu, Rin tampak sedih. Bahkan melalui obrolan teks, aku bisa merasakannya. Aku tidak bertanya tentang situasinya, karena aku tidak ingin mencampuri urusannya di dunia nyata, tapi aku berusaha menghiburnya.

 

Ternyata dia seorang idola, sungguh mengejutkan.

 

"Jika aku tidak bertemu Kazuto-kun di game, mungkin aku sudah pensiun dari dunia idola sebelum SMA."

 

"Berlebihan banget."

 

"Tidak kok. Popularitas StarMains baru naik di awal SMA. Sebelumnya, kami benar-benar mengalami masa-masa sulit."

 

Meskipun sudah terkenal, masih ada banyak kesulitan, kata Mizuki-san.

 

Menurut informasi di situs resmi, StarMains dibentuk saat para membernya masih SMP kelas dua.

 

Namun, popularitas mereka rendah selama beberapa bulan pertama, dan bahkan sempat dipertimbangkan untuk dibubarkan.

 

Dari situasi seperti itu, mereka bisa berkembang menjadi grup idola yang sangat populer seperti sekarang.

 

Pasti ada banyak kesulitan yang tak terbayangkan oleh seorang pecandu game sepertiku. Kalo aku bisa sedikit membantu Mizuki-san, itu merupakan hal yang membahagiakan.

 

"Di dunia nyata, banyak orang yang mendekatiku dengan niat tersembunyi. Di dunia online pun, banyak pemain laki-laki yang berubah sikap setelah mengetahui aku perempuan."

 

"Pasti sulit ya."

 

Meskipun aku tidak pernah disukai orang, melihat Mizuki-san berbicara dengan getir, aku bisa sedikit merasakan apa yang dia alami.

 

"Hanya Kaz yang berbeda. Apapun yang terjadi, sikapmu terhadapku selalu sama..."

 

Mizuki-san tersenyum penuh nostalgia, mengenang kenangan indah.

 

Tiba-tiba, kenangan saat aku pertama kali bertemu Rin muncul kembali di benakku.

 

Namaku Rin. Aku masih pemula, tolong bantu aku ya!

 

Baiklah, mari bersenang-senang bersama!

 

Seminggu kemudian.

 

Kaz-san, mau menjelajah dungeon bersamaku hari ini?

 

Tentu saja!

 

Aku ingin belajar banyak hal darimu!

 

Baiklah. Setelah dungeon, kita pergi menambang yuk!

 

Terima kasih!

Sebulan kemudian.

 

Kaz, apa yang ingin kamu lakukan hari ini? Bebas lho!

 

Hmm... Bagaimana kalau menambang hari ini?

 

Oke!

 

...Dan enam bulan kemudian...

 

Ayo pergi memancing!

 

Eh, aku ingin menambang hari ini...

 

Ayo pergi memancing!

 

Aku...

 

Ayo pergi memancing!

 

Astaga, maksa amet!

 

...

 

...Kok yang berubah malah Rin sih?! Dia makin lama makin seenaknya!

 

"Kazuto-kun, kamu mendengarkan ceritaku kan?"

 

"Eh, ah, tentu saja!"

 

Aku mengangguk dengan berlebihan, tapi sepertinya dia tahu aku tidak mendengarkan.

 

Mizuki-san cemberut dengan bibirnya yang maju.

 

"Hmm... Baiklah. Intinya, meskipun di dunia online, aku tidak akan menikah dengan sembarang orang. Justru di dunia online, hati seseorang menjadi lebih penting karena tidak terpengaruh oleh informasi yang tidak relevan."

 

"Ah, ya..."

 

"Apa Kazuto-kun punya pendapat yang berbeda?"

 

"Eh, tidak, aku juga sama kok. Pernikahan di game online juga merupakan peristiwa penting."

 

Meskipun aku menyetujui perkataannya, sejujurnya, setiap orang memiliki pandangannya sendiri tentang pernikahan di game online.

 

Menikah untuk mendapatkan keuntungan in-game juga tidak salah, dan menurutku pernikahan dengan makna khusus seperti yang dilakukan Mizuki-san juga luar biasa.

 

Meskipun begitu, sistem pernikahan diBlack Plaintidak menawarkan banyak keuntungan.

 

Hanya kostum dan gelar pernikahan yang bisa didapatkan.

 

Sepertinya yang menikah di sana adalah orang-orang yang benar-benar dekat dan ingin memperkuat ikatan mereka.

 

"Syukurlah. Kazuto-kun memiliki pemikiran yang sama denganku."

 

"Ah, ya..."

 

Mizuki-san menghela nafas lega.

 

...Entah kenapa, aku merasa ada yang tidak beres.

 

Sepertinya ada perbedaan besar antara pemahamanku dan Mizuki-san. Aku menafsirkannya sebagai "Aku sangat dekat dengan Mizuki-san sampai menikah di game online".

 

Tapi sepertinya Mizuki-san memiliki pemikiran yang berbeda...?

 

"Eh, itu Rin-chan! Jarang-jarang kamu ke kantin!"

 

Suara perempuan yang energik dan menggemaskan terdengar di tengah kebisingan kantin.

 

Aku spontan menoleh ke arah suara itu - dan tercengang melihat gadis cantik yang luar biasa di sana.

 

"Oh, Nana. Kamu masih energik ya hari ini."

 

"Tentu saja! Aku makan banyak tadi!"

 

Gadis dengan rambut pendek sebahu itu bernama Nana. Dia terlihat seperti gadis yang aktif.

 

Wajahnya yang imut dan tertata rapi, dengan senyum ceria yang menawan. Dia bisa disebut sebagai gadis ideal dalam segala hal.

 

...Tunggu sebentar! Jangan-jangan gadis ini...?

 

"Eh? Cowok di sebelah sana, apa dia teman Rin-chan?"

 

"Ya, dia Ayanokouji Kazuto."

"Oh, aku Kurumizaka Nana! Aku salah satu anggota StarMains sama seperti Rin-chan! Senang bertemu denganmu!"

TLN : Panggil aja Kurumi-san lah ya biar simpel.

 

Dia yang menyapa dengan senyuman tulus itu adalah... Kurumi Nana.

 

Dia adalah center dari grup idola populer StarMains dan dikenal sebagai idola energik yang paling dekat dengan Mizuki Rinka.

 

 

"Aku baru pertama kali melihat Rin makan bareng cowok lho."

 

"Ya, aku memang pada dasarnya tidak suka laki-laki."

 

Kurumi-san mengalihkan pembicaraan dan duduk di sebelah Mizuki-san dengan santai.

 

Perhatian semua orang langsung tertuju pada dua idola populer yang duduk bersama. Bisikan-bisikan mulai terdengar di sekitar mereka.

 

Aku yang tidak suka menjadi pusat perhatian, berusaha mengecilkan diri dan fokus untuk menghilangkan auraku.

 

"Kamu tidak membenci Ayanokouji-kun kan?"

 

"Aku tidak membencinya... Justru sebaliknya. Ini pertama kalinya kami berbicara di dunia nyata, tapi kami sudah lama berteman di dunia online."

 

"Ah, jadi dia Kaz-kun!?"

 

"Ya."

"Wah, luar biasa! Aku senang sekali bisa berbicara langsung dengan Kaz-kun!"

 

Kurumi-san berbinar-binar, menunjukkan ekspresi seperti penggemar yang bertemu dengan idolanya.

 

...Apa sih, pecandu game online yang disukai idola. Biasanya kan yang terjadi sebaliknya.

 

Lagipula, aku tidak punya waktu untuk senang-senang saat ini karena terlalu gugup. Namun, diam saja juga tidak enak. Aku mengumpulkan keberanianku dan membalasnya.

 

"Kamu tahu tentangku ya."

 

"Ya, Rin-chan sering cerita tentangmu. Dia bilang kamu laki-laki yang sangat menarik?"

 

"Ah, aku tidak tahu..."

 

Jika aku mengiyakan, aku akan terlihat seperti orang yang sok keren.

 

"Nana, jangan ganggu Kazuto-kun terlalu banyak."

 

"Ah~ Tapi aku ingin tahu lebih banyak tentang Kaz-kun. Penasaran juga bagaimana Rin-chan di dunia online!"

 

"Dia tidak jauh berbeda dengan di dunia nyata."

 

Bohong besar! Justru kepribadiannya berbanding terbalik!

 

Meskipun teriakan batinku tidak sampai ke mereka, mereka terus melanjutkan percakapan.

"Beruntung sekali ya, punya teman laki-laki yang bisa menikah di game online."

 

"Kamu sendiri kan juga sering bergaul dengan laki-laki?"

 

"Ya, tapi hanya sebatas ngobrol saja. Aku tidak punya teman laki-laki yang cukup dekat untuk dijadikan teman."

 

Kurumi-san menelungkupkan tubuhnya di atas meja dengan ekspresi kecewa. Kalo dia mau, dia mungkin bisa dengan mudah membangun harem, bukan hanya teman biasa.

 

"Aku juga ingin punya teman seperti Kaz-kun."

 

"Itu sulit. Sama seperti di dunia nyata, ada banyak orang aneh di dunia online juga."

 

Mizuki-san menyelesaikan percakapan dengan kalimat penuh makna dan kembali makan.

 

Kurumi-san yang melihatnya dari samping, berbicara padaku.

 

"Ini mungkin bukan waktu yang tepat untuk mengatakannya... tapi terima kasih banyak ya, Kaz-kun."

 

"Untuk apa?"

 

"Karena selalu mendukung Rin-chan. Dulu Rin-chan selalu ceria, tapi ada periode di mana dia membuatku sangat khawatir karena dia terus menekan diri sendiri..."

 

Benarkah? Ah, kalau dipikir-pikir lagi, ada beberapa hal yang teringat.

Ada masa di mana Rin tampak emosional saat bermain game online.

 

"Nana, jangan bahas itu di depan dia... Malu lho."

 

Mizuki-san bergumam dengan pipi memerah. Menggemaskan sekali. Kenapa sih wajah merah perempuan bisa semenyentuh itu?

 

Ah, mungkin karena pesona Mizuki-san yang unik.

 

Gadis yang biasanya selalu tenang dan dingin, menunjukkan ekspresi malu-malu dengan wajah memerah, menciptakan jurang perbedaan yang luar biasa. Benar-benar menggemaskan.

 

"Ngomong-ngomong, bolehkah aku ikut bermain game itu? Ah, kalau merepotkan tidak apa-apa..."

 

"Tidak masalah. Lagipula aku sudah mengajakmu sebelumnya kan?"

 

"I-itu... Aku kan punya image menakutkan tentang game online, jadi aku ragu..."

 

"Tenang saja. Memang ada orang-orang yang tidak sopan dan tidak mengikuti aturan, tapi tidak semua orang seperti itu. Lagipula, aku dan Kazuto-kun akan melindungimu."

 

"Terima kasih, Rin-chan! Eh, apa yang harus aku lakukan pertama kali?"

 

"Hmm, pertama, buka situs resminya dari komputer dan download gamenya..."

 

Mizuki-san menjelaskan dengan tenang, dan Kurumi-san mengangguk dengan penuh perhatian.

Kurasa tidak, tapi apakah kami bertiga benar-benar akan bermain game online?

 

Apa, dua idola dan aku sendiri?

 

Apa yang harus aku lakukan... Memikirkannya saja membuatku sangat gugup hingga ingin menangis.

 

"Ngomong-ngomong, Rin-chan, bolehkah aku datang ke rumahmu untuk belajar langsung?"

 

"Lah jadinya penjelasan tadi apa gunanya? Ah, baiklah, mungkin itu lebih cepat."

 

"Ahahaha, maaf ya, Rin-chan. Tapi aku sudah tidak sabar. Bermain bertiga dengan Kaz-kun pasti akan menyenangkan."

 

Kaz-kun yang mana nih?

 

Aku penasaran bagaimana mereka berdua menilai aku. Tapi aku tidak punya keberanian untuk bertanya.

 

Lagipula, aku bahkan tidak bisa masuk ke dalam percakapan mereka.

 

Kedua orang ini sudah berteman sejak SD, dan Mizuki-san menjadi idola karena ajakan Kurumi-san (berdasarkan informasi di situs resmi).

 

Tidak mungkin aku bisa masuk di antara mereka.

 

"Rin-chan dan Kaz-kun itu sangat dekat di dunia online ya?"

 

"Ya. Bahkan, 'Teman baik' tidak cukup untuk menggambarkan kedekatan kita."

 

"Wah, beruntung sekali. Pasti kalian bisa berteman baik di dunia nyata juga."

 

"Ya."

 

Mizuki-san mengangguk puas.

 

Dan dengan ekspresi bahagia, dia melanjutkan perkataannya.

 

"… Mulai sekarang, kita bisa bersama di dunia nyata juga ya."

 

…………

 

Apa maksudnya?

 

Aku memiringkan kepala, dan mataku bertemu dengan Kurumi-san. Dia juga tampak bingung, dengan tanda tanya di atas kepalanya.

 

Mizuki-san, yang tidak menyadari kebingungan kami, terus makan dengan tenang.

 

Keheningan tiba-tiba menyelimuti kami, dan aku teringat kembali dengan keramaian di kantin.

 

"Ah, a-aku pergi ya. Teman-temanku menanti di kelas."

 

Kurumi-san berdiri dengan ekspresi canggung. Dia ingin kabur?

 

"Ya. Sampai jumpa lagi setelah sekolah."

 

"Ya. Semangat latihannya ya!"

 

Kurumi-san membalas dengan senyuman ceria dan berjalan menuju pintu keluar kantin.

 

Di tengah jalan, dia menoleh sekali dan tersenyum tipis kepada kami sebelum pergi.

 

Saat itu, aku tidak mengerti…

 

Apa arti senyumannya.

 

 

Hari itu berlalu dengan damai.

 

Saat bel pulang berbunyi, teman-teman sekelasku berhamburan keluar ruangan. Ada yang pergi ke klub, ada yang bermain dengan teman, dan mereka semua sibuk.

 

Aku yang tidak memiliki kegiatan khusus, duduk dengan santai di kursiku. Dengan perasaan yang tidak jelas, aku melihat ke arah punggung Mizuki-san.

 

Saat keluar kelas, Mizuki-san melambaikan tangan padaku.

 

Aku hampir saja menyeringai, tapi aku menahannya dan melambaikan tangan kembali.

 

Mizuki-san kemudian pergi bersama Kurumi-san yang sudah menunggunya di koridor.

 

Aku tidak tahu detailnya, tapi mungkin dia pergi untuk melakukan aktivitas idolanya.

 

Berlatih menyanyi dan menari, atau melakukan syuting. Seperti apa ya keseharian seorang idol SMA?

 

Aku mulai memikirkan hal-hal yang sebelumnya tidak aku perhatikan. Aku ingin lebih mengenal Mizuki-san.

 

Tapi dia tidak suka membahas tentang dunia nyata.

 

Haruskah aku menahan diri untuk bertanya?

 

Setelah duduk termenung di kursi untuk beberapa saat, aku akhirnya berdiri dan bersiap untuk pulang.

 

"Ayanokouji Kazuto-kuuuun……! Mau pergi ke mana kaaaah!?"

 

"Menurut perhitunganku, probabilitas dia untuk kabur hanya 5%."

 

"Kalian berdua……!"

 

Tachibana datang dengan tangan terbuka lebar, menghalangi jalanku. Saito bahkan memegang tas ranselku. Mereka serius kali ini.

 

"Ja-jangan bilang, kamu… menghabiskan waktu pribadi dengan Mizuki Rinka……!?"

 

"Tidak. Aku hanya pulang dan bermain game online."

 

"Benarkah!? Yang benar aja!?"

 

"Tentu saja."

Tachibana dengan mata merah mendekatiku, jadi aku memberinya anggukan besar. Orang ini menakutkan.

 

"Baiklah, tenanglah, Tachibana-kun. Ayanokoujikoji-kun, duduklah juga."

 

"Tidak, aku hanya ingin pulang."

 

"Duduklah...sebelum kacamataku terbakar."

 

"..."

 

Aku menyerah pada ancaman yang tidak dapat dipahami dan dengan enggan duduk. Aku benar-benar tidak mengerti.



Apakah aku satu-satunya yang ingin melihat kacamata Tachibana meledak?

 

"Baiklah, Ayanokouji. Ceritakan semuanya!"

 

"Apa yang harus aku ceritakan?"

 

"Tentu saja! Bagaimana kamu bisa dekat dengan Mizuki-san!"

 

"Ah..."

 

"Dan kamu bahkan berbicara dengan Nana-chan! Dasar beruntung!"

 

"Yang beruntung itu badanmu. Kurangi makan sedikitlah."

 

Aku berkata sambil melihat perut Tachibana yang kendor.

 

"Apa kamu bilang?!"

 

"Bufff! Menurut perhitunganku, jawabanmu tadi mendapat nilai seratus! ...Bufff!"

 

"Saito juga... ! Tubuhku tidak apa-apa! Aku sedang dalam masa pembentukan otot! Bagaimana ceritanya kamu bisa dekat dengan Mizuki-san?!"

 

"Lebih penting lagi, kamu memanggil Mizuki-san dengan nama belakangnya, tapi memanggil Kurumi dengan nama depannya."

 

"Ah, itu masalah imej? Aku merasa tidak nyaman memanggil Mizuki-san dengan nama depannya... . Nana-chan terasa lebih dekat dan aku ingin menjadi pacarnya."

 

"Aku bisa mengerti perasaannya. Jadi, ceritanya..."

 

"Kamu ini payah sekali mengalihkan pembicaraan. Ceritakan!"

 

"Hmm..."

 

Apa yang harus kulakukan?

 

Informasi kalo Mizuki-san bermain game online bisa menggemparkan dunia. Aku tidak bermaksud merendahkan game, tapi itu bukan imej yang cocok untuk Mizuki-san.

 

Mungkin ini bisa disebut krisis identitas... .

 

Tapi tetap saja, ini bukan sesuatu yang bisa diumbar ke publik.

 

"Hei, Ayanokouji! Cepat ceritakan, atau aku tidak akan memberimu paprika lagi!"

 

"Aku tidak suka paprika. Aku tidak membencinya, tapi aku tidak menyukainya."

 

"Baiklah! Aku akan memberimu seribu yen, ceritakan!"

 

Tachibana dan Saito memohon dengan tangan terkatup. Keseriusan mereka membuatku merinding.

 

Aku ingin mengabaikan mereka. Tapi jika aku tidak mengatakan apa-apa, mereka mungkin akan membuat keributan.

 

Aku menghela nafas dan memutuskan untuk menceritakannya.

 

"Janji tidak akan memberitahu siapa-siapa?"

"Janji! Kita adalah teman, kan? Kita pasti akan menepati janji!"

 

"Menurut perhitunganku, probabilitas kami menepati janji adalah 2000%!"

 

"Tiba-tiba terdengar tidak meyakinkan... . Aku dan Mizuki-san bertemu di game online."

 

"Wah. Gimana ceritanya?"

 

"Ceritanya... . Dua tahun lalu, aku menikah dengan Mizuki-san di game online."

 

""Serius!?""

 

Kedua orang itu berseru bersamaan. Reaksi yang normal sih.

 

"Hei, Saito! Berapa probabilitas menikahi idola populer di game online?!"

 

"A- menurut perhitunganku, sekitar 30%."

 

"Itu cukup tinggi!"

 

Tachibana dan Saito mulai ribut.

 

Teman-teman sekelas yang masih berada di ruangan mulai memperhatikan kami.

 

"Diamlah kalian berdua. Nanti ketahuan orang lain bisa gawat."

 

"Hah? Kenapa gawat?"

 

“Itu menyangkut imej Mizuki-san. Lagipula, menurutku, Mizuki-san akan berhenti bermain game online jika hobinya itu diketahui publik.”

 

Aku tidak yakin. Aku tidak pernah mendengarnya berbicara tentang itu. Itu hanya intuisi sebagai teman yang sudah lama bersamanya.

 

“... Mungkin saja. Menurut perhitunganku, probabilitas hobi game online Mizuki-san menjadi sensasi publik adalah 99%. Banyak orang yang ingin bertemu Mizuki-san di game online dan itu akan menjadi keributan besar.”

 

Itu bukan perhitungan, tapi prediksi, tapi menurutku itu cukup akurat. Setidaknya, itu pasti akan memengaruhi mental Mizuki-san.

 

“Itu sebabnya, tolong jangan beri tahu siapa-siapa tentang ini.”

 

“...”

 

Kedua orang itu terdiam, tidak mengatakan apa-apa. Aku merasa sedikit cemas dan melanjutkan kata-kataku.

 

“Aku ingin melindungi tempat Mizuki-san berada. Kurasa dunia game online adalah satu-satunya tempat di mana dia bisa bermain tanpa mempedulikan pandangan orang lain. Tolong, jangan beri tahu siapa-siapa.”

 

Aku memohon dengan keseriusan yang tidak seperti biasanya.

 

Kedua orang itu saling bertukar pandang, lalu meletakkan tangan di bahuku.

 

“Ayanokouji... . Jangan khawatir. Kita mengerti perasaanmu.”

 

“Tachibana...”

 

Apakah ini kekuatan persahabatan?

 

Tachibana menatap mataku dengan penuh ketulusan.

 

“---Aku akan memberimu makan paprikaku.”

 

“Meskipun kita berteman, aku ingin mengatakan ini. Aku akan memukulmu.”

 

Sangat luar biasa bagaimana dia bisa bercanda setelah aku berbicara dengan serius. Aku benar-benar ingin membunuhnya.

 

“Hahaha! Hanya bercanda, Ayanokouji! Rahasia Mizuki-san aman bersama kita!”

 

“...”

 

“Maaf, serius. Aku takut melihat Ayanokouji yang biasanya pendiam melotot seperti itu.”

 

Aku menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Tachibana buru-buru bersembunyi di belakang Saito.

 

“Baiklah, Ayanokouji. Namanya juga Tachibana, jadi maafkan dia. Ah, tentu saja aku akan menepati janjiku, jadi jangan khawatir.”

 

“Hah... . Baiklah, aku mengerti.”

 

Tidak ada gunanya marah lagi. Lagipula, aku tahu mereka bukan orang yang akan mengingkari janji.

 

Itulah alasan aku memutuskan untuk menceritakannya.

 

Saat aku menghela nafas melihat mereka berdua tertawa, notifikasi terdengar dari ponselku.

 

Aku mengeluarkan ponsel dan memeriksa pesannya. Pengirimnya adalah Rin.

 

Pesan itu bertuliskan, “Mau main game sebentar malam ini?”

 

“Hmm...”

 

Saito dan Tachibana menjulurkan leher mereka untuk melihat ponselku.

 

“A-apa itu?”

 

“Bolehkah kami ikut?”

 

“Tentu saja tidak. Mizuki-san di dalam game memang polos tapi dia pemalu... Dia menunjukkan kewaspadaan terhadap orang yang tidak dia kenal.”

 

Aku belum pernah melihatnya bersikap akrab dengan orang lain. Hubungan Mizuki-san dengan orang lain di game online bisa dibilang eksklusif.

 

“Dia seperti kucing ya... . Baiklah, kalau Ayanokouji yang bilang begitu, kami tidak akan memaksa. Kami akan diam saja.”

 

“Benar. Aku juga ingin main game online lagi. Mungkin aku bisa menikah dengan idola!”

 

Kedua orang itu berbicara dengan santai. Sepertinya masalah Mizuki-san sudah selesai.

 

Aku menanggapi percakapan mereka dan membalas pesan Rin: “Baiklah. Aku akan online sekitar jam 9 malam.” Aku menantikan malam ini, tetapi rasa tegang yang tak tertahankan membuat dadaku berdebar kencang.

 

 

“... Hampir waktunya janjian.”

 

Hanya beberapa menit lagi sampai jam 9 malam.

 

Aku yang sudah login, menatap layar komputer.

 

Yang tertampang di layar adalah seorang pemuda pejuang berpenampilan seperti prajurit yang sedang memancing di tepi pantai.

 

Itu adalah karakter yang aku mainkan. Profesinya adalah Warrior.

 

Seorang pria keren yang menggunakan pedang dan perisai untuk bertarung jarak dekat.

 

Namun, karena skill pertambangannya yang luar biasa tinggi, dia menjadi pria yang lebih cocok menggunakan beliung daripada pedang. Dan sekarang dia sedang memancing. Dia sudah seperti penambang yang sedang berlibur.

 

“... Ah, dapat ikan. ... Sepatu bot lagi?”

 

Aku segera membuang sepatu bot dari inventori. Itu sampah yang tidak berharga.

Aku menarik napas dan mulai memancing lagi. Mungkin hari ini aku akan memancing sambil mengobrol dengan Rin.

 

Biasanya, aku jarang bermain dengan Rin di hari biasa. Paling lama hanya dua puluh hingga tiga puluh menit.

 

Dulu, aku hanya berpikir dia sibuk dengan dunia nyata. Tapi sekarang aku mengerti mengapa dia hanya bisa bermain di akhir pekan.

 

Mizuki-san yang sibuk dengan aktivitas idolanya, memiliki sedikit waktu luang di hari biasa.

 

“... Ternyata biasa saja.”

 

Aku pikir aku akan lebih gugup bermain dengan idola populer. Tapi aku ternyata lebih santai.

 

“Rin, belum datang ya?”

 

Aku memancing sambil menunggu beberapa menit.

 

Pesan “Rin telah login” muncul di kolom chat di bagian bawah layar.

 

Aku segera mengirim chat.

 

[Kaz]: Hai~. Aku sedang memancing.

 

[Rin]: Eh, aneh nih! Kaz memancing?!

 

Wah, Rin yang biasa.

 

Aku penasaran dia akan datang dari mana, tapi ternyata dia datang sendiri.

[Rin]: Aku akan ke sana ya

 

[Kaz]: Oke.

 

Aku menghabiskan waktu dengan memancing di tepi pantai.

 

Tak lama kemudian, Rin muncul dengan menunggang kuda. Dia turun dari kuda dan berjalan di atas pasir, lalu datang ke sampingku.

 

Tentu saja, dia terlihat sama seperti sebelumnya. Elf berambut pirang dengan pakaian adat yang agak terbuka. Apakah ini selera Mizuki-san...?

 

[Rin]: Jarang-jarang kamu ngajak main di hari Senin.

 

[Kaz]: Soalnya ada kejadian tadi. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu, meskipun hanya sebentar.

 

[Rin]: Begitu ya.

 

Tanpa sadar, aku tersenyum. Aku benar-benar senang.

 

Terlepas dari kenyataan kalo dia adalah Mizuki-san, aku senang bisa bermain dengan Rin di hari biasa, meskipun hanya sebentar.

 

Rin mengangkat pancingnya dan melemparkan umpan ke laut.

 

Kami berdua duduk bersebelahan dan mulai memancing. Pemandangan yang sudah aku lihat selama beberapa tahun ini. Pemandangan yang sama muncul di layar, bahkan setelah kami mengetahui identitas satu sama lain.

 

[Rin]: Sebenarnya, aku gugup sekali saat di sekolah tadi

[Kaz]: Gugup? Kenapa?

 

[Rin]: Ya jelaslah, aku akan bertemu dengan orang di balik Kaz, jadi wajar kalau aku gugup

 

[Kaz]: Sama sekali tidak terlihat gugup. Tadi pagi kamu kan membaca buku.

 

[Rin]: Aku hanya pura-pura tidak gugup. Aku bahkan tidak ingat isi bukunya.

 

Benarkah? Ternyata aku bukan satu-satunya yang gugup.

 

[Rin]: Saat aku bertemu mata dengan Kazuto-kun, aku tidak tahu harus berbuat apa, jadi aku spontan melambaikan tangan.

 

[Kaz]: Ah, itu ya.

 

[Rin]: Aku senang kamu membalas lambaian tanganku. Apakah Kazuto-kun tidak gugup?

 

[Kaz]: Sangat gugup. Aku bahkan bersembunyi di toilet sepanjang pagi karena gugup.

 

[Rin]: Itu terlalu gugup, hahaha. Tapi Kazuto-kun tidak terlihat gugup sama sekali.

 

Ya, aku benar-benar gugup.

 

Bahkan, aku rasa aku menggunakan kata “gugup” lebih banyak daripada siapapun di dunia hari ini.

 

[Rin]: Saat istirahat makan siang, aku ingin berbicara dengan Kazuto-kun, tapi suaraku sedikit gemetar... . Aku malu sekali, rasanya seperti mukaku ingin terbakar.

 

[Kaz]: Apakah suaramu gemetar...? Aku rasa tidak kok.”

 

[Rin]: Benar-benar gemetar.

 

Sekarang aku ingat, Mizuki-san saat itu hanya mengatakan apa yang ingin dia sampaikan dan langsung keluar kelas.

 

Meskipun dia memasang wajah yang dingin, sulit untuk memahami perasaannya, tapi setelah dia memberitahuku ini, dia menjadi terlihat sangat imut.

 

Kami terus mengobrol dengan riang tentang hari ini. Obrolan kami tidak berhenti dan chat terus mengalir lancar.

 

Dan kemudian, tanpa terasa...

 

[Rin]: Ah, sudah jam segini ya.

 

Satu jam telah berlalu dalam sekejap. Saat ini pukul 22:12. Sebelumnya, Rin selalu logout sebelum jam 22:00.

 

Sekarang sudah sedikit lewat.

 

[Kaz]: Kamu mau logout?

 

Aku bertanya dengan santai, dan setelah beberapa detik, dia menjawab singkat, “Ya.”

 

“...”

Keheningan yang aneh terjadi.

 

Haruskah aku memulai pembicaraan? Saat aku masih ragu, Rin mengirim chat.

 

[Rin]: Apakah kamu punya headphone dengan mic?

 

[Kaz]: Ya, ada. Kenapa?

 

[Rin]: Bagaimana kalau sesekali kita voice chat?

 

[Kaz]: Baiklah, boleh saja.

 

Aku mengerti, sekarang tidak perlu lagi menyembunyikan identitas, jadi lebih baik menggunakan suara.

 

Tidak ada alasan untuk menolak tawaran ini.

 

[Rin]: Dan, Sabtu malam depan, kamu ada waktu? Aku dan Nana sepertinya bisa online.

 

[Kaz]: Aku ada waktu. Aku akan memastikan aku bisa online.

 

[Rin]: Haha, tidak perlu sampai ‘memastikan’. Aku tidak bisa online sampai Sabtu, jadi bersabarlah ya.

 

[Kaz]: Itu disayangkan. Aku akan bermain sendirian dengan sedih.

 

[Rin]: Ahahaha. Baiklah... . Selamat malam, Kazuto-kun. Sampai jumpa besok di sekolah.

 

[Kaz]: Ya, selamat malam. Sampai jumpa besok.

 

Sosok Rin menghilang dari layar.

 

Kolom chat menunjukkan, “Rin telah logout.”

 

“... Aku juga harus logout ya.”

 

Biasanya aku bermain game online sampai jam 23:00.

 

Tapi sekarang, aku ingin berbaring di tempat tidur dan menikmati sisa perasaan nyaman ini.

 

“Hari ini benar-benar hari yang luar biasa...”

 

Aku terbaring di tempat tidur dan memikirkan Mizuki-san dan Rin sampai aku tertidur.


Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !