BAB 2
MASA LALU
“Onii-chan, apakah
kamu tidak pergi ke sekolah
hari ini?”
Saat aku sedang bersantai di ruang tamu,
Momoka bertanya padaku
dengan alis terangkat.
“Eh, ya. Aku tidak
bisa bolos lagi?”
“Tentu saja tidak! Sudah berapa hari secara berturut- turut kamu tidak hadir!”
Ketika aku bertanya kembali,
adikku sangat marah
padaku.
Sudah seminggu
sejak aku berjanji
pada Nanase bahwa
aku akan membantunya melatih aktingnya. Aku
memang tidak ke
sekolah. Tapi itu bukan berarti aku tidak ingin mengikuti latihannya
Aku hanya tidak harus pergi ke sekolah selama
seminggu terakhir.
Buktinya, kalender
di kamarku bertanda
“hari libur” hingga
hari ini.
Setiap kali ada “hari libur” yang tertulis di kalender, aku akan bolos sekolah, apa pun yang terjadi.
Ini adalah caraku untuk
tidak pergi ke sekolah.
“Kau mengatakan itu, tapi bukankah
Momoka juga harus pergi ke sekolah?”
“Aku libur hari ini karena ulang tahun sekolah.
Ini hari libur
yang sebenarnya.”
Dia membuatnya terdengar seperti
aku sengaja
mengambil hari libur padahal
tidak sedang libur. Itu tidak sopan.
“Ugh!”
Pada saat itu, aku tiba-tiba mendengar
dering ponselku.
Aku
mengeluarkannya dari saku celanaku untuk memeriksa dan melihat bahwa RINE berasal
dari Nanase.
Sebenarnya, aku telah bertukar ID dengannya ketika
kami berbicara tentang
ini dan itu di gedung sekolah lama.
Mungkin lebih akurat
untuk mengatakan bahwa aku dipaksa
untuk bertukar dengannya…
“Kamu tidak datang ke sekolah hari ini?”
Aku berjanji
kepadanya bahwa aku hanya akan pergi ke latihan
aktingnya ketika aku datang ke sekolah, tetapi
aku belum masuk ke sekolah satu kali pun sejak kami membuat
kesepakatan itu.
Tidak heran dia
mengirimiku teks ini. ...Guh, aku bertanya-tanya bagaimana aku harus menanggapi pesan ini.
Aku tidak ingin sekolah
lagi hari ini, jadi aku akan mengabaikannya saja.
Jika aku membalasnya dan mengatakan kalau aku tidak
akan datang, maka aku akan mendapatkan masalah.
“Onii-chan, apa kamu mendengarkanku?”
“Eh, maaf. Aku tidak mendengar apa-apa.”
Saat aku menjawab itu, Momoka menghela
nafas. Tolong
jangan bereaksi seperti
itu. Mau akan membuatku sedih.
Saat aku sedang memikirkan ini, interkom berdering secara tak terduga.
“Siapa itu yang datang di pagi-pagi
begini?”
Momoka penasaran dan menuju ke pintu depan.
Kemudian, entah kenapa, Momoka
segera kembali ke ruang tamu.
“Apakah kamu memiliki kenalan
entah dari mana?
Karena…”
“Aku? Memangnya
siapa itu?” “Itu seorang gadis.”
Gadis? Tidak mungkin…
Aku bergegas
menuju pintu depan dan melihat
seorang gadis cantik
berjaket yang kukenal sedang berdiri di sana.
“Ah, selamat pagi! Kiritani-kun!”
Nanase menyambutku di pagi hari dengan senyum
yang mempesona.
“Nanase!? Apa yang kau lakukan di sini!?”
“Karena Kiritani-kun sudah lama tidak datang ke sekolah, jadi aku datang
untuk menjemputmu.”
Nanase menggembungkan pipinya dan terlihat
seperti sedang marah.
“A-aku minta maaf soal itu… Tapi alamat
rumahku? Bagaimana kau bisa mengetahuinya?”
“Aku memberitahu wali kelas bahwa aku khawatir
tentang Kiritani-kun, yang tidak masuk sekolah, jadi dia memberitahuku alamatmu.”
“Serius…?”
Apakah itu sungguh baik-baik
saja jika seorang
guru mengungkapkan alamat
rumah muridnya dengan begitu mudahnya?
Tidak, dia tidak
seharusnya
melakukan itu.
“Ayo, Kiritani-kun! Cepat berangkat ke sekolah!” “Tidak, aku akan bolos juga hari ini…”
“Eh!? Kamu tidak akan masuk lagi!
Kamu akan kehilangan kredit!”
“Aku sudah mengetahui semuanya,
jadi tidak masalah—Gufu!”
Tiba-tiba, mulutku
tertutup rapat dan aku tidak
dapat berbicara.
Aku melihat ke belakang
dan melihat Momoka
memegangi mulutku
dengan tangannya. Aku buru- buru
menarik tangan adikku.
“A-Apa yang kau lakukan
dengan tiba-tiba?”
“Itu karena
Onii-chan bertingkah seperti idiot ketika ada seorang
gadis cantik sepertinya yang datang kesini
untuk menjemputmu!”
Kata Momoka,
dan mengalihkan pandangannya ke Nanase.
“Apakah kamu kebetulan teman kakakku?”
“Ah iya. Aku Nanase
Rena, teman Kiritani-kun.”
“Aku adiknya,
Momoka. Kakakku akan bersiap untuk
pergi ke sekolah
sekarang, jadi bisakah
kamu
menunggu di luar sebentar?”
“Oh! Jadi kamu adalah
adiknya yang sering
kudengar itu! Aku sudah mendengar tentangmu dari
Kiritani- kun! Maksudku, kamu benar-benar imut!”
“Apa, eh, terima kasih banyak… Hei Onii-chan. Apa maksud
dari perkataannya?”
“Aku tidak mau menjelaskannya...” “Jelasin!”
Momoka
menjejaliku dengan tatapan tajam. Itu bukanlah
tatapan yang pantas
untuk diberikan oleh
seorang adik kepada kakaknya.
Lalu aku tidak punya pilihan selain menjelaskan kepada
Momoka bahwa Nanase ada dalam drama “The Maid’s Excellent Deduction” yang kami berdua saksikan, dan ketika
kami sedang membicarakannya, aku
memberitahunya bahwa aku memiliki
seorang adik perempuan.
“Nanase-san! Bolehkah
aku meminta tanda
tanganmu?”
Kemudian Momoka
bertanya padanya dengan
agak bersemangat.
Dia menonton
banyak drama dan film, jadi dia pasti senang ketika melihat aktris
sungguhan.
“Aku hanya
aktris paruh waktu, jadi aku merasa malu untuk memberikan tanda tangan, tetapi jika kamu ingin menjabat
tanganku atau semacamnya…”
“Aku bahkan akan menjabat
tanganmu! Kumohon!”
Nanase dan Momoka saling berjabat tangan.
Momoka menjadi
berseri-seri, dan kupikir
aku belum pernah
melihat adikku menjadi
begitu bahagia.
“Aku sangat
senang. Dan aku akan memastikan kakakku untuk pergi
ke sekolah.”
“Benarkah? Terima kasih,
Imouto-san!” “Tunggu sebentar.
Aku tahu kalau kalian berdua
terlihat akrab, tetapi
aku jelas tidak
akan pergi ke
sekolah hari ini—”
“Onii-chan. Jika kamu tidak berangkat sekolah
hari ini, aku akan menjual
software game favoritmu.”
Mata Momoka menjadi serius
ketika dia mengatakan
itu. Jika adikku sedamg seperti ini, maka ia akan benar-
benar melakukannya.
“Oke. Aku akan pergi
ke sekolah.”
“Jadi, Nanase-san, tolong jangan khawatir
dan tunggulah sebentar.”
“Ya! Terima kasih banyak!”
Saat Momoka
berkata sambil tersenyum, Nanase menundukkan kepalanya.
‘Bagaimana hal ini bisa terjadi…?’
Begitulah caraku
akhirnya pergi ke sekolah untuk
pertama kalinya dalam
seminggu.
◆◆◆
“A-Aku memang
seorang pelayan, t-tapi
aku juga pandai
dalam deduksi…”
Saat jam istirahat makan siang. Seperti yang dijanjikan, aku berada di gedung sekolah lama,
menemani Nanase dalam latihan
aktingnya.
Saat ini, kami sedang
berlatih untuk “The Maid’s
Excellent Guess,”
yang aku dan Momoka saksikan, dan aku memegang
naskah di satu tangan sambil dipaksa untuk
mengucapkan kalimat karakter utamanya, Setomiya Nana…
“Hei, Kiritani-kun. Apakah kamu sengaja?”
Nanase melipat
tangannya, tampak agak marah. “Mau
bagaimana lagi. Aku seorang aktor
amatir.” “Itu bukan karena kamu aktor yang buruk atau apa.” “Lalu,
apa maksudmu?”
“Ada rasa malu-malu
dalam aktingmu.”
“Tentu saja. Karena peran
ini seharusnya dimainkan oleh seorang wanita.”
Setomiya Nana, seperti namanya,
adalah seorang wanita
dan juga seorang
pelayan.
Namun dia malah membuatku, yanh seorang pria,
untuk mengatakan dialognya Setomiya Nana.
Ngomong-ngomong, “The Maid’s Excellent Deduction” adalah
kisah tentang dua orang pelayan, Nana Setomiya, si karakter utama, dan Shibuno
Eri, yang
diperankan oleh
Nanase, yang memecahkan kasus untuk tuan mereka yang selalu terlibat
di dalamnya.
Pada dasarnya,
Setomiya Nana yang melakukan deduksi,
dan Shibuno Eri yang mendukungnya.
“Tidak peduli
penampilanku seperti apa. Lagipula
ini adalah latihannya Nanase.”
“Yah, itu benar~.”
Nanase berkata
begitu, menutup naskah
yang dia pegang
dan meletakkannya di meja terdekat.
“Nana-san! Sesuatu
yang buruk telah terjadi!”
Nanase berakting kebingungan dengan nada suara yang panik. Shibuno
Eri adalah orang bebal alami, dan
bagian dari
kepribadiannya itu muncul dengan baik dalam dialog
dan gerakannya yang begitu mendetail.
“Kiritani-kun, giliranmu.” “Ah maaf.”
Atas desakan
Nanase, aku mengalihkan pandanganku ke naskah dan mengatakan dialog berikutnya.
“A-Ada apa, Eri-san? M-Mungkinkah ada insiden yang lain? ”
“Itu benar~!
Sepertinya tuan telah terlibat dalam
insiden yang lain~!”
Aku hanya mendengar dua dialog, tetapi Nanase telah
memainkan peran pelayan yang tidak bersalah itu dengan sempurna.
Seolah-olah dia adalah orang yang sama sekali berbeda
dari Nanase yang biasanya…
“Kiritani-kun, kamu lupa dialogmu
lagi.”
Aku terlalu
terpesona dengan penampilan Nanase sehingga aku buru-buru mengatakan dialog berikutnya ketika
dia memberitahuku.
Kemudian, Nanase dan aku mengucapkan dialog
kami secara bergantian.
Di tengah semua itu, aku menyadari sesuatu.
Nanase, entah bagaimana sangat
hidup ketika dia sedang berakting.
Aku merasa
bahwa martabatnya yang biasa telah
lebih ditingkatkan, atau
lebih tepatnya, aku merasa bahwa dia berada
dalam aura “Lihatlah
aku.”
Dia benar-benar kebalikan dari diriku,
yang biasanya selalu
menghabiskan waktuku dengan
bermalas-
malasan dan tidak bersekolah dengan serius, tidak
memiliki sesuatu
yang ingin kulakukan dan tidak punya
mimpi. Dia tampak begitu berkilau bagiku.
“Aku mungkin
harus berhenti lebih sering untuk kalimat yang baru saja kuucapkan, dan mengucapkan
kalimat sebelumnya dengan lebih kuat.”
Setelah latihan
akting selesai, Nanase memegang naskah di tangannya, dan penulis sesuatu
di dalamnya.
“Apa yang kau lakukan?”
“Aku sedang
menulis akting seperti
apa yang harus
kulakukan untuk setiap
dialognya. Aku memiliki
penampilan lain dari ‘The Maid’s Amazing
Deduction’ di akhir pekan ini.”
Ekspresi di wajah Nanase
saat dia melihat
naskah sambil menjawabku adalah ekspresi serius.
Jadi begini rasanya menjadi
seseorang yang benar-
benar berusaha mencapai
impiannya…
Ketika aku memikirkannya, aku memiliki perasaan
aneh di sekitar area dadaku.
“Kiritani-kun, ada apa?”
Nanase menatap
wajahku dan bertanya
padaku karena dia mengira kalau aku bertingkah aneh.
Pada saat yang sama, jarak antara wajah cantiknya
dan aku menurun
drastis.
“Tidak, bukan apa-apa.”
“Apa kamu yakin? Semoga
saja perkataanmu itu benar.”
Ketika aku memalingkan kepalaku
dan menjawabnya,
Nanase terlihat
sedikit khawatir, tetapi
ia kembali memperhatikan naskahnya.
“Yah, dialog berikutnya adalah...”
Nanase semakin
banyak menulis di naskahnya. Dia sangat pendiam, dan agak aneh melihatnya,
yang biasanya sangat berisik, tiba-tiba
menjadi seperti itu.
Nanase yang sedang fokus dengan pekerjaannya, tidak memperhatikanku.
Saat ini, Nanase pasti sedang menggapai
mimpinya. Aku ingin tahu apakah ini yang dia bicarakan
sebelumnya, bahwa memiliki
mimpi selalu mengizinkanmu untuk menjadi dirimu
sendiri.
Dan aku terus menatapnya seperti itu— “Betapa
indahnya...”
Aku terkejut
dengan kata-kata yang keluar dari mulutku.
Rupanya, Nanase
tidak mendengarku karena
dia masih berkonsentrasi dalam menulis naskahnya
Aku bertanya-tanya apakah apa yang baru saja
kukatakan dipengaruhi oleh suasana dari
tempatnya. Ataukah—
Aku memikirkannya sebentar, tetapi pada akhirnya, aku tidak dapat mengambil kesimpulan pada saat itu, dan
istirahat makan siangku
berakhir.
◆◆◆
“Yo, Kakeru!”
Ada jeda di antara kelas berikutnya. Kelas berikutnya tidak
diadakan di kelas kami, jadi aku sedang
berjalan menyusuri lorong
ketika aku bertemu dengan Shuuichi. Dia melambai padaku dengan senyumnya yang menyegarkan seperti
biasanya.
“Shuuichi, aku merasa seperti
kita sudah lama tidak bertemu.”
“Itu karena kau sering
bolos sekolah akhir-akhir
ini. Kau akan kehilangan kredit jika kau tidak hati-hati.”
“Aku mengerjakan matematika, jadi aku akan baik-baik
saja. Aku berhasil
naik kelas di tahun pertama
dan
keduaku. Jadi,
aku memiliki rekam jejak yang bagus.” “Jangan
membual tentang hal itu.”
Shuuichi menjawabku dengan senyum masam di wajahnya.
“Jadi, kapan kamu dan Nanase berteman?”
“Apa, apa-apan pertanyaanmu yang tiba-tiba itu?”
“Karena ada rumor yang beredar ... bahwa kalian
berdua sedang berkencan
atau semacamnya.”
“Huh? Bagaimana bisa ada rumor seperti itu?”
“Kudengar kalian
berdua terlihat pergi
ke suatu tempat
sendirian saat jam makan siang hari ini. Itu dari penggemarnya Nanase.”
“A-Aku mengerti.”
Mungkin itu
ketika aku sedang menuju ke gedung sekolah
lama. Aku tidak memikirkan hal itu
karena tidak ada orang lain yang
datang ke daerah itu, tetapi mungkin aku harus menjadi
lebih berhati-hati lain kali.
“Tapi tampaknya
para penggemarnua telah
sampai pada kesimpulan bahwa tidak mungkin
orang yang
gelap dan tidak dapat
dipahami sepertimu bisa menjadi pacarnya Nanase.”
“Apa-apaan itu? Itu sangat tidak sopan.” Yah, aku lega mereka tidak salah paham… “Jadi,
bagaimana cerita yanh sebenarnya?”
“Aku dan Nanase? Bagaimana
bisa ada sesuatu
di antara kami?”
“Benarkah?”
“Jangan
senyum-senyum dan bertanya terus.” Apa-apaan itu, apa kau ikemen?
“Maaf, maaf. Ini adalah
pertama kalinya aku
mendengar bahwa
kau memiliki suatu hubungan, bahkan kau tidak memilikinya ketika SMP. Tapi aku tidak
menduga bahwa itu akan terjadi
dengan si
Nanase itu…”
“Sudah kubilang tidak ada apa-apa.”
“Hei, hei, jangan
terlalu menakutkan. …Tapi yah, meskipun
bukan dengan Nanase,
tetapi ketika kau jatuh cinta
pada seseorang, bicaralah padaku,
oke? Aku adalah master
cinta, dan aku akan memberikanmu beberapa petunjuk.”
“Ya, ya.”
Jika begini
terus, sepertinya Shuuichi
akan terus berbicara selamanya, jadi aku mengabaikannya.
‘Aku, jatuh cinta dengan
seseorang, huh?’
Aku tidak punya alasan untuk itu, tapi itu mungkin tidak
benar.
Aku bahkan tidak bisa membayangkan diriku
sedang jatuh cinta dengan seseorang...
Dengan pemikiran
itu, aku meninggalkan Shuuichi dan menuju
ke kelas berikutnya.
◆◆◆
Untuk beberapa
hari ke depan. Setiap kali aku pergi ke sekolah, aku akan pergi ke gedung
sekolah lama saat jam istirahat makan
siang untuk menemani Nanase dalam
latihan aktingnya. Seperti biasa,
Nanase akan mengucapkan dialognya dan
menuliskannya dalam naskah, dan berusaha mati-matian untuk
meningkatkan aktingnya.
Sejujurnya kupikir
usahanya itu luar biasa, dan aku ingin
mimpinya menjadi kenyataan jika itu
memungkinkan.
Tapi melihatnya, yang begitu fokus
pada mimpinya, aku merasa
seolah-olah dia sedang menyindir cara hidupku
saat ini, dan meninggalkanku dalam perasaan yang tak terlukiskan.
“Ketika aku pulang nanti,
aku akan bermain
game atau membaca
manga.”
Sepulang sekolah.
Aku sedang berjalan
sendirian di lorong,
berusaha untuk pulang
secepat mungkin.
Lalu aku mendengar suara yang lucu dari belakangku dengan suara langkah
kaki yang tergesa-gesa.
“Tunggu! Kiritani-kun!”
Aku berbalik
dan melihat bahwa
Nanase sedang berlari
ke arahku.
“Mengapa kau terburu-buru?”
“Haaa, Kiritani-kun… Haa, kamu keluar
kelas terlalu cepat…”
Saat dia menyusulku, tangan
Nanase bertumpu pada lututnya, terbatuk-batuk.
Aku tidak tahu harus berkata apa…
“Umm… Hari ini
sebenarnya adalah gladi resik perusahaan teaterku,
maukah kamu datang
untuk menontonnya?”
Nanase mengatakan ini padaku
setelah menarik napas.
“Gladi resik? Mengapa aku harus menontonnya?” “Jangan khawatir! Itu akan
seru!”
“Aku tidak khawatir
kalau itu tidak akan seru...”
Ketika Nanase mengacungkan jempolnya, aku
meletakkan tanganku
di dahiku dengan cemas dan menjawab.
“Ehhhh~ lalu apa masalahnya?”
“Ada begitu
banyak masalah. Pertama-tama, aku tidak mengerti
mengapa aku harus
pergi ke gladi resik
Nanase.”
“Lalu, bagaimana caranya supaya aku bisa membuatmu
datang untuk menontonku berlatih? Padalah
gadis cantik ini sudah
mengundangmu…”
“Jangan menyebut dirimu sendiri
cantik.”
Yah, jika aku diajak
kencan oleh seorang
gadis cantik, aku pasti akan menerimanya.
“Kalian terlihat seperti sedang
bersenang-senang.”
Tiba-tiba, sebuah
suara yang tajam mencapai telingaku.
Aku menoleh
dan melihat Ayase dan roninya,
gadis Takahashi dan Tachibana.
“Saki, aku sedang melakukan
percakapan
penting. Bisakah
kamu tidak menggangguku di saat seperti ini?”
“Tapi, kita tidak memiliki
sesuatu yang penting
untuk dibicarakan.”
Saat aku mengatakannya, Nanase
menatapku. Tidak, tidak,
tidak, tapi itulah
kebenarannya.
“Mungkinkah Rena berkencan dengan
pria pengecut itu?”
Ayase bertanya dengan nada mengejek.
Dia mencoba
menggunakanku sebagai alasan untuk mengolok-olok Nanase.
“Eh~ benarkah? Nanase memiliki
selera yang buruk~”
“Aku… aku…”
Takahashi melanjutkan dengan kata-kata Ayase,
dan Tachibana tampak bingung harus berkata apa.
“Mengapa kalian
berbicara seperti bocah SMP? Kalian
sangat kaku. ”
Nanase mengangkat bahunya dan berkata
dengan nada kecewa.
Seperti biasanya, si Nanase ini bertingkah konyol
terhadap pentolan para gadis.
Aku tidak akan pernah
bisa menirunya.
Karena
perkataannya itu, Ayase menggigit bibirnya dengan frustrasi pada kata-kata Nanase
yang terlalu blak-blakan.
“Lebih penting
lagi, Saki, kamu tidak melakukan
sesuatu yang buruk pada Tachibana-san, kan?”
Kali ini, Nanase yang bertanya.
Itu terjadi di hari pertama sekolahku pada semester baru
ketika Nanase menyelamatkan Tachibana, yang hampir
membuatnya menjadi pesuruh.
Sejak saat itu, Nanase telah berhati-hati untuk
memastikan bahwa
Tachibana tidak akan mengalami hal yang sama, dan berkat itu, setidaknya sejauh
yang kulihat, Tachibana tidak diperlakukan dengan
buruk.
“Itu tidak ada hubungannya dengan Rena.” “Mungkinkah…”
Mendengar komentar
Ayase, Nanase menyipitkan matanya dan menatap
tajam padanya.
Aku mulai
punya firasat bahwa
akan ada perkelahian... “N-Nanase-san, aku baik-baik
saja.”
Kemudian, seolah
merasakan atmosfer yang berbahaya, Tachibana
turun tangan di antara mereka.
“Benarkah?”
“Y-Ya. Dari awal
Saki-chan bukanlah orang yang mengerikan…”
‘Tidak mungkin.’
Pikirku, tapi entah bagaimana, kata-
kata Tachibana tidak terdengar seperti
sebuah
kebohongan.
Jika dia benar-benar bukan orang yang seburuk itu ... tidak,
aku masih tidak
berpikir begitu.
“Ah, Saki-chan!
Kita harus segera keluar dari sekolah, kedai kopi baru di depan stasiun
akan ramai!”
Ketika Tachibana tiba-tiba berkata begitu,
Ayase memeriksa jam di ponselnya.
“Uwa, kau benar! Kita harus pergi!”
Ayase dan yang lainnya
kemudian meninggalkan tempat
itu dengan tidak sabaran.
“Kamu barusan
ikut campur dan mengatakan sesuatu
yang aneh. Kamu seharusnya
meminta maaf dulu sebentar. ”
“Diam. Kami punya rencana
kami sendiri.”
Setelah membalas
itu, Ayase pergi dengan dua orang lainnya.
“Apa-apaan
sikapnya itu? Dia masih sama saja.” “Kau benar.”
Bahkan ketika
aku menjawabnua, aku merasa sedikit
tidak nyaman.
Kenapa Ayase terus mengganggu Nanase seperti
ini? Bukankah
dia terlalu gigih
untuk menjadi seorang
antagonis? Mungkinkah aku hanya terlalu banyak berpikir?
“Kiritani-kun? Kamu terlihat bengong.
Ada apa?”
Saat aku memikirkan hal ini, Nanase
bertanya padaku dengan
rasa penasaran.
“Tidak ada. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”
“Begitu.... Kupikir
kamu akan datang
menonton gladi resik
perusahaan teaterku.”
“Sudah kubilang, aku tidak
akan datang.”
“Ya ampun,
kamu masih belum
menyerah pada itu juga,
yah.”
Nanase menggembungkan pipinya saat dia mengatakan ini.
Siapa di antara kita yang tidak
mau menyerah? Kaulah
yang mencoba memaksaku untuk datang melihatmu berlatih.
Aku tidak akan pernah
datang ke tempat
gladi resikmu.
◆◆◆
“Bagaimana bisa hal ini terjadi…?”
Setelah bergumam
pada diriku sendiri,
aku menghela nafas berat.
Karena sekarang,
aku sedang berada
di ruang latihan
perusahaan teater milik Nanase — “Yunagi”.
Lokasi tempat gladi resiknya
adalah aula teater
di dekat stasiun terdekat sekolah.
Ini adalah
tempat yang sama dimana Momoka
dan aku menyaksikan “The Maid’s Excellent
Deduction” sebelumnya.
Ngomong-ngomong,
alasan kenapa aku harus datang ke
sini adalah karena Nanase terus mengikutiku dari sekolah dan juga membungkuk padaku
berulang kali di tengah kota yang penuh dengan banyak
orang.
Aku tidak tahu
mengapa Nanase begitu putus asa, tetapi aku tidak bisa mengatakan tidak padanya setelah
semua yang dia lakukan itu, jadi aku dengan enggan setuju untuk mengamati gladi resiknya.
Karena mendapatkan izin, aku pun diperbolehkan untuk
mengamatinya dari barisan
depan.
“Nana-san! Sesuatu
yang buruk telah terjadi!”
Nanase berperan
sebagai Shibuno Eri, pelayan pembantu dan karakter pembantu
sungguhan dalam “The Maid’s Excellent Deduction”, di atas
panggung bersama pemeran yang lain. Ini adalah adegan yang baru saja kami latih.
Dia terdengar dan bertindak sama bodohnya dengan
yang dia lakukan
dalam latihan, tetapi
dia masih
terlihat sangat bagus.
“Ada apa, Eri-san? Mungkinkah ada insiden lain? ”
Wanita yang memerankan karakter
utama pelayan, Setomiya, tampil dengan suara
yang indah.
Dia juga seorang aktris,
jadi aktingnya sebagus
yang diharapkan. Secara alami, level penampilannya berbeda
dari seorang amatir.
“Itu benar~!
Sepertinya tuan telah terlibat dalam
insiden yang lain~!”
Berikutnya
adalah dialog Nanase lagi. Dia
memainkan peran Shibuno
Eri dengan sangat
baik tanpa perubahan
apapun.
Bahkan setelah
melihat penampilan orang yang memerankan Setomiya
Nana, aku masih berpikir
bahwa akting Nanase
setara dengan pemeran
yang
lain… aku bukan ahli dalam bidang
akting, jadi aku tidak yakin
apakah itu benar atau tidak.
Tapi, melihat
penampilan Nanase di atas panggung yang seperti
ini, aku sekali.lagi menyadari bahwa dia adalah seorang
aktris.
Gladi resik
terus berlanjut, dan Nanase melanjutkan aktingnya.
Mungkin itu hanya imajinasiku, tapi aku merasa
bahwa dia melakukannya jauh lebih baik daripada saat aku
melihat penampilannya bersama
Momoka.
Itu mungkin
hasil dari istirahat jam makan siangnya
di mana dia menulis catatan
di naskahnya.
Dan sepertinya dia sangat
senang memerankannya.
“Inilah yang ingin aku lakukan,” itulah
yang sepertinya sedang
dia sampaikan.
“Itu keren…”
Ketika aku melihat aktingnya, aku tidak bisa untuk tidak
mengucapkan kata-kata itu lagi.
Tapi jujur, aku hanya berpikir kalau itu keren.
Biasanya, Nanase
tidak memikirkan tentang
orang lain, tidak
peduli dengan suasana
di sekitarnya, dan
melakukan apa yang ingin
dia lakukan dan mengatakan apa yang ingin dia katakan
tanpa ragu-ragu.
Mungkin itulah
yang membuatku tertarik padanya, karena aku merasa kalau bagian dari aktingnya telah terpengaruh oleh sifatnya itu.
“Bagaimana? Apakah kamu menikmatinya?”
Ketika aku melihat ke arah suara itu, aku melihat seorang
wanita cantik berusia
tiga puluhan
mendekatiku.
Dia kemudian
mengambil tempat duduk di sebelahku. “H-Halo. Aku Kiritani
Kakeru, teman sekelas
Nanase. Um…”
“Hasukawa Minmei.
Aku adalah penulis
naskah dan kepala
dari perusahaan ini.”
“P-Pemimpin grup? T-Terima kasih telah mengizinkanku untuk menonton!”
“Tidak, tidak,
sebagai temannua Rena, kamu sangat
disambut disini.”
Pemimpin grup itu memberiku senyuman
yang indah dan dewasa. Dia cantik, namun sangat
berbeda dari Nanase.
“Umm… Bolehkah aku bertanya satu hal?” “Ya, tentu.”
“Umm… Biasanya Nanase disini seperti
apa?”
“Rena? Dia yang termuda
dari grup kami, dan dia sangat dicintai
oleh semua orang.”
“Apakah begitu?”
Itu mengejutkan. Aku mendengar bahwa
Nanase sangat disukai
disini.
“Tapi, kau tahu…”
Kata pemimpin,
dan setelah jeda singkat. “Dia
sedikit sombong, bukan begitu?”
Dia tersenyum dan mengucapkan kata-kata itu. “Ah, iya.”
Ini aneh. Aku yakin dia memiliki
senyum yang sama seperti sebelumnya, tapi sekarang
benar-benar
menakutkan.
Nanase, apa yang telah kau lakukan
pada pemimpinmu?
“Ada banyak
spesifikasi lainnya, tetapi
kupikir si sombong
itu tidak mematuhiku.”
“Tidak patuh? Bahkan dia melawanmu juga?” “Ya, benar.”
Pemimpin itu mengangguk kecil.
Tentu, Nanase
akan melakukannya, tapi apakah dia benar-benar melakukannya?
Ini bukan di sekolah,
jadi mungkin saja pemimpinnya hanya
bercanda…
“Minmei-san! Bolehkah
aku minta waktumu
sebentar?”
Di tengah
latihan, Nanase mengangkat tangannya dari panggung
dan memanggil pemimpin.
“Ara, cepatnya.” “Benarkah…”
Aku terkejut, dan pemimpin grup itu terkikik.
Kemudian, Nanase turun dari panggung, membuka
naskah dan mendekati pemimpin.
“Rena, ada apa?”
“Dalam adegan
ini, bisakah aku menggunakan panggung lebih luas lagi saat aku berakting?”
“Di sini, yah...”
Pemimpin melihat
naskah yang Nanase
tunjukkan padanya dengan
ekspresi serius.
Bahkan pendapat
dari salah satu anggota grup ditanggapi dengan
serius.
“Jangan
jika kamu menggunakannya secara ekstensif, karena itu akan membuat peranmu menjadi
terlalu jelas.”
Dan pemimpin itu membantah pendapat
Nanase. Biasanya, ini akan menjadi
akhir dari diskusi.
Namun, Nanase berbeda.
“Aku tidak
berpikir kalau peranku
akan menjadi begitu
jelas di sini.”
“Tidak, itu tidak benar.
Karena di sinilah
Setomiya
Nana memamerkan deduksinya. Nana adalah
orang yang paling
harus menonjol dalam
adegan ini.”
“Tapi bahkan
karakterku, Shibuno Eri, sedang mendukung Nana selama deduksinya.”
“Tetap saja, aku ingin Nana yanh menonjol sebagai
bintang di sini. Jadi aku menolak pendapatmu.”
“Tidak, tidak, tidak…”
Meski pemimpin
membantahnya lagi, Nanase
sepertinya masih belum yakin.
Di satu sisi,
sungguh menakjubkan bahwa dia bisa mengungkapkan pendapatnya dengan terus terang
kepada orang yang paling penting
di dalam grup.
Aku tidak akan pernah bisa melakukan
hal itu.
Setelah beberapa percakapan lagi, Nanase akhirnya
mendengarkan kata-kata pemimpinnya itu. Setelah
itu, latihan dilanjutkan kembali.
“Lihat? Sombong, kan?”
“Ya, benat. Tapi dia memang seperti
itu ketik di sekolah.”
“Benarkah? Itu pasti kasar…”
Pemimpin itu tersenyum masam.
Tepat sekali. Itu kasar…
“Tapi, sebagai
seorang penulis skenario,
aku senang memiliki seseorang seperti Rena yang memberiku
umpan balik.
Ketika kau sendirian, sudut pandangmu menjadi
terlalu sempit.”
“Begitu... Jadi Nanase tidak menyebabkan banyak
masalah bagi pemimpin.”
“Yah, benar. Aku dapat mengatakan bahwa Rena telah
bekerja sangat keras pada penampilannya.”
Aku tahu bahwa Nanase
serius tentang
akting. Bagaimanapun juga, mimpinya adalah
menjadi aktris Hollywood.
“Dan Rena sangat lincah
saat berakting. Itulah yang aku suka darinya.”
“Ya, kurasa aku tahu apa maksudmu.”
Setelah menyetujui kata-kata pemimpin,
aku
mengalihkan pandanganku ke Nanase, yang sedang berlatih.
Seperti biasanya, dia tampak bersenang-senang dengan penampilannya.
Dan melihatnya yang seperti ini, perasaanku jadi campur aduk.
Nanase selalu
bertindak sebagai dirinya
sendiri, tanpa dipengaruhi oleh orang lain, dan
menjalani hidupnya dalam garis
lurus menuju mimpinya.
Di sisi lain, aku tidak banyak
pergi ke sekolah,
aku tidak memiliki tujuan, dan bahkan ketika itu
penting, aku hanya mengikuti
arus suasana dan menghabiskan hari-
hariku dengan lamban.
Saat ini, aku berpikir...
‘Apakah tidak apa-apa bagiku
jika aku terus seperti ini?’
◆◆◆
“Itu dia! Aku mau yang itu!”
Setelah gladi resiknya selesai,
Nanase dan aku pergi ke restoran keluarga
di dekat aula teater.
Aku ingin pulang lebih awal, tetapi
Nanase bersikeras untuk
membelikanku makanan sebagai
permintaan
maaf karena
telah memaksaku untuk
datang dan mengamati latihannya, jadi aku mengikutinya.
Pagi ini, aku diberitahu bahwa orang tuaku
akan kerja
lembur hari ini, jadi tidak akan ada makan
malam ketika aku sampai
di rumah.
Di saat seperti ini, Momoka akan pergi makan bersama teman-temannya, jadi aku harus menerima tawaran
Nanase.
“Aku ingin
memesan set burger keju.” “Kurasa aku ingin makan
nasi omelet!”
Setelah kami
berdua memutuskan apa yang ingin kami pesan
dari menu, Nanase menghentikan pelayan dan memesan untuk kami berdua.
Dia mengenakan hoodie
putih khasnya bahkan
dalam situasi ini.
“Jadi bagaimana?” “Bagaimana apanya?”
“Gladi resiknya. Apakah kamu memperhatikan sesuatu? ”
“Haruskah aku memperhatikan sesuatu?”
Ketika aku bertanya kembali,
Nanase mengangguk. Apakah dia bertanya padaku tentang
aktingnya? “Menurutku akting Nanase sangat
bagus.”
“Apa, t-terima kasih...”
Seolah lengah,
pipi Nanase memerah
dan dia membalas.
“Tapi ini bukan ... Ini bukan
tentang itu.”
Apa maksudmu? Itu pertama kalinya
aku memiliki seseorang yang mengeluh karena dipuji.
“Maafkan aku ... Apakah kamu memiliki
hal lain dalam
pikiranmu?”
Nanase bertanya dengan ekspresi
serius.
Rupanya dia tidak bercanda,
tapi jika dia bertanya padaku
apa ada hal lain di...
“Ah, itu Kiritani!”
Tiba-tiba, aku mendengar namaku
dipanggil. Itu adalah
suara laki-laki.
Ketika aku berbalik, ada tiga siswa laki-laki yang mengenakan seragam
yang berbeda dari kami.
Mereka tampak
kurus dan seragam mereka dikenakan dengan cara yang buruk. Dan mereka
akrab denganku.
“Lama tidak
bertemu, Kiritani.” “Kau bersama seorang gadis.” “Apalagi
dia imut. Ini lucu.”
Ketika para siswa laki-laki itu mendekati tempat
duduk kami, mereka
mulai berbicara satu sama lain seperti
itu.
“S-Sudah lama sekali, semuanya.”
Aku menjawab
dengan senyum kaku,
kehilangan kata- kata.
“Apakah Kiritani-kun mengenal orang-orang ini?”
“Eh, u-umm, yah…”
Aku memberikan
jawaban setengah hati untuk pertanyaan Nanase
karena aku putus
asa untuk menjawabnya.
Kemudian,
sebaliknya, seorang siswa laki-laki yang berdiri di tengah mereka
bertiga menjawabnya dengan
jelas.
“Kami berada
di SMP yang sama dengan
Kiritani. Benar?”
“Y-Ya …”
Itu benar.
Mereka bertiga berasal dari SMP yang sama denganku, dan mereka adalah
teman-temanku.
Aku ingat
nama-namanya. Itou, Sugawara, Yamaguchi. Orang yang baru saja menjawab
untukku adalah Ito.
“Hei, Kiritani. Bisakah kita duduk di sini juga?”
“Apa, itu…”
“Baiklah? Dan belikan aku minuman, oke? Kami kehabisan uang akhir-akhir ini.”
Ito tidak segan-segan memesan
berbagai macam menu.
“Ah…”
“Hei, ayolah.”
Ito berpose
minta maaf, tapi kebanyakan orang tahu bahwa
itu hanya formalitas.
Biasanya, aku akan mengatakan tidak, tetapi aku tidak bisa memaksakan diri untuk berkata
tidak.
Aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan
padaku jika aku menolaknya.
Kemudian-
“Bukankah menurutmu itu tidak
sopan jika teman
lamamu justru disuruh membelikanmu minuman ketika kamu bahkan sudah lama tidak melihatnya?”
Nanase berkata
dengan nada suara yang tajam.
“Ha? Apa yang kau katakan
tiba-tiba?”
“Apa yang kam
katakan? Itu kalimatku. Kiritani-kun tidak
menyukaimu tidak, peduli
bagaimana kamu
melihatnya. Kamu tidak lebih baik dari monyet jika kamu tidak menyadarinya.”
“Hei! Jangan
terbawa suasana hanya karena kamu terlihat imut!”
Kata Itou, memelototi Nanase,
dan dua lainnya
mengikuti.
“Jangan bicara seperti itu pada kami.”
“Hanya karena
kau perempuan bukan berarti kami akan menunjukkan belas kasihan, oke?”
Mereka bertiga mengintimidasinya.
Orang normal akan terlalu
takut untuk berbicara.
Namun, Nanase
tidak terintimidasi sama sekali, dan malah balas menatap mereka
bertiga.
“Kamu harus berhati-hati dengan para gadis, oke? Jika kamu tidak hati-hati, kamu akan berada
dalam masalah besar.”
“Masalah besar? Itu lucu.” “Kami akan mencoba~”
“Aku ingin tahu apa yang akan terjadi
padaku~”
Begitulah cara Ito dan yang lainnya menertawakan dan mengolok-oloknya.
“Yah, kurasa…”
Kepada mereka, Nanase
mengeluarkan ponselnya dari saku jaket yang
dikenakannya.
“Misalnya, polisi
bisa datang ke sini.”
Dia mengatakan ini sambil mengarahkan layar ponselnya ke Itou dan yang lainnya.
Dia tidak bercanda sama sekali, angka “110” ditampilkan di layar.
Tunggu tunggu!?
Bukankah itu ide yang buruk!?
“Serius, gadis ini!? Dia sudah gila!?”
“Apakah kau tidak waras!?”
Sugawara dan Yamaguchi tersentak melihat perilaku keterlaluan Nanase.
“Orang ini jahat, kau ... Kalian,
mari kita pergi
sebelum kita terlibat
di dengannya.”
Itou menginstruksikan itu, wajahnya memucat,
dan mereka bertiga
meninggalkan restoran.
Melihat punggung
mereka bertiga, ada rasa lega di dadaku.
“A-Apakah kau benar-benar menelepon
110?”
“Ya, aku melakukannya.”
Nanase menepuk
kepalanya dengan manis seperti karakter teehee.
Ini bukan waktunya untuk
main-main.
“Tapi aku memastikan untuk mematikannya sebelum
berhasil, oke?”
“Tapi itu tidak akan berhasil. Maksudku,
mereka pasti akan
meneleponmu kembali.”
Tepat ketika aku
mengatakan itu, Nanase menerima panggilan di ponselnya. Seperti
yang diharapkan, itu dari polisi.
“Kiritani-kun, apa yang harus aku lakukan?”
“Aku tidak tahu…”
Seperti yang diharapkan, bahkan
Nanase pun takut pada polisi.
Sejujurnya, aku juga cuup takut.
Tapi bagaimanapun juga, dia melakukannya untuk membantuku…
“Aku tidak
punya pilihan. Sini biar aku yang jelaskan.” Aku mengambil ponselnya dari tangan Nanase.
“Terimakasih…”
“Itu kalimatku. Terima kasih…
atas bantuannya tadi.”
Kemudian, aku mengangkat teleponnya dan memberitahu polisi
apa yang terjadi.
Secara alami, aku dimarahi
dengan sangat buruk.
◆◆◆
“Ah, aku berada dalam banyak masalah…”
Setelah menerima
ceramah panjang lebar
dari polisi, kami menyelesaikan makan kami di sebuah
restoran. Dan setelah itu, kami meninggalkan restoran, dan
sekarang kami sedang berjalan berdampingan di
kota. Saat kami melihat ke
atas, langit telah benar- benar gelap.
“Maaf, Kiritani-kun.”
“Tidak perlu meminta maaf. Nanase lah yang telah
menyelamatkanku lebih dulu.”
Meski begitu, Nanase tampak
menyesal.
Dia seharusnya tidak perlu merasa bersalah
...
“Hei, apakah
orang-orang yang baru saja itu adalah teman Kiritani-kun?”
“Yah, setidaknya mereka adalah temanku ketika
SMP…”
Ketika aku masih SMP, aku telah menghabiskan hari-
hariku dengan Itou dan teman-temannya.
Aku juga berbicara dan bergaul dengan
Shuuichi, tetapi aku lebih sering
menghabiskan hari-hariku bersama
mereka.
“Sejujurnya, ketika aku masih
SMP, aku berada
dalam kelompok orang-orang itu, dan mereka
memperlakukanku seperti
yang baru saja mereka lakukan, dan sejujurnya aku merasa tercekik.”
Di SMP, aku adalah
tipe orang yang hanya mengikuti
arus.
Karenanya, posisiku
di dalam kelompok
Itoi adalah yang
terlemah, dan sederhananya, aku seperti Tachibana dari grup Ayase.
Aku bahkan tidak bisa memberitahunya ke mana aku
ingin pergi
ketika kami sedang
pergi, dan aku tidak bisa
mengatakan tidak pada apa pun yang dia minta untuk kulakukan.
“Begitulah ceritanya…”
Ketika aku selesai menjelaskan, Nanase memalingkan wajahnya
dengan sedih.
“Ya, ya. Itu sebabnya
aku sama sekali
tidak menikmati pergi ke sekolah
ketika SMP”
Satu-satunya waktu dimana aku bersenang-senang adalah
ketika aku berbicara dengan Shuuichi.
Dia dan aku kebetulan berada di ruangan
yang sama pada program pelatihan
semalam, dan ketika
kami
berbicara, kami secara aneh menjadi cocok dan berteman.
“Mungkinkah itu adalah alasan
mengapa Kiritani-kun tidak sering datang
ke sekolah sekarang?”
“Yah, kurasa begitu.”
Aku tidak ingin
bergabung dengan kelompok apa pun seperti
yang kulakukan ketika SMP dan dipaksa untuk menyesuaikan
diri dengan orang lain atau melakukan hal-hal yang tidak aku sukai. Jadi di SMA, aku berusaha
untuk menjauh dari sekolah sebisa
mungkin.
Tapi ketika
aku di sekolah, aku masih harus menyesuaikan diri dengan suasananya.
“Tapi akhir-akhir ini aku memikirkan hal lain.” “Maksudnya?”
Nanase memiringkan kepalanya pada kata-kataku.
“Nanase, kau
tidak pernah membengkokkan dirimu setiap
saat, kau selalu menjadi dirimu sendiri tanpa
dipengaruhi oleh siapa pun, bukan?
Melihatmu seperti
itu, aku mulai bertanya-tanya, apakah tidak apa-apa
bagiku jika tetap
seperti ini?”
Aku pergi ke sekolah
dengan setengah hati, mematuhi orang-orang kuat seperti Akutsu dan Ayase
tanpa
mengatakan
apa-apa, dan pada hari-hari dimana aku tidak pergi ke sekolah,
aku hanya menghabiskan waktu dengan bermain
game dan membaca
manga.
Melihat Nanase,
aku merasa tidak bisa terus seperti ini, dan
sebaliknya, sebelum aku menyadarinya, aku mulai iri padanya.
“Kiritani-kun…”
Setelah aku selesai berbicara, mata indah Nanase
melebar seolah-olah dia sedikit terkejut.
“Umm… kurasa
tidak masalah jika kamu tidak sering pergi ke sekolah. Yang penting adalah bahwa kamu
masih bisa menjadi diri sendiri dan melakukan apa yang ingin kamu lakukan saat ini.”
“Apa yang ingin aku lakukan?”
Ketika aku bertanya kembali,
Nanase menganggukkan kepalanya.
“Ya, seperti yang
kamu tahu, aku telah melakukan apa yang ingin
aku lakukan setiap
saat. Dan tahukah
kamu, aku sangat
menikmati kehidupan yang seperti ini!”
Nanase tersenyum ketika dia mengatakan itu.
Memikirkannya kembali,
dia memang terlihat
seperti menikmati dirinya
sendiri setiap saat.
“Jadi, mengapa kamu tidak menghabiskan waktumu untuk memikirkan apa yang ingin kamu lakukan? Itu akan membuat setiap harimu jadi lebih
menyenangkan!”
“Apa yang ingin aku lakukan ... huh?”
Aku sangat sibuk mencoba menyesuaikan diri dengan orang
lain sehingga aku tidak pernah
benar-benar
memikirkannya dengan serius.
Tetapi jika itu bisa membuat hidupku
yang setengah matang menjadi sedikit lebih baik…
“Aku mengerti. Sejujurnya, aku tidak tahu apakah aku bisa langsung melakukannya, tetapi aku akan mencoba melakukan apa yang dikatakan
Nanase.”
Aku menjawabnya, sambil merasa sedikit
malu. “Nanase, terima kasih.”
“Fufu, sama-sama.”
Nanase membalas senyumanku.
Ada saat-saat
ketika aku merasa
ada tarikan dari dalam diriku, tetapi aku tidak pernah
memikirkannya secara mendalam.
Tapi terima
kasih untuk Nanase,
yang mencoba untuk
tetap jujur pada dirinya sendiri apa pun yang terjadi. Aku mungkin juga bisa mengubah diriku
sedikit demi sedikit.
◆◆◆
Pagi selanjutnya. Ketika aku bangun,
aku memeriksa kalender di kamarku.
Ngomong-ngomong, kemarin, Nanase dan aku melakukan
percakapan singkat setelah itu dan kemudian berpisah.
Jadi, aku memeriksa kalenderku, dan sekilas aku bisa melihat itu adalah hari dimana aku
diizinkan untuk mengambil cuti. Itu artinya hari ini adalah hari yang baik untuk
istirahat dari sekolah.
“Tapi, apa yang harus kulakukan?”
Semalam, Nanase
mengatakan bahwa tidak
masalah jika aku tidak sering
pergi ke sekolah, dan penting untuk
selalu menjadi diri sendiri dan melakukan apa
yang ingin aku lakukan.
Tapi jika dia bertanya
padaku apakah aku bisa berdiam
di rumah dan menjadi diriku sendiri…
“Aku akan pergi bersiap-siap.”
Setelah bergumam, aku mulai bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
Aku mengemasi
buku-buku pelajaranku di dalam tasku
dan berganti dengan
seragamku.
Aku mencoret
kata “hari libur” dari kalender
dan meninggalkan ruangan.
Saat ini, aku merasa agak bersemangat.
◆◆◆
“Kiritani-kun, kamu tahu persis
apa yang sedang
kamu lakukan.”
Itu adalah
pagi hari setelah
dia dan aku membicarakan berbagai hal.
Aku bergumam
pada diriku sendiri
saat aku melihat
ke cermin wastafel
kamar mandiku di rumah,
menyesuaikan gaya
rambut dan seragamku. “Sepertinya usahaku tidak
sia-sia.”
Dalam beberapa
hari terakhir, selama latihan akting
di sekolah dan gladi resik semalam untuk perusahaan
teater, aku membiarkan Kiritani-kun melihat diriku yang paling asli.
Kuharap itu akan memberikan efek positif padanya,
karena dia terlihat
seperti “dia”.
Sejujurnya, jika
Kiritani-kun tidak merasakan apa-apa, maka aku harus membiarkannya begitu saja, tetapi dia mengatakan kepadaku bahwa dia tidak yakin
apakah dia akan baik-baik saja dengan situasinya saat ini.
Kiritani-kun sedang
mencoba untuk berubah.
“Aku yakin kalau dia tidak akan berubah dengan tiba- tiba, tapi aku tidak sabar untuk melihat
Kiritani-kun yang baru mulai
hari ini!”
Bagaimana jika dia mulai
memakai jaket seperti
yang kulakukan?
Tidak, itu akan lucu dan menggemaskan!
Jika dia mau, aku punya hoodie
cadangan, dan aku bisa membuat Kiritani-kun memakai hoodie yang
sama denganku!
Tapi aku berpikir, “Kiritani-kun, kamu tidak akan bolos sekolah, bukan?”
Dia adalah
orang yang mungkin
akan bolos sekolah
setelah berbicara denganku
kemarin…
“Tapi aku telah membuat
beberapa kemajuan. Aku senang bisa membantumu, Kiritani-kun.”
Aku membiarkan kata-kata itu keluar
begitu saja. Itulah
yang kukatakan langsung kepadanya, tetapi itu tidak penting
seberapa banyak dia masuk dan bolos sekolah.
Karena yang terpenting adalah
tentang bagaimana dia menjalani hidupnya
seperti yang ia mau.
‘Tapi kurasa ini akan menghilangkan beberapa
kekhawatiran tentang
Kiritani-kun yang mungkin
akan menjadi seperti
“dia”.’
“Kiritani-kun, aku ingin tahu apakah kamu akan datang
ke sekolah hari ini...”
Ketika aku melihat ke cermin, sambil menggumamkan sesuatu,
aku melihat bahwa aku tersenyum
sedikit.
“Yah, itu saja, bukan? Inilah wajah orang yang
menginginkan Kiritani-kun untuk datang ke sekolah.”
Aku berkata pada diri sendiri di cermin layaknya
detektif, tetapi
tentu saja aku benar karena
itu adalah perasaanku sendiri.
Saat ini, terpikirkan olehku.
Mungkin sekarang,
setelah aku mengenal
Kiritani-kun, hidupku akan
lebih menyenangkan daripada yang sebelumnya!
Tidak boleh adanya spoiler, hormati user lainya. Gunakan komentar dengan bijak sebagai tempat berdiskusi.