Yuujin ni 500-en Kashitara Shakkin no Kata ni Imouto wo Yokoshite kita no dakeredo, Ore wa Ittai dousureba iindarou Vol 1 bab 6

Ndrii
0

 

Bab 6: 

Kisah Sedikit Mengetahui Tentang

Adik Teman



[PoV: Motomu]

 

Ketika aku mengeluarkan papan tanda 'Tutup', matahari senja masih terlihat, tetapi ketika keluar lagi, sekitar sudah sepenuhnya diselimuti oleh malam.

 

Di bawah cahaya lampu jalan, aku berjalan sambil menarik tangan Akari-chan.

 

Meskipun hanya berjarak sedikit dari kafe, selama itu kami saling tidak bicara dan terbungkus dalam suasana yang aneh.

 

"Ah, Akari-chan. Tentang apa yang dikatakan Yui-san... apakah kamu masih merasa tidak enak?"

 

"Um..."

 

Akari-chan tampak sedikit bingung dan memperkuat genggaman tangannya—lalu dengan ragu-ragu mengangguk.

 

"Ya sudah."

 

Aku tersenyum lembut menanggapi jawabannya yang sangat khas Akari-chan.

 

"Kalau tidak keberatan, biarkan aku menggendongmu sampai kita sampai di rumah."

 

"Ap—!?"

 

"Ah... maaf. Aku baru saja berpikir kalau mengatakan 'piggyback' mungkin terdengar seperti aku memperlakukanmu sebagai anak-anak."

 

"Ya, mungkin saja! Tapi jujur, jika kamu mengatakan 'putri' itu membuatku merasa lebih diperlakukan sebagai anak-anak!"

 

"Kamu benar... aku juga sadar setelah mengatakannya. Nah, silakan."

 

Aku melepaskan tangan Akari-chan dan berjongkok di depannya.

 

Dia tampak sedikit tegang saat menyentuh bahu ku, lalu memeluk leher ku.

 

(Ugh...!?)

 

Aku merasakan beban berat dari berat badan seseorang di punggung ku.

 

Akari-chan mungkin tampak ringan, tapi bukan berarti dia ringan seperti bulu. Ada kelembutan dan kehangatan yang tidak ada pada pria... tidak, jangan berpikir tentang itu.

 

"Apakah aku terlalu berat...?"

 

"Tidak, sama sekali tidak."

 

Aku memang tidak merasa berat, tetapi sensasi lembut yang langsung menekan punggung ku itu bermasalah.

 

Namun, jika Akari-chan menyadari bahwa aku memperhatikan hal itu, dia mungkin akan kehilangan kepercayaan padaku.

 

Jadi, aku berusaha sebisa mungkin untuk tetap tenang dan memberikan jawaban yang santai. Ya, aku berusaha... meski suara ku sedikit tercekat.

 

Tapi kenapa Akari-chan memeluk begitu erat dan menaruh begitu banyak kekuatan di lengan...?

 

"Maaf, Senpai."

 

"Eh?"

 

"Aku tadi datang ke tempat kerja paruh waktu kamu tanpa izin. Pasti itu sangat merepotkan..."

 

"Tidak, tidak apa-apa. Hari ini toko bisa berjalan dengan baik meskipun Yui-san tidak ada, dan dia terlihat menikmati juga... lebih penting lagi, apakah dia tidak berbuat kasar padamu?"

 

"Tidak, hanya... kami sedikit berbicara saja."

 

Akari-chan tersenyum pahit. Tidak terdengar seperti tidak ada apa-apa, tapi mungkin itu sesuatu yang dia tidak nyaman untuk membicarakan, jadi aku tidak ingin bertanya lebih lanjut.

 

"Mungkin kamu sudah dengar, tapi toko itu dikelola oleh paman ku, dan Yui-san adalah sepupu ku."

 

"Ah, ya. aku sudah mendengar."

 

"Yui-san adalah orang yang bebas, dia membantu di kafe sambil menabung untuk pergi fotografi traveling."

 

"Perjalanan fotografi?"

 

"Ya, fotografi adalah hobinya. Mungkin dia meninggalkan kepekaannya di suatu tempat saat traveling. Aku juga sering digoda olehnya..."

 

"...Senpai, kamu dan Yui-san sangat akrab, ya?"

 

"Eh?"

 

Dengan nada yang agak kesal, aku secara refleks menoleh ke arah wajahnya.

 

"Ah!"

 

"Ah...!"

 

Kami saling menatap mata, bahkan hampir bersentuhan hidung.

 

Aku bisa melihat bayangan aku di matanya. Tentunya dia juga bisa melihatnya dari sisi lain...

 

"Maaf!"

 

"Tidak, aku juga minta maaf!"


Segera kami sama-sama mengalihkan wajah kami. Meski tatapan kami hanya bertemu sesaat, entah kenapa rasanya sangat lama.

 

Dari punggung ku, aku bisa merasakan degupan jantung Akari-chan yang berdetak kencang. Mungkin karena dia sangat tegang, dia memperkuat genggaman di lengan ku.

 

Mungkin wajah ku juga sudah memerah. Jika memang begitu, meski di jalanan malam, Akari-chan pasti akan menyadarinya.

 

"Jadi, kamu pikir aku dan Yui-san dekat? Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

 

"Itu karena... kan, Senpai. kamu cukup tegas kepada Yui-san."

 

"Tegas berarti dekat ya...?"

 

"Bukankah begitu dengan kakakmu? Tanpa ada keengganan, sangat bebas, dan kamu terasa sangat alami."

 

Memang mungkin aku tidak terlalu memperhatikan Yui-san atau Subaru. Saling mengenal satu sama lain, tidak ada alasan untuk bersikap sungkan lagi.

 

"Senpai, kamu sangat baik kepadaku, kata-katamu juga sopan... kamu sangat berhati-hati, dan seperti ini, kamu bahkan bersedia menggendongku."

 

Akari-chan semakin kecewa dan nada bicaranya turun.

 

Secara bersamaan, seolah-olah kehilangan kepercayaan, kekuatan di lengannya juga melemah.

 

"Kamu bilang aku boleh ada di sini, tapi mungkin kamu sebenarnya merasa terganggu... Mungkin di tempat kerjamu, ada seseorang yang sangat dekat denganku, dan aku mengganggu..."

 

Dan di akhir kalimatnya, suaranya hampir berlumuran air mata.

 

"Itu sebabnya kamu datang untuk melihat?"

 

Tubuh Akari-chan tiba-tiba gemetar. Namun, tidak ada jawaban lain dari reaksinya itu.

 

Mungkin itu bukan satu-satunya alasan, tapi jika dia merasa bersalah terhadapku, mungkin dia tidak masuk ke toko sampai batas akhir, mungkin dari luar jendela di bawah terik matahari.

 

"Maaf, Akari-chan."

 

"Senpai...?"

 

"Ada banyak hal yang harus aku minta maafkan. Pertama-tama, karena meminta maaf sambil membelakangi kamu seperti ini."

 

Aku sebenarnya ingin berhadapan dan berbicara dengan Akari-chan, tapi dia pasti tidak ingin menunjukkan wajahnya yang menangis.

 

Meski kami tidak saling memandang wajah, tetapi tetap merasakan kehangatan tubuh satu sama lain yang sangat dekat—dan itulah sebabnya aku pikir ada hal-hal yang hanya bisa dibicarakan dalam keadaan seperti ini.

 

"Dan juga, atas kesalahpahaman yang telah terjadi. Karena aku yang tidak pandai dalam banyak hal, aku telah membuat Akari-chan merasa kesulitan."

 

"Bukan, itu bukan salah Senpai..."

 

"Tidak, salah ku. Karena, sebenarnya, aku juga menyukai Akari-chan."

 

Dia terkejut dan menarik napas tajam.

 

Mengucapkan kata 'suka' seperti itu, terasa aneh untuk diucapkan.

 

Namun, setelah diucapkan, sepertinya bisa diterima dengan mudah. Pada dasarnya, tidak ada yang ingin hidup di bawah satu atap dengan seseorang yang tidak disukai.

 

Hidup bersama yang dimulai dengan cara mendadak—meski baru beberapa hari berlalu, itu adalah waktu yang sangat berharga yang tidak bisa dirasakan saat hidup sendiri.

 

"Aku mengatakan 'suka', tapi aku masih hampir tidak tahu tentang Akari-chan. Bahkan hari ini, aku merasa sangat menyadari hal itu. Aku menyadari betapa tidak memikirkan hal itu."

 

"Senpai..."

 

"Bolehkah aku bercerita tentang masa lalu? Tentang waktu ku saat masih SD."

 

"Tentang senpai saat SD..."

 

"Ya, aku pikir saat itu aku di kelas atas, musim panas... sebenarnya, aku sudah agak lupa."

 

Walaupun aku bersikeras ingin bercerita tentang masa lalu, ternyata yang ku ingat tidaklah banyak.

 

Itu adalah saat aku mengikuti kamp musim panas yang ditujukan untuk anak-anak sekolah dasar.

 

Bagi ku, kamp musim panas hanya terasa seperti bermain di tempat yang berbeda. Banyak teman dari sekolah dasar ku yang juga akan ikut, jadi tidak ada banyak kesegaran, dan aku menantikannya dengan wajar tanpa mengharapkan sesuatu yang mengejutkan.

 

Namun, pada hari itu. Pada hari kamp musim panas—aku bertemu dengan seorang gadis.

 

Dia adalah anak yang belum pernah ku temui sebelumnya, dan aku segera tahu bahwa dia berasal dari sekolah dasar yang berbeda. Dia duduk sendirian di dalam bus, tampak cemas dan menunduk.

 

"Aku berpikir aku harus melakukan sesuatu."

 

"Harus melakukan sesuatu...?"

 

"Ya. Aku hanya merasa begitu. Meski hanya semalam dua hari di kamp musim panas, jika dia tetap seperti itu, dua hari ini akan menjadi kenangan terburuk baginya. Jadi, aku mengumpulkan keberanian dan menyapanya."

 

"Keberanian..."

 

"Bukan karena aku orang yang pemalu atau apa. Tapi, sampai naik bus itu, aku selalu bermain dengan teman-teman yang biasa ku temui, dan tidak pernah membayangkan akan berteman dengan seseorang yang tidak ku kenal."

 

Aku tahu banyak tentang teman-teman yang selalu bersama ku.

 

Apa topik yang mereka suka, apa permainan yang mereka suka.

 

Apa yang membuat mereka marah, apa yang mereka tidak suka.

 

Makanan favorit mereka. Warna favorit mereka. Acara TV favorit mereka.

 

Tapi, aku tidak tahu apa-apa tentang gadis yang duduk sendirian di dalam bus itu.

 

Aku laki-laki, dan dia perempuan, mungkin apa pun yang u katakan tidak akan berarti bagi dia.

 

—Bagaimana aku harus menyapa? Bagaimana caranya agar bisa berteman?

 

Aku terus memikirkan pertanyaan yang tidak ada jawabannya itu berulang kali.

 

Semakin dipikirkan, semakin aku merasa tidak yakin. Imajinasi buruk terus muncul di pikiran ku.

 

"Saat itu aku masih anak-anak, ya, karena masih di sekolah dasar jadi memang begitu seharusnya. Setelah banyak memikirkan, akhirnya aku memutuskan untuk maju tanpa rencana yang matang."

 

"Apakah kamu tidak takut? Meski kamu sudah membayangkan hal-hal yang buruk..."

 

"Aku takut. Tapi aku memutuskan untuk berani. Aku tidak bersepengetahuan seperti sekarang... dan aku pikir harus melakukannya."

 

"Mengapa kamu pikir kamu harus melakukannya...?"

Karena aku tahu dia sendirian. Pasti, bahkan jika aku bermain dengan teman-temanku sambil mengabaikan dia, aku akan terus mengingat tentang dia.

 

Dalam keadaan seperti itu, aku tidak bisa bertindak seperti biasanya.

 

Jadi, meski aku hanya akan menghancurkan semuanya tanpa tujuan, aku tidak memiliki pilihan lain selain pergi dan berhadapan.

 

"Yah, setelah segalanya terbuka, ternyata dia adalah anak yang sangat baik, dan kami segera menjadi teman. Kebetulan kami juga berada di kelompok yang sama."

 

Sepertinya saat itu, pembagian kelompok dilakukan berdasarkan warna gelang tangan yang kami terima di pendaftaran, dan secara kebetulan gelang tangan gadis itu memiliki warna yang sama dengan milikku, jadi aku langsung menyambarnya.

 

Jika itu tidak terjadi, aku akan benar-benar tanpa strategi... dan itu benar-benar menyelamatkan aku.

 

"Pada akhirnya, pertemuan di kamp musim panas itu adalah pertama dan terakhir kalinya aku bertemu dengan gadis itu... itu adalah zaman sebelum ponsel ada, jadi kami tidak pernah bertemu lagi, dan aku bahkan tidak bisa mengingat namanya lagi... tapi, aku ingat itu jauh lebih menyenangkan daripada melakukan rutinitas biasa."

 

Untuk Akari-chan, mungkin tidak masuk akal aku tiba-tiba menceritakan kisah ini.

 

Namun, dia mendengarkan ceritaku dengan serius. Dan keikhlasannya itu benar-benar membuatku senang.

 

"Melakukan sesuatu yang tidak diketahui memang membutuhkan banyak keberanian dan itu menakutkan. Bahkan ketika Akari-chan datang ke rumahku, aku benar-benar terkejut dan bertanya-tanya 'mengapa'."

 

"Ahaha... ya, tentu saja."

 

"Tapi, rasa 'takut' itu segera hilang. Semakin aku tahu tentang Akari-chan, semakin aku berpikir dia adalah anak yang baik, dan aku bisa mengerti mengapa Subaru sangat membanggakannya. Masakan yang dibuat Akari-chan semuanya lezat, dan percakapan santai kami juga menyenangkan... tentu saja, aku masih belum mengerti tentang utangnya, dan masih banyak yang tidak aku ketahui tentang Akari-chan."

 

Mungkin jika kami menghabiskan hari bersama lagi, hal-hal yang tidak aku ketahui seperti hari ini akan muncul lagi.

 

Setiap kali itu terjadi, aku mungkin akan gagal, menyesal, dan membuat Akari-chan sedih. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa itu tidak akan terjadi.

 

"Tapi sekarang, aku hanya merasa senang. Aku sangat menantikan untuk mengenal Akari-chan. Untuk menghabiskan waktu bersama. Aku sangat menantikannya."

 

"Senpai..."

 

"Tentu saja, jika kita menghabiskan waktu bersama, aku juga ingin Akari-chan mengenal aku. Aku tidak bisa dengan percaya diri mengatakan bahwa aku adalah orang yang menyenangkan."

 

"Se... Senpai itu orang yang hebat!"

 

"Ahaha, aku malu saat kamu mengatakannya dengan begitu tegas."

 

Aku ingin menggaruk pipiku karena kebiasaan, tapi karena aku sedang menggendong Akari-chan, aku tidak bisa, jadi aku hanya bisa menutupi rasa maluku dengan tertawa.

 

"Kesalahanku hari ini adalah tidak memberitahu Akari-chan tentang tempat kerjaku dan membuatnya merasa tidak nyaman sendirian di rumah. Dan kesalahan Akari-chan adalah karena dia merasa khawatir tapi terlalu sungkan untuk bertanya. Dia berada di luar terlalu lama tanpa mengambil tindakan pencegahan terhadap sengatan panas... mungkin itu?"

 

"Ah... maafkan ak—"

 

"Stop. Kita sudah cukup saling meminta maaf, jadi mari kita berhenti. Makin banyak permintaan maaf, makin tidak berarti... dan karena kita memiliki kesalahan masing-masing, kita bisa melakukan pembicaraan seperti ini."

 

Sambil tersenyum, aku berkata demikian. Walaupun Akari-chan tidak bisa melihat ekspresiku kecuali dia menengok, tapi aku yakin perasaanku akan tersampaikan.

 

"Seperti yang Akari-chan katakan, mungkin aku lebih membuka hati kepada Subaru atau Yui-san. Tapi, sikapku terhadap Subaru dan Yui-san tidak selalu berarti sama. Itu juga berlaku untuk Akari-chan. Jika Akari-chan akan tetap bersamaku—tidak tahu berapa lama, tapi jika dia tetap di sini, mungkin aku akan terus membuat kesalahan sambil perlahan mengenal Akari-chan, dan 'aku saat bersama Akari-chan' akan terbentuk."

 

"Saat bersama aku, Senpai..."

 

Akari-chan berbisik sambil menyembunyikan wajahnya di bahu aku.

 

Tangannya yang melingkar di tubuhku menggigil sedikit—aku bisa merasakannya dari nafasnya. Akari-chan sedang menangis.

 

Tanpa mengatakan apa-apa, aku terus berjalan perlahan agar dia bisa meluapkan perasaannya.

 

"......Senpai."

 

"Ya, ada apa?"

 

"Aku berpikir seperti ini. Gadis yang Senpai sapa saat dia sendirian, pasti sangat berterima kasih kepada Senpai."

 

"Eh?"

 

Aku kira dia akan membicarakan tentang dirinya sendiri, tetapi ternyata itu adalah tanggapan atas cerita masa lalu ku.

 

Sedikit terkejut—namun aku merasa mengerti apa yang ingin dia sampaikan...

 

"Ya... Aku harap begitu. Karena sebenarnya, aku juga sangat berterima kasih kepada dia."

 

Jika hari itu aku tidak bertemu dengan gadis itu. Jika aku tidak memiliki keberanian untuk menyapanya.

 

Meski tidak ada gunanya memikirkan hal itu sekarang, tetapi karena hari itu, aku bisa sedikit mengenal Akari-chan, dan dia juga sedikit mengenal aku, itu pasti.

 

"Aku ingin tahu lebih banyak tentang Senpai. Ingin Senpai tahu lebih banyak tentang saya. Meskipun perlahan... suatu hari, termasuk hal-hal yang aku sembunyikan dari Senpai."

 

"Ah, aku juga."

 

Aku tidak memiliki niat buruk untuk menyembunyikan sesuatu, dan aku yakin Akari-chan pun demikian.

 

Meskipun ada, mungkin hanya seputar "mengapa dia datang ke sini sebagai ganti utang sebesar 500 yen".

 

Sejujurnya, aku penasaran, tapi sekarang aku tidak merasa perlu untuk memaksanya menceritakan semuanya.

 

Tidak perlu ada pembicaraan serius dan terbuka. Lebih menyenangkan dan menarik untuk saling memahami satu sama lain sedikit demi sedikit, langkah demi langkah.

 

"Senang sekali. Senpai itu memang Senpai ya. Aku...—"

 

"Aku?"

 

"Fufu... Rahasia!"

 

Akari-chan memeluk tubuhku dengan erat, menekan tubuhnya dan tertawa dengan semangat.

 

Pasti dia menampilkan senyum yang sangat menarik, senyum khas dirinya.

 

Meski dorongan untuk melihat senyumnya begitu kuat... tapi untuk sekarang, aku akan menahan diri.

 

Tidak perlu terburu-buru, aku bisa belajar tentang dirinya sedikit demi sedikit.


BAB SEBELUMNYA=DAFTAR ISI=BAB SELANJUTNYA


Post a Comment

0 Comments

Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.

Post a Comment (0)
Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !