Kuruna Megami-sama to Issho ni Sundara vol 2 chapter 3

Ndrii
0
Bab 3
Hak Untuk Tidur di Sebelahmu



Malam itu, tempat tidur menjadi masalah di rumahku.

 

Ketika hanya aku dan Rei tinggal bersama, kami bisa tidur di ruangan yang berbeda. Dan ketika Musim Panas bertambah, mereka bisa tidur bersama dalam satu ruangan sebagai pasangan perempuan.

 

Namun, jika termasuk Amane-neesan yang tinggal bersama kita bertiga, ceritanya berbeda. Hanya ada dua kamar dengan masing-masing dua futon.

 

Seseorang harus tidur dengan aku di ruangan yang sama dengan menyusun futon secara berdampingan.

 

Rei dan Kaho sedang bertengkar sengit.

 

Topiknya adalah siapa yang akan tidur dengan aku di futon ruangan yang sama.

 

Rei dengan alasan aneh "tidak apa-apa jika aku menjadi pasangannya" sedang mempertahankan dirinya sendiri sebagai pilihan yang tepat.

 

Mereka tampak seperti akan terus berdebat tanpa henti, tetapi penyelesaian datang dari Amane-neesan dengan suara lantangnya.

 

Amane-neesan akan tidur di ruangan yang sama denganku.

 

Yah, itu adalah keputusan wajar menurutku. Dia adalah sepupuku dan sudah tinggal di rumah ini sejak lama.

 

"Aku adalah kakakmu Haruto-kun dan saudara kita."

Amane-neesan tersenyum penuh keyakinan saat berkata demikian.

 

Rei terburu-buru memegangi dahinya sambil mencoba keras memikirkan sesuatu.

 

Lalu dia tiba-tiba mencerahkan wajahnya seolah-olah dia punya ide brilian.

 

"Aku juga adikmu Haruto-kun!"

 

"Hah?"

 

"Amane-san adalah sepupumu sehingga dia menjadi 'kakak' Haruto-kun. Aku adalah sepupumu jadi tentu saja aku bisa dibilang 'adik' Haruto-kun kan?"

 

Rei tersenyum sambil mengatakan itu padaku. Memang benar kami pernah membicarakan hal seperti itu. Karena Rei adalah sepupuku, maka dia hanya 1/13 bagian adikku atau sesuatu seperti itu.

 

Waktu itu dia agak tidak puas karena merasa tidak setuju bahwa dia harus menjadi adik hanya karena lahir beberapa waktu setelahku.

 

Ketika aku mengatakannya padanya, Rei pura-pura tidak mengerti.

 

"Itu hal-hal lama yang sudah dilupakan."

 

"Tidak, aku pikir ini baru-baru saja terjadi ..."

 

"Bukan begitu. Itu hanya kejahatan hatimu ... "

 

Rei memerah pipinya dan menatapku dari bawah mata seraya berkata demikian.

"Menggunakan panggilan seperti itu untuk memanggilku juga baru kali kedua kan?"

 

Aku berkata begitu dan menyadari kesalahan ucapanku. Rei juga terlihat "Uhh" saat ini menyadarinya. Sekarang kita tidak sendirian berdua saja.

 

Amane-neesan menatapiku dengan ekspresi putih muka tersenyum-senyum melihat keadaanku tersebut.

 

Sementara Kaho menatapiku dingin dengan tatapan tajam kemudian berkata,

 

"Wah. Jadi Haruto memberikan permainan 'adik' kepada Mikoto-san ya?"

 

"Sama sekali bukan!"

 

"Akhir keputusan sudah dibuat. Akhirnya lebih baik jika kamu tidur bersama-sama Amane-neesan!"

 

Kaho dengan tegas mengatakan itu.

 

Dan dia berbisik kecil, "Aku tidak bisa menghindari Haruto dan Mikoto-san menjadi satu ..."

 

"Iya. Tiga lawan satu. Keputusan mayoritas."

 

Amane-neesan tersenyum dengan bangga.

 

Dengan demikian, kehidupan bersama singkat antara aku, Rei, Kaho, dan Amane-neesan dimulai.

 

Malam itu, sesuai kesepakatan dalam diskusi, aku dan Amane-neesan tidur di sebelah dengan futon yang sama.

 

Sekarang sudah melewati tengah malam, Amane-neesan yang baru pulang dari luar negeri tampak sangat lelah karena ia langsung tertidur nyenyak.

 

Meskipun Amane-neesan terlihat seperti wanita dewasa yang sudah matang sepenuhnya, piyama yang dikenakannya adalah kaos dengan motif beruang yang lucu.

 

Perbedaannya membuat senyum tercipta di wajahku. Namun aku bertanya-tanya apakah ini aman baginya untuk tidur begitu tak berjaga-jaga saat aku ada di sampingnya.

 

Seiring waktu berlalu sebelum kuliah ke luar negeri dulu, kami tidur di ruangan yang terpisah.

 

Sambil berguling-guling di futon sebelahnya, aku memperhatikan wajah tidurnya sambil tersenyum sendiri.

 

Baik ruangan ini maupun ruangan sebelah telah dipadamkan cahayanya agar gelap saat tidur. Namun ada lampu malam tetap menyala sebagai penerangan minim.

 

Amane-neesan berganti posisi dalam tidurnya. Lalu ia mengucapkan kata-kata bahagia dengan suara pelan "Haruto-kun".

 

Aku pun memutuskan untuk tidur. Aku membungkus diriku dengan selimut hingga menutupi kepala dan menutup mataku.

 

Pikiranku melayang pada Rei, Kaho, Amane-neesan serta ayahku sendiri, Kazuya dan juga tentang keluarga jauh kami.

Berpikir tentang banyak hal tersebut membuat mataku tetap terjaga dan pikiranku jernih.

 

Tiba-tiba terdengar suara pergerakan cepat. Mungkin ada orang yang bangun ingin minum air?

 

Namun dugaanku meleset. Ketika aku mengeluarkan wajah dari balik selimut ku melihat bayangan seseorang menutupiku rapat-rapat seperti mengecup kepala ku dari atas.

 

Itu adalah Rei. Dia memakai piyama tipis. Dua kancing piyamanya terbuka hingga bagian dadanya sedikit terbuka dan membuat hatiku berdebar-debar.

 

Ketika aku kaget ingin bangkit dia menempelkan jari telunjuknya di bibir ku.

 

"Jangan berisik"

 

Dengan hati yg bingung karena sentuhan jari telunjuk Rei merusak ketenanganku, aku menatap matanya yg biru.

 

Rei kemudian menjauhkan pandangannya dariku, dan pelukan nya semakin erat padaku.

 

"Apa-apaan ini?"

 

Saat aku mengatakan ini pada Rei, aku merasa tidak nyaman. Amane-neesan dan Kaho mungkin akan bangun.

 

Juga, ketika aku berbaring telentang di kasur, Rei berbaring tengkurap, menempel erat padaku.

 

Rei berada tepat di atasku, dengan kaki yang lentur dan terasa, tekstur lembut dadanya, dan hembusan nafas hangatnya, semuanya terasa begitu nyata.

 

Matanya berair saat Rei berkata, "Aku merindukanmu karena tidak bisa berbicara denganmu."

 

"Eh, tapi kita bersama di rumah kan?"

 

"Tapi ada Sasaki-san juga. Jadi aku merasa kesepian karena tidak bisa menjadi sendirian denganmu."

 

Rei berbisik di telingaku. Ketika dia mengatakannya, memang mungkin benar.

 

Sejak Kaho datang ke rumah ini kemarin, ketika aku bersama Rei, Kaho juga sebagian besar ikut serta.

 

"Jadi itulah sebabnya aku datang."

 

Dengan malu-malu, pipi Rei memerah.

 

Dengan penuh kasih sayang, Rei menatapku.

 

"Baguslah. Setidaknya kamu tahu bahwa Sasaki-san bukan kakak perempuanmu."

 

"Yeah."

 

"Dengan ini, Haruto-kun dan Sasaki-san bisa menjadi sepasang kekasih yang sebenarnya kan?"

 

Dengan cemasnya, Rei menundukkan pandangannya.

Rei mengatakan bahwa dia menyukai diriku. Aku pikir dia khawatir bahwa aku akan menjalin hubungan dengan Kaho.

 

"Mereka menjadi sepasang adalah hal yang wajar menurutku."

 

"Hah?"

 

"Jelas saja Haruto-kun akan memilih Sasaki-san. Kalian adalah teman masa kecil dan saling mengenal satu sama lain selama bertahun-tahun. Dan jika kalian saling mencintai... maka aku tidak bisa masuk dalam hubungan itu."

 

"Apa itu benar ya..."

 

"Itu pasti begitu. Tapi meskipun begitu... Aku tetap menyukaimu Haruto-kun... Aku tidak ingin melepaskanmu kepada Sasaki-san."



"Ah, begitu ya..."

 

Ketika aku ditolak oleh Kaho, aku masih mencintainya. Mungkin Rei juga memiliki perasaan yang sama. Seperti yang dikatakan Rei, tidak ada hambatan bagi aku dan Kaho untuk menjalin hubungan. Dan Kaho juga mengatakan bahwa dia menyukai diriku.

 

Aku pikir itu wajar bagi Rei merasa cemas. Jika aku dan Kaho benar-benar menjadi sepasang kekasih, maka hubungan antara Rei dan aku akan berubah. Mungkin hubungan kami yang tinggal bersama di rumah ini juga akan berubah.

 

"Jadi..."

 

Rei terhenti di situ. Lalu, dia melepaskan jari telunjuknya yang menutup bibirku dan menjilati jari itu dengan lidahnya yang putih dan ramping.

 

Rei tersenyum dengan wajah memerah.

 

"Aku bisa merasakan rasa Haruto-kun."

 

"Rasa ku?"

 

"Yeah. Aku bisa merasakan rasa Haruto-kun yang kusukai."

 

Dengan wajah memerah, Rei berbisik di telingaku sambil menggeli-gelikan telingaku dengan napasnya.

 

Apa niatan Rei selanjutnya? Berada di tempat tidur bersama-sama tengah malam seperti ini. Rei mengenakan piyama tipis dan dadanya terbuka sedikit.

 

Dan Rei datang kemari karena adanya perasaan cemburu terhadap Kaho. Jika begitu, apakah ini adalah upaya dari Rei untuk mendekatiku...?

 

Saat kata "Yobai" muncul dalam pikiranku sendiri, aku menjadi panik.

TLN : Yobai = Segss

 

"Ehmm... Mengapa Rei-san datang kemari...?"

 

"Aku ingin tidur dengan Haruto-kun."

 

Jadi dia datang untuk melakukan hal mesum setelah semua ...! Aku menafsirkan kata "tidur" seperti itu dan sangat terkejut.

 

Rei adalah seorang gadis cantik yang menarik secara seksual tetapi aku belum bisa menyusun perasaanku sendiri ... Aku tidak tahu harus berbuat apa.

 

Tiba-tiba dari bagian piyama Rei dimana kancing terbuka, celah dada nya tersingkap

 

Aku merasakan suhu tubuh ku meningkat. Jika Rei mendekatiku seperti ini...

 

Namun, Rei tidak melakukan apa-apa. Dia hanya masuk ke dalam selimut, lalu merebahkan dirinya di samping ku.

 

Dan dia dengan lembut memegang tanganku. Sambil melihat sampingannya, Rei tersenyum bahagia.

 

"Dengan kamu ada disini, aku bisa tidur nyenyak."

 

"Eh , benarkah kita hanya akan tidur?"

 

"? Tidak mau tidur ?"

 

Aku saling bertatapan mata dengan Rei. Sepertinya Rei bermaksud untuk benar-benar tidur... tiduran sesuai kata katanya. Tidak ada suasana malam bertamu.

 

"Akhirnya ku pikir kamu ..."

 

Aku membuka mulut tapi langsung diam. Tidak mungkin mengatakannya bahwa aku pikir Rei akan menjatuhkanku.

 

Namun tampaknya Rei juga memahami apa yang ingin kukatakan melalui suasana hatiku saat ini. Wajah nya memerah, ia mengalihkan pandangan matanya.

 

"H-harus kubayangkan bahwa Haruto-kun .... melakukan hal mesum?"

 

"M-maaf tapi jika seorang gadis dalam penampilan pakaian malam datang pada tengah malam lalu merebahinya dari atas selimut saat berkata 'tidurlah' maka itulah hal pertama yg ku bayangkan.. Baju pun ..."

 

"Baju?"

 

Setelah aku mengatakan itu, Rei tampak menyadari bahwa kancing bajunya terbuka. Dia panik mencoba menutup kancingnya, tapi karena kebingungan, kancing yang kecil sulit untuk ditutup dengan baik.

 

"Jangan... jangan lihat"

 

"Aku tidak melihat kok"

 

"Kamu pembohong Haruto-kun. Itu mesum! Tapi sebenarnya ini karena aku yang ceroboh..."

"Aku tidak sengaja... "

 

"B-bukan sengaja melepas kancing dan memperlihatkan dadaku! ... Oh, BTW, aku tidak bisa menutupi kancing ini. Jadi... bisakah kamu... menutupinya?"

 

"A-aku yang harus melakukannya?"

 

"T-tidak apa-apa?"

 

Rei mengatakan sesuatu yang tak terduga. Aku spontan bertanya tentang hal yang membuatku penasaran.

 

"Bukankah kamu bisa menutupi kancingnya sendiri?"

 

Meskipun itu adalah kancing kecil dan mungkin sulit ditutup oleh Rei yang sedang cemas dan kurang terampil, aku merasa bahwa dia seharusnya bisa menutupi bajunya sendiri.

 

Rei membusungkan pipinya.

 

"Haruto-kun itu jahat."

 

Ternyata Rei tahu apa maksudku. Mungkin aku harus diam-diam menutupi kancing bajunya.

 

Aku menelan ludah dengan cemas dan mendekatkan tanganku ke bagian depan baju Rei. Karena gelap, aku berusaha untuk tidak langsung melihat bagian dadanya saat menyentuhnya.

 

"Eek! Tangan Haruto-kun..."

 

"M-maaf!"

Tampaknya tanganku secara tidak sengaja menyentuh dadanya Rei. Ketika aku mencoba untuk mundurkan tanganku, Rei memegang tanganku.

 

"I-itu baik-baik saja... Aku yang memintanya daripada."

 

"Tapi..."

 

"Lebih penting lagi, bisakah kamu menutupi tombol bajuku?"

 

Dengan suara manja, Rei memohon padaku.

 

Aku gugup tetapi dengan hati-hati mengulangi tindakan tersebut pada tombol kedua di piyama Rei. Meskipun hanya meletakan tangan di atas baju, tetap saja perhatian ku tertuju pada tonjolan dada nya.

 

Namun, akhir nya aku berhasil menjepit tombol kedua dari piyama Rei. Rei tampak seperti sedang bertahan, dia menggigit bibirnya erat.

 

"Rei-san? Apa kamu baik-baik saja?"

 

"I-ini ... lebih malu dari yang kupikir!"

 

"Ini adalah permintaan Rei sendiri. Apakah kita harus berhenti ?"

 

Meskipun masih ada satu kancing tersisa, jika hanya satu kancing kedua sudah cukup. Dengan ini bagian depan baju Rei sudah cukup tertutup...

 

Namun, Rei membuka matanya dan menggeleng-gelengkan kepala seperti anak-anak nakal.

 

 "Tidak! Sampai akhir Haruto-kun akan melakukan semuanya."

 

"B-begitu ya..."

 

Aku berhasil menutupi kancing pertama di piyama Rei. Setelah merasa lega, kelelahan tiba-tiba melanda.

 

Mengapa aku harus tegang seperti ini...? Rei menatapku dengan malu-malu.

 

"Terima kasih. Aku dimanjakan oleh Haruto-kun."

 

"Aku tidak melakukan apa-apa yang perlu diucapkan terima kasih."

 

"Hei, Haruto-kun. Sepertinya aku... jika itu dengan Haruto-kun..."

 

Rei tergagap-gagap saat mencoba mengatakan sesuatu. Pada saat yang sama, suara desahan "uhh" terdengar dari futon sebelah.

 

"Haruto-kun... kamu lucu."

 

Itu suara Amane-neesan. Aku dan Rei saling memandang dengan kaget. Mungkin percakapan kita membuat Amane-neesan terbangun... Aku segera berbalik ke arah Amane-neesan.

 

Namun, mungkin itu hanya omong kosong dalam tidur karena Amane-neesan berguling dan tetap tidur nyenyak. Sepertinya dia baik-baik saja.

 

Aku merasa lega dan kembali menatap Rei.

 

"Ehmm... Rei-san, apa yang ingin kamu katakan tadi?"

 

"Huh? Oh tidak, tidak ada apa-apa! Lupakan saja."

 

Rei memerah dan berbicara dengan cepat. Apa yang sedang dia bicarakan?

 

"A-aku hanya ingin tidur bersama-sama dengan Haruto-kun sungguh-sungguh karena mungkin bagi Haruto-kun, Amane-san adalah keluarga. Dan aku juga ingin menjadi keluarga Haruto-kun."

 

"Ini adalah rumahmu juga ... Rei-san sudah menjadi keluargaku."

 

Aku berkata dengan suara pelan.

 

Alasanku berbicara pelan adalah karena aku merasa malu, tapi aku tidak bermaksud untuk berbohong.

 

Rei membuka matanya lebar-lebar dan tersenyum bahagia.

 

"Terima kasih."

 

"Jadi mari kita selesaikan masalah keluarga Tomomi antara Rei-san dan rumah asalnya."

 

Rei mengangguk kecil sebagai tanggapannya.

 

Masalah yang tersisa adalah hubungan antara Rei dan keluarga Tomomi di rumah asalnya.

 

Termasuk adik tiri nya , Tomomi Kotone, anggota kelurga inti Tomomi sangat membenci Rei.

 

Jadi mereka mungkin akan mencoba untuk merebut Rei dari rumah ku. Selama hal itu masih ada, Rei tidak akan bisa merasa aman tinggal di sini.

 

Masalah Kaho telah terselesaikan. Sekarang giliran Rei.

 

Ketika aku memegang tangan Rei perlahan-lahan , ia membalas genggamanku erat. Aku dan Rei saling menyentuh tangan kami dalam selimut untuk beberapa waktu.

 

Meskipun baru-baru ini mata ku masih terjaga , ketika aku bergandengan tangan dengan Rei, secara alami aku menjadi tenang dan rasa kantuk mulai menyergap

 

Tapi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

 

Rei harus kembali ke tempat tidurnya sebelum pagi hari atau itu akan menjadi masalah.

 

Bagaimana jika Kaho mendengarnya ...?

 

Rei tersenyum.

 

 "Jangan khawatir. Aku akan bangkit lebih awal dan kembali ke tempat tidurku. Selamat malam, Haruto-kun."

 

Jika begitu, itu baik-baik saja. Tapi, Rei terkadang ceroboh dan apakah dia bisa bangun tepat waktu...?

 

Aku membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi semua kata-kata itu tidak keluar. Rasa kantuk yang kuat menyerang dan merampas kesadaranku.

 

Dengan susah payah aku berhasil mengocehkan kata-kata "Selamat malam. Rei-san..." sebelum kata-kataku terputus.

 

Rei tersenyum kecil dan berbisik, "Selamat malam, Haruto-kun."

 

(POV Rei)

Sambil memandangi wajah tidur Haruto-kun, aku tenggelam dalam kebahagiaan. Haruto-kun tidur dengan nyenyak dan napasnya yang tenang membuat wajahnya terlihat polos dan lucu. Ketika dia bangun, Haruto-kun tampak sangat dewasa dan dapat diandalkan, tapi saat ini dia hanya seorang anak laki-laki berusia enam belas tahun.

 

Aku mengelus pipi Haruto-kun dengan lembut. Meskipun dia seorang anak laki-laki, kulitnya lembut dan halus... Aku ingin menyentuhnya lebih banyak lagi tapi aku harus menahan diri karena akan merepotkan jika dia bangun.

 

Sebagai gantinya, aku berbisik,

 

"Hei, Haruto-kun. Aku telah berbohong."

 

Lebih tepatnya bukan berbohong tapi ada sesuatu yang tidak bisa kukatakan tadi. Sebenarnya aku sengaja membuka kancing piyama karena bukan karena kecerobohan tapi karena alasan lain. Tentu saja tujuanku bukan hanya untuk tidur bersama... Aku bahkan mempertimbangkan kemungkinan diserang oleh Haruto-kun sendiri jika memungkinkan. Aku merasa malu untuk mengatakannya jadi aku pura-pura tidak ada apa-apa ketika dikonfrontasi dengan kata "yobai".

 

Aku adalah gadis yang buruk dan licik. Aku melakukan hal-hal seperti itu untuk mencoba menggoda Haruto-kun agar tidak kalah dengan Sasaki-san. Mungkin itu terlalu nekat atau memalukan bagiku sendiri.

 

Namun ternyata efeknya sangat signifikan. Mata Haruto-kun menatap dadaku tanpa bergeming sedikit pun dan jika saja aku memiliki sedikit lebih banyak keberanian pada saat itu... mungkin saat ini...

Aku membayangkan hal tersebut dan merasa pipiku memanas lagi. Memang benar bahwa aku adalah gadis yang buruk.

 

Tapi pada akhirnya semua yang kukatakan hanyalah bahwa aku datang hanya untuk tidur...

 

Tapi meskipuan begitu, Haruto-kun juga, Tidak perlu langsung tertidur seperti ini. Meski hanya sedikit saja membuat hatiku berdebar-debar. Di satu sisi, aku senang bahwa ia bisa tidur nyenyak percaya padaku.

 

"Apakah boleh kupraktekankan sedikit lebih nakal?"

 

Dengan tegangan dalam diriku, Aku mulai menyentuh tubuh Haruto-kun. Ketika aku menjulur kanangan tangan ku menyentuh papan dada nya, rasanya keras... Itulah benar-benar ciri-ciri laki-laki. Sekilas aku ingat saat Haruto-kun datang menolongku ketika dikeroyok oleh siswa sekolah lain dalam hujan.. Dia tampak sangat keren...

 

Mungkin aku bisa melakukan sesuatu yang lebih romantis sebagai sepasang kekasih.

 

Aku melihat tubuh Haruto-kun dengan baik, melihat telinganya yg indah.

 

Lalu aku mencoba Menggigit daunan telinganya secara manis. Berbeda dari sebelumnya, Kulit nya lembut... Saat membayangkan apa yg akan terjadi jika Haruto-kun bangkit? Rasa tegangan berkaitan dengan rasa bersalah atas sentuhan sembrono tanpa izin meledak dihatiku.

 

Aku melihat bibir Haruto-kun. Sekarang adalah kesempatan sempurna bagiku untuk mencium nya sepenuh nya. Karena setelah ciuman di tengah hujan itu kita belum pernah berciuman lagi!

 

"Apakah ini baik-baik saja? Apakah kamu akan membiarkanku melakukan ini?"

 

Aku memutuskan untuk mencoba mencium Haruto-kun yang sedang tertidur, dan mendekatkan wajahku. Aku berpikir bahwa aku akan senang jika Haruto-kun menciumku saat aku tidur.

 

Namun, saat memikirkan hal itu, aku menyadari bahwa Haruto-kun pasti tidak akan melakukan hal seperti itu. Dia tidak akan mengabaikan kehendakku dan mencuri ciuman dariku. Aku belum menjadi kekasih sejati bagi Haruto-kun, jadi terlebih lagi dia tidak akan melakukannya.

 

Selain itu, aku merasa bahwa ciuman hanya memiliki makna ketika dilakukan saat Haruto-kun bangun dan membuatnya berdebar-debar. Tidak hanya untuk melawan Sasaki-san, tapi juga karena aku ingin melihat reaksinya...

 

Pada akhirnya, aku menahan diri dan memilih untuk hanya mengelus rambut Haruto-kun dengan lembut sebagai kepuasan diri. Rambutnya yang lembut dan licin membuatku ingin terus menyentuhnya.

 

"Suatu hari nanti, hubungan kita akan menjadi seperti di mana hanya aku yang bisa menciummu."

 

Dengan tekad dalam hatiku, aku berbisik seperti itu. Perasaanku menjadi tenang ketika kuucapkan apa yang ada di dalam hatiku, sambil merasa nyaman dengan sentuhan tubuh Haruto-kun, kantuk mulai datang.

 

Aku harus mengatur alarm agar bisa kembali ke tempat tidur sendiri pagi ini... Tapi akhirnya aku tertidur begitu saja.

 

(POV MC)

Seseorang menatapiku dari atas. Tidak mungkin Rei. Dan bukan hanya satu orang tapi dua orang.

 

"Haru-to!"

 

Dengan nada suara yang sangat tidak puas namun indah pada telinga, seseorang membangunkanku dengan menepuk-nepuk tubuhku.

 

Ketika kuangkat kepala untuk melihat siapa itu, Kaho mengepalkan pipinya dengan marah sementara Amane-neesan tampak sedikit terhibur saat melihat kami berdua.

 

Aku panik ingin bangkit dari tempat tidur tapi tidak bisa. Rei menyandarkan pipinya di dada ku dan memeluk tubuh ku erat-erat sehingga membuat ku tak bisa bangkit dari tempat tidur ini.

 

"Haruto-kun..."

 

Rei bergumam dalam bahagia nya, kemudian dia menggosok pipinya yang lembut pada wajah ku.

 

Meskipuan dalam kondisi ini, Rei masih belum terbangunkan. Padahal seharus nya dia harus sudah kembali ke tempat tidurnya sebelum semua orang bangkit...

 

Melihat situasi tersebu, Kaho semakin kesal.

 

 "Pembohong! Melakukan sesuatu tanpa seizin! Dan larangan keluar!"

 

Mungkin baru setelah mendengar suara Kaho tersebut, Rei mulai membuka mata nya sambil menggosok mata yg masih ngantuk. Dia melihat sekeliling dengan wajah bingung.

Dan kemudian  setelah melihat kami bertiga, Rei tiba-tiba memerah.

 

"M-maaf"

 

"T-tidak mungkin... Kita.. kita.. melakukan hal tersebut?"

 

"A-aku tidak melakukan apa-apa!"

 

Rei semakin merona di pipinya dan ia meminta persetujuan dariku dengan ekspresi "Bukan begitu?"

 

Aku pun menganggukkan kepala. Secara keseluruhan, Aku benar-benar tertidur pulas. Aku yakin Rei juga tidak melakukan apa-apa saat aku tidur.

 

Ketika aku bertanya padanya, Rei mengangguk dengan percaya diri.

 

"Ketika Haruto-kun tidur, aku tidak melakukan apapun seperti menyentuh rambutmu, menggigit telinga, atau mengelus dada. Benar-benar tidak ada!"

 

"Pasti kau melakukannya kan!?"

 

Kaho mendekati Rei dan dengan suara lirih ia memaksa Rei untuk mengakuinya.

 

Rei berbisik dengan enggan, "Ya... aku melakukannya."

 

Kaho menatap langit-langit sejenak, lalu kembali menatapku dan menunjukkan jari telunjuknya padaku.

 

Saat aku bingung, Kaho menepuk pelan dahi ku dengan jarinya.

 

Gerakan itu terlihat lucu tapi aku merasa itu hanya akan membuat semuanya semakin buruk jadi aku tidak mengatakan bahwa itu lucu.

 

"Kita telah berjanji bahwa hanya Amane-neesan yang akan tidur di kamar yang sama."

 

Aku dan Rei saling berdampingan dan kami merasa bersalah saat berkata dengan suara pelan, "Maaf."

 

Kaho memikirkannya sejenak kemudian memberikan keputusan tegas.

 

"Aku tidak akan marah atas pelanggaran janji Mikoto-san. Tapi sebagai gantinya, malam ini aku akan tidur di tempat tidur yang sama dengan Haruto!"

 

"Eh?"

 

"Itu baik-baik saja kan? Jika tidak akan menjadi ketidakadilan. Bagaimana pendapatmu Amane-neesan?"

 

"Aku tak masalah sih."

 

Amane-neesan tersenyum bahagia sambil mata nya berbinar-binar. Ini buruk. Dia benar-benar menikmatinya.

 

"Inilah keputusan akhir."

 

Setelah berkata begitu, Kaho tertawa kecil.

 

"Siapkan dirimu Haruto."

 

Apa yang harus kukatakan? Sebelum sempat bertanya balik, Kaho sudah pergi ke wastafel.

Aku tersisa bersama-sama Rei dan kami saling bertatapan.

 

Rei tertawa cekikikan sambil berkata, "Haruto-kun membuat Sasaki s-an marah ya"

 

"Jangan khawatir. Aku akan menjaga mereka dengan baik," kata Amane-neesan ikut campur dalam percakapan kami.

 

"Faktanya kemarin malam juga, aku tetap terjaga "

 

"Eh, apakah maksudmu ...?"

 

"Aku melihat semua hal mesra antara Haruto-kun dan Mikoto-san. Sepertinya Mikoto-san sangat manja ya"

 

Rei terlihat bingung atau malu karena situasi tersebut , matanya berputar-putar .

 

Aku pun merasakan pipiku memanas. Jika dia mendengarkan percakapan kita saat kami sedang melepas tombol bajuku... itu sangat memalukan.

 

Ternyata kita bukanlah sendirian. Hal ini cukup merepotkan.

 

Ada sesuatu yang harus kukatakan pada Rei tapi sepertinya sulit untuk menjadi sendiri dengannya beberapa waktu lagi. Akhirnya kuutarakan apa yg ingin kukatakan di hadapan Amane-neesan

 

"Rei-san, Apakah kamu masih ingat janji kita sebelumnya ? "

 

"Janji sebelumnya? "

 

"Kita berbicara tentang pergi ke akuarium,"

 

Rei mengucapkan "Ah" dan tersenyum manis. Kami seharusnya pergi berkencan di akuarium sebagai pasangan palsu.

 

Ketika kami mencoba pergi setelah sekolah beberapa waktu yang lalu, adik Rei, Kotone, muncul dan membuat kami tidak bisa pergi. Hari ini adalah hari libur warga di kota Hazuki tempat kami tinggal, jadi tidak ada sekolah. Jadi ini kesempatan yang bagus.

 

"Meskipun kita tidak perlu berpura-pura menjadi pasangan lagi, tapi kita harus tetap memenuhi janji untuk pergi ke sana. Apa kita akan pergi hari ini?"

 

Rei menyinari mata birunya dan menatapku dengan penuh harapan.

 

"Terima kasih. Aku senang Haruto-kun mengajakku berkencan!"

 

 

Ketika keluar dari apartemen, langit musim dingin cerah tanpa awan.

 

"Cuaca bagus,"

 

Rei mengucapkan dengan senang hati sambil meregangkan tubuhnya.

 

Setelah berganti pakaian menjadi pakaian santai untuk keluar, Rei mengenakan sweater turtle neck putih dengan rok plisket yang cocok dengannya.

 

Apakah dia sadar akan pandanganku? Rei memerahkan pipinya.

 

"H-Haruto-kun... Kamu tadi melihat dadaku dengan mata mesum kan?"

 

"Aku tidak melihat."

"Sungguh?"

 

Rei ragu sejenak kemudian meregangkan tubuhnya secara berlebihan sekali lagi dengan sengaja.

 

Tanpa sadar aku merah padam. Saat dia mengenakan turtle neck seperti itu, tak terhindarkan bahwa lekuk payudara lembut Rei terlihat jelas.

 

Jika dia menyilangkan tangannya di belakang punggungnya dan memalingkan badannya sedikit lebih jauh, garis tubuhnya semakin terlihat.

 

"Pembohong,"

 

Rei san berkata ringan , matanya bersinar cerdik. Lalu, dia mendekatiku secara pelan lalu membisikkan sesuatu di telingaku.

 

"Tidak usah malu dan berbohong."

 

"Ehm.. Aku pikir kamu tidak suka kalau dilihat orang lain dengan pandangan aneh..."

 

"Tidak masalah jika orang lain melihat seperti itu. Tapi jika itu Haruto-kun, aku benar-benar baik-baik saja. Sedikit malu sih..."

 

"Lihatlah. Seperti yang kukatakan, ternyata Rei-san juga merasa malu ya"

 

"Tapi ketika Haruto-kun menyadari aku sebagai seorang gadis, aku merasa senang. Jadi kamu bisa bilang bahwa kamu melihat dadaku dengan jujur?"

 

Rei menatap ku dari bawah matanya.

Saat dia menatap ku seperti itu dg tatapan polos nya , rasanya bersalah jika berbohong.

 

Akhirnya ku akui "Maaf. Aku melihat nya."

 

Rei berkata "Ya begitu ya " lalu tersenyum manis.

 

"Nanti saat kita keluar lagi, aku akan mengenakan sesuatu yg lebih mencolok."

 

"Tidak usah kok. Aku suka penampilanmu seperti hari ini. Aku tak ingin orang lain melihat penampilan seksi Rei-san... Dan selain itu sudah cukup imut kok."



"Lucu? Benarkah? "

 

"nggak mungkin bohong."

 

Jika ditanyakan kepada sepuluh orang, mereka semua akan mengatakan bahwa Rei saat ini adalah seorang gadis cantik yang menawan.

 

Awalnya, Rei sudah terkenal sebagai wanita cantik yang dijuluki dewi di sekolah.

 

Selain itu, hari ini dia tampak sangat bersemangat memilih pakaian dan peduli dengan penampilannya.

 

"Karena Haruto-kun mengajakku kencan."

 

Rei berkata dengan pipinya memerah malu. Rei sangat senang berkencan denganku dan dia sangat berharga bagiku.

 

Jadi aku juga harus memenuhi harapannya.

 

"Ayo pergi."

 

"Ya."

 

Rei menganggukkan kepalanya dengan semangat dan kemudian berbisik di telingaku, "Aku akan mengenakan pakaian yang mencolok saat kita sendirian bersama Haruto-kun, oke?" Aku pasti merona saat itu, sementara Rei tersenyum gugup tapi lucu.

 

Bagaimanapun juga, kali ini kita pasti bisa pergi ke akuarium yang kita tuju.

 

Kaho awalnya kesal karena "Mikoto-san curang," tapi akhirnya dia menerima karena itu adalah janji sebelumnya.

 

Amane-neesan berkata sambil tersenyum jahil, "Berusahalah semaksimal mungkin," dan bahkan secara aktif mencoba untuk membuat kami pergi bersama-sama.

 

Ketika aku hendak turun tangga apartemen, Rei menahanku.

 

"Tunggu."

 

"Apa yang salah? Rei-san?"

 

"Itu... Aku ingin kamu memegang tanganku."

 

"Sekarang?"

 

"Tidak apa-apa?"

 

"Bukan masalah sih, tapi masih lama sampai kita sampai di akuarium..."

 

"Aku tidak bisa menahan diri. Jadi aku ingin selalu bergandengan tangan dengamu."

 

Dengan kata-kata itu, Rei meraih tanganku seperti sedang manja dan jemarinya saling terjalin.

 

Hangatnya tubuh Rei langsung terasa melalui tangan. Apakah kami akan pergi ke stasiun dengan begitu?

 

Sedikit memalukan sih tapi jika itu membuat Rei puas maka tidak masalah sama sekali. Selain itu bagi diriku sendiri pun hal seperti ini membuatku bahagia bisa dimanja oleh Rei.

Aku mengangguk setuju dan begitu juga dengan reaksi anggukan dari Rei. Lalu kami berdua turun tangga bersama-sama. Mulai sekarang kami akan pergi ke kota tetangga bersama-sama sebagai sepasang kekasih.

 

"Sungguh-sungguh menyenangkan,"

 

Perasaanku pun sama persis dengannya. Ketika kami turun ke lantai dasar ada sosok orang di sana.

 

Pada awalnya kukira dia adalah penghuni lantai bawah saja jadi aku lewat saja tanpa pikir panjang.  Tapi setelah melihat lebih dekat ternyata dia adalah seorang gadis yang mengenakan mantel.

 

Di bawah mantel tersebut ia mengenakan blazer warna hijau.  Seragam tersebut adalah seragam sekolah menengah putri dari sekolah menengah putri di seberang sungai.

 

Aku dan Rei berhenti dan membeku. Gadis itu menyisir rambut hitamnya yang indah dan menatap kami.

 

"Kalian terlihat dekat. Meskipun aku sudah memperingatkannya, apakah kakakku masih memiliki perasaan untuk orang ini?"

 

Dengan wajah yang mirip dengan Rei, gadis itu tersenyum aneh dengan ekspresi yang menarik perhatian semua orang.

 

Itu adalah ekspresi yang menarik hati siapa pun. Namun, dalam mata hitam besar itu, meskipun samar-samar, ada kebencian terhadap kita.

 

Gadis itu adalah saudara tiri Rei, Tomomi Kotone.

 

Tomomi Kotone adalah seorang gadis cantik bergaya Jepang asli dengan rambut panjang dan berkilauan yang diikat rapi seperti seorang putri. Matanya yang hitam bersinar dengan kecerahan aneh.

 

Sementara Rei adalah seorang kuartet setengah Amerika dari ibunya yang berdarah campuran Amerika-Jepang, ibu Tomomi berasal dari keluarga terpandang di kota tetangga.

 

Tomomi-san tersenyum nakal sambil memasukkan tangannya ke dalam saku blazer hijau.

 

"Aku sebenarnya bermaksud mengancam kakakku. Apakah kalian tidak takut?"

 

Rei gemetar sedikit dan meraih lengan bajuku erat-erat. Aku melangkah maju untuk melindungi Rei.

"Kamu ingin apa?"

 

"Aku membenci kakakku. Kau tahu kan?"

 

"Maka dari itu, kau mencoba mengusir Rei-san dari rumah dan mengirimnya ke asrama wanita di Tokyo?"

 

"Kamu memanggilnya 'Rei', ya? Seperti sepasang kekasih. Aku tidak peduli apakah kakak tinggal di rumah atau di Tokyo."

 

"Lalu, mengapa..."

 

"Hanya saja aku tidak bisa mentolerir melihat kakak bahagia. Pada saat itu juga dia harus hancur oleh mainan nakal."

 

"Pada saat itu? "

Beberapa waktu setelah Rei datang ke rumah kami dulu, hal seperti itu terjadi. Sejumlah murid laki-laki dari sekolah lain menculik Rei ketika dia pulang sekolah dan mencoba melakukan kekerasan padanya.

 

Kejadian tersebut hanya berlangsung sesaat sebelum aku lewatinya dan berhasil menyelamatkannya.

 

Aku bahkan tidak ingin membayangkan apa yang akan terjadi jika aku tidak ada di sana untuk membantu.

 

"Itulah adegan yang ku atur," kata Tomomi-san tanpa suara saat dia menatap mataku.

 

Gadis SMP ini mencoba membuat saudari tirinya diserbu oleh para lelaki. Terkejut dengan fakta tersebut, aku tidak bisa memikirkan kata-kata untuk mengecamnya.

 

Tomomi tersenyum senang.

 

"Mungkin kali ini kita bisa merusakmu juga bersama-sama? Aku yakin kakakmu lebih takut melihatmu menderita daripada dirinya sendiri kan? Oh ya, jika kamu menontonnya secara langsung ketika dia menerima perlakukan memalukan hingga menjerit-jerit di depanmu akan lebih baik."

 

Alasan mengapa Rei tiba-tiba ingin pergi ke asrama wanita Tokyo setelah bertemu Tomomi akhir-akhir ini akhirnya menjadi jelas.

 

Dia telah menerima ancaman langsung seperti ini. Setelah mendapatkan kembali ketenangan diriku sendiri, dengan nada bicara serendah mungkin, aku berkata,

 

"Apa yang sedang kamu rencanakan adalah tindakan kriminal."

"Jadi? Apa maksudmu dengan itu? Kamu tidak tahu seberapa besar kekuatan Keluarga Tomomi di kota ini, kan? Bahkan Walikota dan Kepala Kepolisian berasal dari kelompok Tomomi, tahu kan? Jika kita melakukannya tanpa meninggalkan bukti, mereka tidak akan bisa menyelidiki terlalu dalam. Selain kekerasan langsung, ada banyak cara untuk menekan kalian."

 

"Itu bukan masalahnya. Apakah kamu benar-benar tidak merasa apa-apa tentang melukai kakakmu?"

 

"Karena kakak dan ibu kakakku, ayahku meninggal dan ibuku menjadi gila. Jadi apa yang aku coba lakukan adalah balas dendam yang sah."

 

"Itu tidak masuk akal."

 

"Kalau begitu, kembalikan ayah dan ibuku padaku!"

 

Tomomi mengeluarkan suara kasarnya yang pertama kali.

 

Dia menghilangkan senyumnya yang biasanya ada dan menatapku dengan tajam.

 

"Andaikan Haruto-senpai memilih Sasaki-san sebagai pasangan daripada kakak perempuanku, maka dia bisa membuang kakaknya."

 

"Apakah kamu tahu tentang Kaho?"

 

"Aku tahu segalanya berbeda dengan Haruto-senpai. Aku tahu bahwa mereka berdua saling mencintai tanpa ada masalah meskipun dulu ada keraguan antara Sasaki-san dan Haruto-senpai."

 

"Dari siapa kamu mendengarnya?"

 

"Hal seperti itu tidak penting. Lebih penting lagi, katakanlah kepadaku bahwa kamu akan mengusir kakak perempuanku dari rumah ini. Jika kamu melakukannya, aku tidak akan menyentuhmu sama sekali."

 

"Aku menolak."

 

Aku berkata tanpa ragu.

 

Tidak mungkin saat ini mengusir Rei. Rei sudah menjadi penghuni rumahku dan keluargaku sendiri. Tomomi-san menyipitkan matanya dan menatapku dengan tatapan dingin yang kosong.

 

Aku membalikkan pandanganku ke Rei. Rei memiliki air mata di matanya saat dia menatapiku.

 

"Apa yang ingin Rei-san lakukan?"

 

"Aku... ingin bersama dengan Haruto-kun. Tapi jika aku bersamamu, aku khawatir akan membawa masalah kepadamu..."

Aku memotong perkataan Rei.

 

"Itu adalah janji untuk tidak mengatakannya. Lakukan apa yang kamu inginkan, Rei-san."

 

"Aku ingin melakukannya sesuai keinginanku..."

 

Rei berbisik pelan dan membandingkan antara diriku dan Tomomi. Lalu, dalam mata birunya, terpancarlah cahaya tekad yang kuat.

 

"Aku... tidak takut dengan ancaman Kotone. Karena Haruto-kun akan melindungiku!"

 

Aku menganggukkan kepala setuju dan Rei memberikan ciuman ringan di pipiku. Sensasi lembut dari bibirnya membuat hatiku merasa nyaman.

 

Tomomi-san menatap kami dengan ekspresi tidak puas sebelum tiba-tiba berbalik dan pergi turun bukit. Kami saling bertatapan.

 

Melihat ekspresi khawatir di wajah Rei saat dia menatapku dari bawah pandangan matanya, aku tersenyum sebagai balasan.

"Tenanglah. Meskipun Keluarga Tomomi memiliki kekuatan, mereka tidak akan bisa menutup-nutupi sesuatu yang akan melibatkan polisi."

 

"Aku harap begitu..."

 

"Aku akan melindungi Rei-san."

 

"Eh, Haruto-kun. Jadi, mari kita janji dengan mengaitkan jari kita."

 

"Janji dengan mengaitkan jari...?"

 

"Aku ingin kamu berjanji untuk melindungiku dari Keluarga Tomomi selamanya."

 

Rei memerahkan pipinya dan menatapku dengan harapan.

 

Aku perlahan-lahan menggenggam tangan kanan Rei Lalu, aku mengaitkan jari kelingkingnya yang kecil dan putih dengan jari tanganku sendiri.

 

Rei tersipu malu.

 

"Jari Haruto-kun besar ya..."

 

"B-Benarkah?"

"Yeah... Janji kelingking. Kalau kamu berbohong, aku akan membuatmu minum seribu jarum!"

 

"Wah, seribu jarum itu menakutkan."

 

"Itu hanya sebuah mantra, kan? Aku tidak akan benar-benar membuatmu minum seribu jarum."

 

"Well, memang begitu sih. Tapi meski tahu itu hanya mantra yang menciptakan keributan, rasanya aneh juga ya."

 

"Mungkin iya. Tapi jika itu janji untuk benar-benar minum seribu jarum pun tidak apa-apa. Aku yakin Haruto-kun pasti akan menjaga janjinya."

 

Sambil tetap menjalin jemari kelingking kami bersama-sama, Rei tersenyum ceria dan berbisik pelan.

 

"Dengan Haruto-kun di sini, pasti semuanya baik-baik saja."


BAB SEBELUMNYA=DAFTAR ISI=BAB SELANJUTNYA

Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !