Bab 10
Aku Tak Percaya Pada Mitos
Andai
saja hujan deras turun yang seperti akhir
dunia itu pasti lebih baik. Itulah harapan samar yang kubawa pada hari Senin
itu. Hari di Maina acara olahraga menyambut siswa baru diadakan.
Entah
itu sebuah keberuntungan atau malah sebaliknya, langit kota Yokohama pada hari
itu terbentang cerah, seolah-olah ingin menyegarkan hati semua orang.
“Yah,
untungnya cerah ya. Hari ini cuacanya sempurna untuk berolahraga.”
Setelah
upacara pembukaan di bagian sekolah menengah atas berjalan tanpa masalah, di
sudut lapangan yang sudah dipenuhi berbagai kelas yang terlibat dalam lomba,
Higuchi yang berdiri di sampingku dengan wajah cerah berkata sambil menatap
langit.
“......Benar
juga. Untunglah hari ini cerah.”
“Ya
ya, tidak usah berpura-pura. Sungguh, Souta enggan mengikuti acara seperti ini?
Padahal dia lebih antusias dari siapapun saat masih SD, bukan?”
“Tentu
saja. Untuk apa orang sepertiku yang lebih suka ‘bayangan’ harus ikut serta
dalam acara ‘cahaya’ seperti kompetisi olahraga antar kelas ini? Biarkan saja
mereka yang ingin melakukannya.”
Di
bawah bayangan pohon, aku menggerutu dan Higuchi hanya bisa mengangkat bahunya.
Di
antara banyak acara yang diadakan oleh Sekolah Swasta Minami, festival olahraga
di musim semi dan Marathon di musim dingin adalah dua event yang paling tidak
aku sukai.
Kalau
saja ini bukan acara sekolah yang resmi, pasti aku sudah bolos. Ini benar-benar
satu budaya yang ingin aku hilangkan, sungguh.
“Souta,
kamu kan tidak buruk juga dalam olahraga. Kamu bahkan sempat belajar karate.
Apa yang membuatmu sebegitu tidak sukanya?”
“Kamu
tidak mengerti, Higuchi. Di dunia ini, ‘bisa melakukan’ dan ‘ingin melakukan’
itu jarang sekali bersatu. Meskipun aku punya kemampuan olahraga, aku lebih
suka menonton film di rumah daripada berlarian di luar.”
“Kamu
lagi-lagi dengan alasan anehmu itu... Eh, lihat Souta. Giliran tim kita
selanjutnya.”
“Siap.
Bangku sisi kanan serahkan padaku.”
“Souta
adalah pemain tengah! Berhenti ngomong yang aneh-aneh dan ayo kita pergi!”
“Hei,
lepaskan aku!”
Namun
sayangnya, sebanyak apapun aku mengeluh, kompetisi tetap berjalan tanpa
mempedulikan keluhanku.
Pertandingan
pertama untuk anak laki-laki adalah sepak bola antar kelas, menggunakan
setengah dari lapangan.
“Tim
B laki-laki kelas empat, kita pasti menang!”
“Hoooraa!”
Kapten
dari kelas kami berteriak dan semua anggota tim (kecuali aku) menyahut dengan
sorak-sorai.
Aku
tidak suka suasana seperti ini. Ini mirip dengan nuansa yang aku rasakan dari
pelayan di toko ramen yang menambahkan kata ‘energik’ di depan ‘sedang buka’.
Seandainya
saja aku membuat teruteru bozu terbalik semalam...
◆ ✧ ₊ ✦ ₊ ✧ ◆
Setelah
sepak bola, aku kemudian dipaksa berpartisipasi dalam berbagai cabang olahraga
lainnya seperti basket dan tarik tambang, hingga akhirnya aku benar-benar lelah
ketika upacara penutupan tiba.
Memang
benar, mungkin aku tidak terlalu buruk dalam hal koordinasi gerak tubuh. Tapi, lain
cerita kalau itu parameter stamina dan kekuatan fisik. Karena aku kurang
berolahraga setiap hari, bar HP ku sudah hampir habis.
“Besok
pasti akan sakit semua ini… aku pasti akan kena DOMS (Delayed Onset Muscle
Soreness)…” gumamku.
Setelah
berganti dari seragam olahraga ke seragam sekolah, aku cepat-cepat meninggalkan
kelas.
Karena
acara olahraga SMA berakhir di tengah hari, siswa bebas menghabiskan waktu
mereka sesudahnya.
Di
kelasku, ada rencana untuk pergi merayakan bersama-sama, tapi tentu saja aku
tidak akan ikut. Aku tidak suka suasana seperti itu, dan aku tidak ingat ada
yang mengundangku juga.
Higuchi
mungkin akan menggelengkan kepalanya, tapi aku tidak khawatir jika aku tidak
hadir.
Lagipula,
aku memiliki rencana lain sore ini... dengan ‘dia’.
“Ah,
selamat ya, Souta-kun.”
“Ya.”
Di
dekat stasiun terdekat sekolah, aku bertemu Mizushima di jalan pintas yang
biasa kami lewati.
Bukan
karena Mizushima mengejutkanku, tapi hari ini aku yang menentukan tempat ini
sebagai titik temu.
“Wah,
Souta-kun, kamu kelihatan lelah sekali. Apa festival olahraganya berat?”
“Aku
hanya memikirkan ‘ingin pulang’.”
“Ahaha,
apa itu? Ini pertama kalinya aku ikut karena aku dari luar sekolah, tapi cukup
menyenangkan lho?”
“......Pasti.”
Hari
ini, sementara para laki-laki bertanding di lapangan, para perempuan bertanding
di gedung olahraga.
Meskipun
aku sangat bersemangat dalam pertandingan sepak bola pertama, tim B kelas 4
kami tersingkir dengan mudah. Karena itu, Higuchi mengajakku, yang punya waktu
luang, untuk menonton pertandingan perempuan.
“Tentu
saja menyenangkan jika kamu menang terus menerus.”
“Wow.
Souta-kun, kamu menonton pertandinganku?”
Tim
kelas akselerasi A yang dipimpin Mizushima memang menang terus dalam
pertandingan voli yang diadakan di gedung olahraga.
Meskipun
ada tim yang memiliki anggota dari kelas dua dan bahkan dari klub voli,
Mizushima dengan keahlian fisiknya yang luar biasa berhasil mengalahkan mereka
semua.
“Kalah
di final memang menyebalkan. Aku sebenarnya ingin menang.”
“Tidak
juga. Lawan di final itu lebih dari setengahnya dari klub voli, dan mereka juga
punya seniornya yang merupakan ace, kan? Sudah hebat sekali kamu bisa
bertanding dengan mereka.”
Ternyata,
Ena-chan yang berada di tim yang berbeda dengan Mizushima, juga tersingkir di
pertandingan pertama sepertiku. Ketika kami datang ke ruang olahraga, dia sudah
bersemangat mendukung tim Mizushima.
Meskipun
melihat aksi lincah Mizushima cukup mengesankan, bagiku melihat Ena-chan yang
entah kenapa harus memegang pompom pemandu sorak dan dengan semangatnya
berteriak “semangat, semangat” adalah pemandangan yang menyenangkan.
Itu
terlalu menggemaskan. Dengan dukungan seperti itu, aku bisa berusaha keras
sebanyak mungkin, sungguh. Baik itu sepak bola atau basket, aku akan
mengalahkan semuanya. Aku bisa melakukannya.
Saat
aku tersenyum mengingat itu, Mizushima mendekat dan berkata “tapi”.
“Festival
olahraga memang menyenangkan tapi, sebenarnya yang dinanti-nantikan adalah
sekarang. Saat inj adalah yang utama.”
“......Ya,
benar.”
“Fufu,
aku tidak sabar. Ayo, Souta-kun, cepatlah.”
“Ah,
aku mengerti jadi jangan menarikku. Aku tidak akan lari keMaina-Maina... hari
ini.”
Ya.
Hari ini aku akan sepenuhnya berkomitmen pada ‘pertandingan’, eh, kencan dengan
Mizushima.
Orang
mungkin bertanya-tanya apa yang terjadi, tapi bukan berarti aku benar-benar
ingin menikmati kencan dengan Mizushima.
Hanya
saja, jika biasanya aku ikut dengan enggan atau hanya melakukan hal-hal minimal
sebagai pacar, hari ini aku memutuskan untuk sepenuhnya berperilaku sebagai
‘pacar’ Mizushima.
Karena
aku baru saja membuat hutang besar padanya belum lama ini.
Jika Mizushima tidak melindungiku semalam, mungkin aku
sudah terluka parah oleh pria stalker itu. Setidaknya, aku berhutang budi
padanya yang tidak bisa terbayar hanya dengan mentraktir makan sekali.
Bahkan jika lawannya adalah rival cinta, aku pikir
tidak adil untuk terus ‘bertanding’ tanpa membalas budi.
Aku tidak ingin menjadi orang yang begitu tidak tahu
berterima kasih dan memprioritaskan kemenangan.
Itulah sebabnya hari ini bukan ‘pertandingan’ kencan.
Ini adalah kencan untuk membalas budi kepada
Mizushima, semacam penghormatan atas jasanya.
“Ngomong-ngomong......eh, Souta-kun. Aku belum
mendengar lho?”
“Hmm? A-Apa Itu?”
“Ah. Hei, jangan pura-pura tidak tahu. Kamu yang
bilang ‘Aku akan benar-benar menjadi pacar sehari penuh’, kan? Jadi, ayo ayo.”
“Tunggu, hatiku masih belum siap... tidak bisa nanti
setelah kita sampai di sana?”
“Tidak bisa. Kamu harus bilang sekarang, di sini.”
“Ugh... baiklah! Aku akan mengatakannya! Itu yang kamu
mau, kan!”
Sambil merasakan wajahku meMainas, aku berbalik
menghadap Mizushima.
Di depan mata, Mizushima menatapku dengan mata
berbinar penuh harapan. Saat aku memandangnya dari depan seperti ini, dia
memang benar-benar cantik.
“Suuu...haaa...”
Setelah bernapas dalam-dalam untuk sedikit
konsentrasi, aku akhirnya mengeratkan tekad dan bergumam.
“Ha... hari ini, mari kita bersenang-senang──Shizuno.”
Gwaaaah! Terlalu malu!
Memang, aku telah berjanji untuk menghabiskan hari ini
sepenuhnya sebagai pacar untuk membalas budi!
Tapi tetap saja, memanggil namanya langsung itu sulit,
Mizushima-san!
“Ya, ya... mari kita buat banyak kenangan, ya... Souta-kun?”
Hei, berhenti! Kenapa kamu malah memperlihatkan wajah
malu yang serius seperti itu!
Jangan malu setelah kau memintaku menggunakan nama
pendekmu! Itu malah membuatku semakin malu!
“Uh, eh... mari kita pergi ya?”
“O-oke...”
Dari luar, bagaiMaina orang melihat kami sekarang ini,
ya?
Jika dilihat seperti pasangan baru yang belum terbiasa
memanggil nama masing-masing, itu pasti sangat menjengkelkan.
Kami berdua, dengan wajah memerah, bergegas menuju
stasiun.
◆ ✧ ₊ ✦ ₊ ✧ ◆
Kami yang naik kereta dari stasiun terdekat sekolah,
akhirnya sampai di kawasan Minato Mirai, tempat apartemen Mizushima juga
berada.
Tujuan hari ini adalah taman hiburan ‘Yokohama Cosmo
World’ yang terletak di area komersial pelabuhan.
“Wow, kalau dilihat dari dekat ternyata benar-benar
besar ya.”
“Ya, memang, ini semacam simbol daerah sekitar sini.”
Mizushima mengungkapkan kekaguman sambil menatap Ferris
Wheel raksasa yang tingginya lebih dari 110 meter.
Taman hiburan yang terbentang di atas kanal area
pelabuhan ini merupakan salah satu tempat wisata utama di distrik Minato Mirai.
Tempat ini juga sering aku kunjungi bersama keluarga saat aku masih anak-anak.
Inilah panggung ‘kencan balas budi’ hari ini.
“Aku sebenarnya belum pernah kesini untuk
bersenang-senang sendiri. Aku sering datang kesini untuk syuting.”
“Sungguh? Aku pikir semua anak yang tinggal di sekitar
sini pasti sudah pernah ke sini setidaknya sekali.”
“Yah, keluargaku dulu selalu sibuk, jadi aku hanya
bisa melihat dari jendela rumah.”
Mizushima mengatakan itu, terlihat sedikit sedih, tapi
kemudian dia langsung tersenyum lebar.
“Jadi aku sangat menikmati hari ini. Ayo kita nikmati
semua wahana dengan semangat, Souta-kun?”
“Siap. Kalau begitu, aku akan menemanimu sepenuh
hati.”
“Hmm. Bukan ‘Kamu’, panggil aku dengan namaku.”
“Uh... baiklah, aku akan menemanimu sepenuh hati...
Shizuno.”
“Hehe, bagus.”
Mizushima tampak sedikit tidak puas dengan pipinya
yang mengembang, tapi segera tersenyum lebar dengan tulus setelah aku memanggil
namanya.
Dia ini merepotkan. ...Tidak, dia memang selalu
merepotkan.
“Jadi, mau mulai dari Maina? Hari kerja jadi pasti
sepi, kita bisa mulai dari Maina saja.”
“Hmm, biar aku pikirkan dulu...”
Saat Mizushima merenung dengan tangannya di dagu,
tiba-tiba terdengar teriakan “Kyaa!” dari wahana terdekat, diikuti suara
percikan air ‘Bashan’.
Itu pasti ‘Diving Coaster’, salah satu wahana unggulan
taman hiburan ini.
Roller coaster yang mengasyikkan ini menempuh jalur
tiga dimensi dan pada akhirnya menyelam ke dalam terowongan yang terbuka tepat
di tengah kolam di bawah rel.
“Souta-kun, itu. Ayo kita naik itu.”
“Baiklah. Tapi ingat, di akhir itu nanti kita akan
kecipratan air, ya.”
“Oh, benarkah? Aku hanya pakai satu lapis baju, kalau
basah nanti jadi tembus pandang, kan?”
“Kalau kamu pakai tas atau sesuatu untuk melindungi,
seharusnya tidak terlalu parah.”
“Baiklah, akan aku lakukan. Oh, ngomong-ngomong, hari
ini aku pakai warna biru muda.”
“Tidak perlu memberitahuku hal seperti itu!”
“Aww.”
Aku dengan ringan menepuk kepalanya, dan Mizushima
tertawa sambil berkata, “Kamu jahat, Souta-kun,” meskipun dia terlihat senang.
“Lihat Souta-kun, aku ingin naik itu selanjutnya.”
“Apa itu bangunan? Ayo masuk dan lihat, Souta-kun.”
“Wahana tadi itu luar biasa. Ayo naik lagi,
Souta-kun.”
Setelah itu, aku mengikuti Mizushima berkeliling taman
hiburan sesuka hatinya.
Dari roller coaster dan free fall yang menegangkan,
sampai rumah hantu dan wahana horor lainnya.
Apa pun yang kami lakukan, Mizushima selalu
bersemangat seperti anak kecil, membuatku merasa lebih seperti paman yang
menjaga keponakan daripada pacar.
Meskipun aku yang mengatakannya, tapi apakah ini
baik-baik saja untuk Mizushima? Yah, selama dia menikmatinya, itu sudah cukup.
Dan akhirnya, saat matahari mulai terbenam di langit
barat dan kami mulai lelah bermain, tiba waktunya untuk pulang.
“Nee, Souta-kun. Ada satu tempat lagi yang ingin aku
kunjungi sebelum kita pulang.”
“Aku sudah bisa menebak... tapi baiklah, katakan
saja.”
“Hehe, aku yakin kamu sudah tahu.”
Kata Mizushima sambil menunjuk ke arah Ferris Wheel
raksasa yang pertama kali menyambut kami saat kami tiba di lokasi.
Meskipun itu adalah wahana utama taman hiburan dan
belum pernah Mizushima menyebutkan tentang naik Ferris Wheel sebelumnya, aku
sudah sedikit menduga itu.
Nah, kalau bicara tentang penutup kencan di taman
hiburan, pasti itu ya.
Berdua di Ferris Wheel saat senja, situasi yang sangat
cocok untuk pasangan kekasih, sungguh membuatku merasa malu.
Namun, hari ini aku telah memutuskan untuk sepenuhnya
berperilaku sebagai ‘pacar’ Mizushima. Jika itu yang dia inginkan, maka aku
akan menemaninya sebagai cara ‘membalas budi’.
“Baiklah. Ayo naik Ferris Wheel itu.”
“......! Hehe, berhasil.”
Mizushima tersenyum paling bahagia hari ini saat kami
berdua menuju kaki Ferris Wheel.
Di antrean tempat masuk Ferris Wheel, ada beberapa
pasangan yang tampak seperti sedang berkencan, tertawa bahagia satu sama lain.
Mungkin orang yang tidak tahu apa-apa akan melihat
kami juga seperti itu.
“──Terima kasih sudah menunggu~. Pasangan berikutnya,
silakan masuk~.”
Akhirnya giliran kami tiba, dan kami mengikuti
petunjuk dari staff wanita untuk masuk ke gondola.
“Lihat, Souta-kun. Gondola ini, atap dan lantainya
transparan lho.”
Sesuai dengan yang dikatakan Mizushima, gondola yang
kami naiki berbeda dengan yang lain, seluruhnya transparan. Dari sekitar enam
puluh gondola yang ada, ini adalah salah satu dari empat gondola khusus yang
tersedia.
“Aku ingat pernah mendengar soal ini. Ada mitos di Ferris
Wheel Cosmo World, kalau pasangan yang naik bersama akan dijanjikan cinta
seumur hidup di ‘Gondola Keberuntungan’. Mungkin ini yang dimaksud?”
“Entahlah. Aku juga pernah mendengar itu, tapi pada
akhirnya hanya mitos. Kalau ada empat pasangan yang hampir putus lalu naik
bersama dan kembali dalam keadaan mesra, mungkin aku akan percaya.”
“Apa itu? Souta-kun selalu berkata hal yang tidak
romantis~.”
Mizushima tertawa kecil dengan ekspresi kecewa
sementara aku mengamati kota pelabuhan yang semakin jauh di bawah.
(“Gondola Keberuntungan”, huh...)
Jika saja.
Jika saja aku bisa naik gondola ini dengan Ena-chan.
Mungkin aku dan Ena-chan masih bisa menjadi pasangan
yang akrab hingga sekarang.
Diterangi oleh langit senja Minato Mirai yang meredup,
aku terjebak dalam pemikiran ‘jika saja’ yang tidak mungkin itu.
Jika benar-benar dijanjikan cinta seumur hidup,
mungkin Ena-chan tidak akan tergoda oleh Mizushima?
...Tidak, tidak penting. Jika Ena-chan sudah
kehilangan perasaannya padaku, dia pasti akan meninggalkanku cepat atau lambat.
Bahkan jika dia tidak berpaling kepada orang lain
dengan cara yang paling buruk, hati Ena-chan pasti akan menjauh.
Itu adalah masalah perasaan manusia yang tidak bisa
diubah hanya dengan mitos.
“......Souta-kun, apa yang kamu pikirkan sekarang?”
Mizushima bertanya dengan pandangan ke atas sambil aku
masih diam dan memandang pemandangan.
“Tidak apa-apa. Hanya hal yang tidak penting.”
“Kamu benar-benar tidak pandai berbohong, Souta-kun.
Pasti kamu sedang memikirkan Ena-chan, kan?”
Mizushima duduk bersandar dan melipat tangannya, lalu
setelah beberapa saat diam, dia berbisik seolah telah mengambil keputusan.
“......Souta-kun. Apakah kamu masih belum bisa
melupakan Ena-chan?”
Ditanya secara langsung, aku mengalihkan pandanganku
ke Mizushima. Matanya yang berwarna zamrud tampak bergetar sedikit.
“......Tidak bisa. BagaiMaina mungkin aku bisa
melupakannya?”
BagaiMainapun, Ena-chan adalah revolusi dalam hidupku.
Dia memberikan suara dan warna pada film ‘Masa Muda
Sakuhara Souta’ yang dulu hanya monokrom dan bisu. Mungkin terdengar
berlebihan, tapi dunia rasanya benar-benar berubah.
Mungkin tidak ada pertemuan dramatis atau acara yang
mengejutkan, hal yang biasa kamu temukan dalam drama romansa remaja atau novel
komedi romantis.
Tapi, tidak bisa dilupakan.
Aku pasti tidak akan pernah bisa melupakan bulan-bulan
yang kulewati bersama Ena-chan hingga aku mati.
“Meskipun aneh karna aku mengatakannya pada kekasihku
saat ini... tapi aku masih mencintainya. Aku masih mencintai Ena-chan.”
“Lalu, bagaiMaina jika...”
Mizushima menginterupsi kata-kataku.
Sepertinya dia ingin mengatakan ‘tidak perlu bertanya
lebih jauh’ secara tidak langsung.
“BagaiMaina dua minggu ini?”
“Eh?”
“Kita mulai ‘pacar percobaan’, dan hari ini kira-kira
setengah dari periode kontrak, kan? BagaiMaina setengah bulan bersamaku
dibandingkan dengan empat bulan bersama Ena-chan?”
Dia bertanya dengan nada yang agak menantang, namun
tampak sedikit cemas.
“Itu...”
Ditanya demikian, aku merenungkan setengah bulan
terakhir ini.
Jika aku harus membandingkan dengan contoh film tadi,
pertemuan pertama dengan Mizushima tidak dramatis sama sekali.
BagaiMainapun, pertemuan pertama kami adalah antara
‘pemuda yang kehilangan pacarnya’ dan ‘gadis yang merebut pacar pemuda itu’ —skenario
yang sangat tidak mungkin. Aku belum pernah melihat film remaja dengan awal
seperti itu.
Dan seolah itu tidak cukup, dia bahkan dengan berani
menyatakan bahwa dia sudah menyukaiku, lalu mengaku padaku setelah merebut
Ena-chan. Itu benar-benar keterlaluan. Jika ini benar-benar film, aku tidak
akan heran jika ada penonton yang meninggalkan bioskop pada titik itu.
Dan sejak kami mulai ‘pacar percobaan’, aku hanya
terus diombang-ambingkan olehnya.
Dua minggu yang intens ini adalah pertama kalinya
dalam lima belas tahun hidup sebagai Sakuhara Souta.
Dalam arti itu...
“Apa-apaan. Dua minggu seperti ini, bagaiMaina mungkin
aku bisa cepat melupakannya?”
Aku menjawab dengan wajah bosan.
Seketika, raut wajah Mizushima yang tampak cemas
menghilang.
Sebagai gantinya, muncul senyuman yang sangat cerah,
seakan dia sangat bahagia sehingga cahaya senjanya tak kalah dengan matahari
terbenam yang menerangi gondola.
“......Begitu ya.”
“Iya.”
“Nee, Sakuhara-kun. Boleh aku tanya satu hal lagi?”
“Apa itu, jangan formal begitu.”
“Apa kencan hari ini... menyenangkan?”
Dia bertanya dengan nada yang lebih manja dari
biasanya, membuat jantungku berdebar.
Itu adalah pertanyaan yang sudah sering diajukan
padaku.
Kencan dengan Mizushima selalu demi ‘pertandingan’. Ke
Maina pun kami pergi dan apa pun yang kami lakukan, itu tidak berubah. Aku
tidak pernah merasa apa-apa dengan waktu yang aku habiskan dengan Mizushima,
jadi aku tidak pernah mengangguk untuk pertanyaan itu.
Tapi... tapi, hari ini.
Meski hanya demi ‘membalas budi’, aku mencoba untuk
pertama kalinya menghabiskan waktu sebagai kekasih sejati dengan Mizushima...
meski aku tidak ingin mengakuinya, aku pasti merasakan...
...bahwa ‘waktu bersama Mizushima tidak buruk’...
itulah yang aku pikirkan.
(......Aku tidak mengerti)
Dia adalah musuh besarku. Bahwa aku berpacaran seperti
ini seharusnya demi menolak pengakuannya dan memutuskan hubungan dengannya
dengan tegas.
Lalu mengapa, di sudut hatiku, aku merasa
‘menyenangkan’?
Seharusnya tidak ada ruang bagi perasaan seperti itu
tumbuh di hatiku.
Seharusnya tidak ada, tapi...
“Aku...”
Aku merasa seperti tersesat dalam labirin tanpa
tujuan, aku kesulitan menemukan jawaban.
Meski aku tidak bisa mengucapkan kata-kata, aku
membuka mulut seolah mencari kata-kata.
Namun, saat keraguan itu, aku merasa tidak berdaya.
“Souta-kun.”
“Eh? ...Mmm!?”
Seketika, bau harum osmanthus manis memenuhi hidungku.
Selanjutnya, mulutku yang terbuka bodoh itu ditutupi
oleh sesuatu yang lembut dan hangat.
Ketika aku menyadari bahwa itu adalah bibir Mizushima,
dia sudah perlahan memisahkan wajahnya dan menyeka bibirnya yang basah oleh
sinar matahari terbenam dengan jari-jarinya.
“Berhasil. Kali ini tepat sasaran.”
“Kau... Itu... Cium...!?”
Aku tersentak dengan kejadian yang tiba-tiba itu.
Dalam rasa malu dan kaget yang membuatku tak bisa
bicara dengan baik, Mizushima mewarnai pipinya sedikit dan tersenyum padaku.
“Ini adalah ciuman pertamaku.”
“A, apa, kenapa...?”
“Agar kamu tidak akan lupa, Tentang kencan hari ini
juga.”
Sebelum kami menyadarinya, gondola yang kami naiki
sudah mencapai puncak roda pengamatan.
Mungkin karena lantai dan langit-langitnya transparan,
kami merasa seolah-olah hanya kami berdua yang melayang di langit Minato Mirai.
“Aku akan terus menaklukkan Souta-kun agar hari-hari
seperti ini terus berlanjut.”
Matahari terbenam di horizon, mewarnai kami dengan
warna oranye.
Semuanya, seluruh dunia, seolah-olah berubah menjadi
warna itu.
“Siap-siap ya... Souta-kun yang sangat aku cintai?”
Bisikan cinta langsung dari Mizushima.
Dia sudah seperti ini sejak awal. Tidak ada yang berubah
sejak awal.
Jadi, mengapa aku merasa berdebar-debar dengan
kata-kata yang sebelumnya kukira hanya omong kosong, kebohongan, dan omong
kosong untuk menjebakku?
Mungkin ada sesuatu di dalam diriku yang telah
berubah.
Perasaanku bahwa aku mencintai Ena-chan tidak pernah
berubah.
Tapi...
“Apa itu, mata itu?”
Mizushima, yang dekat dengan mata dan hidungku,
menatapku dengan mata yang tampaknya melihat hal yang paling indah di dunia
ini.
Melihat ekspresi dia seperti itu, aku mulai menyadari
sesuatu, suka atau tidak suka.
Dalam diriku, label "rival cinta" yang kuberikan
pada Mizushima, perlahan tapi pasti mulai terkelupas.
Mungkin dia adalah gadis aneh yang benar-benar
menyukaiku.
Aku mulai berpikir begitu tentang dirinya.
Ini... buruk. Sangat buruk.
Aku merasa telah terbawa arus yang sangat tidak baik.
Karena aku, entah mengapa, berpikir seperti ini.
"Bisakah aku benar-benar menang melawan Mizushima
Shizuno!?"
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.