Muboubi kawaii pajama sugata no bishoujo to heya de futarikiri bab 1

Ndrii
0

Bab 1

Pertemuan dengan Si Tukang Bolos



“Ini adalah tugas pertama dari guru untuk kau lakukan,” ucapnya dengan suara yang lembut, di tengah ruangan yang dingin akibat hembusan AC.

 

Di hadapanku, Negoro Gakudou, duduk seorang guru wanita, Satomi Kumada, dengan senyuman yang mengembang lembut di wajahnya.

 

“Tapi, saya bukan lagi anak kecil yang perlu diberi tugas belanja...”

 

Meskipun aku mengungkapkan ketidaknyamananku, Kumada-sensei tetap dengan senyumannya yang hangat. Sebaliknya, ada tekanan aneh yang terasa darinya.

 

“Bagi guru, kalian semua masih seperti anak-anak kecil yang manis,” katanya.

 

“Hah...”

 

“Hei, Negoro-kun, kamu harusnya lebih tanggap! Aku masih muda, kan? Dari sudut pandangmu, aku masih bisa dianggap sebagai kakak perempuan! Masih sangat muda, bukan?” Ujarnya, mendorongku untuk memberikan Tsukkomi yang lebih cerdas.

 

“Tunggu, itu terlalu sulit,” keluhku.

 

Aku tidak ingin diminta untuk memberikan Tsukkomi yang amat cerdas sebagai seorang amatir. Bahkan seorang komedian pun mungkin akan kesulitan untuk memberikan Tsukkomi secepat itu.

 

Nyatanya, Kumada-sensei, yang aku dengar,dia berusia 31 tahun ini, adalah salah satu guru termuda di sekolah kami. Dia memiliki ciri khas mata yang lembut dan tampak muda. Tingginya yang tidak terlalu tinggi membuatnya disayangi dan akrab dipanggil “Satokuma-chan” oleh para siswi.

 

“Kamu masih perlu banyak belajar, Negoro-kun, terutama dalam hal memperlakukan seorang wanita,”

 

Dia adalah wali kelas dari kelas 1-3, namun hingga saat ini kami hampir tidak pernah memiliki kesempatan untuk berbicara tatap muka seperti ini.

 

Mungkin dia adalah kakak perempuan yang sedikit unik.

 

“Jadi, apa itu tugas yang Anda minta? Mengapa saya harus dipanggil di hari seperti ini...”

 

Aku mencoba membawa pembicaraan kembali ke topik. Aku ingin menghindari hal-hal yang tidak perlu. Lagipula, aku sudah dipanggil setelah sekolah dan ini membuatku jadi pulang terlambat. Belum lagi hari ini adalah hari penutupan semester pertama dan awal liburan musim panas.

 

...Meskipun begitu, yang ada hanyalah hari-hari yang sama dengan kelas tambahan musim panas dan les yang terus menerus tanpa banyak perubahan.

 

“Ya, itulah dia. Jadi, Negoro-kun, apakah kamu mengetahui tentang kelas tambahan selama liburan musim panas?”



“Kelas tambahan?”

 

“Iya. Berbeda dengan kursus musim panas yang akan Negoro-kun ikuti, ini adalah kelas untuk siswa yang tidak bisa mendapatkan kredit di semester satu.”

 

Aku mengangguk. Walaupun ini cerita yang jauh dari urusanku, aku mengerti maksudnya.

 

“Jadi, ini semacam hukuman buat mereka yang nilai jelek, ya?”

 

“Hukuman... lebih tepatnya, ini adalah langkah penyelamatan supaya mereka bisa lanjut ke semester dua,” jelasnya.

 

“Pantas saja. Sekolah juga baik hati, ya.”

 

“Kami tidak bisa begitu saja membuang siswa berharga kami, kan?” Kumada-sensei tersenyum ringan sambil melanjutkan.

 

“Jadi, selama periode kelas tambahan itu, aku ingin kamu mengantarkan tugas yang harus diserahkan ke salah satu siswa yang kemungkinan besar tidak akan datang ke kelas tambahan. Bisa antarkan di jalan pulang dari kursus musim panas? Aku akan kasih tahu alamat rumahnya. Tugasmu adalah mengantarkan tugas itu dan memastikan dia menyerahkannya. Ini misi penting dariku untukmu.”

 

“Kenapa harus saya yang ngelakuin tugas kayak gini!”

 

Apalagi, ini terasa seperti tugas yang bakal merepotkan...

 

Dan Kumada-sensei, yang biasanya selalu lembut dan santai, kini tersenyum licik. Ini ekspresi yang jarang kulihat darinya. Menakutkan, pikirku... kemudian dia mengatakan,

 

“Aku sudah bilang tadi, kan? Kamu punya hutang padaku, Negoro-kun. Kamu ingat, kan?”

 

Aku merasa seperti sedang diancam.

 

Itulah yang terjadi. Pada dasarnya, aku dipanggil ke sini hari ini karena sebuah “hutang.”

 

Kesalahan manusia.

 

Itu adalah sesuatu yang pasti terjadi, yang tak terelakkan. Dari kebocoran informasi serius hingga kesalahan dalam praktek medis atau konstruksi. Salah pesan saat kerja paruh waktu atau kesalahan entri yang sederhana. Kesalahan semacam itu, yang mungkin sedang terjadi di suatu tempat di negara ini sekarang, adalah tak terhitung banyaknya jika ingin dijabarkan.

 

Tidak ada yang bisa dilakukan. Karena kita manusia.

 

Tapi mengapa aku bisa melakukan kesalahan ceroboh seperti itu?

 

“Kumada-sensei yang menolongmu saat kamu mendapat nilai 0 di tes itu.”

 

Ujian akhir semester, aku lupa menulis namaku di lembar jawaban untuk salah satu mata pelajaran.

 

Malam sebelumnya, aku belajar untuk ujian masuk universitas yang lebih sulit daripada belajar untuk tes itu. Aku sadar bahwa aku kurang tidur. Namun, aku pikir aku mampu menghadapi ujian akhir semester satu tahun pertama dengan kondisi apapun.

 

Kesalahan? Kekurangan rasa tegang? Atau karena kurang tidur aku menjadi ceroboh?

 

Itulah yang kupikir sebagai alasan. Pada lembar jawaban yang seharusnya mendapat 100, hanya ada satu lingkaran, dan di kotak nama yang seharusnya ada namaku, ada tanda .

 

Menurut aturan, lupa menulis nama biasanya dianggap mendapat nilai 0. Tentu saja. Jika aku melakukan kesalahan yang sama di ujian yang sebenarnya, kemungkinan besar aku pasti gagal.

 

Tapi, ini hanya tes biasa. Harusnya ada sedikit belas kasihan.

 

Itu yang kupikir... tapi aku salah besar karena mata pelajaran yang kutinggalkan itu adalah pelajaran bahasa Jepang, yang diajar oleh Kumada-sensei.

 

“Tidak bisa dibiarkan, Negoro-kun. Lupa menulis nama adalah kesalahan besar, tapi aku akan tutup mata kali ini. Anggap ini sebagai hutang padaku, ya?”

 

Begitulah, berkat kebaikannya, aku dibebaskan dari nilai 0, tapi itu adalah strategi Kumada-sensei, dan sekarang aku terjebak dalam situasi ini.

 

Aku seharusnya pergi ke tempat les setelah ini...

 

“...Bagaimana kalau saya mengabaikan saja dan pulang?”

 

“Tidak bisa.”

 

“Bagaimana kalau saya yang menyelesaikan semua tugas itu dan menyerahkannya?”

 

“Maka nilai ujian akhirmu akan jadi merah dan aku harus mengirimkan surat undangan untuk kelas tambahan musim panas.”

 

“...Bisa anda lakukan itu sekarang?”

 

“Aku yang mengatur nilai bahasa, dan aku adalah wali kelasmu. Meskipun aku tidak bisa mengubah hasil ujian akhir, aku bisa mempengaruhi nilai selama semesteran. Lagipula, jika memang ada fakta bahwa kamu mendapat nilai 0, aku bisa mewajibkanmu untuk mengikuti kelas tambahan. Tapi seharusnya tidak perlu sampai sejauh itu. Kamu lupa dengan kebaikanku padamu?”

 

Memang benar aku telah ditolong...

 

“Jadi, Anda sudah merencanakan semua ini saat anda membuat ‘hutang’ itu?”

 

“Eh, bagaimana ya?”

 

Dia pura-pura tidak tahu, dan kemudian melanjutkan dengan senyum kecil di sudut bibirnya.

 

“Tapi, aku meminta tolong padamu karena kamu adalah Negoro-kun.”

 

Kalau orang lain, nilai nol tetap nilai nol? Atau mungkin mereka hanya akan mendapat peringatan ringan. Bagaimanapun juga, kenapa Cuma aku...?

 

“Tenang saja, tugasnya tidak terlalu berat kok. Oh, iya, aku juga ingin kamu melihat keadaan anak itu dan memberitahuku.”

 

“Kalau gitu, kenapa bukan anda yang pergi?”

 

“Aku punya banyak pekerjaan lain. Aku juga jadi pembimbing klub, dan musim panas ini bakal sibuk. Tidak usah dipikirin terlalu sulit. Ingat tidak waktu di SD? Pulang sekolah, main ke rumah teman yang lagi sakit buat nganterin print-out dari guru, yang kayak gitu.”

 

“Tapi, ini beda. Jelas banget, siswa yang bolos itu kelihatannya sulit diatur.”

 

Siswi yang selama ini tidak pernah datang ke sekolah itu, tadi guru sendiri yang bilang. Siswi kayak gitu harus aku anter tugasnya... dan harus memastikan dia ngumpulin lagi. Tingkat kesulitannya kelihatannya cukup tinggi.

 

“Lalu kalau dia tidak mau nerima gimana?”

 

Aku bertanya lagi.

 

“Itu yang harus kamu atur sendiri sebagai misimu.”

 

Dia melempar tanggung jawab. Aku nyaris mau menghela nafas.

 

“Negoro-kun, kamu sibuk tidak selama liburan?”

 

“Sibuk sih, dengan kursus musim panas dan les.”

 

“Pasti belajar ya. Memang hebat Negoro-kun. Kamu suka belajar?”

 

Kumada-sensei menatapku dengan mata bulatnya sambil bertanya. Kata-katanya yang enteng itu membuat hatiku berdebar.

 

“Tidak juga, tidak terlalu suka sih.”

 

“Terus, kamu punya hobi lain tidak? Dulu pas perkenalan di kelas, kamu bilang tidak pernah nonton TV atau baca majalah, kan? Aku penasaran sejak itu. Kamu suka main game, baca buku, atau mungkin kamu penggemar rahasia idol?”

 

“Tidak, tidak ada. Saya biasanya Cuma belajar.”

 

Setelah aku menjawab, Kumada-sensei segera tersenyum tipis.

 

“Misi ini pasti bakal bermanfaat buatmu.”

 

“Maksudnya?”

 

Kumada-sensei mengabaikan pertanyaanku dan membuka laci meja kerjanya, mengeluarkan selembar catatan.

 

“Satu lagi, ada kabar baik buat kamu, Negoro-kun.”

 

“Eh, jangan bilang di akhir dong. Kabar baik?”

 

Apa itu, kabar yang bisa menebus semua kerugian sebelumnya? Kalau bukan jackpot lotre, tidak akan sepadan.

 

“Ini, alamat tujuan pengantaran.”

 

Kumada-sensei menyerahkan selembar kertas kepadaku dengan jari-jarinya yang ramping. Dia benar-benar siap. Di kertas itu tertulis alamat yang tampaknya tempat pengiriman tugas itu.

 

...Lalu, kabar baiknya apa?

 

Sambil memikirkan itu, aku menelusuri kertas tersebut— dan tiba-tiba, aku terkejut dan tanpa sadar berkata, “Eh...”

 

“...Ini alamat seorang cewek?”

 

Di bagian bawah kertas, tertulis nama tujuan pengiriman, Makura Koiro.

 

“Iya, benar.”

 

Kumada-sensei mengangguk dengan wajah penuh keyakinan.

 

“... Saya yang harus ngelakuin ini?”

 

“Kamu tidak senang? Ini bisa jadi kesempatan buat kamu dekat sama dia, lho.”

 

Kali ini, dia mencondongkan kepalanya dengan ekspresi heran.

 

Mungkin ada orang yang akan senang dengan situasi seperti ini. Namun, bagi aku yang jarang berinteraksi dengan cewek, ini hanya akan menambah ketegangan. Ini bukan kabar baik, tapi kabar buruk. Aku berharap ini salah informasi.

 

Eh... aku harus ngomong apa sama cewek?

 

Tidak, tidak, tidak bisa, aku harus menolak. Itulah yang aku pikirkan saat itu.

 

“Negoro-kun. Aku hanya bisa meminta ini kepadamu. Tolong, aku benar-benar memohon.”

 

Tiba-tiba, Kumada-sensei menundukkan kepalanya ke arahku.

 

Kenapa seorang guru harus sejauh ini kepada muridnya? Dan, kenapa harus aku...?

 

Pertanyaan demi pertanyaan terus muncul, tapi Kumada-sensei menunduk lebih dalam, dan aku hanya terdiam sambil memandangi puncak kepalanya yang rapi tanpa bisa berkata apa-apa.

 

...Pada dasarnya, aku memang punya hutang padanya. Lagipula, jika aku menolak dan nama yang lupa ditulis itu benar-benar memengaruhi nilaiku, itu akan lebih merepotkan.

 

Sulit untuk menolak setelah dia melakukan ini...

 

Aku tidak perlu berbicara banyak. Cukup pastikan tugas itu diserahkan dan tekan dia untuk mengumpulkannya. Itu saja sudah cukup.

 

Hanya menjalankan misi.

 

“Selain itu, kabar baiknya lagi, Koiro-chan itu ternyata tinggal sendiri. Jangan sampai kamu nginep di rumahnya buat belajar malam ya, itu tidak diizinkan oleh sensei, lho.”

 

Kumada-sensei menaikkan sedikit kepalanya untuk melihat reaksiku yang diam, dan mengatakan hal itu.

 

“Anu, sensei! Apa anda yakin boleh ngomong gitu ke murid? Wajahnya mungkin kelihatan muda, tapi kelakuannya kayak orang tua.”

 

Inilah sisi baru dari wali kelas yang baru kusaksikan saat berbicara berdua dengannya. Ada hal-hal yang lebih baik tidak diketahui...

 

Mungkin Kumada-sensei sadar bahwa aku agak terkejut, dia batuk-batuk dengan sengaja untuk mengalihkan perhatian.

 

“Kalau begitu, mulai besok, tolong ya! Negoro-kun.”

 

Pada akhirnya, dengan berat hati, aku mengangguk dan meninggalkan ruang guru.

 

◆   ✧ ₊ ✦ ₊ ✧   ◆

 

Setelah kelas musim panas keesokan harinya, sesuai janji (meskipun agak dipaksa), aku dipanggil ke ruang guru dan diberikan lembar kerja tambahan yang harus kuantar sebagai tugas.

 

“Panasnya...”

 

Saat aku kembali memeriksa alamat Makura Koiro, ternyata letaknya berlawanan arah dari sekolah menuju ke tempat les...

 

Aku mengibaskan poni yang menutupi mataku dengan menggerakkan kepala dan mengeluarkan ponsel dari saku untuk memeriksa waktu.

 

Pukul 10:30 pagi, di bawah sinar matahari yang semakin terik, aku mulai berjalan dengan langkah lambat.

 

Selama libur Obon, kelas musim panas diadakan setiap hari kerja dan berakhir pada jam pelajaran pertama dan kedua seperti biasa. Partisipasinya bersifat sukarela dan hanya diikuti oleh siswa yang serius. Namun, materi yang diajarkan hanya seputar ulangan dari semester pertama, yang bagi ku terasa sangat kurang.

 

Aku tidak perlu repot-repot hadir sebenarnya...

 

Tapi, alasanku datang ke sekolah sejak pagi adalah karena ruang belajar mandiri di tempat les baru buka mulai pukul 10. Aku perlu menghabiskan waktu sebelum itu, dan mengingat aku bisa belajar sendiri selama pelajaran, aku memutuskan untuk mengikuti kelas musim panas.

 

Di rumah saat pagi hari itu ribut sekali...

 

Namun kenyataannya, meskipun pelajaran telah selesai, aku tidak bisa langsung pergi ke ruang belajar mandiri.

 

“Bagaimanapun juga, aku harus cepat pergi dan menyelesaikannya.”

 

Aku berjalan sambil terus memikirkan hal itu.

 

Melewati anak-anak SD yang riuh karena akan pergi bermain, aku belok kiri di sudut toko cuci yang shutter-nya tertutup. Suara jangkrik yang turun dari pohon di pinggir jalan bergema di telingaku seperti ultrasonik.

 

Sambil merasakan hangatnya sinar matahari selama sepuluh menit, akhirnya aku sampai di depan apartemen tempat si pemalas tinggal.

 

Bangunan dua lantai dengan empat kamar yang berjajar di samping. Ada papan nama batu setinggi lutut bertuliskan “Dousou-sou”. Ada tempat parkir sepeda dengan atap, di samping sepeda merah yang tampak baru, sepeda yang sudah berkarat yang mungkin tidak bisa bergerak bersandar di dinding. Di tempat yang hampir terlindungi atap tersebut, terdapat asbak silinder yang berdiri sendirian.

 

Menurut nomor kamar yang tertera di catatan dari guru, aku harus naik tangga dan ke kamar di pojok paling dalam yang tampaknya menjadi tempat tinggal si pemalas. Aku berdiri di luar apartemen dengan santai melipat tangan, menatap pintu kamar itu.

 

Sekarang, bagaimana ini, bagaimana aku harus memulai percakapan?

 

Entah mengapa, aku merasakan perutku terasa aneh.

 

“Yah, wajar saja aku gugup, karena aku akan berhadapan dengan seseorang yang tidak dikenal.”

 

Aku berbisik dan mengangguk sendiri.

 

Makura-san berada di kelas 1-2, sementara aku di kelas 1-3, jadi kami seharusnya berada di kelas yang bersebelahan. Namun, aku dengar dia jarang sekali datang ke sekolah. Jadi, mungkin kita belum pernah bertemu atau melihat wajah satu sama lain.

 

Kalau dia jarang ke sekolah berarti dia mungkin seorang hikikomori?

 

Aku akan bertemu dengan seseorang yang sama sekali tidak bisa kubayangkan. Wajar saja kalau aku gugup.

 

...Ini bukan karena dia perempuan yang membuatku gelisah.

 

Aku menurunkan tangan yang tanpa sadar merapikan poni, dan menghela napas.

 

Bagaimanapun juga, aku harus segera menyelesaikan ini dan pergi ke ruang belajar mandiri.

 

Aku mengumpulkan keberanianku, dan dengan cepat menaiki tangga apartemen yang terbuat dari pelat besi tipis dengan suara “tang, tang, tang”.

 

Di depan pintu kamar Makura-san. Tidak ada papan nama. Tidak boleh ragu-ragu. Dengan momentum itu, aku mengulurkan jari dan menekan tombol interkom.

 

“..........iya?”

 

Setelah menunggu sebentar, suara perempuan yang penuh kewaspadaan terdengar dari interkom jenis lama yang tidak memiliki kamera.

 

“Err... Saya datang untuk mengantarkan tugas tambahan liburan musim panas... Ah, saya Negoro Gakudou dari kelas 1-3.”

 

Aku berhasil mengatakannya dan menunggu jawaban.

 

“......Silakan tinggalkan saja di sana.”

 

“Eh......”

 

Sejenak, aku tidak mengerti apa yang dikatakan.

 

Tidak, tidak, aku tidak bisa diperlakukan seperti layanan pengiriman yang ditinggalkan begitu saja...

 

Yang aku bawa adalah lembar tugas. Jika ditinggalkan begitu saja, mungkin akan tertiup angin atau jika dimasukkan ke dalam kotak pos yang terpasang di pintu, mungkin akan merepotkan dan tidak diambil. Syarat dari Kumada-sensei adalah untuk mengantarkan tugas dan harus dipastikan untuk diserahkan.

 

“Maaf. Aku harus bertemu dan menyerahkannya secara langsung. Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan.”

 

Saat aku memberikan jawaban itu,

 

“Tunggu sebentar ya,” katanya dengan suara yang terburu-buru, dan tiba-tiba panggilan itu terputus. Sepertinya dia akan keluar.

 

Syukurlah. Aku merasa lega sambil mundur selangkah dan menunggu—

 

...Dan kemudian, sepuluh menit telah berlalu.

 

“........Eh?”

 

Sambil menatap pintu yang tak kunjung terbuka, aku mengeluarkan suara yang tak bisa dijelaskan, campuran antara kejutan, keheranan, dan kebingungan.

 

Apa ini, sejak kapan aku mulai diabaikan? Sayangnya, aku tidak berada di tingkat di mana aku bisa menyebut ini sebagai sebuah penghargaan. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan seperti itu.

 

—Dalam waktu ini, aku bisa menghafal tiga puluh kata dalam bahasa Inggris.

 

Itulah yang kupikirkan tanpa sadar saat itu.

 

Dengan suara engsel yang berderit, pintu terbuka perlahan.

 

“—Eh?”

 

Yang tanpa sadar mengeluarkan suara adalah aku.

 

Rambut yang halus berkilauan di bawah cahaya matahari. Mata yang besar dan belo dari balik poni. Dan sebuah blus putih bersih dengan bordiran bunga matahari kecil di dada.

 

Gadis yang muncul adalah kecantikan yang tidak terbayangkan—jauh dari gambaran gadis pengurung diri yang kelam—yang ada di pikiranku.

 

“Maaf telah membuatmu menunggu. Terima kasih sudah mengantarkan tugasnya,” katanya.

 

Sementara aku terkejut tak bisa berkata-kata, dia dengan bingung mencondongkan kepalanya dan menyelipkan ujung rambut hitamnya yang memiliki gradasi terang ke belakang telinga. Dia membuka mulutnya sedikit.

 

“Err... tugas yang mana ya?”

 

“Ah, iya.”

 

Suara itu membuatku tergesa-gesa mengeluarkan berkas dengan lembar kerja dari tas.

 

“Kamu Makura Koiro-san kan?”

 

“Iya, benar. ...Kamu tahu tentang aku?”

 

Dia mencondongkan kepalanya sedikit dan menatapku dengan tatapan yang serius.

 

“Tidak, sepertinya kita satu sekolah tapi ini pertama kali kita bertemu.”

 

Saat aku menjawab, Makura-san melunakkan ekspresinya dan berkata, “Oh iya, ya ya,” sambil mengambil berkas yang kusodorkan.

 

“Terima kasih, Negoro Gakudou-kun!”

 

Dia tersenyum lebar dan memberi hormat sebelum mundur kembali ke dalam kamar.

 

Senyumnya begitu memukau dan cocok dengan kata ‘indah’.

 

“Ah...”

 

Karena tiba-tiba disambut dengan senyuman yang luar biasa dan dipanggil namaku secara tak terduga, aku jadi terpaku.

 

Di depanku yang masih terpaku, pintu ditutup dengan suara ‘banting’.

 

...Aku tidak sempat menjelaskan tugasnya.

 

Bahkan, dia juga tidak memeriksa isi tugas sama sekali...

 

Setidaknya aku berhasil mengonfirmasi namanya, tapi Makura Koiro-san, apa yang terjadi dengannya...

 

Yang tersisa di kepalaku hanyalah kesan misterius dari dirinya dan senyum sempurnanya yang terpatri di mataku, seolah-olah seketika bunga matahari yang mekar penuh muncul di tempat itu.

 

“...Aku harus pergi ke tempat les.”

 

Setelah berdiri seperti orang mencurigakan di depan rumah orang lain untuk sementara waktu, akhirnya aku kembali sadar dan mulai berjalan kembali.


BAB SEBELUMNYA=DAFTAR ISI=BAB SELANJUTNYA


Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !