Pertemuan Singkat
[PoV: Takuya]
"Hahh~"
Sambil berdiri
di kasir minimarket, aku menghela nafas dalam untuk kesekian kalinya hari ini.
Tentu saja,
sebabnya adalah karena aku dan Shi-chan yang sedang berbeda pendapat saat ini.
Kalau
dipikir-pikir, semua salahku.
Kalau pacar
lihat aku akrab dengan cewek lain, wajar dong kalau dia jadi cemas.
Makanya,
seharusnya aku menjauh dari Mikitani-san lebih cepat, dan seharusnya aku
menjelaskan dengan baik.
Bahkan waktu
aku pulang pun, pasti ada cara yang lebih baik untuk bertindak.
Tapi, menyesali
semuanya sekarang tidak ada gunanya, sudah keburu basi.
Saat itu, aku tidak
tahu harus menjelaskan dengan kata-kata yang tepat kepada Shi-chan.
Bahkan sekarang
pun, rasanya apa yang aku katakan hanya akan terdengar seperti alasan, dan aku
bahkan tidak bisa memberikan alasan yang layak.
Itulah
sebabnya, aku ingin menyampaikan penjelasan yang benar melalui Lime sesegera
mungkin, tapi sayangnya saat ini aku sedang sibuk bekerja sehingga tidak bisa
memainkan ponselku, itu sangat frustrasi...
"Huu~"
Padahal aku
sudah siap untuk menjalani hubungan ini, tapi semua jadi berantakan...
Karena aku
tidak bisa melakukan apa-apa, pikiran negatif mulai melintas di kepalaku,
bertanya-tanya apakah Shi-chan memblokirku di Lime...
Tapi meskipun
aku penuh kekhawatiran, masalahku hari ini bukan hanya masalah pertengkaran
yang terjadi hari ini.
Masalah lainnya
adalah keberadaan Nijima-kun, satu-satunya laki-laki yang ikut dalam tim
pelayanan.
Setelah
mengamatinya sepanjang hari, aku menyadari dengan jelas.
Niijima-kun itu
jelas mengincar Shi-chan...
Tapi, bukan
berarti Niijima-kun itu buruk.
Meskipun ada
masalahnya, kami menjaga hubungan kami sebagai rahasia, jadi ini tidak adil
untuk mengeluh tentang Niijima-kun dalam kondisi ini.
Namun, sekarang
Shi-chan pasti sedang bersama Niijima-kun, merencanakan festival budaya.
Hanya
memikirkan hal tersebut, meskipun aku percaya Shi-chan pasti baik-baik saja,
tidak bisa tidak, rasa gundah muncul dalam diriku.
Toh, melihat
dari sudut pandangku, Niijima-kun memang pria yang baik.
Dia tampan, dan
selain itu, dia menangani komite eksekutif festival budaya dan bersikap ramah
dan adil kepada semua.
Karena itulah
aku jadi merasa semakin cemas.
Mungkin inilah
yang orang sebut sebagai rasa gelisah dalam cinta...
"Huu~"
Untuk sekarang,
aku hanya ingin memastikan dia sudah sampai rumah dengan selamat atau tidak,
sambil berpikir begitu, aku menghela nafas dalam lagi...
Ding-dong.
Bersama dengan
melodi yang akrab, seorang pelanggan masuk ke dalam toko.
Aku
mengumpulkan semangatku lagi dan sambil menyapa "Selamat datang~",
aku memeriksa pelanggan yang datang.
Tiba-tiba di
sana, ada seorang wanita berpakaian mencurigakan dengan topi kasual yang
ditarik ke bawah, kacamata berbingkai tebal dan masker.
Ya, sepertinya
itu adalah Shi-chan yang sedang menyamar...
Sejak kami
mulai berkencan, ini adalah pertama kalinya dia berpakaian seperti orang
mencurigakan.
Mungkin dia
menyamar seperti itu karena kami sedang sedikit berselisih pendapat.
Tapi, aku tidak
mengerti kenapa dia sampai menyamar dan muncul di minimarket.
Pasti ada
alasan, tapi untuk sekarang, aku merasa lega karena dia menunjukkan dirinya di
minimarket.
Jadi, Shi-chan
yang berpakaian mencurigakan itu, dia menunjuk ke ujung topinya dengan jari dan
berjalan ke arah sudut majalah sambil berusaha menyembunyikan wajahnya.
Lalu, seperti
biasa, dia mengambil sebuah majalah dan mulai membaca sambil berdiri.
Namun, setelah
aku perhatikan lebih dekat, ternyata dia tidak benar-benar membaca majalah
tersebut, dia hanya membolak-balik halamannya sambil sesekali melirik ke
arahku.
--Perasaan ini,
sepertinya aku sudah pernah merasakannya sebelumnya.
Dulu, bisa saja
aku menertawakan gerak-gerik Shi-chan yang mencurigakan itu, tapi sekarang aku
hanya merasa canggung.
Itulah mengapa
aku berpindah ke tempat dimana Shi-chan tidak bisa melihatku.
"Huu~"
Apa yang harus
aku lakukan...
Sambil jongkok,
aku berpikir apa yang harus aku lakukan dengan situasi ini.
Untuk sekarang,
Shi-chan yang menyamar itu pasti berpikir bahwa identitasnya tidak terungkap.
Jadi, yang
harus aku lakukan adalah bertindak seolah-olah aku tidak menyadari dan
melayaninya seperti pelanggan biasa.
Setelah
menyortir keadaan tanpa ada yang terselesaikan, aku berdiri sambil menegakkan
semangat.
Dan di depan
kasir, aku melihat sosok Shi-chan yang seharusnya tadi sedang membaca majalah.
"Permisi,
aku ingin membeli ini!"
Pembelian yang
terlalu cepat itu.
Aku melihat ke
dalam keranjangnya dan hanya terdapat satu botol teh.
Aku mulai
melakukan pembayaran sambil merasa bingung di dalam hati karena dia muncul
begitu tiba-tiba.
Shi-chan juga
terlihat terburu-buru, nafasnya terengah-engah dan bahunya naik turun.
Setelah
dipikir-pikir, apakah benar ada kebutuhan mendesak sehingga dia berperilaku
tidak biasa seperti itu? Perilakunya yang tidak konsisten pun terus berlanjut
hari ini.
"Er, eh,
harganya 128 ye--"
"Ini!"
Shi-chan
menyela apa yang aku ucapkan dengan mengeluarkan selembar uang seribu yen dari
dompetnya dan menyodorkannya kepadaku.
Meski dalam
situasi seperti ini, tetap saja dia menggunakan uang seribu yen, pikirku sambil
menerima uang tersebut dan menyelesaikan transaksinya sebelum memberikan
kembaliannya.
Lalu, seperti
biasa, Shi-chan menggenggam kedua tanganku yang memberikan kembaliannya dengan
erat seolah-olah itu sangat berharga.
"Uh,
umm..."
"Ya, ada
apa?"
“Karyawann,
apakah kamu sedang naksir seseorang saat ini?”
Shi-chan, yang
masih menggenggam tanganku, mulai berbicara.
Mata di balik
kacamatanya sedikit gelisah dan melalui maskernya, bisa terlihat bahwa dia
sedang gugup.
Dengan rasa
tidak nyaman dan perilaku yang mencurigakan, Shi-chan, yang sengaja berdandan
untuk datang ke sini, menanyakan pertanyaan itu.
Karena itu, aku
menganggap pertanyaannya sangat penting dan menjawab dengan serius.
"Iya,
ada."
"O...
begitu ya. Bagaimana pendapatmu tentang orang itu...?"
Gemetar di
tangan Shi-chan semakin kuat —
Aku tidak tahu
apakah itu karena kurangnya kepercayaan pada dirinya sendiri atau karena dia
meragukan hubunganku dengan Mikitani-san, tapi yang pasti dia merasa cemas.
— Maaf ya, Shi-chan.
Aku membuatmu merasa tidak pasti.
Aku menggenggam
kembali tangan gemetarnya erat-erat, dan menyampaikan perasaanku dengan jelas.
"Tentu
saja, aku sangat menyayangi dia. Dia gadis paling imut di dunia, dan yang
paling aku cintai, dia begitu berharga hingga aku merasa tidak pantas untuknya.
Aku tidak tertarik dengan wanita lain selain dia."
Aku tidak yakin
apakah aku telah menyampaikan kata-kataku dengan baik —
Namun, aku
telah menyampaikan perasaanku yang meluap-luap kepada Shi-chan dengan kata-kata
yang jelas.
Setelah
mendengar jawabanku, Shi-chan tampak agak bengong.
Namun, tak lama
kemudian ia kembali sadar dan tergesa-gesa melepaskan tangannya dan memasukkan
uang kembalian ke dompetnya.
Kemudian,
dengan cepat dia memberi hormat dan pergi keluar dari minimarket.
Aku hanya bisa
melihat punggung Shi-chan yang masih bersikap mencurigakan sampai akhir.
Meskipun
kejadian itu berlangsung begitu cepat, wajah Shi-chan saat pergi kelihatan
sangat merah melewati maskernya.
Dari reaksinya,
aku merasa sedikit lega karena sepertinya aku telah berhasil menyampaikan
perasaanku.
Keesokan
harinya.
Aku
bersiap-siap seperti biasa dan pergi ke sekolah seperti yang selalu aku
lakukan.
Sesampai di
kelas, aku menuju tempat duduk baruku di kolom kedua dari koridor, dan tempat
kedua dari belakang.
Dan di tempat
duduk tepat di belakangku, seperti biasa, ada Shi-chan yang sudah datang
sebelumku.
Ketika dia
menyadari kehadiranku, mata kami berpapasan dengan tegas —
"Selamat
pagi, Shi-chan."
"Ya,
selamat pagi Tak-kun."
Sambutan Shi-chan
yang tenang dan lembut saat membalas sapaanku.
Itu adalah
sapaan biasa seperti yang selalu kami lakukan.
Meskipun kami
sedikit berselisih hanya karena hal kecil kemarin, sekarang kami kembali
seperti semula... tidak, sebenarnya kami bisa tumbuh menjadi hubungan di mana
kami bisa saling mempercayai lebih dari sebelumnya.
◇
Waktu berjalan
mundur ke malam kemarin.
Setelah selesai
kerja paruh waktu, aku tidak mandi atau makan malam melainkan langsung
menghadap ponselku di kamar.
Hari ini,
meskipun Shi-chan datang ke tempat kerjaku dengan tingkah laku yang
mencurigakan, aku ingin menjelaskan kejadiannya hari ini dan berbicara dengan
serius tentang masa depan kita.
Namun, meskipun
aku ingin melakukan itu, aku tidak tahu harus mulai darimana untuk memulai
pembicaraan dan belum juga melakukan panggilan tersebut.
── Tidak
apa-apa, aku akan membuat panggilan!
Saat aku
memutuskan itu, tiba-tiba aku menerima pesan Lime sebelum aku menekan tombol
panggilan.
"Tak-kun,
maaf ya."
Pesan Lime itu
datang dari Shi-chan dan isinya adalah permintaan maaf yang tidak terduga dari Shi-chan.
Aku, yang tidak
tahu kepada apa 'maaf' itu ditujukan, mulai merasa muak pada ketidakberdayaan
diri sendiri.
──
Jangan-jangan, ini adalah permintaan maaf untuk berpisah...?
Dari rasa tidak
pasti, pikiran negatif mulai muncul.
Meski aku
berusaha percaya bahwa itu tidak benar, sisi diriku yang tidak percaya diri
tetap ada.
Namun,
bagaimanapun juga aku tidak bisa tinggal diam seperti ini.
Aku memutuskan
untuk berani dan membalas pesan Lime dari Shi-chan.
"Shi-chan
tidak perlu minta maaf, aku yang seharusnya salah karena telah membuatmu merasa
tidak pasti."
Jadi, tidak ada
salahnya pada Shi-chan.
Setelah aku
membalas seperti itu, aku segera mendapat tanda telah dibaca.
Meskipun
sedikit panik dengan kecepatan responsnya, aku tahu aku harus menyampaikan
perasaanku.
"Yang aku
suka hanya Shi-chan. Jadi jika tidak keberatan, bisakah kita bicara sebentar
lewat telepon?"
Aku ingin
mendengar suara Shi-chan terlebih dahulu.
Karena lewat
teks, seperti pikiran negatif yang sempat muncul tadi, ada risiko timbulnya
salah paham atau perasaan asli yang tidak tersampaikan dengan baik.
Itulah
sebabnya, bukan lewat teks, aku ingin menyampaikan perasaanku dengan jelas
melalui suara, jadi aku mengundang Shi-chan ke panggilan telepon.
Sambil menunggu
dengan deg-degan, aku memberikan jeda sejenak dan nada dering ponsel mulai
berbunyi.
Tentu saja, itu
adalah panggilan masuk dari Shi-chan.
Dengan
deg-degan, aku menekan tombol panggilan.
"Halo, Shi-chan?
── Uh, maaf ya, mengganggumu malam-malam begini."
"......"
"Shi, Shi-chan?"
"......Maaf."
"......Hah?"
Dari seberang
sana, aku mendengar suara Shi-chan yang lemah.
Aku tidak bisa mendengar
dengan jelas, tapi kata-katanya membuatku merasa gelisah, seluruh pori-poriku
seakan terbuka karena perasaan takut yang menjijikkan──.
Jika kata-kata
itu adalah "maaf"...
Itu adalah kata
yang paling aku takuti saat ini...
Sambil
benar-benar berharap agar hubungan ini tidak berakhir, aku menunggu kata-kata
dari Shi-chan──.
"Maaf!!
Aku... cemburu banget!!"
Namun, suara
yang datang dari seberang panggilan adalah tangisan yang tidak terduga.
Dengan suara
menangis yang hampir mirip dengan isakan, Shi-chan meminta maaf karena merasa
cemburu.
"Kamu
baik-baik saja, Shi-chan!?"
"Tidak
baik-baik aja! Aku cemburu dan jadi anak yang menyebalkan!!"
Sambil
menumpahkan semuanya, Shi-chan menangis tersedu-sedu dari seberang telepon.
Namun, jika
alasan Shi-chan menangis adalah karena cemburu, itu berarti sama sekali tidak
ada yang salah dengan Shi-chan.
Aku yang
membuatnya merasa begitu, aku yang salah dalam semuanya.
Itulah mengapa
sangat menyakitkan bagiku melihat Shi-chan yang aku sangat cintai menangis
seperti ini.
"Tidak
seperti itu kok... Aku yang membuat kamu cemburu, aku yang salah
semuanya."
Jadi, tolong
jangan menangis lagi.
Dengan harapan
seperti itu, aku kembali menyampaikan perasaanku dengan kata-kata.
Bukan sebagai karyawan
dan pelanggan di minimarket, tapi kali ini sebagai pasangan kekasih──.
"──Yang
aku cintai hanya kamu, Shi-chan."
Jadi mari kita
terus bersama.
Dengan harapan
itu, aku tidak hanya melalui teks di Lime, tapi juga menyampaikan perasaanku
dengan jelas melalui kata-kata.
"Aku juga cinta
kamu, Tak-kun! Cinta banget!! Uwaa───n!!"
Rupanya,
perasaanku benar-benar tersampaikan, Shi-chan menjadi lebih terisak.
Namun air
matanya kali ini tidak lagi karena kesedihan, tapi menjadi air mata
kebahagiaan.
Shi-chan begitu
sungguh-sungguh mengasihiku hingga menangis sejadi-jadinya.
Hal itu terasa
sangat nyata bagiku, aku merasa senang, tersayang, dan akhirnya air mataku juga
jatuh bersama.
Begitu, setelah
saling menyampaikan perasaan kami, kami pun jujur membahas poin-poin yang harus
direfleksikan dari kejadian kali ini.
Berkat itu,
kami bisa mengonfirmasi perasaan satu sama lain dengan saling berhadapan dengan
tulus.
Dalam hubungan
ini, mungkin akan ada kesalahpahaman seperti ini lagi di masa yang akan datang.
Itu sebabnya,
aku ingin terus berusaha mengekspresikan perasaanku dengan jujur.
Aku ingin terus
menyampaikan rasa sayang ini yang sangat berharga bagi kami──.
◇
"Eh, um...
maaf ya untuk kemarin?"
"Tidak,
aku yang harusnya minta maaf."
Dengan rasa
malu, Shi-chan meminta maaf untuk kejadian hari kemarin.
Tapi karena
sebenarnya aku yang salah, aku juga meminta maaf kepada Shi-chan.
Dengan saling
meminta maaf seperti ini, kita menjadi lucu dan akhirnya kita berdua tertawa
bersama.
Kita sepakati,
dengan tawa ini, semuanya yang terjadi kemarin sudah dianggap selesai.
Tanpa perlu
berkata-kata, kami saling memastikan perasaan tersebut, tertawa sambil saling
memandang.
"Ah,
selamat pagi, Ichijo! Kamu keren seperti biasa hari ini!"
Saat aku
mengambil buku pelajaran dari tas, Mikitani-san yang duduk di depanku datang
terlambat ke kelas dan menyapa dengan penuh semangat pagi.
Jika itu aku
yang kemarin, aku pasti akan terganggu dengan keberadaan Shi-chan di belakang
dan tidak bisa merespons dengan baik.
Tapi, sekarang
aku sudah baik-baik saja.
"Selamat
pagi, Mikitani-san. Aku tidak sekeren itu kok?"
Aku menjawab
sapaan Mikitani-san dengan senyuman sambil tertawa.
Kemudian, Mikitani-san,
yang menerima respons dari seranganku, tampak kebingungan dengan ekspresi
herannya.
"…Eh? Ichijo,
kamu biasanya tertawa seperti itu?"
"Aha ha,
aku juga bisa tertawa kalau ada yang lucu, lho."
"Hmm,
senyumanmu barusan mungkin membuatku sedikit deg-degan──"
Mikitani-san,
yang duduk menghadap kursinya sendiri dan menghadap ke arahku yang di seberang
meja, berkata dengan senyum lebar.
Pipinya sedikit
memerah, dan dari itu saja bisa kuduga itu bukan hanya omong kosong.
Kalau itu aku
sebelumnya, mungkin aku akan merasa bingung dengan kata-kata 'deg-degan' dan
kedekatan ini.
Namun sekarang,
aku tidak lagi kebingungan.
Karena aku
memiliki kepercayaan diri untuk dengan bangga mengatakan bahwa aku pacar Shi-chan.
Oleh karena
itu, aku tertawa menanggapi kata-kata dari Mikitani-san itu.
“Kalau begitu,
mesti sering-sering tertawa biar nggak rugi, kan?”
Ekspresi Mikitani-san
semakin memerah saat mendengar kata-kataku itu.
Dan──,
“Yup, senyuman Tak-kun
itu curang, ya! Ah, tentu saja, kamu juga menarik loh meskipun tidak
tersenyum♪”
Shi-chan
bergabung dalam percakapan kami, seolah-olah menyela antara aku dan Mikitani-san.
Melihat Shi-chan
yang tiba-tiba bergabung itu, Mikitani-san terlihat sangat terkejut.
“Hah? Eh? Sa,
Saegusa-san!?”
“Iya, selamat
pagi Mikitani-san.”
“Eh, a, iya.
Selamat pagi…”
Mikitani-san,
yang mengira seolah aku hanya sepihak tertarik kepada Shi-chan.
Makanya dia
tidak menyangka sama sekali bahwa Shi-chan akan bergabung dalam pembicaraan
seperti ini.
Ekspresi
bingung dan terpaku Mikitani-san saat melihat Shi-chan menggambarkan seberapa
istimewanya keberadaan Shi-chan di sekolah ini.
“Mikitani-san
juga, sepertinya mulai menyadari kelebihan Tak-kun, ya? Kalau begitu,
sepertinya kita punya kesamaan!”
Dengan senyuman
itu, Shi-chan berkata kepada Mikitani-san dan lalu berlalu meninggalkan kelas
dengan berkata, "Nah, sampai jumpa."
“…Ini
benar-benar di luar dugaan.”
Mengawasi
punggung Shi-chan yang pergi, Mikitani-san merenung dalam suara yang lembut.
Ekspresinya
tampak seolah-olah telah menyerah, namun juga terasa lega.
“Kalau begini,
lawannya terlalu kuat… Tapi yah, karena belum terlalu jatuh cinta, mungkin
masih aman?”
Lalu Mikitani-san
berkata dengan senyum yang agak terpaksa.
Aku tentu saja
mengerti maksud kata-katanya itu.
Oleh karena
itu, aku merespons dengan sopan kepada kata-kata Mikitani-san yang tersenyum
lemah itu.
"Mikitani-san
itu, selalu ramah dan ceria, serta sangat cantik, jujur nggak ada cacatnya, dia
emang hebat banget menurutku. ──Tapi meskipun begitu, orang yang aku suka hanya
satu."
Mendengar
kata-katuku, Mikitani-san mengangguk seolah memahami, lalu terlihat seperti
tenaganya terlepas dan melakukan peregangan besar.
"─Tidak,
aku kan nggak nyatain cinta ke kamu kok.─Tapi, makasih ya. Kata-katamu tadi, aku
senang banget dengarnya. Yang bagian depannya aja lho!"
Dengan berkata
begitu, Mikitani-san menertawakan semuanya dengan ringan seperti melepaskan
beban, dan dia tampak sangat cantik.
Begitulah kami
berdua, sekali lagi tersenyum dan bersalaman sebagai teman.
Shi-chan, yang
entah sejak kapan sudah kembali, mengawasi kami dengan senyum lembut yang hanya
bisa kulihat dari posisiku.
◇
Setelah
sekolah.
Saat aku
bersiap untuk pulang bersama Shi-chan hari ini juga, Nijima-kun datang ke Shi-chan.
"Saegusa-san.
Hari ini juga, kita akan melanjutkan diskusi kemarin tentang tugas pelayanan,
apakah kamu ada waktu?"
Nijima-kun
mengundang Shi-chan untuk diskusi festival kebudayaan hari ini juga.
Tugas dapur
yang aku ikut sertakan tak memerlukan pertemuan after school karena sudah ada
anak-anak perempuan yang pandai masak menyiapkan draf resepnya, jadi aku nggak
perlu berkumpul sepulang sekolah.
Artinya, jika Shi-chan
diambil lagi untuk diskusi festival kebudayaan hari ini, aku akan pulang
sendirian, lagi.
Ketika aku
melihat ke arah Shi-chan, dia tampak menunjukkan ekspresi kesusahan yang langka
di depan umum, sesekali melihat ke arahku dengan tatapan sampingan.
Pastinya, Shi-chan
juga ingin pulang bersamaku hari ini.
"Emm, aku
pikir kita udah hampir selesai ngomongin semuanya di pertemuan kemarin,
kan...?"
"Ah, iya.
Memang sih, tapi untuk selanjutnya kami ingin menyusun jadwal waktu semua
orang. Aku ini satu-satunya cowok dalam grup kerja ini, jadi ada beberapa
bagian sulit yang harus kami urus dengan hati-hati."
Maka Nijima-kun
tersenyum meminta maaf, seolah minta Shi-chan untuk ikut juga.
Namun, dari
sudut pandangku, terasa seolah Nijima-kun sengaja membuat supaya dia menjadi
satu-satunya pria dalam grup, tapi jika maksud pertemuan memang untuk festival
kebudayaan, aku sebagai orang luar merasa kesulitan untuk ikut campur.
Meskipun aku
ingin pulang bersama hari ini, tidak mungkin Shi-chan tidak mengikuti
sendirian, sepertinya aku hanya bisa bersabar...
Shi-chan juga
tampaknya merasakan hal yang sama, ia menghela nafas kecil seolah menyerah dan
dengan senyum idola yang biasanya terpancar, ia mulai berbicara.
"Kalau
begitu, aku juga──"
"Ah, maaf,
aku hari ini tidak bisa."
Namun, sebelum Shi-chan
sempat mengatakan akan ikut, Mikitani-san yang duduk di kursi depannya berdiri
dan berkata.
"Aku ada pekerjaan
paruh waktu. Masih ada waktu kok, bisa diatur lagi kan, di homeroom
berikutnya?"
"Itu
masalahnya, semua orang punya jadwal masing-masing, lebih baik kita tentukan
sekarang yang bisa ditentukan."
"Hmm, Iya
sih, mungkin aja itu benar, tapi kalau gitu, sekarang juga semua orang punya
rencana kan? Ada juga yang tidak bisa datang karena ada kegiatan klub lain,
kita berdua aja nggak bisa menentukan jadwalkan?"
Kata-kata Mikitani-san
yang terlalu patut itu membuat Nijima-kun kehilangan kata-kata.
Benar juga, apa
yang dikatakan Mikitani-san itu.
Takuya dan
Shimizu-san sudah pergi ke klub mereka berdua, dan beberapa anggota lain yang
bertugas di pelayanan juga sudah tidak ada di kelas.
Dengan kondisi
seperti itu, tidak mungkin bisa menentukan jadwal dengan orang-orang yang
tersisa.
Tapi pasti itu
juga tujuan Nijima-kun.
Meskipun tidak
ada keputusan, dengan menetapkan pertemuan yang diperlukan, dia mungkin ingin
membuat waktu untuk menghabiskan waktu dengan Shi-chan.
Makanya
Nijima-kun juga tidak akan gampang mundur di situ.
"Lihat,
kan hanya ada satu cowok, aku ingin juga membahas taktik untuk situasi seperti
itu. Kan kita masih bisa berpikir meskipun nggak semua orang ada?"
Jika
pembicaraan jadwal sudah mentok, berikutnya dia akan membawa topik baru ke atas
meja dengan alasan dia adalah satu-satunya pria di sana.
"Apa yang
cuma bisa dilakukan laki-laki, misalnya apa?"
"Itu kan,
seperti pembicaraan kemarin, mungkin akan ada pelanggan yang kasar kepada
wanita, jadi aku juga berencana bergabung dalam layanan pelanggan untuk
mengawasi. Tapi aku juga tidak bisa terus-terusan ada di sana, jadi itu juga...
maksudku, pertama-tama aku harus menentukan kapan aku bisa hadir, dan
setidaknya menetapkan draft jadwal dulu."
"Hmm, paham.
Tapi itu berarti sebenarnya masalahnya adalah karena kamu satu-satunya laki-laki?"
Dengan
penjelasan dari Nijima-kun, Mikitani-san menambahkan satu komentar yang tajam.
Sesuai dengan
kata-kata Mikitani-san, masalah sebenarnya adalah Nijima-kun adalah
satu-satunya pria di tim layanan pelanggan.
Mikitani-san
tersenyum ke arahku, seolah-olah menunjukkan sesuatu.
Dari alur
pembicaraan yang aku dengar, aku bisa menduga apa yang dimaksud.
Dan Shi-chan
juga berpikir sama.
Shi-chan dan Mikitani-san
saling berpandangan dan tersenyum.
Lalu...
"Ayo kita
minta Tak-kun juga untuk bergabung dalam tim pelayanan!"
"Setuju!"
Dengan usulan
dari Shi-chan, Mikitani-san juga langsung setuju.
Mengikuti arus
yang terprediksi itu, Nijima-kun tampak bingung.
"Tapi,
dengar ya, Ichijo-kun kan bertugas di dapur, itu juga sibuk kan...?"
"Hmm, tidak
juga, tugas kami di dapur itu ribet hanya saat persiapannya aja, lain dari itu
gampang kok. Hari H juga hanya ada satu wajan saja."
Aku tidak
bohong. Tugas kami di dapur itu memang ribet pas persiapan aja, setelah itu
kita cuma punya satu wajan, jadi nggak banyak yang harus dilakukan.
Makanya, aku
memutuskan untuk menerima usulan dari Shi-chan dan Mikitani-san.
Itu juga demi
kebaikan kelas, dan yang terpenting, aku senang bisa satu tim dengan Shi-chan.
Dan nggak
mungkin aku membiarkan situasi ini menjadi milik Nijima-kun sendirian.
"Oke, jadi
udah pasti nih! Kostum untuk staff laki-laki juga masih bisa dipinjam, jadi
tolong ya Ichijo!"
Setelah berkata
begitu, Mikitani-san tertawa sambil menepuk-nepuk punggungku.
Shi-chan,
karena senang bisa menjadi satu tim denganku, melambai-lambaikan tangannya
dengan ceria.
"Jadi,
udah fix ya! Kostum buat kru cowok masih bisa kita pinjam, jadi tolong ya,
Ichijo!"
Dan begitu
saja, percakapan pun selesai, Mikitani-san pergi dari kelas dengan mengedipkan
mata.
Dengan
kepergian Mikitani-san, pertemuan hari ini batal, dan gadis-gadis lain juga
mulai meninggalkan kelas.
"Yuk, kita
juga pulang. Sampai jumpa ya, Nijima-kun."
Dan itulah yang
menjadi penentu, satu kalimat dari Shi-chan itu.
Sambil memegang
tasnya, Shi-chan mengajakku untuk pulang, dan Nijima-kun yang tergesa-gesa
mencoba untuk menahan kami.
"Tunggu
sebentar!"
"Apa?"
"Shi-chan
itu, apa hubunganmu sama Ichijou-kun?"
Nijima-kun,
dengan wajah yang tampak kesulitan, bertanya langsung kepada Shi-chan dengan
pertanyaan seperti itu.
Pasti dia
meragukan hubungan antara aku dan Shi-chan.
"Rahasia."
"Eh?"
"Iya,
rahasia kok. Ay, Tak-kun, kita pulang!"
Namun, Shi-chan
mengalihkan perhatian dari Nijima-kun dengan senyuman idola yang ceria.
Lalu, dia
mendekat ke sampingku dan tersenyum padaku, mengajakku pulang bersama.
Senyuman itu
berbeda dengan yang dia tunjukkan Nijima-kun, itu adalah senyuman alami yang
dipenuhi dengan kebahagiaan.
Senyum yang
menunjukkan rasa gembira karena bisa pulang bersama, dengan pipinya yang
sedikit merona, adalah senyuman khusus yang hanya dia tunjukkan padaku, dan
tidak pernah kepada yang lain.
Aku, meski
sedikit terkejut dengan perilak Shi-chan yang begitu jelas itu, mulai berjalan
menuju pintu bersanya.
"Rahasia
itu... apakah itu berarti... mereka sudah..."
Dengan kami
pergi, suara Niijima-kun yang terdengar menyerah merambat ke telingaku...
BAB SEBELUMNYA=DAFTAR ISI=BAB SELANJUTYA
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.